Anda di halaman 1dari 14

ANATOMI DAN FISIOLOGI REPRODUKSI TERNAK KERBAU SERTA

MEKANISME ATAU CARA KERJA DARI


ANATOMI DAN FISIOLOGI

DISUSUN

OLEH:

NAMA :

1. SABRI (1201020007)
2. AKMALUDDIN (1401020002)
3. NURAFNI (1401020018)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ALMUSLIM
BIREUEN
2015

i
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji
dan syukur bagi Allah swt yang dengan Ridha-Nya kita dapat menyelesaikan
Makalahini dengan baik dan lancar. Shalawat dan salam tetap kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan, Makalah ini dapat diselesaikan
dengan lancar dengan tanpa ada halangan satupun.
Makalah ini diharapkan bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang
selama ini kita cari. Berbagai teknik dan intrik kami kemas dalam Makalah ini, dan
juga kami berharap bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Sebagai mahasiswa kami mengharapkan bimbingan, bantuan, saran dan
dukungan dari Bapak Ibu dosen serta pihak lain agar Makalah ini bisa berhasil dan
berguna bagi kita semua. Amin.

Wassalam
Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Kerbau ............................................... 3
2.2 Mekanisme Reproduksi Kerbau ................................................................ 6

BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ruminansia besar, yang
keberadaannya relatif kurang diperhatikan. Namun demikian, secara nasional
kontribusinya terhadap pembangunan peternakan cukup berperan penting, dan
memberikan manfaat yang begitu besar bagi kehidupan masyarakat, salah satunya
yaitu untuk konsumsi sehari hari dan juga sebagai barang yang bernilai ekonomi,
sosial dan budaya. Ternak kerbau juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani peternak secara khusus dan masyarakat secara umum.
Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang
di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi
atau water bufallo yang ada pada saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Ternak
kerbau merupakan hewan ruminansia yang bernilai ekonomi tinggi, ternak kerbau
dapat dijadikan usaha pokok petani, selain kegunaan membantu mambajak sawah.
Kerbau yang dipelihara oleh masyarakat biasanya untuk tujuan keperluan tenaga
kerja maupun untuk diambil dagingnya. Kerbau juga mempunyai manfaat yang besar
dalam sosial buadaya dan dapat dijadikan ukuran martabat seseorang dalam
masyarakat serta dapat pula sebagai hewan kurban pada acara acara ritual
(Murtidjo, 1992).
Kerbau adalah ternak asli daerah tropis dan lembab, dalam kehidupannya
ternak tersebut sangat menyukai air yang tergenang. Terdapat empat spesies liar
kerbau tetapi semua kerbau domestik dewasa ini nampaknya diturunkan dari Bubalus
arnee, kerbau liar dari benua asia. Umumnya tipe kerbau domestik dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kerbau sungai dan kerbau rawa, kerbau air (water buffalo)
mempunyai kegemaran akan air, sedangkan kerbau rawa-rawa (swam buffalo)
mempunyai kegemaran air atau lumpur (Payne dan Wiliamson,1993).
Reproduksi adalah naluri setiap organisme untuk beranak-pinak. Ciri etik
individu makhluk hidup ialah bahwa umurnya terbatas, dan pada suatu ketika akan
menjadi tua kemudian mati karena suatu faktor, baik itu parasit, pemangsa atau

1
2

sebagainya. Karena itu perlu suatu perkembangan baru untuk mengganti reputasi
yang telah tiada. Jadi kelangsungan hidup individu sebagian ditunjukkan untuk
memenuhi kemampuan reproduksi yang mutlak bagi kelstarian spesies.
Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis tertarik untuk membuat sebuah
kajian ilmiah berupa makalah denga judul Anatomi dan Fisiologi Reproduksi
Ternak Kerbau serta Mekanisme atau Cara Kerja dari Anatomi dan Fisiologi

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak Kerbau?
2. Bagaimana cara kerja dari Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak
Kerbau?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membahas tentang :
1. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak Kerbau
2. cara kerja dari Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak Kerbau.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Kerbau


