Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

MASALAH KESEHATAN IBU DAN SISTEM LAYANAN KESEHATAN


UNTUK PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

AHMAD SYAIFULLAH
ATIED NURAFIFAH.A
BAIQ LIU PERMANA
DEMMY LAHILAH
EKA RAHMAWATI
EVA WARDHANI PUTRI
FATMAWATI
I GEDE PANJI SANTIKA
IDA BAGUS PUTU YOGA
IIN ISKANTURANI
MARNO
M.IKBAL
MUSWIANSYAH PUTRA
NANI NURAINI
NELIROMANTILI
NIKMAH SULISTIAWATI
NURAHMAWATI
RAMLI
RIKA INDRIANTI
ROSTYATI ARISANDI
SOFIAN
SUCI MURNI
SUMARNI
SUPARNO

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2022/202

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tidak lupa
kami curahkan kepada junjungan Nabi besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul Masalah Kesehatan Ibu dan Sistem Pelayanan Kesehatan
untuk Pasien dengan Gangguan Sistem Reproduksi ini ditulis untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang
dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-sebaiknya. Akan tetapi,
makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca.

Mataram, 29 Agustus 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 4

A. Latar Belakang .................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4

C. Tujuan................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 6

A. Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi ............................................. 6

B. Sistem rujukan untuk pasien serta bagian-bagiannya ...................... 7

C. Sistem layanan PMO ............................................................................ 17

D. Sistem layanan GAKIN ........................................................................ 19

E. Sistem layanan Jamkesmas/BPJS......................................................... 22

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 32

A. Kesimpulan .......................................................................................... 32

B. Saran..................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk


pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana
pelayanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit.
Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan
Nasional dan mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada seluruh masyarakat, karena pembangunan dan penyelenggaraan
kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional dibidang
kesehatan. Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu
dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan
yang cepat, tepat, murahdan ramah (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

Termasuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu (KPRT) bahwa


untuk dapat memenuhi hak reproduksi individu/perorangan, maka pelayanan
program dalam komponen kesehatan reproduksi harus diselenggarakan secara
terintegrasi, holistik dan berkualitas. Dalam mencari bentuk pelayanan
integratif kesehatan reproduksi disepakati untuk lebih berorientasi kepada
kebutuhan klien. Adanya perbedaan sasaran dalam tiap komponen kesehatan
reproduksi dan perbedaan masalah pada tiap klien, menuntut pelayanan yang
komprehensif, namun spesifik dan sesuai kebutuhan. Dengan demikian,
pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu (PKRT) bertumpu pada
pelayanan yang dilaksanakan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan klien
sesuai dengan siklus hidup yaitu sejak dalam kandungan, bayi, balita, remaja,
dewasa hingga lanjut usia (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pelayanan kesehatan sistem reproduksi?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem rujukan untuk pasien serta
bagian-bagiannya ?
3. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan PMO ?
4. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan GAKIN?
5. Apa yang dimaksud dengan sistem layanan Jamkesmas/BPJS?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat memahami sistem pelayanan kesehatan sistem
reproduksi.
2. Agar mahasiswa dapat memahami sistem rujukan untuk pasien
beserta bagian-bagiannya.
3. Agar mahasiswa dapat memahami sistem layanan PMO.
4. Agar mahasiswa dapat memahami sistem layanan GAKIN.
5. Agar mahasiswa dapat memahami sistem layanan Jamkesmas/BPJS.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi


Pelayanan Kesehatan Reproduksi adalah suatu pelayanan kesehatan
yang baru maupun yang berdiri sendiri, tetapi merupakan keterpaduan dari
berbagai pelayanan pada komponen program kesehatan reproduksi, agar
sasaran memperoleh pelayanan yang holistik, komprehensif dan berkualitas
yang meliputi aspek Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), preventif,
kuratif dan rehabilitatif didasarkan pada kepentingan sasaran/klien sesuai
dengan tahap dalam siklus hidup (Kementrian Kesehatan RI, 2015)
Pada Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi 1996 disepakati 2
(dua) paket PKRT yang dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar,
yaitu:

1. Pelayanan kesehatan reproduksi esensial


Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) merupakan
pelayanan kesehatan reproduksi yang mengintegrasi-kan 4 (empat)
komponen program, yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB), Pencegahan dan Penanganan Infeksi Menular
Seksual/Infeksi Saluran Reprosuksi dan HIV-AIDS serta Kesehatan
Reproduksi Remaja (Kementrian Kesehatan RI, 2015).

2. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif


Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK)
merupakan pelayanan kesehatan reproduksi yang mengintegrasikan ke
4 (empat) komponen esensial di atas dengan komponen kesehatan
reproduksi lain seperti pada menopause dan andropause pada lanjut
usia, pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan,
pencegahan dan penanganan kanker serviks dan lain sebagainya
(Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Pada awalnya, pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat
melaksanakan pelayanan integratif esensial yang terdiri dari 4

6
komponen: KIA, KB, Kesehatan reproduksi remaja dan Pencegahan
dan penanganan IMS dan HIV/AIDS, yang kemudian di tingkatkan
menjadi pelayanan komprehensif dengan penambahan komponen
pelayanan kesehatan reproduksi pada lanjut usia. Namun pada
kenyataannya terdapat variasi dalam ketersediaan, kesiapan dan
perkembangan program dalam lingkup kesehatan reproduksi yang
akan diterpadukan. Untuk itu, pengintegrasian pelayanan dari program
program tersebut secara umum disebut sebagai pelayanan kesehatan
reproduksi terpadu (PKRT).

B. Sistem Pelayanan Rujukan Untuk Pasien


1. Pengertian sistem rujukan
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelanggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan
secara timbal-balik, baik vertikal dalam arti dari satu strata sarana
pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya,
maupun horizontal dalam arti antara satu strata sarana pelayanan
kesehatan yang sama (Herlambang, 2016).

2. Macam-macam rujukan
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang di selenggarakan oleh
puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal yaitu :

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah masalah


kesehatan perorangan, terjadi apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi satu kasus penyakit tertentu yang diderita oleh
perorangan, terjadi apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi satu kasus penyakit tertentu yang diderita oleh
perorangan, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana
pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horizontal maupun
vertical) (Herlambang, 2016).

7
Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat
jalan sederhana, bisa di rujuk kembali ke puskesmas. Rujukan upaya
kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam, yaitu :
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
tindakan medik, (misal operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga
yang lebih kompeten atau melakukan bimbingan tenaga
puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medis
spesialis di puskesmas.
b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah


masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa,
pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan
masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan
pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah
menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak
mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau
tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka
puskesmas wajib merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau
kota (Herlambang, 2016). Rujukan upaya kesehatan masyarakat
dibedakan atas tiga macam yaitu :
1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman
peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan,
peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, dan
bahan-bahan habis pakaidan bahan makanan.
2) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan
karena bencanaalam.

8
3) Rujukan operasional, rujukan operasional di selenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu, yaitu menyerahkan
sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian
masalah kesehatan masyarakat (antara lain usaha kesehatan
sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,
pemeriksaan contoh air bersih kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota (Herlambang, 2016).

3. Keuntungan sistem rujukan


Keuntungan sistem rujukan adalah :
a. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien,
berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan
secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga.
b. Penataraan yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan
petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus
yang dapat di kelola di daerahnya masing-masing.
c. Memudahkan masyarakat daerah terpencil atau desa dapat
memperoleh dan menikmati tenaga ahli dan fasilitas kesehatan dari
jenjang yang lebih tinggi. (Herlambang, 2016)

4. Tata cara pelaksanaan sistem rujukan


Pasien akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk.
Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi salah
satu dari :
a. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu
diatasi.
b. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis
ternyatatidak mampu diatasi.
c. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih
lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang
bersangkutan.
d. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan

9
yang lebih mampu.
Dalam prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua
pihak yang terlibat yaitu pihak yang merujuk dan pihak yang
menerima rujukan dengan rincian beberapa prosedur sebagai berikut :
1. Prosedur standar merujuk pasien
2. Prosedur standar menerima rujukan pasien.
3. Prosedur standar memberi rujukan balik pasien.
4. Prosedur standar menerima rujukan balik pasien (Herlambang,
2016)
1. Prosedur standar merujuk pasien
a. Prosedur klinis
1) Melakukan anamesa,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjangmedic untuk menentukan diagnosa utama dan
diagnose banding.
2) Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
3) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
4) Untuk pasien gawat darurat harus didampingi petugas
medis/paramedic yang berkompeten dibidangnya dan
mengetahui kondisi pasien.
5) Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas
keliling atau ambulans,agar petugas dan kendaraan
tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada
kepastian pasien tersebut mendapat oelayanan dan
kesimpulan dirawa inap atau rawat jalan. (Herlambang,
2016)
b. Prosedur Administrasi
1) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
2) Membuat catatan rekam medis pasien
3) Memberika informed consents
4) Membuat suruat rujukan pasien rangkap 2,lembar
pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang
bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsi.

10
Mencatat identitas pasien pada buku registrasi rujukan
pasien.
5) Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin
menjalani komunikasi dengan tempat rujukan
6) Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah
diselesaikan administrasi yang bersangkutan.
(Herlambang, 2016).
2. Prosedur standar menerima rujukan pasien.
a. Prosedur klinis
1) Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien
rujukan.
2) Setelah satbil,meneruskan pasien keruang perawatan
efektif untuk perawatan selanjutnya atau meneruskan ke
sarana kesehatan yang lebih mampu untuk dirujuk lanjut.
3) Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan klinis
pasien(Herlambang, 2016)
b. Prosedur administrasi
1) Menerima,meneliti dan menandatangani surat rujukan
pasien yang telah menerima untuk ditempelkan di kartu
status pasien
2) Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian
membuat tanda terima pasien sesuai aturan masing-
masing sarana.
3) Mengisi hasil pemeriksaan dan pengibatan serta
perawatan pada kartu catatan medis dan diteruskan ke
tepat perawatan selanjutnya sesuai kondisi pasien.
4) Membuat inform consent
5) Segera memebrikan informasi tentang keputusan
tindakan/perawatan yang dilakukan kepala petugas atau
keluarga pasian yang mengantar
6) Apabila tidak sanggup menangani merujuk ke RSU yang
lebihmampu dengan membuat surat rujukan rangkap 2

11
7) Mencatat identitas pasien (Herlambang, 2016)
3. Prosedur standar memberi rujukan balik pasien
a. Prosedur klinis
1) Rumah sakit atau puskesmas yang menerima rujukan
pasien wajib mengembalikan pasien ke
RS/Puskemas/Polindes/Poskesdes pengirim setelah
dilakukan proses antara lain :
a) Sesudah pemeriksaan medis,diobati dan dirawat
tetapi penyembuhan selanjutnya perlu di follow up
oleh rumah sakit/ puskesmas/ polindes/ poskesdes
pengirim.
b) Sesudah pemeriksaan medis,diselesaikan tindakan
kegawatan klinis,tetapi pengobatan dan perawatan
selanjutnya dapat dilakukan di rumah sakit/
puskesmas/ polindes/ poskesdes pengirim.
2) Melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa bahwa
kondisi pasien sudah memungkinkan untuk kluar dari
perawatan rumah sakit/ puskesmas tersebut dalam
keadaan :
a) Sehat atau sembuh
b) Sudah ada kemajuan klinis dan boleh rawat jalan
c) Belum ada kemajuan klinis dan harus dirujuk ke
tempat lain
d) Pasien sudah meninggal
3) Rumah sakit/puskesmas yang menerima rujukan pasien
harus memberikan laporan/informasi medis/balasan
rujukan kepada rumag sakit/ puskesmas/ polindes/
poskedes pemgirim pasien mengenai kondisi klinis
terakhir pasien apabila pasien keluar dari rumah sakit/
puskesmas (Herlambang, 2016).

12
b. Prosedur administrasi
1) Puskesmas yang merawat pasien berkewajiban memberi
surat balasan rujukan untuk setiap pasien rujukan yang
pernah diterimanya kepada rumah sakit/ puskesmas /
polindes/ poskesdes yang mengirim pasien yang
bersangkutan.
2) Surat balsan rujukan boleh dititi[ melalui keluarga pasien
yang bersangkutan dan untuk memastikan informasi
balik tersebut diterima petugas kesehatan yang dituju,
dianjurkan berkabar lagi melalui sarana komunikasi yang
memungkinakan seperti telepon, handphone, taksimili
dan sebagainya (Herlambang, 2016).
4. Prosedur standar menerima rujukan balik pasien.
a. Prosedur klinis
1) Melakukan kunjungan rumah pasien dan melakukan
pemeriksaanfisik
2) Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan
oleh rumah sakit/ puskesmas yang terakhir merawat
pasien tersebut
3) Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan
masyarakat dan memantau kondisi klinis pasen sampai
sembuh. (Herlambang, 2016).
b. Prosedur administrasi
1) Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatan
informasi tersebut di buku register pasien
rujukan,kemudian menyimpannya padan rekam medis
pasien yang bersangkutan dan memberi tanda
tanggal/jam telah ditindak lanjuti.
2) Segera memberi kabar kepada dokter pengirim bahwa
surat balasanrujukan telah diterima (Herlambang, 2016).

13
c. Persiapan rujukan
Persiapan rujukan harus dilakukan sebelum merujuk adalah :
1) Persiapan tenaga kesehatan,pastikan pasien dan keluarga
didampingi oleh minimal dua tenaga kesehatan(dojter
adan/atau perawat) yang kompeten
2) Persiapan keluarga,beritahu keluarga pasien tentang
kondisi terakhir pasien,serta alasan mengapa dirujuk.
Anggota keluarga yang lain harus ikut mengantar pasien
ke tempat rujukan.
3) Persiapan surat,beri surat pengantar ke tempat
rujukan,berisi identitas pasien,alsan rujukan,tindakan dan
obat-obatan yang telah diberikan pada pasien.
4) Persiapan alat,bawa perlengkapan alat dan bahan yang
diperlukan
5) Persiapan obat, membawa obat-obatan esensial yang
diperlukan selama perjalanan merujuk
6) Persiapan kendaraan, persiapkan kendaraan yang cukup
baik, yang memungkinakan pasien berada dalam kondisi
yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan
secepatnya. Kelengkapan ambulance, alat, dan bahan yang
diperlukan
7) Persiapkan uang, ingatkan keluarga untuk membawa uang
dalam jumlah cukup untuk membeli obat-obatan dan
bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan.
8) Persiapan donor darah, siapkan kantung darah sesuai
golongan darah pasien atau calon pendonor darah dari
keluarga yang berjaga-jaga dari kemungkinan kasus yang
memerlukan donor darah (Herlambang, 2016).
d. Jenjang Tingkatan Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan tingkat pelayanan kesehatan maka jenjang
pelayanan kesehatan dibedakan atas lima,yaitu :

14
1) Tingkat rumah tangga
Pelayanan kesehatan oleh individu atau oleh keluarga
sendiri
2) Tingkat masayarakat
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka
sendiri, misalnya: posyandu, polindas, POD, saka bakti
husada, dan lain-lain
3) Fasilitas pelayanan tingkat pertama
Upaya kesehatan tingkat pertama yang dilakukan
puskesmas dan unti fungsional dibawahnya, praktek dokter
swasta, bidan swasta, dokter keluarga dan lain-lain.
4) Fasilitas pelayanan tingkat kedua
Upaya kesehatan tingkat kedua (rujukan special) oleh balai :
balai pengobatan penyakit paru, balain kesehatan mata
masyarakat, balai kesehatan kerja masyarkata, balai
kesehatan olahraga masyarakat, sentra pengembangan dan
penerapan pengobatan tradisional, rumah sakit kabupaten
atau kota, rumah sakit swasta, klinik swasta, dinaskesehatan
kabupaten atau kota dan lain-lain.
5) Fasilitas pelayanan tingkat ketiga
Upaya kesehatan tingkat ketiga (rujukan special lanjutan
atau konsultan) oleh rumah sakit provinsi atau pusat atau
pendidikan, dinas kesehatan provinsi dan departeman
kesehatan. (Herlambang, 2016).

15
Sistem Rujukan Dalam Jenjang
Pelayanan Kesehatan

Rujukan Medis Rujukan Kesmas

RSU Propinsi/Pusat Depkes/Dinkes


Propinsi
TK 1 TK 1

RSU Kab/Kota Dinkes Kab/Kota


TK 2 TK 2

Puskesmas, Puskesmas,
dr.Keluarga Tk 1 Tk 1 dr.Keluarga

Posyandu,Polindes Posyandu,Sakabha
Masyarakat Masyarakat
kti

Yankes, individu Individu Individu Individu

16
C. Pengawas Minum Obat PMO
1. Pengertian Pengawas Minum Obat
Pengawas minum Obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara
langsung terhadap penderita penyakit tertentu, pada saat minum obat
setiap harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek.
Pengawasan minum obat (PMO) merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menjamin kepatuhan penderita untuk minum obat sesuai dengan
dosis dan jadwal seperti yang ditetapkan. Pengawas minum obat adalah
seseorang yang ditunjuk untuk mendampingi pasien yang memiliki
penyakit tertentu seperti HIV/AIDS ataupun TB dengan alasan untuk
menjamin pasien tetap semangat meminum obat sampai sembuh (Hatta,
Muhammad, 2015).
Ditemukan banyak kendala dalam pelaksanaan program
penanggulangan dalam pengawasan minum obat, kendala itu seperti
kurangnya dana, jauhnya akses ke rumah-rumah penderita sehingga sulit
dijangkau oleh petugas dari puskesmas, serta lemahnya pengawasan
dilapangan sehingga membuat banyak pasien yang putus berobat yang
menyebabkan pasien mengalami fluktuasi setiap tahunnya (Hatta,
Muhammad, 2015).
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah petugas kesehatan, aparat desa,
ataupun keluarga yang dipercaya pasien untuk mengawasi minum obat
pasien secara teratur. Dimana, petugas pengawas minum obat (PMO)
diawasi langsung oleh kepala puskesmas dan kepala P2M di Dinas
Kesehatan Kabupaten yang ada di masing-masing daerah. Kehadiran
petugas pengawasan minum obat (PMO) di saat pasien mengkonsumsi
obat sangat diharapkan karena keluarga beserta pasien sangat
membutuhkan informasi ataupun saran dari para petugas untuk mengatasi
keluhan dari penderita. Kurangnya pengetahuan pasien dan petugas
kesehatan mengenai ketersediaan dana mengenai pengawasan minum
menjadi salah satu masalah dalam menyelengarakan program pengawasan
minum obat (PMO) yang ada di puskesmas (Hatta, Muhammad, 2015).

17
2. Peserta PMO
Peserta / pasien menurut Pengawas Minum Obat (PMO) adalah
orang yang terinfeksi penyakit baik itu HIV/AIDS ataupun TB dan
harus diawasi dalam hal mengkomsumsi obat secara rutin. keluarga
dalam mengawasi penderita untuk minum obat. Kepatuhan penderita
untuk minum obat sangat diharapkan sehingga diperlukan kerjasama
antara petugas kesehatan bersama keluarga. pada penderita TB di
setiap puskesmas ditentukan oleh penentu kebijakan yaitu kepala
puskesmas di bantu oleh petugas kesehatan lainnya (Hatta,
Muhammad, 2015). Bukan petugas PMO yang pergi mencari pasien
yang terinfeksi penyakit , tetapi pasien yang datang sendiri
memeriksakan dirinya ke puskesmas, PMO hanya mengawasi pasien
dalam hal minum obat dan memberikan motivasi kepada pasien agar
rutin menkomsumsi obat dan menemani pasien untuk memeriksakan
selalu keadaannya ke puskesmas terdekat (Hatta, Muhammad, 2015).

3. Pelaksana Program PMO


Pelaksanaan program pengawas minum obat (PMO) dilakukan oleh
kepala puskesmas dan petugas kesehatan. Tetapi yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan minum obat adalah petugas PMO.
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah kepala puskesmas dan petugas
kesehatan yang melakukan pengawasan kepada petugas minum obat
(PMO). Cara pengawasannya dilakukan melalui via telfon, bertemu
langsung, melihat blister obat, mengunjungi pasien setiap hari senin
dan petugas PMO membuat laporan pengawasan (Hatta, Muhammad,
2015).
Pengawas Minum Obat (PMO) adalah hasil yang dicapai dalam
menjalankan program pengawasan minum obat beberapa puskesmas
sudah berjalan dengan baik karna berkurangnya pasien yang
mengalami penyakit serius. Keberhasilan untuk sembuh dari penyakit
yang diderita oleh pasien sangat menentukan keberhasilan program
pengawasan minum obat (PMO) yang dilakukan oleh petugas
kesehatan di wilayah kerja puskesmas (Hatta,Muhammad, 2015).

18
Cara penanggulangan penyakit seperti HIV/AIDS dan TB menurut
Pengawas Minum obat adalah rata-rata menjawab membantu dan
mengawasi pasien dalam hal minum obat secara rutin, serta diperkuat
dengan jawaban informan biasa sebagian besar mengatakan mereka
diawasi. Tentu ini sudah sesuai dengan tujuan PMO itu sendiri yakni
mengawasi pasien dalam meminum ataupun menelan obat (Hatta,
Muhammad, 2015).

D. Keluarga Miskin (GAKIN)


1. Pengertian GAKIN
Jaminan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga miskin dan kurang
mampu (GAKIN) adalah jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan
kepada keluarga miskin dan kurang mampu yang membutuhkan pelayanan
kesehatan meliputi rawat jalan dan rawat inap sebagaimana yang
ditetapkan, baik di puskesmas maupun di Rumah Sakit yang ditunjuk
(Sudjadi, Widanti, Sarwo, & Sobandi, 2018).
Adanya keterbatasan pelayanan kesehatan membawa dampak bagi
warga miskin yakni rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena
pada umumnya golongan masyarakat ini mempunyai gizi buruk,
pengetahuan tentang kesehatan kurang, perilaku kesehatan kurang,
lingkungan pemukiman buruk, biaya kesehatan tidak tersedia serta kurang
mendapat akses informasi kesehatan (Sudjadi et al., 2018).

2. Program Gakin
Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan
secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Adanya
pembatasan‐pembatasan pelayanan yang diterapkan dalam
penyelenggaraan program JPKMM ini (misalnya pembatasan biaya kaca
mata, alat bantu dengar, tongkat/alat bantu berjalan bagi mereka yang
lumpuh) menyebabkan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan
sekali alat bantu tersebut menjadi terhambat (Sudjadi et al., 2018).

19
Disamping pembatasan masih ada lagi jenis pelayanan yang tidak
ditanggung sama sekali oleh program Jamkesmas ini sebagaimana
tercantum dalam S.K. Menkes No. 125 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jamkesmas Tahun 2008 tersebut. Program
Jamkesmas ini sebenarnya cukup baik tujuannya namun dalam
pelaksanaannya tidak semua masyarakat miskin dapat merasakan
manfaatnya karena keterbatasan dana pemerintah sehingga pemerintah
menetapkan kuota tertentu untuk perlindungan masyarakat miskin yang
dibiayai dari APBN, sedangkan sisanya yang tidka termasuk dalam kuota
Jamkesmas diserahkan ke pemerintah daerah setempat untuk ditanggulangi
oleh dana yang berasal dari APBD masing‐masing daerah (Sudjadi et al.,
2018).
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) merupakan
penyempurnaan dari program jaminan pelayanan kesehatan masyarakat
(JPKM) yang telah diselenggarakan oleh pemerintah semenjak tahun 2004.
Pada hakekatnya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
merupakan sistem jaminan pelayanan kesehatan paripurna yang diperoleh
seseorang setelah membayar kontribusi/iuran kepada suatu badan
penyelenggara. Badan penyelenggara tersebut mengikat kontrak dan
membayar secara pra upaya kepada jaringan pemberi pelayanan kesehatan
berjenjang untuk melayani peserta tersebut9. Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat secara yuridis dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan terutama pasal 1 ayat (15) dan pasal 66
ayat (1) (Sudjadi et al., 2018).

20
3. Alur Gakin rawat jalan

21
4. Alur Gakin Rawat Inap

E. Jamkesmas/BPJS

1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


Adalah badan hukum yang dibentuk dengan UU BPJS untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial. Undang-undang Nomor 24
tahun 2011 membentuk dua BPJS, yaitu :
a. BPJS kesehatan, berfungsi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan.
b. BPJS ketenagakerjaan, berfungsi menyelenggarakan ptogram
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,dan
jaminan pensiun (Herlambang, 2016).
BPJS bertanggung jawab kepada presiden. Organ BPJS terdiri dari
dewan pengawas dan direksi. Anggota direksi BPJS diangkat dan di
berhentikan oleh presiden. Presiden menetapkan direktur utama. BPJS
diawasi oleh pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan
internal dilaksanakan oleh organ BPJS, yaitu dewan pengawas dan sebuah
unit kerja di bawah direksi yang bernama Satuan Pengawas Internal.

22
Pengawasan eksternal di laksanakan oleh badan-badan di luar BPJS, yaitu
DJSN, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) (Herlambang, 2016).
Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagai penyelenggara program
jaminan kesehatan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS
Kesehatan mempunyai tujuh tugas utama, yaitu :
a. Menerima pendaftaran peserta JKN.
b. Memungut dan mengumpulkan iuran JKN dari peserta, Pemberi
kerja,dan pemerintah.
c. Menerima bantuan iuran dari pemerintah
d. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta JKN.
f. Membayarkan manfaat, dan atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial.
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat (Herlambang, 2016).
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, BPJS kesehatan
mempunyaidelapan kewenangan, yaitu :
a. Menagih pembayaran iuran
b. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka panjang dan
jangka pendek dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya.
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh pemerintah.
e. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja
yang tidak memenuhi kewajibannya.
f. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang
menangani ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam

23
memenuhi kewajibannya lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h. Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka
penyelenggaraan program jaminan sosial (Herlambang, 2016).
Dalam melaksanakan kewenangannya BPJS mempunyai hak untuk :
a. Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari dana jaminan social dan atau sumber lainnya.
b. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
jaminan social dan DJSN setiap 6 (enam) bulan (Herlambang, 2016).
Dalam melaksanakan tugasnya, BPJS berkewajiban untuk:
a. Memberikan nomor Identitas tunggal kepada peserta.
b. Mengembangkan aset dana jaminan social dan aset BPJS untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta.
c. Memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik
mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya.
d. Memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan undang-
undang SJSN.
e. Memberikan informasi kepada peserta mengenai hak dan kewajiban
untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.
f. Memberikan informasi kepada peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya.
g. Memberikan informasi kepada peserta mengenai saldo jaminan hari
tua dan pengembangannya 1 kali dalam 1 tahun, memberikan
informasi kepada peserta mengenai hak pension 1 kali 1 tahun.
h. Membentuk cadangan tekni sesuai dengan standar praktikum aktuaria
yang lazim dan berlaku umum.
i. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
dalam penyelenggaraan jaminan social.
j. Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan,
secara berkala 6 bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan
kepada DJSN (Herlambang, 2016).

24
2. Manfaat JKN-BPJS
Manfaat jaminan kesehatan nasional (JKN) BPJS kesehatan meliputi :
a. Pelayanan kesehatan tingakat pertama, yaitu pelayanan kesehatan
spesialistik mencakup ;
1) Administrasi pelayanan.
2) Pelayanan promootif dan preventif.
3) Pemerikasaan pengobatan dan konsultasi medis.
4) Tindakan medis no spesialistik, baik operatif maupun non
operatif.
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
6) Tranfusi darah sesuai kebutuhan medis.
7) Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama.
8) Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi(Herlambang, 2016).
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan
kesehatan mencakup:
1) Rawat jalan meliputi:
a) Administrasi pelayanan.
b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan sub spesialis.
c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis.
d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
e) Pelayanan alat kesehatan implant.
f) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan
indikasimedis.
g) Rehabilitasi medis.
h) Pelayanan darah
i) Pelayanan kedokteran forensic.
j) Pelayanan jenazah dipasilitas kesehatan.(Herlambang, 2016).
2) Rawat Inap, meliputi:
a) Pelayanan inap non intensif.
b) Pelayanan inap di ruang intensif.
c) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.

25
(Herlambang, 2016).

c. Kepesertaan JKN-BPJS
Peserta BPJS kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonnesia, yang telah
membayar iuran, meliputi:
1) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin
dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai dengan
ketentuan peraturan perudang-undangan (Herlambang, 2016).
2) Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI),
terdiri dari :
a) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
− Pegawai Negeri Sipil (PNS)
− Anggota TNI
− Anggota Polri
− Pejabat Negara
− Pegawai Pemerintah non Pegawai Negara
− Pegawai Swasta, dan
− Pekerja yang tidak termasuk di point a-f yang menerima
upah.(Herlambang, 2016).
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam)bulan.
b) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
− Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri
− Pekerja yang tidak termasuk di point a yang bukan
penerima upah (Herlambang, 2016).
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya, terdiri dari:
a) Investor
b) Pemberi kerja
c) Penerima pensiun, terdiri dari:
− Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pension
− Anggotan TNI dan Anggota Polri yang berhenti
dengan hakpension

26
− Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pension
− Janda, duda, atau anak yatim piatu dan penerima
pensiun yangmendapat hak pensiun
− Penerima pensiun lain
d) Veteran
e) Perintis kemerdekaan
f) Janda, duda, atau anak yatim piayu dari Veteran atau
PerintisKemerdekaan dan
g) Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai
dengan e yangmampu membayar iuran. (Herlambang, 2016).
d. Anggota Keluarga yang Ditanggung JKN-BPJS
1) Pekerja Penerima Upah :
a) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak
kandung, anak tiri dan atau anak angkat), sebanyak-
banyaknya lima orang(Herlambang, 2016)..
b) Anak kandung,anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak
angkat yang sah, dengan kriteria.
− Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri
− Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum
berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan
pendidikan formal (Herlambang, 2016).
2) Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja : peserta dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak
terbatas)
3) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.
4) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang
meliputi kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dan lain-lain. (Herlambang, 2016).
e. Iuran JKN-BPJS
Iuran peserta JKN-BPJS data yang dipergunakan dibawah ini diambil

27
pada saat penulisan buku ini, jumlah iuran akan berbeda dan berubah
sesuai dengan keputusan JKN-BPJS (Herlambang, 2016). .
Ketentuan iuran peserta JKN-BPJS adalah sebagai berikut :
1) Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (BPI) JAminan Kesehatan
iuran dibayar oleh pemerintah.
2) Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada
lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota
TNI, anggota Polri, pejabat Negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah
perbulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar olen pemberi
kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3) Iuran agi Peserta Pekerja Penerima UPah yang bekerja di BUMN,
BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari
gaji atau upah perbulan dengan ketentuan : 4% (empat persen)
dibayar oleh pemberi kerja 0,5% (nol koma lima persen)dibayar
oleh peserta.
4) Iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang
terdiri dari anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua,
besaran iuran sebesar 1% (satu persen) dari gaji atau upah per
orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5) Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti
saudarakandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lain-lain); peserta
pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja
adalah sebesar:
a) Sebesar Rp.35.000,-(dua puluh lima ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan diruang
perawatan kelas III.
b) Sebesar Rp.100.000,-(empat puluh dua ribu lima ratus) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan
kelas II.
c) Sebesar Rp.150.000,-(lima puluh Sembilan ribu lima ratus)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan diruang

28
perawatan kelas I.
d) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis
Kemerdekaan , dan janda,duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima
persen)gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruangIII/a
dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh
pemerintah.
e) Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan.
(Herlambang, 2016).

f. Denda Keterlamabatan Pembayaran Iuran Peserta JKN-BPJS.


1) Keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah
dikenakan denda administratif sebesar 2% per bulan dari total
iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan,
yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak
oleh pemberi kerja.
2) Keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima
upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar
2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling
banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan
dengan total iuran yang tertunggak. (Herlambang, 2016).
g. Prosedur Pendaftaran Peserta JKN-BPJS
Prosedur pendaftaran peserta JKN-BPJS kesehatan, adalah sebagai
berikut:
1) Pendaftaran bagi penerima bantuan Iuran/PBI
Pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu yang menjadi
peserta PBI dilakukan dengan lembaga yang menyelenggarakan
urusan Pemerintahan dibidang statistik (Badan Pusat Statistik)
yang diverifikasi dan divalidasi oleh kementerian social. Selain
peserta PBI yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, juga terdapat
penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan
SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi pemuda yang

29
mengintegrasikan program jamkesda ke program JKN
(Herlambang, 2016).
2) Pendaftaran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah PPU.
a) Perusahan/Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan
beserta anggota keluarganya ke kantor BPJS kesehatan
dengan melampirkan:
− Formulir Regitrasi Badan Usaha/Badan Hukum
Lainnya.
− Data migrasi karyawan dan anggota
keluarga sesuai format yang ditentukan
oleh BPJS kesehatan.
b) Perusahaan/Badan Usaha Menerimanomor Virtual Account
(VA) untuk dilakukan pembayaran ke Bank yang telah
bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI).
c) Bukti Pembayaran Iuran diserahkan kekantor BPJS
Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN atau mencetak e-ID
secara mandiri oleh Perusahaan/Badan Usaha. (Herlambang,
2016).
3) Pendaftaran Bagi Peserta Bukan Penerima Upah/PBPU dan bukan
pekerja.
a) Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja:
− Calon peserta mendaftar secara perorangan dikantor
BPJS Kesehatan.
− Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di
kartukeluarga.
− Mengisi formulir Daftar Isisan Peserta (DPI) dengan
melampirkan:
 Fotocopy Kartu Keluarga (KK)
 Fotocopy KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar
 Fotocopy Buku Tabungan salah satu peserta yang
ada
 Pas foto 3×4, masing-masing sebanyak 1 lembar.

30
 Setelah mendaftar calon peserta memperoleh
Nomor VirtualAccount (VA).
 Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang
bekerja sama(BRI/Mandiri/BNI).
 Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor
pembayaran BPJS Kesehatan untuk dicetakkan
kartu JKN. Pendaftaran selain dikantor BPJS
Kesehatan, dapat melalui website BPJS
Kesehatan.
b) Pendaftaran bukan pekerja melalu entitas berbadan hukum
(Pensiunan BUMN/BUMD). Proses pendaftaran pensiunan
yang dana pensiunnya dikelolah oleh entitas berbadan
hukum dapat didaftarkan secara kolektif melalui entitas
berbadan hukum yaitu dengan mengisi formulir registrasi
dan formulir migrasi data peserta (Herlambang, 2016).

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan


yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Pelayanan Kesehatan
Reproduksi adalah suatu pelayanan kesehatan yang baru maupun yang
berdiri sendiri, tetapi merupakan keterpaduan dari berbagai pelayanan pada
komponen program kesehatan reproduksi, agar sasaran memperoleh
pelayanan yang holistik, komprehensif dan berkualitas yang meliputi aspek
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), preventif, kuratif dan rehabilitatif
didasarkan pada kepentingan sasaran/klien sesuai dengan tahap dalam siklus
hidup (Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Dimana pelayanan kesehatan reproduksi itu ada 4 yaitu :
1. Rujukan pasien
2. PMO
3. Gakin
4. BPJS
B. Saran
Adapun saran terkait dengan materi ini, dimana pelayanan kesehatan
reproduksi harus terus di kembangkan dan diperhatikan oleh pemerintah
agar dapat mengurangi masyarakat yang terkenan penyakit dengan
gangguan sistem reproduksi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Hatta, Muhammad, R. & V. 2015. 304 _ Gambaran Evaluasi Program


Pengawasan. Muhammad Hatta, Renaldi M, Verawati, 304–318.

Herlambang, S. 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah


Sakit.Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Pelayanan Kesehatan Reproduksi


Terpadu Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar (Kedua). Jakarta.
Sudjadi, A., Widanti, A., Sarwo, Y. B., & Sobandi, H. 2018. Penerapan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Miskin Yang Ideal Dalam Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Miskin Melalui Program Jamkesmas. Soepra, 3(1), 14.
https://doi.org/10.24167/shk.v3i1.694
Taufan Arif. 2017. Jurnal ilmiah kesehatan media husada, 02, 111–118.

33

Anda mungkin juga menyukai