Disusun Oleh:
Kelas B
Kelompok 5
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut
beliau hingga akhir zaman. Aamiin.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Reproduksi Ternak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dr. Nurcholidah Solihati, S.Pt., M.Si. selaku dosen mata kuliah
Reproduksi Ternak yang telah memberikan arahan kepada penyusun dalam
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kawin alam dan Fertilisasi”.
Pada makalah ini penyusun menjelaskan tentang apa itu fertilisasi, syarat
terjadinya fertilisasi, dan bagaimana proses terjadinya atau tahapan proses
terjadinya fertilisasi.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..........................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan...................................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
iii
I
PENDAHULUAN
Selain kedua hal tersebut diatas, terdapat beberapa hal yang juga
mempunyai peranan penting dalam terbentuknya sebuah proses reproduksi
yang baik. Hal tersebut adalah organ reproduksi pada ternak jantan dan betina
itu sendiri, karena hal inilahyang nantinya dapat mempengaruhi produksi
ovum dan sperma. Selain itu, proses estrus (masa keinginan kawin), ovulasi,
dan fertilisasi (proses bertemunya sel gamet jantan dan sel gamet betina) juga
sangat berperan dalam proses reproduksi.
1.3 Tujuan
2. Fertilisasi
Fertilisasi (pembuahan) adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel
sperma dengan sel telur dituba fallopi (Rustam mochtar,1998:18). Sedangkan
menurut Manuaba (1998:99) fertilisasi (pembuahan) adalah pertemuan inti ovum
dengan inti spermatozoa dan membentuk zigot. Fungsi utama fertilisasi adalah
untuk menyatukan kumpulan kromosom haploid dari dua individu menjadi sebuah
sel diploid tunggal, yaitu zigot (Campbell, 2004).
Proses fertilisasi ini mempertemukan kedua macam gamet dan sekaligus
mempertahankan jumlah kromosom anakan tetap diploid seperti induknya. Proses
perkawinan pada mamalia melibatkan perilaku seksual yang khas yang
dikendalikan oleh hormon seks. Selain itu, hormon seks juga mempengaruhi
siklus reproduksi pada hewan betina. Hewan betina pada umumnya menjadi
reseptif terhadap hewan jantan pada saat berada pada tahap/masa estrus. Setelah
diketahui bahwa mencit betina berada pada tahap/masa estrus, maka mencit betina
dipelihara dalam satu kandang dengan seekor mencit jantan agar terjadi
perkawinan. Mencit betina yang bunting dipisahkan dari mencit betina dan
dipelihara hingga melahirkan. Fertilitas betina diamati berdasarkan jumlah
implantasi dan jumlah anakan (Adnan, 2010).
Masuknya spermatozoa ke dalam ovum disebut pembuahan. Setelah
spermatozoa masuk, ovum jadi berhasil tumbuh jadi individu baru. Disebut juga
dengan istilah fertilisasi. Ovum yang sudah dibuahi disebut zigot. Perkataan itu
berarti berpasangan atau berhubungan. Berasal dari peristiwa berpasangannya
kedua pihak kromosom gamet, yakni pihak jantan atau patroklin dan pihak betina
atau matroklin. Masing-masing gamet mengandung 1 N kromosom disebut
haplont. Setelah terjadi pembuahan zigot terdiri dari sel yang 2N disebut diplont.
Zigot pun mengalami pertumbuhan embryologis (Yatim, 2000).
Ada dua jenis fertilisasi, yaitu fertilisasi eksternal dan fertilisasi internal.
Fertilisasi eksternal terjadi di luar tubuh, sedangkan fertilisasi internal terjadi di
dalam tubuh. Pada kebanyakan fertilisasi, bagian kepala spermatozoa masuk ke
bagian tengah sel telur (miedle piece). Terjadi penggabungan inti dan sitoplasma
spermatozoon sangat sedikit melebur dengan ooplasma yang dapat menyebebkan
perubahan fisiologis untuk menunjang proses fertilisasi. Setelah inti spermatozoon
di dalam telur menjadi besar, kromosomnya bergabung dengan sel telur. Terjadi
pembelahan mitosis dengan terbentuknya amphiaster pembelahan yang timbul
dari bagian tengah spermatozoon (Nurhayati, 2004).
Spesies yang melakukan fertilisasi eksternal umumnya menghasilkan
banyak sekali zigot, tetapi perbandingan yang bertahan hidup dan berkembang
lebih lanjut seringkali sangat sedikit jumlahnya. Fertilisasi internal umumnya
menghasilkan lebih sedikit zigot, tetapi hal tersebut bias diimbangi oleh
perlindungan yang lebih besar pada embrio dan pemeliharaan dan pengawasan
yang lebih besar atas anak oleh induk jenis utama perlindungan meliputi cangkang
telur yang resisten, perkembangan embrio di dalam saluran reproduksi induk
betina, dan pemeliharaan telur dan keturrunan oleh induk (Campbell, 2004).
Fertilisasi mulai bila sperma mulai benar-benar melekat pada telur. untuk
itu, sperma melepaskan enzim pencerna yang membuat lubang pada lapisan
protein pelengkap dan pada beberapa spesies pada sel-sel folikel sisa, yang
biasanya menyelubungi telur. kemudian sel sperma memasuki telur. telur dalam
hal ini terlihat memainkan peran penting, karena sperma terlihat tertarik ke dalam.
Unsur sitoplasmanya disusun kembali dengan cepat ( Claude, 2003).
III
PEMBAHASAN
Pada beberapa species (domba, anjing) reaksi zona relatif lebih cepat dan
efektif, jarang ditemukan sperma suplemeter kalaupun tidak sama sekali.
Pada babi, spermatozoa ekstra memasuki zona pellusida tetapi secara nomal
tidak dapat melewatinya. Kelinci tidak memperlihatkan reaksi zona dan di
dalam ruang peri vitellin sel telur yang telah dibuahi dapat
ditemukan sampai 200 sperma supplement.
Mekanisme pertahanan lainya terhadap pemasukan lebih dari satu sperma
ke dalam sel telur diperlihatkan oleh vitellus sendiri dan disebut blokade
vitellin atau blokade terhadap polyspermia. Sperma yang telah dibuahi
diambil secara aktif oleh vitellus, akan tetapi segera sesudah itu permukaan
vitellus tidak memberi respon terhadap kontak dan tidak ada lagi sel
spermatozoa yang diambil.
Spermatozoa ekstra yang berhasil memasuki vitellus, walaupun adanya
reaksi zona dan blokade vitellin,disebut sperma supernumeralia, dan sel telur
dikatakan memperlihatkan polyspermia. Efektivitas blokade vitellin berbeda-
beda menurut species. Apabila terdapat polyspermia, tetapi sel suplementer tidak
diketemukan (pada babi dan anjing), berarti blokade vitellin tidak ada atau
ditunda sampai reaksi zona dimulai. Sebaliknya pada jenis-jenis hewan seperti
kelinci, dengan banyak spema suplementer di dalam ruang peri vitellin tetapi
tidak ada polyspermia, berarti bahwa blokade vitellin terjadi secara cepat dan
efektif.
3.2 Tahapan pada Proses Fertilisasi
4.1 Kesimpulan
Fertilisasi adalah peristiwa bersatunya antara spermatozoa dengan sel
telur(ovum) serta syarat untuk terjadinya fertilisasi yaitu Sel telur harus
matang dan harus mengalami kapasitasi husus pada spermatozoa.
Tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi adalah kapasitasi
spermatozoa dan pematangan spermatozoa yang merupakan tahapan awal
fertilisasi. Selanjutnya Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida yang
merupakan lapisan terluar dari ovum. Setelah reaksi kapasitasi, sperma
mengalami reaksi akrosom, terjadi setelahsperma dekat dengan oosit. Reaksi
akrosom terjadi pada pangkal akrosom, karena pada lisosom anterior kepala
sperma terdapat enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona pelucida.
Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya adalah penetrasi zona pelucida
yaitu proses dimana sperma menembus zona pelucida. Hal ini ditandai
dengan adanya jembatan dan membentuk protein actin, kemudian inti sperma
dapat masuk. Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma
akan menenempel pada membran oosit.
4.2 Saran
Demikianlah makalah dari kelompok kami mengenai fertilisasi, kami
mengharapkan saran dan kritikan dari semua pembaca makalah ini agar
makalah ini menjadi lebih baik serta berdaya guna di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA