Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS KELUARGA

TREND DAN ISSUE PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga


Dosen Pembimbing Biben Fikriana, M. Kep

Disusun Oleh Kelompok 6


Afifah Nurliana 4002230104
Asri Rahayu 4002230105
Ai Sumarni 4002230131
Aulia Manda S 4002230110
Endah Permata S 4002230112
Fitriani Dewi Esa 4002230127
Herni Maryani 4002230103
Mochamad Lutfiansyah 4002230102

PROGRAM STUDI

SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya yang memberikan kami kesehatan serta kelancaran
sehingga kami dapat menyelesaiakan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada nabi kita Nabi
Muhammad saw, yang telah membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang
terang benderang.
Makalah ini kami tulis dan kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Komunitas Keluarga yang diampu oleh Bapak Biben Fikriana,
M.Kep. Pembuatan makalah ini disusun oleh kami sebagai penulis dan penyusun
agar dapat memahami dan mengkaji dalm Trend dan Issue Dalam Komunitas
Keluarga
Kelompok menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kelompok sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi pengembangan makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Sumedang, 11 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................. 5
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5
A. Pengertian ................................................................................................... 5
B. Tujuan ......................................................................................................... 5
C. Kerawatan Kesehatan Masyarakat ............................................................... 5
D. Tingkat Pelayanan Kesehatan ...................................................................... 5
A. Lembaga Pelayanan Kesehatan ................................................................... 7
B. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan ......................................................... 8
H. Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas ...................... 8
A. Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010........................................................... 13
B. Sistem Kesehatan Nasional ....................................................................... 13
C. Pembiayaan Kesehatan .............................................................................. 14
D. Beberapa Pemikiran .................................................................................. 15
E. Reformasi Kesehatan................................................................................. 17
BAB III.............................................................................................................. 19
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem
yang disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan
seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan,
mengembalikan dan memelihara kesehatan.

Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat


kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup
“health care” atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan
pembiayaan dan mekasnisme risk pooling sehingga dapat melindungi masyarakat
dari beban keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain
menyangkut peningkatan kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan
pilihan, juga merupakan bagian penting dari sistem kesehatan.

Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat


dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus
pada “tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu
didistribusikan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan
melakukan setidaknya empat fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian
pelayanan, produksi sumber daya dan pembimbingan.
B. Rumusan Masalah
a. Trend dan Issue Keperawatan komunitas

1. Apa Pengertian pembangunan kesehatan?

2. Tujuan pembangunan kesehatan?

3. Pengertian Keperawatan Kesehatan Masyarakat?

4. Apa saja Tingkat Pelayanan Kesehatan?

5. Apa saja Lembaga Pelayanan Kesehatan itu?

1
6. Apa saja Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan?

7. Apa maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan


Kesehatan?

8. Faktor apa saja Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan


Komunitas?

2
b. Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia

1. Apa Konsepsi Visi Indonesia Sehat?

2. Terdiri dari apa saja Sistem Kesehatan Nasional itu?

3. Faktor penting apa yang mesti diperhatikan dalam pembiayaan


kesehatan?

4. Apa yang melandasi Beberapa Pemikiran tentang pembiayaan


kesehatan?

