Anda di halaman 1dari 12

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI REPRODUKSI VETERINER

HORMON DAN SIKLUS REPRODUKSI

DISUSUN OLEH:

RYAN HELMI HABIBI 1509005049

KARTIKA DEWI K. 1609511063

RIBKA NATASIA ABEL 1809511002

NI MADE RASTITI 1809511003

SHEIRA TANNIA WELFALINI 1809511004

FEBE ADONIA RENANDRA H. 1809511005

BQ. NURLITA ANUGRAH 1809511006

LENY BEATRY VERONICA S. 1809511007

KELAS A

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Siklus Reproduksi”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata kuliah Fisiologi Dan Teknologi
Reproduksi Veteriner yang telah membimbing dan menuntun penulis dalam menyelesaikan
paper ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan paper ini. Paper ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan berbagai
pihak baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

Atas segala bantuan yang diberikan penulis mengucapkan terima kasih dan penulis
memohon maaf atas banyaknya kekurangan yang dimiliki dalam paper ini sehingga dengan
adanya paper ini diharapkan dapat menjadi ilmu bagi yang membacanya.

Denpasar, 26 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I. Pendahuluan ..................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3. Tujuan.............................................................................................................. 2
1.4. Manfaat ............................................................................................................ 2
BAB II. Pembahasan ..................................................................................................... 3
2.1. Reproduksi Hewan .......................................................................................... 3
2.2. Hormon Reproduksi ........................................................................................ 3
2.3. Pubertas ........................................................................................................... 4
2.4. Siklus Estrus .................................................................................................... 4
2.5. Ovulasi ............................................................................................................. 6
BAB III. Penutup .......................................................................................................... 8
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 8
3.2. Saran .................................................................................................................. 8
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Siklus reproduksi merupakan serangkaian kegiatan biologik kelamin yang
berlangsung secara periodik hingga terlahir generasi baru dari suatu makhluk hidup.
Jika siklus reproduksi dari suatu makhluk terputus maka kehadiran makhluk tersebut di
dunia menjadi terancam, dan pada suatu saat keberadaan makhluk tersebut di dunia
menjadi terancam juga, dan pada suatu saat makhluk tersebut mati tanpa ada generasi
penerusnya. Makhluk tersebut disebut punah.
Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem
reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak
hamil, yang memperlihatkan hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Siklus reproduksi pada mamalia primata disebut dengan siklus menstruasi,
sedangkan siklus reproduksi pada non primata disebut dengan siklus estrus. Siklus
estrus ditandai dengan adanya estrus (birahi).
Pada hewan betina beberapa perubahan struktur dan fungsi terjadi sebelum
pubertas. Yang pertama adalah pematangan kelenjar hipofisa agar mampu
menghasilkan hormon gonadotropin dimasa dewasanya. Yang kedua pematangan
ovarium agar mampu mengeluarkan hormon steroid, progesteron dan estrogen. Yang
ketiga, harus terjadi pematangan saluran kelamin, terutama uterus.
Pada mamalia, siklus reproduksi yang melibatkan berbagai organ yaitu uterus,
ovarium, mamae berlangsung dalam suatu waktu tertentu atau adanya sinkronisasi. Hal
ini dimungkinkan oleh adanya pengaturan / koordinasi yang disebut dengan hormon.
Siklus estrus pada hewan mamalia dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu tahap
diestrus, proestrus, estrus, dan metestrus. Pada tiap tahap siklus memiliki ciri-ciri yang
berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada paper ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud reproduksi pada hewan?
2. Apa saja hormon reproduksi pada hewan?
3. Bagaimana pubertas pada hewan?
4. Bagaimana siklus estrus pada hewan?
5. Bagaimana ovulasi pada hewan?

