Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa berkat kesempatan yang diberikan
sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayahnyalah
sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sistem Perkawinan pada
Ruminansia.

Makalah yang berjudul Sistem Perkawinan pada Ruminansia. Disusun guna


untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dari dosen pada mata kuliah Ilmu reproduksi
Ternak di Universitas Negeri Gorontalo. Selain itu Penulis berharap agar makalah ini
dapat menambah wawasan dan memberi informasi bagi pembaca tentang Sistem
Perkawinan pada Ruminansia.

Penulis sangat berterimakasih kepada Bapak/ibu selaku dosen mata kuliah.


Makalah ini yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
terkait bidang yang ditekuni Penulis. Menurut Penulis makalah ini belum dapat
dikatakan sempurna. Oleh karena itu, Penulis akan menerima kritik dan saran agar dapat
menyempurnakan makalah ini.

Gorontalo, November 2021.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................1

1.2 Rumusan masalah..................................................................................................2

1.3 Tujuan....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................3

2.1 Perkawinan Ruminansia........................................................................................3

2.2 Cara kawin Ruminansia.........................................................................................3

2.3 Hormon Reproduksi..............................................................................................4

2.4 Fertilisasi Ruminansia...........................................................................................6

2.5 Tingkah Laku Seksual Pada Ruminansia..............................................................7

BAB III PENUTUP...................................................................................................10

3.1 Kesimpulan............................................................................................................10

3.1 Saran......................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Peternakan merupakan salah satu kegiatan yang paling penting untuk


meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Sapi merupakan salah satu hewan ternak
yang memiliki banyak manfaat yang dibutuhkan masyarakat di Indonesia dan dapat
mendukung pemenuhan bahan pangan dan bergizi tinggi. Di kabupaten Gorontalo
sendiri pada tahun 2019 Badan pusat statistik mencatat ada sekitar 92.774 ekor sapi. Hal
ini menunjukan bahwa budidaya ternak sapi banyak dilakukan masyarakat gorontalo
untuk memenuhi kebutuhan pangan, ekonomi, maupun tenaga kerja dan kebutuhan
lainnya.

Pemuliaan ternak merupakan kegiatan manusia dalam memelihara tumbuhan


atau hewan untuk menjaga kemurnian galur atau ras sekaligus memperbaiki produksi
atau kualitasnya. Dalam kegiatannya, pemuliaan sejak abad ke-20 menerapkan banyak
prinsip dan metode genetika serta ilmu-ilmu turunannya.

Perkawinan ternak adalah proses pemaduan dan penggabungan sifat-sifat


genetika untuk mewariskan ciri-ciri suatu spesies agar tetap lestari (disebut reproduksi).
Proses ini sering dihasilkan dimorfisme seksual dalam suatu spesies sehingga dikenal
adanya jenis kelamin jantan dan betina. Sistem perkawinan yang dilakukan adalah
perkawinan inbreeding (silang dalam).

Hal yang harus dilakukan peternak adalah mencari induk yang memiliki
produksi tinggi dan pejantan yang memiliki produksi tinggi dan pejantan yang memiliki
induk dengan tingkat produksi tinggi pula. Lebih baik lagi jika keduanya (induk betina
dan pejantan) berasal dari induk dan pejantan yang sama (kelahiran kembar). Jika sudah
cukup umur, induk dan pejantan dikawinkan.

1
1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana cara perkawinan ruminansia?


2. Bagaimana peran hormon nya?
3. Bagaimana fertilitasnya?
4. Bagaimana tingkah laku kawin?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara perkawinan ruminansia


2. Untuk mengetahui hormon yang berperan pada perkawinan ruminansia
3. Untuk mengetahui fertilitas pada ruminansia
4. Untuk mengetahui tingkah laku ruminansia saat kawin

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perkawinan Ruminansia

Sistem perkawinan/reproduksi merupakan kegiatan berkembang biak untuk


melahirkan keturunan yang bertujuan mempertahankan proses keberlangsungan spesies
di dunia. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu seksual dan
aseksual. Dalam reproduksi aseksual, suatu individu dapat melakukan reproduksi tanpa
keterlibatan individu lain dari spesies yang sama. Reproduksi seksual membutuhkan
keterlibatan dua individu, dengan jenis kelamin yang berbeda (Heru, 2012).
2.2. Cara kawin Ruminansia
2.2.1 Kawin alami
Kawin alam merupakan perkawinan yang dilakukan tanpa bantuan manusia,
melainkan oleh pejantan pemacek yang telah di seleksi untuk mengawini sapi betina
yang sedang birahi, dengan cara menaiki betina tersebut. Menurut Affandhy dkk.
(2007), upaya peningkatan populasi ternak sapi dapat dilakukan dengan intensifikasi
kawin alam melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi lokal atau
impor, dengan empat manajemen perkawinan, yakni:

1. perkawinan model kandang individu,


2. perkawinan model kandang kelompok/umbaran,
3. perkawinan model ranch (paddock)
4. perkawinan model padang penggembalaan (angonan).
2.2.2 Inseminasi Buatan (IB)
Menurut Hafez (1993), Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan
sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi
bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari IB adalah bahwa
seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan
(spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur pada hewan betina
diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan
sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara
efisien untuk membuahi banyak betina (Beaden and Fuqual, 1997; Toelihere, 1985).

3
2.3 Hormon Reproduksi
Hormon adalah suatu zat kimia organik yang diproduksi oleh sel-sel khusus
yang sehat, dirembeskan melalui aliran darah, dalam jumlah sedikit dan dapat
menghambat atau merangsang aktivitas fungsional dari target organ atau jaringan.
Hormon-hormon yang mempengaruhi proses reproduksi terutama berasal dari
hipotalamus, hipofisis, gonad, plasenta dan uterus.
Pada umumnya hormon terlibat dalam beberapa aspek dalam reproduksi
mamalia. Keterlibatan tersebut dapat terjadi secara langsung yaitu mempengaruhi
aktivitas reproduksi dapat juga tidak langsung yaitu dengan mempengaruhi lingkungan
di dalam tubuh yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap reproduksi. Berdasar
tipe dan aksinya hormon reproduksi dibagi dalam dua kelompok:

⮚ Hormon Utama
Merupakan hormon-hormon yang berlangsung terlibat dalam beberapa
aspek reproduksi seperti spermatogenesis, ovulasi, kelakuan seksual,
fertilisasi, implantasi, kebuntingan, kelahiran, laktasi, dan kelakuan induk.
⮚ Hormon metabolik
Merupakan hormon yang mempengaruhi reproduksi yaitu hormon-hormon
yang berperan terutama dalam proses metabolisme secara umum yang
akhirnya akan mempengaruhi reproduksi. Hormon-hormon metabolik akan
menjaga kondisi hewan agar dapat berespon secara baik hormon utama
reproduksi.
2.3.1 Hormon-hormon Reproduksi
Berikut merupakan sumber hormon, nama hormon dan fungsinya.

a. Releasing Hormon
Terdiri dari:
- LH-RH berfungsi merangsang pelepasan FSH & LH
- TRH Berfungsi meransang pelepasan TSH & Prolaktin
Dihasilkan oleh hipotalamus.
b. Prolaktin Inhibiting Factor
Dihasilkan oleh Hipotalamus yang berfungsi untuk menghambat pelepasan
prolaktin

4
c. Oxytocin
Dihasilkan oleh Hipotalamus yang berfungsi untuk merangsang kontraksi
uterus, partus, transport spermatozoa dan ovum, pancaran air susu.
d. Follicle Stimulating Hormone (FSH)
Dihasilkan oleh Hipofisis Anterior yang berfungsi untuk merangsang
pertumbuhan folikel, spermatogenesis, sekresi estrogen.
e. Luteinizing Hormone (LH)
Dihasilkan oleh Hipofisis Anterior yang berfungsi untuk Merangsang ovulasi,
fungsi korpus luteum, merangsang sekresi progesteron, estrogen dan androgen,
inisiasi laktasi, merangsang fungsi korpus luteum dan sekresi progesteron pada
beberapa spesies, inisiasi kelakuan keibuan, inisiasi pertumbuhan jaringan dan
tulang.
f. Estrogen
Dihasilkan oleh Gonad yang berfungsi untuk Inisiasi tingkah laku seksual,
merangsang ciri seks sekunder, pertumbuhan saluran reproduksi, kontraksi
uterus, pertumbuhan saluran kelenjar susu,kontrol pelepasan-pelepasan
gonadotropin, merangsang up take kalsium pada tulang, efek anabolik.
g. Progesteron
Dihasilkan oleh gonad yang berfungsi untuk Sinergis efek dengan estrogen
dalam inisiasi tingkah laku birahi dan penyiapan saluran reproduksi untuk
implantasi, merangsang pertumbuhan alveoli kelenjar susu kontrol sekresi
gonadotropin.
h. Androgen
Dihasilkan oleh Gonad yang berfungsi untuk perkembangan dan pemeliharaan
kelenjar seks asesori, merangsang ciri seks sekunder dan kelakuan seksual,
spermatogenesis, efek anabolik.
i. Inhibin
Dihasilkan oleh Uterus yang berfungsi untuk menghambat pelepasan FSH
j. Relaxin
Dihasilkan oleh Uterus yang berfungsi untuk dilatasi serviks
k. PGF2α
Dihasilkan oleh Uterus Yang berfungsi sebagai kontraksi uterus, luteolitik

5
2.4 Fertilisasi Ruminansia
Fertilisasi adalah proses penyatuan ovum (sel telur) dengan spermatozoa,
dimana proses ini merupakan tahap awal pembentukan embrio. Fertilisasi juga
mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet yang
berbeda, yaitu sel gamet jantan dan betina, yang akan membentuk zigot yang
mengandung satu sel. Secara embriologi, fertilisasi merupakan pemasukan faktor-faktor
hereditas pejantan ke ovum, dan melibatkan penggabungan sitoplasma dan bahan
nukleus (Toelihere, 1985).

Proses fertilisasi dimulai dengan pematangan (maturasi) sel telur dan


spermatozoa. Pematangan sel telur dimulai pada waktu proses pembelahan meiosis dari
profase I menjadi masak selama folikulogenesis. Sedangkan spermatozoa memerlukan
maturasi yang memerlukan waktu 10-15 hari ketika melewati epididimis. Proses
fertilisasi pada mamalia memerlukan tiga tahap yaitu : sel spermatozoa harus
menembus diantara sel-sel cumulus dengan bantuan enzim hyaluronidase, sel
spermatozoa harus mampu menembus lapisan zona pellucida, dan spermatozoa
akhirnya bersatu dengan membran plasma sel telur (Mujahid, 2012).

Pertama, spermatozoa akan memasuki vagina,dimana akan terjadi seleksi


dengan adanya perbedaan pH antara spermatozoa (pH=7)dan vagina (pH=4). Setelah
melewati vagina, spermatozoa yang telah terseleksi akan memasuki serviks. Dalam
serviks, hanya spermatozoa yang normal yang dapat lewat, hal ini dikarenakan
spermatozoa yang normal dapat bergerak melewati cincin-cincin anulir pada serviks.
Sampai akhirnya menuju uterus, dimana mengalami kapasitasi yakni proses
pendewasaan spermatozoa oleh cairan endometrium sehingga spermatozoa dapat
menembus lapisan-lapisan sel telur. Tempat utama terjadinya proses kapasitasi adalah
pada ampula isthmus junction. Transport sel telur untuk menuju ampula isthmus
junction dimulai pada saat menjelang ovulasi, pada saat itu estrogen dominan dan
bersama oksitosin akan menyebabkan terjadinya gerakan peristaltik yang aktif. Setelah
terjadi ovulasi, sel telur akan ditangkap oleh fimbrae yang terdapat pada infundibulum
dengan adanya gerak peristaltik tersebut, sel telur akan terdorong masuk hingga ampulla
hingga mencapai ampula isthmus junction (Mujahid, 2012).

6
Setelah spermatozoa menembus lapisan cumulus oophorus, spermatozoa
pertama masuk, maka tidak akan ada lagi spermatozoa lain yang dapat masuk hal ini
disebabkan oleh adanya reaksi zona, yakni suatu mekanisme pada zona pellucida yang
menghalangi masuknya spermatozoa berikutnya. Setelah menembus zona pellucida,
spermatozoa kemudian menembus permukaan membran vitelin (Mujahid, 2012).

Ovum yang telah dibuahi merupakan sel terbesar dalam tubuh. Penyatuan ovum
dan spermatozoa merangsang dimulainya pembelahan mitosis yang menghasilkan
2,4,8,16, sampai 32 sel. Selama perjalanan dalam tuba falopi menuju uterus, embrio
yang berjumlah 32 sel yang disebut morula akan berkembang menjadi blastosis.

2.5 Tingkah laku seksual pada ruminansia

Proses perkawinan ternak sapi hampir dapat dipastikan bahwa harus selalu
diawali dengan munculnya estrus pada ternak sapi betina. Sudah menjadi kodrat sapi
betina untuk mau dikawini oleh sapi pejantan jika berada pada fase estrus.

2.5.1 Siklus Estrus

A. Proestrus
Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai dengan pemacuan
pertumbuhan folikel oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Folikel yang
sedang tumbuh menghasilkan cairan folikel dan estradiol yang lebih banyak.
pada fase ini terjadi peningkatan dalam pertumbuhan sel-sel dan lapisan bacilla
pada tuba fallopi dalam vaskularisasi mukosa uteri. Serviks mengalami
relaksasi gradual dan makin banyak mensekresikan mucus tebal dan berlendir
dari sel-sel goblet pada serviks dan vagina anterior. Mucus menjadi terang
transparan dan menggantung pada akhir proestrus (Suharto, 2003). Fase
proestrus ini FSH yang dikeluarkan oleh kelenjar adenohipofisa akan memicu
perkembangan folikel di dalam ovarium, bersama Luteinizing Hormone (LH)
ovarium kemudian meningkatkan produksi estrogen melalui peningkatan cairan
folikel. Pada fase ini juga terjadi perkembangan organ-organ reproduksi yaitu
oviduct, uterus, dan vagina (Frandson, 1992).

7
B. Estrus
Periode estrus adalah masa puncak keinginan untuk kawin ditandai dengan
manifestasi birahi secara fisik. Dalam serviks jumlah lendir maupun jumlah
sekresi lendir dalam tiap-tiap kelenjar lendir bertambah. Lendir ini bersifat
transparan/tembus pandang, bening, dan dapat mengalir ke vagina serta vulva
hingga secara nyata terlihat menggantung di ujung vulva. Pada fase estrus
keseimbangan hormon hipofisa bergeser dari FSH ke LH. Pengaruh
peningkatan LH terlihat pada masa sesudah estrus, dimana LH membantu
terjadinya ovulasi dan pembentukan corpus luteum. Lama periode estrus pada
ruminansia kecil selama 2 - 3 hari. Tanda-tanda keberadaan ternak berada pada
siklus estrus dapat diamati adanya perubahan secara fisik salah satunya adalah
keluarnya lendir sampai ke vulva yang sangat jelas. Perubahan fisik yang
tampak dari luar tersebut dapat dijadikan dasar oleh peternak untuk menentukan
puncak birahi. Fase estrus pada dasarnya dipengaruhi oleh sistem hormonal
yang mempengaruhi estrus berpusat pada gonadotropin dari hipofisa interior
dan hormon ovarium yaitu FSH dan estrogen (Nurfitriani et al., 2015).
Estrus masih masuk ke dalam fase folikuler dan akan terjadi setelah fase
proestrus. Dalam fase estrus, hormon FSH dalam darah menurun, sedangkan
sekresi LH meningkat guna merangsang terjadinya ovulasi, selanjutnya ovum
terlempar dari folikel de Graaf ke bagian atas tuba uterina (Frandson, 1992).
Oviduct menegang, epitel menjadi matang, sekresi cairan tuba meningkat, dan
silia aktif, serta terjadi kontraksi oviduct dan ujung tuba yang ber fimbrae
merapat ke folikel de Graaf. Uterus mengalami ereksi karena memperoleh
suplai darah yang semakin tinggi, mucosa tumbuh dengan cepat dan lendir
disekresikan dalam jumlah yang banyak. Lendir serviks dan vagina menjadi
lebih banyak.

C. Tingkah laku seksual


Libido atau daya keinginan untuk kawin dimanifestasikan dalam bentuk tingkah
laku seksual (sexual behavior), yang terjadi sebagai respon dari ternak jantan karena

8
adanya stimulans. Tingkah laku seksual muncul dan dapat diamati pada saat pra
kopulasi, kopulasi dan pasca kopulasi.

Pola kopulasi pada ternak sapi meliputi sex arousal, courtship (sexual display)
atau percumbuan, ereksi, menaiki (mounting) yang berlangsung pada saat pre kopulasi
dan ejakulasi pada saat kopulasi. Dalam proses percumbuan hewan jantan akan
menunjukkan respons tingkah laku. mendekati betina atau teaser, mencium organ
genetalia bagian luar, kemudian diikuti dengan mencoba menaiki tanpa diiringi dengan
kopulasi.