5. Apa Alasan terbentuknya Reformasi Kesehatan?


C. Tujuan Masalah
a. Tujuan Umum
Dapat memahami keperawatan kesehatan masyarakat
b. Tujuan Khusus

a. Trend dan Issue Keperawatan komunitas

1. Dapat menjelaskan pengertian pembangunan kesehatan

2. Dapat menjelaskan tujuan pembangunan kesehatan

3. Dapat menjelaskan apa saja lembaga-lembaga yang bergerak dalam


pelayanan kesehatan

4. Dapat menjelaskan tentang keperawatan kesehatan masyarakat

5. Dapat menjelaskan apa saja lingkup sistem pelayanan kesehatan

6. Dapat menjelaskan maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam


Pelayanan Kesehatan

7. Dapat menjelaskan Faktor apa saja Yang Mempengaruhi Praktik


Keperawatan Komunitas

b. Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia

1. Dapat menjelaskan Konsepsi Visi Indonesia Sehat

2. Dapat menjelaskan Sistem Kesehatan Nasional

3
3. Dapat menjelaskan faktor–faktor dalam pembiayaan kesehatan

4. Dapat menjelaskan beberapa pemikiran tentang pembiayaan


kesehatan

5. Dapat menjelaskan maksud dari Pelayanan Keperawatan Dalam


Pelayanan Kesehatan

6. Dapat menjelaskan tentang reformasi kesehatan

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Trend dan Issue Kerawatan Komunitas

A. Pengertian
Pembangunan Kesehatan Adalah suatu sistem pelayanan kesehatan yang
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Kebijakan sistem pelayanan
kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan
kesehatan diantara perawat dokter atau tim kesehatan lain yang satu dengan yang
lain saling menunjang. Issue dalam pendidikan keperawatan seperti: seleksi
mahasiswa keperawatan, menjamunya STIKES tanpa standarisasi, gap antara teori
di kelas dan praktek diklinik, lack of qualified lecturer, dan fasilitas laboratorium
kurang memadai. Issue dalam pelayanan keperawatan diantaranya: masih banyak
perawat vokasional,program Pendidikan kesehatan belum adekuat, kurang mampu
dalam tim work, kolaborasi secara professional dengan dokter, dan penggunaan
teknologi modern belum maksimal. Issue umum kesehatan seperti: aborsi dan
euthanasia.

B. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan meningkatkan kesadaran, kemauan,
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang.

C. Kerawatan Kesehatan Masyarakat


Adalah perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan
dukungan peran serta aktif masyarakat, mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif secara menyuluh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia
secara optimal, sehingga mandiri dalam upaya kesehatannya masyarakat, terpadu,
individu, keluarga.

D. Tingkat Pelayanan Kesehatan


1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)

5
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam
memberikan pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelaksanaan ini
bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau
sasarannya tidak terjadi gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat
meliputi, kebersihan perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan,
pemeriksaan kesehatan berkala, penigkatan status gizi, kebiasaan hidup sehat,
layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan
dengan peningkatan status kesehatan.
2. Specific Protection (Perlindungan Khusus)
Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari
bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan, atau bentuk
perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang
termasuk dalam tingkat pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi
yang digunakan untuk perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi
BCG, DPT, Hepatitis, campak dan lain-lain. Pelayanan perlindungan
keselamatan kerja dimana pelayanan kesehatan yang diberikan pada seseorang
yang bekerja di tempat risiko kecelakaan tinggi seperti kerja di bagian produksi
bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan pemakaian alat
pelindung diri dan lain sebagainya.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment (diagnosis dini dan pengobatan
segera)
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya
atau timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan
dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari
timbulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat
pelayanan kesehatan ini dapat berupa kegiatan dalam rangka survei pencarian
kasus baik secara individu maupun masyarakat, survei penyaringan kasus serta
pencegahan terhadap meluasnya kasus.
4. Disability Limitation (Pembatasan cacat)
Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau
masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang
ditimbulkan. Tingkat ini dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang memiliki

6
potensi kecacatan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa
perawatan untuk menghentikan penyakit, mencegah komplikasi lebih lanjut,
pemberian segala fasilitas untuk mengatasi kecacatan dan mencegah kematian.
5. Rehabilitation (Rehabilitasi)
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh.
Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan
sebagaimana program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian
memberikan fasilitas agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah
hidup kembali ke masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang
hati karena kesadaran yang dimilikinya.

A. Lembaga Pelayanan Kesehatan


1. Rawat jalan
Lembaga pelayanan kesehatan ini bertujuan memberikan pelayanan
kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan pada
penyakit yang akut atau mendadak dan kronis yang dimungkinkan tidak
terjadi rawat inap. Lembaga ini dapat dilaksanakan pada klinik-klinik
kesehatan, seperti klinik dokter spesialis, klinik perawatan spesialis dan
lain-lain.
2. Institusi
Institusi merupakan lembaga pelayanan kesehatan yang fasilitasnya
cukup dalam memberikan berbagai tingkat pelayanan kesehatan, seperti
rumah sakit, pusat rehabilitasi dan lain-lain.
3. Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang
difokuskan pada klien yang sakit terminal agar lebih tenang dan dapat
melewati masa-masa terminalnya dengan tenang. Lembaga ini biasanya
digunakan dalam home care.
4. Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang dilakukan
pada klien pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan perawatan keluarga
seperti praktek perawat keluarga dan lain-lain.

7
B. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan
1. Primary Health Care (Pelayanan kesehatan tingkat pertama)
Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat
yang memiliki masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi
ingin mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera
sehingga sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar.
Pelayanan kesehatan ini dapat dilaksanakan oleh puskesmas atau balai
kesehatan masyarakat dan lain – lain.
2. Secondary Health Care (Pelayanan kesehatan tingkat kedua)
Bentuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit atau rawat inap dan tidak
dilaksanakan di pelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini
dilaksanakan di rumah sakit yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
3. Tertiary health services (Pelayanan kesehatan tingkat ketiga)
Pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi di
mana tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada
tingkat pertama dan kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-
tenaga yang ahli atau subspesialis dan sebagai rujukan utuma seperti rumah
sakit yang tipe A atau B.

G. Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang


meliputi pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Semuanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga keperawatan dalam meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai
bagian dari pelayanan kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang dilakukan
oleh tenaga perawat dalam pelayanannya memiliki tugas, di antaranya
memberikan asuhan keperawatan keluarga, komunitas dalam pelayanan
kesehatan dasar dan akan memberikan asuhan keperawatan secara umum pada
pelayanan rujukan.

H. Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas


1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru

8
Pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi baru, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, maka akan diikuti oleh perkembangan pelayanan kesehatan atau
juga sebagai dampaknya pelayanan kesehatan jelas lebih mengikuti
perkembangan dan teknologi seperti dalam pelayanan kesehatan untuk
mengatasi masalah penyakit-penyakit yang sulit dapat digunakan penggunaan
alat seperti laser, terapi perubahan gen dan lain-lain. Berdasarkan itu maka
pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal dan pelayanan
akan lebih professional dan butuh tenaga-tenaga yang ahli dalam bidang
tertentu.
2. Pergeseran nilai masyarakat Berlangsungnya sistem pelayanan kesehatan
juga dapat dipengaruhi oleh nilai yang ada di masyarakat sebagai pengguna
jasa pelayanan, dimana dengan beragamnya masyarakat, maka dapat
menimbulkan pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan yang berbeda.
Masyarakat yang sudah maju dengan pengetahuan yang tinggi, maka akan
memiliki kesadaran yang lebih dalam penggunaan atau pemanfaatan pelayanan
kesehatan, demikian juga sebaliknya pada masyarakat yang memiliki
pengetahuan yang kurang akan memiliki kesadaran yang rendah terhadap
pelayanan kesehatan, sehingga kondisi demikian akan sangat mempengaruhi
sistem pelayanan kesehatan.
3. Aspek legal dan etik
Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan atau
pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula
tuntutan hukum dan etik dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelaku pemberi
pelayanan kesehatan harus dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan
secara profesional dengan memperhatikan nilai-nilai hukum dan etika yang ada
di masyarakat.
4. Ekonomi
Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi di
masyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan
lebih diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila
tingkat ekonomi seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan

9
kesehatan mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan
biaya yang cukup mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi
dalam sistem pelayanan kesehatan.
5. Politik
Kebijakan pemerintah melalui sistem politik yang ada akan sangat
berpengaruh sekali dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-
kebijakan yang ada dapat memberikan pola dalam sistem pelayanan.

I. Memanfaatkan Hasil Penelitian Dalam Pelayanan Kesehatan

Ilmu pengetahuan di bidang kesehatan pada beberapa dekade terakhir telah


mengalami kemajuan yang sangat pesat melampaui perkembangan sebelumnya.
Derivasi ilmu-ilmu kesehatan dan pengembangannya melalui riset merupakan
dinamika proses yang sangat penting dalam pertumbuhan masing-masing profesi
kesehatan. Tujuan dilakukannya riset kesehatan adalah untuk memperkuat dasar-
dasar keilmuan yang nantinya akan menjadi landasan dalam kegiatan praktik klinik,
pendidikan, dan menejemen pelayanan kesehatan. (Ross, Mackenzie, & Smith,
2003).

Sedangkan praktik pelayanan kesehatan yang berdasarkan fakta empiris


(evidence based practice) bertujuan untuk memberikan cara menurut fakta terbaik
dari riset yang diaplikasikan secara hati-hati dan bijaksana dalam tindakan
preventif, pendeteksian, maupun pelayanan kesehatan.(Cullum, 2001) Menerapkan
hasil penelitian dalam pelayanan kesehatan adalah upaya signifikan dalam
memperbaiki pelayanan kesehatan yang berorientasi pada efektifitas biaya dan
manfaat (costbenefit effectiveness). Meningkatkan kegiatan riset kesehatan dan
menerapkan hasilnya dalam praktik pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan
mendesak untuk membangun pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.

Menurut sebuah studi meta-analysis terhadap berbagai laporan penelitian


keperawatan yang dilakukan oleh Heater, Beckker, dan Olson (1988), menjumpai
bahwa pasien yang mendapatkan intervensi keperawatan bersumber dari riset
memiliki luaran yang lebih baik bila dibandingkan dengan pasien yang hanya
mendapatkan intervensi standar.

10
Sudah saatnya kini, praktisi kesehatan di tingkat pelayanan primer maupun
dunia pendidikan kesehatan perlu segera mendorong pertumbuhan budaya ilmiah
di lingkungannya agar mereka dapat mempraktikan hasil berbagai penelitian.

Kegiatan yang dilakukan untuk memberdayakan organisasi keperawatan, yaitu:

1. Membentuk komite riset


2. Menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah;
3. Kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya;
4. Pendidikan berkelanjutan.

Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik,


justifikasi indakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan. Kesadaran
terhadap nilai riset yang potensial akan memberikan dampak yang menguntungkan
bagi rganisasi, misalnya kinerja keperawatan yang meningkat dan outcome klien
yang optimal. (Titler, Kleiber & Steelman,1994).

2. Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia

Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas
seperti biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya
bernilai sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya
yang senatiasa “siap pakai” dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit.
Namun, masih banyak orang menyepelekan hal ini. Negara, pada beberapa kasus,
juga demikian.

Di Indonesia, tak bisa dipungkiri, trend pembangunan kesehatan bergulir


mengikuti pola rezim penguasa. Pada zaman ketika penguasa negeri ini hanya
memandang sebelah mata kepada pembangunan kesehatan, kualitas hidup dan
derajat kesehatan rakyat kita juga sangat memprihatinkan. Angka Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Index) negara kita selalu stagnan
pada kisaran 117-115 dari sekitar 175 negara Sebagai catatan, HDI adalah ukuran
keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa yang dilihat dari parameter
pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Ironisnya, rentetan pergantian

11
tampuk kekuasaan selama beberapa dekade terakhir, pun tak kunjung membawa
angin perubahan. Apa pasal?

Belum terbitnya kesadaran betapa tercapainya derajat kesehatan optimal


sebagai syarat mutlak terwujudnya tatanan masyarakat bangsa yang berkeadaban,
serta di pihak lain masih lekatnya anggapan bahwa pembangunan bidang kesehatan
semata terkait dengan penanganan sejumlah penyakit tertentu dan penyediaan obat-
obatan.

Sudut pandang yang teramat sempit memang, ditambah dengan kecenderungan


untuk mendahulukan hal lain yang sesungguhnya masih bisa ditunda. Variabel tadi
menemukan titik singgung dengan belum adanya keinginan politik dari pemerintah,
rezim boleh berganti namun modus operandi dan motifnya masih serupa; bahwa
isu-isu kesehatan hanya didendangkan sekedar menyemarakkan janji dan program-
program politik tertentu dalam tujuan jangka pendek.

Untuk kasus Indonesia, belum ada grand strategy yang terarah dalam
peningkatan kualitas kesehatan individu dan masyarakat, yang dengan tegas
tercermin dari minimnya pos anggaran kesehatan dalam APBN maupun APBD.
Belum lagi jika kita ingin bertutur tentang program pengembangan kesehatan
maritim yang semestinya menjadi keunggulan komparatif negeri kita yang wilayah
perairannya dominan. Pelayanan kesehatan di tiap sentra pelayanan selalu jauh dari
memuaskan.

Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat


dipandang sebagai rendahnya apresiasi kita akan pentingnya bidang ini sebagai
elemen penyangga, yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem
baru yang justru akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis
pemborosan baru yang muncul karena kesalahan kita sendiri.

Kabar menarik sesungguhnya mulai terangkat ketika Departemen Kesehatan


pada beberapa waktu lalu, mengelurkan konsep pembangunan kesehatan
berkelanjutan, dikenal sebagai Visi Indonesia Sehat 2010. Berbagai langkah telah
ditempuh untuk mensosialisasikan keberadaan VIS 2010 tersebut, tetapi kemudian

12
menjadi lemah akibat kebijakan desentralisasi dan akhirnya “terpental” dengan
diberlakukannya UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

A. Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010


Pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup
bertentangan dengan anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi
otonom untuk menentukan arah dan model Pembangunan di wilayahnya tanpa
harus terikat jauh dari pusat.

B. Sistem Kesehatan Nasional


Kebijakan desentralisasi, pada beberapa sisi, telah ikut menggerus pola lama
pembangunan, termasuk di bidang kesehatan. Relatif “berkuasanya” kembali
daerah-daerah dalam menentukan kebijakan pembangunannya, membuat konsepsi
Visi Indonesia Sehat seakan tidak menemukan relung untuk dapat diwujudkan.
Impian untuk mewujudkan tangga-tangga pencapaian “sehat”, mulai dari Indonesia
sehat 2010, Propinsi Sehat 2008, Kabupaten Sehat 2006 dan Kecamatan Sehat
2004, menjadi miskin makna.

Pada kenyataannya, masih sangat banyak wilayah-wilayah di negeri ini


yang sangat jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan berkualitas. Padahal pada saat
yang sama, kecenderungan epidemiologi penyakit tak kunjung berubah yang
diperparah lemahnya infrastruktur promotif dan preventif di bidang kesehatan.

Kali terakhir, ini juga dapat dipandang sebagai sebuah “terobosan” baru,
pemerintah menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang dikenal
sebagai “Sistem Kesehatan Nasional”. Dokumen ini antara lain disusun
berdasarkan pada asumnsi bahwa pembangunan kesehatan merupakan
pembangunan manusia seutuhnya untuk mencapai derajat kesehatan yang tertinggi,
sehingga dalam penyelenggaraannya tidak bisa menafikkan peran dan kontribusi
sektor lainnya. Singkatnya, pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari
pembangunan bangsa.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :

1. Upaya kesehatan

13
2. Pembiayaan kesehatan
3. Sumber daya manusia kesehatan
4. Sumber daya obat dan perbekalan kesehatan
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Manajemen kesehatan

Jika kita runut, maka subsistem yang cukup fundamental adalah


pembiayaan kesehatan. Ketiadaan atau tidak optimalnya pembiayaan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan dan program lainnya, merupakan salah satu
penyebab utama tidak tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang kita
inginkan. Betapa tidak, hamper semua aktivitas dalam pembangunan tak dapat
dipungkiri, membutuhkan dana dan biaya.

C. Pembiayaan Kesehatan
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan,
terdapat beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti
diperhatikan. Pertama, besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang
disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas
dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.

Di Negara kita, proporsi anggaran pembangunan kesehatan tidak pernah


mencapai angka dua digit dibanding dengan total APBN/APBD. Padahal, Badan
Kesehatan Dunia (WHO) jauh-jauh hari telah menstandarkan anggaran
pembangunan kesehatan suatu Negara pada kisaran minimal 5% dari GDP (Gross
Domestic Product/Pendapatan Domestik Bruto). Pada tahun 2003, pertemuan para
Bupati/Walikota se-Indonesia di Blitar telah juga menyepakati komitmen besarnya
anggaran pembangunan kesehatan di daerah-daerah sebesar 15% dari APBD.
Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mematok anggaran kesehatan sebesar
2,4% dari GDP, atau sekitar 2,2-2,5% dari APBN.

Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan


tanpa alasan. Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena
rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan
sebagai sector prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik
yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini.

14
Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran
yang efektif dan efisien. Beberapa tahun yang lalu, lembaga transparansi
internasional mengumumkan tiga besar intansi pemerintah Indonesia yang paling
korup. Nomor satu adalah departemen agama, selanjutnya departemen kesehatan
dan terakhir adalah departemen pendidikan.

Temuan ini semakin menguatkan dugaan adanya tindak “mafia” anggaran


pembangunan kesehatan pada berbagai instansi kesehatahn di seantero negeri ini.
Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme – seperti juga dialami di intansi lainnya –
tetap berurat akar dengan subur di departemen kesehatan.

Akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program


kesehatan yang hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi. Relatif
ketatnya birokrasi di lingkungan departemen kesehatan dan instansi turunannya,
dapat disangka sebagai biang sulitnya mengejar transparansi dan akuntabilitas
anggaran di wilayah ini. Peran serta masyarakat dalam pembahasan fungsionalisasi
anggaran kesehatan menjadi sangat minim, jika tak mau disebut tidak ada sama
sekali.

Pada sisi lain, untuk skala Negara sedang berkembang, Indonesia yang
masih berkutat memerangi penyakit-penyakit infeksi tropik akibat masih buruknya
pengelolaan lingkungan, seharusnya menempatkan prioritas pembangunan
kesehatan pada aspek promotif dan preventif, bukan semata di bidang kuratif dan
rehabilitatif saja. Sebagai catatan, rasio anggaran antara promotif dan preventif
dengan kuratif-rehabilitatif selama ini berkisar pada 1:3, suatu perbandingan yang
tidak cukup investatif untuk bangsa sedang berkembang seperti Indonesia.

Akibatnya, sejumlah program kesehatan di negeri ini masih berputar-putar


pada upaya bagaimana mengobati orang yang sakit saja, bukannya mencari akar
permasalahan yang menjadi penyebab mereka jatuh sakit kemudian
meneyelesaikannya.

D. Beberapa Pemikiran
Pertanyaan yang mengemuka ialah model kebijakan kesehatan seperti apa
yang layak diterapkan di negeri kita, sistem pembiayaan yang bagaimana yang

15
cocok dengan kehidupan masyarakat kita. Depkes sebagai pengemban pertama
tanggung jawab konstitusi kita ternyata dalam banyak kasus terbukti tak dapat/ tak
mau berbuat banyak.

Anggaran kesehatan yang teramat minim, terlepas basis argumentasinya


seperti apa; setidaknya menjadi isyarat akan kenyataan teguh, bahwa memang hal-
hal yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak selalu dianggap
sepele.

Hal ini didukung pula oleh sifat apatis sebagian besar rakyat kita, dalam
mengkritisi kebijakan kesehatan. Pun itu diperparah dengan belum transparannya
penggunaan anggaran, dan dana yang ada lebih dialokasikan pada pos-pos yang
bukan menjadi kebutuhan mendesak masyarakat, sebagai contoh; beberapa
puskesmas di Indonesia memiliki fasilitas mobil ambulans yang lengkap namun di
puskesmas tersebut, tenaga medis yang ada hanya sebatas paramedis, tanpa tenaga
dokter, sarjana kesehatan masyarakat dan tenaga medis lainnya, jadi proses
pemenuhan dan penyediaan kebutuhan masyarakat akan kesehatan tidak berbasis
pada analisa kebutuhan tetapi lebih sebagai resultan dari tarik-menarik kepentingan
politik nasional maupun lokal.

Dalam lokus kajian spesifik, membengkaknya biaya kesehatan ternyata


secara langsung atau tidak juga disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan
perguruan tinggi atau sekolah-sekolah yang berlatar belakang kesehatan. Indonesia
menjadi contoh dari mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh para peserta didik
dari fakultas kedokteran, akademi maupun sekolah tenaga kesehatan lainnya. Hal
ini sangat kontras jika kita bandingkan dengan kasus negara tetangga seperti
Singapura atau Malaysia; dimana negara bertanggung jawab mengucurkan dana
besar bagi institusi pendidikan.

Dominasi Negara berlebih-lebihan dalam banyak hal termasuk mewajibkan


pegawai negeri sipil, polisi atau militer untuk masuk hanya pada perusahaan
asuransi tertentu yang dikelola oleh negara membuka peluang terjadinya praktek
korupsi. Model itu sudah selayaknya ditinjau ulang.

16
E. Reformasi Kesehatan
Reformasi bidang kesehatan bukan lagi bahasa yang baru. Hanya saja
agendanya perlu dipertegas kembali sebagai landasan pembangunan selanjutnya.
Jika disederhanakan, agenda reformasi kesehatan akan lebih mengedepankan
partisipasi masyarakat dalam menyusun dan menyelenggarakan aspek
kesehatannya dengan sesedikit mungkin intervensi pemerintah. Pemberdayaan
masyarakat menjadi tolok ukur keberhasilan dan pemihakan terhadap kaum miskin
menjadi syarat penerimaan universalitasnya.

Gunawan Setiadi, seorang dokter dan master bidang kesehatan,


mengungkapkan beberapa alasan mengapa masyarakat dapat menyelenggarakan
kesehatannya, dan lebih baik dari pemerintah, antara lain:

1. Komitmen masyarakat lebih besar dibandingkan pegawai yang digaji


2. Masyarakat lebih paham masalahnya sendiri
3. Masyarakat dapat memecahkan masalah, sedangkan kalangan
profesional/ pemerintah sekadar memberikan pelayanan
4. Masyarakat lebih fleksibel dan kreatif
5. Masyarakat mampu memberikan pelayanan yang lebih murah
6. Standar perilaku ditegakkan lebih efektif oleh masyarakat dibandingkan
birokrat atau profesional kesehatan

Pandangan-pandangan di atas menjadi cukup beralasan muncul dengan


melihat kecenderungan rendahnya etos kerja birokrat dan profesional kesehatan
selama ini. Sudah saatnya penyelenggaraan kesehatan diprakarsai oleh masyarakat
sendiri, sehingga pemaknaan atas hidup sehat menjadi sebuah budaya baru, di mana
di dalamnya terbangun kepercayaan, penghargaan atas hak hidup dan menyuburnya
norma-norma kemanusiaan lainnya. Model penyelenggaraan kesehatan berbasis
pemberdayaan (empowerment) harus disusun secara rasional dengan sedapat
mungkin melibatkan semua stakeholder terkait.

Jadi, prioritas pembangunan kesehatan sedapat mungkin lebih diarahkan


untuk masyarakat miskin – mereka yang jumlahnya mayoritas dan telah banyak
terampas haknya selama ini. Untuk itu, sasaran dari subsidi pemerintah di bidang
kesehatan perlu dipertajam dengan jalan antara lain :

17
1. Pertama, meningkatkan anggaran bagi program-program kesehatan yang
banyak berkaitan dengan penduduk miskin. Misalnya program
pemberantasan penyakit menular, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta
peningkatan gizi masyarakat.
2. Kedua, meningkatkan subsidi bagi sarana pelayanan kesehatan yang banyak
melayani penduduk miskin, yaitu Puskesmas dan Puskesmas Pembantu,
ruang rawat inap kelas III di rumah sakit. Untuk itu, subsidi bantuan biaya
operasional rumah sakit perlu ditingkatkan untuk menghindari praktik
eksploitasi dan ‘pemalakan’ pasien miskin atas nama biaya perawatan.
3. Ketiga, mengurangi anggaran bagi program yang secara tidak langsung
membantu masyarakat miskin mengatasi masalah kesehatannya. Contohnya
adalah pengadaan alat kedokteran canggih, program kesehatan olahraga dan
lain sebagainya.
4. Keempat, mengurangi subsidi pemerintah kepada sarana pelayanan
kesehatan yang jarang dimanfaatkan oleh masyarakat miskin, misalnya
pembangunan rumah sakit-rumah sakit stroke.

18
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Pembangunan Kesehatan Adalah suatu sistem pelayanan kesehatan yang
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan
yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang.
Tingkat pelayanan kesehatan terbagi menjadi 5 yaitu Health Promotion,
Specific Protection, Early Diagnosis and Prompt Treatment, Disability
Limitation, dan Rehabilitation. Sedangkan untuk lembaga pelayanan kesehatan
meliputi rawat jalan, institusi, hospice, dan comunity based agency.

Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas meliputi :


1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
2. Pergeseran nilai masyarakat Berlangsungnya sistem pelayanan kesehatan
3. Aspek legal dan etik
4. Ekonomi
5. Politik

Selain karena rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan


pembangunan kesehatan sebagai sector prioritas, juga karena kesehatan belum
menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami
transisi demokrasi ini. Beberapa Pemikiran Pertanyaan yang mengemuka ialah
model kebijakan kesehatan seperti apa yang layak diterapkan di negeri kita,
sistem pembiayaan yang bagaimana yang cocok dengan kehidupan masyarakat
kita Pun itu diperparah dengan belum transparannya penggunaan anggaran, dan
dana yang ada lebih dialokasikan pada pos-pos yang bukan menjadi kebutuhan
mendesak masyarakat, sebagai contoh; beberapa puskesmas di Indonesia
memiliki fasilitas mobil ambulans yang lengkap namun di puskesmas tersebut,
tenaga medis yang ada hanya sebatas paramedis, tanpa tenaga dokter, sarjana
kesehatan masyarakat dan tenaga medis lainnya, jadi proses pemenuhan dan
penyediaan kebutuhan masyarakat akan kesehatan tidak berbasis pada analisa

19
kebutuhan tetapi lebih sebagai resultan dari tarik-menarik kepentingan politik
nasional maupun lokal.

2. Saran
Dengan telah terbentuknya regulasi pendidikan keperawatan yang
tersetandarisasi, harapannya tidak ada keraguan lagi di masyarakat dalam
memandang profesi perawat yang mana terlibat dalam kehidupan dan
berkontribusi dalam pelayanan kesehatan untuk memajukan Indonesia sehat. Hal
yang harus dan terus kita lakukan adalah memperbaiki citra perawat dengan
menunjukan jati diri perawat.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/447903024/makalah-trend-dan-issu-keprofesian-
terkait-keperawatan-komunitas-docx
https://id.scribd.com/document/511953807/null
https://pdfcoffee.com/download/issue-dan-trend-dalam-pelayanan-keperawatan-
komunitas-disusun-oleh-pdf-free.html
https://www.academia.edu/37217368/Trend_Issue_Keperawatan_Komunitas
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/33182/Blok%20Keperaw
atan%20Komunitas_2019-2020-dikonversi.pdf?isAllowed=y&sequence=1
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/mod/resource/view.php?id=77315

21

Anda mungkin juga menyukai