KELAS (E)
PROGRAM STUDI S-1 PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya, tim penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) yang berjudul “Masa Perkembangan Anak”.
Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Akta Ririn Aristawati, S.Psi.,
M.Psi., Psikolog selaku dosen pengajar mata kuliah PAUD yang telah bersedia
membagikan ilmunya serta pengalamannya. Tim penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang terkait dalam proses pembuatan makalah ini karena
atas kerjasamanya, maka tugas makalah ini dapat selesai dengan tepat sebelum waktu
yang ditentukan.
Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu tim penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
supaya tim penulis dapat menuliskan makalah yang lebih baik lagi.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
3.2 Perkembangan Fisik Masa Prasekolah .......................................................... 25
iii
BAB I
Masa Perkembangan Pranatal, Natal, dan Post Natal
1
Fase Fetal: Berlangsung dari 8 minggu hingga kelahiran. Pada akhir
bulan ke-8, panjang janin kira-kira 14 inchi dan beratnya naik 0,5-1 pon
lagi. Mata dan kelopak mata benar-benar terbentuk, suatu lapisan
rambut halus menutup kepala. Refleks menggenggam muncul, dan
pernafasan yang belum beraturan terjadi. Pada akhir bulan ke-9, janin
tumbuh lebih panjang dan naik lebih berat lagi, kira-kira 4 pon. Jaringan
lemak berkembang dan fungsi berbagai sistem organ, misalnya jantung
dan ginjal.
Periode Neonatal: Berlangsung dari kelahiran hingga 28 hari. Bayi akan
mengalami perubahan tingkah laku dan kondisi, seperti mengalami
siklus tidur dan bangun, dan membutuhkan perawatan secara fisik dan
psikis.
2
Bagi sebagian besar wanita, kelahiran merupakan proses alami setelah
melalui masa kehamilan selama berbulan-bulan. Walaupun proses melahirkan
pada dasarnya sama bagi semua calon ibu, pengalaman masing-masing ibu
sering kali unik dan berbeda. Proses persalinan dan melahirkan dapat terjadi
lebih dini, tepat waktu, atau melebihi perkiraan tanggal lahir, berdurasi
panjang atau pendek, dianggap cukup mudah atau sulit, terjadi dengan atau
tanpa komplikasi. (Allen dan Marotz 2010).
Dalam masa pra-natal, zigot yang awalnya hanya satu sel kemudian
tumbuh menjadi embrio yang kemudian menjadi janin. Perkembangan pra-
natal terjadi dalam tiga tahap, yaitu geminal, embrionik, dan fetal.
Perkembangan bayi baru lahir dapat dibedakan menjadi tingkah laku dan
perkembangan fisik. Saat bayi baru lahir, otaknya akan mengalami
perkembangan dengan sangat pesat. Bayi baru lahir mulai mengenal dan
belajar banyak hal tentang lingkungan di sekitarnya. Perkembangan fisik
selama tiga tahun pertama bayi juga penting untuk dipertimbangkan. Bayi
yang beratnya kecil tidak sesuai dengan usia kehamilan berat badannya
kurang dari 90% dari bayi lain di usia kehamilan yang sama.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik bayi baru lahir
antara lain jenis persalinan, pengobatan ibu, lingkungan pra-lahir, jangka
waktu periode kehamilan, dan perawatan pasca lahir.
3
Pertumbuhan dan perkembangan pesat yang terjadi selama periode
pranatal tiba-tiba terhenti pada kelahiran. Kenyataannya seringkali
terjadi sedikit kemunduran, seperti berkurangnya berat badan dan
kecenderungan menjadi kurang sehat dibandingkan dengan pada saat
dilahirkan. Biasanya kemuduran yang sedikit ini berlangsung beberapa
hari sampai seminggu, setelah itu bayi mulai meningkat lagi. Pada akhir
periode bayi, keadaan perkembangan bayi kembali biasa seperti
keadaan pada waktu ia dilahirkan. Terhentinya pertumbuhan dan
perkembangan, yang merupakan ciri dari periode ini, disebabkan oleh
pentingnya melakukan perkembangan yang radikal pada lingkungan
pascanatal. Sekali penyesuaian ini terjadi, bayi kembali melanjutkan
pertumbuhan dan perkembangannya.
4
lingkungan yang sangat baru dan sangat berbeda. Hal ini terbukti pada
tingkat tingginya kematian.
Secara psikologis, masa bayi merupakan saat terbentuknya sikap dari
orang-orang yang berarti bagi bayi. Kebanyakan sikap yang terbentuk
sepanjang periode pranatal dan mungkin berubah secara radikal setelah
bayi dilahirkan, tetapi beberapa di antaranya relatif menetap atau
semakin kuat tergantung pada kondisi pada saat kelahiran dan pada
mudah atau sulitnya penyesuaian antara bayi dan orang tua.
5
b. Sungsang
Dalam persalinan sungsang, pantat keluar lebih dulu disusul oleh
kaki dan akhirnya baru kepala
c. Melintang
Posisi janin melintang dalam rahim ibu. Dalam hal ini harus
dipergunakan alat-alat untuk persalinan kecuali kalau posisi janin
dapat berubah sebelum proses kelahiran mulai.
d. Alat
Kalau janin terlampau besar sehingga tidak dapat keluar secara
spontan atau kalau posisinya sedemikian rupa sehingga tidak
memungkinkan persalinan normal, harus dipergunakan alat untuk
membantu persalinan
e. Pembedahan Caesar
Kalau hasil pemotretan antara sinar X yang dilakukan pada akhir
masa kehamilan menunjukkan bahwa akan terjadi komplikasi bila
bayi keluar melalui saluran lahir, maka bayi harus dikeluarkan dari
rahim ibu melalui pembedahan dinding perut ibu.
6
biologis pada masa ini sangat pesat, namun secara sosiologis masih sangat
bergantung pada lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, peran keluarga sangat
penting dalam mempersiapkan anak menghadapi lingkungan yang lebih luas.
Menurut Syah, 2004; Yusuf, 2007. Adapun tugas perkembangan pada masa
usia bayi dan kanak-kanak adalah sebagai berikut; 1. Belajar memakan
makanan padat, misalnya ketika bayi berusia 6 bulan mulai dikenalkan dengan
makanan yang bertekstur lembut dan halus, Seiring bertambahnya usia,
mereka mulai mengonsumsi makanan yang lebih kasar dan padat seperti
bubur beras, nasi tim, kemudian nasi. Hal ini terjadi karena alat pengunyah di
mulut sudah matang pada usia ini; 2. Biasanya, antara usia 9 dan 15 bulan,
anak-anak memulai dengan memanjat dan berpegangan pada dinding dan
kursi, lalu belajar berdiri dan berjalan. Pada usia ini, organ-organ yang
menunjang berjalannya anak – tulang kaki, otot dan sistem saraf sudah matang
dan siap; 3. Belajar berbicara, yaitu kemampuan untuk mengeluarkan suara
sehingga orang lain dapat memahami maknanya. Misalnya dengan
menghubungkan suara tertentu dengan benda/makhluk hidup/situasi tertentu,
seperti bunyi “mooo” diidentikan dengan “sapi”; 4. Belajar buang air kecil
dan besar, sebelum usia 4 tahun biasanya belum dapat mengatasi rasa ingin
buang air kecil/besar (mengompol) hal ini karena perkembangan syaraf yang
mengatur pembuangan belum terbentuk dengan sempurna. Oleh karena itu
anak perlu dilatih dengan pembiasaan agar anak memahami kebutuhannya
untuk buang air kecil/besar, atau biasa disebut dengan toilet training; 5.
Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. Pada periode ini anak diajarkan
tentang memahami jenis kelaminnya sendiri, kemudian melalui pengamatan
anak juga dapat memahami perbedaan jenis kelamin antara yang satu dengan
yang lainnya. Oleh karena itu orang tua perlu memperlakukan anak sesuai
dengan jenis kelaminnya baik dalam memberikan pakaian, mainan, dan lain
sebagainya; 6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis. Jika dibandingkan
dengan orang dewasa keadaan jasmani anak cenderung labil sehingga untuk
mencapai kestabilan ini dipelrukan waktu sampai usia lima tahun. Oleh karena
7
itu orangtua perlu memberikan perawatan yang intensif baik dari segi asupan
gizi maupun pemeliharaan kesehatan dan kebersihan; 7. Membentuk
pengertian sederhana kenyataan sosial dan alam. Pada awalnya anak-anak
memiliki konsep yang membingungkan tentang dunia, akan tetapi seiriing
dengan kematangan konsep berfikirnya anak dapat menemukan keteraturan
dan dapat membentuk generalisasi atau kesimpulan dari berbagai benda yang
pada umumnya memiliki ciri yang sama; 8. Belajar mengadakan hubungan
emosional dengan orangtua, saudara, dan orang lain. Pada periode ini anak
dapat mengadakan hubungan dengan orang-rang yang berada disekitarnya,
cara yang diperoleh anak saat belajar sedikit banyaknya dapat menentukan
sikap anak dikemudian hari; 9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk
yaitu mengembangkan kata hati. Pada masa ini anak belajar untuk memahami
tentang konsep benar-salah, baik-buruk sebagai makhluk sosial bukan hanya
kepentingan diri sendiri saja, hal ini dapat tercapai melalui bimbingan dari
orang tuanya.
8
BAB II
Perkembangan Masa Bayi
9
2.3 Perkembangan Motorik Masa Bayi
Perkembangan motorik adalah proses sejalan dengan pertambahan usia secara
bertahap dan berkesinambungan gerakan individu yang meningkat dari keadaan
sederhana, tidak terorganisasi, dan tidak kuat ke arah penampilan keterampilan
motorik yang kompleks dan terorganisasi dengan baik (Sumantri 2005: 47).
Elizabeth B Hurlock (1978: 159) menyatakan bahwa perkembangan motorik
diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan pengendalian gerak
tubuh dan otak sebagai pusat gerak. Gerak ini secara jelas dibedakan menjadi
gerak kasar dan halus. Dalam perkembangan motorik masa bayi, terdapat dua
jenis yaitu motorik halus dan motorik kasar. Berikut penjelasan lebih lengkapnya.
2.3.1 Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus yakni kemampuan anak dalam hal
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang hanya melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan juga perlu dilakukan otot-otot kecil tetapi juga
memerlukan koordinasi yang sangat cermat. Perkembangan motorik halus
memerlukan koordinasi antara fungsi jari-jari tangan dan fungsi visual untuk
memegang, menulis dan lain-lain (Maryunani, 2010).
Menurut Sumantri (2005), perkembangan motorik halus adalah
penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti tangan dan jari jemari yang
harus membutuhkan koordinasi tangan dan kecermatan serta keterampilan
yang mencakup pemanfaatan menggunakan alat-alat untuk mengerjakan suatu
objek.
Santrock (2007:216) mengemukakan bahwa keterampilan motorik halus
melibatkan gerakan yang diatur secara halus. Menggenggam mainan,
mengancingkan baju, atau melakukan apa pun yang memerlukan keterampilan
tangan menunjukkan keterampilan motorik halus.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kemampuan
motorik halus adalah kemampuan anak dalam menggunakan jari jemari dan
tangan yang memerlukan kecermatan dan koordinasi mata dan tangan.
10
Perkembangan motorik halus bayi dijabarkan pada tabel berikut.
Usia Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
a. Memiliki refleks menggenggam jari ketika telapak tangannya
disentuh.
3 Bulan
b. Memainkan jari tangan dan kaki.
c. Memasukkan jari ke dalam mulut.
a. Memegang benda dengan lima jari.
3 – 6 Bulan b. Memainkan benda dengan tangan.
c. Meraih benda di depannya.
a. Memegang benda dengan ibu jari dan jari telunjuk
(menjumput).
6 – 9 Bulan
b. Meremas.
c. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain.
a. Memasukkan benda ke mulut.
b. Menggaruk kepala.
9 – 12
c. Memegang benda kecil atau tipis (misal: potongan buah atau
Bulan
biskuit).
d. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain.
a. Membuat coretan bebas.
b. Menumpuk tiga kubus ke atas.
12 – 18
c. Memegang glas dengan dua tangan.
Bulan
d. Memasukkan benda-benda ke dalam wadah.
e. Menumpahkan benda-benda dari wadah.
a. Membuat garis vertikal atau horisontal
18 – 24
b. Membalik halaman buku walaupun belum sempurna.
Bulan
c. Menyobek kertas.
Tabel 2.3.1 Perkembangan Motorik Halus Bayi
11
2.3.2 Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah aspek perkembangan lokomosi
(gerakan) dan postur (posisi tubuh) yang membutuhkan keseimbangan dan
koordinasi antar anggota tubuh dengan otot-otot besar untuk melakukan
sesuatu. Contohnya berjalan, berlari, melompat dan lain sebagainya. (Septiari,
2012 ; Soetjiningsih, 2013).
Menurut Bambang Sujiono (2007: 11), gerakan motorik kasar adalah
kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak.
Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan,
otot kaki dan seluruh tubuh anak.
Jadi perkembangan motorik kasar adalah proses perubahan yang dilakukan
oleh anak usia dini melalui gerakan yang menggunakan otot besar, yaitu otot
lengan dan kaki. Berikut penjelasan perkembangan motorik masa bayi sesuai
urutan usianya.
2.3.2.1 Pada saat bayi baru lahir, bayi tidak mempunyai kontrol kepala. Sendi-
sendi berada dalam posisi fleksi. Pada posisi terlentang, bayi tidur
dengan posisi tungkai fleksi. Gerakan menendang secara bertahap
bertambah kuat.
2.3.2.2 Pada usia 2 bulan, pada posisi tengkurap bayi dapat mengangkat
kepala (45˚) dan dada. Pada posisi terlentang, bayi mampu menoleh
sendiri ke sisi kanan/kiri. Secara bertahap bahu, pinggul dan tungkai
bergerak berurutan. Kepala tegak saat didudukkan rata-rata dicapai
pada usia 2 bulan.
2.3.2.3 Pada usia 3 bulan, tonus dan kekuatan meluas ke bahu dan lengan atas,
sehingga bayi dapat mengangkat kepada dan badan bagian atas lebih
tinggi dengan ditopang oleh siku. Sebelum usia 3 bulan, kepala jatuh
ke belakang (head drop) saat kedua lengan ditarik dari terlentang ke
posisi duduk, tetapi setelah usia 3 bulan hal itu tidak terjadi lagi karena
otot-otot leher sudah mampu menopang kepala. Pada usia 3 bulan,
seluruh lengan bergerak saat dirangsang dengan stimulus. Pada usia
12
yang lebih tua, akan terlihat gerakan simetris pada kedua lengan. Pada
usia itu juga, bayi mulai bermain dengan jari-jemarinya.
2.3.2.4 Pada usia 4 bulan pada posisi tengkurap, bayi mampu mengangkat
kepala setinggi 90˚. Pada posisi duduk, kepala sudah tegak dengan
kontrol kepala sudah baik, kepala mampu bergerak ke segala arah dan
mata terfiksasi dan fokus kesemua arah. Pada posisi tengkurap
kekuatan menyebar ke badan bawah selanjutnya bayi dapat menopang
dengan lengan lurus. Pada usia 3-4 bulan bayi sudah mampu untuk
tengkurap dan tengadah sendiri. Rata-rata pada usia 4 bulan asimetric
tonic neck reflek menghilang.
2.3.2.5 Pada usia 5 bulan kekuatan menyebar ke bokong. Bersamaan dengan
menghilangnya refleks primitif, terpacu perkembangan kemampuan
duduk. Pada usia 5 bulan bayi bisa duduk dengan disokong. Bila bayi
dipegang berdiri tegak dengan telapak kaki menyentuh permukaan
keras, tungkai dapat menahan berat tubuh meskipun minimal.
2.3.2.6 Pada usia 6 bulan, bila didudukkan di lantai bayi bisa duduk sendiri
tanpa disokong tetapi punggung masih membungkuk. Bayi mampu
berguling sebagai aktivitas yang disadari sehingga untuk mencapai
benda dengan jarak dekat, bayi dapat berguling-guling. Kontrol kepala
bayi muncul lebih dulu pada posisi tengkurap, sehingga bayi lebih
dahulu berguling dari posisi tengkurap daripada berguling dari posisi
terlentang. Jika bayi tidk bisa mengangkat kepala, bayi tidak bisa
berguling.
2.3.2.7 Pada usia 7 bulan, bayi mampu bergerak sendiri dari posisi berbaring
ke posisi duduk. Dengan menyebarnya kekuatan tonus dan kekuatan
otot ke arah kaudal, bayi mengembangkan kemampuan untuk tegak di
atas kedua tangan dan lutut (sikap quadruped). Apabila dipegang, bayi
mampu menahan berat badannya pada kedua kakinya sambil
melompat-lompat.
13
2.3.2.8 Pada usia 8 bulan, muncullah pergerakan bolak-balik dan bayi mulai
merangkak, 82%bayi melalui tahap merangkak. Selanjutnya, dengan
bertambah kuatnya otot-otot badan bagian bawah, bokong dan otot
tungkai atas yang ditunjang kekuatan otot lengan dan bahu, bayi mulai
berdiri dari posisi duduk atau posisi merangkak.
2.3.2.9 Pada usia 9 bulan, bayi pertama kali melangkah dengan berpegangan
dan menyusuri meja. Pada awalnya, anak berpegangan dengan kedua
tangannya, selanjutnya bayi hanya berpegangan dengan satu tangan.
Pada usia ini, bayi telah mampu duduk sendiri dari posisi berbaring.
2.3.2.10 Pada usia 10 bulan, kebanyakan bayi merangkak dengan gerakan
lengan dan tungkai bergantian, lengan bergerak sesaat mendahului
tungkai.
2.3.2.11 Pada usia 11 bulan, bayi bisa berdiri tanpa dibantu dan melangkah 1-2
langkah.
2.3.2.12 Pada usia 12 bulan, bayi mulai dapat melangkah tanpa berpegangan.
Rentang usia anak untuk bisa berjalan sendiri bervariasi. Dari suatu
penelitian di Inggris, anak bisa berjalan pada rentang usia antara 12-14
bulan.
2.3.2.13 Pada usia 14 bulan, anak mulai bisa berjalan mundur.
2.3.2.14 Pada usia 15 bulan, merupakan puncak perkembangan motorik kasar
dini, yakni saat anak mulai berlari. Berlari tidak hanya sekedar berjalan
cepat. Saat berlari, satu tungkai ke depan dan tungkai yang lain
merentang ke belakang dan sesaat berada di udara dengan kedua kaki
melayang serta langkah merentang sangat lebar. Kebanyakan anak
dapat berjalan dengan gaya jalan dewasa dan berlari dengan mantap
sebelum akhir tahun ketiga.
2.3.2.15 Pada usia 18 bulan, anak bisa berdiri sendiri dengan satu kaki.
2.3.2.16 Pada usia 19-20 bulan, anak bisa loncat dengan satu kaki.
2.3.2.17 Pada usia 24 bulan atau 2 tahun, anak mampu meloncat dengan kedua
kaki dengan lengan berputar ke belakang. Anak mulai bisa menggerak-
14
gerakkan anggota gerak dengan gerakan dibawah lengan dengan tubuh
relatif kaku.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan pada tabel berikut.
Usia Perkembangan Motorik Kasar
a. Mengangkat kepala setinggi 45° dan dada ditumpu dengan
0 – 3 Bulan lengan pada waktu tengkurap.
b. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah.
a. Berbalik dari telungkup ke telentang.
3 – 6 Bulan b. Mengangkat kepala setinggi 90˚.
c. Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil.
a. Duduk sendiri (dalam sikap bersila).
6 – 9 Bulan b. Belajar berdiri, kedua kkinya menyangga sebagian berat badan.
c. Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang.
a. Mengangkat badannya ke posisi berdiri.
9 – 12 Bulan b. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi.
c. Dapat berjalan dengan dituntun.
a. Berdiri sendiri tanpa berpegangan.
12 – 18 b. Membungkuk untuk memungut mainan kemudian berdiri
Bulan kembali.
c. Berjalan mundur 5 langkah.
18 – 24 a. Beridiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik.
Bulan b. Berjalan tanpa terhuyung-huyung.
Tabel 2.3.2 Perkembangan Motorik Kasar Masa Bayi.
15
Meski kelihatannya ada banyak aspek yang terlibat dalam perkembangan
kemampuan kognitif bayi, tapi berbagai hal tersebut dipelajari si kecil secara
bertahap.
16
dalam memegang dan menyentuh objek-objek di sekitarnya. Bunda pun harus
semakin atentif dengan hal-hal yang bayi lakukan agar tetap nyaman dan aman.
menyikat gigi.
17
Tertarik dengan mainan yang bergerak atau mengeluarkan suara.
Bayi menerima informasi yang sama seperti orang lain di sekitarnya, tetapi
melihatnya dengan cara yang berbeda berdasarkan pada kemampuan,
pengalaman, dan tahap perkembangan kognitif bayi. Di mana tahapan
perkembangan keterampilan kognitif dapat berbeda pada masing-masing bayi.
18
b. Periode Lingual Dini (1 - 2,5 tahun)
Pada periode ini anak mulai mengucapkan perkataannya yang pertama,
meskipun belum lengkap. Misalnya: atit (sakit), agi (lagi), itut (ikut), atoh
(jatuh). Pada masa ini beberapa kombinasi huruf masih sukar diucapkan, juga
beberapa huruf masih sukar untuk diucapkan seperti r, s, k, j, dan t.
19
seperti softenon atau thalidomid dapat mengakibatkan cacat berat. Penelitian
antara tahun 1959 – 1962 menemukan bahwa cacat yang disebabkan
thalidomid terjadi antara hari ke 34 dan ke 50, jadi antara minggu kelima dan
ketujuh usia kehamilan; Usaha-usaha pengguguran kandungan dengan
menggunakan obat-obatan yang lain pada usia kehamilan awal dapat
menyebabkan gangguangangguan perkembangan.
b. Ketegangan emosional dapat berpengaruh pada kenaikan aktivitas yang
sangat menyolok pada fetus; Penelitian yang pernah dilakukan membuktikan
bahwa wanita dengan susunan syaraf otonom yang labil mempunyai fetus
yang paling aktif; Fetus yang aktif pada waktu dilahirkan memiliki berat
badan yang kurang serta menunjukkan masalah-masalah makan; Menurut
penelitian Stott, 1957, 1958 (dalam Monks, 1992) menemukan bahwa
kegoncangan psikis dalam dua bulan pertama dapat menyebabkan gangguan
sentral, misalnya mongolismus atau down syndrome; Bila ketegangan psikis
terjadi pada usia fetal, maka dapat terjadi sindrom nafsu terhambat, yakni
sedikit aktivitas, sedikit spontanitas, pada umumnya terjadi suatu tingkah laku
apatis.
c. Takhayul di Indonesia menjadi masalah, terutama mengenai pengaruh tingkah
laku orangtua terhadap bayi yang akan dilahirkan. Ada anggapan bahwa
sewaktu ibu sedang hamil, suaminya membunuh seekor ular, maka anak yang
akan dilahirkan kulitnya bersisik seperti ular. Selain itu ibu hamil sering
ngidam, misalnya menginginkan makanan yang aneh-aneh, buah-buahan
masam, bau-bauan tertentu, mual-mual bila membau keringat atau rokok
suami. Hal itu dapat diterangkan bahwa dalam diri ibu adanya pengaruh
keadaan hormonal terhadap psikis ibu. Ada anggapan bahwa sikap menolak
dari pihak ibu terhadap janin dalam kandungan akan diteruskan sesudah anak
dilahirkan. Namun hasil penelitian Geissler di Jerman Timur dan Sears et al
di Amerika (dalam Monks, dkk., 1992) menunjukkan bahwa lebih dari 90%
jumlah ibu yang semula menolak, berubah mempunyai sikap yang positif
terhadap anak sesudah dilahirkan. Geissler dalam penelitian longitudinal
20
menunjukkan bahwa ada perubahan sikap ibu terhadap anak yang
dikandungnya, yakni dari sikap positip ke negatif, dan dari sikap negatif ke
positif, dan sikap yang berubah-ubah itu akhirnya menjadi positif, yaitu sikap
menerima terhadap anak yang dilahirkan
d. Supaya bayi yang dilahirkan sehat, maka ibu harus merawatnya dengan baik
dan membutuhkan perawatan secara fisik dan psikis dan menjauhkan dari
bahayabahaya selama kehamilan. Pemeriksaan rutin selama kehamilan akan
semakin mudah diketahui secara dini gejala-gejala kelainan selama
kehamilan, sehingga pencegahan terhadap gangguan selama kehamilan sedini
mungkin dapat dicegah dan diobati.
21
(behavioral system) yang membutuhkan kedekatan dengan ibu (Bowlby dalam
Monks dkk, 2001). Bowlby mengatakan, jika anak ditinggalkan ibu atau dalam
keadaan takut, sistem tingkah laku tadi segera menjadi aktif dan hanya bisa
dihentikan oleh suara, penampilan, atau rabaan ibu. Kebutuhan anak untuk
melekatkan diri, mengikuti, menangis dan tertawa juga merupakan hal–hal
penyebab timbulnya tingkah laku lekat anak. Tetapi, apa yang dimaksudkan
dengan sistem tingkah laku adalah lebih dari itu.
Menurut Bowlby, sistem tingkah laku adalah suatu kumpulan tingkah laku
yang lebih kompleks dan bertujuan, yang timbul antara bulan ke-9 dan ke-18 usia
anak. Sistem tingkah laku ini berkembang karena interaksi anak dengan
lingkungannya, terutama dengan ibu. Berdasarkan hal ini, maka menurut Bowlby
tingkah laku lekat tadi termasuk kelompok tingkah laku sosial. Sehingga tingkah
laku lekat sebagai akibat dari aktifnya suatu sistem tingkah laku disebut control
theory of attachment behavior.)
22
2.8 Perkembangan Kepribadian Masa Bayi
Periode kritis dalam perkembangan kepribadian, karena:
Pada saat ini diletakkan dasar dimana struktur kepribadian dewasa akan
dibangun.
Lingkungan anak terbatas hanya pada rumah dank arena ibu merupakan
teman yang paling dekat, maka kepribadian ibu dan jenis hubungan ibu-
bayi sangat mempengaruhi kepribadian bayi.
Fungsi yang tengah berkembang sangat mudah terkena bilamana terjadi
hal-hal yang tidak menyenangkan dalam lingkungan.
Perbedaan seks dalam kepribadian mulai tampak dalam tahun pertama.
Penelitian genetika mengenai menetapnya sifat kepribadian selama periode
bertahun-tahun menunjukkan bahwa pola yang dibentuk pada awal
kehidupan hampir tidak berubah kalau anak bertambah besar.
Sifat kepribadian tertentu berubah sekalipun masih dalam bayi. Perubahan ini
dapat bersifat kuantitatif, yaitu menguat atau melemahnya sifat yang sudah ada,
atau bersifat kualitatif, yaitu sifat yang secara sosial kurang baik digantikan oleh
sifat sosial yang lebih baik. Tingkah laku lekat terjadi pada bagian kedua tahun
pertama yang tertuju pada satu orang.
23
BAB III
Perkembangan Masa Prasekolah
24
3.1.4 Ciri kognitif anak usia pra sekolah
Anak usia pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian
besar dari mereka sering bicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebaliknya
anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka perlu dilatih
untuk menjadi pendengar yang baik.
25
(2009) bahwa usia prasekolah merupakan usia perkembangan anak antara usia
tiga hingga lima tahun
usia tiga hingga lima tahun disebut the wonder years yaitu masa dimana
seorang anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu,
sangat dinamis dari kegembiraan ke rengekan, dari amukan ke pelukan. anak
usia prasekolah adalah penjelajah, ilmuwan, seniman, dan peneliti. mereka
suka belajar dan terus mencari tahu, bagaimana menjadi teman, bagaimana
terlibat dengan dunia, dan bagaimana mengendalikan tubuh, emosi, dan
pikiran mereka (Markham, 2019)
anak usia prasekolah Menurut Hockenberry & Wilson (2009) sudah siap
dalam menghadapi dan berusaha keras mencapai tugas perkembangan.
Froebel 7 (Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1993:56) berpendapat bahwa masa
anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan
masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and malleable
phase of human life). anak juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat karena pada tahap ini anak berada pada masa keemasan (golden
period), jendela kesempatan (window of opportunity), dan masa kritis (critical
period) (Depkes Ri, 2010)
masa keemasan (golden periode) merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan pesat pada otak yang berlangsung pada saat anak dalam
kandungan hingga lahir sampai usia 4 (empat) tahun (suyadi, 2010). dan masa
prasekolah menurut munandar (1992) merupakan masa - masa untuk bermain
dan mulai memasuki taman kanak kanak.
3.3.2 Ciri-ciri Anak Usia Prasekolah
Menurut Hurlock (1997) ciri ciri anak usia prasekolah meliputi fisik,
motorik, intelektual, dan sosial.ciri fisik anak prasekolah yaitu otot – otot lebih
kuat dan pertumbuhan menjadi besar dan keras. kemudian secara motorik
anak 8 mampu memanipulasi objek kecil,mengunakan balok balok dan
berbagai ukuran dan bentuk.sedangkan secara sosial anak mampu mejalani
kontak sosial dengan orang orang yang ada di luar rumah,sehingga anak
26
mempunyai minat yang lebih untuk bermain dengan temannya,orang
dewasa,saudara kandung di dalam keluarga.
3.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Prasekolah
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak prasekolah
antara lain keseimbangan, kesehatan, keadaan lingkungan, dan keseimbangan
pendidikan. Untuk mengembangkan keterampilan motorik anak prasekolah,
diperlukan kegiatan yang mengkoordinasikan tiga unsur yaitu perkembangan
fisik, perkembangan motorik, dan perkembangan pendidikan.
27
Selain itu, adapun ciri-ciri lain yang akan dijabarkan pada penjelasan berikut.
3.4.1 Artificialism, yang merupakan kepercayaan bahwa segala sesuatu di
lingkungan itu memiliki jiwa seperti manusia;
3.4.2 Animisme, yang merupakan anggapan bahwa semua benda itu hidup seperti
dirinya;
3.4.3 Centration, yang merupakan pemusatan perhatian anak terhadap sesuatu ciri
yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya;
3.4.4 Transductive reasoning, yang merupakan cara berpikir yang bukan induktif
atau deduktif akan tetapi tidak logis;
3.4.5 Mental experiment, yakni anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya;
3.4.6 Perceptually bound, yang merupakan penialaian anak terhadap sesuatu
berdasarkan apa yang dilihat atau didengar;
3.4.7 Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yakni anak mengenal hubungan
sebab-akibat secara tidak logis;
3.4.8 Egosentrisme, yang merupakan pandangan anak terhadap dunia
lingkungannya menurut kehendak dirinya. (Mohd. Surya, 2003: 57-58).
28
menyebutkan ada empat pendekatan keterampilan pada konsep kemampuan
berbahasa berdasarkan asumsi bahwa empat keterampilan tersebut yaitu
mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis.
3.5.2 Teori-teori
Sejarah penelitian perkembangan bahasa dimulai dengan munculnya aliran
nativis. Pada tahun 1950-1970-an. Noam Chomsky menyebutkan bahwa
perkembangan pemerolehan bahasa pada individu pada umumnya menganut
pandangan universal atau kesamaan. Pandangan ini berkeyakinan bahwa
individu dalam perkembangan penguasaan bahasa terutama dipengaruhi
secara kuat oleh kematangan genetikal. Artinya mereka berkeyakinan bahwa
kematangan secara genetikal akan sangat menentukan kompetensi berbahasa
seseorang. Melalui teorinya yang dikenal dengan Language Acquisition
Device (LAD), Noam Chomsky berkeyakinan bahwa faktor bawaan sebagai
alat pemerolehan Bahasa memungkinkan anak mampu mengkombinasikan
kata-kata ke dalam ucapan-ucapan yang memiliki konsistensi gramatikal serta
mampu memahami pembicaraan orang lain pada usia dini (Kumara, 2002).
Namun demikian, meskipun anak sejak dilahirkan sudah memiliki
kemampuan alamiah berupa LAD tersebut, menurut pandangan Chomsky
(dalam Dardjowidjojo, 2000) lingkungan sebenarnya juga berpengaruh untuk
menentukan macam bahasa yang akan dikuasai anak, tetapi lingkungan tidak
berpengaruh terhadap pemerolehan itu sendiri. Lingkungan hanya akan
menyuguhkan masukan yang kemudian menentukan bahasa spesifik mana
yang kemudian diperoleh anak. Sebagai contoh, seandainya seorang anak
Indonesia dilahirkan di New York, selama satu-dua tahun memakai bahasa
Inggris, anak tersebut tidak hanya akan dapat berbahasa Inggris, namun
bahasa Inggrisnya akan serupa dengan bunyi bahasa Inggris penduduk New
York (Dardjowidjojo dalam Hendrawati, 2001).
29
3.5.2.1 Teori Behavioristik
Adanya peran lingkungan inilah yang kemudian memunculkan teori
behavioristik. Menurut Pateda (1990) teori behavioristik menyebutkan
bahwa tidak ada struktur linguistik yang dibawa anak sejak lahir. Anak
yang lahir itu dianggap kosong dari bahasa. Kaum behavioristik bahkan
berpendapat bahwa anak yang lahir itu tidak membawa kapasitas atau
potensi bahasa.
Menurut kaum behavioristik, dalam perkembangannya anak
memperoleh bahasa dari lingkungan di sekitarnya. Salah seorang tokoh
dari teori behavioristik, yaitu Skinner (dalam Snow, 1989) yang
mengatakan bahwa bahasa, seperti perilaku lainnya, dapat dijelaskan
dengan respon yang dibiasakan (conditioned responses). Pada saat bayi
mengeluarkan suara seperti “ma ma”, maka orang dewasa akan
menguatkannya (reinforce) dengan senyuman, pelukan, maupun
respon-respon positif lainnya. Untuk menyebut “bahasa”, para ahli
kelompok behavioristik ini lebih suka menggunakan istilah “perilaku
verbal”, agar lebih kelihatan kemiripannya dengan perilaku lain yang
harus dipelajari (Kumara, 2002).
30
Dalam pandangan teori perkembangan kognitif, salah seorang
tokohnya yang terkenal yaitu Jean Piaget mengemukakan bahwa bahasa
baru muncul saat anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup
maju dan pengalaman berbahasa anak bergantung pada tahap
perkembangan kognitif saat itu.
31
3.5.2.4 Teori Ekologi
Teori ekologi (ecological theory) merupakan pandangan
sosiokultural Urie Bronfenbrenner tentang perkembangan, yang terdiri
dari 5 sistem lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan
agen-agen sosial (social agents) yang berkembang baik hingga masukan
kebudayaan yang berbasis luas (Santrock, 2002). Ke lima sistem dalam
teori ekologi Bronfenbrenner itu adalah sebagai berikut:
a. Mikrosistem (microsystem), setting dimana individu hidup. Konteks
ini meliputi keluarga individu, teman-teman sebaya, sekolah, dan
lingkungan. Dalam mikrosistem inilah interaksi yang paling
langsung dengan agen-agen sosial berlangsung-misalnya dengan
orangtua, teman-teman sebaya, dan guru.
b. Mesosistem (mesosystem), meliputi hubungan antara beberapa
mikrosistem atau hubungan antara beberapa konteks. Contohnya:
hubungan antara pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah,
pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan
pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya.
c. Eksosistem (exosystem), melibatkan pengalaman-pengalaman dalam
setting sosial lain dimana individu tidak memiliki peran yang aktif-
mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang dekat.
Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang
perempuan dengan suami dan anaknya.
d. Makrosistem (macrosystem), meliputi kebudayaan dimana individu
hidup. Kebudayaan mengacu pada pola perilaku, keyakinan, dan
semua produk lain dari sekelompok manusia yang diteruskan dari
generasi ke generasi.
e. Kronosistem (chronosystem), meliputi permulaan peristiwa-
peristiwa lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan
keadaan-keadaan sosiohistoris. Misalnya, dalam mempelajari
32
dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan
bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah
perceraian dan bahwa dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki
daripada anak perempuan. Dua tahun setelah perceraian, interaksi
keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih stabil.
33
katanya itu berhubungan erat dengan inteligensi umum yang dimilikinya
(Dupuy dkk dalam Huttenlocher dkk., 1991).
34
3.5.3.3 Pendidikan di sekolah
Perolehan perbendaharaan kata umum pada akhir masa kanak- kanak
biasanya dilakukan dengan cara menyerap berbagai pelajaran di sekolah,
melalui pembicaraan anak lain, dan melalui buku bacaan (Hurlock,
1972). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan serta lingkungan di
sekolah berperan dalam pengembangan perbendaharaan kata pada anak.
Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Harris & Sipay (dalam
Kaligis, 1996) yang mengatakan bahwa perbendaharaan kata yang
dikuasai oleh seseorang akan terus meningkat dan hal ini akan
berlangsung terus sepanjang rentang kehidupan seseorang.
Diperkirakan pada usia dua tahun anak telah menguasai kurang lebih
200 kata. Setelah anak memasuki usia sekolah, perbendaharaan kata
anak akan bertambah dengan cepat. Menurut Ceci (dalam Kumara,
2002) sekolah, dalam hal ini guru sebagai sarana pengolahan informasi
dan sarana yang memfasilitasi sejumlah keterampilan perseptual yang
menunjang kesuksesan kemampuan berbahasa. Dibandingkan dengan
anak yang tidak bersekolah, anak yang bersekolah lebih mampu
melakukan deskripsi dan klasifikasi secara verbal.
35
mengharapkan imbalan apapun dari orang yang ditolongnya. Pada awal masa
kanak-kanak ini, perkembangan moral masih berada pada taraf yang sangat
sederhana.
Misalnya: Mendatangi temennya yang nangis sambil bertanya: “Kamu
kenapa?...”
Karena perkembangan intelektual (kepintaran anak) dan penalaran (cara
berfikir anak-anak) belum memungkinkan anak untuk menerima dan
menerapkan prinsip-prinsip yang abstrak (sadar atau gak sadar) yang
menyangkut nilai benar dan salah, serta tatanan moral dan sosial yang lain.
Dalam memberikan pertimbangan moral, anak usia ini melihat suatu tingkah laku
hanya dari segi tingkah laku itu sendiri. Perbuatan salah atau benar misalnya,
ditentukan oleh pertimbangan konsekuensi dari perbuatan itu sendiri.
Misalnya: Anak mengambil permen temannya, asal ambil dan di masukkan
ke mulut, tapi si anak ini tidak tahu perbuatannya ini termasuk benar atau salah
karena yang ada di pikirannya adalah lapar dan ingin makan. Konsekuensinya
ketika ketahuan guru, di nasehatin kalau mengambil permen anak lain itu tidak
boleh (dengan nada lembut). Namun, kalau tindakan si anak ini tidak di ketahui
oleh guru maka si anak tersebut tetap melanjutkan tindakannya.
36
kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan
sesosok kelekatan guna mencari kepuasan dalam hubungan.
Menurut (Hasanah, 2013). Perilaku lekat ini terjadi ketika anak meninggalkan
rumah dan keluarga mereka untuk bergabung dengan teman-temannya di sekolah
untuk memulai pembelajaran. Perilaku ini dapat mempengaruhi fungsi-fungsi
kehidupan anak sehingga anak tidak bisa mandiri dan orangtua harus terlibat
lebih dalam aktivitas anak. Perilaku lekat pada anak usia pra sekolah merupakan
fenomena yang umum terjadi. Sejumlah penelitian dilakukan untuk mengetahui
prevalensi terjadinya perilaku lekat pada anak usia pra sekolah.
Menurut Paulus, et.al (2014) dalam penelitiannya ditemukan prevalensi
perilaku lekat pada anak prasekolah sebanyak 22,2%, dengan prevalensi kejadian
lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Perilaku lekat tertinggi
tertinggi terjadi ketika anak mulai bersekolah, pada masa ini mengirim anak ke
sekolah taman kanak-kanak bisa jadi sulit bagi orang tua. Sebagian anak sudah
siap memasuki sekolah dan sebagian lagi belum siap berinteraksi dengan teman
maupun lingkungan baru. Anak yang paling bersemangat sekalipun bisa gugup
memasuki sekolah taman kanak-kanak. Mereka khawatir tentang pertemuan
dengan anak-anak baru, guru baru, dan lingkungan baru.
Menurut (Monks dkk, 2006). Perilaku lekat pada anak akan berdampak baik
secara positif maupun negatif. Tidak baik jika perilaku kelekatan itu terlalu dekat
dengan figur lekatnya, begitu pula jika terlalu jauh. Figur lekat adalah individu
yang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak sehingga anak
mendapatkan rasa aman dan memiliki ikatan emosional dengannya.
Menurut Koray dan Radopman, 2011. Ketiadaan orang tua sebagai pengasuh
utama membuat anak akan menata ulang kedekatan dengan figur penggantinya.
Dalam studi yang dilakukan oleh Bowlby menyatakan bahwa perilaku lekat
berdampak buruk terhadap psikologis anak. Dampak negatif dari kelekatan yang
berlebihan adalah anak akan selalu bergantung pada figur lekatnya dan merasa
takut atau tidak nyaman jika berada jauh dari figur lekatnya. Sehingga rasa takut
secara otomatis akan menyelimutinya. Hal ini terdukung oleh hasil penelitian
37
dari Seibert dan Kerns (2009) dalam Hasanah (2013) yang menunjukkan bahwa
anak akan sangat bergantung kepada figur lekatnya untuk memenuhi segala
kebutuhan mereka dan sangat susah menjalin hubungan sosial dengan
lingkungan sekitarnya. Anak akan takut berinteraksi dengan orang lain dan
komunikasi yang kurang efektif dengan lingkungan.
Menurut Hasanah (2013) bentuk-bentuk perilaku lekat anak pra sekolah di
sekolah berupa (1) perilaku memastikan keberadaan figure lekatnya dan
menangis ketika tidak berada di tempat, (2) perilaku bertanya materi/tugas
kepada ibunya dibanding guru ketika di sekolah, (3) perilaku meminta di tunggu
di depan kelas oleh ibunya dan (4) perilaku mendekat ibunya ketika istirahat
dibanding temannya.
38
“human behavior”, perilaku manusia, yang pembahasannya terkait dengan apa,
mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut (Yusuf, 2008).
Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang
khas dikaitkan dengan diri seseorang. Kepribadian dapat bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya bentukan dari
keluarga pada masa kecil dan juga bawaan yang dibawa sejak lahir. Semua
stimulus yang didapat sejak lahir baik dari kakak, ayah, ibu, teman, serta televisi
yang semuanya akan mempengaruhi cara seseorang bersikap terhadap sesuatu
dan pada saat itulah kepribadian terbentuk (Hermansyah, 2009). Deckard (2007),
menyatakan pada usia 3 sampai 5 tahun, kepribadian anakanak berkembang pesat
di segala jenis bagian. Sebagai contoh anak menjadi lebih nyaman dengan
mengekspresikan diri dengan kata-kata. Anak mendapatkan banyak pengalaman
dalam proses belajar bagaimana cara memperlakukan orang lain. Setiap anak
memiliki cara sendiri yang berbeda dalam mengembangkan kepribadian anak.
Memberikan waktu untuk bermain pada anak adalah kunci untuk membantu
mengembangkan kepribadian anak (Altmann, 2004).
Menurut Soetjiningsih, 1995. Interaksi timbal balik antara anak dan orangtua
dapat menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada
orangtuanya, sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat
dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang
tua dan anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak,
tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut, yaitu pemahaman
terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi
kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi. Pola asuh yang
diterapkan orang tua juga mempunyai peranan penting untuk terbentuknya
kepribadian anak dimasa yang akan datang.
39
BAB IV
Perkembangan Masa Sekolah
40
memasuki usia sekolah, terdapat banyak perubahan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, seperti tumbuh kembang fisik, kognitif, dan moral (Papalia,
Olds dan Feldman, 2010).
Supaya kita dapat lebih memahami perkembangan fisik masa sekolah, berikut
tertera Tabel 4.2 tentang Perkembangan Fisik Masa Sekolah.
Nomor Aspek Perkembangan Fisik Keterangan
Kenaikan berat lebih bervariasi
dari pada kenaikan tinggi, berkisar
antara 3 - 5 pon pertahun. Rata-rata
1. Berat Badan
anak perempuan 11 tahun memiliki
berat badan 88,5 pon dan anak laki-
laki 85,5 pon.
Kenaikan tinggi pertahun adalah 2
hingga 3 inci. Rata-rata anak
2. Tinggi Badan perempuan 11 tahun memiliki
tinggi badan 58 inci dan anak laki-
laki 57,5 inci.
Pada permulaan pubertas,
umumnya seorang anak sudah
mempunyai 22 gigi tetap. Keempat
3. Jumlah Gigi
gigi terahir yang disebut gigi
kebijaksanaan, muncul selama
masa remaja.
Walaupun kepala masih terlampau
besar dibandingkan dengan tubuh
lainnya, beberapa perbandingan
4. Perbandingan Tubuh
wajah yang kurang baik
menghilang dengan bertambah
besarnya mulut dan rahang, dahi
41
melebar dan merata, bibir semakin
berisi, hidung menjadi lebih besar
dan lebih berbentuk. Badan
memanjang dan menjadi lebih
langsing, leher menjadi lebih
panjang, dada melebar, perut tidak
buncit, lengan dan tungkai
memanjang (meskipun
kelihatannya kurus dan tidak
berbentuk karena otot-otot belum
berkembang), dan tangan dan kaki
dengan lambat tumbuh membesar.
Perbandingan tubuh yang kurang
baik yang sangat mencolok pada
perkembangan masa sekolah
menyebabkan meningkatnya
kesederhanaan pada saat ini.
Disamping itu, kurangnya
5. Kesederhanaan
perhatian terhadap penampilan dan
kecenderungan untuk berpakaian
seperti teman-teman tanpa
memperdulikan pantas tidaknya,
juga menambah kesederhanaan
anak usia sekolah.
Selama masa sekolah (6 – 12
tahun), jaringan lemak berkembang
6. Perbandingan Otot-Lemak lebih cepat dari pada jaringan otot
yang perkembangannya baru mulai
berkembang pesat pada awal
42
pubertas. Anak yang berbentuk
endomorfik jaringan lemaknya jauh
lebih banyak dari pada jaringan
otot sedangkan pada tubuh
mesomorfik keadaannya terbalik.
Pada bentuk tubuh ektomorfik tidak
terdapat jaringan yang melebihi
jaringan lainnya sehingga
cenderung tampak kurus.
Tabel 4.2 Perkembangan Fisik Masa Sekolah
43
4.4 Perkembangan Koginitif Masa Sekolah
Tahap-tahap perkembangan kemampuan kognitif manusia terbagi dalam
beberapa fase. Piaget membagi perkembangan kemampuan kognitif manusia
menurut usia menjadi 4 tahapan, yaitu:
4.4.1 Tahap Sensori (sensori motor)
Perkembangan kognitif tahap ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Kata kunci
perkembangan kognitif tahap ini adalah proses “decentration”. Artinya, pada
usia ini bayi tidak bisa memisahkan diri dengan lingkungannya. Ia “centered”
pada dirinya sendiri.
Tahap ini pemikiran anak mulai melibatkan penglihatan, pendengaran,
pergeseran dan persentuhan serta selera. Artinya anak memiliki kemampuan
untuk menangkap segala sesuatu melalui inderanya. Bagi Piaget masa ini
sangat penting untuk pembinaan perkembangan pemikiran sebagai dasar
untuk mengembangkan intelegensinya. Pemikiran anak bersifat praktis dan
sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Sehingga sangat bermanfaat bagi anak
untuk belajar dengan lingkungannya.
44
c. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti
dirinya.
d. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia.
e. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang
dilihat atau di dengar.
f. Mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
g. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri
yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.
h. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut
kehendak dirinya.
45
Di usia 9 atau 10 tahun, kemampuan terakhir dalam mempertahankan
ingatan mulai diasah, yakni ingatan tentang ruang.
Dalam tahap ini, seorang anak juga belajar melakukan pemilahan
(classification) dan pengurutan (seriation). Aspek lain dari penalaran tentang
hubungan antar kelas adalah transtivity yaitu kemampuan untuk
mengombinasikan hubungan secara logis untuk memahami kesimpulan
tertentu.
46
Bahasa merupakan sarana atau-alat komunikasi yang berfungsi sebagai alat
untuk menyampaikan pesan dalam bentuk simbol-simbol yang telah disetujui
bersama, kemudian merangkainya sesuai urutan sehingga menjadi kalimat yang
bermakna dan sesuai dengan tata bahasa yang digunakan dalam masyarakat.
Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan fungsi otak.
Sebagaimana kita pahami bahwa otak manusia memiliki fungsi yang paling
fundamental dalam struktur biologis manusia. Penelitian neurolinguistik
menyatakan bahwa dalam otak terdapat dasar yang paling fundamental untuk
kemampuan berbahasa.
Perkembangan bahasa pada usia SD yaitu: pada usia early primary year
(antara 6 sampai 6 tahun), bahasa yang digunakan anak sudah berkembang
mendekati kesempurnaan. Terdapat penambahan kosakata pada anak, dan anak
mulai mengerti bahwa kata-kata memiliki lebih dari satu arti. Papalia dan Olds
(2001) mengemukakan bahwa anak usia 6 tahun telah mampu menggunakan
kata-kata sebanyak 2600 kata dalam percakapan, anak sudah mengetahui lebih
dari 20.000 kata. Dengan bantuan sekolah secara formal dan segala sesuatu yang
didengarnya, penguasaan kata-kata anak menjadi 80.000 kata ketika anak siap
memasuki sekolah menengah atas. Pada usia late primary (7-8 tahun), bahasa
anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Anak telah memahami
tata bahasa, sekalipun terkadang menemui kesulitan dan menunjukkan
kesalahan tetapi anak dapat memperbaikinya. Anak telah mampu menjadi
pendengar yang baik. Anak mampu menyimak cerita yang didengarnya, dan
mampu mengungkapkan kembali dengan urutan dan susunan yang logis
(Surna, Nyoman & Pandeirot, D, 2014).
Karakteristik Perkembangan bahasa anak usia SD menurut Ormrod dalam
(Surna, Nyoman & Pandeirot, D, 2014) adalah sebagai berikut: Usia 6-8 tahun,
sekitar 50.000 kata sudah mulai dikuasai oleh anak, mulai terbentuk
kesadaran untuk menggunakan terminologi di dalam disiplin akademik yang
berbeda, kadang kala terdapat hambatan pada anak ketika menggunakan kata
47
penghubung seperti tetapi, kecuali, walaupun, hanya, jika, dan lain-lain, mulai
dapat memahami kalimat secara utuh yang mempunyai banyak implikasi.
Usia 6-8 tahun juga mulai berkembangnya kemampuan melakukan
interpretasi, mengetahui penggunaan kata kerja dan bentuknya, serta anak
memahami jika terdapat adanya kata-kata sindiran atau arah pembelotan kata
menjadi sindiran, anak sudah mulai dapat berkomunikasi dengan panjang
meski masih bersifat abstrak, berkembangnya pengetahuan tentang dasar-
dasar bahasa dan hakikat bahasa secara signifikan, seperti kemampuan
menganalisa dasar-dasar perkembangan bahasa yang menjadi pengetahuan
terstruktur dalam kognitif.
Pada usia 9-12 tahun, pembendaharaan kata anak berkembang sekitar
80.000 kata, anak sudah lancar dalam menggunakan kosa kata yang
berhubungan dengan bidang akademik, seperti menggunakan kata-kata dalam
proses pembelajaran. Anak juga sudah mampu mengelola kata menjadi kalimat,
walaupun berupa sebuah intruksi. Anak juga telah menggunakan kata
sambung sesuai dengan penggunaan bahasa dan maksud kalimat, serta mulai
berkembangnya kemampuan memahami bahasa lambang seperti metafora,
peribahasa, hiperbola, pantun, syair, dan sebagainya.
48
yang didapatkan di lingkungannya baik lingkungan rumah, sekolah, dan
sekitarnya. Penguasaan bahasa pada usia SD ini berlangsung secara lebih
cepat karena pada masa ini perkembangan fungsi otak anak sudah
berkembang dengan pesat sehingga anak akan lebih mudah memerolehan
bahasa
Dalam berbahasa terdapat empat tugas pokok yang seharusnya dikuasai dan
dituntaskan oleh anak. Apabila tugas yang satu sudah dapat dituntaskan oleh anak
maka tugas yang lain akan bisa ter tuntaskan juga. Tugas tersebut adalah
sebagai berikut.
49
Moral bukanlah sesuatu yang melekat secara alami pada manusia sejak lahir.
Seorang individu yang baru lahir belum memiliki pemahaman mengenai
moralitas. Moralitas adalah suatu konsep yang diarahkan kepada manusia secara
bertahap sejak awal kehidupannya. Sebagai hasilnya, individu akan dapat
memahami dan mengimplementasikan moral yang telah tertanam dalam dirinya.
50
Dalam teorinya tentang perkembangan moral, Kohlberg mengemukakan:
51
terbatas pada pemahaman tentang yang baik atau buruk,tanpa memahami alasan
di baliknya. Sementara itu, pada tingkat konvensional (tahap 3), anak-anak
memandang bahwa sikap baik dilangsungkan jika dapat membuat orang lain
senang. Ditahap ini, mereka mulai menyadari pentingnya hubungan sosial dan
bagaimana tindakan mereka dapat mempengaruhi orang lain. Selanjutnya, pada
tahap 4, anak sudah tahu mengapa harus berperilaku baik dan mengapa perilaku
buruk harus dihindari. Mereka mulai memahami prinsip-prinsip moral yang
mendasari aturan-aturan yang ada dan menyadari bahwa perbuatan baik memiliki
alasan yang lebih mendalam dan berdampak positif pada hubungan sosial.
Sedangkan pada tahap 5 dan tahap 6, di lakukan oleh anak remaja.
52
Menurut Stayton (1973), para ibu yang menunjukkan insecure attachment
(keterikatan yang tidak aman) cenderung bereaksi menurut keinginan pribadı,
bukan karena isyarat dari sang bayi. Para ibu itu akan memeluk bayi yang
menangis bila mereka ingin memeluk bayi itu, teapi akan mengabaikan
tangisan bayı di waktu lain. Ibu yang kurang responsif seperti itu, selama
tahun pertama akan mengembangkan insecure attachment antara dia dan
bayinya.
Clarke dan Stewart (1973) mendukung pendapat Stayton. Menurut mereka,
para ibu yang memiliki secure attachment dengan bayinya, lebih bersifat
responsif terhadap kebutuhan sang bayi, memberi stimulus sosial yang lebih
banyak dengan mengajak sang bayi bercakap-cakap atau bermain bersama.
Dan para ibu tersebut pun mengungkapkan rasa sayang dengan lebih baik.
Penekanan pentingnya attachment pada tahun pertama kehidupan dan juga
pentingnya sikap tanggap orang tua yang mengasuh bayinya juga dijabarkan
oleh psikiater Inggris, John Bowlby (1969). Bowlby meyakini adanya
attachment secara naruliah antara ibu dan bayinya. Sang bayipun melakukan
usaha-usaha untuk mempertahankan kedekatannya dengan sang ibu.
53
Bowlby (1958), lebih jauh menjelaskan bahwa attachment berkembang
melalui serangkai tahap, yang sebagian ditentukan oleh perubahan-perubahan
kognitif dan sebagian oleh interaksi yang benar-benar alami antara bayi dan
pengasuhnya. Sebagaimana terlihat dalam tabel Bowlby mengidentifikasi
empat tahap perkembangan attachment.
Tahap Usia/Bulan Tingkah Laku
Bayi tidak
membedakan antara
orang-orang dan
Tahap 1
merasa senang atau
(Indiscriminate 0–2
menerima dengan
Sociability)
senang orang yang
dikenal dan yang tidak
dikenal.
Bayi mulai mengakui
Tahap 2 dan menyukai orang
(Attachment is the 2–7 yang dikenal;
making) tersenyum pada orang
yang dikenal.
Bayi telah
mengembangkan
keterikatan dengan ibu
atau pengasuh pertama
Tahap 3
lainnya dan akan
(Specific, clear-cut 7 – 24
berusaha untuk
attachment)
senantiasa dekat
dengannya; akan
menangis ketika
berpisah dengannya.
54
Saat usia ini, anak
merasa lebih aman
dalam berhubungan
dengan pengasuh
Tahap 4
pertama, anak tidak
(Goal-coordinated 24 – seterusnya
merasa sedih selama
partnerships)
berpisah dari ibu atau
pengasuh pertamanya
dalam jangka waktu
yang lama.
Tabel 4.7 Tingkah Laku Lekat Masa Sekolah
55
penjelasan Laisa, akhirnya Mamak setuju. Laisa mengetahui bahwa keluarganya
tidak mempunyai cukup uang apabila harus menyekolahkan dirinya serta adik-
adiknya. Maka dari itu, Laisa mengalah untuk tidak bersekolah supaya adik-
adiknya tetap bisa melanjutkan pendidikannya.
Menurut Laisa, seorang perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Dia
merasa tidak akan ada gunanya. Laisa ingin membantu ibunya saja untuk mencari
uang. Hal ini dilakukan supaya adik-adiknya, yakni Dalimunte, Ikanuri,
Wibisana, dan Yashinta bisa melanjutkan sekolahnya. Karena hal itulah, Laisa
ingin mengabdikan diri kepada pendidikan meskipun hal itu bukan untuk dirinya
sendiri melainkan untuk adik-adiknya. Tokoh Laisa ingin adik-adiknya saja yang
sekolah bukan dirinya. Setelah kejadian tersebut, Laisa semakin rajin membantu
ibunya. Setiap hari dia bangun pagi hari untuk memasak gula aren. Siangnya
berladang hingga badannya berkulit hitam. Malamnya menganyam rotan.Laisa
melakukannya sepanjang hari selama beberapa tahun. Meskipun begitu, dia tidak
pernah menyesali keputusannya. Laisa tidak pernah sedikitpun mengeluh. Dia
melakukannya dengan tulus dan ikhlas.
Laisa berbuat seperti itu karena dia berjanji kepada Bapaknya akan selalu
menjaga adik-adiknya. Dia berjanji akan selalu menjaga ibunya dan menjaga
adik-adiknya selama bapaknya pergi ke hutan untuk mencari kumbang. Laisa
ingat janji tersebut hingga dia beranjak dewasa. Padahal saat itu Laisa baru
berumur sepuluh tahun. Dia menganggap hal itu sebagai janji sejati kepada
bapaknya yang harus ditepati.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tahap sekolah, tokoh
Laisa berhasil melaluinya dengan baik. Meskipun dia tidak bersekolah, Laisa
berhasil menjadi sosok yang rajin dan tidak melakukan sikap rendah diri. Hal ini
dibuktikan ketika Laisa yang dengan rela dan ikhlas membantu ibunya bekerja
mencari uang demi adik-adiknya. Selain itu, sesuai janjinya dengan almarhum
bapaknya, Laisa dengan rajin menjaga dan merawat adik-adiknya.
Pada dasarnya perkembangan anak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
pembawaan sejak lahir semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti
56
lingkungan pendidikan, faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk
faktor internal adalah warisan biologis (genetik) dari orangtua dan pengalaman
yang didapat selama hidupnya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari
lingkungan budaya dan lingkungan fisik.
Dari situ dapat di simpulkan bahwa lingkungan sekolah dan keluarga
merupakan sarana yang strategis untuk melakukan perkembangan kepribadian
karena sebagian besar anak menghabiskan waktunya di sekolah dan di rumah
sehingga apa yang diperolehnya akan mempengaruhi pembentukan karakternya
baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat
dimana siswa melakukan interaksi sosial setiap hari.
57
58
DAFTAR PUSTAKA
Aprillia, O., Gufran, N., & Yarni, L. (2023). Perkembangan Masa Bayi. Jurnal Kajian
dan Penelitian Umum, 1(6), 221-233.
Dewi dkk, (2020). Perkembangan Bahasa, Emosi, Dan Sosial Anak Usia Sekolah
Dasar. Jurnal Ilmiah “Pendidikan Dasar”, 7(1), 2-9.
Handayani dkk. Psikologi Perkembangan Pada Masa Bayi kelompok 1. (Program Vokasi
Jurusan Fisioterapi Universitas Indonesia) Diakses dari
https://www.academia.edu/18788461/Psikologi_Perkembangan_Masa_Bayi
Jannah W. & Mirta, L. (2012). Periodesasi Perkembangan Masa Prenatal Dan Post
Natal (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo) Diakses dari
http://eprints.umsida.ac.id/1276/1/PSI%20Prenatal.pdf
59
Jovanka, D. (2014). Perbedaan Pemahaman Belajar Anak Usia Prasekolah Dan Usia
Sekolah. Jurnal Ilmiah VISI P2TK PAUD NI, 9(1), 10-19.
Marinda, L. (2020). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Problematika pada
Anak Usia Sekolah Dasar. An-Nisa Journal of Gender Studies, 13(1), 116-152.
Murni, M. (2017). Perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial pada masa kanak-
kanak awal 2-6 tahun. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 3(1), 19-33.
Rizal, S. (2021). Perkembangan Fisik Anak Usia Dasar. Jurnal Pendidikan dan
Dakwah, 3(3), 367-383.
Wulandari, F. Y., Aisyah, N., Afriliani, A., & Yarni, L. (2023). PERKEMBANGAN
MASA PRENATAL. Afeksi: Jurnal Psikologi, 2(2), 225-233.