Mamalia jantan dan betina memiliki alat kelamin luar, sehingga pembuahannya
bersifat internal. Mamalia jantan mengawini mamalia betina dengan cara memasukkan
alat kelamin jantan (penis) ke dalam liang alat kelamin betina (vagina). Ovarium
menghasilkan ovum yang kemudian bergerak di sepanjang oviduk menuju uterus.
Setelah uterus, terdapat serviks (liang rahim) yang berakhir pada vagina. Sperma yang
dihasilkan testis disalurkan melalui vas deferens yang bersatu dengan ureter. Pada
pangkal ureter juga bermuara saluran prostat dari kelenjar prostat. Kelenjar prostat
menghasilkan cairan yang merupakan media tempat hidup sperma. Ovum yang dibuahi
sperma akan membentuk zigot. Zigot akan berkembang menjadi embrio dan fetus.

Lamanya fertilisasi dari penetrasi sel spermatozoa sampai waktu pembelahan


sel pertama, kemungkinan besar memerlukan waktu tidak lebih dari 24 jam. Lama
pembuahan dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan sejak masuknya sel sperma ke
dalam sel telur. Penyatuan ovum dan spermatozoa merangsang dimulainya pembelahan
mitosis yang menghasilkan 2,4,8,16, sampai 32 sel. Selama perjalanan dalam tuba
falopi menuju uterus, embrio yang berjumlah 32 sel yang disebut morula akan
berkembang menjadi blastosis. kemudian akan membentuk zigot. Zigot akan
berkembang menjadi embrio dan fetus.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkawinan merupakan kegiatan berkembang biak untuk melahirkan keturunan


yang bertujuan mempertahankan proses keberlangsungan spesies di dunia. Cara
reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu seksual dan aseksual. Dalam
reproduksi aseksual, suatu individu dapat melakukan reproduksi tanpa keterlibatan
individu lain dari spesies yang sama (IB). Reproduksi seksual membutuhkan
keterlibatan dua individu, dengan jenis kelamin yang berbeda (kawin alami).

Dalam perkawinan ada banyak hormon-hormon yang berperan dalam proses


fertilisasi. Proses fertilisasi dimulai dengan pematangan (maturasi) sel telur dan
spermatozoa. Pematangan sel telur dimulai pada waktu proses pembelahan meiosis dari
profase I menjadi masak selama folikulogenesis. Sedangkan spermatozoa memerlukan
maturasi yang memerlukan waktu 10-15 hari ketika melewati epididimis. Proses
fertilisasi pada mamalia memerlukan tiga tahap yaitu : sel spermatozoa harus
menembus diantara sel-sel cumulus dengan bantuan enzim hyaluronidase, sel
spermatozoa harus mampu menembus lapisan zona pellucida, dan spermatozoa
akhirnya bersatu dengan membran plasma sel telur.

Proses perkawinan ternak sapi hampir dapat dipastikan bahwa harus selalu
diawali dengan munculnya estrus pada ternak sapi betina. Sudah menjadi kodrat sapi
betina untuk mau dikawini oleh sapi pejantan jika berada pada fase estrus.

3.2 Saran

Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Jadi disarankan kepada pembaca
untuk mencari lebih banyak referensi dan literatur untuk menambah pemahaman kita
tentang perkawinan atau reproduksi pada ruminansia.

10
DAFTAR PUSTAKA
Affandhy L., Dikman D. M., Aryogi. (2007). Manajemen perkawinan Sapi Potong.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. ISBN : 978-979-8308-74-1

Lestari D. T., & Ismudiono (2014), Ilmu Produksi Ternak. Airlangga University Press.
Surabaya. ISBN: 978-602-7924-41-3.

Achmad F & dkk. (2017). Penampilan tingkah laku seksual sapi pejantan limousin dan
simmental di balai inseminasi buatan lembang. Jurnal Zootek. Vol. 37. No. 2
Hal. 276-285. ISSN: 0852-2626.

Saili T., Baa L. O., Sani L. O. A., Rahadi S., Sura W. & Lopulalan F. (2016).
Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan Menggunakan Semen Cair Hasil
Sexing pada Sapi Bali Induk Yang Dipelihara dengan Sistem yang Berbeda.
Jurnal Ilmu Ternak. Vol.16, No.2

11

Anda mungkin juga menyukai