1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan paper ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian reproduksi pada hewan.
2. Untuk mengetahui hormon reproduksi pada hewan.
3. Untuk mengetahui pubertas pada hewan.
4. Untuk mengetahui siklus estrus pada hewan.
5. Untuk mengetahui ovulasi pada hewan.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan paper ini adalah untuk memberikan informasi dan
pengetahuan kepada pembaca mengenai Siklus Reproduksi pada Hewan agar pembaca
dapat menambah ilmu setelah membaca paper ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Reproduksi Hewan


Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak
vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau
bangsa hewan (Toelihere, 1994). Proses reproduksi baru dapat berlangsung setelah
hewan mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dimana proses ini diatur oleh
kelenjar-kelenjar endokrin dan hormone-hormon yang dihasilkannya (Cole dan Cupps,
1980).
Seluruh aktivitas reproduksi hewan jantan maupun betina dipengaruhi oleh
kerja hormone reproduksi. Pada hewan betina mekanisme hormone reproduksi sangat
penting untuk siklus reproduksi. Siklus reproduksi merupakan rangkaian seluruh
kegiatan biologi kelamin mulai dari terjadinya perkawinan yang berlangsung secara
periodik hingga terlahir generasi baru dari suatu makhluk hidup. Mekanisme reproduksi
merupakan hal yang penting untuk meningkatkan efisiensi reproduksi. Pada dasarnya
tanpa reproduksi tidak akan ada produksi serta tingkat dan efisiensi reproduksi akan
menentukan tingkat efisiensi reproduksi (Feradis, 2010).
2.2 Hormon Reproduksi
Hormon utama diproduksi oleh ovarium adalah estrogen dan progesteron.
Hormon ini ditransportasikan oleh aliran darah ke jaringan target untuk menimbulkan
reaksi. Estrogen diproduksi oleh folikel yang berlokasi pada ovarium. Peningkatan
jumlah dari estrogen yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan menuju ke anterior
pituitari, yang berperan sebagai positif feedback, menstimulasi pelepasan LH. Ini juga
mempengaruhi sistem saraf dari sapi, menyebabkan kegelisahan dan siap untuk dinaiki
oleh hewan lain. Estrogen menyebabkan uterus berkontraksi, mengizinkan sperma
ditransportasikan melalui saluran reproduksi betina. Efek lainnya dari tingginya
konsentrasi estrogen pada darah termasuk peningkatan aliran darah ke organ genital
dan produksi mukus oleh kelenjar pada serviks dan vagina. Karakteristik ini adalah
semua tanda dari estrus.
Progesterone memproduksi CL memberikan feedback negatif, menurunkan
pelepasan FSH dan LH. Ini mepersiapkan uterus untuk fertilisasi ovarium dan
kebuntingan. CL juga membantu sapi menjada kebuntingan dengan menekan kontraksi
uterus.

3
Hormon lainnya yaitu yaitu prostaglandin F2a(PGF2a). Hormon ini disekresikan
oleh endometrium dari uterus dan juga mempengaruhi struktur pada ovarium,
membantu menginisiasi ovulasi dengan menyebabkan kematian dari CL, yang
menghasilkan feedback negative dari progesterone. Konsentrasi sirkulasi yang tinggi
dari progestron menstimulasi produksi dan pelepasan PGF2a dari dari uterus.
2.3 Pubertas
Siklus reproduksi adalah suatu siklus perkembangbiakan hewan betina yang
telah mencapai masa pubertas dan akan berulang tiap satu jangka waktu tertentu.
Pubertas atau dewasa kelamin adalah periode kehidupan makhluk jantan dan betina
berupa mulai terjadinya perubahan proses reproduksi mulai terjadi yang ditandai oleh
kemampuan memproduksi benih pertama kali. Pada hewan jantan, pubertas ditandai
adanya kemampuan untuk mengawini seekor betina, dan menghasilkan sperma. Pada
hewan betina, pubertas ditandai timbulnya birahi, mau dikawini pejantan, dan terjadi
ovulasi.
Dikatakan bahwa pada keadaan normal, sapi mengalami pubertas pada umur 12
bulan. Umur pubertas dipengaruhi oleh lingkungan fisik, lama penyinaran di padang
penggembalaan, umur, bibit betina dan jantan, suhu lingkungan, berat badan badan
yang dipengaruhi oleh nutrisi, dan pertumbuhan sebelum dan sesudah sapih. Permulaan
pubertas sangat erat hubungannya dengan berat badan daripada umur. Sapi perah akan
timbul pubertas pada berat 30-40 persen dari berat dewasa, pada sapi potong 45-55
persen dari berat dewasa. Sapi yang diberi pakan berkualitas tinggi sejak lahir dapat
mempercepat pubertas dan permulaan siklus birahi. Hal ini memungkinkan perkawinan
atau inseminasi sapi dara pada umur muda dan pemberian pakan yang baik selama masa
kebuntingan, karena itu, perkawinan sapi dara tidak ditentukan oleh umur, tetapi oleh
ukuran tubuh. Apabila pubertas telah dicapai dan birahi pertama telah terjadi maka
hewan betina akan mulai mengalami proses reproduksi. Jika birahi pertama tidak
menghasilkan kebuntingan maka akan dilanjutkan dengan birahi kedua, birahi ketiga
dan seterusnya sampai hewan betina menjadi bunting setelah perkawinan.
2.4 Siklus Estrus
Siklus estrus atau birahi adalah jarak antara berahi yang satu sampai pada berahi
berikutnya, sedangkan berahi itu sendiri adalah saat dimana hewan betina bersedia
menerima pejantan untuk kopulasi. Siklus berahi pada setiap hewan berbeda antara satu
sama lain tergantung dari bangsa, umur, dan spesies. Siklus estrus pada sapi dewasa
berkisar antara 18 sampai 24 hari. Siklus estrus terdiri dari empat fase (Hasanah, 2015).

4
Terdapat pembagian siklus estrus berdasarkan banyak sedikitnya siklus yang
terjadi selama satu tahun. Hewan yang hanya memiliki satu siklus estrus dalam satu
tahun misalnya serigala, rusa, dan rubah disebut monoestrus. Apabila terjadi lebih dari
satu siklus estrus setiap tahunnya disebut poliestrus. Hewan-hewan yang mengalami
poliestrus misalnya kuda, kambing, dan kera rhesus (Austin dan Short, 1984). Pada
tikus dan mencit, siklus estrusnya termasuk poliestrus hanya saja ketika hewan tersebut
menyusui maka aktivitas seksual seolah-olah juga terhenti dan pada waktu itu disebut
lactational diestrus (Sagi, 1994).
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam ovarium dan vagina yang ditunjukkan
oleh preparat vaginal smear menurut Partodihardjo (1980), Austin dan Short (1984)
serta Bowen (1998) adalah sebagai berikut:
1. Proestrus
Proestrus adalah fase persiapan dan biasanya berlangsung dalam waktu
yang relatif pendek. Pada fase ini juga mulai terlihat perubahan pada alat
kelamin betina. Pada ovarium terlihat pertumbuhan folikel sampai pada
ukuran maksimum. Pada fase ini juga terjadi LH surge yang dibutuhkan
untuk mengimbas ovulasi. Pada preparat vaginal smear ditemukan sel-sel
peralihan, yaitu peralihan dari sel-sel parabasal dan sel-sel intermediet
menuju sel superfisial
2. Estrus
Estrus merupakan fase yang terpenting dalam siklus estrus, karena
dalam fase ini hewan betina menunjukkan perilaku mau menerima hewan
jantan untuk melakukan kopulasi. Perubahan yang terjadi pada ovarium yaitu
dimulainya pemasakan bagi folikel yang telah dimulai pertumbuhannya pada
fase proestrus. Dengan demikian folikel pada fase estrus adalah folikel yang
telah siap untuk diovulasikan. Pada tikus ovulasi terjadi pada pertengahan
fase estrus.
Gambaran preparat vaginal smear pada fase ini ditandai dengan
ditemukannya banyak sel-sel superfisial. Sel superfisial adalah sel terbesar
yang dapat dilihat dalam vaginal smear, berbentuk poligonal dan terlihat
sangat pipih. Nukleus terkadang tidak ditemukan atau ditemukan tetapi
sangat kecil dan gelap (piknotik). Sel-sel superfisial yang tanpa inti tersebut
seringkali mengalami kornifikasi. Pada fase ini terkadang juga ditemukan
leukosit dalam jumlah yang sangat sedikit.

5
Fase estrus merupakan periode birahi dan kopulasi hanya dimungkinkan
pada saat ini. Keadaan ini pada tikus berakhir 9 sampai 15 jam dan ditandai
dengan aktifitas berlari-lari yang sangat tinggi (Turner dan Bagnara, 1988).
Austin dan Short (1984) menjelaskan bahwa pada fase ini hewan-hewan
menunjukkan perubahan perilaku. Saat ini betina-betina tersebut menjadi
sangat menarik bagi pejantan. Hewan yang sedang berada dalam fase estrus
tersebut juga mau menerima rangsangan dari hewan jantan, bahkan kadang-
kadang merekalah yang mencari pejantan-pejantan tersebut.
3. Metestrus
Metestrus adalah fase dalam siklus estrus yang terjadi segera setelah
estrus berakhir. Dalam ovarium terjadi pembentukan korpus hemoragikum
pada tempat folikel de Graaf yang baru saja melepaskan ovum. Banyak
leukosit muncul dalam lumen vagina dengan sedikit sel-sel superfisial
4. Diestrus
Diestrus adalah fase dalam siklus estrus yang ditandai tidak adanya
kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang.
Dalam permulaan fase diestrus korpus hemoragikum mengkerut karena di
bawah lapisan hemoragik ini tumbuh sel-sel kuning yang disebut luteum.
Diestrus adalah fase yang terlama diantara fase-fase lain dalam siklus estrus.
Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel-sel superfisial pada preparat
vaginal smear dan mulai munculnya sel-sel parabasal yaitu sel epitel terkecil
yang dapat ditemukan pada vaginal smear dengan bentuk bulat atau agak
bulat. Sel-sel parabasal mempunyai inti yang besar. Selain itu juga dapat
ditemukan adanya sel- sel intermediet yang mempunyai bentuk beragam dan
ukurannya biasanya dua sampai tiga kali lebih besar dari sel parabasal.
2.5 Ovulasi
Ovulasi adalah saat pecahan folikel de Graaf dan keluarnya ovum bersama-
sama isi folikel (Partodihadjo, 1992). Ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel dan
rongga folikel segera mengecil secara berangsur-angsur diikuti dengan berhentinya
pengeluaran lendir. Folikel-folikel tumbuh karena pengaruh hormone FSH dari kelenjar
hipofisa anterior yang mampuu menghasilkan estrogen dan progesterone dalam dosis
kecil. Kedua hormone ini memberi dorongan kepada kelenjar hipofisa anterior untuk
menghasilkan LH dan hormone LH ini mempunyai peranan penting dalam menggertak
terjadinya ovulasi. Pecahnya folikel pada saat ovulasi terjadi karena adanya tekanan

6
dari dalam folikel yang bertambah besar dan terjadi perobekan pada daerah stigma yang
menjadi pucat karena kurang memperoleh darah.
Menurut Salisbury dan VanDemark (1985), ovulasi pada sapi dewasa dapat
terjadi dari 2 jam sebelum akhir berahi sampai 26 jam sesudah akhir berahi, dengan
rata-rata waktu 12,5 jam. Pada sapi, ovulasi menghasilkan sel telur dalam satu kali. Bila
ovulasi terjadi, sel telur yang dilepaskan akan masuk ke dalam infundibulum dari tuba
falopii. Setelah terjadi ovulasi terjadilah kawah bekas folikel yang dipenuhi oleh darah.
Selanjutnya pembekuan darah pada permukaan ovarium ini disebut dengan korpus
haemorhagikum atau korpus rubrum. Warna merah tersebut berangsur-angsur berubah
menjadi kekuningan yang disebut korpus luuteum (badan kuning). Korpus luteum
mencapai besar yang maksimum pada pertengahan fase luteal yaitu 7-12 hari setelah
ovulasi dan selanjutnya mengalamin pengecilan dan akhirnya regresi disertai
munculnya sel-sel tenunan pengikat, lemak, dan struktur semacam hyalin diantara sel-
sel luteum. Hal ini mempercepat regresi korpus luteum hingga akhirnya tidak ada lagi
dan menyebabkan pengurangan aktifitas korpus luteum sebagai sumber hormone
progesterone yang berfungsi mempertahankan kebuntingan. Bekas tempat korpuus
luteum berubah menjadi jaringan parut berwarna coklat pucat atau keputih-putihan
yang disebut korpus albikan (Partodihardjo, 1992).
Menurut Salisbury dan VanDemark (1985), salah satu cara untuk menentukan
waktu ovulasi pada sapi yaitu dengan palpasi ovarium sehinga dapat dirasakan adanya
penampilan corpus luteum (CL). Ovulasi pada sapi lebih sering terjadi pada ovarium
kanan dapi pada ovarium kiri.Penyebabnya mungkin karena secara otonomi remen
berada disebelah kiri dan penekanannya membatasi aktivitas ovarium kiri tetapi
penyebaba pasti belum diketahui.
Bila fertilisasi terjadi maka korpus luteum akan terus berkembang dan dapat
dipertahankan sampai saat menjelang kelahiran dan dikenal dengan korpus luteum
graviditatum. Selama masa kebuntingan prostaglandin tidak dihasilkan, sehingga
proses degenerasi dari korpus luteum tidak terjadi. Korpus luteum berfungsi
menghasilkan progesterone untuk mempersiapkan endometrium saat implantasi dan
mempertahankan kebuntingan.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Reproduksi adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologi tidak
vital bagi kehidupan tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau
bangsa hewan (Toelihere, 1994). Seluruh aktivitas reproduksi hewan jantan maupun
betina dipengaruhi oleh kerja hormone reproduksi. Pada hewan betina mekanisme
hormone reproduksi sangat penting untuk siklus reproduksi. Siklus reproduksi
merupakan rangkaian seluruh kegiatan biologi kelamin mulai dari terjadinya
perkawinan yang berlangsung secara periodik hingga terlahir generasi baru dari suatu
makhluk hidup.
3.2 Saran
Diharapkan bagi para mahasiswa agar lebih memahami endokrinologi dan
siklus reproduksi pada hewan jantan dan betina, guna menambah ilmu yang kelak
berguna dalam bidang profesinya.
Selain itu, penulis menyadari bahwa paper ini banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki paper tersebut. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di
atas.

8
DAFTAR PUSTAKA

Austin, C.R. and Short, R.V. 1984. Hormonal Control Of Reproduction. Cambridge:
Cambridge University Press.

Hasanah, Uswatun. 2015. Deteksi Siklus Estrus Sapi Melalui Analisis Citra Vulva Sapi
Menggunakan Adaptif Neuro Fuzzy Inference System. Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Karlina, Yeni. 2003. Siklus Estrus dan Struktur Histologis Ovarium Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Setelah Pemberian Alprazolam. Fakultas Matematikan dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Cetakan ke-3 Penerbit Mutiara Sumber
Widia, Jakarta.

Sagi, M. 1994. Embriologi Perbandingan pada Vertebrata. Yogyakarta: UGM Press.

Salisbury, G. W, dan Vandemark. MIL, 1985. Physiology of reproduction and artificial


insemination of cattle. W.H. Freeman and Company, San Fransisco and London.

Putra, Trayan Tranggana. 2006. PENGARUH PEMBERIAN PROGESTERON


INTRAVAGINAL SILICON SPONGE (PRIVASIS) TERHADAP WAKTU
TIMBULNYA BIRAHI PADA SAPI PERAH. Universitas Airlangga, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai