Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Feto Materna Program Studi Profesi Bidan
Dosen Pembimbing:
Qanita Wulandara, SST, M. Keb
Disusun Oleh:
Aini Musydah Taslim Qolbi Elvira Nafiani Nur Fitri Ratna Yulia
Asti Siti Fujianti Elga Nurmaisya Ningsih Widayati
Chintia Dwi Ayu Lestari Febby Nadila Lestari Reni Suminar
Dila Septi Rosdiani Gina Lestari Rima Fitrianti
Diena Rahmatul Ummah Hartini Rahayu Rose Setiasih
Dara Linggar Adi Prahastuti Hana Fauziah Lestari Renitasari Amruloh
Dita Adiyanti Imas Puspitasari Siti Musliahah Rama
Dian Sartika Ismah Khaerunisa Shofia Najma Fauzia
Dewi Endah Purnamawati Iyar Atirillah Rahmaniyar Sri Wahyuni
Darajati Septia Wijayanti Muza Baturohmah Tina Trianty
Eti Rohaeti Musliah Ucu Siti Nurjanah
Euis Kartina Mayang Asri Anwar Umi Umaroh
Neng Mita Patmawati Widya Aprilliani Utami
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas karunia dan hidayah-Nya yang berlimpah
dan tiada akan pernah habis terhitung. Sungguh, maha besar Allah karena telah
meridhai tim penulis untuk menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
“Pertumbuhan dan Perkembangan Janin Trimester I”. Makalah ini dipergunakan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Feto Maternal dalam kegiatan pembelajaran Program
Studi Profesi Bidan Poltekkes Tasikmalaya. Rasa terimakasih yang sebesar-besarnya
saya ucapakan kepada dosen pembimbing serta banyak pihak yang terkait dalam
penyelesaian makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu kami sangat memerlukan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini menjadi lebih
bermanfaat.
Akhir kata, kami barharap semoga makalah ini bemanfaat khususnya bagi kami
dan umumnya bagi seluruh mahasiswa dan pembaca. Kami menyadari bahwa
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, untuk itu kami menerima kritik dan saran
yang membangun. Terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
embrionik (embryonic disk) merupakan massa sel yang tebal dan dari
sinilah bayi akan tumbuh. Massa ini mengalami deferensiasi menjadi tiga
lapisan, bagian atas yaitu ektoderm, bagian bawah endoderm dan lapisan
tengah mesoderm.
1) Ektoderm
Lapisan ini nantinya akan membentuk lapisan kulit luar, kuku,
rambut gigi, organ perasa dan system syaraf termasuk otak dan
sumsum tulang belakang.
2) Endoderm
Lapisan bagian bawah ini akan membentuk system pencernaan, hati,
pancreas, kelenjar ludah, system pernafasan.
3) Mesoderm
Lapisan tengah (mesoderm) merupakan lapisan yang akan
berkembang dan berdeferensiasi menjadi lapisan kulit bagian dalam,
urat daging, kerangka, sistem ekskresi dan system sirkulasi.
Gambar berikut menunjukkan proses pembuahan sampai terjadi
impalantasi di dalam rahim ibu.
Minggu ke-11, organ tubuh sudah terbentuk dengan legkap dan mulai
berfungsi. Panjang sekitar 6 cm dengan berat 10 gram. Janin mulai bergerak
dan bisa meluruskan tubuhnya (Rahmatia, halaman 3). Di minggu ke-12,
struktur yang telah terbentuk akan terus bertumbuh dan berkembang
semakin sempurna. Di usia ini, sistem saraf dan otot janin mencapai tingkat
kematangan. Selain bernapas, kini janin juga mulai mampu mencerna
makanan.
CVS dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut
akan diuji untuk melihat kromosom janin. Teknik ini dilakukan pada
kehamilan minggu kesembilan hingga empat belas.
a. Faktor Risiko Sindrom Down
Pada Sindrom Down, trisomi 21 dapat terjadi tidak hanya pada saat
meiosis pada waktu pembentukan gamet, tetapi juga saat mitosis awal
dalam perkembangan zigot. Oosit primer yang perkembangannya
terhenti pada saat profase meiosis I, tidak berubah pada tahap tersebut
sampai terjadi ovulasi. Di antara waktu tersebut, oosit mengalami non-
disjunction.2,14 Pada Sindrom Down, meiosis I menghasilkan ovum
yang mengandung 21 autosom dan apabila dibuahi oleh spermatozoa
normal yang membawa autosom 21, maka terbentuk zigot trisomi 21.
Nondisjunction ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
i. Infeksi virus
Rubela merupakan salah satu jenis infeksi virus tersering
pada prenatal yang bersifat teratogen lingkungan yang dapat
memengaruhi embriogenesis dan mutasi gen sehingga
menyebabkan perubahan jumlah maupun struktur kromosom.
ii. Radiasi
Radiasi merupakan salah satu penyebab dari nondisjunctinal
pada Sindrom Down. Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak
dengan Sindrom Down pernah mengalami radiasi di daerah perut
sebelum terjadinya konsepsi. Kecelakaan reaktor atom Chernobyl
pada tahun 1986 dikatakan merupakan penyebab beberapa
kejadian Sindrom Down di Berlin.
iii. Penuaan Sel Telur
Sel telur wanita telah dibentuk pada saat masih dalam
kandungan yang akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada
saat wanita tersebut mengalami menstruasi. Pada saat wanita
16
iv. Diagnosis
Trisomi 13 dapat didiagnosis sebelum kelahiran (prenatal).
Diagnosis prenatal dilakukan bila kehamilan yang terjadi memiliki
risiko mengalami kelainan kongenital pada janinnya, terutama bila
terdapat riwayat memiliki anak dengan kelainan kongenital. Untuk itu,
dilakukan skrining prenatal yang berupa Ultrasonografi (USG) yang
merupakan pemeriksaan non-invasif yang paling banyak dilakukan dan
dapat dilakukan pada setiap tahap dan usia kehamilan.
Pemeriksaan USG pada trimester (TM) I dilakukan pada usia 11-
13 minggu untuk memeriksa nuchal fold translucency (NT).
Pemeriksaan pada TM I dapat mengidentifikasikan adanya kelainan
seperti Sindrom Down, trisomi 18, dan trisomi 13 hingga 90%. Hasil
pemeriksaan USG pada trisomi 13 dapat ditemukan peningkatan
21
diamniotic, dichorionic.
Pada 1/3 kehamilan lainnya, 1 sperma akan membuahi 1 ovum tetapi
akan membelah menjadi 2 embrio menghasilkan kembar monozigotic, sering
disebut juga kembar identik karena memiliki materi genetik yang sama.
Kurang lebih 1/3 dari kembar monozigotic tampak seperti fraternal twin karena
pada pemeriksaan ultrasound prenatal didapatkan 2 membran ketuban dan
plasenta yang terpisah. Akan tetapi pada 2/3 kasus kembar identik, setiap
janin memiliki membran ketuban sendiri namun akan berbagi plasenta yang
sama. Jenis kembar monozigotik ini sering disebut monochorionic, diamniotic
yang memiliki risiko komplikasi yang lebihtinggi untuk terjadinya TTTS oleh
karena berbagi plasenta yang sama.
Kurang dari 1% dari kembar identik (sekitar 1 dari 2400 kehamilan)
akanmenghasilkan satu membran ketuban dan satu plasenta bagi kedua janin.
Tipe ini disebut monochorionic, monoamniotic. Jenis kembar ini memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya kematian janin akibat umbilical cord
accident.
Twin-to-twin transfusion syndrome merupakan suatu tantangan dalam
terapi terutama terhadap prognosis janin. Dalam kondisi tanpa penanganan
yang adekuat akan menyebabkan morbiditas dan mortalitas janin. Kondisi ini
akan mempengaruhi kedua janin dimana dengan kondisi awal yang normal,
oleh karena adanya hubungan antara keduanya yang berada pada permukaan
plasenta sehingga seharusnya dapat untuk dilakukan terapi. Kondisi ini hanya
terjadi pada monochorionic, diamniotic (1/3 dari monozygotic twin).
Pada sebagian besar kehamilan ini, plasenta tunggal akan memiliki
pembuluh darah yang akan menghubungkan kedua janin. Untuk alasan yang
belum diketahui sampai dengan saat ini, pada 15%-20% dari monochorionic
diamniotic aliran darah yang melalui pembuluh darah ini menjadi tidak
seimbang menghasilkan kondisi yangdisebut twin-twin transfusion syndrome
(TTTS) yang bukan merupakan faktor yang diturunkan/genetik atau
24
a. Diagnosis
TTTS merupakan kondisi dengan perjalanan yang lambat, dengan dimulai
(dilaporkan) pada umur kehamilan 13 minggu atau trimester kedua. Diagnosis
TTTS ditegakkan dengan evaluasi ultrosonografi yang menunjukkan adanya
kehamilan kembar dengan satu plasenta (monochorionic), jenis kelamin sama
dengan dipisahkan oleh membran ketuban, pengukuran nuchal translucency >3mm
pada umur kehamilan 10-14 minggu, hasil crown-rump length (CRL) yang buruk
pada salah satu janin, polihidramnion pada janin resipien dan oligohidramnion
pada janin donor. Jumlah air ketuban diukur dengan maximum vertical pocket
(MVP). Berdasarkan ultrasonografi, Quintero at al membagi TTTS menjadi 5
klasifikasi:
1) Stage I : Awal dari TTTS akan tampak pada pemeriksaan ultrasonografi
terdapat oligohidramnion pada janin donor dengan MVP 2cm atau kurang,
vesika urinaria masih tampak dan polihidramnion pada janin resipien MVP 8
cm atau lebih.
2) Stage II : Stage I dengan vesika urinaria janin donor yang tidak tampak.
3) Stage III : Pemeriksaan aliran darah (Doppler velocimetry) pada tali pusat dan
ductus venosus janin akan tampak gambaran abnormal (pada salah satu atau
kedua janin). Pada arteri umbilikalis akan didapatkan tidak adanya gambaran
aliran diastolik atau terbalik, gambaran ini biasa didapatkan pada janin donor.
Pada ductus venosus, didapatkan diastolik yang hilang atau terbalik. Gambaran
ini biasa didapatkan pada janin resipien dengan awal kegagalan fungsi jantung.
Janin resipen juga menunjukkan gambaran kebocoran katup jantung sebelah
kanan (regurgitasi trikuspid).
4) Stage IV : Satu atau kedua janin menunjukkan gejala hidrops, yang berarti
telah terjadi kelebihan/penumpukan cairan pada beberapa bagian tubuh janin
seperti pembengkakan pada kulit kepala (scalp edema), abdomen (ascites),
sekitar paru-paru (pleural effusion) atau sekitar jantung (pericardial effusion).
26
Hasil ini sebagai bukti adanya kegagalan fungsi jantung dan biasanya
didapatkan pada janin resipien.
5) Stage V : kedua janin meninggal. Angka survival rate dari janin menjadi
semakin buruk dengan progresivitas penyakit, dengan perkiraan separuh dari
pasien akan berlanjut ke tingkat lebih lanjut, 30% menetap dan 20% akan
mengalami perbaikan.
Salah satu variasi dari dari TTTS, dimana salah satu janin tumbuh dengan
normal sedangkan janin yang lain mengalami kegagalan dalam pembentukan
organ jantung dan organ tubuh lainnya. Pada kehamilan ini, tali pusat janin
acardiac merupakan percabangan langsung dari tali pusat dengan aliran darah dari
janin normal yang disebut juga dengan “pump twin”, dengan aliran darah yang
terbalik (reversed) sehingga kondisi ini disebut twin reversed arterial perfusion
(TRAP). Pada beberapa kasus aliran darah dari pump twin berhenti dan
pertumbuhan janin acardiac akan berhenti. Sedangkan pada kasus lainnya aliran
darah akan terus berlanjut dengan pertumbuhan dari janin acardiac, yang
mengakibatkan kegagalan fungsi jantung dan polihidramnion pada pump
twin/janin donor.
b. Hasil luaran dari TTTS
Tanpa manajemen yang adekuat, TTTS dengan umur kehamilan kurang
dari 24 minggu sejumlah 80%-90% kasus akan dihubungkan dengan kematian
salah satu atau kedua janin. Jika salah satu janin meninggal, maka pembuluh darah
yang menghubungkan kedua janin akan menempatkan janin hidup dengan risiko
jangka panjang terjadi kerusakan otak pada 1/3 kasus. Pada umumnya, semakin
lanjut progresivitas semakin buruk prognosis janin. Jika TTTS timbul pada umur
kehamilan awal (sebelum umur kehamilan 16 minggu), terminasi kehamilan
merupakan suatu pilihan dengan pertimbangan prognosis yang buruk. Variasi dari
manajemen TTTS dengan tujuan utama mempengaruhi ketidakseimbangan
cairan antara kedua janin atau memutuskan anastomosis pembuluh darah yang
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada trimester pertama atau tiga bulan pertama masa kehamilan
merupakan masa dimana system organ prenatal dibentuk dan mulai berfungsi.
Pertumbuhan janin masa prenatal dibagi dalam beberapa fase, yaitu fase
germinal, fase embrional, dan fase fetus (janin). Pertumbuhan dan
perkembangan janin minggu ke-1 sampai minggu ke-12 dimulai dari nidasi,
pembelahan sel, tahap gastrula, tahap embrio, pembenrukan sistem organ dasar
bayi, pembentukan organ-organ tubuh dengan urutan perkembangan: kepala,
mata, tubuh, tangan, kaki, alat kelamin (cephalocaudal dan proximodistal).
Pertumbuhan dan perkembangan patologis pada janin trimester I
diantaranya adalah Sindrom Down suatu kelainan genetik di mana terdapat
tambahan kromosom pada kromosom 21. Selain itu terdapat Trisomy 18 atau
Sindrom Edward dimana pada kromosom ke 18 dimana terdapat material
kromosom sehingga berjumlah 47 kromosom. Selanjutnya terdapat Sindrom
Patau (trisomi 13) yang merupakan kelainan genetic yang memiliki 3 buah
kromosom 13. Selain itu terdapat juga kelainan twin-twin transfusion syndrome
(TTTS).
3.2 Saran
Diharapkan kepada ibu hamil untuk selalu melakukan kunjungan
antenatal rutin sebagai bagian dari deteksi dini dalam gangguan pertumbuhan
dan perkembangan janin. Sehingga
31
DAFTAR PUSTAKA
Dicky_2011_Trisomi_13_dan_18_SV.pdf?sequence=1&isAllowed=y
H. P. W. Yuni Kusmiyati, “Asuhan Ibu Hamil,” Yogyakarta: Fitramaya, 2013. 107
Irwanto, dkk. 2019. A-Z Sindrom Down. Surabaya : Airlangga University Press.
Neil A. Campbell & Jane B. Reece. 2012. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta:
Erlangga
Santosa, Dicky. 2011. Trisomi 13 dan 18. Bandung : Universitas Islam Bandung.
Diakses melalui http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/110/
Susmitha, Okta Della, dkk. 2018. Sindrom Patau (Trisomi Kromosom 13). Jurnal
Kesehatan Universitas Lampung Vol 7 No 2. Diakses melalui
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1892/1860
Wantini Ayu Nonik. Maydianasari Lenna. Febriati Dwi Listia. DKK. 2020. Modul
Imunologi dan Biologi Reproduksi. Yogyakarta : Respati Press
Nora, Hilwah. twin twin transfusion syndrom. Jurnal Kedokteran syiah kuala:volume
13 nomor 2 agustus 2013