Anda di halaman 1dari 17

MASALAH KESEHATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM

REPRODUKSI PADA SISTEM PELAYANAN


PENGAWAS MINUM OBAT (PMO)

Oleh :
KELOMPOK 2
GINA SONIA P07120421087N
HADIAH P07120421088N
HAERUNISAH PUTRI P07120421089N
HARMILA P07120421090N
HARYATI SYAMSUDDIN P07120421091N
HENDRI PRATAMA YUDHY P07120421092N
HERBOWO SETIADI P07120421093N
I GEDE ARYANATA P07120421096N
I GUSTI BAGUS JENEK D. P07120421097N
HIJRATUL IKSAN P07120421094N
HOTARI P07120421095N
IDA ROYANI SST P07120421098N
IKA NURLYA RAMADHONA P07120421099N
JUHAENI FEBRI AULIA P07120421100N
KADEK WIWIK INDRIANI P07120421101N

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh kurunia-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan tema “Masalah
Kesehatan Dengan Gangguan Sistem Reproduksi Pada Sistem Pelayanan
Pengawas Minum Obat (PMO)”
kami telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakannya. Namun, saya
menyadari masih dalam proses belajar sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.
Oleh sebab itu, bimbingan dan arahan dari dosen, saya harapkan agar
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Saya mempersembahkan karya ini
untuk semua teman saya, untuk kedua orang tua saya, untuk dosen saya, dan
untuk kepentingan bersama dalam menciptakan tenaga-tenaga perawat profesional
ke depannya.
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi dan wawasan mengenai
Masalah Kesehatan Dengan Gangguan Sistem Reproduksi Pada Sistem Pelayanan
Pengawas Minum Obat (PMO)” bagi tenaga kesehatan dan masyarakat sehingga
dapat meninngkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan reproduksi.
Berhubungan dengan hal tersebut, saya mengucapkan terima kasih atas
semua pihak yang berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. semoga makalah
yang sederhana ini dapat dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran
keperawatan kedepannya.
Kritik dan Saran senantiasa dinantikan agar makalah ini menjadi lebih baik
dimasa mendatang.

Mataram, September 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi..........................................................5
B. Pendekatan dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu............6
C. Penyediaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu......................................................8
D. Pengawas Minum Obat PMO............................................................................................10
1. Pengertian Pengawas Minum Obat...................................................................................10
2. Peserta PMO....................................................................................................................11
3. Pelaksana Program PMO..................................................................................................11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................................13
B. Saran.................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan


yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan
kesehatan yang mempunyai peran sangat penting dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit
merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional dan
mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh
masyarakat, karena pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit
perlu diarahkan pada tujuan nasional dibidang kesehatan. Tidak mengherankan
apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu dibenahi agar bisa memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Termasuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu (KPRT) bahwa untuk
dapat memenuhi hak reproduksi individu/perorangan, maka pelayanan
program dalam komponen kesehatan reproduksi harus diselenggarakan secara
terintegrasi, holistik dan berkualitas. Dalam mencari bentuk pelayanan integratif
kesehatan reproduksi disepakati untuk lebih berorientasi kepada kebutuhan klien.
Adanya perbedaan sasaran dalam tiap komponen kesehatan reproduksi dan
perbedaan masalah pada tiap klien, menuntut pelayanan yang komprehensif, namun
spesifik dan sesuai kebutuhan. Dengan demikian, pelaksanaan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu (PKRT) bertumpu pada pelayanan yang dilaksanakan
berdasarkan kepentingan dan kebutuhan klien sesuai dengan siklus hidup yaitu
sejak dalam kandungan, bayi, balita, remaja, dewasa hingga lanjut usia (Kementrian
Kesehatan RI, 2015).
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan pelayanan kesehatan sistem reproduksi?


2. Bagaimana pendekatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi
terpadu?
3. Bagaimana penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu?
4. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan PMO ?

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat memahami sistem pelayanan kesehatan sistem reproduksi.


2. Dapat memahami pendekatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu.
3. Dapat memahami penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu.
4. Dapat memahami sistem layanan PMO.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi

Pelayanan Kesehatan Reproduksi adalah suatu pelayanan kesehatan yang


baru maupun yang berdiri sendiri, tetapi merupakan keterpaduan dari berbagai
pelayanan pada komponen program kesehatan reproduksi, agar sasaran memperoleh
pelayanan yang holistik, komprehensif dan berkualitas yang meliputi aspek
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), preventif, kuratif dan rehabilitatif
didasarkan pada kepentingan sasaran/klien sesuai dengan tahap dalam siklus hidup
(Kementrian Kesehatan RI, 2015)
Pada Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi 1996 disepakati 2 (dua)
paket PKRT yang dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu:
1. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) merupakan pelayanan
kesehatan reproduksi yang mengintegrasi-kan 4 (empat) komponen program,
yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Pencegahan
dan Penanganan Infeksi Menular Seksual/Infeksi Saluran Reprosuksi dan HIV-
AIDS serta Kesehatan Reproduksi Remaja (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

2. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif


Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) merupakan
pelayanan kesehatan reproduksi yang mengintegrasikan ke 4 (empat) komponen
esensial di atas dengan komponen kesehatan reproduksi lain seperti pada
menopause dan andropause pada lanjut usia, pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap perempuan, pencegahan dan penanganan kanker serviks dan
lain sebagainya (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Pada awalnya, pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat melaksanakan
pelayanan integratif esensial yang terdiri dari 4 komponen: KIA, KB,
Kesehatan reproduksi remaja dan Pencegahan dan penanganan IMS dan
HIV/AIDS, yang kemudian di tingkatkan menjadi pelayanan komprehensif
dengan penambahan komponen pelayanan kesehatan reproduksi pada lanjut usia.
Namun pada kenyataannya terdapat variasi dalam ketersediaan, kesiapan dan
perkembangan program dalam lingkup kesehatan reproduksi yang akan
diterpadukan. Untuk itu, pengintegrasian pelayanan dari program program
tersebut secara umum disebut sebagai pelayanan kesehatan reproduksi
terpadu (PKRT).

B. Pendekatan dalam Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi


Terpadu
Baik PKRE maupun PKRK sebenarnya merupakan sekumpulan pelayanan
yang telah ada bahkan sebagian telah dilaksanakan dan telah jauh berkembang,
seperti pelayanan KIA dan KB. Di samping itu ada pelayanan yang relatif baru
seperti deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim (kanker serviks).
Sasaran dan masalah dari tiap komponen pelayanan kesehatan reproduksi sangat
berbeda, sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda pula dalam pengelolaannya
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Hal yang baru dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan PKRT adalah
pelaksanaan paradigma baru, yaitu (Kementrian Kesehatan RI, 2015):
1. Mengutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi,
keadilan dan kesetaraan gender.
2. Menggunakan pendekatan siklus hidup dalam menangani masalah Pendekatan
ini berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan kesehatan
reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase
kehidupan tersebut. Dalam pendekatan siklus hidup, dikenal 5 (lima) tahap,
yaitu:
a. Konsepsi
b. Bayi dan anak
c. Remaja
d. Usia subur
e. Usia lanjut
Masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat
diperkirakan, oleh karena itu jika tidak ditangani dengan baik maka akan
berakibat buruk pada kehidupan selanjutnya. Perempuan mempunyai kebutuhan
khusus dibandingkan dengan laki-laki, karena kodratnya untuk haid, hamil,
melahirkan, menyusui dan mengalami menopause, sehingga memerlukan
pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif selama hidupnya. Oleh karena itu,
pada masa masa kritis seperti pada saat kehamilan, utamanya saat akan bersalin
diperlukan perhatian kesehatan reproduksi.
3. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan reproduksi secara proaktif
4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas. Pelaksananan keterpaduan pelayanan
dikembangkan atas dasar paradigma tersebut disamping mempertimbangkan
tingkat perkembangan program, karakteristik sasaran dan masalah yang
berbeda antar komponen program. Pelayanan kesehatan reproduksi terpadu
diupayakan agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sehingga
sifatnya mereorganisasi upaya dan pelayanan yang telah ada namun
disesuaikan dengan kebutuhan baru. Penerapan PKRT di suatu wilayah perlu
dikaji kebutuhan setempat yang mungkin berbeda di samping tingkat
pencapaian program yang berbeda pula. Oleh karena itu idealnya
penyusunan rencana pelaksanaan keterpaduan hendaknya berdasarkan analisis
data dan masalah setempat. kesehatan reproduksi terpadu adalah (Kementrian
Kesehatan RI, 2015):
a. Pelayanan yang holistik
Pelayanan yang diberikan memandang klien sebagai manusia
yang utuh, artinya pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan klien,
namun petugas kesehatan dapat menawarkan dan memberikan pelayanan lain
yang dibutuhkan oleh klien yang di identifikasi melalui proses anamnesis.
Keterpaduan pelayanan harus dikaji secara menyeluruh pada 4 atau
sekurang-kurangnya 3 komponen esensial kesehatan reproduksi, meskipun
dengan gradasi yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan setempat (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
b. Keterpaduan dalam pelayanan\
Pelayanan kesehatan reproduksi diupayakan dapat diberikan
secara terpadu, sehingga klien mendapatkan semua pelayanan yang
dibutuhkan dalam ruang lingkup reproduksi sekaligus dalam satu kali
kunjungan/pelayanan. Keterpaduan pelayanan antar komponen kesehatan
reproduksi yang diberikan dapat dilakukan oleh 1 (satu) orang, tetapi bisa
juga dilakukan oleh beberapa orang, namun harus pada 1 (satu) institusi.
Pelayanan dilaksanakan secara terpadu dalam 1 (satu) tempat yang sama dan
dalam 1 (satu) hari, yang dikenal dengan “One Stop Services” (Sekali Datang
Semua Pelayanan Diperoleh). Pelayanan komponen program kesehatan
reproduksi yang akan diterpadukan harus dapat diberikan setiap hari kerja
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
c. Fleksibel
Untuk pelayanan yang memerlukan rujukan ke jenjang yang lebih tinggi, termasuk
pelayanan konseling, bisa dilakukan pada waktu atau fasilitas lain dimana
pelayanan yang dibutuhkan tersedia. Rujukan ini harus dipantau untuk
memasukkan klien mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan. Dengan adanya
keterpaduan pelayanan tersebut, maka pelayanan kesehatan reproduksi
menjadi berkualitas, karena klien yang dilayani mendapatkan seluruh
pelayanan secara efektif dan efisien. Artinya, jika seorang ibu hamil
datang ke puskesmas maka ibu tersebut tidak hanya diberi pelayanan untuk
kehamilannya saja (antenatal), tetapi juga diberi semua pelayanan lain
yang penting untuk kesehatan reproduksinya, misalnya deteksi infeksi
saluran reproduksi, konseling tentang Keluarga Berencana, kemungkinan
adanya kekerasan berbasis gender dan lain sebagainya (Kementrian
Kesehatan RI, 2015).

C. Penyediaan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu

Semua pelayanan yang disediakan oleh program-program yang ada dalam


ruang lingkup kesehatan reproduksi, misalnya (Kementrian Kesehatan RI, 2015):
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Menular Seksual, termasuk HIV dan
AIDS.
5. Kesehatan reproduksi pada lanjut usia
6. Berbagai pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, misalnya, deteksi dini kanker
leher rahim dan kanker payudara, infertilitas, kesehatan reproduksi pada lanjut
usia, dan sebagainya.
Dalam menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas,
setiap fasilitas pelayanan kesehatan dituntut untuk menilai apakah pelayanan yang
diberikan telah menyediakan semua pelayanan kesehatan reproduksi yang
diperlukan oleh klien. Jika fasilitas tersebut baru dapat melakukan pelayanan untuk
kesehatan ibu hamil dan keluarga berencana, maka perlu segera dilakukan upaya
dalam menambah kemampuan petugas dan menyediakan sarana dan
prasarana agar dapat memberikan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Apabila dalam pelaksanaan pelayanan kepada klien, terdapat kebutuhan
pelayanan kesehatan reproduksi lainnya (misalnya untuk lanjut usia atau penderita
kanker leher rahim (kanker serviks), pencegahan dan penanganan infertilitas), maka
perlu diupayakan agar yang dibutuhkan. Melalui upaya tersebut, maka fasilitas
pelayanan akan terus meningkat secara bertahap dalam hal jenis dan mutu
pelayanan yang dapat diberikan kepada klien. Hal ini dapat berkontribusi dalam
menentukan keberhasilan fasilitas tersebut dalam memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan setempat
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Dalam menyelenggarakan keterpaduan pelayanan kesehatan reproduksi
tersebut perlu dibuat Bagan Alur Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu yang
disepakati oleh seluruh petugas terkait. Bagan ini dapat terus disesuaikan
dan diperbaiki secara bertahap (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
1. Kriteria Puskesmas yang mampu tata laksana PKRT adalah sebagai Berikut
(Kementrian Kesehatan RI, 2015):
a. Melaksanakan keterpaduan program KIA, KB, IMS-HIV, kesehatan
reproduksi remaja, kesehatan reproduksi lanjut usia serta program
kesehatan reproduksi lainnya.
b. Telah mendapat advokasi, sosialisasi atau fasilitasi puskesmas PKRT.
c. Pada setiap poli melakukan pelayanan yang mengintegrasikan komponen
program kesehatan reproduksi melalui anamnesis, diagnosa, pengobatan
termasuk Komunikasi, Informasi, Pendidikan dan Konseling (KIP/K). Hal
ini dapat dilihat melalui ketersediaan bagan alur pelaksanaan pelayanan di
puskesmas.
d. Petugas wajib mencatat pelayanan yang diberikan dengan menggunakan
rekam medis atau format pelaporan yang sudah ada (kartu ibu, register
kohort ibu, buku KIA, dan program lain yang sudah ada, seperti KB, gizi,
dan sebagainya).
e. Diutamakan dilaksanakan pada Puskesmas PONED, dengan asumsi bahwa
pada puskesmas PONED ketersediaan alat dan tenaga telah memadai. Di
tinjau dari jenis pelayanan kesehatan reproduksi, maka hampir di setiap
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia, saat ini telah tersedia pelayanan
untuk KIA dan KB, tetapi belum tentu tersedia program terkait pelayanan
kesehatan reproduksi lainnya. Oleh karena itu, perlu segera diupayakan
untuk menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya sehingga
mampu memberikan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu (Kementrian
Kesehatan RI, 2015).

D. Pengawas Minum Obat PMO

1. Pengertian Pengawas Minum Obat

Pengawas minum Obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara


langsung terhadap penderita penyakit tertentu, pada saat minum obat setiap
harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek. Pengawasan minum
obat (PMO) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin kepatuhan
penderita untuk minum obat sesuai dengan dosis dan jadwal seperti yang
ditetapkan. Pengawas minum obat adalah seseorang yang ditunjuk untuk
mendampingi pasien yang memiliki penyakit tertentu seperti HIV/AIDS
ataupun TB dengan alasan untuk menjamin pasien tetap semangat meminum
obat sampai sembuh (Hatta, Muhammad, 2015).
Ditemukan banyak kendala dalam pelaksanaan program penanggulangan
dalam pengawasan minum obat, kendala itu seperti kurangnya dana, jauhnya
akses ke rumah-rumah penderita sehingga sulit dijangkau oleh petugas dari
puskesmas, serta lemahnya pengawasan dilapangan sehingga membuat banyak
pasien yang putus berobat yang menyebabkan pasien mengalami fluktuasi
setiap tahunnya (Hatta, Muhammad, 2015).
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah petugas kesehatan, aparat desa,
ataupun keluarga yang dipercaya pasien untuk mengawasi minum obat pasien
secara teratur. Dimana, petugas pengawas minum obat (PMO) diawasi langsung
oleh kepala puskesmas dan kepala P2M di Dinas Kesehatan Kabupaten yang ada
dimasing-masing daerah. Kehadiran petugas pengawasan minum obat (PMO)
disaat pasien mengkonsumsi obat sangat diharapkan karena keluarga beserta
pasien sangat membutuhkan informasi ataupun saran dari para petugas untuk
mengatasi keluhan dari penderita. Kurangnya pengetahuan pasien dan petugas
kesehatan mengenai ketersediaan dana mengenai pengawasan minum
menjadi salah satu masalah dalam menyelengarakan program pengawasan
minum obat (PMO) yang ada di puskesmas (Hatta, Muhammad, 2015).

2. Peserta PMO

Peserta / pasien menurut Pengawas Minum Obat (PMO) adalah orang


yang terinfeksi penyakit baik itu HIV/AIDS ataupun TB dan harus diawasi
dalam hal mengkomsumsi obat secara rutin. keluarga dalam mengawasi
penderita untuk minum obat. Kepatuhan penderita untuk minum obat sangat
diharapkan sehingga diperlukan kerjasama antara petugas kesehatan bersama
keluarga. Pada penderita TB di setiap puskesmas ditentukan oleh penentu
kebijakan yaitu kepala puskesmas di bantu oleh petugas kesehatan lainnya
(Hatta, Muhammad, 2015). Bukan petugas PMO yang pergi mencari pasien yang
terinfeksi penyakit , tetapi pasien yang datang sendiri memeriksakan dirinya ke
puskesmas, PMO hanya mengawasi pasien dalam hal minum obat dan
memberikan motivasi kepada pasien agar rutin menkomsumsi obat dan
menemani pasien untuk memeriksakan selalu keadaannya ke puskesmas terdekat
(Hatta, Muhammad, 2015).

3. Pelaksana Program PMO

Pelaksanaan program pengawas minum obat (PMO) dilakukan oleh kepala


puskesmas dan petugas kesehatan. Tetapi yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan minum obat adalah petugas PMO. Pengawas Minum Obat (PMO)
adalah kepala puskesmas dan petugas kesehatan yang melakukan pengawasan
kepada petugas minum obat (PMO). Cara pengawasannya dilakukan melalui via
telfon, bertemu langsung, melihat blister obat, mengunjungi pasien setiap hari
senin dan petugas PMO membuat laporan pengawasan (Hatta, Muhammad,
2015).
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah hasil yang dicapai dalam
menjalankan program pengawasan minum obat beberapa puskesmas sudah
berjalan dengan baik karna berkurangnya pasien yang mengalami penyakit serius.
Keberhasilan untuk sembuh dari penyakit yang diderita oleh pasien sangat
menentukan keberhasilan program pengawasan minum obat (PMO) yang
dilakukan oleh petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas (Hatta,
Muhammad, 2015).
Cara penanggulangan penyakit seperti HIV/AIDS dan TB menurut
Pengawas Minum obat adalah rata-rata menjawab membantu dan mengawasi
pasien dalam hal minum obat secara rutin, serta diperkuat dengan jawaban
informan biasa sebagian besar mengatakan mereka diawasi. Tentu ini sudah
sesuai dengan tujuan PMO itu sendiri yakni mengawasi pasien dalam meminum
ataupun menelan obat (Hatta, Muhammad, 2015).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelayanan dibidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang


paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Pelayanan Kesehatan Reproduksi
adalah suatu pelayanan kesehatan yang baru maupun yang berdiri sendiri, tetapi
merupakan keterpaduan dari berbagai pelayanan pada komponen program
kesehatan reproduksi, agar sasaran memperoleh pelayanan yang holistik,
komprehensif dan berkualitas yang meliputi aspek Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE), preventif, kuratif dan rehabilitatif didasarkan pada kepentingan
sasaran/klien sesuai dengan tahap dalam siklus hidup.
Pengawas minum obat adalah seseorang yang ditunjuk untuk mendampingi
pasien yang memiliki penyakit tertentu dengan alasan untuk menjamin pasien
tetap semangat meminum obat sampai sembuh PMO

B. Saran
Adapun saran terkait dengan materi ini, dimana pelayanan kesehatan
reproduksi harus terus dikembangkan dan diperhatikan oleh pemerintah agar dapat
mengurangi masyarakat yang terkenan penyakit dengan gangguan sistem
reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Muhammad, R. & V. (2015). 304 Gambaran Evaluasi Program Pengawasan.


Muhammad Hatta, Renaldi M, Verawati, 304–318.
Herlambang, S. (2016). Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Terpadu Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar (Kedua). Jakarta.
Sudjadi, A., Widanti, A., Sarwo, Y. B., & Sobandi, H. (2018). Penerapan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Miskin Yang Ideal Dalam Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas. Soepra, 3(1),
14. https://doi.org/10.24167/shk.v3i1.694
Taufan Arif. (2017). Jurnal ilmiah kesehatan media husada, 02, 111–118.

Anda mungkin juga menyukai