Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH

PROSES FERTILISASI HINGGA PROSES KELAHIRAN

DISUSUN OLEH :
Chaerul Gunawan (60700120043)
Kelas : B
Mata Kuliah : Ilmu Reproduksi Ternak
Dosen Pengampu : Muh. Arsan Jamili, S.Pt., M.Si.

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Megetahui dan Maha Bijaksana yang
telah memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-
Nya. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umat-Nya degan suri tauladan-Nya yang baik.
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah, kesempatan
dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
merupakan pengetahuan tentang Ilmu Fertilisasi Hingga Proses Kelahiran, semua
ini dirangkup agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah dipahami,
lebih singkat, dan akurat.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk menjadi
lebih sempurna lagi kami membutuhkan kritik dan saran dari pihak lain untuk
membagikannya kepada kami demi memperbaiki kekurangan pada makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi masyarakat terutama Mahasiswa/i
yang ingin memperluas dan memperdalam pemahamannya mengenai Ilmu
Fertilisasi Hingga Proses Kelahiran.
Terima kasih.
Makassar, 08 Juli 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................................ 3

BAB II ORGAN REPRODUKSI HEWAN TERNAK SAPI................................ 4

A. Anatomi dan Fungsi Reproduksi Sapi Jantan dan Betina.............................. 4


B. Pengertian Hormon Reproduksi..................................................................... 12
C. Klasifikasi Hormon Reproduksi Berdasarkan Unsur Pembentuknya............ 13
D. Hormon-Hormon Reproduksi......................................................................... 13
E. Klasifikasi Hormon Reproduksi Berdasarkan Cara Kerjanya........................ 15

BAB III PROSES FERTILISASI.......................................................................... 26

A. Periode Ovum pada Sapi................................................................................ 26


B. Tahap-Tahap Periode Ovum........................................................................... 27

BAB IV PROSES KELAHIRAN PADA TERNAK SAPI.................................... 35

A. Pengertian dan Tanda-Tanda Sapi Mau Melahirkan....................................... 35


B. Urutan (Stadium) Proses Kelahiran Anak Sapi.............................................. 31

BAB V PROSES MENYUSUI PADA SAPI........................................................ 40

A. Sapi Friesian Holstein (FH)............................................................................ 40


B. Susu Segar...................................................................................................... 40
C. Ambing pada Sapi Perah................................................................................ 41
D. Fisiologi Laktasi............................................................................................. 53
E. Biosintesa Susu............................................................................................... 54

BAB VI PENUTUP............................................................................................... 59

ii
A. Kesimpulan.................................................................................................. 59

B. Saran............................................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 60

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemampuan reproduksi tidak hanya terjadi pada manusia, melainkan


semua jenis makhluk hidup, termasuk hewan dan tumbuhan. Dengan
kemampuan inilah makhluk hidup dapat mempertahankan
jenisnya.Reproduksi merupakan fungsi tubuh yang secara fisiologik tidak
vital bagi kehidupan individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan
keturunan suatu makhluk hidup. Fungsi reproduksi baru bisa berlangsung
sesudah hewan ternak mencapai masa pubertas dan diatur oleh kelenjar-
kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang dihasilkannya.

Suatu peristiwa pada siklus reproduksi merupakan produk seluruh


fenomena yang semuanya harus terjadi dalam rentetan waktu yang tepat.
Untuk dapat memahami tentang pengaruh hormon yang kompleks maka
diharuskan untuk berpikir dengan pola rantai peristiwa-peristiwa yang
membuahkan suatu hasil dan bukan peristiwa-peristiwa tunggal yang
membuat rantai.

Ternak memerlukan nutrien dalam upaya untuk menghasilkan performa


produksi yang tertinggi. Nutrien ini dibutuhkan untuk hidup pokok
(maintenance) dan produksi (production). Faktor yang harus diperhatikan adalah
jumlah makanan yang diberikan, semakin banyak jumlah makanan yang
dikonsumsi setiap hari, akan semakin memberikan kesempatan untuk
menghasilkan produksi tinggi. Peningkatan produksi yang diperoleh dari
konsumsi makanan yang lebih tinggi biasanya berkaitan dengan peningkatan
efesiensi proses produksi, sehingga proporsi untuk kebutuhan pokok menurun
sedangkan produksi meningkat.

Untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi potong tidak dapat


dilepaskan dari upaya pengaturan tingkat kelahiran dan menekan kematian.
Hal ini mempunyai kaitan erat dengan sistem pengelolaan usaha peternakan

1
yang dilakukan oleh petani peternak. Umumnya kemampuan ternak untuk
menghasilkan keturunan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ternak jantan, betina
dan manusia serta lingkungan. Manusia sebagai pengelolah yang sangat
menentukan dalam meningkatkan produktivitas ternak. Ketiga faktor ini
berkaitan erat dalam mengembangbiakan ternak dalam memilih pejantan dan
betina produktif untuk mempengaruhi fertilitas atau kesuburan ternak.
Apabila salah satu faktor tersebut di atas tidak diperhatikan maka akan dapat
menimbulkan kegagalan dalam meningkatkan produktivitas ternak
(Toelihere,1987; Hafez, 2008).

Reproduksi ternak adalah salah satu faktor yang sangat menentukan


kemajuan usaha peternakan. Frekuensi kelahiran sangat penting diperhatikan,
karena setiap interval kelahiran yang panjang atau penundaaan kebuntingan
ternak akan menyebabkan kerugian (Hafez, 2008). Sapi bali yang dipelihara
secara tradisional di NTB mempunyai umur pubertas sekitar 22 bulan sapi
betina dapat dikawinkan pada umur 15–18 bulan sehingga dapat diharapkan
pada umur lebih kurang 2,5 tahun dapat beranak pertama kali. Sapi jantan
dapat digunakan sebagai pemacek bila telah berumur 18 bulan (Lukman HY,
dkk, 2003 dan Pane, 1990).

Perkawinan terlalu awal akan menyebabkan induk menjadi kerdil,


distokia dan anak yang dilahirkan kurang sehat. Siklus estrus adalah jarak
antara estrus yang satu sampai estrus berikutnya, yang penting diperhatikan
dalam usaha peternakan sapi adalah fase estrus. Fase estrus atau berahi pada
ternak sapai sekitar 18-19 jam dan pada fase inilah dilakukan perkawinan
(Partodiharjo, 1987). Berdasarkan hasil penelitian bahwa Sapi bali merupakan
sapi yang paling subur dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropis. Sapi
bali ini cocok untuk mendukung program pemerintah pusat/daerah untuk
pencapaian swasembada daging (Lukman dkk, 2003).

2
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, didapat rumusan masalah sebagai  berikut:

1. Jelaskan pengertian dari reproduksi pertenakan ?


2. Jelaskan Pengertian dari Proses Fertilisasi Hewan Ternak ?
3. Jelaskan Pengertian dari Proses Kelahiran Hewan Ternak ?
4. Jelaskan Pengertuan dari Proses Menyusui Hewan Ternak ?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari reproduksi pertenakan


2. Untuk mengetahui Pengertian dari Proses Fertilisasi Hewan Ternak
3. Untuk mengetahui Pengertian dari Proses Kelahiran Hewan Ternak
4. Untuk mengetahui Pengertuan dari Proses Menyusui Hewan Ternak

3
BAB II

ORGAN REPRODUKSI HEWAN TERNAK SAPI

A. Anatomi dan Fungsi Reproduksi Sapi Jantan dan Betina


1. Sapi Jantan

Alat reproduksi ternak jantan di bagi menjadi tiga yaitu; alat


kelamin primer berupa testis, alat kelamin sekunder yaitu vas deverent,
epididimis, penis, dan uretra, sedangkan kelenjar aksesori yaitu kelenjar
vesikula seminalis, kelenjar prostata, dan kelenjar cowper.

a. Alat kelamin primer (testis)

Adalah organ reproduksi primer pada ternak jantan, karena


berfungsi menghasilkan gamet jantan (spermatozoa) dan hormone
kelamin jantan (androgens). Testes berlokasi di dekat ginjal turun
melalui canalis inguinalis masuk ke dalam scrotum. Turunnya testes
terjadi akibat memendeknya gubernaculum, sebuah ligamentum
yang memanjang dari daerah inguinalis kemudian bertaut pada cauda
epididymis. Pemendekan gubernaculum terjadi karena pertumbuhan
gubernaculum tidak secepat pertumbuhan tubuh. Testes terletak
dekat dengan daerah inguinalis dan tekanan intra-abdominal
membantu testes melalui canalis inguinalis masuk scrotum.
Hormone yang terlibat dalam pengaturan turunnya testes adalah
gonadotropins dan androgen.

Testis pada sapi mempunyai panjang berkisar 10-13 cm, lebar


berkisar 5-6,5 cm dan beratnya 300-400 gr. Babi mempunyai ukuran
testes serupa pada sapi, tetapi domba dan kuda ukuran testisnya lebih
kecil. Pada semua ternak, testis ditutupi oleh tunica vaginalis, sebuah
jaringan serous yang merupakan perluasan dari peritoneum. Lapisan
ini diperoleh ketika testis turun masuk ke dalam scrotum dari tempat
asalnya dalam ruang abdominal yang melekat sepanjang garis
epididymis. Lapisan luar dari testis adalah tunica albuginea testis,

4
merupakan membrane jaringan ikat elastis berwarna putih.
Pembuluh darah dalam jumlah besar dijumpai tepat di bawah
permukaan lapisan ini. Lapisan fungsional dari testis, yaitu
parenchyma terletak di bawah lapisan tunica albuginea. Parenchyma
ini berwarna kekuningan, terbagi-bagi oleh septa yang tidak
sempurna menjadi segmen-segmen. Parenchyma mempunyai pipa-
pipa kecil didalamnya yang disebut tubulus seminiferous (tunggal),
tubuli seminiferi (jamak). Tubuli seminiferi berasal dari primary sex
cord yang berisi sel-sel benih (germ cells), spermatogonia, dan sel-
sel pemberi makan, yaitu sel sertoli. Sel sertoli berukuran lebih besar
dengan jumlah lebih sedikit daripada spermatogonia. Hormone
gonadotropin asala kelenjar pituitary, follicle stimulating hormone
(FSH) memacu sel-sel sertoli menghasilkan androgen binding
protein (ABP) dan inhibin. Panjang tubuli seminiferi dari sepasang
testes sapi, diperkirakan spanjang 5 km, sedangkan diameternya
hamper 200. berat tubuli seminiferi diperkirakan 80-90% dari berat
testes. Tubuli seminiferi bersambungan dengan sebuah tenunan
tubulus, yaitu rete testes yang berhubungan dengan 12-15 saluran
kecil, yaitu vasa efferentia yang menyatu pada caput epididymis.

b. Alat Reprodusi sekunder


a) Vas deverent dan uretra Vas deferens. Merupakan sebuah saluran
dengan satu ujung berawal dari bagian ujung distal dari cauda
epididymis. Kemudian dengan melekat pada peritoneum,
membentang sepanjang corda spermaticus, melalui daerah
inguinalis masuk ruang pelvis, dimana vas deferens bergabung
dnegan urethra di suatu tempat dekat dengan lubang saluran
kencing dari vesica urinaria. Bagian vas deferens yang
membesar dekar dengan urethra, di sebut ampulla. Vas deferens
mempunyai otot daging licin yang tebal pada dindingnya dan
mempunyai fungsi tunggal yaitu sebagai sarana transportasi
spermatozoa. Spermatozoa dikumpulkan dalam ampulla selama
ejakulasi, sebelum dikeluarkan ke dalam urethra. Urethra.

5
Merupakan sebuah saluran tunggal yang membentang dari
persambungan dengan ampulla sampai ke pangkal penis. Fungsi
urethra adalah sebagai saluran kencing dan semen. Pada sapid
an domba selama ejakulasi terjadi percampuran yang kompleks
antara spermatozoa yang padat asal vas deferens dan epididymis
dengan ciran sekresi darikelnjarkelenjar tambahan dalam urethra
yang berada di daerah pelvis menjadi semen. Pada kuda dan
babi percampuran ini tidak sesempurna pada sapid an domba.
Semen kuda dan babi terdiri dari bagian bebas (tanpa)
spermatozoa dan bagian yang kaya spermatozoa.
b) Penis Merupakan organ kopulasi pada ternak jantan,
membentang dari titik urethra keluar dari ruang pelvis di bagian
dorsal sampai dengan pada orificium urethra eksternal pada
ujung bebas dari penis. Pada sapi, domba, kambing, dan babi
penis mempunyai bagian yang berbentuk seperti huruf “S”
(sigmoid flexure) sehingga penis dapat ditarik dan berada total
dalam tubuh. Keempat jenis ternak tersebut dan kuda
mempunyai musculus retractor penis, yaitu sepasang otot daging
licin, jika releks memberikan kesempatan penis untuk
memanjang dan jika kontraksi dapat menarik penis ke dalam
tubuh kembali.
c) Skrotum dan kauda spermatikus Scrotum, adalah sebuah
kantung dengan dua lobus pembungkus testes, terletak di daerah
inguinalis, pada kebanyakan ternak yaitu terletak di antara dua
paha kaki belakang. Tersusun atas lapisan luar kulit yang tebal
yang mempunyai banyak kelenjar keringat dan kelenjar
sebaceae, dilapisi selapis otot yang licin, tunica dartos yang
bercampur dengan tenunan ikat.. Kantong skrotum terdiri dari
beberapa lapisan. Lapisan pertama adalah kulit diliputi oleh bulu
dan kelenjar keringat di dalamnya. Lapisan kedua adalah tunika
dartos yang terletak sangat rapat dengan kulit kecuali pada
bagian dorsal dari kantong skrotum.

6
d) Epididimis Merupakan saluran eksternal pertama yang keluar
dari testes di bagian apeks testis menurun longitudinal pada
permukaan testes, dikurung oleh tunica vaginalis dan testis.
Epididymis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu, caput (kepala),
corpus (badan), dan cauda (ekor) epididymis. Caput epididymis,
nampak pipih di bagian apeks testis, terdapat 12-15 buah saluran
kecil, vasa efferentia yang menuyatu menjadi satu saluran.
c. Kelenjar – kelenjar tambahan (accessory glands) berada di sepanjang
bagian uretra yang terletak di daerah pelvis, mempunyai saluran –
saluran yang mengeluarkan sekresi – sekresinya kedalam uretra.
Kelenjar – kelenjar tambahan ini terdiri dari kelenjar vasikular,
kelenjar, kelenjar prostate dan kelenjar bulbourethral atau kelenjar
cowper. Kelenjar – kelenjar ini mempunyai sumbangan besar bagi
volume cairan semen. Lebih lanjut diketahui bahwa sekresi kelenjar
– kelenjar tambahan ini mengandung sebuah larutan buffers, zat –
zat makanan dan substansi lain yang diperlukan bagi motilitas dan
fertlitas.
a) Kelenjar vesicular. Kelenjar ini di sebut juga sebagai kelenjar
seminal vesicles, merupakan sepasang kelenjar yang mempunyai
lobuler, mudah dikenali karenamirip segerombol anggur,
berbonggol – bonggol. Panjang kelenjar ini sama pada beberapa
jenis ternak seperti kuda, sapid an babi yaitu berkisar 13 – 15
cm, tetapi lebar dan ketebalannya berbeda, kelenjar vesicular
pada sapi mempunyai ketebalan dan lebar hamper separuh dari
yang ada pada babi dan kuda. Domba mempunyai kelenjar
vesicular jauh lebih kecil, mempunyai panjang kira – kira 4 cm.
saluran – saluran ekskretori kelenjar vesicular terletek di dekat
bifurcation ampulla dengan uretra. Pada sapi, kelenjar vesicular
memberikan sekresinya lebih dariseparuh volume total dari
semem dan pada jenis – jenis ternak lainnya rupanya juga sama
sebagai mana pada sapi. Sekresi kelenjar vesicular mengandung
beberapa campuran organic yang unik, yakni tidak dijumpai

7
pada substansi – substansilain di mana saja ada tubuh.
Campuran – campuran anorganik ini di antaranya adalah
fructose dan sorbitol, merupakan sumber energi utama bagi
spermatozoa sapid a spermatozoa domba, tetapi pada kuda dan
babi konsentrasinya rendah. Sekresi kelenjar vesikula juga
mengandung dua larutan buffer, yaitu phosphate dan carbonate
buffer yang penting sekali dalam mempertahankan pH semen
agar tidak berubah, karena jika terjadi perubahan pH semen, hal
ini dapat berakibat jelek bagi spermatozoa.
b) Kelenjar Prostate. Kelenjar prostate merupakan kelenjar tunggal
yang terletak mengelilingi dan sepanjang uretra tepat dibagian
posterior dari lubang ekskretoris kelenjar vesicular. Badan
kelenjar prostate jelas dapat dilihat pada ternak yang dewasa,
pada sapid an kuda dapat di raba melalui palpasi parectal. Pada
domba, seluruh prostatenya mengelilingi otot daging uretra.
Ekskresi kelenjar prostate hanya sebagian kecil saja menyusun
pada cairan semen pada cairan semen pada beberapajenis ternak
yang diteliti. Tetapi beberapa laporan menunjukkan bahwa
setidak – tidaknya sumbangan kelenjar prostate sebagaimana
substantial kelenjar vesicular pada babi. Kelenjar prostate
mengandung banyak ion – ion anorganik, meliputi Na, Cl, dan
Mg semuanya dalam larutan.
c) Kelenjar Bulbourethral atau Cwoper. Kelenjar bulborethal terdiri
sepasang kelenjar yang terletak sepanjang uretra, dekat dengan
titik keluarnya uretra dari ruang pelvis. Kelenjar ini mempunyai
ukuran dan bentuk seperti bulatan yang berdaging dan berkulit
keras, pada sapi lebih kecil dibandingkan pada babi. Pada sapi
terletek mengelilingi otot daging bulbospongiosum.
Sumbangannya pada cairan semen hanya sedikit. Pada sapi,
sekresi kelenjar bulbourethral membersihkan sisa – sisa urine
yang ada dalam uretra sebelum terjadi ejakulasi. Sekresi ini
dapat di lihat sebagai tetes – tetes dari preputilium sesaat

8
sebelum ejakulasi. Pada babi, sekresinya mengakibatkan
sebagian dari semen babai menjadi menggumpal. Gumpalan ini
dapat dipisahkan jika semen babai akan digunakan dalam
inseminasi buatan. Selama perkawinan secara alam, gumpalan –
gumpalan ini menjadi sumbat yang dapat mencegah
membanjirnya semen keluar melalui canalis cervicalis menuju
kedalam vagina dari babi betina.
2. Sapi Betina

Alat-alat reproduksi betina terletak di dalam cavum pelvis (rongga


pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-tulang sacrum, vertebra
coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae dibentuk
oleh ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina
dapat dibagi menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva.

a. Ovarium adalah organ primer (atau esensial) reproduksi pada betina


seperti halnya testes pada hewan. Ovari dapat dianggap bersifat
endokrin atau sitogenik (menghasilkan sel) karena mampu
menghasilkan hormon yang akan diserap langsung ke dalam
peredaran darah, dan juga ovum. Ovarium merupakan sepasang
kelenjar yang terdiri dari ovari kanan yang terletak di belakang ginjal
kanan dan ovari kiri yang terletak di belakang ginjal kiri. Ovarium
seekor sapi betina bentuknya menyerupai biji buah almond dengan
berat rata-rata 10 sampai 20 gram. Sebagai perbandingan, pada sapi
jantan dimana ”biji” pejantan berkembang di tubulus seminiferus
yang letaknya di dalam pada betina jaringan yang menghasilkan
ovum (telur) berada sangat dekat dengan permukaan ovari.
b. Oviduct merupakan saluran yang bertugas untuk menghantarkan sel
telur (ovum) dari ovarium ke uterus. Oviduct digantung oleh suatu
ligamentum yaitu mesosalpink yang merupakan saluran kecil yang
berkelok-kelok dari depan ovarium dan berlanjut di tanduk uterus.
Oviduct terbagi menjadi 3 bagian. Pertama adalah infundibulum,
yaitu ujung oviduct yang letaknya paling dekat dengan ovarium.

9
Infundibulum memiliki mulut dengan bentuk berjumbai yang
berfungsi untuk menangkap ovum yang telah diovulasikan oleh
ovarium. Mulut infundibulum ini disebut fimbria. Salah satu
ujungnya menempel pada ovarium sehinga pada saat ovulasi dapat
menangkap ovum. Sedangkan lubang infundibulum yang dilewati
ovum menuju uterus disebut ostium. Setelah ovum ditangkap oleh
fimbria, kemudian menuju ampula yaitu bagian oviduct yang kedua,
di tempat inilah akan terjadi fertilisasi. Sel spermatozoa akan
menunggu ovum di ampula untuk dibuahi. Panjang ampula
merupakan setengah dari panjang oviduct. Ampula bersambung
dengan bagian oviduct yang terakhir yaitu isthmus. Bagian yang
membatasi antara ampula dengan isthmus disebut ampulary ismich
junction. Isthmus dihubungkan langsung ke uterus bagian cornu
(tanduk) sehingga di antara keduanya dibatasi oleh utero tubal
junction.
c. Uterus merupakan struktur saluran muskuler yang diperlukan untuk
menerima ovum yang telah dibuahi dan perkembangan zigot. Uterus
digantung oleh ligamentum yaitu mesometrium yaitu saluran yang
bertaut pada dinding ruang abdomen dan ruang pelvis. Dinding
uterus terdapat 3 lapisan, lapisan dalam disebut endometrium,
lapisan tengah disebut myometrium dan lapisan luar disebut
perimetrium. Uterus terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah
cornu uteri atau tanduk uterus. Cornu uteri ini jumlahnya ada 2 dan
persis menyerupai tanduk yang melengkung. Cornu uteri merupakan
bagian uterus yang berhubungan dengan oviduct. Kedua cornu ini
memiliki satu badan uterus yang disebut corpus uteri dan merupakan
bagian uterus yang kedua. Corpus uteri berfungsi sebagai tempat
perkembangan embrio dan implantasi. Selain itu pada corpus uteri
terbentuk PGF2 alfa. Bagian uterus yang ketiga adalah cervix atau
leher uterus.
d. Cervix terletak di antara uterus dan vagina sehingga dikatakan
sebagai pintu masuk ke dalam uterus. Cervix ini tersusun atas otot

10
daging sphincter. Terdapat lumen cervix yang terbentuk dari gelang
penonjolan mucosa cervix dan akan menutup pada saat terjadi estrus
dan kelahiran. Cervix menghasilkan cairan yang dapat memberi jalan
pada spermatozoa menuju ampula dan untuk menyeleksi sperma.
Selama birahi dan kopulasi, serviks berperan sebagai masuknya
sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan saluran uterin itu tertutup
dengan sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat sebelum
kelahiran, pintu itu mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus
dan membran dapat melaluinya pada saat kelahiran (Blakeli and
Bade, 1998). Fungsi dari cervix adalah menutup lumen uterus
sehingga menutup kemungkinan untuk masuknya mikroorganisme
ke dalam uterus dan sebagai tempat reservoir spermatozoa.
e. Vagina adalah organ reproduksi hewan betina yang terletak di dalam
pelvis di antara uterus dan vulva. Vagina memiliki membran mukosa
disebut epitel squamosa berstrata yang tidak berkelenjar tetapi pada
sapi berkelenjar. pada bagian kranial dari vagina terdapat beberapa
sel mukosa yang berdekatan dengan cervix. Vagina terdiri dari 2
bagian yaitu vestibulum yang letaknya dekat dengan vulva serta
merupakan saluran reproduksi dan saluran keluarnya urin dan yang
kedua adalah portio vaginalis cervixis yang letaknya dari batas
antara keduanya hingga cervix. Vestibulum dan portio vaginalis
cervixis dibatasi oleh suatu selaput pembatas yang disebut himen.
Fungsi dari vagina adalah sebagai alat kopulasi dan tempat sperma
dideposisikan; berperan sebagai saluran keluarnya sekresi cervix,
uterus dan oviduct; dan sebagai jalan peranakan saat proses beranak.
Vagina akan mengembang agar fetus dan membran dapat keluar pada
waktunya.
f. Vulva merupakan alat reproduksi hewan betina bagian luar. Vulva
terdiri dari dua bagian. Bagian luar disebut labia mayora dan bagian
dalamnya disebut labia minora. Labia minora homolog dengan
preputium pada hewan jantan sedangkan labia mayora homolog
dengan skrotum pada hewan jantan. Pertautan antara vagina dan

11
vulva ditandai oleh orifis uretral eksternal atau oleh suatu pematang
pada posisi kranial terhadap uretral eksteral yaitu himen vestigial.
Himen tersebut rapat sehingga mempengaruhi kopulasi. Vulva akan
menjadi tegang karena bertambahnya volume darah yang mengalir
ke dalamnya.
g. Klitoris merupakan alat reproduksi betina bagian luar yang homolog
dengan gland penis pada hewan jantan yang terletak pada sisi ventral
sekitar 1 cm dalam labia. Klitoris terdiri atas dua krura atau akar
badan dan kepala (glans). Klitoris terdiri atau jaringan erektil yang
tertutup oleh epitel skuamusa berstrata. Selain itu klitoris juga
mengandung saraf perasa yang berperan pada saat kopulasi. Klitoris
akan berereksi pada hewan yang sedang estrus. Fungsi dari klitoris
ini membantu dalam perkawinan.

B. Pengertian Hormon Reproduksi

Hormon berasal dari kata hormao yang berarti pembangkit aktivitas


adalah sebuah zat organik. Sifat-sifat atau kekhususan dari hormon adalah zat
ini merupakan pengatur fisiologis terhadap kelangsungan hidup suatu organ
atau suatu sistem. Hormon dapat didefinisikan sebagai zat organik yang
diproduksi oleh sel-sel khusus dalam bahan dan dialirkan ke dalam peredaran
darah dan dengan jumlah yang sangat kecil dapat merangsang sel-sel tertentu
untuk berfungsi.

Hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel atau kelompok sel
yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke organ target atau
jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang dapat menolong
mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh. Hormon dapat memberikan
efeknya pada struktur-struktur target dengan cara :

1) Mengubah fungsi gen


2) Memengaruhi jalur-jalur metabolik secara langsung
3) Mengontrol perkembangan organ-organ spesifik atau produk-produk
skretorisnya.

12
Hormon adalah zat kimia berupa getah yang dihasilkan kelenjar
endokrin dan disekresi secara alami yang kemudian dibawa darah ke areal
yang dituju atau ditentukan. Adanya hormon menimbulkan efek tertentu
sesuai dengan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, sama halnya
dengan sistem tubuh lainnya, sistem reproduksi juga mempunyai hormon
yang memberikan efek dan fungsi dalam perkembangannya.

C. Klasifikasi Hormon Reproduksi Berdasarkan Unsur Pembentuknya

Semua hormon mamalia berpartisipasi dalam semua aspek reproduksi.


Partisipasi ini mungkin melalui kerja langsung terhadap fungsi fisiologik
lingkungan internal yang menjamin keberhasilan reproduksi atau pengaruh
tidak langsung.

Hormon-hormon reproduksi dibagi dalam tiga kategori menurut unsur


pembentuknya, yakni Golongan protein (peptida), Golongan steroid, dan
Golongan asam lemak. Berikut penjelasan dari ketiga golongan hormon
diatas, sebagai berikut :

1. Hormon protein atau polipeptida bermolekul besar dengan berat molekul


300-70.000 dalton dengan sifat-sifat mudah dipisahkan oleh enzim
sehingga tidak dapat diberikan melalui oral tetapi harus diberikan melalui
suntikan (ex : Gn-RH).
2. Hormon steroid mempunyai berat molekul 300-400 dalton. Hormon
steroid alami tidak efektif apabila diberikan melalui oral, tetapi steroid
sintesis dan yang berasal dari tumbuhan dapat diberikan melalui oral
maupun suntikan (ex : estrogen, progesteron, dan androgen).
3. Hormon asam lemak mempunyai berat molekul 400 dalton dan hanya
dapat diberikan melalui suntikan (ex : prostaglandin).

D. Hormon-Hormon Reproduksi

Ada empat kelenjar endokrin yang terdapat di dalam tubuh yang dapat
menghasilkan hormon reproduksi, yakni Kelenjar Hipofisa, Kelenjar

13
Ovarium, Endometrium, dan Testis. Berikut hormon-hormon yang dihasilkan
oleh empat kelenjar tersebut, antara lain :

3. Kelenjar Hipofisa, yang masing-masing bagian anterior meghasilkan tiga


macam hormon reproduksi yaitu, Follicle Stimulating Hormone ,
Luteinizing Hormone yang pada hewan jantan disebut dengan Interstitial
Cell Stimulating Hormone dan Luteotropic Hormone, serta bagian
posterior yang menghasilkan dua macam hormon yakni oksitoksin dan
vasopressin.
4. Kelenjar Ovarium yang menghasilkan tiga hormon yaitu estrogen,
progesteron, dan relaksin.
5. Endometrium dari uterus yang menghasilkan hormon Prostaglandin.
6. Testis pada hewan jantan menghasilkan hormon testosteron. Kedua belas
hormon ini mempunyai peranan mengatur kegiatan reproduksi pada
tubuh hewan, sehingga disebut hormon reproduksi.

 Hormon Estrogen. Estrogen dihasilkan oleh ovarium, Estrogen berguna


untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada betina yaitu
pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan, dan lain-lain.
 Hormon Progesterone. Progesterone mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zygot, mengatur
pembentukan plasenta dan produksi air susu.
 Hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone). Hormon ini dinamakan
gonadotropoin hormon yang diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan
dari GnRH. FSH akan menyebabkan pematangan dari folikel.
 Hormon LH (Luteinizing Hormone). Hormon ini ujuga dihasilkan oleh
hipofisis akibat rangsangan dari GnRH. Berfungsi untuk merangsang
sekresi kelenjar Gonade / Foliclle menjadi matang pecah dan ovulasi.
 Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). GnRH merupakan hormon
yang diproduksi oleh hipotalamus diotak. GNRH akan merangsang
pelepasan FSH (folikl stimulating hormone) di hipofisis.
 Hormon Testosteron. Dihasilkan di dalam testes. Berfungsi mempegaruhi
pertumbuhan alat kelamin jantan, menstimulasi bermacam-macam meta-

14
bolisme tubuh, memperpanajang daya hidup spermatozoa dalam saluran
kelamin, meningkatkan pertumbuhan tulang.
 Hormon Pertumbuhan  / Growth Hormone (GH). Hormon pertumbuhan
(Somatotrop) dihasilkan di Kelenjar hipofisa. Fungsinya antara lain
mengendalikan pertumbuhan & perkembangan, meningkatkan
pembentukan protein, mendorong pertumbuhan umum tubuh,
mempercepat sintesa protein.
 Hormon Prostaglandin (PGF2α) Dihasilkan di endometrium dari uterus.

E. Klasifikasi Hormon Reproduksi Berdasarkan Cara Kerjanya

Berdasarkan cara kerjanya, hormon-hormon reproduksi dapat dibagi


dalam tiga kelompok yaitu hormon reproduksi primer, hormon reproduksi
sekunder, dan hormon pelepas.

Hormon-hormon reproduksi primer secara langsung memengaruhi


berbagai aspek reproduksi seperti spermatogenesis, ovulasi, kelakuan
kelamin, fertilisasi, pengangkutan ovum, implantasi, kelangsungan
kebuntingan, kelahiran, laktasi dan tingkah laku induk.Hormon-hormon
reproduksi sekunder berfungsi untuk mempertahankan keadaan fisiologik
yang memungkinkan terjadinya proses reproduksi.

Tabel 1. Hormon-hormon reproduksi primer

Kelenjar Hormon Beberapa fungsi


Adenohipofisis Follicle Stimulating spermatogenesis,
Hormone (FSH) pertumbuhan folikel
Luteinizing Hormon ovulasi, pelepasan
(LH) estrogen, pelepasan
progesteron
Interstitial Cell Stimulasi sel-sel interstitial
Stimulating Hormone leydig, pelepasan
(ICSH) testosteron
Prolaktin/Luteotropic Pelepasan progesteron,

15
Hormone (LTH) laktasi
Neurohipofisis Oksitosin Kontraksi uterus,
kelahiran, penurunan (let
down) susu
Testis Testosteron Spermatogenesis,
mempertahankan sistem
kelamin jantan dan sifat-
sifat kelamin sekunder,
kelakuan kelamin jantan.
Ovarium Estrogen/estradiol Mempertahankan sistem
saluran kelamin betina dan
sifat-sifat kelamin
sekunder, tanda-tanda
birahi/ekstrus, kelakuan
kelamin betina, stimulasi
kelenjar susu, mobilisasi
Ca, dan lemak pada
unggas
Progesteron Implantasi,
mempertahankan
kebuntingan, stimulasi
kelenjar susu
Relaxin Relaksasi serviks uteri,
kontraksi uterus,
pemisahan simfisis pubis
Plasenta Human Chorionic Seperti LH (LH-like)
Gonadotrophin (HCG)
Pegnan Mare Serum Seperti FSH (FSH-like)
Gonadotrophin (PMSG)
Estradiol Lihat ovarium
Progesteron Lihat ovarium
Relaxin Lihat ovarium

16
Prostaglandin Luteolisis (melisiskan
korpus luteum)

Reproduksi merupakan hasil kerjasama berbagai sekresi endoktrin


terhadap organ sasaran dan reaksi-reaksi khusus di dalam tubuh. Kelompok
ketiga dari hormon-hormon reproduksi terdapat di dalam hipotalamus dan
kelompok hormon ini disebut sebagai faktor-faktor pelepas (releasing
factors).

Tabel 2. Hormon-hormon reproduksi sekunder

Kelenjar Hormon Beberapa fungsi


Adenohipofisis Somatotropic Hormone Pertumbuhan, sintesa protein
(STH)
Thyroid Stimulating Stimulasi kelenjar tyroid,
Hormone (TSH) pelepasan tiroksin, dan
pengikatan iodium oleh
thyroid
Adrenocorticotrophic Stimulasi korteks adrenal,
Hormone (ACTH) pelepasan kortikoid adrenal
Neurohipofisis Vasopressin Pertumbuhan tubuh,
(Antidiuretic Hormone, perkembangan dan
ADH) pematangan, oksidasi zat
makanan
Tri-iodothyronin Sama dengan atas
Thyrocalcitonin Metabolisme kalsium
Pankreas Aldosteron Metabolisme air dan elektrolit
Corticoid Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein
Parathyroid Insulin Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein
Parathormon Metabolisme Ca dan P

17
Tabel 3. Faktor-faktor pelepas (Releasing factors)

Faktor (Hormon) Fungsi


Gonadotropin Releasing Hormone Stimulasi pelepasan gonadotropin
(Gn-RH) (FSH dan LH)
Thyrotropin Hormone (TRH) Stimulasi pelepasan TSH
Prolacting Inhibition Factore (PIF) Inhibisi pelepasan prolaktin
Corticotropin Releasing Factore Stimulasi pelepasan ACTH
( CRF)
Somatotropic Hormone Releasing Stimulasi pelepasan STH
Factore (STH-RH)

3 Hormon-hormon reproduksi primer

Kelenjar Hipofisis

Kelenjar hipofisis terletak di dalam legokan pada dasar ruang otak yang
dikenal sebagai sella turcic. Kelenjar ini mensekresikan sejumlah hormon-
hormon, seperti Melanophore Stimulating Hormone (MSH) dan Vasopressin
juga disekresikan oleh kelenjar hipofisis. MSH mengatur sintesis dan
penyebaran melanin sedangkan Vasopressin mempengaruhi tekanan darah
dan keseimbangan air dalam tubuh.

Hormon-Hormon gonadotropin

Kelenjar adenohipofisis mensekresikan tiga hormon gonadotropin yaitu,


FSH, LH dan LTH. Hormon-hormon ini sangat penting dalam pengaturan
ovarium dan testis untuk produksi ova dan spermatozoa dan pelepasan
hormon-hormon gonadal yaitu testosteron, estradiol, dan progesteron.

Fungsi utama FSH menstimulasi pertumbuhan dan pematangan folikel


deGraaf di dalam ovarium dan spermatogenesis di dalam tubuli semeniferi
testis. FSH murni menstimulir pertumbuhan folikel pada hewan betina yang
dihipofisektomi tetapi tidak menyebabkan ovulasi, luteinisasi, atau stimulasi
terhadap jaringan interstistial ovarium.

18
Luteinizing Hormon (LH) bekerja sama dengan FSH untuk menstimulir
pematangan folikel dan pelepasan estrogen. Sesudah pematangan folikel, LH
menyebabkan ovulasi dengan menggertak pemecahan dinding sel dan
pelepasan ovum. FSH dan LH bersifat sinergistik dalam pengaruhnya
terhadap gonad. Keduanya terdapat dalam berbagai perbandingan yang
berimbang sesuai dengan berbagai kondisi atau tahap siklus kelamin dari
berbagai jenis hewan.

Luteotropic Hormone (LTH) atau Prolaktin. Hormon ini merupakan


hormon protein dengan berat molekul 22.000 sampai 35.000. prolaktin yang
berasal dari domba dan sapi tampaknya terdiri dari satu rantai peptida tunggal
dengan suatu konfigurasi siklis dan mengandung jembatan-jembatan
disulfida.

Oksitosin

Oksitosin adalah suatu oktapeptida yang mengandung 8 asam amino


yaitu tirosin, leusin, isoleusin, prolin, asam glutamik, asam aspartic, glisin
dan sistin. Aktifitas oksitosin adalah kontraksi uterus dan let down atau
penurunan air susu.

Hormon-hormon gonadal

Gonad, yaitu testis pada hewan jantan dan ovaria pada hewan betina
sebagai organ-organ kelamin merupakan tempat pembentukan hormon-
hormon kelamin jantan dan betina selain fungsinya sebagai penghasil gamet
atau sel-sel kelamin. Pada umumnya, hormon-hormon gonadal berfungsi
mempertahankan organ-organ kelamin pelengkap dan sifat-sifat kelamin
sekunder

Androgen. Androgen atau testosteron merupakan hormon kelamin


jantan diproduksi di dalam testis dan sedikit ole korteks adrenal. Selain
androgen, testis juga menghasilkan sejumlah kecil estrogen. Testosteron dan
testis berfungsi untuk:

19
a. Diferensiasi sesual organ-organ kelamin luar dan penurunan testis
kedalam skrotum pada fetus yang baru lahir,
b. Keratinisasi epithel praeputium, pemisahan glands penis dari praeputium,
serta pertumbuhan penis dan praeputium pada pubertas,
c. Pertumbuhan dan kelangsungan fungsi kelenjar-kelenjar kelamin untuk
menghasilkan cairan atau plasma semen pada waktu ejakulasi,
d. Keinginan kelamin atau libido dan kesanggupan untuk ereksi serta
ejakulasi,
e. Perkembangan sistem-sistem kelamin sekunder yang khas bagi hewan
jantan, misalnya pertumbuhan tanduk, bentuk tubuh yang kecil pada
pinggul, jengger ayam dan perubahan suara,
f. Kelangsungan sekretoris dan aktivitas absorbsi dan struktur ductulli
eferentes, epididimis, ductus defferensia termasuk ampula,
g. Spermatogenesis, perkembangan dan pematangan spermatid dan
spermatozoa didalam saluran-saluran testiskuler dan memperpanjang
umur sperma di dalam epididimis, dan
h. Aktifitas metabolik terhadap protein.

Kastrasi (penghilangan testis) yang dilakukan sebelum pubertas akan


menghambat perkembangan, fungsi, dan aktivitas organ-organ yang
memerlukan testosteron. Apabila kastrasi dilakukan sesudah pubertas maka
akan menyebabkan atropi organ-organ reproduksi dan terhentinya aktivitas-
aktivitas tersebut dapat dipulihkan kembali dengan penyuntikan preparat-
preparat testosteron.
Estrogen. Hormon ini merupakan hormon yang menimbulkan estrus
atau birahi pada hewan betins. Hormon estrogen disekresikan oleh sel-sel
theca interna dan folikel de Graaf. Estrogen bertanggung jawab atas
timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder pada hewan betina. Hormon ini
menggertak pertumbuhan sistem saluran kelenjar susu, mempengaruhi
deposisi dan distribusi lemak tubuh, serta mempercepat ossifikasi epifise
tulang.
Progesteron. Progesteron merupakan progesteron alamiah terpenting
yang di ekskresikan oleh sel-sel lutein korpus luteum. Fungsi progesteron

20
sulit dipisahkan dari hormon-hormon lsin seperti estrogen. Hal ini disebabkan
progesteron secara normal bekerja sama dengan estrogen dan steroid-steroid
lainnya yang menghasilkan hanya sedikit pengaruh khusus jika berdiri
sendiri. Beberapa pengaruh progesteron dapat disebut sebagai berikut:

a. Menstimulir pertumbuhan sistem glanduler pada endometrium uterus


yang telah disensitifkan oleh estrogen.
b. Mempertahankan kebuntingan dengan menghasilkan suatu lingkungan
endometrial yang sesuai untuk kelanjutan hidup dan perkembangan
embrio,
c. Menghambat otilitas atau pergerakan uterus secara spontan dan
meniadakan atau menurunkan respon miometrium terhadap oksitosin,
d. Dengan menghambat produksi FSH dan LH, progesteron mencegah
terjadinya estrus, ovulasi dan siklus strus,
e. Bekerjasama dengan estrogen untuk menstimulir ovulasi dengan
menggertak LH, apabila disuntikkan dalam jumlah kecil selama
permulaan estrus pada sapi, progesteron akan mempercepat terjadinya
ovulasi, dan
f. Bekerjasama dengan estrogen menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan sistem alveolar kelenjar mammae.

Relaxin. Hormon ini terutama dihasilkan oleh korpus luteum selama


masa kebuntingan. Fungsi fisiologik terutama berhubungan dengan partus
yaitu:

a. Menstimulir pemisahan simfisis pubis pada marmot dan mencit sesudah


pemberian estrogen. Fungsi ini mempermudah keluarnya fetus pada
waktu partus,
b. Menghambat aktivitas miometrium yaitu menghambat kontraksi uterus,
c. Menurunkan kadar air dalam uterus,
d. Bersama estrogen menyebabkan pertambahab pertumuhan uterus, dan
e. Meningkatkan pertumbuhan kelenjar susu bila diberikan bersama
estrogen dan progesteron.

21
Hormon-hormon plasenta
Gonadotropin telah ditemukan pada plasenta kuda, kera, manusia, dan
tikus. Sifat-sifat fisiologik hormon-hormon plasenta dari kuda dan manusia
telah banyak dipelajari dan merupakan sumber biologik hormon-hormon
gonadotropin. Pada kuda, hormon gonadotropin dihasilkan oleh mangkok-
mangkok endometrium uterus kuda bunting kira-kira 40 sampai 120 hari
masa kebuntingan dan tidak diekskresikan melalui urin tetapi terdapat dalam
konsentrasi tinggi pada serum darah sehingga disebut Pregnant Mare Serum
Gonadotrophin ( PMSG).
Hormon-hormon uterus
Prostaglandin merupakan hormon yang meregulasi beberapa fenomena
fisiologik seperti kontraksi otot polos pada saluran reproduksi dan saluran
gastrointestinal, transpor sperma, ovulasi, kelahiran dan turun susu,
menstimulasi kontraksi uterus, serta meregenerasi korpus luteum.

4 Hormon-hormon reproduksi sekunder

Hormon-hormon reproduksi sekunder adalah zat-zat endoktrin dengan


aktivitas metabolik yang mempertahankan fungsi fisiologik tubuh dan
memungkinkan berlangsungnya proses-proses reproduksi.
Tiroksin. Kelancaran sekresi kelenjar tiroid merupakan salah satu
syarat untuk kelangsungan reproduksi secara normal. Hormon tiroid
memengaruhi reproduksi dn fertilitas dengan mempertahankan hubungan
gonadohipofiseal.
Corticoid adrenal. Keterlibatan korteks adrenal dalam proses-proses
reproduksi dinyatakan oleh (a) kesanggupan kelenjar tersebut menghasilkan
steroid-steroid kelamin, dan (b) kegunaan dasar kortikoid adrenal untuk
mempertahankan hidup hewan dan fungsi reproduksi
Pankreas. Pada umumnya, pancreatectomi (penghilangan kelenjar
pankreas) akan menyebabkan disfungsi aktivitas reproduksi, yaitu
perpanjangan waktu atau pemberhentian siklus estrus dan kelambatan masa
pubertas.

22
Paratiroid. Peninggian aktivitas paratiroid terjadi selama kebuntingan.
Pada sapi, parathreoidectomi selama kebuntingan tidak mempengaruhi
kebuntingan walaupun produksi susu menurun, tetapi pada kambing
parathreoidectomi menimulkan gejala-gejala tetanik dan kegagalan laktasi.
Thyrocalcitonin. Hormon ini diekskresikan oleh kelenjar tiroid dan
berfungsi menurunkan kadar kalsium dalam darah dan meninggikan retesi
kalsium pada tulang.
Hipotalamus berfungsi dalam pengaturan proses penting yang terjadi
secara otomatis, seperti nafsu dan selera makan, detak jantung, kontrol suhu
tuuh, tingkah laku kawin, serta aktivitas neuroendoktrin. Hipotalamus
merupakan pusat pengolahan dan integrasi informasi yang diterima kemudian
menterjemahkan kepada neurohumoral untuk memberikan respon secara
fisiologis.

5 Mekanisme Kerja Hormon dalam Mengatur Fungsi Reproduksi

Secara umum hormon reproduksi dihasilkan oleh tiga bagian utama


yakni Hipotalamus, Hipofisa, dan Gonadotropin. Ketiga bagian inilah yang
memegang peranan penting dalam mensintesis ataupun mensekresikan
hormon reproduksi. Hipotalamus menghasilkan hormon Gn-RH
(Gonadotropin Releasing Hormone), dimana Gn-RH berfungsi untuk
merangsang atau menstimulasi hipofisa anterior untuk mensintesis hormon
gonadotropin yakni FSH dan LH, ICSH pada jantan.

Setelah hipotalamus menstimulasi hipofisa anterior, maka hipofisa


anterior akan mensintesis dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin
yakni FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone)
pada betina dan ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) pada jantan.

Hormon gonadotropin (FSH, LH, dan ICSH) berperan dalam


merangsang perkembangan pada organ reproduksi baik jantan maupun betina.
FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel di dalam ovarium dalam
menghasilkan hormon estrogen tepatnya pada folikel yang terdapat di

23
dalamnya, sedangkan LH akan menstimulasi ovarium dalam menghasilkan
hormon progesteron tepatnya pada corpus luteum.

Pada jantan, FSH akan menstimulasi testis dalam menghasilkan dan


mengatur perkembangan sperma serta proses spermatogenesis tepatnya di
dalam tubulus seminiferus. Sedangkan LH akan menstimulasi testis dalam
mensintesis hormon testosteron yang tepatnya berlangsung di dalam sel
leydig atau sel interstitial.

a. Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi pada Hewan Betina


Telah diketahui bahwa hipotalamus merupakan kelenjar sumber
hormon reproduksi. Dimana hipotalamus dalam kerjanya menghasilkan
hormon Gn-RH yang kemudian Gn-RH akan menstimulasi hipofisa
anterior dalam mengatur pelepasan hormon FSH dan hormon LH.
Hormon FSH akan menstimulasi pertumbuhan folikel dalam ovarium dan
menghasilkan hormon estrogen, sedangkan hormon LH akan
menstimulasi corpus luteum dalam ovarium untuk menghasilkan hormon
progesteron. Apabila terlampau banyak FSH yang dilepaskan oleh HA
(hipofisa anterior) maka kadar estrogen yang dihasilkan oleh folikel akan
semakin meningkat, disinilah peranan enzim inhibin dalam menghambat
folikel dalam menghasilkan hormon estrogen melalui feedback negatif
terhadap HA (hipofisa anterior).
b. Mekanisme Kerja Hormon Reproduksi pada Hewan Jantan
Tidak jauh beda dengan penjelasan  diatas, hal yang membedakan
adalah pada hewan jantan yang berperan sebagai alat reproduksi primer
adalah testis. Di dalam testis terdiri dari tubulus seminiferus dan sel
leydig. Tubulus seminiferus akan menghasilkan dan mengatur
perkembangan sperma dalam proses spermatogenesis, sedangkan sel
leydig berperan dalam mensintesis hormon testosteron.
Proses spermatogenesis yang terjadi di dalam tubulus seminiferus
distimulasi oleh FSH sedangkan pelepasan hormon testosteron oleh sel
leydig distimulasi oleh ICSH. Apabila terlampau banyak FSH yang
dilepaskan oleh HA (hipofisa anterior) maka kadar spermatozoa yang

24
dihasilkan oleh tubulus seminiferus akan semakin meningkat, disinilah
peranan enzim inhibin dalam menghambat tubulus seminiferus dalam
menghasilkan spermatozoa melalui feedback negatif terhadap HA
(hipofisa anterior).

25
BAB III

PROSES FERTILISASI

Reproduksi merupakan suatu proses perkembang biakan pada ternak yang


diawali dengan bersatunya sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) sehingga
terbentuk zigot kemudian embrio hingga fetus dan diakhiri dengan apa yang
disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina
dan jantan. Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur
atau yang biasa disebut dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut
dengan sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi
setelah melalui beberapa tahap perkembangan folikel (secara umum disebut
dengan proses oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau ovum),
sedangkan sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui proses spermatogenesis
(proses pembentukansel gamet jantan atau sperma yang terjadi di dalam testis
tepatnya pada tubulusseminiferus).Selain kedua hal tersebut diatas, terdapat
beberapa hal yang juga mempunyai peranan penting dalam terbentuknya sebuah
proses reproduksi yang baik. Hal tersebutadalah organ reproduksi pada ternak
jantan dan betina itu sendiri, karena hal inilahyang nantinya dapat mempengaruhi
produksi ovum dan sperma. Selain itu, prosesestrus (masa keinginan kawin),
ovulasi, dan fertilisasi (proses bertemunya sel gamet jantan dan sel gamet betina)
juga sangat berperan dalam proses reproduksi.

A. Periode Ovum pada Sapi

Periode ovum adalah periode awal kebuntingan atau periode blastula


yaitu dimulai dari fertilisaasi sampai terjadi implantasi. Setelah terjadi
fertilisasi, ovum yang dibuahi akan mengalami pembelahan di ampullary–
isthnic junction menjadi morula. Pada sapi, masuknya morula ke dalam uterus
terjadi pada hari ke 3-4 setelah fertilisasi. Setelah hari ke 8, blastosit
mengalami pembesaran secara pesat. Lama periode ini pada sapi sampai 12
hari. Pada periode ini, embrio yang defektif akan mati dan diserap oleh
uterus. Periode ovum berlangsung 10 sampai 12 hari sejak fertilisasi yang

26
biasanya terjadi beberapa jam sesudah ovulasi sampai pembentukan membran
zigot didalam uterus (Toelihere, 1985).

B. Tahap-Tahap Periode Ovum


1. Fertilisasi

Fertilisasi (pembuahan) adalah peristiwa bersatunya antara


spermatozoa dengan sel sperma telur, pembuahan sering kali diartikan
sebagai penyerbukan. Sel spermatozoa atau sel ovum berasal dari dua sel
yang berbeda, maka untuk dapat bertemu dan bersatu kedua unsur
tersebut harus melalui perjalanan panjang dan mengalami proses
persiapan serta tempat pertemuan harus memenuhi syarat bagi sel
permatozoa dan sel ovum. Syarat untuk terjadinya fertilisasi yaitu :

1) Sel telur harus matang


2) Harus mengalami kapasitasi husus pada spermatosoa

Pembuahan merupakan pengaktifan sel telur dan sel spermatozoa.


Tanpa ransangan sperma sel telur tidak akan mengalami pembelahan
(Cleavage) dan tidak ada perkembangan embriologi. Dalam aspek
genetik pembuahan meliputi pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan
ke dalam sel telur. Disinilah terdapat manfaat perkawinan atau inseminasi
yaitu untuk menyatukan faktor-faktor unggul ke dalam satu individu.
Pada hampir semua mamalia, pembuahan dimulai ketika badan kutub
pertama disingkirkan, sehingga sperma menembus dan masuk ke dalam
sel telur sewaktu pembelahan reduksi ke dua berlangsung.

Proses pembuahan biasanya terjadi di bagian kaudal ampula atau di


sepertiga atas tuba falopi. Sel telur masuk ke dalam ampula masih dalam
keadaan diselaputi oleh sel-sel granulosa yang dilepaskan oleh folikel de
graaf, sel-sel tersebut adalah sel kumulus ooporus. Dengan demikian
masuknya sel spermatozoa ke dalam sel telur pada saat sel telur men-
jalani pembelahan reduksi pertama. jumlah sel spermatozoa yang
ditumpahkan kedalam saluran sel kelamin betina bisa ratusan hingga

27
ribuan juta, tetapi yang berhasil sampai ke tempat pembuahan relatif
sedikit, mungkin tidak sampai lebih dari 1000 sel spermatozoa.

Derajat kebuntingan rendah bisa diakibatkan dari tidak tepatnya


mengawinkan. Sel spermatozoa mengalami suatu perjalanan yang unik
sebelum berperan dalam proses pembuahan, selama perjalanan ini terjadi
serentetan perubahan pada sel spermatozoa untuk memperoleh
kemampuan fertilisasi sel telur, proses ini disebut kapasitasi, sel
spermatozoa harus dapat mengenali, menempel pada sel telur dan
melakukan penetrasi pada sel telur. Demikian juga sel gamet betina
(oosit) harus mengalami serangkaian proses biologis alamiah hingga
matang, serta fertil dan disebut ovum atau sel telur. Masing-masing
bergerak saling mendekat dan bertemu di sentral sel . Peleburan kedua
pronuklei dimulai dengan proses penyusutan inti dan jumlah pronuklei
ini menurun. Membran pronuklei pecah dan menghilang, kromosom dari
sel spermatozoa dan sel telur bersatu (amfimiksis). Metafase proses
mitosis pertama dari sel telur merupakan tanda akhir dari peleburan ke
dua jenis pronklei jantan dan betina (singami) dan sekaligus merupakan
akhir proses fertilisasi.

Sel telur yang telah dibuahi ini disebut zigot yang segera mengala-
mi proses pembelahan menjadi embrio. Proses pembuahan ini
memerlukan waktu 12 jam pada kelinci, 16-21 jam pada domba, 20-24
jam pada sapi dan sekitar 36 jam. Untuk masuk kedalam sel telur, sel
sperma pertama-tama harus melewati : sel-sel kumulus oophorus bila
masih ada, menembus zona pellusida, selanjutnya selaput (membrana)
vitellin. Sel-sel kumulus dapat dilewati oleh pergerakan sel spermatozoa
sendiri, dan dibantu oleh enzim hyaluronidase untuk melarutkan asam
hyaluronik pada Cumulus oophorus. Enzim tersebut mendepolimerisasi
asam hyaluron-protein. Hambatan selanjutnya adalah zona pellusida,
penembusan ke dalam zona pellusida disebabkan karena sel spermatozoa
memiliki enzim, yang disebut zonalisin. Enzim ini telah diketemukan
pada babi. Sel telur bulu babi, menghasilkan fertisin, bahan ini bereaksi

28
dengan antrif ertilisin yang dihasilkan oleh sel spermatozoa. Reaksi dari
kedua bahan ini menyebabkan sel spermatozoa melekat dengan zona
pellusida dan menembusnya. Setelah menembus lapisan-lapisan tersebut
akrosoma yang telah menjadi longgar selama kapasitasi akhirnya hilang
dan membentuk perforatorium. Mungkin aktivitas suatu enzim tertentu
berhubungan dengan perforatorium yang memungkinkan penerobosan
zona pellusida. Fase terakhir penetrasi sel telur, meliputi pertautan kepala
sel spermatozoa ke permukaan vitellin. Periode ini sangat penting karena
pada saat inilah terjadi aktivasi ovum, yang terangsang oleh pendekatan
sel spermatozoa, sel telur bangkit dari keadaan tidurnya dan terjadilah
perkembangan. Kepala sel spermatozoa dan pada beberapa species juga
ekor dari sel spermatozoa memasuki sel telur. Membran plasma sel
spermatozoa dan sel telur pecah kemudiaan bersatu membentuk selubung
bersama. Sebagai akibatnya, sperma memasuki vitellin dan selubung dari
sel spermatozoa tersebut bertaut pada membran vitellin. Pada alternatif
lain, membran plasma sel spermatozoa dapat pecah kemudian kepala sel
spermatozoa yang telanjang memasuki sel telur.

Bagian akhir proses pembuahan adalah menghilangnya anak-anak


inti berikut selaput-selaputnya, kromosom maternal mulai tampak,
kemudian bersatu menjadi satu kelompok. Pada fase tertentu selama
puncak pekembangannya, pronuklei jantan betina mengadakan kontak.
Sesudah beberapa saat ke dua pronuklei tersebut berkerut dan bersamaan
dengan itu meleburkan diri. Nukleoli tidak tampak lagi. Umur pronuk-
leoli berkisar antara 10 - 15 jam menjelang cleavage pertama, dua
kelompok kromosom mulai kelihatan, masing-masing adalah kromosom
paternal dan maternal yang bersatu membentuk satu kelompok yang
memulai profase mitosis pertama dari cleavage. Sel telur yang telah
dibuahi menjalani cleavage petama untuk membentuk embrio dua sel.
Setiap anak sel kini mengandung jumlah kromosom diploid normal yang
khas dari jenis hewan tersebut, setengahya berasal dari sel spermatozoa
dan setengahnya berasal dari sel telur.

29
Lamanya fertilisasi jumlah interval waktu dari penetrasi sel
spermatozoa sampai waktu cleavage pertama tidak diketahui secara pasti
pada ternak, kemungkinan besar tidak lebih dari 24 jam. Lama
pembuahan dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan sejak dimulai
masuknya sel sperma ke dalam sel telur sampai dengan dimulainya
pembelahan sigot. Pada mamalia, satu sel spermatozoa diperlukan untuk
pembuahan, oleh karena itu untuk mencegah masuknya sel spermatozoa
yang lain, sel telur mempunyai dua sistem pertahanan, yaitu zona
pellusida dan selaput vitelin. Tahanan yaitu zona pellusida adalah
perubahan zona pellusida akibat melekatnya sel spermatozoa ke dalam
selaput vitelin. Perubahan ini mengakibatkan butir-butir korteks (cortical
granules) yang terdapat pada selaput vitellin dilepaskan ke arah zona
pellusida dengan demikian antara ruang vitelin dengan zona pellusida
terdapat ruangan yang disebut ruangan perivitelin. Ruangan perivitelin
makin lama makin meluas dan permulaan perluasannya dimulai dari
tempat sel spermatozoa masuk.

Butir-butir korteks telah ditemukan pada marmut, babi, kelinci dan


bahan tersebut lenyap setelah sel spermatozoa masuk ke dalam reaksi sel
telur. Reaksi zona pellusida pada anjing dan domba sangat cepat,
sehingga jarang sekali diketemukan sel spermatozoa tambahan didalam
ruangan perivitelin. Tahanan selaput vitelin berarti bahwa selaput
tersebut hanya mengadakan tahanan pada sel spermatozoa yang pertama
masuk, sesudah itu permukaan selaput vitelin tidak lagi memberi reaksi
terhadap sel permatozoa lainnya yang akan masuk. Sel spermatozoa yang
lainnya secara kebetulan bisa lolos menembus zona pellusida tidak dapat
masuk ke dalam sitoplasma sel telur, karena ada tahanan dari selaput
vitelin. Sel spermatozoa tersebut ditampung dalam tahanan ruangan
perivitelin.

Secara normal hanya satu sel spermatozoa yang memasuki sel telur.
Sering terlihat banyak sel spermatozoa bergerombol di sekeliling zona
pellusida, tetapi hanya satu sel kelamin jantan yang terdapat dalam sel

30
telur. Dari kenyatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa zona pellusida
dapat menjalani beberapa perubahan sesudah masuknya sel spermatozoa
petama dan menghalangi pemasukan sel spermatozoa yang berikutntya.
Perubahan ini disebut reaksi zona. Reaksi zona tersebut terdiri dari suatu
perubahan yang menyebar kesekeliling zona. Sel spermatozoa pertama
mengadakan kontak dengan permukaan vitellus merangsang timbulnya
perubahan tersebut yang dibawa oleh oleh beberapa zat yang keluar dari
vitellus ke arah zona. Mungkin zat tersebut dibebaskan dari granula
korteks pada sel telur yang menghilang sesudah sel spematozoa pertama
memasuki sel telur. Sel spermatozoa ekstra yang berhasil menembus
zona pellusida ke ruangan perivitellin disebut sperma suplementer. Pada
beberapa species (domba, anjing) reaksi zona relatif lebih cepat dan
efektif, jarang ditemukan sperma suplemeter kalaupun tidak sama sekali.
Pada babi, spermatozoa ekstra memasuki zona pellusida tetapi secara
nomal tidak dapat melewatinya. Kelinci tidak memperlihatkan reaksi
zona dan di dalam ruang peri vitellin sel telur yang telah dibuahi dapat
ditemukan sampai 200 sperma suplementer.

Mekanisme pertahanan lainya terhadap pemasukan lebih dari satu


sperma ke dalam sel telur diperlihatkan oleh vitellus sendiri dan disebut
blokade vitellin atau blokade terhadap polyspermia. Sperma yang telah
dibuahi diambil secara aktif oleh vitellus, akan tetapi segera sesudah itu
permukaan vitellus tidak memberi respon terhadap kontak dan tidak ada
lagi sel spermatozoa yang diambil. Spermatozoa ekstra yang berhasil
memasuki vitellus, walaupun adanya reaksi zona dan blokade vitellin,
disebut sperma supernumeralia, dan sel telur dikatakan memperlihatkan
polyspermia. Efektivitas blokade vitellin berbeda-beda menurut species.
Apabila terdapat polyspermia, tetapi sel suplementer tidak diketemukan
(pada babi dan anjing), berarti blokade vitellin tidak ada atau ditunda
sampai reaksi zona dimulai. Sebaliknya pada jenis-jenis hewan seperti
kelinci, dengan banyak spema suplementer di dalam ruang peri vitellin
tetapi tidak ada polyspermia, berarti bahwa blokade vitellin terjadi secara

31
cepat dan efektif. Tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi adalah
sebagai berikut :

a. Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa Kapasitasi


spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi. Sperma
yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat
dikatakan fertil atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi
proses kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan adanya perubahan
protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran
plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun.
b. Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida Zona pelucida
merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar sperma dapat
menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama,
baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu
ciri apabila keduanya adalah individu yang sejenis. Perlekatan
sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada sperma yaitu
berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida
berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran
plasma dengan membran akrosom (kepala anterior sperma) luar.
Sehingga terjadi interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi
pada spesies yang spesifik.
c. Reaksi akrosom Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi
akrosom, terjadi setelah sperma dekat dengan oosit. Sel sperma yang
telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat – zat dari
korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala
sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata.
Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona
radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat
melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk
mencapai ovum. Reaksi tersebut terjadi sebelum sperma masuk ke
dalam ovum. Reaksi akrosom terjadi pada pangkal akrosom, karena
pada lisosom anterior kepala sperma terdapat enzim digesti yang
berfungsi penetrasi zona pelucida.

32
d. Penetrasi zona pelucida Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya
adalah penetrasi zona pelucida yaitu proses dimana sperma
menembus zona pelucida. Hal ini ditandai dengan adanya jembatan
dan membentuk protein actin, kemudian inti sperma dapat masuk.
Hal yang mempengaruhi keberhasilan proses ini adalah kekuatan
ekor sperma (motilitas), dan kombinasi enzim akrosomal.
e. Bertemunya sperma dan oosit Apabila sperma telah berhasil
menembus zona pelucida, sperma akan menenempel pada membran
oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian posterior (post-acrosomal)
di kepala sperma yang mnegandung actin. Molekul sperma yang
berperan dalam proses tersebut adalah berupa glikoprotein, yang
terdiri dari protein fertelin. Protein tersebut berfungsi untuk
mengikat membran plasma oosit (membran fitelin), sehingga akan
menginduksi terjadinya fusi.

2. Implantasi

Implantasi adalah proses bersarangnya blastosis dalam rahim,


sehingga terjadi hubungan antara selaput ekstra embrionik dengan
selaput lendir rahim. Pada reptilia, unggas bertelur, implantasi berarti
proses melekatnya blastosis pada kuning telur oleh karena embrio
berkembang di luar tubuh induk. Pada waktu terjadi implantasi, blastosis
berperan aktif. Dengan teknik sinematografi dapat diperlihatkan bahwa
dari blastosis ada penjuluran kaki palsu menembus lapisan epitel rahim.
Pada stadium progestasi, rahim mampu mengimplantasi sepotong
jaringan otot / tumor. Keadaan ini menunjukkan bahwa rahim juga aktif
pada waktu implantasi. Kegagalan implantasi merupakan salah satu
sebab hewan menjadi tidak bunting.

Sinkronisasi antara blastosis dan kesiapan endometrium merupakan


faktor penting untuk kesempurnaan implantasi. Perlambatan
perkembangan atau keterlambatan blastosis masuk ke dalam rahim atau
endometrium belum siap menerima blastosis mengakibatkan kegagalan

33
implantasi. Sinkronisasi antara blastosis dan keadaan rahim penting pada
proses pelaksanaan transfer embrio. Menjelang terjadi implantasi, zona
pelusida lenyap dengan jalan lisis. Sebelum implantasi, cairan blastosul
mengandung banyak ion kalium dan bikarbonat. Bahan ini berasal dari
cairan rahim. Setelah terjadi implantasi, jumlah kalium dan bikarbonat
berkurang, sehingga sama dengan kadar yang terdapat di dalam serum
induk. Tetapi kadar protein dan glukosa fosfor serta klor yang mula-mula
rendah menjadi tinggi, sehingga mencapai kadar seperti di dalam serum
induk. Menurunnya kadar bikarbonat mungkin akibat meningkatnya
kadar ensim karbonik anhidrase di dalam endometrium rahim. Kadar
ensim meningkat menyebabkan asam karbonat terurai menjadi CO2 dan
O2 yang akan dikeluarkan melalui peredaran darah induk. Pelepasan
bikarbonat dari blatosis mempermudah tropoblas melekat pada selaput
lendir rahim, dengan demikian memperlancar implantasi. Setelah zona
pellusida lenyap, sel-sel tropoblas langsung berhadapan dengan epitel
rahim dan sel-sel tersebut berproliferasi. Pada saat itu blastosis berubah
menjadi semacam gelembung, panjangnya bisa lebih dari beberapa
sentimeter dan cakram embrio berupa suatu penebalan di bagian tengah
gelembung tersebut.

34
BAB IV

PROSES KELAHIRAN PADA TERNAK SAPI

A. Pengertian dan Tanda-Tanda Sapi Mau Melahirkan

Proses melahirkan bayi adalah peristiwa yang besar, baik bagi manusia
maupun pada hewan ternak, tidak terkecuali pada ternak sapi. Masa
mengandung induk sapi memang mirip dengan waktu mengandung pada
manusia yaitu sekitar sembilan bulan lebih sedikit. Proses kelahiran pedet
atau anak sapi sangat dinanti-nantikan oleh para peternak sapi yang bergelut
dibidang pengembangbiakkan atau breeding. Segala daya upaya, biaya dan
waktu tunggu yang cukup lama seolah terbayar lunas saat anak sapi yang
dilahirkan bisa sehat dan sesuai harapan peternak. Memang secara umum
lebih banyak breeder yang berharap pedet yang lahir adalah pedet jantan, hal
ini lumrah saja karena harga pedet jantan memang jauh lebih mahal jika
dibandingkan dengan harga pedet betina.

Secara garis besar, tanda-tanda sapi mau melahirkan dan tindakan


pertama yang bisa dilakukan saat pedet lahir adalah sebagai berikut:

 Ambing calon induk sai sudah turun dan putingnya mengeras


 tulang pelvis dan dua tulangyang menonjol di punggung bagian
belakang, legoknya (tingkat kecekungannya) mulai dalam
 mulai keluar lendir
 dua minggu menjelang kelahiran, biasanya ternak makan sangat rakus
dan maunya enak" aja... menjelang kelahiran, nafsu makan terjun bebas,
sapi kadang tidak doyan makan, harus diwaspadai karena bisa
menyebabkan Milk Fever ...
 sapi maunya jauh" dari teman"nya ...naluri sebagai seorang ibu ingin
melindungi anaknya
 menjelang kelahiran, biasanya tidur - bangun - tidur - bangun sambil
mengendus" tempat yang cocok buat bersalin
 menjelang kelahiran, siapkan jerami kering secukupnya, yodium
tinctur/obat merah/betadine dan kain kering

35
 menjelang beranak, kita pantau vaginanya ... bila air ketubannya sudah
pecah, segera cermati kalau" pedetnya perlu dibantu keluarnya dengan
cara ditarik
 Saat kelahiran, angkat kaki depan pedet sehingga kepala pedet ada
dibawah beberapa saat. tali pusat dicuci dengan yodium tinctur/betadine
lalu diika dengan cara disimpilkan ... beri yodium tincur/betadine lagi
 10. dekatkan pedet pada induk agar dipijat dan dikeringkan badannya.
berperan dalam memperlancar pembuluh darah
 bila induknya tidak mau menjilati, segera kita lap pedet tadi sampai
kering
 15 menit kemudian, pedet akan berdiri dan berjalan mencari puting
induknya ...
 bila induk tidak mau menyusui, peras air susunya minimal 1liter untuk
pedet.
 minimal 0,5 liter di dua jam pertama harus disusukan, sisanya disimpan
dalam pendingin, dilanjurkan dengan 0,5 liter seleihnya 4 jam kemudian
 bila sudah lepas kolostrum, dapat dilakukan pembelian pedet > 7 hari ...
dipelihara bersama dengan 1 - 2 pedet lain yang dibeli dari tempat lain. 

Apa Itu Distokia? Distokia pada sapi ialah suatu keadaan dimana sapi
mengalami kesulitan melahirkan. Kejadian distokia pada sapi diperkirakan
sebesar 3,3%; tragedi ini lebih banyak pada ternak sapi perah dibandingkan
pada sapi potong. Kasus distokia umumnya terjadi pada induk yang gres
pertama kali beranak, induk yang masa kebuntingannya jauh melebihi waktu
normal, induk yang terlalu cepat dikawinkan, binatang yang kurang bergerak,
kelahiran kembar dan penyakit pada rahim.

B. Urutan (Stadium) Proses Kelahiran Anak Sapi


1. Stadium persiapan atau permulaan Pada stadium ini, terjadi aktivitas dari
urat daging, uterus berupa kontraksi. Intensitas serta frekwensi. Kontraksi
urat daging uterus pada tahap ini diawali dari ujung depan (cranial)
cornus uteri, sehingga menyebabkan isi uterus terdorong ke belakang
kearah serviks. Isi uterus yang terdiri dari fetus, cairan, allantois dan

36
amnion serta selaputnya masuk ke dalam serviks yang telah rilek dan
akhirnya mudah membuka. Secara hormonal, kontraksi ini timbul karena
pengaruh jumlah estrogen yang meningkat dan penurunan jumlah
progesterone. Kontraksi uterus pada tahap permulaan ini terjadi setiap 10
– 15 menit sekali dan berlangsung lebih kurang selama 15 – 30 detik,
yang makin lama menjadi lebih sering, lebih kuat, dan lebih lama.
Stadium ini pada ternak sapi dapat dilampaui selama setengah jam
sampai dengan satu hari atau 24 jam, namun rata-rata sekitar 2 – 6 jam.
Stadium ini diakhiri dengan membuka dan meluasnya serviks hingga
menyamai luas vagina atau vulva. Dari vulva dapat dilihat kantong
alantois yang menyembul ke luar menyerupai balon atau kantong plastik
berisi air. Pada akhirnya kepala fetus dan kedua kaki depan masuk ke
dalam ruang pelvis.
2. Stadium Pengeluaran Fetus Pada stadium ini perejanan tidak saja karena
adanya kontraksi uterus, tetapi juga dibantu oleh adanya kontraksi urat
daging perut dan diafragma. Stadium ini juga ditandai oleh adanya
reptura kantong allantois dan masuknya fetus ke dalam saluran kelahiran,
serta diteruskan dengan keluarnya fetus melalui vulva. Pada saat kedua
kaki fetus melewati vulva, kantong amnion pecah. Pada saat kepala, bahu
dan pinggul fetus memasuki ruang pelvis. Perejanan berlangsung terus
menerus dan kontraksi abdominal juga semakin meningkat. Perejanan
akan beristirahat sesaat, setelah kepala fetus melewati vulva, dan akan
kembali merejan dengan kuat saat dada dan tubuh fetus lainnya melalui
jalan kelahiran. Proses kelahiran tersebut di atas adalah proses kelahiran
normal (etokia) di mana fetus terletak pada kedudukan longitudinal
anterior dengan kepala tertumpu pada tulang-tulang metacarpal dan lutut
kaki depan lurus. Selain itu termasuk letak normal juga apabila fetus
berada pada kedudukan longitudinal posterior dengan kaki belakang
lurus kejalan kelahiran (letak sungsang). Pada kedua letak tersebut di
atas, fetus dapat lahir dengan sendirinya tanpa bantuan. Sedang posisi
lain diluar posisi tersebut di atas, biasanya berakhir dengan kesulitan
kelahiran (distokia).

37
3. Posisi induk pada saat melahirkan umumnya berbaring, namun tidak
jarang pula anak lahir dalam keadaan induk berdiri, terutama pada
kerbau. Stadium pengeluaran fetus ini dapat berlangsung singkat dan
dapat juga berlangsung lama, tergantung dari kesehatan induk, kesehatan
fetus dan juga sudah berapa kali si induk beranak. Pada ternak yang
sering beranak, umumnya proses kelahiran akan berlagsung lebih cepat
dibandingkan dengan induk ternak yang baru pertama kali beranak. Tali
pusar atau chorda umbilicalis akan putus dengan sendirinya, dan apabila
tali pusar ini terlampau panjang dikhawatirkan dapat terinjak oleh si
anak. Untuk itu, tali pusar dapat digunting dengan gunting yang tajam
dan steril, sisakan lebih kurang 10 Cm kearah perut. Bekas luka potongan
diolesi dengan yodium tincture atau antiseptic lainnya untuk mencegah
terjadinya infeksi. Tali pusar ini akan mongering dengan sendirinya
dalam waktu kurang lebih 2 – 3 minggu kemudian.
4. Stadium Pengeluaran Placenta Merupakan stadium terakhir dari proses
kelahiran, yaitu berupa proses pengeluaran selaput fetus (flacenta) dan
kembalinya uterus seperti semula (inolusi uterus) . Setelah stadium kedua
atau proses pengeluaran fetus selesai, uterus masih tetap kontraksi, hal ini
berguna dalam membantu proses pengeluaran selaput fetus (flacenta).
Proses ini berlangsung beberapa jam setelah kelahiran, yaitu antara 3 – 8
jam. Apabila lebih dari waktu tersebut selaput tidak juga keluar, maka hal
ini dianggap patologik dan terjadilah retention secundinae (selaput fetus
tertahan didalam uterus). Kontraksi uterus yang masih berlangsung,
berfungsi untuk melepaskan placenta anak dari pertautannya dengan
endometrium, dan volume uterus pun berangsur-angsur mengecil. Vili-
vili placenta terlepas dan placenta terdorong kearah serviks. Placenta dan
sisa tali pusar terlihat menggantung di mulut vulva karena beratnya, turut
berperan dalam proses pengeluaran placenta. Kecuali hal-hal tersebut di
atas, peranan hormon estrogen dan oxitocin juga cukup memegang
peranan yang penting. Kedua hormon tersebut mempengaruhi uterus
untuk tetap berkontraksi selama proses pengeluaran placenta. Kesehatan
induk sangat berpengaruh terhadap waktu yang diperlukan untuk proses

38
pengeluaran placenta. Demikian pula sistem pemeliharaan ternak pada
waktu buntingnya. Ternak yang sering dilepas dan bebas bergerak di
padang penggembalaan, proses pengeluaran placentanya semakin
singkat. Sedangkan sapi yang sepanjang tahun selalu dikandangkan
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dalam proses pengeluaran
placentanya. Tahap akhir dari proses pengeluaran placenta, serviks akan
mengeluarkan/ mensekresikan suatu lender yang kental dan lengket yang
berfungsi menutup serviks agar terhindar dari masuknya kuman ke dalam
uterus.
5. Involutio Uterus adalah kembalinya uterus ke dalam semula, setelah
induk ternak melahirkan. Kejadian yang dialami uterus setelah proses
kelahiran anak beserta pengeluaran placentanya adalah proses regenerasi
endostrium, hingga pada suatu saat induk akan segera birahi kembali
setelah partus. Setelah placenta terlepas ke luar, kripta-kripta pada
karunkula menjadi semakin dangkal, dan sisa vili placenta anak terlepas
dan bercampur serum., cairan limfe dan reruntuhan epitel endometrium
yang terdapat di dalam uterus. Pada saat ini, uterus masih tetap
berkontraksi walaupun tidak sekuat dan secepat saat placenta masih ada.
Kontraksi ini menyebabkan cairan yang ada di dalam lumen uterus
keluar. Satu minggu setelah placenta keluar, karunkula hanya berupa
jendolan-jendolan tanpa tangkai yang pada minggu ke empat ukurannya
mengecil sebesar karunkula aslinya, yaitu karunkula uterus yang tidak
bunting. Beberapa peneliti memberikan perkiraan berdasarkan
pengamatannya, bahwa proses involution uteri berlangsung sekitar 45 –
50 hari dan sapi atau induk ternak dapat dikawinkan kembali sekitar 60
hari setelah melahirkan.

39
BAB V

PROSES MENYUSUI PADA SAPI

A. Sapi Friesian Holstein (FH)

Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna

bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun ada yang

berwarna coklat ataupun merah dengan bercak putih, bulu ujung ekor

berwarna putih, bagian bawah dari kaki berwarna putih, dan tanduk pendek

serta menjurus kedepan (Makin, 2011). Sapi FH adalah sapi perah yang

produksi susu paling tinggi dengan kadar lemak susu rendah dibandingkan

dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya di daerah tropis maupun subtropis.

Bobot badan ideal sapi FH betina dewasa adalah 682 kg dan jantan dewasa

1000 kg (Sudono et al., 2003). Sapi FH memiliki kemampuan berkembang

biak yang baik, rata-rata bobot badan sapi FH adalah 750 kg dengan tinggi

bahu 139,65 cm. Kemampuan produksi susu sapi FH lebih tinggi

dibandingkan bangsa sapi perah lain. Suhu lingkungan yang optimum untuk

sapi dewasa berkisar antara 5-21 oC, sedangkan kelembaban udara yang

baik untuk pemeliharaan sapi perah adalah sebesar 60% dengan kisaran
50%-75% (Ensminger, 1995). Di tempat asalnya produksi susu per masa

laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter per hari (Putranto,

2006).

B. Susu Segar

Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan

bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan

alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum

mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan (BSN, 2011). Persyaratan

mutu susu segar dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan terbesar susu adalah

air. Lemak susu mengandung vitamin yang hanya larut dalam lemak yaitu

40
vitamin A, D, E dan K (Hasim dan Martindah, 2012). Kadar lemak susu

mulai menurun setelah satu sampai dua bulan masa laktasi. Masa laktasi

dua sampai tiga bulan kadar lemak susu mulai konstan, kemudian naik

sedikit (Sudono et al., 2003). Kandungan gizi yang terdapat dalam susu

yaitu, laktosa berfungsi sebagai sumber energi, kalsium membantu dalam

pembentukan massa tulang, lemak menghasilkan energi, protein kaya akan

kandungan lisin, niasin dan ferum, serta mineral-mineral lain seperti

magnesium, seng dan potasium (Susilorini dan Sawitri, 2006). Susu

mengandung berbagai macam protein, dapat dikelompokkan menjadi dua

macam, yaitu kasein (80%) dan laktoglobulin (20%). Rasa manis susu

karena adanya laktosa berkontribusi sekitar 40% kalori dari susu penuh

(whole milk). Laktosa terdiri atas dua macam gula sederhana yaitu glukosa

dan galaktosa. Secara alami laktosa hanya terdapat pada susu (Hasim dan

Martindah, 2012).

C. Ambing pada Sapi Perah

Apabila kita ingin mengenal anatomi ambing pada sapi perah, mari

kita lihat arti dari ambing itu sendiri. Ambing merupakan alat penghasil susu

pada sapi yang dilengkapi suatu saluran ke bagian luar yang disebut puting.

Pada puting ini akan mengeluarkan susu sewaktu diperah.

1. Gambaran Eksternal Ambing

Ambing/kelenjar susu sapi terdiri dari empat (4) bagian terpisah.

Bagian kiri dan kanan terpisah jelas, bagian ini dipisahkan oleh sulcus

yang berjalan longitudinal yang disebut sulcus intermammaria. Kuartir

depan dan belakang jarang memperlihatkan batas yang jelas. Jika

dilihat dari samping, dasar ambing sebaiknya rata, membesar ke depan

dan melekat kuat ke dinding tubuh perut. Pertautan pada bagian

belakang sebaiknya tinggi dan lebar, dan tiap kuartir sebaiknya

41
simetris. Gambaran eksternal ini memberi arti produktivitas seumur

hidup dan merupakan kriteria penting yang digunakan untuk menilai

sapi perah pada pameran ternak dan penilaian klasifikasi

Berat ambing tergantung umur, masa laktasi, banyaknya susu di

dalam ambing, dan faktor genetik. Beratnya berkisar antara 11,35–

27,00 kg atau lebih tidak termasuk susu. Kapasitas ambing adalah

30,5 kg. Berat dan kapasitasnya naik sesuai dengan bertambahnya

umur.Setelah sapi mencapai umur 6 tahun berat dan kapasitas ambing

tidak naik lagi.Terbesar kapasitasnya pada laktasi yang kedua dan

ketiga. Normalnya, kuartir belakang lebih besar dari kuartir depan dan

menghasilkan susu sekitar 60 persen produksi susu sehari. Susu dari

tiap kelenjar disalurkan ke luar melalui puting, puting susu berbentuk

silindris atau kerucut yang berujung tumpul. Puting susu belakang

biasanya lebih pendek dibandingkan puting susu depan. Bila

menggunakan mesin perah putting susu yang pendek lebih

menguntungkan dibanding dengan yang panjang, karena milk-flow

rate-nya lebih cepat, dengan perkataan lain sapi dengan puting

panjang diperah lebih lama dari pada putting pendek. Sifat terpenting

puting untuk pemerahan efisien adalah (1) ukuran sedang, (2)

penempatan baik, dan (3) cukup tegangan pada otot spinkter sekitar

lubang puting agar memudahkan pemerahan dan susu tidak menetes.

Antara 25 sampai 50 persen sapi mempunyai puting berlebih

(tambahan), keadaan ini disebut supranumerary teat.Puting berlebih

ini biasanya terletak di sebelah belakang.Sebaiknya puting berlebih ini

dihilangkan sebelum pedet mencapai umur satu tahun, hal ini untuk

mencegah terjadinya mastitis.

2. Gambaran Internal Kelenjar Susu/Ambing

42
Ambing terdiri dari rangkaian sistem berbagai struktur

penunjang. Struktur penunjang ini adalah darah, limfe dan pasokan

syaraf, sistem saluran untuk menyimpan dan mengangkut susu, serta

unit epitel sekretori bakal alveoli. Tiap komponen ini berperan

langsung atau tidak langsung terhadap sintesis susu,

3. Jaringan Penunjang

Kulit. Walaupun perananan kecil sebagai jaringan penunjang

dan stabilisator ambing, namun kulit ini sangat besar peranan sebagai

jaringan pelindung bagian dalam ambing dari luka dan bakteri.

Ligamen suspensori lateral. Ligamen suspensori lateral merupakan

salah satu jaringan penunjang utama ambing. Jaringan ikat ini sangat

berserabut, tidak lentur (non-elastis), dan berasal dari perluasan otot

atas dan belakang ke ambing. Ligamen suspensori lateral membesar

sepanjang kedua sisi ambing dan bagian ujung jaringan masuk ke

dalam ambing untuk menopang bagian dalam ambing.

Ligamen suspensori lateral membesar ke bagian tengah dasar

ambing dimana jaringan bergabung dengan ligamen suspensori

median. Ligamen suspensori median.Jaringan ikat ini juga merupakan

jaringan penunjang utama ambing. Jaringan disusun dari jaringan

lentur (elastik) yang timbul dari tengah dinding perut dan membesar di

tengah ambing yang menyatukan ligamen suspensori lateral di dasar

ambing. Kelenturan ligament suspensori median berguna agar ambing

dapat membesar bila berisi susu.

4. Sistem Pembuluh Darah.

Darah yang mengandun O2 meninggalkan jantung melalui aorta

dan kemudian melalui cabang-cabang arteri yang lebih kecil darah

dibawa ke ambing melalui dua buah arteri : arteri pudenda externa

43
(kanan dan kiri). Kedua arteri ini menembus dinding perut melalui

canalis inguinalis masing-masing kanan dan kiri masuk ke dalam

ambing. Pada saat masuk ke dalam ambing keduanya berubah menjadi

arteria mammaria yang segera bercabang menjadi arteriamammaria

cranialis dan caudalis.Kedua cabang ini bercabang-cabang lagi

menjadi arteria yang lebih kecil, kemudian membentuk kapiler yang

member darah ke sel-sel ambing.

Venula yang berasal dari kapiler-kapiler dan saling

beranastomosa membentuk vena yang menampung darah dari

ambing.Pada bagian atas/puncak ambing vena membentuk lingkaran

vena. Pada tempat ini darah meninggalkan ambing melalui tiga jalan,

yaitu :

a. Jalan utama pertama tediri atas dua buah vena pudenda externa

yang sejajar dengan arteria pudenda externa berjalan melalui

canalis inguinalis dan akhirnya menggabungkan diri dengan vena

cava yang membawadarah ke jantung.

b. Jalan utama kedua terdiri atas dua buah vena yaitu :vena

abdominalis atau vena mammae kanan dan kiri yang terdapat

pada tepi anterior dariambing. Kedua vena ini berjalan di

sepanjang dinding ventral perut beradalangsung di bawah kulit.

Vena ini masuk ke dalam cavum thoracis padasumber susu dan

akhirnya menggabungkan diri dengan vena cava anterior ke

dalam jantung.

c. Jalan ketiga yaitu vena perinealis, walaupun kecil merupakan

jalan masuk ke dalam tubuh dari ambing melalui velvis. Pada saat

sapi berdiri sebagian besar darah kembali ke jantung melalui vena

susu. Tetapi dalam keadaan sapi berbaring aliran darah yang

44
melalui vena susu terhenti. Walaupun demikian produksi susu

tidak terganggu karena adanya jalan ketiga tersebut. Terdapat

kenaikan aliran darah ke ambing (+ 180 persen) pada beberapa

hari setelah sapi beranak. Kenaikan ini dapatlah dihubungkan

dengan penurunan aliran darah uterus setelah beranak dan ini

mungkin mengambil peranan penting dalam inisiasi dari sekresi

susu karena lebih banyak bahan-bahan pembentuk susu serta

hormon laktogenik yang terbawa bersama aliran darah tersebut ke

dalam ambing.

Tiap-tiap satu volume susu yang dibentuk memerlukan 500

volume darah yang mengalir ke dalam ambing. Secara singkat

dikatakan Blood flow rate merupakan determinan yang penting dalam

mengatur produksi susu.

5. Sistem Limfatik

Limfe (getah bening) adalah cairan kelenjar tanpa warna yang

dialirkan dari rongga jaringan oleh pembuluh limfe berdinding tipis.

Limfe mempunyai komposisi yang sama dengan darah kecuali limfe

tidak mengandung sel darah merah. Nodula limfe ambing dan nodula

limfe lainnya yang tersebar di seluruh tubuh penting untuk pertahanan

sapi terhadap penyakit.Nodula limfe membentuk limfosit, sejenis sel

darah putih yang berperan pada imunitas.Nodula juga menghilangkan

bakteri dan benda asing lainnya. Respon terhadap infeksi mastitis,

nodula meningkatkan hasil limfositnya ke dalam pembuluh limfe yang

akhirnya menyebarkan limfosit ke dalam vena cava anterior. Limfosit

kemudian dibawa ke ambing untuk memerangi infeksi.

6. Sistem Syaraf

45
Lapisan dalam ambing terdiri atas dua tipe syaraf, yaitu serabut

syaraf afferent (sensoris) dan serabut syaraf efferent (para simphatis).

Fungsi utama dari serabut syaraf simpatis pada ambing adalah untuk

mengontrol penyediaan darah pada ambing dan mendinnervasi otot-

otot polos yang mengelilingi saluran-saluran susu dan otot-otot

spinkter dari puting susu.

Rangsangan pada sapi menyebabkan sistem simpatetik

menghentikan hormon syaraf epineprin, yang mengecilkan pembuluh

darah dan mengurangi produksi susu.

7. Sistem Saluran Ambing

Sistem saluran ambing terdiri atas serangkaian saluran alir yang

berawal pada alveoli dan berakhir pada saluran keluar. Puting. Puting

tertutup oleh kulit tak berambut yang tidak memiliki kelenjar-keringat.

Pada dasar puting terdapat saluran pengeluaran tempat susu mengalir

ke luar. Panjang saluran pengeluaran biasanya 8-12 mm dan

merupakan garis dengan sel yang membentuk serangkaian lipatan

serta akan menutup saluran pengeluaran selama selang pemerahan.

Sisterne Kelenjar. Sisterne puting terletak tepat setelah saluran

pengeluaran bersatu dengan sisterne kelenjar pada dasar ambing.

Sisterne kelenjar berfungsi sebagai ruang penyimpanan terbatas

karena menerima tetesan dari jaringan sekretori. Umumnya sisterne

kelenjar berisi 1 pint (473,18 cc) susu yang kemampuan nyatanya

berbeda pada tiap-tiap sapi.

Saluran Ambing. Percabangan sisterne ambing ada 12 sampai 50

atau lebih saluran, yang kembali bercabang beberapa kali dan

akhirnya membentuk duktul terminal yang mengalir ke tiap alveolus.

Alveoli.Alveoli dan duktul terminal terdiri dari lapisan tunggal sel

46
epitel. Fungsi sel-sel ini memindahkan makanan dari darah dan

mengubah menjadi susu serta mengeluarkan susu ini ke dalam tiap

alveolus. Dalam keadaan berkembang penuh saat laktasi, beberapa

alveoli berkelompok menjadi lobuli, dan beberapa lobuli bersatu

menjadi lobus.

8. Perkembangan dan Pertumbuhan Ambing Normal

Jumlah sel pembentuk susu adalah faktor utama yang membatasi

tingkat produksi susu. Estimasi korelasi antara hasil susu dan jumlah

sel ambing terentang antara 0,50 sampai 0,85. Perkembangan Fetal

dan Embrionik. Rudimen ambing tampak jelas dari penebalan sel

ektodermal pada permukaan ventral (perut) embrio di antara kaki

belakang. Perkembangan ini terjadi waktu panjang pedet antara 1,4

sampai 1,7 cm (kira-kira 30 hari setelah konsepsi). Lahir sampai

Pubertas. Sampai pedet umur tiga bulan, sistem saluran ambing belum

terlihat dewasa. Sistem saluran tumbuh mengelilingi lapisan lemak

ambing secara proporsional sesuai dengan pertambahan berat badan.

Setelah tiga bulan, pertumbuhan ambing kira-kira 3,5 kali lebih cepat

dari pada pertumbuhan tubuh. Kecepatan pertumbuhan ini berlanjut

hingga umur sembilan bulan.Sel-sel saluran ambing berakumulasi

selama 3 sampai 5 siklus estrus pertama setelah pubertas.Jumlah sel

terlihat jelas menurun saat fase kebuntingan. Antara umur 9 bulan dan

konsepsi, pertumbuhan dan regresi kelenjar susu selama estrus

mencapai suatu keseimbangan.

Peningkatan murni jumlah sel ambing sesuai dengan

peningkatan bobot badan. Jumlah tebesar pertumbuhan saluran

ambing sebelum konsepsi terjadipada umur sembilan bulan.Karena

itu, sebaiknya peternak memperhatikandara tumbuh baik dan segera

47
siap kawin. Selama Kebuntingan. Alveoli tidak terbentuk hingga

terjadi kebuntingan pada sapi dara. Kemudian alveoli mulai

menggantikan jaringan lemak seluruh ambing.

Selama Laktasi. Jumlah sel ambing terus meningkat selama

laktasi awal. Perkembangan ini mungkin berlanjut sampai puncak

laktasi.Sebagai hasilnya,alveoli hampir seluruhnya terbungkus pada

laktasi awal. Setelah itu, tingkatpenurunan sel ambing melebihi

tingkat pembelah sel. Hasilnya menunjukkansecara nyata ambing

mengandung lebih sedikit sel,pada akhir laktasi daripadaawal laktasi.

Mastitis juga menyebabkan kehilangan sel ambing. Secara

alami,kehilangan sel sekretori apakah dari fisiologis atau sebab

patologis,menurunkan jumlah produksi susu. Oleh karena itu

pemeliharaan jumlahmaksimal sel ambing sangat dianjurkan terutama

bagi sapi dengan produksitinggi, karena jika sel ambing tidak ada susu

tidak terbentuk.

Selama Laktasi dan Kebuntingan. Kebanyakan sapi dikawinkan

antara 40 sampai 90 hari setelah beranak. Tingkat awal kebuntingan

relatif sedikitberpengaruh terhadap produksi susu atau jumlah sel

ambing. Perkembangankebuntingan terjadi setelah lima bulan.

Perkembang-an ini menyebabkan hasilsusu dan jumlah sel ambing

menurun pada sapi laktasi bunting dibandingkanyang tidak bunting.

Selama Masa Kering. Pemerahan setiap hari biasanya dihentikan

setelah sapi perah berlaktasi 10 sampai 12 bulan (dengan rentangan 6

hingga 18 bulan).Jika sapi bunting, periode nonlaktasi ini (periode

kering) diawali biasanyasekitar 60 hari sebelum tanggal beranak.

Mengikuti penghentian pemerahantiap hari, ambing induk tidak

bunting menjadi dipenuhi dengan susu selamabeberapa hari.

48
Walaupun begitu, aktivitas metabolik menurun cepat.Kemudian,

tampak jelas degenerasi dan kehilangan sel epitelial alveoler.Selmio-

epitelial dan jaringan pengikat masih ada biarpun alveoli menghilang.

Secara histologis, jaringan pengikat dan sel lemak menjadi lebih

menonjol selama periode ini. Setelah involusi lengkap ambing makan

hanya terdapatsistem saluran. Sistem saluran induk sapi, akan tetapi,

lebih banyak dari padasapi dara. Walaupun penelitian pada sapi perah

belum dilaporkan, involusi lengkap alveoli membutuhkan 75 hari pada

kambing tidak bunting.

Sapi yang bunting normal selama periode kering, dan karena

kebuntinganmerangsang pertumbuhan ambing, involusi lengkap tidak

terjadi pada sapibunting.Umur kebuntingan paling sedikit 7 bulan

sejak awal periode keringmenyebabkan jumlah sel ambing tidak

berubah terutama selama periodekering. Induk yang tidak mendapat

periode kering normal menghasilkan susuberikutnya berkurang

daripada sapi yang mendapat istirahat 60 hari di antaralaktasi-laktasi.

Karena itu, periode kering di antara laktasi-laktasi penting

untukproduksi susu maksimal. Ketidakhadiran periode kering

bergabung denganpeningkatan jumlah sel yang terjadi selama tingkat

awal laktasi berikutnya.Halini terutama menjelaskan kebutuhan

periode kering pada sapi.

9. Kontrol Hormonal Perkembangan Ambing

Perkembangan ambing nyata tidak terjadi karena ketidakhadiran

hormon tertentu. Secara umum, hormon yang merangsang

pertumbuhan ambingadalah hormon yang juga sama mengatur

reproduksi. Karena itu, sebagianbesar pertumbuhan ambing terjadi

49
pada peristiwa reproduksi tertentu saja, misalnya saat pubertas,

kebuntingan, dan sesaat setelah beranak.

Ovari. Hormon ovari merangsang perkembangan ambing selama

pubertas dan kebuntingan. Hormon ovari spesifik yang berperan

dalam responpertumbuhan ambing adalah estrogen dan

progesterone.Estrogen merangsangpertumbuhan saluran ambing,

sedangkan kombinasi estrogen danprogesterone diperlukan untuk

mencapai perkembangan lobuli-alveoler.

Pituitari Anterior. Hormon dari pituitari anterior diperlukan

untuk pertumbuhan ambing. Bekerjasama dengan hormon ovari

(estrogen dan progesteron) untukmenghasilkan per-kembangan

ambing. Laktogen Plasental Sapi. Plasenta adalah sumber estrogen

dan laktogen plasental sapi. Struktur plasental sapi serupa tetapi lebih

besar dari prolaktindan hormon pertumbuhan. Laktogen plasental sapi

mungkin bekerja samadengan pituitary anterior dan hormon ovari

untuk perkembangan ambingselama kebuntingan.

Adrenal dan Tiroid.Pemberian adrenal glukokortikoid dan

tiroksin memulaiperkembangan ambing.Tetapi pengaruh-pengaruh ini

mungkin berhubungandenganfungsi metabolik umum-nya dan tidak

dari kepentingan primer dalam menyokong pertumbuhan ambing.

Interaksi Hormon dan Keadaan Nutrisi. Dara yang diberi pakan

berlebih ataukurang secara jelas menghasilkan susu lebih sedikit

daripada dara yangtumbuh dengan zat gizi sesuai anjuran.

10. Kontrol Hormonal Laktasi

Sekresi ambing dihasilkan hanya setelah pembentukan sistem

lobuli-alveoler. Karena itu, pada dara bunting sekresi tidak tampak

sampai pertengahan kebuntingan. Berbagai enzim yang diperlukan

50
untuk sintesis susu terdapatdalam sel ambing yang dibentuk sebelum

beranak. Saat beranak, hormone menyebabkan peningkatan besar

produksi susu. Sekresi yang dibentuk sebelum beranak adalah

kolostrum yang alami dan bukan susu murni.

Permulaan Laktasi. Selama kebuntingan, progesteron

menghalangi sekresi α-laktalbumin (salah satu protein susu).

Halangan ini cukup untuk mencegahsintesis susu selama sebagian

besar periode kebuntingan dara. Juga, titertinggi progesteron

menghalangi mulainya laktasi pada induk sapi saat

periodekering.Progesteron tidak efektif menghalangi kerjasama

kebuntingan danlaktasi namun sebaliknya, laktasi segera dihalangi

bila sapi laktasi menjadibunting. Segera sebelum beranak titer

progesterone menurun, sedangkanestrogen, ACTH, dan level prolaktin

meningkat.Pemberian adrenal kortikoidatau estrogen mengawali

laktasi sapi perah.

Pemeliharaan Laktasi. Sesudah sapi beranak, produksi susu

meningkat cepat dan mencapai maksimum pada 2 sampai 6 minggu.

Kemudian hasil sususecara beraturan menurun.Batasan berikut akan

digunakan untuk menguraikan laktasi. Milk secretion /sekresi susu

melibatkan sintesis intraseluler susu dan laju alir susu dari sitoplasma

ke dalam lumen alveoli. Milk removal / pengeluaran susu

melibatkanpengeluaran pasif susu dari puting, sisterne kelenjar, dan

saluran utama serta pengeluaran aktif susu yang disebabkan oleh

kontraksi sel mioepitel sekitar alveolus sebagai respon terhadap

oksitosin. Laktasi terdiri darisekresi susu dan pengeluaran susu.

11. Mekanisme biologis pada kelenjar ambing

51
Mekanisme pengaturan kelenjar ambing diinisiasi/ distimulus

oleh rangsangan hormone efektor (prolactin, insulin, glukocorticoid).

Hormone dan substrat bekerja sinergis mempengaruhi laju

pembelahan sel pada sel-sel ambing. Hormon efektor (estrogen )

bekerja pada saat sapi betina menjelang partus. Hormone bekerja

menstimulus sel-sel ambing jika memiliki bahan baku pembuat susu

yaitu nutrient. Dengan meningkatnya pembelahan sel maka

mempengaruhi jumlah sel sekretori pada kelanjar ambing. Jumlah sel

sekretori semakin banyak akan mempengaruhi laju sekresi susu.

Ketika laju sekresi susu pada ambing meningkat maka akumulasi susu

pada kelenjar ambing semakin besar, apabila diperah maka akan

segera keluar susu melalui putting (eksresi), dan apabila pemerahan

tidak tuntas, atau tidak diperah maka akan terjadi degradasi sel

sekretori. Hal ini seseuai pendapat Husveth, et.al. (2011) yang

menyatakan Stimulasi kelenjar susu oleh beberapa hormon diperlukan

untuk lactogenesis (sintesa susu). Pada pertengahan kebuntingan, sel-

sel ambing memiliki sedikit retikulum endoplasmatic, aparat Golgi

dan protein kasein. Kehadiran progesteron darah melalui akhir

kehamilan secara signifikan menghambat lactogenesis. Pada akhir

kehamilan, korpus luteum yang menyembunyikan progesteron

mengalami regresi, dan kelenjar susu kemudian bebas untuk merespon

hormon kompleks lactogenic (insulin, glukokortikoid, dan prolaktin,

efek hormon lactogenic pada sekresi α-lactalbuminin dalam jaringan

mammae sapi. Setelah paparan hormon lactogenic, diferensiasi sel

sekretori susu akan terjadi. Perkembangan di lactogenesis dari

retikulum endoplasma kasar, retikulum endoplasmatic, dan hasil

52
aparatus Golgi masing-masing berperan dalam sintesis protein susu,

lemak susu dan laktosa. Gambar Mekanisme kelenjar ambing.

D. Fisiologi Laktasi

Laktasi adalah Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran susu dari

sapi yang diperah secara kontinyu yang ditujukan untuk menghasilkan susu.

Pada sapi perah, kelenjar susu sapi betina mulai berkembang pada waktu

kehidupan fetal. Puting-puting susunya terlihat pada waktu dilahirkan. Bila

hewan betina tumbuh, susunya membesar sebanding dengan besarnya

tubuh. Sebelum hewan mencapai dewasa kelamin, maka hanya terjadi

sedikit pertumbuhan jaringan kelenjar. Bila sapi betina mencapai dewasa

kelamin, maka estrogen yang dihasilkan oleh folikel dalam ovarium akan

merangsang perkembangan sistema duktus yang besar.

1. Hormon-Hormon Laktasi

Progesteron: mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.

Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan.

Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran. Estrogen:

menstimulasi sistem saluran mammae untuk membesar. Tingkat

estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa

bulan selama tetap menyusui. Follicle stimulating hormone (FSH):

perkembangan folikel yang bertujuan untuk menghasilkan homon

estrogen. Luteinizing hormone (LH): berperan dalam proses ovulasi

Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoil pada masa

kebuntingandan sekresi air susu dari kelenjar Oksitosin:

mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan

Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di

sekitar alveoli untuk memeras susu menuju saluran susu. Oksitosin

berperan dalam proses turunnya susu let-down.

53
E. Biosintesa Susu

1. Sintesa Protein Susu

Terdapat 3 sumber utama bahan pembentuk protein susu yang

berasal dari darah, yaitu peptida-peptida, plasma protein, dan asam-

asam amino yang bebas. Kasein, beta laktoglobulin, dan

alphalaktalbumin merupakan 90% sampai 95% dari protein susu.

Ketiga macam protein tersebut disintesa didalam kelejar susu. Serum

albumin darah, imunoglobulin dan gamma kasein tidak disintesa

didalam kelenjar susu, tetapi langsung diserap dari darah dalam

bentuk yang sama tanpa mengalami perubahan. Plasma protein

merupakan sumber bahan pembentuk susu sebanyak 10% dari yang

diperlukan. Asam-asam amino yang bebas yang diserap oleh kelenjar

susu dari darah merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesa

protein susu. Hampir semua asam amino yang diserap dari darah

diubah menjadi protein susu.

Sintesa protein dari susu terjadi didalam sel epitel dikontrol oleh

gene yang mengandung bahan genetik yaitu Deoxyribo nucleic acid

(DNA). Urut-urutan pembentukan protein susu yaitu replikasi dari

DNA, transkripsi dari Ribonulec acid (RNA) dari DNA, dan translasi

terbentuknya protein menurut informasi RNA.

a. Replikasi

Replikasi termasuk di dalamnya pemisahan dari 2 pita (strand)

DNA dan duplikasi dari kedua strand tersebut. Replikasi terjadi

sebelum pembelahan sel, oleh karena itu ia tidak mempunyai

pengaruh yang langsung terhadap sintesa protein. Transkripsi

termasuk didalamnya pembentukan RNA pada saat strand DNA.

Molekul-molekul RNA bergerak ke sitoplasma dan memegang

54
peranan aktif dan penting di dalam sintesa protein. Translasi

termasuk proses yang terjadi di ribosome.

b. Transkripsi

Translasi merupakan proses yang kompleks dimana pertama

terjadi perlekatan dari asam-asam amino pada molekul RNA.

Tiap-tiap asam amino mempunyai enzim pengaktif tersendiri.

ATP digunakan untuk menaikan tingkat energi dari asam amino

sehingga asam amino dapat digunakan berpartisipasi dalam

reaksi tersebut. Sintesa protein terjadi di ribosome, sedangkan

besar dari ribosome terikat pada membran rangkap dari

endoplasmic reticulum, tetapi sebagian lainnya terletak bebas di

dalam sitoplasma.

2. Sintesa Lemak Susu

Lemak susu merupakan komponen susu yang paling bervariasi.

Sebagian lemak susu terdiri atas trigliserida. Bahan-bahan pembentuk

lemak susu yang terutama adalah : (1) glukosa, asetat, asam beta

hidroksibutirat, trigliserida dari chylomicra, dan low density

lipoprotein dari darah, (2) asam-asam lemak yang berantai pendek,

dan (3) beberapa asam palmitat yang disekresi didalam kelenjar susu.

Kelenjar susu ruminansia tidak dapat menggunakan acetyl CoA yang

berasal dari glukose dalam mitokondria. Betahidrosibutirat juga

digunakan untuk sintesa asam-asam lemak. Sebagian dari padanya

digunakan untuk rantai karbon permulaan untuk tambahan unit-unit

C2 dan sebagian lagi untuk pembentukan unit-unit C2 dan digunakan

sebagai unit Acetyl CoA untuk sintesa asam lemak.

3. Sintesa Laktosa

55
Sebagian besar glukosa dan galaktosa dalam sintesa laktosa

berasal dari substansi-substansi yang mudah dapat diubah menjadi

glukosa. Dari perbedaan dari arteri-vena dapat diketahui bahwa

glukosa merupakan bahan utama pembentuk laktosa pada kambing

dan sapi. Beberapa atom karbon dari laktosa terutama residu

galaktosa, berasal dari senyawa lain misalnya asetat dan gliserol.

Perbedaan antara arteri-vena untuk glukosa ± 2 kali yang

diperlukan untuk sintesa laktosa, oleh karena itu kelebihan glukosa

akan digunakan untuk energi membentuk gliserol karena glukosa

adalah bahan utama pembentuk laktosa dan susu harus dipertahankan

takenan laktosanya agar supaya isotonis dengan darah, maka bila

terjadi kekurangan laktosa akan mengalami kekurangan kandungan air

dalam susu. Oleh karena itu dikatakan glukosa adalah sebagai faktor

pembatas untuk sekresi susu.

Proses sintesa laktosa adalah 2 molekul glukosa masuk saluran

ambimg kemudian 1 molekul glikosa diubah menjadi galaktosa.

Terjadi kondensasi galaktosa dengan glukosa kemudian terbentuklah

laktosa dengan bantuan enzym lactose syntetase. Dengan adanya

lactose ini maka susu akan memberi rasa manis serta merangsang

bakteri tertentu di dalam usus pedet untuk membentuk asam laktat,

sehingga akan merangsang penyerapan Ca dan pospor pada tulang.

4. Sintesa Mineral, Vitamin, dan Air

Vitamin, mineral, air tidak disinsesa oleh sel-sel sekresi ambing

melainkan berasal dari tanah. Mineral yang penting adalah Ca, P, Cl,

Na dan Mg. Mekanisme absorbsi mineral dari darah ke dalam lumen

alveoli belum jelas, kemungkinan terdapat bentuk mekanisme

transport mineral yang aktif, dalam sel sekresi ambing. Kadar laktose,

56
Na dan K dalam susu biasanya relatif konstan. Ketiga komponen ini

bersama dengan clorida berperan menjaga keseimbangan osmose

dalam susu.

Kandungan vitamin dan mineral susu diatur dalam proses

filtrasi, dimana sel-sel jaringan sekresi ambing bertindak sebagai

membran barier atau carrier terhadap partikel vitamin dan mineral

yang berasal dari darah yang akan masuk ke lumen alveoli. Sel epitil

menggabungkan mineral dengan sel organik, dimana 75% Ca terikat

dalam kasein, pospor, dan sitrat, dan dari 75% tersebut 50% terikat

dengan kasein.

Molekul-molekul vitamin ditransfer langsung dari darah ke

dalam sel-sel sekresi ambing, tanpa mengalami perubahan, sehingga

langsung masuk menjadi komponen susu. Konsen;trasi vitamin dalam

susu (terutama yang terlarut dalam lemak) dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan vitamin dalam plasma darah atau dengan meningkatkan

kandungan vitamin dalam pakan. Dalam pemerahan kita juga

mengetahui masa laktasi, yaitu sebuah konsekuensi dari reproduksi.

Fungsinya adalah menjaga atau mempertahankan keturunannya. Agar

puncak produksi tinggi dan produk setelah pucak itu konsisten,

turunnya tidak bertahap atau tidak drastis? Ada 2 hal yang perlu

diperhatikan agar produksi susu tinggi, yaitu :

1) Pabriknya (kelenjar mamae) masuk ke dalam sel sekretori,

disiapkan pada saat kering karena digunakan untuk persiapan

pertumbuhan sel sekretori.

2) Satu bulan sebelum melahirkan, terbentuk fetus kelenjar mamae.

Pencernaan pada sapi yang utama adalah fungsinya mencerna

serat kasar. Kelebihan sapi mempunyai rumen. Proses

57
mempertahankan dirinya yaitu pada saat sapi makan sebanyak-

banyaknya, setelah pakan masuk kemudian melakukan proses

mastikasi yang merupakan proses mempertahankan dirinya.

Laktasi dikontrol oleh hormonal yaitu hipothalamus yang

memberikan sinyal pada oxytosin dan prolactin. Sapi perah setelah

melahirkan akan kurus karena sapi perah lebih suka memberikan

cadangan lemak tubuhnya karena induk harus selalu dekat dengan

anaknya, karena takut anaknya terkena predator akhirnya induk tidak

bisa makan secara bebas, bergerak bebas, sehingga tidak bisa makan

dengan tenang, maka induk lebih suka menggunakan cadangan

lemaknya agar ia bisa selalu lebih dekat dengan anaknya. Itulah

sebabnya setelah melahirkan sapi perah menjadi kurus.

Fungsi laktasi yaitu :

1. Sebagai suatu control, yaitu suatu periode yang dibuat control.

2. Susu salah satu fungsi untuk mencegah hypothermia pada anak, yaitu

anak kedinginan.

3. Fungsinya sebagai energi dan mencegah penyakit.

4. Pada saat laktasi, anak dekat dengan induk sehingga mencegah

predator.

Peran biologis laktasi yaitu :

1. Pada saat laktasi anak diajari mencari makan

2. Anti body

3. Nutrisi

4. Penghangat

58
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Alat reproduksi ternak jantan di bagi menjadi tiga yaitu; alat kelamin
primer berupa testis, alat kelamin sekunder yaitu vas deverent, epididimis,
penis, dan uretra, sedangkan kelenjar aksesori yaitu kelenjar vesikula
seminalis, kelenjar prostata, dan kelenjar cowper.

Alat-alat reproduksi betina terletak di dalam cavum pelvis (rongga


pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-tulang sacrum, vertebra
coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae dibentuk oleh
ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat dibagi
menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva.

B. Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan


makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah
itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

59
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. A. N., Novita, C. I., & Sari, E. M. (2019). Buku Ajar Manajemen


Reproduksi Ternak Sapi. Syiah Kuala University Press.

Aprily, N. U., Sambodho, P., & Harjanti, D. W. (2016). Evaluasi kelahiran pedet
sapi perah di Balai besar pembibitan ternak unggul dan hijauan pakan ternak
baturraden. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian Journal of Animal
Science), 18(1), 36-43.

Ernawan, M., Trijana, E., Ghozali, R., & Kademangan, S. P. S. (2016). Analisis
Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah Laktasi. Jurnal Aves, 10(2), 25-
40.

Ihsan, I. H. M. N. (2010). Ilmu reproduksi ternak dasar. Universitas Brawijaya


Press.

Kaiin, E. M., Said, S., & Tappa, B. (2008). Kelahiran anak sapi hasil fertilisasi
secara in vitro dengan sperma. Media Peternakan, 31(1).

Lukman, H. Y., Dradjat, A. S., Sumadiasa, I. W. L., Karni, I., & Khairani, K.
(2022). Penanganan Sifat-Sifat Reproduksi Ternak Sapi Bali untuk
Peningkatan Produktivitas Ternak di Kecamatan Pali Belo Bima. Indonesian
Journal of Education and Community Services, 2(1), 138-143.

Mowidu, A. T. S. (2021). Tingkat Kelahiran Dan Mortalitas Ternak Sapi Bali (Bos


Sondaicus) Di Kecamatan Lage Kabupaten Poso Sulawesi Tengah (Doctoral
Dissertation, Universitas Sintuwu Maroso).

Nursholeh, N., Firmansyah, F., & Hoesni, F. (2020). Analisis Dinamika Populasi
Ternak Sapi di Provinsi Jambi. Journal of Livestock and Animal
Health, 3(1), 18-22.

Parera, H. (2014). Tingkat Fertilisasi Oosit Sapi Silangan Simmental Peranakan


Ongole dan Limousin Peranakan Ongole Secara In Vitro. Jurnal Kajian
Veteriner, 2(1), 51-55.

60
Riski, P., Purwanto, B. P., & Atabany, A. (2016). Produksi dan kualitas susu sapi
FH laktasi yang diberi pakan daun pelepah sawit. Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan, 4(3), 345-349.

Riski, P., Purwanto, B. P., & Atabany, A. (2016). Produksi dan kualitas susu sapi
FH laktasi yang diberi pakan daun pelepah sawit. Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan, 4(3), 345-349.

Susilowati, T. (2014). Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Brawijaya Press.

61

Anda mungkin juga menyukai