DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
AHMAD SYAIFULLAH
ATIED NURAFIFAH.A
BAIQ LIU PERMANA
DEMMY LAHILAH
EKA RAHMAWATI
EVA WARDHANI PUTRI
FATMAWATI
I GEDE PANJI SANTIKA
IDA BAGUS PUTU YOGA
IIN ISKANTURANI
MARNO
M.IKBAL
MUSWIANSYAH PUTRA
NANI NURAINI
NELIROMANTILI
NIKMAH SULISTIAWATI
NURAHMAWATI
RAMLI
RIKA INDRIANTI
ROSTYATI ARISANDI
SOFIAN
SUCI MURNI
SUMARNI
SUPARNO
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................... 5
A. Kesimpulan .......................................................................................... 32
B. Saran..................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pelayanan kesehatan sistem reproduksi?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem rujukan untuk pasien serta
bagian-bagiannya ?
3. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan PMO ?
4. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan GAKIN?
5. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan Jamkesmas/BPJS?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat memahami sistem pelayanan kesehatan sistem
reproduksi.
2. Agar mahasiswa dapat memahami sistem rujukan untuk pasien
beserta bagian-bagiannya.
3. Agar mahasiswa dapat memahami sistem layanan PMO.
4. Agar mahasiswa dapat memahami sistem layanan GAKIN.
5. Agar mahasiswa dapat memahami sistem layanan Jamkesmas/BPJS.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
komponen: KIA, KB, Kesehatan reproduksi remaja dan Pencegahan
dan penanganan IMS dan HIV/AIDS, yang kemudian di tingkatkan
menjadi pelayanan komprehensif dengan penambahan komponen
pelayanan kesehatan reproduksi pada lanjut usia. Namun pada
kenyataannya terdapat variasi dalam ketersediaan, kesiapan dan
perkembangan program dalam lingkup kesehatan reproduksi yang
akan diterpadukan. Untuk itu, pengintegrasian pelayanan dari program
program tersebut secara umum disebut sebagai pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu (PKRT).
2. Macam-macam rujukan
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang di selenggarakan oleh
puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal yaitu :
7
Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat
jalan sederhana, bisa di rujuk kembali ke puskesmas. Rujukan upaya
kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam, yaitu :
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
tindakan medik, (misal operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga
yang lebih kompeten atau melakukan bimbingan tenaga
puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medis
spesialis di puskesmas.
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
8
3) Rujukan operasional, rujukan operasional di selenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu, yaitu menyerahkan
sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian
masalah kesehatan masyarakat (antara lain usaha kesehatan
sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,
pemeriksaan contoh air bersih kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota (Herlambang, 2016).
9
yang lebih mampu.
Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua
pihak yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang
menerima rujukan dengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut :
1. Prosedur standar merujuk pasien
2. Prosedur standar menerima rujukan pasien.
3. Prosedur standar memberi rujukan balik pasien.
4. Prosedur standar menerima rujukan balik pasien (Herlambang,
2016)
1. Prosedur standar merujuk pasien
a. Prosedur klinis
1) Melakukan anamesa,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjangmedic untuk menentukan diagnosa utama dan
diagnose banding.
2) Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
3) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
4) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas
medis/paramedic yang berkompeten dibidangnya dan
mengetahui kondisi pasien.
5) Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas
keliling atau ambulans,agar petugas dan kendaraan
tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada
kepastian pasien tersebut mendapat oelayanan dan
kesimpulan dirawa inap atau rawat jalan. (Herlambang,
2016)
b. Prosedur Administrasi
1) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
2) Membuat catatan rekam medis pasien
3) Memberika informed consents
4) Membuat suruat rujukan pasien rangkap 2,lembar
pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang
bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsi.
10
Mencatat identitas pasien pada buku registrasi rujukan
pasien.
5) Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin
menjalani komunikasi dengan tempat rujukan
6) Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah
diselesaikan administrasi yang bersangkutan.
(Herlambang, 2016).
2. Prosedur standar menerima rujukan pasien.
a. Prosedur klinis
1) Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien
rujukan.
2) Setelah satbil,meneruskan pasien keruang perawatan
efektif untuk perawatan selanjutnya atau meneruskan ke
sarana kesehatan yang lebih mampu untuk dirujuk lanjut.
3) Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis
pasien(Herlambang, 2016)
b. Prosedur administrasi
1) Menerima,meneliti dan menandatangani surat rujukan
pasien yang telah menerima untuk ditempelkan di kartu
status pasien
2) Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian
membuat tanda terima pasien sesuai aturan masing-
masing sarana.
3) Mengisi hasil pemeriksaan dan pengibatan serta
perawatan pada kartu catatan medis dan diteruskan ke
tepat perawatan selanjutnya sesuai kondisi pasien.
4) Membuat inform consent
5) Segera memebrikan informasi tentang keputusan
tindakan/perawatan yang dilakukan kepala petugas atau
keluarga pasian yang mengantar
6) Apabila tidak sanggup menangani merujuk ke RSU yang
lebihmampu dengan membuat surat rujukan rangkap 2
11
7) Mencatat identitas pasien (Herlambang, 2016)
3. Prosedur standar memberi rujukan balik pasien
a. Prosedur klinis
1) Rumah sakit atau puskesmas yang menerima rujukan
pasien wajib mengembalikan pasien ke
RS/Puskemas/Polindes/Poskesdes pengirim setelah
dilakukan proses antara lain :
a) Sesudah pemeriksaan medis,diobati dan dirawat
tetapi penyembuhan selanjutnya perlu di follow up
oleh rumah sakit/ puskesmas/ polindes/ poskesdes
pengirim.
b) Sesudah pemeriksaan medis,diselesaikan tindakan
kegawatan klinis,tetapi pengobatan dan perawatan
selanjutnya dapat dilakukan di rumah sakit/
puskesmas/ polindes/ poskesdes pengirim.
2) Melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa bahwa
kondisi pasien sudah memungkinkan untuk kluar dari
perawatan rumah sakit/ puskesmas tersebut dalam
keadaan :
a) Sehat atau sembuh
b) Sudah ada kemajuan klinis dan boleh rawat jalan
c) Belum ada kemajuan klinis dan harus dirujuk ke
tempat lain
d) Pasien sudah meninggal
3) Rumah sakit/puskesmas yang menerima rujukan pasien
harus memberikan laporan/informasi medis/balasan
rujukan kepada rumag sakit/ puskesmas/ polindes/
poskedes pemgirim pasien mengenai kondisi klinis
terakhir pasien apabila pasien keluar dari rumah sakit/
puskesmas (Herlambang, 2016).
12
b. Prosedur administrasi
1) Puskesmas yang merawat pasien berkewajiban memberi
surat balasan rujukan untuk setiap pasien rujukan yang
pernah diterimanya kepada rumah sakit/ puskesmas /
polindes/ poskesdes yang mengirim pasien yang
bersangkutan.
2) Surat balsan rujukan boleh dititi[ melalui keluarga pasien
yang bersangkutan dan untuk memastikan informasi
balik tersebut diterima petugas kesehatan yang dituju,
dianjurkan berkabar lagi melalui sarana komunikasi yang
memungkinakan seperti telepon, handphone, taksimili
dan sebagainya (Herlambang, 2016).
4. Prosedur standar menerima rujukan balik pasien.
a. Prosedur klinis
1) Melakukan kunjungan rumah pasien dan melakukan
pemeriksaanfisik
2) Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan
oleh rumah sakit/ puskesmas yang terakhir merawat
pasien tersebut
3) Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan
masyarakat dan memantau kondisi klinis pasen sampai
sembuh. (Herlambang, 2016).
b. Prosedur administrasi
1) Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatan
informasi tersebut di buku register pasien
rujukan,kemudian menyimpannya padan rekam medis
pasien yang bersangkutan dan memberi tanda
tanggal/jam telah ditindak lanjuti.
2) Segera memberi kabar kepada dokter pengirim bahwa
surat balasanrujukan telah diterima (Herlambang, 2016).
13
c. Persiapan rujukan
Persiapan rujukan harus dilakukan sebelum merujuk adalah :
1) Persiapan tenaga kesehatan,pastikan pasien dan keluarga
didampingi oleh minimal dua tenaga kesehatan(dojter
adan/atau perawat) yang kompeten
2) Persiapan keluarga,beritahu keluarga pasien tentang
kondisi terakhir pasien,serta alasan mengapa dirujuk.
Anggota keluarga yang lain harus ikut mengantar pasien
ke tempat rujukan.
3) Persiapan surat,beri surat pengantar ke tempat
rujukan,berisi identitas pasien,alsan rujukan,tindakan dan
obat-obatan yang telah diberikan pada pasien.
4) Persiapan alat,bawa perlengkapan alat dan bahan yang
diperlukan
5) Persiapan obat, membawa obat-obatan esensial yang
diperlukan selama perjalanan merujuk
6) Persiapan kendaraan, persiapkan kendaraan yang cukup
baik, yang memungkinakan pasien berada dalam kondisi
yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan
secepatnya. Kelengkapan ambulance, alat, dan bahan yang
diperlukan
7) Persiapkan uang, ingatkan keluarga untuk membawa uang
dalam jumlah cukup untuk membeli obat-obatan dan
bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan.
8) Persiapan donor darah, siapkan kantung darah sesuai
golongan darah pasien atau calon pendonor darah dari
keluarga yang berjaga-jaga dari kemungkinan kasus yang
memerlukan donor darah (Herlambang, 2016).
d. Jenjang Tingkatan Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang
pelayanan kesehatan dibedakan atas lima,yaitu :
14
1) Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga
sendiri
2) Tingkat masayarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka
sendiri, misalnya: posyandu, polindas, POD, saka bakti
husada, dan lain-lain
3) Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan
puskesmas dan unti fungsional dibawahnya, praktek dokter
swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4) Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan special) oleh balai :
balai pengobatan penyakit paru, balain kesehatan mata
masyarakat, balai kesehatan kerja masyarkata, balai
kesehatan olahraga masyarakat, sentra pengembangan dan
penerapan pengobatan tradisional, rumah sakit kabupaten
atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinaskesehatan
kabupaten atau kota dan lain-lain.
5) Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan special lanjutan
atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau pusat atau
pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departeman
kesehatan. (Herlambang, 2016).
15
Sistem Rujukan Dalam Jenjang
Pelayanan Kesehatan
Puskesmas, Puskesmas,
dr.Keluarga Tk 1 Tk 1 dr.Keluarga
Posyandu,Polindes Posyandu,Sakabha
Masyarakat Masyarakat
kti
16
C. Pengawas Minum Obat PMO
1. Pengertian Pengawas Minum Obat
Pengawas minum Obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara
langsung terhadap penderita penyakit tertentu, pada saat minum obat
setiap harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek.
Pengawasan minum obat (PMO) merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menjamin kepatuhan penderita untuk minum obat sesuai dengan
dosis dan jadwal seperti yang ditetapkan. Pengawas minum obat adalah
seseorang yang ditunjuk untuk mendampingi pasien yang memiliki
penyakit tertentu seperti HIV/AIDS ataupun TB dengan alasan untuk
menjamin pasien tetap semangat meminum obat sampai sembuh (Hatta,
Muhammad, 2015).
Ditemukan banyak kendala dalam pelaksanaan program
penanggulangan dalam pengawasan minum obat, kendala itu seperti
kurangnya dana, jauhnya akses ke rumah-rumah penderita sehingga sulit
dijangkau oleh petugas dari puskesmas, serta lemahnya pengawasan
dilapangan sehingga membuat banyak pasien yang putus berobat yang
menyebabkan pasien mengalami fluktuasi setiap tahunnya (Hatta,
Muhammad, 2015).
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah petugas kesehatan, aparat desa,
ataupun keluarga yang dipercaya pasien untuk mengawasi minum obat
pasien secara teratur. Dimana, petugas pengawas minum obat (PMO)
diawasi langsung oleh kepala puskesmas dan kepala P2M di Dinas
Kesehatan Kabupaten yang ada di masing-masing daerah. Kehadiran
petugas pengawasan minum obat (PMO) di saat pasien mengkonsumsi
obat sangat diharapkan karena keluarga beserta pasien sangat
membutuhkan informasi ataupun saran dari para petugas untuk mengatasi
keluhan dari penderita. Kurangnya pengetahuan pasien dan petugas
kesehatan mengenai ketersediaan dana mengenai pengawasan minum
menjadi salah satu masalah dalam menyelengarakan program pengawasan
minum obat (PMO) yang ada di puskesmas (Hatta, Muhammad, 2015).
17
2. Peserta PMO
Peserta / pasien menurut Pengawas Minum Obat (PMO) adalah
orang yang terinfeksi penyakit baik itu HIV/AIDS ataupun TB dan
harus diawasi dalam hal mengkomsumsi obat secara rutin. keluarga
dalam mengawasi penderita untuk minum obat. Kepatuhan penderita
untuk minum obat sangat diharapkan sehingga diperlukan kerjasama
antara petugas kesehatan bersama keluarga. pada penderita TB di
setiap puskesmas ditentukan oleh penentu kebijakan yaitu kepala
puskesmas di bantu oleh petugas kesehatan lainnya (Hatta,
Muhammad, 2015). Bukan petugas PMO yang pergi mencari pasien
yang terinfeksi penyakit , tetapi pasien yang datang sendiri
memeriksakan dirinya ke puskesmas, PMO hanya mengawasi pasien
dalam hal minum obat dan memberikan motivasi kepada pasien agar
rutin menkomsumsi obat dan menemani pasien untuk memeriksakan
selalu keadaannya ke puskesmas terdekat (Hatta, Muhammad, 2015).
18
Cara penanggulangan penyakit seperti HIV/AIDS dan TB menurut
Pengawas Minum obat adalah rata-rata menjawab membantu dan
mengawasi pasien dalam hal minum obat secara rutin, serta diperkuat
dengan jawaban informan biasa sebagian besar mengatakan mereka
diawasi. Tentu ini sudah sesuai dengan tujuan PMO itu sendiri yakni
mengawasi pasien dalam meminum ataupun menelan obat (Hatta,
Muhammad, 2015).
2. Program Gakin
Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan
secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Adanya
pembatasan‐pembatasan pelayanan yang diterapkan dalam
penyelenggaraan program JPKMM ini (misalnya pembatasan biaya kaca
mata, alat bantu dengar, tongkat/alat bantu berjalan bagi mereka yang
lumpuh) menyebabkan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan
sekali alat bantu tersebut menjadi terhambat (Sudjadi et al., 2018).
19
Disamping pembatasan masih ada lagi jenis pelayanan yang tidak
ditanggung sama sekali oleh program Jamkesmas ini sebagaimana
tercantum dalam S.K. Menkes No. 125 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jamkesmas Tahun 2008 tersebut. Program
Jamkesmas ini sebenarnya cukup baik tujuannya namun dalam
pelaksanaannya tidak semua masyarakat miskin dapat merasakan
manfaatnya karena keterbatasan dana pemerintah sehingga pemerintah
menetapkan kuota tertentu untuk perlindungan masyarakat miskin yang
dibiayai dari APBN, sedangkan sisanya yang tidka termasuk dalam kuota
Jamkesmas diserahkan ke pemerintah daerah setempat untuk ditanggulangi
oleh dana yang berasal dari APBD masing‐masing daerah (Sudjadi et al.,
2018).
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) merupakan
penyempurnaan dari program jaminan pelayanan kesehatan masyarakat
(JPKM) yang telah diselenggarakan oleh pemerintah semenjak tahun 2004.
Pada hakekatnya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
merupakan sistem jaminan pelayanan kesehatan paripurna yang diperoleh
seseorang setelah membayar kontribusi/iuran kepada suatu badan
penyelenggara. Badan penyelenggara tersebut mengikat kontrak dan
membayar secara pra upaya kepada jaringan pemberi pelayanan kesehatan
berjenjang untuk melayani peserta tersebut9. Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat secara yuridis dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan terutama pasal 1 ayat (15) dan pasal 66
ayat (1) (Sudjadi et al., 2018).
20
3. Alur Gakin rawat jalan
21
4. Alur Gakin Rawat Inap
E. Jamkesmas/BPJS
22
Pengawasan eksternal di laksanakan oleh badan-badan di luar BPJS, yaitu
DJSN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) (Herlambang, 2016).
Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program
jaminan kesehatan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS
Kesehatan mempunyai tujuh tugas utama, yaitu :
a. Menerima pendaftaran peserta JKN.
b. Memungut dan mengumpulkan iuran JKN dari peserta, Pemberi
kerja,dan pemerintah.
c. Menerima bantuan iuran dari pemerintah
d. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta JKN.
f. Membayarkan manfaat, dan atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial.
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat (Herlambang, 2016).
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, BPJS kesehatan
mempunyaidelapan kewenangan, yaitu :
a. Menagih pembayaran iuran
b. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka panjang dan
jangka pendek dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya.
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh pemerintah.
e. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja
yang tidak memenuhi kewajibannya.
f. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang
menangani ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam
23
memenuhi kewajibannya lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka
penyelenggaraan program jaminan sosial (Herlambang, 2016).
Dalam melaksanakan kewenangannya BPJS mempunyai hak untuk :
a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari dana jaminan social dan atau sumber lainnya.
b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
jaminan social dan DJSN setiap 6 (enam) bulan (Herlambang, 2016).
Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
a. Memberikan nomor Identitas tunggal kepada peserta.
b. Mengembangkan aset dana jaminan social dan aset BPJS untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta.
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya.
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan undang-
undang SJSN.
e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban
untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya.
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari
tua dan pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun, memberikan
informasi kepada peserta mengenai hak pension 1 kali 1 tahun.
h. Membentuk cadangan tekni sesuai dengan standar praktikum aktuaria
yang lazim dan berlaku umum.
i. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan jaminan social.
j. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan,
secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan
kepada DJSN (Herlambang, 2016).
24
2. Manfaat JKN-BPJS
Manfaat jaminan kesehatan nasional (JKN) BPJS kesehatan meliputi :
a. Pelayanan kesehatan tingakat pertama, yaitu pelayanan kesehatan
spesialistik mencakup ;
1) Administrasi pelayanan.
2) Pelayanan promootif dan preventif.
3) Pemerikasaan pengobatan dan konsultasi medis.
4) Tindakan medis no spesialistik, baik operatif maupun non
operatif.
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
6) Tranfusi darah sesuai kebutuhan medis.
7) Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama.
8) Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi(Herlambang, 2016).
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan
kesehatan mencakup:
1) Rawat jalan meliputi:
a) Administrasi pelayanan.
b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan sub spesialis.
c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis.
d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
e) Pelayanan alat kesehatan implant.
f) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan
indikasimedis.
g) Rehabilitasi medis.
h) Pelayanan darah
i) Pelayanan kedokteran forensic.
j) Pelayanan jenazah dipasilitas kesehatan.(Herlambang, 2016).
2) Rawat Inap, meliputi:
a) Pelayanan inap non intensif.
b) Pelayanan inap di ruang intensif.
c) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.
25
(Herlambang, 2016).
c. Kepesertaan JKN-BPJS
Peserta BPJS kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonnesia, yang telah
membayar iuran, meliputi:
1) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin
dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai dengan
ketentuan peraturan perudang-undangan (Herlambang, 2016).
2) Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI),
terdiri dari :
a) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
− Pegawai Negeri Sipil (PNS)
− Anggota TNI
− Anggota Polri
− Pejabat Negara
− Pegawai Pemerintah non Pegawai Negara
− Pegawai Swasta, dan
− Pekerja yang tidak termasuk di point a-f yang menerima
upah.(Herlambang, 2016).
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam)bulan.
b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
− Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri
− Pekerja yang tidak termasuk di point a yang bukan
penerima upah (Herlambang, 2016).
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya, terdiri dari:
a) Investor
b) Pemberi kerja
c) Penerima pensiun, terdiri dari:
− Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension
− Anggotan TNI dan Anggota Polri yang berhenti
dengan hakpension
26
− Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension
− Janda, duda, atau anak yatim piatu dan penerima
pensiun yangmendapat hak pensiun
− Penerima pensiun lain
d) Veteran
e) Perintis kemerdekaan
f) Janda, duda, atau anak yatim piayu dari Veteran atau
PerintisKemerdekaan dan
g) Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai
dengan e yangmampu membayar iuran. (Herlambang, 2016).
d. Anggota Keluarga yang Ditanggung JKN-BPJS
1) Pekerja Penerima Upah :
a) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak
kandung, anak tiri dan atau anak angkat), sebanyak-
banyaknya lima orang(Herlambang, 2016)..
b) Anak kandung,anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak
angkat yang sah, dengan kriteria.
− Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri
− Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum
berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal (Herlambang, 2016).
2) Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja : peserta dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak
terbatas)
3) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.
4) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dan lain-lain. (Herlambang, 2016).
e. Iuran JKN-BPJS
Iuran peserta JKN-BPJS data yang dipergunakan dibawah ini diambil
27
pada saat penulisan buku ini, jumlah iuran akan berbeda dan berubah
sesuai dengan keputusan JKN-BPJS (Herlambang, 2016). .
Ketentuan iuran peserta JKN-BPJS adalah sebagai berikut :
1) Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (BPI) JAminan Kesehatan
iuran dibayar oleh pemerintah.
2) Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada
lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota
TNI, anggota Polri, pejabat Negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah
perbulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar olen pemberi
kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3) Iuran agi Peserta Pekerja Penerima UPah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari
gaji atau upah perbulan dengan ketentuan : 4% (empat persen)
dibayar oleh pemberi kerja 0,5% (nol koma lima persen)dibayar
oleh peserta.
4) Iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang
terdiri dari anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua,
besaran iuran sebesar 1% (satu persen) dari gaji atau upah per
orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5) Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti
saudarakandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lain-lain); peserta
pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja
adalah sebesar:
a) Sebesar Rp.35.000,-(dua puluh lima ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan diruang
perawatan kelas III.
b) Sebesar Rp.100.000,-(empat puluh dua ribu lima ratus) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan
kelas II.
c) Sebesar Rp.150.000,-(lima puluh Sembilan ribu lima ratus)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan diruang
28
perawatan kelas I.
d) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis
Kemerdekaan , dan janda,duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima
persen)gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruangIII/a
dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh
pemerintah.
e) Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
(Herlambang, 2016).
29
mengintegrasikan program jamkesda ke program JKN
(Herlambang, 2016).
2) Pendaftaran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah PPU.
a) Perusahan/Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan
beserta anggota keluarganya ke kantor BPJS kesehatan
dengan melampirkan:
− Formulir Regitrasi Badan Usaha/Badan Hukum
Lainnya.
− Data migrasi karyawan dan anggota
keluarga sesuai format yang ditentukan
oleh BPJS kesehatan.
b) Perusahaan/Badan Usaha Menerimanomor Virtual Account
(VA) untuk dilakukan pembayaran ke Bank yang telah
bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI).
c) Bukti Pembayaran Iuran diserahkan kekantor BPJS
Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN atau mencetak e-ID
secara mandiri oleh Perusahaan/Badan Usaha. (Herlambang,
2016).
3) Pendaftaran Bagi Peserta Bukan Penerima Upah/PBPU dan bukan
pekerja.
a) Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja:
− Calon peserta mendaftar secara perorangan dikantor
BPJS Kesehatan.
− Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di
kartukeluarga.
− Mengisi formulir Daftar Isisan Peserta (DPI) dengan
melampirkan:
Fotocopy Kartu Keluarga (KK)
Fotocopy KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar
Fotocopy Buku Tabungan salah satu peserta yang
ada
Pas foto 3×4, masing-masing sebanyak 1 lembar.
30
Setelah mendaftar calon peserta memperoleh
Nomor VirtualAccount (VA).
Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang
bekerja sama(BRI/Mandiri/BNI).
Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor
pembayaran BPJS Kesehatan untuk dicetakkan
kartu JKN. Pendaftaran selain dikantor BPJS
Kesehatan, dapat melalui website BPJS
Kesehatan.
b) Pendaftaran bukan pekerja melalu entitas berbadan hukum
(Pensiunan BUMN/BUMD). Proses pendaftaran pensiunan
yang dana pensiunnya dikelolah oleh entitas berbadan
hukum dapat didaftarkan secara kolektif melalui entitas
berbadan hukum yaitu dengan mengisi formulir registrasi
dan formulir migrasi data peserta (Herlambang, 2016).
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
32
DAFTAR PUSTAKA
33