Reproduksi pada hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang
melibatkan seluruh tubuh hewan betina. Sistem reproduksi pada hewan betina terdiri
dari dua buah ovarium, dua buah tuba uterin (Falopii), uterus, vagina dan vulva.
Ovum dilepaskan dari ovari dan diterima oleh infundibulumlalu dibawa masuk ke
tuba uteri, dimana dalam keadaan normal terjadi proses pembuahan, dalam
perjalanan ovum itu dari ovari menuju ke uterus. Di dalam uterus telur yang sudah
dibuahi itu berkembang menjadi embrio dan kemudian menjadi fetus, yang pada
akhirnya keluar dari uterus menuju vagina dan vulva, sebagai anak yang baru lahir.
(Fandson,1992).
a. Ovarium
Menurut Blakely dan Bade dan Bade (1991), ovarium yaitu organ betina yang
homolog dengan testis pada hewan jantan, berada didalam rongga tubuh di dekat
ginjal dan tidak mengalami pergeseran atau perubahan tempat seperti pada testis.
Jaringan yang menghasilkan ovum (telur) berada sangat dekat dengan permukaan
ovarium. Menurut Nugroho (2008), ovarium merupakan bagian alat kelamin yang
utama, karena fungsinya untuk menghasilkan sel gonad (ovum). Seperti juga halnya
dengan testis pada ternak jantan, ovarium bersifat endokrin dan bersifat sitogenik.
Ovarium bersifat endokrin karena ovarium mampu menghasilkan hormon yang akan
diserap secara langsung kedalam peredaran darah. Ovarium juga bersifat sitigenik
artinya bahwa ovarium mampu menghasilkan sel ovum atau sel telur. Oleh karena itu
ovarium sering juga disebut induk telur, indung telur atau pengarang telur.
b. Oviduct
Menurut Frandson (1992), tuba uterina (tuba falopii atau oviduct) adalah
saluran yang berpasangan dan berkonvolusi, yang menghantarkan telur dari ovarium
menuju ke tanduk uterus dan juga sebagai tempat terjadinya fertilisasi ovum oleh
spermatozoa. Bagian dari oviduct yang berdekatan dengan dengan ovarium akan

3
4

berkembang seperti corong yang disebut infundibulum. Bagian ujung infundibulum


membentuk suatu fimbriae.
c. Uterus
Uterus pada umumnya terdiri atas badan uterus (corpus uteri), tanduk uterus
(cornu uteri) yang pada umumnya berbentuk lancip, dan cerviks atau leher uterus.
Bentuk uterus pada setiap jenis hewan bervariasi. Uterus mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam proses reproduksi yaitu sejak estrus sampai bunting dan
melahirkan (Nugroho, 2008). Menurut Blakely dan Bade dan Bade (1991), uterus
terdiri dari struktur yang menyerupai dua tanduk yang melengkung seperti tanduk
domba, dengan satu badan yang sama. Menurut Frandson (1992), uterus ternak yang
tergolong mamalia terdiri dari corpus (badan), cervix (leher) dan cornue (tanduk).
d. Cervix
Menurut Blakely dan Bade dan Bade (1991), cervix merupakan organ yang
menyerupai sfingter (sphincter) yang memisahkan rongga uterus dengan rongga
vagina. Fungsi pokok cervix adalah untuk menutup uterus guna melindungi
masuknya bahan-bahan asing.Sfingter tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat
kelahiran saja.Menurut Nugroho (2008), cerviks merupakan spincter otot polos yang
kuat dan tertutup rapat, kecuali pada saat estrus atau pada saat menjelang kelahiran.
Cervix terletak di antara uterus dan vagina, merupakan pintu masuk kedalam uterus
karena dapat terbuka atau tertutup yang sesuai dengan siklus birahi.
e. Vagina
Vagina adalah bagian saluran reproduksi yang terletak didalam pelvis,
diantara cervix dan vulva. Vagina terbagi atas bagian vestibulum yaitu bagian ke
sebelah luar yang berhubungan dengan vulvadan partio vaginalis cervix yaitu bagian
kesebelah cerviks (Nugroho, 2008). Menurut Hardjopranjoto (1995), vagina
meruppakan bagian alat kelamin yang mudah didilatasi dan merupakan saluran untuk
kopulasi dan bagian jalan keluar fetus dan plasenta pada waktu lahir.
f. Vulva
Vulva adalah bagian eksternal dari genetalia betina yang terentang dari vagina
sampai kebagian yang paling luar. Pertautan antara vulva dengan vagina ditandai
oleh orifis uretral eksternal (Nugroho, 2008). Menurut Frandsond (1992), vulva
5

(pudendum femininum) adalah bagian eksternal dari genitalia betina yang terentang
dari vagina sampai kebagian yang paling luar. Pertautan antara vagina dan vulva
ditandai oleh orifisuretal eksternal yang terdapat hymen vestigial. Hymen tersebut
sangat rapat sehingga mempengaruhi kopulasi.
g. Clitoris
Clitoris terdapat pada celah sebelah ventral dari alat kelamin luar yang secara
embrional mempunyai asal yang sama dengan penis pada yang jantan. Ciltoris terdiri
dari tenunan erektil dilapisi oleh sel epitel skwamus dengan banyak ujung ujung
saraf di dalamnya. Pada kerbau, clitoris letaknya tersembunyi di daerah mukosa
vestibula, tetapi pada kuda clitorisnya sangat erkembang dan pada waktu birahi akan
jelas terlihat dari luar. (Hardjoprajonto, 1995)

2.2 Mekanisme Reproduksi Kerbau


Mengembangbiakkan ternak berarti mengusahakan agar ternak tersebut
memperoleh keturunan. Oleh sebab itu, beberapa hal hal pokok yang harus di
perhatikan yaitu alat reproduksi dari ternak, batas umur ternak bibit, kesehatan ternak
bibit, sifat sifat unggul ternak bibit, waktu berahi, serta penjagaan ternak betina
yang bunting dan kelahirannya (Anonim, 2012c).
Menurut Wodzicka dkk (1991), pakan dan sistem pemberian pakan juga
memainkan peranan yang sangat penting pada reproduksi ternak. Reproduksi
berperan disetiap aspek produksi ternak oleh sebab itu tanpa reproduksi tidak akan
ada produksi.
a. Pubertas
Dewasa kelamin adalah periode dalam kehidupan kerbau dimana alat
reproduksi mulai berfungsi. Pada umumnya semua hewan akan mencapai
kedewasaan kelamin sebelum dewasa tubuh. Perkembangan dan pendewasaan alat
kelamin dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah bangsa ternak dan
manajemen pemberian pakan. Kontribusi pakan sangat kuat pengaruhnya terhadap
performan reproduksi. Makanan berperan penting dalam perkembangan umum dari
tubuh dan reproduksi.
6

Pubertas atau dewasa kelamin dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu
organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan terjadi. Pubertas
pada hewan jantan ditandai dengan kemampuan hewan untuk berkopulasi dan
menghasilkan sperma serta perubahan-perubahan kelamin sekunder lain, sedangkan
pada hewan betina ditandai dengan terjadinya estrus dan ovulasi (Toelihere, 1981).
Pubertas terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu :
umur, bobot badan, ras dan genetik. Beberapa faktor yang juga sangat berpengaruh
yaitu faktor lingkungan yaitu: suhu, musim dan iklim. Faktor lain yang mempunyai
pengaruh besar terutama nutrisi dan pakan. Pubertas lebih awal akan menguntungkan
karena dapat mengurangi masa tidak produktif dan memperpanjang masa hidup
produktif ternak. Peningkatan genetik dapat terjadi lebih cepat karena selang generasi
lebih pendek, apabila dilakukan seleksi dengan baik dan program seleksi yang efektif
(Tomaszewska dkk, l99l).
b. Deteksi Berahi
Berahi bertepatan dengan perkembangan maksimum folikel-folikel ovarium.
Tanda-tanda kerbau berahi antara lain vulva nampak lebih merah dari biasanya, bibir
vulva nampak agak bengkak dan hangat, gelisah, tenang pada saat dinaiki pejantan
serta nafsu makan berkurang (Siregar dkk, 1998).
Masa remaja dan berahi pertama baragam dari satu kerbau dengan kerbau
yang lain karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi seperti cara
pemeliharaan, makanan, pekerjaan diswah dan pengaruh genetik (Anonim, 2012d).
Menurut Toelihere (1977) kerbau berahi pada umur 2,5 - 3,5 tahun dan mencapai
berat badan 198 319 kg, Siklus berahi berlangsung 19 - 25 hari dengan rata-rata
20,8 hari.
Deteksi berahi paling sedikit dilaksanakan dua kali sehari, pagi hari dan
sore/malam hari. Berahi pada ternak di sore hari hingga pagi hari mencapai 60%,
sedangkan pada pagi hari sampai sore hari mencapai 40%. Bahwa deteksi berahi
umumnya dapat dilakukan dengan melihat tingkah laku ternak dan keadaan vulva
(Ihsan,1992).
Gejala berahi pada kerbau kurang nyata dibandingkan pada kerbau, sehingga
untuk mendeteksi berahi kerbau memerlukan pengamatan yang intensif (Sirega dkk,
7

1998), sedangkan menurut Toelihere (1976), gejala berahi pada kerbau cukup jelas,
kerbau betina memperlihatkan pembengkakan vulva, pengeluaran lendir jernih
melalui vulva, dan diam berdiri untuk dinaiki oleh pejantan. Apabila jantan
mencium-cium daerah genital pada betina maka kerbau betina yang berahi akan
mengangkat ekornya, reaksi yang sama diperlihatkan oleh kerbau apabila bagian
tersebut diusap oleh tangan manusia, betina yang tidak berahi memberikan reaksi
yang mengelak atau lari. Kerbau jantan mampu mengawini dengan baik pada umur
kurang lebih 3 tahun tetapi pada kasus yang lain jika kerbau diberikan makanan yang
memadai, maka pubertas dicapai pada umur 18 bulan (Mathias, 1983)
Berahi setelah melahirkan. Fase kelahiran atau partus akan terjadi apabila
masa kebuntingan telah mencukupi. Organ reproduksi, terutama uterus akan
mengalami proses penyembuhan setelah peristiwa kelahiran yaitu kembali keukuran
semula pada saat tidak bunting. Proses ini disebut dengan istilah involusi uterus.
Berahi kembali akan terjadi setelah involusi uterus selesai. Proses berahi setelah
melahirkan pada tiap individu berbeda beda tergantung kepada lamanya proses
involusi uterus. Guzman (1980) menyatakan bahwa pada Kerbau Rawa berahi
kembali setelah melahirkan adalah 35 hari. Kerbau seperti halnya dengan kerbau
bahwa apabila dalam pengelolaan pasca melahirkan induk dihadapkan pada pakan
yang kurang, lingkungan yang tidak serasi, sanitasi kandang yang kurang baik atau
kondisi lain yang tidak mendukung maka pada induk akan terjadi gangguan dalam
proses reproduksi selanjutnya (Hardjopranjoto, 1991).
Selang beranak (Calving Interval) adalah jangka waktu dari saat induk
beranak hingga saat beranak berikutnya. Calving interval dipengaruhi oleh daya
reproduksi dan ditentukan oleh lamanya masa kosong serta angka perkawinan per
kebuntingan (S/C). Siklus reproduksi akan diulang kembali sampai pada kebuntingan
berikutnya setelah kerbau mengalami berahi kembali dan melahirkan. Menurut
Guzman (1980), selang kelahiran Kerbau Rawa berkisar antara l-3 tahun atau rata-
rata 1,5 tahun. Calving interval lebih banyak diatur oleh faktor non genetik yaitu ada
kesempatan menurunkannya dengan efisiensi manajemen pemeliharaan dan
pemberian pakan yang tepat (Fahimuddin, 1975).
8

c. Sinkronisasi Berahi
Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan
untuk mengsinkronkan kondisi reproduksi ternak donor dan resipien. Sinkronisasi
atau induksi estrus adalah tindakan menimbulkan berahi, diikuti ovulasi fertil pada
sekelompok atau individu ternak dengan tujuan utama untuk menghasilkan konsepsi
atau kebuntingan. Angka konsepsi atau kebuntingan yang optimum merupakan
tujuan dari aplikasi sinkronisasi estrus ini (Salverson dan Perry, 2007).
Menurut Patterson, dkk (2005), metode pertama sinkronisasi berahi estrus
dengan pemberian sediaan berbasis progestin. Hormon ini bekerja dengan
kemampuannya menimbulkan pengaruh umpan-balik negatif ke hipotalamus,
sehingga penghentian pemberiannya akan menyebabkan pembebasan GnRH dari
hipotalamus, diikuti dengan pembebasan FSH dan LH dari pituitari anterior, serta
terjadilah estrus dan diikuti ovulasi. Sediaan inplan progesteron yang kini masih
banyak digunakan adalah implan progesteron intravagina controlled internal drug
release (CIDR, eazibreedTM, InterAg, Hamilton, New Zealand).
Metode kedua sinkronisasi estrus dengan pemberian sediaan berbasis PGF2.
Prostaglandin F2 yang bekerja melisiskan korpus luteum yang berakibat turunnya
kadar progesteron plasma dengan tiba-tiba. Lisisnya korpus luteum diikuti dengan
penurunan progesteron yang dihasilkan, akibatnya terjadi pembebasan serentak
GnRH dari hipotalamus, diikuti dengan pembebasan FSH dan LH dari pituitari
anterior, sehingga terjadi estrus dan ovulasi. Keberhasilan sinkronisasi estrus
tergantung dari penurunan serentak kadar progesteron dalam darah, serta
perkembangan dan ovulasi dari folikel ovaria. Prostaglandin F2 hanya efektif bila
ada korpus luteum yang berkembang, antara hari 7 sampai 18 dari siklus estrus,
sedangkan penurunan progesteron eksogen hanya efektif bila terjadi regresi korpus
luteum secara alami atau induksi (Salverson dan Perry, 2007).
Berahi adalah saat hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi.
Jarak antara berahi yang satu sampai pada berahi berikutnya disebut satu siklus
berahi, jika berahi yang pertama tidak menghasilkan kebuntingan maka berahi yang
pertama itu akan disusul dengan berahi kedua (Partodihardjo, 1980). Lama berahi
9

