Anda di halaman 1dari 38

MANAJEMEN

PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAYANAN KEBIDANAN


DI UPT PUSKESMAS TINEWATI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Manajemen Pelayanan Kebidanan Profesional Berbasis WCC
di Program Studi Profesi Bidan

Disusun Oleh:

Sri Wahyuni
P20624821016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
JURUSAN KEBIDANAN TASIKMALAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanyalah milik Allah SWT, dengan izin dan
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan Manajemen Pengendalian dan
Evaluasi Pelayanan Kebidanan di UPT Puskesmas Tinewati. Sholawat serta salam senantiasa
tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulisan laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Manajemen Pelayanan Kebidanan Profesional Berbasis WCC di Program Studi Profesi
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya. Tidak sedikit hambatan yang dihadapi oleh
penulis selama penulisan laporan ini, akan tetapi dengan diberikannya bantuan moril maupun
materil dari berbagai pihak akhirnya penulisan laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak pihak yang
telah membantu dalam kelancaran penulisan laporan ini, diantaranya:
1. Hj. Ani Radiati, S.Pd, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Tasikmalaya.
2. Nunung Mulyani, APP, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan.
3. Dr. Meti Widiya Lestari, SST, M.Keb, selaku Ketua Program Studi Profesi Kebidanan
Tasikmalaya.
4. Eti Rohmatin, SST., M.Kes selaku Pengajar Mata Kuliah Manajemen Pelayanan
Kebidanan Profesional Berbasis WCC
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
motivasi dan do’anya.
Semoga kebaikan dan kasih sayang yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Amin Ya Rabbal’alamin.
Penulis menyadari dari awal penyusunan hingga terselesaikannya laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari kajian teori maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Aamiin
Tasikmalaya, Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI............................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.........................................................Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang..........................................................Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah.....................................................Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan.......................................................................Error! Bookmark not defined.

D. Manfaat................................................................................................................. ....2

BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................Error! Bookmark not defined.

A. Konsep Manajemen..................................................Error! Bookmark not defined.

B. Standart Pelayanan Kebidanan.................................Error! Bookmark not defined.

C. SOP ........................................................................................................................10

BAB III IMPLEMENTASI PELAYANAN KEBIDANAN.........................................................20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup
masyarakat, sehingga semua negara berupaya menyelenggarakan pembangunan
kesehatan sebaik-baiknya. Pembangunan kesehatan di Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pembangunan
Nasional dan Pembangunan Kesehatan di Jawa Barat. Sesuai dengan Undang-undang No.
36 Tahun 2009 tentang kesehatan, tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, yang mencakup aspek jasmani dan rohani. Tujuan
tersebut akan tercapai apabila derajat kesehatan masyarakat meningkat, melalui
peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan yang merata, serta
mengembangkan kesadaran dan perilaku hidup sehat dikalangan masyarakat. Derajat
kesehatan yang tinggi merupakan suatu prakondisi untuk meningkatkan produktivitas
sumber daya manusia.
Berbagai perubahan dan tantangan stategis yang mendasar seperti globalisasi,
demokratisasi, desentralisasi, krisis multidimensi, serta pemahaman kesehatan sebagai
hak asasi dan intervensi mendorong terjadinya revisi terhadap sistem kesehatan yang
selama ini menjadi dasar pembangunan kesehatan di Indonesia. Untuk Kecamatan
Singaparna Kabupaten Tasikmalaya sendiri upaya peningkatan derajat kesehatan
merupakan bagian dari peningkatan pembangunan di Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, semua
aktivitas pembangunan kesehatan ditujukan melalui status kesehatan yang memberikan
konstribusi kepada kualitas kehidupan yang produktif dan lebih tinggi secara sosial
maupun ekonomi. Kegiatan pelayanan kesehatan ditujukan melalui pemerataan dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, aksesbilitas (keterjangkauan) dengan prioritas
golongan masyarakat berpenghasilan rendah atau ekonomi lemah yang sebagian besar
bermukim di daerah pedesaan, daerah kumuh di perkotaan, masyarakat di daerah
terpencil dan perbatasan termasuk masyarakat terasing dan daerah pemukiman baru.
Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program
pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Fasilitas pelayanan
kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupan rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan / atau masyarakat.
Sesuai dengan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di
wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan
bermutu, hidup dalam lingkungan sehat memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Puskesmas tinewati merupakan salah satu pusat pembangunan, pembinaan dan
pelayanan kesehatan di Kecamatan Singaparna. Salah satu upaya pokok kesehatan di
Puskesmas tinewati adalah Kesehatan Ibu dan Anak. Program pelayanan kesehatan ibu
dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama pembangunan kesehatan dan
menjadi masalah nasional karena sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) pada generasi mendatang. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan
kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program
ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu. Sasaran Deklarasi
Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua 
Negara, diantaranya adalah meningkatkan kesehatan ibu dengan target untuk 2015
mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan (Nainggolan, 2014).
Data cakupan kinerja program upaya KIA dan KB pada tahun 2020 sebagian
besar belum dapat mencapai target seperti cakupan kunjungan K4, linakes, komplikasi
kebidanan yang ditangani, pelayanan nifas, kunjungan neonatus 1, kunjungan neonatus
lengkap, neonatus dengan komplikasi yang ditangani, kunjungan bayi, kunjungan anak
balita. Capaian KIA/KB yang telah mencapai target yaitu cakupan peserta KB aktif.
Untuk angka kematian bayi di Puskesmas Tinewati pada tahun 2020, 10 per 1000
kelahiran hidup, lebih tinggi dibandingkan angka kematian di Kabupaten Tasikmalaya
yaitu 9 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2020 terjadi peningkatan kematian ibu
menjadi 2 kasus yang disebabkan karena perdarahan dan penyakit penyerta.
Penerapan manajemen pelayanan kebidanan secara berkesinambungan dan terus
menerus diharapkan mampu mengendalikan dan menyelesaikan berbagai permasalahan
terutama kesehatan ibu dan anak serta menjamin mutu pelayanan kebidanan yang
merupakan tingkat kesempurnaan dan standar yang telah ditetapkan dalam memberikan
pelayanan kebidanan untuk mengurangi kematian. Mutu pelayanan kebidanan
menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan rasa puas pada
klien. Untuk itu pelayanan kebidanan harus mengupayakan peningkatan mutu dalam
memberikan pelayanan sesuai standar yang mengacu pada semua persyaratan kualitas
pelayanan dan peralatan kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (Lilik,
2013). Peningkatan mutu layanan kebidanan dengan asuhan yang berpusat pada
perempuan ( Women Center Care) mampu mendukung seorang perempuan dalam
melewati semua silkus kehidupannya dan meningkatkan kepuasan dengan pengalaman
bersalin, perawatan, serta meningkatkan kesejahteraan bagi perempuan, bayi, keluarga,
dan profesional kesehatan yang merupakan kompenen penting dari peningkatan kualitas
kesehatan (Marcia S, 2020).
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah manajemen pengendalian dan evaluasi pelayanan kebidanan di Puskesmas
Tinewati?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori manajemen pelayanan kebidanan secara umum
2. Untuk mengetahui implementasi pelaksanaan pelayanan kebidanan di Puskesmas
Tinewati
3. Untuk mengetahui kesenjangan antara teori dan pelaksanaan manajemen pelayanan
kebidanan di Puskesmas Tinewati
D. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manajemen pelayanan
kebidanan di fasilitas kesehatan
2. Dapat menjadi bahan perbaikan bagi pelayanan kebidanan di Puskesmas Tinewati
terutama dalam memberikan asuhan yang berpusat pada perempuan
3. Dapat lebih meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kebidanan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Manajemen


Manajemen mempunyai arti yang sangat luas, dapat berarti proses, seni, ataupun
ilmu. Dikatakan proses karena manajemen terdapat beberapa tahapan untuk mencapai
tujuan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Dikatakan
seni karena manajemen merupakan suatu cara atau alat untuk seorang manajer dalam
mencapai tujuan. Dimana penerapan dan penggunaannya tergantung pada masing-masing
manajer yang sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi dan pembawaan manajer.
Dikatakan ilmu karena manajemen dapat dipelajari dan dikaji kebenarannya.
Definisi manajemen menurut beberapa ahli diantaranya adalah sebagai berikut:
Menurut Appley dan Oey Liang Lee (2015) manajemen adalah seni dan ilmu, dalam
manajemen terdapat strategi memanfaatkan tenaga dan pikiran orang lain untuk
melaksanakan suatu aktifitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam manajemen terdapat teknik-teknik yang kaya dengan
nilai-nilai estetika kepemimpinan dalam mengarahkan, memengaruhi, mengawasi,
mengorganisasikan semua komponen yang saling menunjang untuk tercapainya tujuan
yang dimaksudkan. Sedangkan menurut G.R. Terry (2016) menjelaskan bahwa
manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta
mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan melalui pemanfaatan
sumber daya dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
tertentu.
B. Konsep Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan. Berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan
keputusan yang berfokus pada klien. Manajemen kebidanan menyangkut pemberian
pelayanan yang utuh dan menyeluruh kepada klien yang merupakan suatu proses
manajemen kebidanan yang dilaksanankan untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis
untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan
tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien.
Pengertian manajemen kebidanan menurut buku 50 tahun IBI tahun 2007,
manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan
metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisi data,
diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Menurut Kemenkes RI
tahun 2015, manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan masalah
ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sedangkan menurut Helen Varney tahun 27,
manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode
untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-
penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan yang logis untuk pengambilan suatu
keputusan berfokus pada klien.
C. Fungsi-fungsi Manajemen Kebidanan
1. Fungsi Perencanaan/ Planning
Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti
dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
tersebut.
2. Fungsi Pengorganisasian/ Organizing
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya
manusia dan sumber daya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan
rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
3. Fungsi Pengarahan/ Directing/Leading/ Actuating
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja
yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.
4. Fungsi Pengendalian/ Controling
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang
telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.
Fungsi-fungsi tersebut harus ada agar mendapatkan hasil manajemen yang maksimal
untuk perusahaan atau organisasi.
Menurut Ibnu Syamsi fungsi manajemen terdiri dari :
a. Fungsi perencanaan
b. Fungsi mengatur pelaksanaan
1) Pengorganisasian (organizing)
2) Penyiapan tenaga (staffing)
3) Pengarahan (directing)
4) Pengkordinasian (coordinating)
5) Permintaan laporan (reporting)
c. Fungsi pengendalian (controlling)
d. Fungsi pengembangan (development)
Manajemen adalah suatu bentuk kerja. Manajer dalam pekerjaannya harus melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu yang dinamakan fungsi-fungsi manajemen, yaitu sebagai
berikut :
a. Planning (Perencanaan)
Yaitu menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan
datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Yaitu mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan
kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
c. Staffing (Penyiapan tenaga)
Yaitu menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengarahan,
penyaringan, latihan pengembangan tenaga kerja.
d. Controlling (pengawasan)
Yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab- sebab
penyimpangan dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan.
D. Unsur-unsur Manajemen Kebidanan
Unsur–unsur dari manajemen yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai
hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu man, money, materials,
machines, method, dan markets.
1. Man (SDM)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang
membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan.
Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah
makhluk kerja.
2. Money (uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat
tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah
uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools)
yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan
secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan
untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta
berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
3. Materials (bahan)
Materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia
usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam
bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu
sarana. Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan
tercapai hasil yang dikehendaki.
4. Machines (mesin)
Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan mesin akan
membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta
menciptakan efesiensi kerja.
5. Methods (metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara kerja yang baik
akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan
cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan
kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan
kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya
tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan.
Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
6. Market (pasar)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi
tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan
berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi
merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas
dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan)
konsumen.
E. Tujuan Manajemen Pelayanan Kebidanan
Tujuan manajemen harus mengandung unsur-unsur :
1. What : Kegiatan apa yang akan dikerjakan harus jelas.
2. Who : Sasarannya harus jelas, siapa yang akan mengerjakan, beberapa yang ingin
dicapai.
3. When : Kejelasan waktu untuk menyelesaikan kegiatan.

4. How : Prosedur kerjanya (SOP) jelas, sesuai dengan SPK (Standar Pelayanan
Kebidanan).
5. Why : Mengapa kegiatan itu harus dikerjakan, dengan penjelasan yang jelas.
6. Where : Kapan dan dimana kegiatan akan dilakukan tertera jelas.
7. Which : Siapa yang terkait dengan kegiatan tersebut (lintas sektor walaupun lintas
program yang terkait).
F. Langkah – langkah Manajemen Pelayanan Kebidanan
1. P1 (Perencanaan)
Perencanaan adalah proses untuk merumuskan masalah kegiatan, menentukan kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan kegiatan yang paling pokok dan menyusun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (landasan dasar). Contoh :
jadwal pelayanan ANC di posyandu, puskesmas, rencana pelatihan untuk kader, nakes.
2. P2 (Pengorganisasian)
Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan menggolong-golongkan, dan
mengatur berbagai kegiatan, penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang dan
pendelegasian wewenang dalam rangka pencapaian tujuan layanan kebidanan.
Inti dari pengorganisasian adalah merupakan alat untuk memadukan atau sinkronisasi semua
kegiatan yang berasfek personil, finansial, material dan tata cara dalam rangka mencapai
tujuan pelayanan kebidanan yang telah di tetapkan. Contoh : P2 (Pelaksanaan ), puskesmas,
puskesmas pembantu, polindes dan pembantu, balai desa, PMB.
3. P3 (Penggerakan dan Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian)
Penggerakan dan Pelaksanaan adalah suatu usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di
antara pelaksanaan program pelayanan kebidanan sehingga tujuan dapat tercapai secara
efektif dan efisien.

Fungsi manajemen ini lebih menekankan bagaimana seseorang manajer pelayanan kebidanan
mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pelayanan kebidanan yang telah di sepakati. Contoh : pencatatan dan pelaporan (SP2TP),
supervisi, stratifikasi puskesmas, survey.
G. Perencanaan Dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan
Seorang bidan haruslah berfikir logikatik, analitis, sistematik, teruji secara empiris, memenuhi
sifat pengetahuan umum yaitu : objektif, umum dan memiliki metode ilmiah. Penerapan di
dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan. Unsur- unsur dalam perencanaan Pelayanan
Kebidanan meliputi :
1. In–Put
Merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan aktifitas yang meliputi :
a. Man : Tenaga yang dimanfaatkan.
Contoh : Staf atau bidan yang kompeten
b. Money : Anggaran yang di butuhkan atau dana untuk
program
c. Material : Baku atau materi (sarana dan prasarana) yang
dibutuhkan
d. Metode : Cara yang di pergunakan dalam bekerja atau
prosedur kerja
e. Minute / Time : Jangka waktu pelaksanaan kegiatan program
f. Market : Pasar dan pemasaran atau sarana program
2. Proses
Memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan. Meliputi Manajemen Operasional dan
Manajemen asuhan.
a. Perencanaan (P1)
b. Pengorganisasian (P2)
c. Penggerakan dan pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian (P3)
3. Out–Put
Cakupan Kegiatan Program :

a. Jumlah kelompok masyarakat yang sudah menerima layanan kebidanan (memerator),


dibandingkan dengan jumlah kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program kebidanan
(denominator).
b. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan (Mulai dari
KIE, Asuhan Kebidanan, dan sebagainya)
Contoh : Untuk BPS : Out–Put nya adalah
1) Kesejahteraan ibu dan janin
2) Kepuasan Pelanggan
3) Kepuasan bidan sebagai provider
4. Effect
Perubahan pengetahuan, sikap, dan prilaku masyarakat yang diukur dengan peran serta
masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kebidanan yang ada di sekitarnya (Posyandu,
BPS, Puskesmas dan sebagainya) yang tersedia.
5. Out–Come (Impact)
Dipergunakan untuk menilai perubahan atau dampak (impact) suatu program, perkembangan
jangka panjang termasuk perubahan status kesehatan masyarakat.
H. Mutu Layanan
1. Pengertian
Berikut ini beberapa pengertian tentang mutu yang dikemukakan oleh para ahli:
a Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan (American
Society for Quality Control)
b Mutu adalah”fitness for use”, atau kemampuan kecocokan penggunaan (J.M. Juran)
c Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The conformance of
requirements-Philip B. Crosby).7

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mutu adalah kemampuan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan pelanggannya sehingga pelanggannya merasa puas.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Mutu
Mutu produk dan jasa pelayanan secara langsung dipengaruhi oleh 9 area fundamental (9M)
yaitu:
a Men : kemajuan teknologi, komputer, dan hal-hal lain yang memerlukan pekerja-
pekerja spesialis yang makin banyak
b Money : meningkatnya kompetisi di segala bidang memerlukan penyesuaian
pembiayaan yang luar biasa termasuk untuk mutu
c Materials : bahan-bahan yang semakin terbatas dan berbagai jenis material yang
diperlukan
d machines and mechanization : selalu perlu penyesuaian-
penyesuaian seiring dengan kebutuhan kepuasan pelanggan
e modern information methods : kecepatan kemajuan teknologi
komputer yang harus selalu diikuti f markets : tuntutan pasar yang semkin tinggi dan
luas
g management: tanggung jawab management mutu oleh perusahaan
h motivation : meningkatnya mutu yang kompleks perlu kesadaran mutu bagi
pekerja- pekerja
i mounting product requirement : persyaratan produk yang meningkat
yang diminta pelanggan perlu penyesuaian mutu terus-menerus.7
3. Model Sistem dari Mutu
Gambaran mengenai mutu kaitannya dengan sistem pelayanan yang berkaitan dengan input,
proses, output, dan outcome dan impact serta lingkungan yang mempengaruhi dapat
digambarkan dalm model sistem sebagai berikut:

Bagan 1. Model Sistem Mutu (Sumber: Wijono, 2016)

Asumsi umumnya bahwa mutu hasil akhir yang baik sebagian besar tergantung pada mutu
struktur dan mutu proses di suatu organisasi pelayanan kesehatan. Sebaliknya, hasil yang
buruk dikarenakan karena adanya struktur dan proses yang buruk pula.7
Donabedian dan WHO menganjurkan standar dan kriteria diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu standar struktur (input/masukan), standar proses, dan standar keluaran
(outcome). Standar masukan menentukan tingkat sumber daya yang diperlukan agar standar
layanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya: personil, pasien, peralatan, bahan, gedung,
pencatatan, dan keuangan. Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan
agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya apa yang dikerjakan, untuk siapa,
siapa yang mengerjakan, kapan, dan bagaimana mengerjakannya. Standar keluaran (outcome)
atau hasil pelayanan kesehatan ialah hasil pelayanan kesehatan yang telah dilaksanakan sesuai
standar pelayanan kesehatan. Kriteria outcome yang umum digunakan antara lain: kepuasan
pasien, pengetahuan pasien, kematian, kesembuhan, dan lain-lain
a. Mutu Pelayanan
Pengertian kualitas/mutu pelayanan mencakup dua dimensi, yaitu klien dan petugas
pelayanan.
1) Dari dimensi klien, pelayanan dianggap bermutu apabila pelayanan mampu
memberikan kepuasan kepada klien (client satisfaction). Dengan kata lain, pelayanan yang
bermutu adalah pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan serta hak-hak
klien. Aspek pelayanan yang dianggap dapat memberikan kepuasan kepada klien termasuk
antara lain: ketanggapan, perhatian, dan keramahtamahan yang tulus dari petugas atau
penyedia pelayanan, dan waktu tunggu yang tidak terlalu lama (BKKBN, 2015).
2) Dari dimensi penyedia layanan, pelayanan yang bermutu adalah pelayanan yang sesuai
dengan kode etik dan memenuhi standar profesi pelayanan yang telah ditetapkan (BKKBN,
2015). Bagi petugas kesehatan, mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan yang maju, mutu peralatan yang baik, dan memenuhi standar
yang baik.7
b. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Lori Di Pete Brown, et al., dalam bukunya Quality Assurance of Health Care in
Developing Countries, mutu merupakan fenomena yang komprehensif. Kegiatan menjaga
mutu dapat menyangkut satu atau beberapa dimensi yang tepat untuk pelayanan klinis
maupun manajemen pelayanan kesehatan. Delapan dimensi mutu ini juga dapat membantu
pola pikir dalam menetapkan dan menganalisa masalah untuk mengukur sejauh mana telah
mencapai standar pelayanan kesehatan.
1) Kompetensi teknis: ketrampilan, kemampuan dan penampilan petugas yang
berhubungan dengan hal dapat dipertanggungjawabkan (dependability), ketepatan (accuracy),
ketahanan uji (reliability) dan konsistensi (consistency)
2) Akses terhadap pelayanan: a) geografis: jenis transportasi, jarak, waktu perjalanan,
dan hambatan fisik b) ekonomi: biaya yang terjangkau (affordability) c) sosial: sesuai nilai
budaya, kepercayaan, dan perilaku d) organisasi: sejauh mana kenyamanan pasien, jam kerja
klinik, dan waktu tunggu e) bahasa: bahasa/dialek dapat dipahami pasien
3) Efektifitas: menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standar
yang ada
4) Hubungan antar manusia: interaksi antara petugas kesehatan dan pasien yang
mempunyai andil besar dalam konseling yang efektif, yaitu menghargai, menjaga rahasia,
menghormati, responsif, dan memberikan perhatian
5) Efisiensi: pelayanan terbaik dengan sumber daya yang dimiliki
6) Kelangsungan pelayanan: klien menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan
(termasuk rujukan) tanpa interupsi, berhenti, atau mengulangi prosedur diagnosa dan terapi
yang tidak perlu
7) Keamanan: mengurangi risiko cidera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang
berkaitan dengan pelayanan
8) Kenyamanan: keramahan/amenitis.7
c. Pengukuran Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan diukur dengan cara membandingkannya terhadap standar
pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan (Pohan, 2016). Untuk dapat mengukur mutu,
terlebih dulu harus memahami indikator, kriteria, dan standar. Indikator adalah petunjuk atau
tolok ukur. Kriteria adalah spesifikasi dari indikator. Standar adalah bentuk eksak dan dapat
dihitung secara kuantitatif yang biasanya mencakup hal-hal yang standar baik. Standar
bersifat dinamis dapat menyesuaikan sesuai kondisi, situasi, waktu, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta etika, hukum, dan norma atau nilai masyarakat.7
Indikator dapat diklasifikasikan dengan berbagai perpektif dan berbagai cara. Beberapa
diantaranya adalah indikator struktur, proses, dan keluaran. Indikator struktur merupakan
ukuran ketersediaan sumber daya. Indikator proses adalah indikator yang akan mengukur
kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien.
Indikator keluaran akan mengukur apa yang terjadi atau tidak terjadi sebagai hasil proses atau
sekelompok proses. Donabedian menyatakan bahwa pengukuran keluaran yang absah/sahih
dan dapat dipercaya merupakan satu cara untuk mengukur status kesehatan pasien yang dapat
dikaitkan dengan proses pelayanan kesehatan (Pohan, 2016).
Mutu pelayanaan kesehatan dapat diukur dengan tiga cara yaitu:
1) Pengukuran mutu prospektif
Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan
sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pengukurannya akan ditujukan terhadap
struktur atau masukan pelayanan kesehatan.
2) Pengukuran mutu retrospektif
Pengukuran mutu retrospektif adalah satu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang
dilakukan setelah penyelenggaraan pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan. Pengukuran ini
terdiri atas penilaian rekam medik (audit), wawancara, kuesioner, dan penyelenggaraan
pertemuan.
3) Pengukuran mutu konkuren
Mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan
selama pelayanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran ini dilakukan
melalui pengamatan, langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi peninjauan pada rekam
medik, wawancara serta penyelenggaraan pertemuan (Pohan, 2016).
I. Kepuasan
1. Pengertian Kepuasan
Beberapa pengertian yang berkaitan dengan kepuasan sebagai berikut: a Kepuasan pelanggan
adalah hasil yang dicapai pada saat
keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.7
b Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari
kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa
yang diharapkannya (Pohan, 2016).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan akseptor adalah
perasaan akseptor terhadap layanan KB yang diterimanya berdasarkan layanan KB yang
diharapkannya.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kepuasan dipengaruhi banyak faktor, antara lain yang bersangkutan dengan:
a. pendekatan dan perilaku petugas, perasaan akseptor terutama saat pertama kali datang
b. mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharap
c. prosedur perjanjian
d. waktu tunggu
e. fasilitas umum yang tersedia
f. mutu makanan, privasi, dan pengaturan kunjungan
g. outcome terapi dan perawatan yang diterima.7
3. Pengukuran Kepuasan
Ada dua komponen yang akan mempengaruhi ukuran kepuasan, yaitu komponen harapan
pasien dan komponen kinerja layanan kesehatan. Kesenjangan antara kedua komponen
tersebut merupakan ukuran kepuasan pasien. Apabila harapan pasien sama dengan kinerja

layanan kesehatan, atau tingkat kepuasan pasien 100%, maka pasien pasti merasa puas.
Tingkat kepentingan harapan pasiendan kinerja layanan kesehatan tersebut diukur dengan
skala Likert (Pohan, 2016). Skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau dialaminya,
termasuk kepuasan. Beberapa bentuk jawaban pernyataan yang masuk dalam kategori skala
Likert sebagai berikut:

favourable Nilai Unfavourable Nilai


Sangat puas 4 Sangat puas 1
Puas 3 Puas 2
Tidak puas 2 Tidak puas 3
Sangat tidak puas 1 Sangat tidak puas 4

Cara interpretasi dapat berdasarkan prosentase sebagaimana berikut:


0% 25% 50% 75% 100%
Angka 0-25% : sangat tidak puas/sangat tidak setuju/sangat tidak baik
Angka 25-50% : tidak puas/tidak setuju/tidak baik Angka 50-75% : puas/setuju/baik
Angka 75-100% : sangat puas/sangat setuju/sangat baik (Hidayat, 2014).

B. STANDART PELAYANAN KEBIDANAN


Standar layanan merupakan bagian penting dari layanan kesehatan itu sendiri dan memainkan
peranan penting dalam masalah mutu layanan kesehatan. Jika suatu organisasi layanan
kesehatan ingin meyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu secara konsisten,
keinginan tersebut harus dijabarkan menjadi suatu standar layanan kesehatan atau standar
prosedur operasional (Al-Assaf, 2009)
Standar Pelayanan Kebidanan meliputi 24 standar, yang dikelompokan menjadi 5 bagian
besar – yaitu
a. Standar Pelayanan Umum (2 standar)
b. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)

c. Standar Pelayanan Persalinan (4 standar)

d. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)

e. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9standar)

1. 2 (Dua) Standar Pelayanan Umum


STANDAR 1 :Persiapan Untuk Kehidupan KeluargaSehat :
Bidan memberikan penyuluhan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan masyarakat terhadap
segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan kesehatan umum (gizi, KB, kesiapan
dalam menghadapai kehamilan dan menjadi calon orang tua, persalinan dan nifas).
Tujuannya adalah memberikan penyuluhan kesehatan yang tepat untuk mempersiapkan kehamilan yang
sehat dan terencana serta menjadi orang yang bertanggungjawab.
Hasil yang diharapkan dari penerapan standar 1 adalah masyarakat dan perorangan dapat ikut serta
dalam upaya mencapai kehamilan yang sehat. Ibu,keluarga dan masyarakat meningkat pengetahuannya
tentang fungsi alat-alat reproduksi dan bahaya kehamilan pada usia muda.Tanda-tanda bahaya
kehamilan diketahui oleh masyarakat dan ibu.
STANDAR 2 : Pencatatan Dan Pelaporan
Bidan melakukan pencatatan dan pelaporan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu registrasi semua
ibu hamil diwilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi
baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Disamping itu, bidan
hendaknya mengikut sertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat
yang berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir . Bidan meninjau secara teratur catatan tersebut untuk
menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.
Tujuan dari standar 2 (dua) ini yaitu mengumpulkan, menggunakan dan mempelajari data untuk
pelaksanaan penyuluhan , kesinambungan pelayanan dan penilaian kerja
Hasil yang diharapkan dari dilakukannya standar ini yaitu terlaksananya pencatatatn dan pelaporan yang
baik. Tersedia data untuk audit dan pengembangan diri, meningkatkan keterlibatan masyarakat
dalamkehamilan , kelahiran bayi dan pelayanan kebidanan.

2. 6 (Enam) Standar Pelayanan Antenatal


STANDAR 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk
memberikan penyuluhan dan motifasi ibu , suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk
memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
Adapun tujuan yang diharapkan dari penerapan standar ini adalah mengenali dan memotifasi ibu hamil
untuk memeriksakan kehamilannya Hasil yang diharapkan dari standar ini adalah ibu dapat memahami
tanda dan gejala kehamilan. Ibu , suami, anggota masyarakat menyadari manfaat pemeriksaan
kehamilan secara dini dan teratur.meningkatkan cakupan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum
kehamilan 16 minggu.

STANDAR 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal


Bidan hendaknya paling sedikit memberikan 4 kali pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi
anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan
berlangsung normal. Bidan juga harus bisa mengenali kehamilan dengan risiko tinggiti/kelainan ,
khususnya anemia , kurang gizi , hipertensi , PMS/infeksi HIV; memberikan pelayanan imunisasi,
nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas.
Tujuan yang diharapkan dari standar ini adalah bidan mampu memberikan pelayanan antenatal
berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan. Adapun hasil yang diharapkan yaitu ibu hamil
mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan. Meningkatnya pemanfaatan jasa
bidan oleh masyarakat. Deteksi dini dan penanganan komplikasi kehamilan. Ibu hamil, suami,
keluarga dan masyarakat mengenali tanda bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan.
Mengurus transportasi rujukan ,jika sewaktu-waktu dibutuhkan

STANDAR 5 : Palpasi abdominal


Bidan harus melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukan palpasi untuk
memperkirakan usia kehamilan. Bila umur kehamilan bertambah , memeriksa posisi, bagian terendah,
masuknya kepala janin kedalam rongga panggul, untuk mencari kelainan dan untuk merujuk tepat
waktu.
Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan
janin, penentuan letak, posisi dibagian bawah janin.
Hasil yang diharapkan yaitu bidan dapat memperkirakan usia kehamilan , diagnosis dini kelainan
letak, dan merujuk sesuai kebutuhan. Mendiagnosisi dini kehamilan ganda dan kelainan, serta merujuk
sesuai dengan kebutuhan.
STANDAR 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Bidan melakukan tindakan pencegahan anemia , penemuan , penanganan dan rujukan semua kasusu
anemia pada kehamialan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tujuan dari standar ini adalah bidan mampu menemukan anemia pada kehamilan secara dini,
melakukan tindak lanjut yang memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung.
Tindakan yang bisa dilakukan bidan contohnya , memeriksakan kadar Hb semua ibu hamil pada
kunnjungan pertama dan minggu ke 28. Memberikan tablet Fe pada semua ibu hamil sedikitnya 1
tablet selama 90 hari berturut-turut . beri penyuluhan gizi dan pentingnya konsumsi makanan yang
mengandung zat besi, dll.
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan standar ini yaitu jika ada ibu hamil dengan anemia berat dapat
segera dirujuk, penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia, penurunana jumlah bayi baru lahir
dengan anemia/BBLR
STANDAR 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi Pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda
gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknnya.
Tujuan dari dilakukannya standar ini yaitu bidan dapat mengenali dan menemukan secaea dini
hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Adapun tindakan yang dapat
dilakukan bidan yaitu rutin memeriksa tekanan darah ibu dan mencatatnya. Jika terdapat tekanan darah
diatas 140/90 mmHg lakukan tindakan yang diperlukan.
Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan standar ini adalah ibu hamil dengan tanda preeklamsia
mendapat perawatan yang memadai dan tepat waktu. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat
eklamsia.
STANDAR 8 : Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami atau keluarga pada trimester III
memastikan bahwa persiapan persalinan bersih dan aman dan suasana menyenangkan akan
direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba
terjadi keadaan gawat darurat. Bidan mengusahakan untuk melakukan kunjungan ke setiap rumah ibu
hamil untuk hal ini.
Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah untuk memastikan bahwa persalinan direncanakan dalam
lingkungan yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan terampil.
Hasil yang diharapkan adalah ibu hamil, suami dan keluarga tergerak untuk merencanakan persalinan
yang bersih dan aman. Persalinan
direncanakan di tempat yang aman dan memadai dengan pertolongan bidan terampil. Adanya
persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin,jika perlu. Rujukan tepat waktu telah
dipersiapkan bila diperkirakan.
3. 4 (Empat) Standar Pelayanan Persalinan
STANDAR 9 : Asuhan Persalinan Kala Satu
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan
pemantauan yang memadai , dengan memperhatikan kebutuhan ibu, selama proses persalinan
berlangsung. Bidan juga melakuakan pertolongan proses persalinan dan kelahiran yang bersih dan
aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi
setempat. Disamping itu ibu diijinkan memilih orang yang akan mendampinginya selam proses
persalinan dan kelahiran.
Tujuan dari dilakukannya standar ini yaitu untuk memberikan pelayanan kebidanan yang memadai
dalam mendukung pertolongan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu bayi.
Hasil yang diharapkan adalah ibu bersalin mendapatkan pertolongan yang aman dan memadai.
Meningkatnya cakupan persalinan dan komplikasi lain yang ditangani oleh tenaga kesehatan.
Berkurangnya kematian/kesakitan ibu bayi akibat partus lama.
STANDAR 10 : Persalinan Kala Dua Yang Aman
Bidan melakukan pertolongan persalinan bayi dan plasenta yang bersih dan aman, dengan sikap sopan
dan penghargaann terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi setempat . disamping itu ibu
diijinkan untuk memilih siapa yang akan mendampinginya saat persalinan.
Tujuan dari diterapkannya standar ini yaitu memastikan persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan
bayi. Hasil yang diharapkan yaitu persalinan dapat berlangsung bersih dan aman. Menigkatnya
kepercayaan masyarakat kepada bidan. Meningkatnya jumlah persalinan yang ditolong oleh bidan.
Menurunnya angka sepsis puerperalis.
STANDAR 11 : Penatalakasanaan Aktif Persalinan Kala Tiga
Secara aktif bidan melakukan penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga. Tujuan dilaksanakan nya
standar ini yaitu membantu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap
untuk mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan kala tiga, mencegah terjadinya atonia uteri
dan retesio plasenta.
Adapaun hasil yang diharapkan yaitu menurunkan terjadinya perdarahan yang hilang pada persalinan
kala tiga. Menurunkan terjadinya atonia uteri, menurunkan terjadinya retensio plasenta ,
memperpendek waktu persalinan kala tiga, da menurunkan perdarahan post partum akibat salah
penanganan pada kala tiga.
STANDAR 12 : Penanganan Kala Dua Dengan Gawat Janin Melalui Episiotomi
Bidan mengenali secra tepat tanda-tanda gawat janin pada kala dua, dan segera melakukan episiotomy
dengan aman untuk mmemperlancar persalinan, diikiuti dengan penjahitan perineum.
Tujuan dilakukannya standar ini adalah mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomy jika
ada tanda-tanda gawat janin pada saat kepala janin meregangkan perineum. Hasil yang diharapkan
yaitu penurunan kejadian asfiksia neonnaturum berat. Penurunan kejadian
lahir mati pada kala dua .
4. 3 (Tiga) Standar Pelayanan Nifas
STANDAR 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah
asfiksia, menemukan kelainan , dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai kebutuhan. Bidan juga
harus mencegah atau menangani hipotermi dan mencegah hipoglikemia dan infeksi.
Tujuan nya adalah menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta
mencegah hipotermi, hipoglikemi dan infeksi.
Dan hasil yang diharapkan adalah bayi baru lahir menemukan perawatan dengan segera dan tepat.
Bayi baru lahir mendapatkan perawatan yang tepat untuk dapat memulai pernafasan dengan baik.
STANDAR 14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi paling sedikit selama 2 jam
stelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk
memulai pemberian ASI.
Tujuan nya adalah mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih dan aman selama persalinan
kala empat untuk memulihkan kesehatan ibu dan bayi. Meningkatan asuhan saying ibu dan sayang
bayi. Memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah persalinan dan mendukung
terjadinya ikatan batin antara ibu dan bayinya.
STANDAR 15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas di puskesmas dan rumah sakit atau melakukan
kunjungan ke rumah paa hari ke-tiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk
membantu proses penatalaksanaan tali pusat yang benar, penemuan dini,
penatalaksanaan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan
penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, asuhan bayi baru
lahir , pemberian ASI , imunisasi dan KB
Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan
memberikan penyuluhan ASI eksklusif.

5. 9 (Sembilan) Standar Penanganan Kegawatan Obstetri dan Neonatal


STANDAR 16 : Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan Pada Trimester Tiga
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan serta melakukan
pertolongan pertama dan merujuknya. Tujuan dari dilakukannya standar ini adalah mengenali dan
melakukan tindakan secara tepat dan cepat perdarahan pada trimester tiga.
Hasil yang diharapkan dari kemampuan bidan dalam menerapkan standar ini adalah ibu yang
mengalami perdarahan kehamilan trimester tiga dapat segera mendapatkan pertolongan, kematian ibu
dan janin akibat perdarahan pada trimester tiga dapat berkurang , dan meningkatnya pemanfaatan
bidan sebagai sarana konsultasi ibu hamil.
STANDAR 17 : Penanganan Kegawat daruratan pada Eklamsia
Bidan mengenali secara tepat gejala eklamsia mengancam, serta merujuk dan/atau memberikan
pertolongan pertama. Tujuan dilaksanakan satandar ini adalah mengenali tanda gejala preeklamsia
berat dan memberikan perawatan yang tepat dan memadai. Mengambil tindakan yang tepat dan segera
dalam penanganan kegawat daruratan bila eklamsia terjadi.
Hasil yang diharapkan yaitu penurunan kejadian eklamsia. Ibu hamil yang mengalami preeklamsia
berat dan eklamsia mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Ibu dengan tanda-tanda
preeklamsia ringan mendapatkan perawatan yang tepat. Penurunan kesakitan dan kematian akibat
eklamsia.
STANDAR 18 : Penanganan Kegawat daruratan Pada Partus Lama/Macet
Bidan mengenali secara tepat tanda gejala partus lama/macet serta melakukan penanganan yang
memadai dan tepat waktu untuk merujuk untuk persalinan yang aman. Tujuan nya adalah untuk
mengetahui segera dan penanganan yang tepat keadaan daruratpada partus lama/macet.
Hasil yang diharapkan yaitu mengenali secara dini tanda gejala partus lama/macet serta tindakan yang
tepat. Penggunaan patograf secara tepat dan seksama untuk semua ibu dalam proses persalinan.
Penurunan kematian/kesakitan ibu dan bayi akibat partus lama/macet.
STANDAR 19 : Persalinan Dengan Menggunakan Vakum Ekstrakor
Bidan hendaknya mengenali kapan waktu diperlukan menggunakan ekstraksi vakum, melakukan
secara benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanan bagi ibu dan
janinnya.
Tujuan penggunaan vakum yaitu untuk mempercepat persalinan dalam keadaan tertentu. Hasil yang
diharapkan yaitu penurunan kesakitan atau kematian akibat persalinan lama. Ibu mendapatkan
penanganan darurat obstretrik yang cepat .
STANDAR 20 : Penanganan Kegawat daruratan Retensio Plasenta
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama, termasuk plasenta
manual dan penanganan perdarahan, sesuai dengan kebutuhan. Tujuan nya adalah mengenali dan
melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta .
Hasil yang diharapkan ialah penurunan kejadian retensio plasenta. Ibu dengan retesio plasenta
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Penyelamatan ibu dengan retensio plasenta meningkat.
STANDAR 21 : Penanganan Perdarahan Post Partum Primer
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah persalinan dan
segera melakukan pertolongan pertama kegawat daruratan untuk mengendalikan perdarahan. Tujuan
nya adalah bidan mampu mengambil tindakan pertolongan kegawat daruratan yang tepat pada ibu
yang mengambil perdarahan post partum primer/ atoni uteri.
Hasil yang diharapkan yaitu penurunan kematian dan kesakitan ibu akibat perdarahan post partum
primer. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan bidan. Merujuk secara dini pada ibu yang mengalami
perdarahan post partum primer.
STANDAR 22 : Penanganan Perdarahan Post Partum Sekunder
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini gejala perdarahan post partum sekunder , dan
melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu , dan/atau merujuk. Tujuan nya adalah
mengenali gejala dan tanda perdarahan post partum sekunder serta melakukan penanganan yang tepat
untuk menyelamatkan jiwa ibu.
Hasil yang diharapkan yaitu kematian dan kesakitan akibat perdarahan post partum sekunder menurun.
Ibu yang mempunyai resiko mengalami perdarahan post partum sekunder ditemuka secara dini dan
segera di beri penanganan yang tepat.
STANDAR 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Bidan mampu menangani secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis , melakukan perawatan
dengan segera merujuknya. Tujuannya adalah mengenali tanda dan gejala sepsis puerperalis dan
mengambil tindakan yang tepat .
Hasil yang diharapkan yaitu ibu dengan sepsis puerperalis mendapatkan penanganan yang cepat dan
tepat . penurunan angka kesakitan dan kematian akibat sepsis puerperalis. Meningkatnya pemanfaatan
bidan dalam pelayanan nifas.

STANDAR 24 : Penanganan Asfiksia Neonaturum


Bidan mengenali secara tapat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta melakukan tindakan secepatnya,
memulai resusitasi, mengusahakan bantuan medis, merujuk bayi baru lahir dengan tepat dan
memberiakan perawatan lanjutan yang tepat.Tujuan yang diharapkan yaitu mengenal dengan tepat
bayi baru lahir dengan asfiksia , mengambil tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan
kegawatdaruratan
(Rosalia, 2013).

C. Standard Operating Procedure (SOP)


Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) merupakan salah satu cara yang bisa
ditempuh oleh sebuah organisasi untuk meningkatkan kinerja. SOP merupakan sebuah
instruksi yang tertulis untuk dijadikan pedoman dalam menyelesaikan tugas rutin dengan cara
yang efektif dan efisien guna menghindari terjadinya variasi atau penyimpangan dalam proses
penyelesaian kegiatan oleh setiap orang yang akan mengganggu kinerja secara keseluruhan.

3.1.1 Pengertian Standard Operating Procedure (SOP)


Kegiatan administratif perkantoran harus mempunyai pola kerja yang baik sehingga
menunjang pencapaian tujuan organisasi dengan didukung oleh pencatatan tertulis mengenai
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Laksmi,
dkk (2008:52) mendefinisikan Standard Operating Procedure (SOP) adalah dokumen yang
berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja
dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP biasanya terdiri dari manfaat, kapan dibuat atau
direvisi, metode penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh bagan flowchart di bagian akhir.

Menurut Moekijat (2008), Standard Operating Procedure (SOP) adalah urutan langkah-
langkah (atau pelaksanaan-pelaksanaan pekerjaan), di mana pekerjaan tersebut dilakukan,
berhubungan dengan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana
melakukannya, di mana melakukannya, dan siapa yang melakukannya.

3.1.2 Prinsip-prinsip Standard Operating Procedure (SOP)


Prinsip-prinsip Standard Operating Procedure menurut Moekijat (2008) hendaklah:
a. Sederhana, sehingga dapat mempermudah pengawasan.
b. Spesialisasi dipergunakan sebaik-baiknya.
c. Pencegahan penulisan, gerakan, atau kegiatan yang tidak perlu.
d. Berusaha mendapatkan arus pekerjaan yang sebaik-baiknya dan mencegah adanya
rintangan-rintangan.
e. Mencegah kekembaran (duplikasi) pekerjaan (terutama formulir- formulir).
f. Mencegah pemeriksaan yang tidak perlu.
g. Ada pengecualian yang seminimum-minimumnya terhadap peraturan.
h. SOP memberikan pengawasan yang terus-menerus terhadap pekerjaan yang dilakukan.
i. Menggunakan mesin kantor yang sebaik-baiknya.
j. Menggunakan urutan pelaksanaan pekerjaan yang sebaik-baiknya.
k. Tiap pekerjaan yang diselesaikan harus memajukan pekerjaan dengan memperhatikan
tujuan.
l. Pekerjaan tata usaha harus diselenggarakan sampai seminimum mungkin.
m. Pergunakan sebaik-baiknya prinsip pengecualian.
Prinsip-prinsip SOP dari penjelasan di atas hendaklah sederhana, spesialisasi dipergunakan
sebaik-baiknya, penghapusan atau pencegahan kegiatan yang tidak perlu, dan memanfaatkan
waktu, peralatan, urutan pekerjaan yang sebaik-baiknya, serta memudahkan dalam
pengawasan.

3.1.3 Manfaat Standard Operating Procedure (SOP)


SOP tidak hanya bermanfaat bagi tingkat manajerial sebagai perancang prosedur, tetapi juga
bermanfaat bagi tingkat non manajerial sebagai pelaksana. SOP juga membantu tingkat
manajerial dan non manajerial untuk melaksanakan fungsi manajemen pada setiap
bagian/divisi. Manfaat SOP dalam melaksanakan fungsi manajemen (Nuraida, 2008), adalah:
a. Planning-controlling
1) Mempermudah dalam pencapaian tujuan.
2) Merencanakan secara seksama mengenai besarnya beban kerja yang optimal bagi
masing-masing pegawai.
3) Menghindari pemborosan atau memudahkan penghematan biaya.
4) Mempermudah pengawasan yang berkaitan dengan hal-hal yang seharusnya
dilakukan dan yang sudah dilakukan. Menilai apakah pelaksanaannya sudah sesuai
dengan prosedur atau apabila pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan prosedur
maka perlu prosedur. Dengan adanya prosedur yang telah dibakukan maka dapat
disampaikan proses umpan balik yang konstruktif.
b. Organizing
1) Mendapatkan instruksi kerja yang dapat dimengerti oleh bawahan mengenai
bagaimana tanggung jawab setiap prosedur pada masing- masing bagian/divisi,
terutama pada saat pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan bagian-bagian lain.
Misalnya, bagian/divisi yang terlibat dalam inventarisasi barang-barang kantor suatu
organisasi adalah bagian sarana dan prasarana serta bagian keuangan.
2) Dihubungkan dengan alat-alat yang mendukung pekerjaan kantor serta dokumen
kantor yang diperlukan.
3) Mengakibatkan arus pekerjaan kantor menjadi lebih baik dan lebih lancar serta
menciptakan konsistensi kerja.
c. Staffing-leading
1) Membantu atasan dalam memberikan training atau dasar-dasar instruksi kerja bagi
pegawai baru dan pegawai lama. Prosedur mempermudah orientasi bagi pegawai
baru. Sedangkan bagi pegawai lama, training juga diperlukan apabila pegawai lama
harus menyesuaikan diri dengan metode dan teknologi baru, atau mendapat tugas
baru yang masih asing sama sekali. Dengan demikian pegawai akan terbiasa dengan
prosedur-prosedur yang baku dalam suatu pekerjaan rutin di kantor yang berisi
tentang cara kerja dan kaitannya dengan tugas lain.
2) Atasan perlu mengadakan counseling bagi bawahan yang bekerja tidak sesuai dengan
prosedur. Penyebab ketidaksesuaian harus diketahui dan atasan dapat memberikan
pengarahan yang dapat memotivasi pegawai agar mau memberikan kontribusi yang
maksimal bagi kantor.
d. Coordination
1) Menciptakan koordinasi yang harmonis bagi tiap departemen dan antar
departemen.
2) Menetapkan dan membedakan prosedur-prosedur rutin prosedur-prosedur
independen.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa SOP bermanfaat banyak bagi
manajer maupun bawahan. Manfaat SOP bagi manajer adalah untuk mempermudah
mencapai tujuan perusahaan, mempermudah pengawasan terhadap karyawan,
memudahkan dalam pembagian tugas, membantu saat training, dan menciptakan
koordinasi yang harmonis terhadap bawahan.
Sedangkan bagi karyawan, SOP bermanfaat untuk menjaga konsistensi kerja, mengurangi
beban kerja, memperlancar arus kerja, dan mengurangi kesalahan komunikasi baik
dengan sesama karyawan maupun dengan atasan. SOP juga dapat digunakan sebagai
pedoman untuk melaksanakan pekerjaan kantor.

3.1.4 Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP)


a. Tahapan Penulisan Standard Operating Procedure (SOP)
Prosedur kerja kantor harus mendukung pencapaian tujuan yang hendak diraih oleh
setiap bagian, departemen, divisi, dan organisasi secara keseluruhan. Prosedur kerja
hendaknya mampu menciptakan arus kerja yang efisien sehingga mempermudah
dalam pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang dan mempermudah
pelaksanaan kegiatan operasional kantor. Berdasarkan hal ini, ada beberapa tahapan
yang harus dilalui, yaitu:
1) Identifikasi terhadap pekerjaan/operasi yang akan dikerjakan dan dianalisis
dengan sistem yang ada.
2) Menyelaraskan logika prosedur yang akan dibuat dengan seluruh prosedur yang
ada di perusahaan.
3) Membuat urutan langkah yang paling cocok dan logis, yaitu:
(a) Hindarkan penulisan panjang lebar.
(b) Tiap langkah hendaknya ke arah penyelesaian pekerjaan.
(c) Hindarkan keterlambatan, pengulangan, dan back tracking. Dengan demikian,
pegawai harus kembali ke tahap awal prosedur apabila terjadi hambatan pada
saat melaksanakan suatu prosedur.
(d) Duplikasi dokumen minimum, artinya dokumen jangan sampai diberikan
kepada orang yang tidak membutuhkan sehingga menimbulkan
ketidakefisienan.
(e) Cantumkan dengan jelas, siapa yang terlibat sebagai penanggung jawab pada
setiap kegiatan dalam prosedur tersebut dan sesuaikan dengan kemampuan
individu.
Berdasarkan penjelasan di atas, hal yang perlu diperhatiakn dalam menulis prosedur
adalah prosedur tersebut harus dimengerti oleh karyawan. Karyawan sebagai
pelaksana operasional kegiatan kantor harus memahami tujuan dibuatnya prosedur
tersebut. Bila terdapat hal yang tidak dimengerti, karyawan tidak boleh sungkan untuk
bertanya kepada atasan agar tidak terjadi miscommunication. Manajer pun harus
efektif dalam membuat urutan langkah maupun penggunaan kalimat dalam membuat
prosedur.
b. Metode Penulisan Standard Operating Procedure (SOP)
Penulisan prosedur perlu diketahui guna mencari cara yang efektif dan efisien setiap
kantor dalam membuat pedoman kerja. Menurut Ida Nuraida (2008),
banyak cara atau metode yang dapat digunakan untuk menulis prosedur yang
dimaksud adalah:
1) Deskriptif
Deskriptif adalah cara yang paling sederhana sehingga prosedur yang dituliskan
juga merupakan prosedur yang sederhana dan tidak memerlukan simbol-simbol
khusus. Kontrak kerja sama dengan supplier umumnya menggunakan prosedur
deskriptif.
2) Chart
Jika perusahaan semakin berkembang, maka struktur organisasi perusahaan dan
prosedur kerja akan semakin rumit dan kompleks. Dengan demikian, struktur
organisasi perusahaan dan prosedur kerja akan sulit dimengerti oleh para
pelaksana jika semua prosedurnya dibuat dalam bentuk tertulis. Prosedur kerja
dalam bentuk gambar atau simbol dibuat dengan tujuan agar terlihat lebih mudah
untuk dipahami dan diterapkan ke dalam pekerjaan. Prosedur kerja dapat juga
dibuat dengan mengkombinasikan bentuk tertulis yang disertai dengan gambar
atau simbol agar mudah dipahami dan diterapkan oleh pelaksana prosedur.
Informasi yang ada hendaknya disajikan secara visual agar mempermudah analisis
terhadap prosedur atau metode kerja serta mempermudah komunikasi. Untuk
keperluan tersebut, maka disusun berbagai simbol bagi setiap kegiatan yang
bersifat penting. Simbol dapat dibuat dari gambar-gambar visual yang melukiskan
instruksi-instruksi, macam kegiatan, perpindahan satu kegiatan ke kegiatan yang
lain, dan sebagainya, menjadi tampak jelas sehubungan dengan kaitan atau
ketergantungan dari satu kegiatan terhadap kegiatan yang lain. Menurut Winardi
dalam Nuraida (2008), diagram dapat meminimalisasikan tahap-tahap prosedur
tertulis dan digantikan dengan simbol atau kode yang menunjukkan seluruh aksi
dalam bentuk yang lebih singkat atau sederhana. Diagram merupakan alat yang
baik untuk digunakan dalam pekerjaan analisis. Di samping itu, diagram melatih
personel dalam bentuk visual display yang mengungkapkan sejarah prosedur yang
bersangkutan bagi seorang pekerja. Chart dapat berarti peta, diagram, table, atau
gambar. Penulisan prosedur dengan chart adalah sebagai berikut:
(a) Gambar/skema
Gambar/skema biasanya digunakan pada perusahaan assembling. Pembuat
knock down furniture, blender, kereta dorong bayi, dan lain sebagainya, harus
membuat gambar-gambar mengenai tahapan cara memakai dan melepaskan
alat tersebut sebagai panduan bagi konsumen yang membeli.
(b) Arus pergerakan dokumen (document flow chart)
Di dalam document flow chart dapat diketauhi bagian/departemen/divisi yang
terlibat dalam prosedur untuk mencapai suatu tujuan tertentu, tanggung jawab
setiap bagian/departemen/divisi terhadap arus pergerakan dokumen dari start
sampai finish, selain itu untuk mengetahui apa dan berapa rangkap/tembusan
yang diperlukan dalam tiap arus pergerakan dokumen. Dengan kata lain,
document flow chart menunjukkan perpindahan formulir kantor beserta
salinan dokumen tersebut dari satu bagian ke bagian lain.
(c) Proses kegiatan (process chart)
Proses kegiatan perusahaan melewati satu atau beberapa bagian/departemen.
Dengan demikian dapat terjadi beberapa proses dalam bagian/departemen
yang sama. Jadi, yang menjadi perhatian penting bukan dokumen dan
bagian/departemen, melainkan proses pelaksanaan suatu prosedur kerja.
Hanya saja dalam proses kerja ini belum jelas siapa penanggung jawab
untuk setiap proses. Simbol memperlihatkan segala proses yang berangkat di
dalam suatu prosedur dari awal hingga akhir.
Winardi dalam Nuraida (2008), mengatakan bahwa process chart merupakan
salah satu alat yang berguna untuk melakukan penyederhanaan kerja.
Tindakan-tindakan ditunjukkan oleh simbol-simbol yang diatur secara
vertical dengan urutan kronologis dimana tindakan terakhir dicantumkan pada
bagian bawah gambar.
Setiap perusahaan memiliki metode-metode prosedur yang berbeda. Semakin
berkembangnya suatu perusahaan, maka semakin berkembang pula prosedur
kerja dimiliki. Perusahaan kecil mungkin hanya membutuhkan prosedur
deskriptif sebagai pedoman mereka. Sedangkan perusahaan besar
memerlukan prosedur yang rumit karena biasanya pekerjaan tersebut
melibatkan beberapa departemen. Prosedur tersebut dapat berupa gambar,
document flow chart, maupun process chart.
c. Simbol Dalam Penulisan Prosedur
Dalam membuat peta prosedur banyak digunakan gambar atau simbol- simbol.
Beberapa simbol yang umumnya digunakan dalam peta prosedur menurut Nuraida
(2008) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Simbol-Simbol Dalam Penulisan Prosedur


No. Simbol Fungsi
1.
Dimulai atau berakhirnya suatu kegiatan

2.
Pelaksanaan suatu operasi atau kegiatan
3. Dokumen atau formulir atau lembaran
kertas kerja
4.
Pengambilan keputusan
5. Tanda panah menunjukkan arah gerak
dokumen/formulir/kertas kerja atau
menunjukkan urutan operasi
6.
Dokumen/kertas kerja/formulir disimpan
7. Berpindahnya suatu sistem prosedur ke
sistem prosedur yang lain.
Sumber: Nuraida (2008)

Berdasarkan tabel simbol di atas, akan dibuat flowchart alur pengerjaan yang dimulai
dengan simbol lingkaran, kemudian simbol kotak untuk menandakan adanya
pengerjaan atau pengoperasian. Selain itu juga akan digunakan simbol-simbol lain di
atas agar dapat memudahkan memberikan gambaran peta prosedur.
Adapun dalam praktik, menurut Tambunan (2008) ada beberapa teknik bagan arus
yang dikenal, yaitu:
1) Teknik Bagan Arus
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang menggunakan simbol-simbol
dalam bagan atau diagram tertentu yang menggambarkan arus data, informasi
dan urutan-urutan operasi suatu sistem.
2) Teknik Bagan Arus Analitis
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang menggunakan simbol-simbol
dalam bagan atau diagram tertentu yang menggambarkan aliran dokumen dari
proses yang terjadi diantara unit yang berbeda-beda dalam organisasi. Caranya
adalah dengan membuat kolom-kolom yang menjadi representasi setiap unit.
3) Teknik Bagan Arus Dokumen
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang hanya menggambarkan aliran
dokumen di dalam sistem sehingga simbol yang digunakan adalah dokumen
saja.
4) Teknik Bagan Arus Distribusi Dokumen
Agak berbeda dengan teknik bagan arus dokumen, maka dalam teknik ini yang
ditekankan adalah distribusi dokumen-dokumen yang memiliki banyak kopi atau
rangkapan.
5) Teknik Bagan IPO (Input Process Output)
Teknik ini merupakan teknik bagan arus yang menekankan kepada penjelasan
suatu proses, yang menunjukkan masukan dan keluaran sistem.
6) Teknik Bagan HIPO (Hierarchical Input Process Output)
Teknik bagan arus ini merupakan kumpulan teknik IPO, yang menggambarkan
tidak hanya satu proses, tetapi lebih dari satu proses. Bagan HIPO ini membantu
menunjukkan hubungan dan rangkaian dari berbagai proses.
7) Teknik DFD (Data Flow Diagram)
Teknik bagan arus ini sangat khas baik penggunaan simbol dan alirannya.
Teknik DFD merupakan alat pembuatan model untuk menggambarkan sistem
sebagai suatu jaringan proses yang fungsional yang dihubungkan satu sama lain
dengan alur data, baik secara manual maupun komputerisasi.
8) Teknik Bagan Arus Program
Teknik ini merupakan pendukung terbaik teknik DFD, yang menggambarkan
fungsi-fungsi pemrosesan dalam sistem.
9) Teknik Bagan Arus Blok
Teknik ini sama dengan teknik bagan arus program, dengan pemisahan menurut
masing-masing fungsi pemrosesan.
10) Teknik Bagan Arus Sistem
Teknik ini merupakan cara penggambaran yang khas, dengan grafis untuk
menunjukkan keseluruhan alur kerja yang meliputi aliran-aliran dokumen dan
operasi atau pemrosesan di dalam sistem aplikasi.
Menurut Tambunan (2008), dalam teknik bagan arus (flowchart) dikenal berbagai
kelompok simbol sesuai kegunaannya, dimana setiap simbolnya mewakili makna
kegiatan atau peran tertentu. Kelompok simbol yang dimaksud dapat dilihar pada
gambar-gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Simbol Bagan Arus Dasar

Sumber: Tambunan (2008)

Gambar 2.2 Simbol Bagan Arus Penyimpanan


Sumber: Tambunan (2008)

Gambar 2.3 Simbol Bagan Arus Penghubung Prosedur

Sumber: Tambunan (2008)


Gambar 2.4 Simbol Bagan Arus Kegiatan Rinci Prosedur

Sumber: Tambunan (2008)

d. Format Standard Operating Procedure (SOP)


SOP berdasarkan jumlahnya dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu technical dan
administrative SOP. Berbeda dengan Technical SOP, Administrative SOP memiliki
lima elemen berdasarkan Quality Manual, Guidance For Preparing Standard
Operating Procedure, EPA 2007, yaitu:
1) Title Page (halaman judul)
Bagian ini terdiri dari judul, pihak yang mengeluarkan SOP, pihak yang
menyetujui/mengesahkan SOP dan tanggal pengesahan SOP tersebut.
2) Table of Content (Daftar isi)
Bagian ini memuat daftar isi yang ada dalam buku panduan SOP.
3) Procedure (Administrative SOP) Bagian ini terdiri dari:
(a) Purpose (mengidentifikasi tujuan dari suatu proses)
(b) Applicability/Scope (mengidentifikasi ruang lingkup prosedur yang
digunakan)
(c) Summary of Procedure (rangkuman prosedur)
(d) Definition (pengertian dari beberapa istilah)
(e) Personnel Qualification/Responsibilities
(f) Procedure (langkah-langkah prosedur kerja)
(g) Criteria, checklist, or other standard (form yang digunakan)
4) Quality Control (Menjelaskan langkah-langkah prosedur kerja)
5) Reference Section (Daftar pustaka)
Bagian ini memuat sumber-sumber kutipan yang menunjang isi buku
pedoman/SOP

e. Komponen Standard Operating Procedure (SOP)


Pada tiap SOP per halaman dibuat header yang terdiri dari komponen- komponen
seperti yang ada pada gambar:

Logo Perusahaan Perusahaan “X”

Prosedur: Penulisan No. Dokumen DCC/SOP/ADP/002


Operasi Standar Revisi 0
Tanggal 01 Juli 2000
Judul
Halaman 3 dari 28

Sumber: http://digilib.petra.ac.id
Berikut ini merupakan penjelasan dari Header SOP:
1) Logo Perusahaan
Merupakan gambar logo perusahaan.
2) Prosedur
Merupakan tipe penulisan dokumen. Pada dokumen SOP ditulis Standard
Operating Procedure.
3) Judul
Merupakan identitas SOP yang dibuat. Misalnya diisi “Prosedur Penyimpanan
Arsip”, berarti SOP tersebut merupakan prosedur cara menyimpan arsip.
4) Nomor Dokumen
Dalam pembuatan SOP, akan dibutuhkan sistem penomoran sebagai nomor
identitas dokumen dan untuk mengintegrasikan antar SOP.
5) Revisi
Menjelaskan SOP ini sudah mengalami pembenahan yang keberapa kali.
6) Tanggal
Merupakan tanggal SOP diberlakukan efektif kepada unit terkait.
7) Halaman
Menunjukkan halaman ke berapa dari total keseluruhan halam SOP tersebut.
Misalnya 3 dari 28, berarti halaman ketiga dari total halaman.
f. Buku Pedoman Standard Operating Procedure (SOP)
Buku Pedoman Standard Operating Procedure (SOP) menurut Moekijat (2008)
merupakan sebuah buku kecil yang memuat:
1) Garis besar organisasi (tugas-tugas tiap jabatan tanpa nama).
2) Sistem atau metode yang berhubungan dengan pekerjaan.
3) Formulir-formulir yang dipergunakan dan bagaimana tanggal dikeluarkannya
dan di bawah otoritas siapa buku pedoman tersebut diterbitkan.
4) Instruksi tentang bagaimana menggunakan buku pedoman tersebut.
Buku pedoman prosedur mempunyai keuntungan yang sangat besar dalam suatu
organisasi yang besar, dimana buku pedoman tersebut membantu dalam
menstardarisasikan metode-metode dan dalam memberikan pengawasan terhadap apa
yang telah dikerjakan. Keuntungan buku pedoman prosedur menurut Moekijat (2008)
yaitu sebagai berikut:
1) Menulis prosedur mengakibatkan penelitian kembali sistem-sistem.
2) Buku pedoman kantor membantu pembagian pekerjaan yang adil.
3) Buku pedoman kantor meringankan (membantu, mempermudah) pengawasan.
4) Buku pedoman kantor membantu dalam latihan pegawai.
Sedangkan, kerugian buku pedoman prosedur yaitu sebagai berikut:
1) Prosedur-prosedur tidak lebih baik ketimbang cara prosedur-prosedur
tersebut ditulis (dicatat).
2) Isi pekerjaan jabatan tidak selalu tetap (statis).
3) Menyiapkan suatu buku pedoman memakan waktu yang lama dan sering
menjadi tidak berlaku lagi (out of date).
4) Buku pedoman prosedur dapat mematikan inisiatif pegawai.
Buku pedoman prosedur dapat diartikan sebagai buku kecil yang berisi tentang sistem,
metode, dan formulir-formulir yang dipergunakan serta bagaimana menggunakannya
dalam suatu pekerjaan. Buku pedoman prosedur mempunyai keuntungan yang sangat
besar dalam suatu organisasi yang besar, di mana buku pedoman tersebut membantu
dalam menstardisasikan metode-metode dan dalam memberikan pengawasan terhadap
apa yang telah dikerjakan.
g. Memperbaiki Standard Operating Procedure (SOP)
Sebelum sebuah prosedur diperbaiki, sebaiknya diperiksa kembali berkaitan kegiatan
yang sedang dilakukan dalam prosedur tersebut.
Langkah selanjutnya adalah memberikan atau menentukan tanda pada prosedur-
prosedur yang salah, sebelum memutuskan apa yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki prosedur tersebut (Nuraida, 2008). Sebuah prosedur perlu diperbaiki
apabila terjadi hal-hal seperti ini:
1) Personel, kelompok, dan bagian, departemen, atau divisi dalam suatu organisasi
mengalami kebingungan claim menjalankan langkah- langkah kerja.
2) Prosedur yang berlaku saat ini ternyata tidak menggambarkan prosedur yang asli.
3) Prosedur yang ada tidak efisien karena terlalu berbelit-belit, terjadi back tracking,
serta menyulitkan pegawai, konsumen, dan pegawai lainnya.
4) Organisasi semakin tumbuh dan berkembang sehingga prosedur yang ada tidak
menunjang efektivitas organisasi.
5) Terjadi penyimpangan-penyimpangan kerja sehingga membutuhkan pengendalian
secara ketat. Misalnya, terdapat perbedaan penghitungan antara barang fisik yang
ada di gudang dengan pencatatan yang ada di bagian pengendalian persediaan.
6) Banyaknya jumlah pegawai baru. Prosedur perlu diperbaiki apabila pegawai baru
belum mengetahui arus kerja di perusahaan sehingga perlu dibuat prosedur yang
lebih jelas dan detail. Namun apabila yang direkrut adalah pegawai baru yang
professional, maka besar kemungkinan pegawai tersebut membawa ide baru ke
dalam perusahaan. Dengan demikian prosedur yang ada belum tentu cocok untuk
diterapkan ke pegawai baru. SOP yang ada, tidak selamanya digunakan. SOP
harus dievaluasi setiap tahun dan perlu direvisi.
Prosedur hendaknya selalu diperbaharui, artinya selalu up to date dengan
perkembangan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya suatu organisasi, maka
struktur organisasi maupun prosedur kerja semakin rumit pula. Sehingga
Perusahaan dituntut untuk membuat SOP yang baik.

3.1.5 Pengujian Standard Operating Procedure (SOP)


Tahap pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah SOP yang dibuat telah sesuai dengan
standar yang ditetapkan atau yang dibutuhkan oleh perusahaan dan kemudian hasil pengujian
dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dalam melakukan perbaikan dan pengembangan.

Menurut Stup (2001) dalam melakukan uji coba, untuk mengetahui apakah sebuah prosedur
yang dibuat sudah efektif, salah satu cara adalah menjalankan prosedur tersebut pada unit
yang terkait. Dengan menjalankan prosedur tersebut pada unit yang sesuai, maka akan dapat
diketahui apakah penulisan SOP tersebut sudah benar dan berfungsi sebagaimana mestinya,
sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan. Selain itu, dapat dilihat apakah semua langkah
yang ada dalam prosedur sudah sesuai dengan apa yang diamati oleh orang yang membuat
SOP tersebut. Atau apakah orang-orang yang menjadi bagian dari lingkup SOP tersebut
benar-benar dapat memahami setiap langkah yang tertulis. Dengan demikian, setiap langkah
yang membingungkan dalam SOP tersebut harus segera dilakukan perbaikan.

Adapun menurut Darmono (2007) langkah pengujian dan review bisa dilakukan dengan
mengirimkan kepada pihak-pihak yang secara langsung terlibat (calon pengguna) dalam
prosedur SOP yang dimaksud untuk memperoleh masukan. Masukan dari calon pengguna ini
sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, dapat juga dilakukan simulasi untuk melihat
sejauh mana SOP dapat berjalan sesuai dengan kondisi yang nyata. Dengan simulasi dapat
diketahui berbagai kelemahan dan prosedur-prosedur yang perlu diperbaiki sesuai dengan
kondisi lapangan.

Anda mungkin juga menyukai