Anda di halaman 1dari 36

FISIOLOGI JANIN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Fetomaternal

Dosen Pengajar :

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Risa Mafirta Rahardianti (P17321183032)


Rike Puspitasari (P17321183035)
Inas Zhafirah (P17321183036)
Irmania Azzah (P17321183039)
Rosa Bella Melyanto (P17321183040)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN KEDIRI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
Pengantar Fetomaternal yang berjudul “Fisiologi Janin” dapat tersusun hingga selesai.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah
Pengantar Fetomaternal di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk para pembaca. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Kediri, 27 Juli 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................5
2.1 Definisi Fetus...............................................................................................................5
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Fetus.......................................................................5
2.3 Perubahan Hormon Selama Kehamilan.....................................................................13
2.4 Kelainan Kongenital..................................................................................................17
BAB III PENUTUP..................................................................................................................32
3.1 Kesimpulan................................................................................................................32
3.2 Saran..........................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................33

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Janin atau fetus merupakan individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang kompleks didalam rahim. Setelah terjadinya fertilisasi, terbentuk
zigot akibat sel mengalami pembelahan yang lebih kompleks dan akhirnya membentuk
janin. Periode fetus dini dimulai sejak usia 9 minggu sampai dengan akhir trimester 2
kehamilan. Dimana pada periode ini terjadi percepatan pertumbuhan sehingga menjadi
manusia sempurna secara fisik serta organ-organ tubuh mulai berfungsi. Sedangkan
periode fetus lanjut dimulai pada awal trimester 3 sampai dengan akhir kehamilan.
Aktivitas janin dalam kandungan diantaranya menerima asupan nutrisi melalui plasenta,
bernapas, bergerak aktif, dan merespons adanya rangsangan atau getaran dari luar. Untuk
mencegah terjadinya bahaya pada janin perlu memperhatikan kesejahteraan janin. Bahaya
yang dapat terjadi pada janin antara lain keguguran, IUFD, prematuritas, BBLR,
kelahiran dengan anemia, kelainan kongenital, bayi yang rentan terkena infeksi sampai
kematian perinatal. Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat dibagi berdasarkan
trimester trimester pertama, trimester kedua dan trimester ketiga. Pada trimester pertama
atau tiga bulan pertama masa kehamilan merupakan masa dimana system organ prenatal dibentuk
dan mulai berfungsi. Pada trimester kedua organ-organ tersebut terus tumbuh menjadi
bentuk yang sempurna, dan pada saat ini denyut jantung janin sudah dapat dideteksi
dengan stetoskop. Bentuk tubuh janin saat ini sudah menyerupai bayi. Masuk trimester
ke-3, dimana terdapat perkembangan otak yang cepat, sistem saraf mengendalikan
gerakan dan fungsi tubuh, mata mulai membuka (Saifudin, 2010). Surfaktan mulai
dihasilkan di paru-paru pada usia 26 minggu, rambut kepala makin panjang, kuku-kuku
jari mulai terlihat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi janin atau fetus ?
2. Bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan Fetus ?
3. Bagaimana Perubahan Fisiologis dan Hormonal pada Masa Kehamilan ?
4. Bagaimana Uji Hormonal Kehamilan ?
5. Apa saja Kelainan Kongenital ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi janin atau fetus
2. Untuk mengatahui pertumbuhan dan Perkembangan Fetus
3. Untuk mengetahui Perubahan Fisiologis dan Hormonal pada Masa Kehamilan
4. Untuk mengatahui Uji Hormonal Kehamilan
5. Untuk mengetahui Macam-Macam Kelainan Kongenital

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Fetus
Janin atau fetus merupakan individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang kompleks didalam rahim. Setelah terjadinya fertilisasi, terbentuk
zigot akibat sel mengalami pembelahan yang lebih kompleks dan akhirnya
membentuk janin. (Wirenviona et al., 2021). Fase fetus dimulai pada usia 9 minggu
sampai dengan usia akhir kehamilan. Fase fetus dibagi menjadi 2 periode yang terdiri
dari periode fetus dini dan periode fetus lanjut. Periode fetus dini dimulai sejak usia 9
minggu sampai dengan akhir trimester 2 kehamilan. Dimana pada periode ini terjadi
percepatan pertumbuhan sehingga menjadi manusia sempurna secara fisik serta organ-
organ tubuh mulai berfungsi. Sedangkan periode fetus lanjut dimulai pada awal
trimester 3 sampai dengan akhir kehamilan. Pada periode ini tetap terjadi
pertumbuhan yang berlangsung cepat dan disertai perkembangan fungsi organ-organ
tubuh (Juwita and Prisusanti, 2020).
Pada saat di dalam rahim, janin melakukan serangkaian kegiatan untuk dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal. Aktivitas janin dalam kandungan diantaranya
menerima asupan nutrisi melalui plasenta, bernapas, bergerak aktif, dan merespons
adanya rangsangan atau getaran dari luar. Untuk mencegah terjadinya bahaya pada
janin perlu memperhatikan kesejahteraan janin. Bahaya yang dapat terjadi pada janin
antara lain keguguran, IUFD, prematuritas, BBLR, kelahiran dengan anemia,
kelainan kongenital, bayi yang rentan terkena infeksi sampai kematian perinatal, dan
inteligensi rendah (Wirenviona et al., 2021).
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Fetus
Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat dibagi berdasarkan trimester:
2.2.1 Trimester Pertama
Pada trimester pertama atau tiga bulan pertama masa kehamilan
merupakan masa dimana system organ prenatal dibentuk dan mulai berfungsi
(Michio and Kushi, A, 1985).
1. Embrio usia 2 – 4 minggu
a. Terjadinya perubahan yang semula suah kehamilan hanya berupa satu
titik telur menjadi satu organ yang terus berkembang dengan
pembentukan lapisan – lapisan di dalamnya.

5
b. Jantung mulai memompa cairan melalui pembuluh darah pada hari ke-
20 dan hari berikutnya muncul sel darah merahnya yang pertama.
Selanjutnya, pembuluh darah terus berkembang diseluruh embrio dan
plasenta. (Sulistyawati,2009)

Sumber:https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/
perkembangan-janin-dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9
2. Embrio usia 4 - 6 minggu
a. Sudah terbentuk bekal organ – organ
b. Jantung sudah berdenyut
c. Pergerakan sudah nampak dalam pemeriksaan USG
d. Panjang embrio 0,64 cm. (Sulistyawati,2009)
Sumber :

https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-janin-
dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9

3. Embrio usia 8 minggu


a. Pembentukan organ dan penampilan semakin bertambah jelas, seperti
mulut,, mata dan kaki.
b. Pembentukan usus

6
c. Pembentukan genetalia dan anus
d. Jantung mulai memompa darah. (Sulistyawati,2009)

Sumber :
https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-
janin-dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9
4. Embrio usia 12 minggu
a. Embrio berubah menjadi janin
b. Usus lengkap
c. Genetalia dan anus sudah terbentuk
d. Menggerakkan anggota badan, mengedipkan mata, mengerutkan dahi,
dan mulut membuka
e. BB 15 – 30 gram. (Sulistyawati,2009)

Sumber :
https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-
janin-dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9

2.2.2 Trimester Kedua


Pada awal trimester kedua, berat janin sudah sekitar 100 gram. Gerakan-
gerakan janin sudah mulai dapat dirasakan ibu. Tangan, jari, kaki dan jari kaki

7
sudah terbentuk, janin sudah dapat mendengar dan mulai terbentuk gusi, dan
tulang rahang. Organ-organ tersebut terus tumbuh menjadi bentuk yang
sempurna, dan pada saat ini denyut jantung janin sudah dapat dideteksi dengan
stetoskop. Bentuk tubuh janin saat ini sudah menyerupai bayi (Wardlaw,
G.M., et al, 1992).

Sumber: http://www.w-cpc.org/pictures/adam/mo8.jpg.

1. Embrio Usia 16 Minggu


a. Gerakan fetal perta (quickening)
b. Sudah mulai ada mekonium dan vernix caseosa
c. Sistem muskuloskeletal sudah matang
d. Sistem syaraf mulai melaksanakan kontrol
e. Pembuluh darah berkembang dengan cepat
f. Refleks pranatal semakin kuat, gerakan-gerakan lengan dan kaki dapat
dirasakan untuk pertama kalinya
g. Semua organ mulai matang dan tumbuh
h. DJJ dapat didengar dengan doppler
i. Berat janin 0,2 Kg ( Sulistyawati, 2009 )

8
Sumber :
https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-
janin-dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9

2. Janin Usia 20 Minggu


a. Panjang janin kira-kira 10-12 inchi dan berat janin 0,5-1 pon.
b. Struktur kulit sudah terbentuk, diantaranya kuku jari kaki dan kuku
jari tangan.
c. Janin semakin aktif, yang memperlihatkan keinginan akan suatu posisi
tertentu di dalam kandungan.

Sumber :
https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-
janin-dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9

3. Janin Usia 24 Minggu

9
Pertumbuhan dan perkembangan utama janin pada usia 24 minggu atau
6 bulan sebagai berikut (Santrock, 2002).
a. Panjang janin kira-kira 14 inchi dan beratnya naik 0,5-1 pon
b. Mata dan kelopak mata benar-benar terbentuk, suatu lapisan rambut
halus menutup kepala.
c. Refleks menggegam muncul, dan pernafasan yang belum beraturan
terjadi.

Sedangkan menurut ( Sulistyawati, 2009 ) Pertumbuhan dan


perkembangan utama janin pada usia 24 minggu yaitu :
a. Kerangka berkembang dengan cepat karena aktifitas pembentukan
tulang meningkat
b. Perkembangan oernapasan dimulai
c. Berat janin 0,7-0,8 Kg

Sumber :
https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-
janin-dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9

4. Janin Usia 28 Minggu


Pertumbuhan dan perkembangan utama janin pada usia 28 minggu atau
7 bulan sebagai berikut (Santrock, 2002).
a. Panjang janin kira-kira 14-17 inchi dan beratnya naik 2,5- 3 pon
b. Bertambahnya lemak pada tubuh
c. Gerak sangat aktif

10
d. Gerakan pernafasan yang belum sempurna sudah muncul.

Sedangkan menurut ( Sulistyawati, 2009 ) Pertumbuhan dan


perkembangan utama janin pada usia 28 minggu yaitu :

a. Janin sudah mulai bisa bernafas dan menelan serta mengatur suhu
b. Surfaktan terbentuk di dalam paru- paru
c. Mata mulai membuka dan menutup
d. Ukuran janin 2/3 saat lahir

Sumber :
https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-
janin-dalam-kandungan-dan-9-tahapnya/9

2.2.1 Trimester Ketiga


Kehamilan trimester III yaitu periode 3 bulan terakhir kehamilan yang
dimulai pada minggu ke-28 sampai minggu ke-40.
1. Minggu ke-28
Pada akhir minggu ke-28, Ukuran janin 2/3 saat lahir, panjang ubun-
ubun bokong adalah sekitar 25 cm dan berat janin sekitar 1.100 g (Dewi
dkk, 2010). Masuk trimester ke-3, dimana terdapat perkembangan otak
yang cepat, sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata
mulai membuka (Saifudin, 2010). Surfaktan mulai dihasilkan di paru-paru
pada usia 26 minggu, rambut kepala makin panjang, kuku-kuku jari mulai
terlihat (Varney, 2007). Janin dapat bernafas, menelan, dan mengatur suhu.
Mata bayi pada usia ini dapat membuka dan menutup.

11
Sumber: https://thezuriat.com/perkembangan-janin-28-minggu/

2. Minggu ke-32
Simpanan lemak coklat berkembang di bawah kulit untuk persiapan
pemisahan bayi setelah lahir. Bayi sudah tumbuh 38-43 cm dan panjang
ubun-ubun bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1.800 gr. Mulai
menyimpan zat besi, kalsium, dan fosfor (Dewi dkk, 2010). Bila bayi
dilahirkan ada kemungkinan hidup 50-70 % (Saifuddin, 2010:159).

Sumber: https://luvizhea.com/kalkulator-kehamilan/perkembangan-
janin-usia-32-minggu/
3. Minggu ke-36
Berat janin sekitar 1.500-2.500 gram. Lanugo mulai berkurang, saat 35
minggu paru telah matur, janin akan dapat hidup tanpa kesulitan
(Saifuddin,2010). Seluruh uterus terisi oleh bayi sehingga ia tidak bisa
bergerak atau berputar banyak (Dewi dkk, 2010). Kulit menjadi halus
tanpa kerutan, tubuh menjadi lebih bulat lengan dan tungkai tampak
montok. Pada janin laki-laki biasanya testis sudah turun ke skrotum
(Varney, 2007). Antibodi iu ditransfer ke janin, yang memberi kekebalan
selama 6 bulan pertama sampai system kekebalan bayi bekerja sendiri.

12
Sumber: https://luvizhea.com/kalkulator-kehamilan/perkembangan-
janin-usia-36-minggu/
4. Minggu ke-38 – 40 minggu
Usia 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi akan meliputi
seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi masih dalam batas
normal. Pada usia 39 minggu janin terus membangun lapisan lemak untuk
membantunya mengendalikan suhu tubuh setelah lahir. Pada usia ini sudah
memiliki berat rata-rata bayi yang baru lahir memiliki berat sekitar 3- 3,5
kilogram (Saifuddin, 2010).

Sumber: https://soalans.blogspot.com/2019/07/ukuran-janin-bulan.html

2.3 Perubahan Hormon Selama Kehamilan


2.3.1 Perubahan Fisiologis dan Hormonal pada Masa Kehamilan

13
Sumber: https://brainly.co.id/tugas/6691107

Setelah ovum dikeluarkan dari folikel deGraf matang di ovarium, maka folikel
ini akan berubah menjadi korpus luteum yang berperan dalam siklus menstruasi
dan mengalami degenerasi setelah terjadinya menstruasi. Bila ovum dibuahi oleh
sperma tozoa maka korpus luteum akan dipertahankan oleh korionik gonadotropin
yang di hasilkan oleh sinsisiotrofoblas di sekitar blastokis menjadi korpus luteum
kehamilan. Progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum sangat diperlukan
untuk menyiapkan proses implantasi di dinding uterus dan proses kehamilan dalam
trimester pertama sebelum nantinya fungsi ini diambil alih oleh plasenta pada
trimester kedua. Progesteron yang dihasilkan dari korpus luteum juga
menyebabkan peningkatan suhu tubuh basal yang terjadi setelah ovulasi akan tetap
bertahan. Kehamilan menyebabkan dinding dalam uterus (endometrium) tidak
dilepaskan sehingga amenore atau tidak datangnya haid dianggap sebagai tanda
kehamilan. Namun hal ini tidak dapat dianggap sebagai tanda pasti kehamilan
karena amenore dapat juga terjadi pada beberapa penyakit kronik, tumor hipofise,
perubahan faktor-faktor lingkungan, malnutrisi dan (yang paling sering) gangguan
emosional terutama pada mereka yang tidak ingin hamil atau malahan mereka yang
ingin sekali hamil (dikenal dengan pseudocyesis atau hamil semu).
Konsentrasi tinggi estrogen dan progesteron yang dihasilkan oleh plasenta
menimbulkan perubahan pada payudara (tegang dan membesar), pigmentasi kulit
dan pembesaran uterus. Adanya chorionic gonadotropin (hCG) digunakan sebagai
dasar uji imunologik kehamilan. Korionik somatotropin (Human Placental
Lactogen/hPL) dengan muatan laktogenik akan merangsang pertumbuhan kelenjar
susu di dalam payudara dan berbagai perubahan metabolik yang mengiringinya.
Secara spesifik estrogen akan merangsang pertumbuhan sistem penyaluran air
susu dan jaringan payudara. Progesteron berperan dalam perkembangan sistem
alveoli ke kelenjar susu. Hipertrofi alveoli yang terjadi sejak 2 bulan pertama
kehamilan menyebabkan sensasi nodular pada payudara. Chorionic somatotropin
dan kedua hormon menyebabkan pembesaran payudara yang disertai dengan rasa
penuh atau tegang dan sensitif terhadap sentuhan (dalam dua bulan pertama
kehamilan), pembesaran puting susu dan pengeluaran kolostrum (mulai terlihat
atau dapat diekspresikan sejak kehamilan memasuki usia 12 minggu. Hipertrofi
kelenjar sebasea berupa tuberkel Mont gomery atau folikel di sekitar areola mulai

14
terlihat jelas sejak dua bulan pertama kehamilan. Pembesaran berlebihan payudara
dapat menyebabkan striasi (garis-garis hipo atau hiperpigmentasi pada kulit).
Selain membesar, dapat pula terlihat gambaran vena bawah kulit payudara.
Pembesaran payudara sering dikaitkan dengan terjadinya kehamilan, tetapi hal
ini bukan merupakan petunjuk pasti karena kondisi serupa dapat terjadi pada
pengguna kontrasepsi hormonal, penderita tumor otak atau ovarium, pengguna
rutin obat pe nenang, dan hamil semu (pseudocyesis). Walaupun tidak diketahui
secara pasti pigmentasi kulit terjadi akibat efek stimulasi melanosit yang dipicu
oleh peningkatan hormon estrogen dan progesteron. Bagian kulit yang paling
sering mengalami hiperpigmentasi adalah puting susu dan areola di sekitarnya serta
umumnya pada linea mediana abdomen, payudara, bokong, dan paha. Chloasma
gravidarum adalah hiperpigmentasi pada area wajah (dahi, hidung, pipi, dan leher).
Area atau daerah kulit yang mengalami hiperpigmentasi akan kembali menjadi
normal setelah kehamilan berakhir. Pengecualian terjadi pada striae di mana area
hiperpigmentasi akan memudar tetapi guratan pada kulit akan menetap dan
berwarna putih keperakan.
Hal lain yang terkait dengan perubahan hormonal dan dikaitkan dengan tanda
kehamilan adalah rasa mual dan muntah yang berlebihan atau hiperemesis.
Walaupun demikian, kondisi ini juga tidak dapat dikategorikan sebagai tanda pasti
kehamilan ka rena berbagai penyebab metabolik lain dapat pula menimbulkan
gejala yang serupa. Hiperemesis pada kehamilan digolongkan normal apabila
terjadinya tidak lebih dari trimester pertama. Gejala metabolik lain yang dialami
oleh ibu hamil dalam trimester pertama adalah rasa lelah atau fatigue. Kondisi ini
disebabkan oleh menurunnya Basal Metabolic Rate (BMR) dalam trimester
pertama kehamilan. Dengan meningkatnya aktivitas metabolik produk kehamilan
(janin) sesuai dengan berlanjutnya usia kehamilan, maka rasa lelah yang terjadi
selama trimester pertama akan berangsur-angsur menghilang dan kondisi ibu hamil
akan menjadi lebih segar.

2.3.2 Uji Hormonal Kehamilan


Uji kehamilan didasarkan pada adanya produksi korionik gonadotropin (hCG)
oleh sel-sel sinsisiotrofoblas pada awal kehamilan. Hormon ini disekresikan ke
dalam sirkulasi ibu hamil dan diekskresikan melalui urin. Human Chorionic
Gonadotropin (hCG) dapat dideteksi pada sekitar 26 hari setelah konsepsi dan

15
peningkatan eks kresinya sebanding meningkatnya usia kehamilan di antara 30 - 60
hari. Produksi puncaknya adalah pada usia kehamilan 60 - 70 hari dan kemudian
menurun secara bertahap dan menetap hingga akhir kehamilan setelah usia
kehamilan 100-130 hari. Pemeriksaan kuantitatif hCG cukup bermakna bagi
kehamilan. Kadar hCG yang rendah ditemui pada kehamilan ektopik dan abortus
iminens. Kadar yang tinggi dapat dijumpai pada kehamilan majemuk, mola
hidatidosa, atau korio karsinoma. Nilai kuantitatif dengan pemeriksaan radio
immunoassay dapat membantu untuk menentu kan usia kehamilan.
Pada perempuan yang hamil, hCG di dalam urinnya akan menetralisasi
antibodi dalam antiserum sehingga tidak terjadi reaksi aglutinasi Pada perempuan
yang tidak hamil, tidak terjadi netralisasi antibodi sehingga terjadi reaksi
aglutinasi. Karena hCG mempunyai struktur yang mirip dengan hormon luteinisasi
(Luteiniz ing Hormone/LH), maka dapat terjadi reaksi silang masing-masing
antibodi terhadap masing-masing hormon. Untuk menghindari hal tersebut, maka
dilakukan pembiasan terhadap sensitivitas jumlah maksimum atau internasional
unit hormon yang akan diperiksa.
False negative uji imunologik kehamilan terjadi pada 2 % dari keseluruhan
pengujian dan hal tersebut umumnya terjadi akibat pengujian yang terlalu dini (di
bawah 6 minggu, dihitung dari hari pertama haid terakhir) atau terlalu lama (di atas
18-20 minggu kehamilan). False positive terjadi pada 5 % dari keseluruhan uji
kehamilan dan hal ini umumnya terjadi pada perempuan dengan proteinuria yang
masif, menjelang menopause (peningkatan hormon gonadotropin dan penurunan
fungsi ovarium), dan reaksi silang hormon gonadotropin. Karena akurasi
pemeriksaan hCG adalah 95-98 % dan tidak spesifik untuk kehamilan, maka uji
hormonal kehamilan tidak digolongkan sebagai tanda pasti kehamilan.
Uji radioreceptorassay dan radioimmunoassay merupakan metode yang sangat
sensitif untuk mendeteksi hCG jika dibandingkan dengan uji kehamilan
sebelumnya. Kedua metode ini membutuhkan peralatan canggih, mahal, dan tenaga
analis terlatih. Pemeriksaan dengan radioreceptorasssay juga bereaksi silang
dengan hormon luteinisasi/ luteinizing hormone sehingga sensitivitas semata tidak
dapat mengungguli uji radio immunoassay. Pemeriksaan spesimen darah dengan
radioimmunoassay dapat dikhususkan untuk rantai glikoprotein subunit beta (B
subunits) yang dianggap spesifik dengan kehamilan. Dengan metode ini, adanya
hCG dapat dideteksi sejak 1 minggu setelah konseps Pengujian ini dilengkapi

16
dengan informasi tentang usia kehamilan dan tingkat sensitivitas yang dipakai oleh
pembuat perangkat atau instrumen uji kehamilan. Walau cara pengujian ini
dianggap sangat akurat tetapi tidak 100 % sempurna. Metode terbaru pengujian
hCG subunit ß adalah Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Cara ini
akan mengabsorbsi antibodi monoklonal hCG subunit B dengan hasil yang sangat
sensitif, tingkat spesifisitas yang tinggi dalam waktu yang relatif sing kat, tidak
membutuhkan biaya tinggi dan mudah dilakukan.

2.4 Kelainan Kongenital


2.4.1 Definisi Kelainan Konginetal
Kelainan konginetal merupakan suatu bentuk kelianan yang terjadi
sebelum bayi lahir yang dapat berupa kelainan struktur organ atau belum
sempurnanya organ terbentuk yang dapat menjadi penyebab kesakitan dan
kematian neonatus.

2.4.2 Penyebab Kelainan Konginetal


Kelainan konginetal dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
faktor genetik, lingkungan, gizi ibu dan infeksi. Meskipun 50% penyebab
tidak dapat dikaitkan dengan penyebab diatas dan sangatlah sulit melakukan
identifikasi yang mana penyebab pasti dari kelainan konginetal yang terjadi.
a. Faktor Genetik
Faktor genetik berperan penting dalam kelainan bawaan. Faktor
genetik yang dapat melalui suatu gen anomaly yang mewarisi kode
anomaly atau akibat mutasi gen yaitu perubahan gen yang terjadi secara
tiba-tiba. Mutasi gen ini dapat terjadi pada saat pembuahan sehingga
kecacatan tidak dapat dicegah.
Suatu keadaan yang disebut sebagai consanguinity yaitu adanya
ikatan darah antara orangtua, juga dapat meningkatkan prevalensi kelainan
bawaan dan meningkatkan risiko kematian pada masa neonatus, anak serta
dapat menimbulkan kecacatan intelektual maupun kecacatan lainnya.
b. Lingkungan
Paparan lingkungan terhadap ibu hamil, dalam hal ini adalah paparan
berupa senyawa kimia dapat berkontribusi terhadap kejadian kelainan
bawaan. Adapun contoh senyawa kimia berupa alkohol, pestisida,
tembakau, radiasi dan obat-obatan. Beberapa jenis obat tertentu yang

17
dikonsumsi ibu hamil pada kehamilan trimester pertama sangat erat
kaitannya dengan kelainan bawaan. Salah satu obat yang diketahui
menyebabkan kelainan bawaan fokomelia atau mikromelia adalah
thalidomide.Keterpaparan lainnya adalah apabila ibuhamil berada tinggal
atau bekerja di dekat pengolahan limbah, pabrik peleburan besi ataupun di
pertambangan dapat mengganggu Kesehatan ibu hamil dan perkembangan
janin. Demikian pula keterpaparan radiasi untuk keperluan diagnostik
sebaiknya dihindarkan.
c. Gizi Ibu
Gizi pada ibu hamil perlu diperhatikan terutaman pemenuhan asam
folat. Diketahui bahwa kekurangan asam folat dapat menjadi pemicu
kelainan bawaan gangguan organ saraf pusat. Pada binatang percobaan
diketaui kekurangan gizi berat dapat menimbulkan kelainan bawaan
demikian pula defisiensi protein, vitamin riboflavin, folic acid, thiamine
dapat meningkatkan kejadian kelainan bawaan.
d. Infeksi
Infeksi pada masa kehamilan dapat menjadi penyebab kelainan
bawaan. Seperti infeksi sifilis, rubella, zika, sitomegalovirus,
toksoplasmosis dan hepatitis dapat menghasilkan luaran bayi dengan
kelainan bawaan seperti hidrosefalus, mirosefalus atau mroftalmia,
kelainan jantung bawaan, tuli bawaan maupun katarak. Infeksi yang dapat
menimbulkan kelainan bawaan adalah infeksi yang terjadi pada masa
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Selain
menyebabkan kelainan bawaan dapat juga menyebabkan terjadinya
keguguran. Bila pada trimester awal menderita rubella dapat
menyebabkan kejadian kelainan bawaan berupaatarak, kelainan sistem
pendengaran sebagai tuli dan ditemukan pula kelaianan jantung bawaan.

2.4.3 Jenis-Jenis Kelainan Konginetal


Jenis-jenis kelainan kongenital antara lain:
a. Kelainan Kongenital Labioskiziz dan Labiopalatoskizis
Labioskiziz dan labiopalatatokizis adalah anomali perkembangan
pada satu dari seribu kelahiran. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan
riwayat keluarga dan infeksi virus pada ibu hamil trimester I. Kelainan ini

18
terjadi selama masa perkembangan janin, dimana jaringan mulut atau bibir
tidak terbentuk dengan sempurna. Bibir sumbing adalah suatu celah
diantara bibir bagian atas dengan hidung. Langit-langit sumbing adalah
suatu celah diantara langit-langit mulut dengan rongga hidung (Meternity
et al., 2018).

a. Definisi Labioskiziz
Labioskiziz (celah bibir) adalah kelainan kongenital sumbing yang
terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan
prominennasalis medial yang diikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan
palatum anterior.
Labioskiziz (celah bibir) adalah kelainan konginetal dimana terdapat
ketidaksempurnaan pada penyambungan.
Palatokizis (cleft lift and cleft palate) adalah kelainan konginetal
sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengan dan kegagalan
fusi dengan septum nasi (Meternity et al., 2018)
b. Etiologi Labioskiziz
Semua janin memiliki celah di bibir dan langit-langit selama awal
kehamilan dalam perkembangan janin normal, lubang ini menutup selama
kehamilan. Umumnya penyebab kelainan kongenital tidak diketahui
dengan jelas. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir
sumbing antara lain:
1) Faktor genetik atau keturunan
Dimana material genetik dalam kromosom yang memengaruhi. Dapat
terjadi karena adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom
2) Kurang nutrisi:
Contohnya: defisiensi Zn dan B6, Vitamin C, dan Asam Folat.
3) Radiasi

19
4) Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5) Infeksi pada ibu yang dapat memengaruhi janin, contohnya seperti
infeksi rubella, sifillis, toksoplasmosis, dan klamidia.
6) Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alcohol.
c. Patofisiologi Labioskiziz
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena
tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang
telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali. Labioskizis
terjadi akibat fusi atau oenyatuan prominen maksilaris dengan prominen
nasalis medial yang diikuti disfungsi kedua bibir, rahang, dan palatum
pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum
durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke 7 sampai 12
minggu (Marmi & Rahardjo, 2018)
d. Tanda dan gejala Labioskiziz
1) Pemisahan bibir
2) Pemisahan langit-langit
3) Pemisahan bibir dan langit-langit
4) Infeksi telingan berulang
5) Berat badan tidak bertambah
6) Regurgitasi nasal ketika menyusu.
e. Masalah yang mungkin terjadi
1) Sulit makan atau minum
2) Aspirasi
f. Komplikasi
1) Kesulitan makan (kurang gizi)
Dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan
celah palatum memerlukan penanganan khusus, seperti dot khusus,
posisi makan yang benar dan juga kesabaran memberi makan pada
bayi dengan bibir sumbing.
2) Infeksi telinga
Dikarenakan tidak berfungsi dengan baik, saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan akan rusak.
Jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran.

20
3) Kesulitan berbicara
Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena
adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara, bahkan dapat
menghambatnya.
4) Masalah gigi
Pada celah bibir, gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh
sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
g. Klasifikasi Labioskiziz
1) Berdasarkan organ yang terlibat
a) Celah bibir (labioskizis)
b) Celah digusi (gnatoskizis)
c) Celah dilangit (palatoskizis)
d) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ, misalnya terjadi di
bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis)
2) Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari ringan
hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui
adalah:
a) Unilateral incomplete: Jika celah sumbing yang terjadi
hanya di salah satu bibir dan tidak memanjang ke hidung.
b) Unilateral complete: Jika celah sumbing yang terjadi hanya
di salah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c) Bilateral complete: Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
h. Penatalaksanaan Labioskiziz
1) Memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan memperhatikan :
a) Posisi bayi jangan terlentang, kepala bayi ditegakkan
sedikit.
b) Berikan makanan/minuman dengan menggunakan sendok
atau pipet
c) Menjaga jangan sampai makanan tertelan ke paru-paru
(aspiras)
2) Merujuk bayi untuk penanganan lebih lanjut :

21
a) Kolaborasi dengan ahli bedah ortodontis, dokter anak,
dokter THT, serta ahli wicara. Tergantung dari berat
ringannya kelainan maka tindakan bedah dilakukan secara
bertahap.
b) Penutupan labioskizis biasanya dilakukan pada umur 3
bulan, sedangkan palatoskizis biasanya ditutup pada umur
9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.
c) Tahapan tindakan ortodontik diperlukan perbaikan gusi dan
gigi.
2. Atresia Esophagus
a. Definisi Atresia Esophagus
Atresia esophagus adalah gangguan kontinuitas esophagus dengan/
tanpa hubungan dengan trachea atau esophagus yang tidak terbentuk
sempurna (Meternity et al., 2018).
Atresia esophagus adalah kelianan bawaan dimana ujung saluran
esophagus buntu 60% dan biasanya disertai hidramnion.

Sumber: (Meternity et al., 2018)


b. Etiologi
1) Kasus polihidramnion.
2) Bayi kurang bulan.
c. Tanda dan gejala
1) Gejala atresia esophagus dapat dideteksi sejak masa prenatal pada
umur kandungan 18 minggu serta kejadian polihidramnion
2) Liur yang menetes terus-menerusdari mulut bayi
3) Hipersaliva dan saliva dalam bentuk buih
4) Setiap pemberian makan bayi batuk da nada sumbatan
5) Sesak napas dan sianosis
6) Muntah

22
d. Komplikasi
1) Kesulitan bernapas dan tersedak
2) Batuk kronis
3) Infeksi saluran napas
4) Disfagia
5) Gastroesofagus refluks
e. Kelainan dalam atresia esophagus
1) Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi di bagian bawah esophagus
(pada persambungan dengan lambung) yang tidak dapat menutup rapat
sehingga bayi sering terjadi regurgutasi bila dibaringkan.
Penatalaksanaan: Bayi harus dalam posisi duduk pada waktu diberika
minum dan jangan dibaringkan segera setelah minum. Biarkan dalam
sikap duduk lama, kemudian dibaringkan miring ke kanan dengan
kepala lebih tinggi.
2) Akalasia
Akalasia adalah kebalikan dari kalisia pada akalasia dimana bagian
distal esophagus dapat membukan dengan baik sehingga terjadi
keadaan seperti stenosis atau atresia. Akalasia disebut pula sebagai
spasme kardio-esophagus. Penyebab akalasia adalah adanya kartilago
traken yang tumbuh ektopik pada esophagus bagian bawah. Pada
pemeriksaan mikroskopis ditemukan karingan tulang rawan dalam
lapisan otot esophagus.
Penatalaksanaan: Tindakan bedah, sebelum dioperasi pemberian
minum harus dengan sendok sedikit demi sedikit dengan bayi dalam
posisi duduk.
f. Penatalaksanaan
1) Berikan penanganan seperti bayi normal, seperti pencegahan hipotermi
dan nutrisi yang adekuat.
2) Merangsang bayi untuk menangis
3) Pertahankan posisi bayi dalam posisi tengkurap. Hal ini bertujuan
untuk meminimalkan terjadinya aspirasi
4) Pada anak segera dipasang kateter ke dakam esophagus dan bila
mungkin dilakukan penghisapan terus-menerus.

23
5) Pertahankan keaktifan fungsi respirasi
6) Merujuk bayi untuk penanganan lebih lanjut :
a) Pembedahan berupa toratokomi kanan yang bertujuan untuk
memisahkan fistula trakheaesofagus, menutup trachea, dan
menyatukan dua segmen esophagus. Pembedahan ditunda apabila
bayi dengan BBLR, Pneumonia dan anomali mayor.
b) Asuhan yang diberikan selama penundaan tindakan pembedahan,
antara lain pemberian nutrisi parenteral, gastronomi, serta
melakukan suction. Penundaan dilakukan sampai bayi berumur 6
bulan sampai 1 tahun. (Meternity et al., 2018)
3. Atresia Ani
a. Definisi
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan dimana tidak terdapat lubang
pada anus (Meternity et al., 2018).
Atresia ani adalah kelainan tanpa anus/ dengan anus tidak sempurna
akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada masa embrio.

b. Etiologi Atresia Ani


1) Ketidaknormalan perkembangan janin dalam rahim selama kehamilan,
dimana keadaan ini terjadi akibat kegagalan perkembangan anomali
gastrointestinal (sitem pencernaan) dan genitourinary (sistem
perkemihan)
2) Kelainan kromosom (Meternity et al., 2018).
c. Gejala Atresia Ani
1) Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir.
2) Tinja keluar dari vagina/uretra.
3) Kembung yang progresif
4) Kadang disertai muntah pada umur 24-48 jam
5) Urin bercampur meconium.

24
d. Penatalaksanaan
1) Pertolongan pertama memberikan dukungan dan keyakinan ibu untuk
tidak memberikan apa pun lewat mulut
2) Melakukan colok usus untuk mengetahui keadaan usus
3) Merujuk untuk penanganan lebih lanjut.
4. Omfalokel
a. Definisi
Omfalokel merupakan hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar
dalam kantong peritoneum. Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi
perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum
(selaput perut) dan tidak dilapisi ileh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari
5.000 kelahiran. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum yang
tipis dan transparan (tembus pandang). (Marmi & Rahardjo, 2018).

Sumber: (Marmi & Rahardjo, 2018)


b. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Pada 25-40% bayi yang menderita
omfalokel, kelainan unu disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti
kelainan kromosom, hernia diafragmatika dan kelainan jantung. Selain itu,
kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin
berumur 10 minggu juga menjadi penyebab terjadinya omfalokel (Marmi
& Rahardjo, 2018).
c. Tanda dan gejala
1) Gangguan pencernaan, karena polisitemia dan hiperinsulin.
2) Berat badan lahir > 2500 gram

25
3) Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada
omfalokel bervariasi, tergantung kepada besarnya lubang di pusar. Jika
lubangnya kecil, mungkin hanya usus yang menonjol tetapi jika
lubangnya besar hati juga bisa menonjol melalui lubang tersebut.
d. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, dimana isi
perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum.
e. Penatalaksanaan
1) Bila kantong belum pecah, diberikan markurokrom yang bertujuan
untuk penebalan selaput yang menutupi kantong.
2) Pembedahan
e. Meningokel dan Ensefalokel
a. Definisi
Meningokel dan ensefalokel adalah adanya defek pada penutupan
spina yang berhubungan dengan pertumbuhan yang abnormal korda
spinalis atau penutupannya (Marmi & Rahardjo, 2018).

b. Etiologi
Gangguan pembentukan komponen janin saat dalam kandungan.
c. Tanda dan gejala
1) Gangguan persarafan
2) Gangguan mental
3) Gangguan tingkat kesadaran.
d. Penatalaksanaan
Pembedahan

26
1) Ensefalokel
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai
dengan adanya penonjilan meninges (selaput otak) dan otak yang
berbentuk seperti kantung melalui lubang pada tulang tengkorak.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin (Marmi & Rahardjo, 2018).
Ensefalokel disebabkan ileh defek tulang kepala, biasanya
terjadi di bagian oksipital, kadang-kadang juga dibagian nasal,
frontal atau periental pada defek yang besar sering disertai hemiasi
jaringan orak (eksensefalus). Ensefalokel mudah didekteksi dengan
USG bila defek tulang kepala cukup besar, apalagi bila sudah
herniasi. Akan tetapi lesi pada tulang kepala menjadi sulit dikenali
bila terdapat digohidramin (Marmi & Rahardjo, 2018).
Gejalanya berupa:
● Hidrosefalus
● Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)
● Gangguan perkembangan
● Mikrosefalus
● Gangguan penglihatan
● Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
● Ataksia
● Kejang
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel
seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak
lainnya. Biasanya dengan dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang
tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan
kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin perlu dibuat
suatu shunt. Pengobatan lainnya bersifat simtomis dan suportif.
Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi
dan kelainan otak yang menyertainya.
f. Hidrosefalus
a. Definisi

27
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal atau penimbunan cairan
cerebrospinal yang berlebihan di dalam otak (Meternity et al., 2018).
Suatu keadaan dimana terdapat timbunan liquor serebrosponalis
yamg disertai dengan kenaikan tekanan intracranial, sehingga terlihat
kepala bayi membesar. Hidrosefalus disebabkan oleh patologis otak
yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis dengan
tekanan intracranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran
ventrikel. Peleparan ventrikel ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi absorpsi cairan serebrospinal (Marmi & Rahardjo, 2018).

b. Etiologi
1) Faktor keturunan
2) Gangguan tumbuh kembang janin seperti spina bifida atau ensefalokel
(Hernia jaringan syaraf karena cacat tempurung kepala).
3) Komplikasi persalinan premature (perdarahan intraventrikular,
meningitis, tumor, cedera kepala traumatis, atau perdarahan sub
arachnoid)
4) Tidak lancarnya aliran serebrospinalis atau berlebihnya produksi
cairan serebrospinalis (Marmi & Rahardjo, 2018). Adanya gangguan
aliran cairan yang menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak
sehingga menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat yang
vital (Meternity et al., 2018).
c. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantungan pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan:

28
1) Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifest (overt hydrosefalus)
dan hidrosefalus tersembunya (occult hydrosefalus)
2) Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita
3) Proses terbentuknya, dikenal hridrosefalus akut dan hidrosefalus kronik
4) Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans (Marmi & Rahardjo, 2018).

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi vertical, hidrosefalus


eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga sub arachnoid diatas
permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjadabarkan kasus yang
mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala dibagi
menjadi: hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukkan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan
dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi (Marmi &
Rahardjo, 2018).

d. Gejala klinis
Adapun gejala klinis dari penyakit ini adalah:
1) Sakit kepala
2) Kesadaran menurun
3) Kejang
4) Kelemahan saraf
5) Inkontinensia urin (sulit menahan buang air kecil)
6) Nyeri kepala
7) Mata tertekan (cekung)
8) Muntah, kesulitan menelan dan menghisap
9) Gangguan pada nafas
10) Nadi lambat
11) Pupil membengkak dan respon cahaya tidak sama.

Bahkan bila hedrosefalus dewasa tidak segera diatasi bisa sampai


menyebabkan kebutaan. Bila sudah mengalami kebutaan tidak bisa
mengembalikan penglihatan lagi. Bila kesadaran penderita hidrosefalus
menurun bisa meninggal. Pada bayi khususnya dibawah usia 1 tahun,

29
terjadinya hidrosefalus ditandai dengan membesarnya kepala karena tulang
tengkorak bayi sebelum 1 tahun belum lain menyatu, selain itu diikuti
dengan tanda-tanda sebagai berikut:

1) Kepala makin besar


2) Vena-vena pada kepala prominen
3) Ubun-ubun melebar dan tegang
4) Sutura melebar
5) Cracked-pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak atau buah
semangka pada perkusi kepala
6) Perkembangan motoric melambat
7) Perkembangan mental terlambat
8) Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (reflex lutut atau akiles)
9) Cerebral cry yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
10) Nistagmus horizontal
11) Sunset phenomena yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan
dan penipisan tulang-tulang supraorbital, sclera tampak diatas iris,
sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam (Marmi
& Rahardjo, 2018).
e. Penatalaksanaan
Pada kasus-kasus emergensi hal pertama tang dilakukan adalah periksa
ABC kemudian lakukan pemasangan selang dari rongga orak ke rongga
perut atau Ventriculo Peritoneal Shunt (VP Shunt) yaitu menggunakan
pompa katup semilunar, dipasang seumur hidup selama tidak ada
komplikasi.
1) Farmakologis
Mengurangi volume cairan serebrospinalis:
a) Acetazomide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis
dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
atau 10 mg/Kg/ 24 jam oral, 3-4 kali/hari
b) Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis. Catatan:
lakukan pemeriksaan serum elektrolit secara berkala untuk
mencegah terjadinya efek samping dan bila ada tanda-tanda infeksi
beri antibiotik sesuai dengan penyebab.

30
2) Pembedahan
Untuk mengatasi kelebihan cairan ini dilakukan pembuatan saluran
dengan memasang selang (kateter) ke dalam saluran cairan otak
(ventrikel) yang berhubungan dengan rongga perut, rongga jantung
atau ruang disekitar paru-paru sehingga cairan mudah diserap
pembuluh darah. Pembuangan cairan ini diatur dengan sedemikian
rupa dengan katup pada sistemnya untuk mengontrol agar tidak terjadi
kekurangan maupun kelebihan cairan. Cara seperti ini merupakan yang
paling efektif untuk penderita hidrosefalus, tapi tetap saja ada
kemungkinan gagal dan infeksi (Marmi & Rahardjo, 2018).

31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Janin atau fetus merupakan individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang kompleks didalam rahim. Periode fetus dini dimulai sejak usia 9
minggu sampai dengan akhir trimester 2 kehamilan. Sedangkan periode fetus lanjut
dimulai pada awal trimester 3 sampai dengan akhir kehamilan. Pada trimester pertama
atau tiga bulan pertama masa kehamilan merupakan masa dimana system organ
prenatal dibentuk dan mulai berfungsi, pada trimester kedua tangan, jari, kaki dan jari
kaki sudah terbentuk, janin sudah dapat mendengar dan mulai terbentuk gusi, dan
tulang rahang, dan pada trimester ketiga terdapat perkembangan otak yang cepat,
sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata mulai membuka.

3.2 Saran
Harapannya dengan terbentuknya makalah ini dapat menambah pengetahuan
serta bahan ajar tentang fisiologi janin, selain itu kepada pembaca dapat mengetahui
apa saja tahap perkembangan dari janin yang sedang berlangsung.

32
DAFTAR PUSTAKA
Mukhoirotin, Mukhoirotin, dkk. 2022. Genetika dan Biologi Reproduksi. Medan:
Yayasan Kita Menulis.

Agustinus, I’tishom, R., & Pramesti, M. D. (2018). Biologi Reproduksi Pria (1st ed.).
Airlangga University Press.

Irdalisa, Paidi, & Djukri. (2019). Modul Sistem Reproduksi Pada Manusia. Program studi
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Modul Mata Kuliah Penunjang Disertasi (MKPD) Spermatogenesis. (2019). Universitas


Udayana.

Rijanto, & Jeniawaty, S. (2015). Modul Ajar Anatomi Fisiologis Reproduksi


Spermatogenesis, Endokrin, dan Genetika Bagi Mahasiswa Kebidanan (I). CV Radius.

Sukada, I. K. (n.d.). Gametogenesis Oogenesis Spermatogenesis. Universitas Udayana.

Ayu Putri Wirawati, I. (2018). Metode Pemeriksaan Sperma. Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana.

Irdalisa, Paidi, & Djukri. (2019). Modul Sistem Reproduksi Pada Manusia. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Ketut Sukada, I. (n.d.). Gametogenesis Oogenesis Spermatogenesis. Fakultas Peternakan


Universitas Udayana.

Rijanto, & Jeniawaty, S. (2015). Anatomi Fisiologi Reproduksi, Spermatogenesis,


Endokrin, dan Genetika Bagi Mahasiswa Kebidanan. CV Radius.

Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal . Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Ahmadi, F. (2019). Kehamilan, Janin dan Nutrisi. CV Budi Utama.

Yuliani, D. R., Saragih, E., & Astuti, A. (2021). Asuhan Kehamilan. Yayasan Kita
Menulis.

Manuaba, I. B. G., Manuaba, I. A., & Manuaba, I. B. G. F. (2007). Pengantar kuliah


Obstetri EGC. EGC.

Prawiroharjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

33
Sulistyawati, A. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Salemba Medika.

Georgadaki, K., Khoury, N., Spandidos, D. A., & Zoumpourlis, V. (2016). The molecular
basis of fertilization (Review). International Journal of Molecular Medicine, 38(4), 979–986.
https://doi.org/10.3892/ijmm.2016.2723

Hayati, L. (2020). Fertilization, Cleavage and Implation. Sriwijaya Journal of Medicine,


3(3), 138–156. https://doi.org/10.32539/sjm.v3i3.229

Nani, D. (2018). Fisiologi Tubuh Manusia. Penebar PLUS+.

Situmorang, R. B., Hilinti, Y., Yulianti, S., Iswari, I., Rahmawati, D. T., Sari, L. Y., &
Jumita. (2021). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. CV. Pustaka El Queena.

Manuaba Ida Bagus Gde. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan (1st ed.). Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Prawirohardjo Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan (4th ed.). P.T Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Saifuddin A. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sastrawinata Sulaiman, dkk. (2005). Obstetri Patologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Apriza, dkk. 2020. Konsep Dasar Keperawatan Maternitas. Medan : Yayasan Kita
Menulis

Yuliani, Diki Retno, dkk. 2021. Asuhan Kehamilan. Medan : Yayasan Kita Menulis

http://www.w-cpc.org/pictures/adam/mo8.jpg.
https://www.idntimes.com/health/fitness/m-tarmizi-murdianto/perkembangan-janin-dalam-
kandungan-dan-9-tahapnya/9
https://thezuriat.com/perkembangan-janin-28-minggu/
https://luvizhea.com/kalkulator-kehamilan/perkembangan-janin-usia-32-minggu/
https://luvizhea.com/kalkulator-kehamilan/perkembangan-janin-usia-36-minggu/
https://soalans.blogspot.com/2019/07/ukuran-janin-bulan.html

34
35

Anda mungkin juga menyukai