berkisar antara waktu penerimaan pertama sampai penolakan terakhir (McNitt,


1983).
Menurut Toelihere, (1981) bahwa rata rata dewasa kelamin kerbau betina
adalah pada umur 3 tahun, secara umum kerbau lumpur mencapai pubertas kurang
lebih pada umur 2,5 tahun. Siklus berahi pada kerbau lumpur berkisar antara 21 - 22
hari dan lama estrus bervariasi 20 - 24 jam. Menurut Lendhanie (2005), bahwa umur
pubertas kerbau rawa tidak diketahui dengan pasti. Meskipun demikian, berdasarkan
umur kelahiran pertama yaitu 3 - 4 tahun diperkirakan konsepsi pertama terjadi pada
umur 2 - 3 tahun. Umur konsepsi pertama ini dapat dijadikan patokan sebagai umur
dewasa kelamin dengan asumsi lama kebuntingan selama 12 bulan.
Lama bunting pada kerbau berkisar antara 325 330 hari, involusi uteri
terjadi selama 30 hari (Mathias, 1983). Umur kebuntingan pada kerbau sangat
bervariasi, secara umum umur kebuntingan kerbau di Indonesia berkisar antara 9
13 bulan. Menurut Guzman (1980), kerbau rawa memiliki lama bunting berkisar
antara 320 - 325 hari. Mongkopunya (1980) menyatakan bahwa lama bunting kerbau
rawa adalah 336 hari, dan menurut Toelihere (1981), rata-rata periode kebuntingan
adalah 310- 315 hari dan selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan lama kebuntingan
bisa disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim lingkungan.. Sedangkan menurut
Keman (2006) lama bunting pada kerbau bervariasi dari 300 334 hari (rata-rata 310
hari) atau secara kasar 10 bulan 10 hari. Menurut Landhanie (2005) di Desa Sapala,
Kecamatan Danau Panggang lama bunting kerbau rawa mencapai 1 tahun.
BAB III
PENUTUP

Organ reproduksi kerbau betina terdiri dari ovarium, oviduk, uterus, serviks,
vagina dan vulva. Setiap organ reproduksi mempunyai fungsi yang spesifik dalam
kelangsungan reproduksi ternak. Fungsi bagian masing-masing organ reproduksi
kerbau betina, 1) Ovarium merupakan alat reproduksi betina yang berfungsi untuk
memproduksi sel telur atau ovum dan penghasil hormon estrogen, Oviduk terletak
setelah ovarium dan berfungsi sebagai tempat fertilisasi atau bertemunya sel sperma
dan sel telur, Uterus berfungsi sebagai tempat perkembangan fetus menjadi embrio.
Uterus terdiri dari tanduk uterus (cornua uteri), dan badan uterus (corpus uteri),
Serviks berfungsi untuk menutup uterus dari masuknya benda- benda asing dan
menutup saat terjadi kebuntingan, Vulva adalah lubang terluar dari alat reproduksi.
Fungsi vulva adalah sebagai pelindung, tempat keluarnya lendir dan hormon
pheromon untuk menarik pejantan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aswin.2009. Anatomi Perkembangan Sistem Uropoetika. http://nemalz88


veterinerblog.blogspot.com/2009/06/i.html

Brown. 1992. Buku Teks Histology Veteriner. UI Press, Jakarta


Frandson. 1986. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press, Yogyakarta.
Iqbal. 2007. Sistem Reproduksi.

http://iqbalali.com/biologi/sistem_reproduksi.dtml. (Di akses tanggal 23 Maret


2015).

Irma. 2009. Perkawinan yang Membuahkan Hasil. Fakultas Kedokteran Hewan,


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. http://irmapadeta.web.ugm. ac.id/
wordpress. (Di akses tanggal 23 Maret 2015).

Mozez. 2006. Ilmu Kebidanan pada Ternak Kerbau dan Kerbau. UI Press, Jakarta.
Salisbury. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan. UGM Press,
Yogyakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai