Anda di halaman 1dari 63

TUGAS MAKALAH PAUD

“MASA PERKEMBANGAN ANAK”

Dosen Pengampu: Akta Ririn Aristawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Disusun Oleh Kelompok 1:

Nathania Astrid Amanda (1512200010)

Fauziah Jannatuz Zahra (1512200038)

Muhammad Rhafli Saputro (1512200050)

Astrid Ervira Rosita Dewi (1512200237)

Mochamad Rezha Resnanda (1512200239)

Lofie Dinata Isyanda (1512200240)

KELAS (E)
PROGRAM STUDI S-1 PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya, tim penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) yang berjudul “Masa Perkembangan Anak”.

Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Akta Ririn Aristawati, S.Psi.,
M.Psi., Psikolog selaku dosen pengajar mata kuliah PAUD yang telah bersedia
membagikan ilmunya serta pengalamannya. Tim penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang terkait dalam proses pembuatan makalah ini karena
atas kerjasamanya, maka tugas makalah ini dapat selesai dengan tepat sebelum waktu
yang ditentukan.

Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu tim penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
supaya tim penulis dapat menuliskan makalah yang lebih baik lagi.

Surabaya, 09 Maret 2024

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I Masa Perkembangan Pranatal, Natal, dan Post Natal ...................................... 1

1.1 Masa Perkembangan Pranatal ......................................................................... 1

1.1.1 Pengertian Perkembangan Pranatal ............................................................. 1

1.1.2 Proses Perkembangan Pranatal .................................................................... 1

1.2 Masa Perkembangan Natal ............................................................................. 2

1.2.1 Pengertian Perkembangan Natal.................................................................. 2

1.2.2 Proses Perkembangan Natal ........................................................................ 3

1.3 Masa Perkembangan Post Natal...................................................................... 6

1.3.1 Pengertian Perkembangan Post Natal .......................................................... 6

1.3.2 Proses Perkembangan Natal ........................................................................ 6

BAB II Perkembangan Masa Bayi ............................................................................ 9

2.1 Pengertian Masa Bayi ..................................................................................... 9

2.2 Perkembangan Fisik Masa Bayi ...................................................................... 9

2.3 Perkembangan Motorik Masa Bayi ............................................................... 10

2.4 Perkembangan Koginitif Masa Bayi ............................................................. 15

2.5 Perkembangan Bahasa Masa Bayi ................................................................ 18

2.6 Perkembangan Moral Masa Bayi .................................................................. 19

2.7 Tingkah Laku Lekat Masa Bayi .................................................................... 21

2.8 Perkembangan Kepribadian Masa Bayi ........................................................ 23

BAB III Perkembangan Masa Prasekolah ................................................................ 24

3.1 Pengertian Masa Prasekolah ......................................................................... 24

ii
3.2 Perkembangan Fisik Masa Prasekolah .......................................................... 25

3.3 Perkembangan Motorik Masa Prasekolah ..................................................... 25

3.4 Perkembangan Koginitif Masa Prasekolah .................................................... 27

3.5 Perkembangan Bahasa Masa Prasekolah....................................................... 28

3.6 Perkembangan Moral Masa Prasekolah ........................................................ 35

3.7 Tingkah Laku Lekat Masa Prasekolah .......................................................... 36

3.8 Perkembangan Kepribadian Prasekolah ........................................................ 38

BAB IV Perkembangan Masa Sekolah .................................................................... 40

4.1 Pengertian Masa Sekolah.............................................................................. 40

4.2 Perkembangan Fisik Masa Sekolah .............................................................. 40

4.3 Perkembangan Motorik Masa Sekolah.......................................................... 43

4.4 Perkembangan Koginitif Masa Sekolah ........................................................ 44

4.5 Perkembangan Bahasa Masa Sekolah ........................................................... 46

4.6 Perkembangan Moral Masa Sekolah ............................................................. 49

4.7 Tingkah Laku Lekat Masa Sekolah ............................................................... 52

4.8 Perkembangan Kepribadian Sekolah ............................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 58

iii
BAB I
Masa Perkembangan Pranatal, Natal, dan Post Natal

1.1 Masa Perkembangan Pranatal


1.1.1 Pengertian Perkembangan Pranatal
Perkembangan masa prenatal merupakan masa awal kehidupan seseorang
yang menentukan masa-masa selanjutnya dalam perkembangan manusia.
Perkembangan prenatal dimulai sejak konsepsi, yaitu saat ovum wanita
dibuahi oleh sprema laki-laki hingga waktu kelahiran seorang individu. Pada
saat sel sperma bergabung dengan sel telur akan terbentuk sel yang terbuahi
disebut zigot. Sel-sel ini mengandung 46 romosom dan dibentuk 23 pasang.
Setiap pasang kromosom terdiri dari satu kromosom dari pihak ayah dan ibu.
Oleh karena itu, sel sperma dan sel telur pada dasarnya memiliki daya hidup
atau energi kehidupan, makai a mampu menjalin hubungan satu sama lain,
sehingga pada gilirannya menghasilkan embrio. (Hurlock, 1980).
Prenatal berasal dari kata pra yang berarti sebelum dan natal yang artinya
lahir. Jadi dapat diartikan bahwa prenatal adalah sebelum kelahiran. Menurut
William Sallebach, periode prenatal merupakan masa kritis bagi
perkembangan fisik, emosi, dan mental bayi karena masa mulai terbentuknya
panjang terutama yang berkaitan dengan kemampuan kecerdasan bayi yang
berada pada kandungan.

1.1.2 Proses Perkembangan Pranatal


Proses perkembangan pranatal atau masa pranatal adalah proses yang
berlangsung selama 10 bulan lunar, dimulai dari konsepsi hingga kelahiran.
Masa pranatal dikelompokkan menjadi tiga bagian: periode zigot, fase fetal,
dan periode neonatal.

 Periode Zigot: Berlangsung sejak konsepsi hingga seminggu setelah


konsepsi. Zigot terdiri 100-150 sel, dan pemisahan blastocystis terjadi.

1
 Fase Fetal: Berlangsung dari 8 minggu hingga kelahiran. Pada akhir
bulan ke-8, panjang janin kira-kira 14 inchi dan beratnya naik 0,5-1 pon
lagi. Mata dan kelopak mata benar-benar terbentuk, suatu lapisan
rambut halus menutup kepala. Refleks menggenggam muncul, dan
pernafasan yang belum beraturan terjadi. Pada akhir bulan ke-9, janin
tumbuh lebih panjang dan naik lebih berat lagi, kira-kira 4 pon. Jaringan
lemak berkembang dan fungsi berbagai sistem organ, misalnya jantung
dan ginjal.
 Periode Neonatal: Berlangsung dari kelahiran hingga 28 hari. Bayi akan
mengalami perubahan tingkah laku dan kondisi, seperti mengalami
siklus tidur dan bangun, dan membutuhkan perawatan secara fisik dan
psikis.

Perkembangan janin selama trimester pertama, trimester kedua, dan


trimester ketiga juga ditampilkan dalam tabel. Perkembangan ini meliputi
pertumbuhan fetal, perkembangan struktur tubuh, dan berbagai ciri yang
muncul pada masa bayi. Perkembangan pranatal juga mempengaruhi
perkembangan emosi dan intelektual bayi kedepannya. Kondisi selama
kehamilan perlu diperhatikan karena akan berpengaruh pada perkembangan
janin dan pada tahap-tahap perkembangan emosi dan intelektualnya kelak.

1.2 Masa Perkembangan Natal


1.2.1 Pengertian Perkembangan Natal
Perkembangan natal merupakan bagian dari perkembangan bayi secara
keseluruhan dimulai dari pra-natal hingga post-natal. Menurut William
Sallebach, periode pra-natal merupakan masa kritis bagi perkembangan fisik,
emosi, dan psikis bayi. Ini adalah masa mulai terbentuknya kedekatan antara
bayi dan orang tua dengan konsekuensi yang akan berdampak panjang,
terutama yang berkaitan dengan kemampuan dan kecerdasan bayi dalam
kandungan.

2
Bagi sebagian besar wanita, kelahiran merupakan proses alami setelah
melalui masa kehamilan selama berbulan-bulan. Walaupun proses melahirkan
pada dasarnya sama bagi semua calon ibu, pengalaman masing-masing ibu
sering kali unik dan berbeda. Proses persalinan dan melahirkan dapat terjadi
lebih dini, tepat waktu, atau melebihi perkiraan tanggal lahir, berdurasi
panjang atau pendek, dianggap cukup mudah atau sulit, terjadi dengan atau
tanpa komplikasi. (Allen dan Marotz 2010).
Dalam masa pra-natal, zigot yang awalnya hanya satu sel kemudian
tumbuh menjadi embrio yang kemudian menjadi janin. Perkembangan pra-
natal terjadi dalam tiga tahap, yaitu geminal, embrionik, dan fetal.
Perkembangan bayi baru lahir dapat dibedakan menjadi tingkah laku dan
perkembangan fisik. Saat bayi baru lahir, otaknya akan mengalami
perkembangan dengan sangat pesat. Bayi baru lahir mulai mengenal dan
belajar banyak hal tentang lingkungan di sekitarnya. Perkembangan fisik
selama tiga tahun pertama bayi juga penting untuk dipertimbangkan. Bayi
yang beratnya kecil tidak sesuai dengan usia kehamilan berat badannya
kurang dari 90% dari bayi lain di usia kehamilan yang sama.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik bayi baru lahir
antara lain jenis persalinan, pengobatan ibu, lingkungan pra-lahir, jangka
waktu periode kehamilan, dan perawatan pasca lahir.

1.2.2 Proses Perkembangan Natal


1.2.2.1 Masa Bayi Neonatal merupakan Masa Terjadinya Penyesuaian yang
Radikal
Kelahiran merupakan suatu gangguan pada pola perkembangan yang
dimulai pada saat pembuahan. Ini adalah suatu peralihan dari
lingkungan dalam ke lingkungan luar. Seperti halnya semua peralihan,
diperlukan penyesuaian diri dari bayi.
1.2.2.2 Masa Bayi Neonatal merupakan Masa Terjadinya Perkembangan

3
Pertumbuhan dan perkembangan pesat yang terjadi selama periode
pranatal tiba-tiba terhenti pada kelahiran. Kenyataannya seringkali
terjadi sedikit kemunduran, seperti berkurangnya berat badan dan
kecenderungan menjadi kurang sehat dibandingkan dengan pada saat
dilahirkan. Biasanya kemuduran yang sedikit ini berlangsung beberapa
hari sampai seminggu, setelah itu bayi mulai meningkat lagi. Pada akhir
periode bayi, keadaan perkembangan bayi kembali biasa seperti
keadaan pada waktu ia dilahirkan. Terhentinya pertumbuhan dan
perkembangan, yang merupakan ciri dari periode ini, disebabkan oleh
pentingnya melakukan perkembangan yang radikal pada lingkungan
pascanatal. Sekali penyesuaian ini terjadi, bayi kembali melanjutkan
pertumbuhan dan perkembangannya.

1.2.2.3 Masa Bayi Neonatal merupakan Pendahuluan dari Perkembangan


Selanjutnya
Perkembangan bayi yang baru lahir dapat memberi petunjuk tentang
apa yang dapat diharapkan akan terjadi seperti yang dikatakan Beli dkk.
(10): “Perilaku bayi neonatal lebih menyerupai kata pendahuluan
sebuah buku daripada sebuah meja yang isinya belum ditemukan.
Selanjutnya pendahuluan itu sendiri hanyalah suatu garis besar yang
memerlukan perbaikan yang cepat. Terdapat beberapa petunjuk
mengenai sifat buku di dalam pendahuluan tetapi hanya dalam bentuk
kode dan memandang petunjuk itu sebagai ramalan cenderung akan
mengecewakan”.

1.2.2.4 Masa Bayi Neonatal merupakan Periode yang Berbahaya


Masa bayi neonatal merupakan periode yang berbahaya, baik secara
fisik maupun psikologis. Secara fisik periode ini berbahaya karena
sulitnya mengadakan penyesuaian diri secara radikal yang penting pada

4
lingkungan yang sangat baru dan sangat berbeda. Hal ini terbukti pada
tingkat tingginya kematian.
Secara psikologis, masa bayi merupakan saat terbentuknya sikap dari
orang-orang yang berarti bagi bayi. Kebanyakan sikap yang terbentuk
sepanjang periode pranatal dan mungkin berubah secara radikal setelah
bayi dilahirkan, tetapi beberapa di antaranya relatif menetap atau
semakin kuat tergantung pada kondisi pada saat kelahiran dan pada
mudah atau sulitnya penyesuaian antara bayi dan orang tua.

1.2.2.5 Berbagai Penyesuaian Pokok yang Dilakukan Bayi Neonatal


a. Perubahan Suhu
Di dalam rahim suhunya tetap, yaitu 100°F, sedangkan di rumah
sakit atau di rumah berkisar 60° sampai 70°F
b. Bernapas
Kalau tali pusar diputus, bayi mulai harus bernapas sendiri.
c. Mengisap dan Menelan
Sekarang bayi harus memperoleh makanan dengan jalan
menghisap dan menelan, tidak lagi memperolehnya melalui tali pusar.
Refleks-refleks ini belum berkembang sempurna pada waktu lahir
dan bayi seringkali tidak cukup memperoleh makanan yang
diperlukan sehingga berat badannya menurun
d. Pembuangan
Alat-alat pembuangan bayi mulai berfungsi segera setelah
dilahirkan; sebelumnya pembuangan dilakukan melalui tali pusar.

1.2.2.6 Jenis-jenis Persalinan


a. Alamiah atau Spontan
Dalam persalinan alamiah, posisi dan besarnya janin dalam
hubungannya dengan alat-alat reproduksi ibu mempermudah bayi
lahir secara normal, dengan posisi kepala di bawah.

5
b. Sungsang
Dalam persalinan sungsang, pantat keluar lebih dulu disusul oleh
kaki dan akhirnya baru kepala
c. Melintang
Posisi janin melintang dalam rahim ibu. Dalam hal ini harus
dipergunakan alat-alat untuk persalinan kecuali kalau posisi janin
dapat berubah sebelum proses kelahiran mulai.
d. Alat
Kalau janin terlampau besar sehingga tidak dapat keluar secara
spontan atau kalau posisinya sedemikian rupa sehingga tidak
memungkinkan persalinan normal, harus dipergunakan alat untuk
membantu persalinan
e. Pembedahan Caesar
Kalau hasil pemotretan antara sinar X yang dilakukan pada akhir
masa kehamilan menunjukkan bahwa akan terjadi komplikasi bila
bayi keluar melalui saluran lahir, maka bayi harus dikeluarkan dari
rahim ibu melalui pembedahan dinding perut ibu.

1.3 Masa Perkembangan Post Natal


1.3.1 Pengertian Perkembangan Post Natal
Post Natal (Sesudah Kelahiran) adalah masa sesudah kelahiran atau masa
dimana bayi sudah keluar dari dalam kandungan. Setelah bayi lahir keluar
dari kandungan akan mengalami perkembangan yang meliputi masa bayi,
masa awal anak-anak, masa pertengahan dan akhir anak-anak, masa remaja,
masa awal dewasa, masa dewasa, masa akhir dewasa, dan sampai masa tua.

1.3.2 Proses Perkembangan Natal


Menurut Syah, 2004. Berdasarkan tahapan perkembangannya, masa bayi
berlangsung sejak seseorang dilahirkan hingga usia satu tahun. Masa kanak-
kanak berlangsung dari usia 0 hingga 6 tahun. Secara umum perkembangan

6
biologis pada masa ini sangat pesat, namun secara sosiologis masih sangat
bergantung pada lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, peran keluarga sangat
penting dalam mempersiapkan anak menghadapi lingkungan yang lebih luas.
Menurut Syah, 2004; Yusuf, 2007. Adapun tugas perkembangan pada masa
usia bayi dan kanak-kanak adalah sebagai berikut; 1. Belajar memakan
makanan padat, misalnya ketika bayi berusia 6 bulan mulai dikenalkan dengan
makanan yang bertekstur lembut dan halus, Seiring bertambahnya usia,
mereka mulai mengonsumsi makanan yang lebih kasar dan padat seperti
bubur beras, nasi tim, kemudian nasi. Hal ini terjadi karena alat pengunyah di
mulut sudah matang pada usia ini; 2. Biasanya, antara usia 9 dan 15 bulan,
anak-anak memulai dengan memanjat dan berpegangan pada dinding dan
kursi, lalu belajar berdiri dan berjalan. Pada usia ini, organ-organ yang
menunjang berjalannya anak – tulang kaki, otot dan sistem saraf sudah matang
dan siap; 3. Belajar berbicara, yaitu kemampuan untuk mengeluarkan suara
sehingga orang lain dapat memahami maknanya. Misalnya dengan
menghubungkan suara tertentu dengan benda/makhluk hidup/situasi tertentu,
seperti bunyi “mooo” diidentikan dengan “sapi”; 4. Belajar buang air kecil
dan besar, sebelum usia 4 tahun biasanya belum dapat mengatasi rasa ingin
buang air kecil/besar (mengompol) hal ini karena perkembangan syaraf yang
mengatur pembuangan belum terbentuk dengan sempurna. Oleh karena itu
anak perlu dilatih dengan pembiasaan agar anak memahami kebutuhannya
untuk buang air kecil/besar, atau biasa disebut dengan toilet training; 5.
Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. Pada periode ini anak diajarkan
tentang memahami jenis kelaminnya sendiri, kemudian melalui pengamatan
anak juga dapat memahami perbedaan jenis kelamin antara yang satu dengan
yang lainnya. Oleh karena itu orang tua perlu memperlakukan anak sesuai
dengan jenis kelaminnya baik dalam memberikan pakaian, mainan, dan lain
sebagainya; 6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis. Jika dibandingkan
dengan orang dewasa keadaan jasmani anak cenderung labil sehingga untuk
mencapai kestabilan ini dipelrukan waktu sampai usia lima tahun. Oleh karena

7
itu orangtua perlu memberikan perawatan yang intensif baik dari segi asupan
gizi maupun pemeliharaan kesehatan dan kebersihan; 7. Membentuk
pengertian sederhana kenyataan sosial dan alam. Pada awalnya anak-anak
memiliki konsep yang membingungkan tentang dunia, akan tetapi seiriing
dengan kematangan konsep berfikirnya anak dapat menemukan keteraturan
dan dapat membentuk generalisasi atau kesimpulan dari berbagai benda yang
pada umumnya memiliki ciri yang sama; 8. Belajar mengadakan hubungan
emosional dengan orangtua, saudara, dan orang lain. Pada periode ini anak
dapat mengadakan hubungan dengan orang-rang yang berada disekitarnya,
cara yang diperoleh anak saat belajar sedikit banyaknya dapat menentukan
sikap anak dikemudian hari; 9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk
yaitu mengembangkan kata hati. Pada masa ini anak belajar untuk memahami
tentang konsep benar-salah, baik-buruk sebagai makhluk sosial bukan hanya
kepentingan diri sendiri saja, hal ini dapat tercapai melalui bimbingan dari
orang tuanya.

8
BAB II
Perkembangan Masa Bayi

2.1 Pengertian Masa Bayi


Masa bayi merupakan permulaan atau periode awal keberadaan individu dan
bukan sebagai parasit dalam tubuh ibu. Masa bayi merupakan masa keemasan
sekaligus masa kritis perkembangan seseorang, karena masa ini sangat singkat
dan tidak dapat diulang, dan pada masa ini bayi sangat peka terhadap lingkungan.
Menurut Hurlocck, masa bayi adalah masa di mana pertumbuhan dan perubahan
berjalan pesat baik secara fisik maupun psikologis. Dengan cepatnya
pertumbuhan ini, perubahan tidak terjadi pada penampilan saja, melainkan juga
kemampuan bayi.

2.2 Perkembangan Fisik Masa Bayi


Menurut Hurlock, selama enam bulan pertama, pertumbuhan terjadi dengan
sangat dengan sangat pesat sama seperti saat periode prenatal dan kemudian
mulai menurun. Selama tahun pertama, peningkatan berat tubuh, lebih besar dari
pada peningkatan tinggi badan, namun pada tahun kedua terjadi sebaliknya.
Beberapa bayi memulai kehidupan dengan badan yang kecil dan
perkembangan yang kurang normal. Hal tersebut terjadi karena belum cukup
umur atau kondisi fisik yang buruk akibat ibu kekurangan gizi, atau kondisi yang
kurang baik selama periode pranatal. Ada juga perbedaan ukuran tubuh bayi dari
tingat sosial ekonomi. Bayi yang orang tuanya dari tingkat sosial rendah
cenderung lebih kecil, baik dalam berat maupun tinggi.
Perbedaan dalam berat badan lebih besar dari pada perbedaan dalam tinggi
badan. Hal ini disebabkan karena berat badan bergantung pada bentuk tubuh dan
sebagian lagi bergantung pada pola makan dan jenis makanan.

9
2.3 Perkembangan Motorik Masa Bayi
Perkembangan motorik adalah proses sejalan dengan pertambahan usia secara
bertahap dan berkesinambungan gerakan individu yang meningkat dari keadaan
sederhana, tidak terorganisasi, dan tidak kuat ke arah penampilan keterampilan
motorik yang kompleks dan terorganisasi dengan baik (Sumantri 2005: 47).
Elizabeth B Hurlock (1978: 159) menyatakan bahwa perkembangan motorik
diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan pengendalian gerak
tubuh dan otak sebagai pusat gerak. Gerak ini secara jelas dibedakan menjadi
gerak kasar dan halus. Dalam perkembangan motorik masa bayi, terdapat dua
jenis yaitu motorik halus dan motorik kasar. Berikut penjelasan lebih lengkapnya.
2.3.1 Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus yakni kemampuan anak dalam hal
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang hanya melibatkan bagian-
bagian tubuh tertentu dan juga perlu dilakukan otot-otot kecil tetapi juga
memerlukan koordinasi yang sangat cermat. Perkembangan motorik halus
memerlukan koordinasi antara fungsi jari-jari tangan dan fungsi visual untuk
memegang, menulis dan lain-lain (Maryunani, 2010).
Menurut Sumantri (2005), perkembangan motorik halus adalah
penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti tangan dan jari jemari yang
harus membutuhkan koordinasi tangan dan kecermatan serta keterampilan
yang mencakup pemanfaatan menggunakan alat-alat untuk mengerjakan suatu
objek.
Santrock (2007:216) mengemukakan bahwa keterampilan motorik halus
melibatkan gerakan yang diatur secara halus. Menggenggam mainan,
mengancingkan baju, atau melakukan apa pun yang memerlukan keterampilan
tangan menunjukkan keterampilan motorik halus.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kemampuan
motorik halus adalah kemampuan anak dalam menggunakan jari jemari dan
tangan yang memerlukan kecermatan dan koordinasi mata dan tangan.

10
Perkembangan motorik halus bayi dijabarkan pada tabel berikut.
Usia Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak
a. Memiliki refleks menggenggam jari ketika telapak tangannya
disentuh.
3 Bulan
b. Memainkan jari tangan dan kaki.
c. Memasukkan jari ke dalam mulut.
a. Memegang benda dengan lima jari.
3 – 6 Bulan b. Memainkan benda dengan tangan.
c. Meraih benda di depannya.
a. Memegang benda dengan ibu jari dan jari telunjuk
(menjumput).
6 – 9 Bulan
b. Meremas.
c. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain.
a. Memasukkan benda ke mulut.
b. Menggaruk kepala.
9 – 12
c. Memegang benda kecil atau tipis (misal: potongan buah atau
Bulan
biskuit).
d. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain.
a. Membuat coretan bebas.
b. Menumpuk tiga kubus ke atas.
12 – 18
c. Memegang glas dengan dua tangan.
Bulan
d. Memasukkan benda-benda ke dalam wadah.
e. Menumpahkan benda-benda dari wadah.
a. Membuat garis vertikal atau horisontal
18 – 24
b. Membalik halaman buku walaupun belum sempurna.
Bulan
c. Menyobek kertas.
Tabel 2.3.1 Perkembangan Motorik Halus Bayi

11
2.3.2 Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah aspek perkembangan lokomosi
(gerakan) dan postur (posisi tubuh) yang membutuhkan keseimbangan dan
koordinasi antar anggota tubuh dengan otot-otot besar untuk melakukan
sesuatu. Contohnya berjalan, berlari, melompat dan lain sebagainya. (Septiari,
2012 ; Soetjiningsih, 2013).
Menurut Bambang Sujiono (2007: 11), gerakan motorik kasar adalah
kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak.
Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan,
otot kaki dan seluruh tubuh anak.
Jadi perkembangan motorik kasar adalah proses perubahan yang dilakukan
oleh anak usia dini melalui gerakan yang menggunakan otot besar, yaitu otot
lengan dan kaki. Berikut penjelasan perkembangan motorik masa bayi sesuai
urutan usianya.
2.3.2.1 Pada saat bayi baru lahir, bayi tidak mempunyai kontrol kepala. Sendi-
sendi berada dalam posisi fleksi. Pada posisi terlentang, bayi tidur
dengan posisi tungkai fleksi. Gerakan menendang secara bertahap
bertambah kuat.
2.3.2.2 Pada usia 2 bulan, pada posisi tengkurap bayi dapat mengangkat
kepala (45˚) dan dada. Pada posisi terlentang, bayi mampu menoleh
sendiri ke sisi kanan/kiri. Secara bertahap bahu, pinggul dan tungkai
bergerak berurutan. Kepala tegak saat didudukkan rata-rata dicapai
pada usia 2 bulan.
2.3.2.3 Pada usia 3 bulan, tonus dan kekuatan meluas ke bahu dan lengan atas,
sehingga bayi dapat mengangkat kepada dan badan bagian atas lebih
tinggi dengan ditopang oleh siku. Sebelum usia 3 bulan, kepala jatuh
ke belakang (head drop) saat kedua lengan ditarik dari terlentang ke
posisi duduk, tetapi setelah usia 3 bulan hal itu tidak terjadi lagi karena
otot-otot leher sudah mampu menopang kepala. Pada usia 3 bulan,
seluruh lengan bergerak saat dirangsang dengan stimulus. Pada usia

12
yang lebih tua, akan terlihat gerakan simetris pada kedua lengan. Pada
usia itu juga, bayi mulai bermain dengan jari-jemarinya.
2.3.2.4 Pada usia 4 bulan pada posisi tengkurap, bayi mampu mengangkat
kepala setinggi 90˚. Pada posisi duduk, kepala sudah tegak dengan
kontrol kepala sudah baik, kepala mampu bergerak ke segala arah dan
mata terfiksasi dan fokus kesemua arah. Pada posisi tengkurap
kekuatan menyebar ke badan bawah selanjutnya bayi dapat menopang
dengan lengan lurus. Pada usia 3-4 bulan bayi sudah mampu untuk
tengkurap dan tengadah sendiri. Rata-rata pada usia 4 bulan asimetric
tonic neck reflek menghilang.
2.3.2.5 Pada usia 5 bulan kekuatan menyebar ke bokong. Bersamaan dengan
menghilangnya refleks primitif, terpacu perkembangan kemampuan
duduk. Pada usia 5 bulan bayi bisa duduk dengan disokong. Bila bayi
dipegang berdiri tegak dengan telapak kaki menyentuh permukaan
keras, tungkai dapat menahan berat tubuh meskipun minimal.
2.3.2.6 Pada usia 6 bulan, bila didudukkan di lantai bayi bisa duduk sendiri
tanpa disokong tetapi punggung masih membungkuk. Bayi mampu
berguling sebagai aktivitas yang disadari sehingga untuk mencapai
benda dengan jarak dekat, bayi dapat berguling-guling. Kontrol kepala
bayi muncul lebih dulu pada posisi tengkurap, sehingga bayi lebih
dahulu berguling dari posisi tengkurap daripada berguling dari posisi
terlentang. Jika bayi tidk bisa mengangkat kepala, bayi tidak bisa
berguling.
2.3.2.7 Pada usia 7 bulan, bayi mampu bergerak sendiri dari posisi berbaring
ke posisi duduk. Dengan menyebarnya kekuatan tonus dan kekuatan
otot ke arah kaudal, bayi mengembangkan kemampuan untuk tegak di
atas kedua tangan dan lutut (sikap quadruped). Apabila dipegang, bayi
mampu menahan berat badannya pada kedua kakinya sambil
melompat-lompat.

13
2.3.2.8 Pada usia 8 bulan, muncullah pergerakan bolak-balik dan bayi mulai
merangkak, 82%bayi melalui tahap merangkak. Selanjutnya, dengan
bertambah kuatnya otot-otot badan bagian bawah, bokong dan otot
tungkai atas yang ditunjang kekuatan otot lengan dan bahu, bayi mulai
berdiri dari posisi duduk atau posisi merangkak.
2.3.2.9 Pada usia 9 bulan, bayi pertama kali melangkah dengan berpegangan
dan menyusuri meja. Pada awalnya, anak berpegangan dengan kedua
tangannya, selanjutnya bayi hanya berpegangan dengan satu tangan.
Pada usia ini, bayi telah mampu duduk sendiri dari posisi berbaring.
2.3.2.10 Pada usia 10 bulan, kebanyakan bayi merangkak dengan gerakan
lengan dan tungkai bergantian, lengan bergerak sesaat mendahului
tungkai.
2.3.2.11 Pada usia 11 bulan, bayi bisa berdiri tanpa dibantu dan melangkah 1-2
langkah.
2.3.2.12 Pada usia 12 bulan, bayi mulai dapat melangkah tanpa berpegangan.
Rentang usia anak untuk bisa berjalan sendiri bervariasi. Dari suatu
penelitian di Inggris, anak bisa berjalan pada rentang usia antara 12-14
bulan.
2.3.2.13 Pada usia 14 bulan, anak mulai bisa berjalan mundur.
2.3.2.14 Pada usia 15 bulan, merupakan puncak perkembangan motorik kasar
dini, yakni saat anak mulai berlari. Berlari tidak hanya sekedar berjalan
cepat. Saat berlari, satu tungkai ke depan dan tungkai yang lain
merentang ke belakang dan sesaat berada di udara dengan kedua kaki
melayang serta langkah merentang sangat lebar. Kebanyakan anak
dapat berjalan dengan gaya jalan dewasa dan berlari dengan mantap
sebelum akhir tahun ketiga.
2.3.2.15 Pada usia 18 bulan, anak bisa berdiri sendiri dengan satu kaki.
2.3.2.16 Pada usia 19-20 bulan, anak bisa loncat dengan satu kaki.
2.3.2.17 Pada usia 24 bulan atau 2 tahun, anak mampu meloncat dengan kedua
kaki dengan lengan berputar ke belakang. Anak mulai bisa menggerak-

14
gerakkan anggota gerak dengan gerakan dibawah lengan dengan tubuh
relatif kaku.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan pada tabel berikut.
Usia Perkembangan Motorik Kasar
a. Mengangkat kepala setinggi 45° dan dada ditumpu dengan
0 – 3 Bulan lengan pada waktu tengkurap.
b. Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah.
a. Berbalik dari telungkup ke telentang.
3 – 6 Bulan b. Mengangkat kepala setinggi 90˚.
c. Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil.
a. Duduk sendiri (dalam sikap bersila).
6 – 9 Bulan b. Belajar berdiri, kedua kkinya menyangga sebagian berat badan.
c. Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang.
a. Mengangkat badannya ke posisi berdiri.
9 – 12 Bulan b. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi.
c. Dapat berjalan dengan dituntun.
a. Berdiri sendiri tanpa berpegangan.
12 – 18 b. Membungkuk untuk memungut mainan kemudian berdiri
Bulan kembali.
c. Berjalan mundur 5 langkah.
18 – 24 a. Beridiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik.
Bulan b. Berjalan tanpa terhuyung-huyung.
Tabel 2.3.2 Perkembangan Motorik Kasar Masa Bayi.

2.4 Perkembangan Koginitif Masa Bayi


Kemampuan kognitif bayi adalah cara bayi dalam belajar berpikir, mengingat,
membayangkan, mengumpulkan informasi, mengatur informasi, hingga
memecahkan masalah. Dengan kata lain kemampuan kognitif ini turut andil
untuk membantu bayi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

15
Meski kelihatannya ada banyak aspek yang terlibat dalam perkembangan
kemampuan kognitif bayi, tapi berbagai hal tersebut dipelajari si kecil secara
bertahap.

Seiring dengan tahapan perkembangan kognitif bayi termasuk bertambahnya


usia, fungsi otak bayi akan membantunya untuk mengembangkan satu per satu
kemampuan kognitif ini. Perkembangan kognitif masa bayi sesuai usia adalah
sebagai berikut:

2.4.1 Usia 0-3 Bulan


Untuk bayi usia 0-3 bulan. Perkembangan kognitif pada usia ini berpusat
pada eksplorasi pancaindra, seperti bagaimana bayi dapat merespon dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Pada usia ini, bayi sudah mulai bisa
membedakan suara dan objek. Mereka juga mulai menunjukkan fokus pada
objek bergerak dan memperlihatkan perilaku cepat tanggap. Misalnya:
mendapati bayi langsung menghisap ketika diberikan puting susu ibu.

2.4.2 Usia 3-6 Bulan


Selanjutnya, bayi usia 3-6 bulan. Pada periode ini, mereka mulai
mengembangkan persepsi dan respons yang lebih kompleks. Misalnya:
menirukan ekspresi wajah, memberikan reaksi terhadap suara dan wajah yang
familiar, dan menanggapi ekspresi wajah orang lain. Semakin besar,
perkembangan kognitif pada bayi akan semakin terlihat. dari cara merespons
mereka yang semakin kompleks.

2.4.3 Usia 6-9


Di usia 6-9 bulan, bayi akan semakin mengenali lingkungan sekitarnya.
Mereka juga sudah mulai belajar berbicara, sehingga respons yang diberikan
tidak lagi hanya dari gerakan mata dan tubuh, tapi juga meliputi
suara. Misalnya menyebutkan perbedaan gambar, menanggapi omongan
orang tua, hingga memanggil orang yang mereka kenali. Di usia ini,
kemampuan motorik bayi juga akan semakin matang. Mereka semakin fasih

16
dalam memegang dan menyentuh objek-objek di sekitarnya. Bunda pun harus
semakin atentif dengan hal-hal yang bayi lakukan agar tetap nyaman dan aman.

2.4.4 Usia 9-11 bulan


Perkembangan kognitif bayi sudah bisa membuatnya mudah menirukan
gerakan dasar yang dilakukan orang lain. Bahkan, ia dapat merespons
komunikasi yang disampaikan orang lain dengan gerakan dan suara, serta
menempatkan suatu objek pada objek lainnya.

2.4.5 Beranjak satu tahun


Kemampuan fisik yang semakin matang sangat mempengaruhi
perkembangan kognitif bayi. Bayi pada usia ini biasanya sudah bisa duduk
dan berjalan, eksplorasinya pun semakin luas dan mendorong bayi untuk
belajar lebih banyak. Mereka akan banyak meniru perilaku orang sekitarnya.
Respons terhadap interaksi verbal juga akan semakin kompleks. Membuat
perilaku anak usia ini semakin aktif. Misalnya:

 Mampu menemukan atau mencari objek yang tersembunyi.

 Mulai memahami bahwa Ibu atau perawatnya tidak akan “menghilang”

ketika meninggalkan ruangan atau suatu tempat.

 Meniru tindakan yang diamatinya, seperti berbicara di ponsel dan

menyikat gigi.

 Menanggapi permintaan verbal sederhana, seperti menyerahkan botol

susunya ketika Ibu memintanya.

 Melambaikan tangan ketika Ibu pergi.

 Memainkan permainan sederhana seperti cilukba dan petak umpet.

 Mengenali namanya sendiri.

 Mengoceh dengan mengucapkan beberapa rangkaian huruf seperti

“Mama” atau “mamam”.

17
 Tertarik dengan mainan yang bergerak atau mengeluarkan suara.

Bayi menerima informasi yang sama seperti orang lain di sekitarnya, tetapi
melihatnya dengan cara yang berbeda berdasarkan pada kemampuan,
pengalaman, dan tahap perkembangan kognitif bayi. Di mana tahapan
perkembangan keterampilan kognitif dapat berbeda pada masing-masing bayi.

2.5 Perkembangan Bahasa Masa Bayi


Sejak lahir, bayi adalah bagian dari lingkungan sosial. Di dalam lingkungan
sosial inilah perkembangan bahasa dimulai. Misalnya, disaat seorang ibu
menimang bayinya dan mendengar cegukannya, seolah-olah sang ibu mendengar
bayinya sedang berbicara. Meskipun sang bayi tidak berucap secara lisan, namun
sang ibu merespon seolah bayinya berbicara padanya. M. Schaerleakens (1977)
dalam Otto (2015:135) membagi fase-fase perkembangan bahasa anak dalam
empat periode. Perbedaan fase-fase ini berdasarkana pada ciri-ciri tertentu yang
khas pada setiap periode. Adapun periode-periode tersebut sebagai berikut:

a. Periode Prelingual (usia 0 - 1 tahun)


Pada periode ini bayi mempunyai bahasanya sendiri, misalnya mengoceh
sebagai ganti komunikasi dengan orang lain. Contohnya baba, tutu, aaa yang
mungkin merupakan reaksi terhadap situasi tertentu maupun orang tertentu,
sebagai awal suatu symbol karena kematangan proses mental pada usia 9-10
bulan.
Perkembangan yang paling menonjol pada periode ini adalah
perkembangan comprehension, artinya penggunaan bahasa secara pasif.
Misalnya anak mulai bereaksi terhadap pembicaraan orang dengan melihat
kepada pembicara dan memberikan reaksi yang berbeda terhadap suara yang
ramah, yang lembut, dan yang kasar.

18
b. Periode Lingual Dini (1 - 2,5 tahun)
Pada periode ini anak mulai mengucapkan perkataannya yang pertama,
meskipun belum lengkap. Misalnya: atit (sakit), agi (lagi), itut (ikut), atoh
(jatuh). Pada masa ini beberapa kombinasi huruf masih sukar diucapkan, juga
beberapa huruf masih sukar untuk diucapkan seperti r, s, k, j, dan t.

c. Periode Diferensiasi (usia 2,5 - 5 tahun)


Yang menyolok pada periode ini adalah keterampilan anak dalam
mengadakan diferensiasi dalam penggunaan kata-kata dan kalimat-kalimat.
Secara garis besar ciri umum perkembangan bahasa pada periode ini adalah
sebagai berikut; Perbendaharaan kata sedikit demi sedikit mulai
berkembang.Kata benda dan karta kerja mulai lebih terdiferensiasi dalam
pemakaiannya, hal ini ditandai dengan penggunaan kata depan, kata gati dank
at kerja bantu; Pada akhir periode secara garis besar anak telah menguasai
bahasa ibunya, artinya hukum-hukum tatabahasa yang pokok dari orang
dewasa telah dikuasai; Fungsi bahasa untuk komunikasi benar-benar mulai
berfungsi. Persepsi anak dan pengalamannya tentang dunia luar mulai ingin
dibaginya dengan orang lain, dengan cara memberikan kritik, bertanya,
menyuruh, membri tahu dan lain-lain; Perkembangan fonologi boleh
dikatakan telah berakhir. Mungkin masih ada kesukaran pengucapan
konsonan yang majemuk dan sedikit kompleks; Mulai terjadi perkembangan
di bidang morfologi, ditandai dengan munculnya kata jamak, perubahan
akhiran, perubahan kata karja, dan lain-lain.

2.6 Perkembangan Moral Masa Bayi


a. Faktor Lingkungan Faktor ekstern yang diperkirakan mempengaruhi tingkah
laku postnatal antara lain; Sinar rontgen dapat mempengaruhi tingkah laku
motorik, gerak bebas, pembuangan, aktivitas, dan belajar diskriminatif.
Akibat penyinaran memiliki hubungan dengan usia kehamilan. Makin banyak
dosis penyinaran makin buruk akibatnya; Pemakaian obat-obat penenang

19
seperti softenon atau thalidomid dapat mengakibatkan cacat berat. Penelitian
antara tahun 1959 – 1962 menemukan bahwa cacat yang disebabkan
thalidomid terjadi antara hari ke 34 dan ke 50, jadi antara minggu kelima dan
ketujuh usia kehamilan; Usaha-usaha pengguguran kandungan dengan
menggunakan obat-obatan yang lain pada usia kehamilan awal dapat
menyebabkan gangguangangguan perkembangan.
b. Ketegangan emosional dapat berpengaruh pada kenaikan aktivitas yang
sangat menyolok pada fetus; Penelitian yang pernah dilakukan membuktikan
bahwa wanita dengan susunan syaraf otonom yang labil mempunyai fetus
yang paling aktif; Fetus yang aktif pada waktu dilahirkan memiliki berat
badan yang kurang serta menunjukkan masalah-masalah makan; Menurut
penelitian Stott, 1957, 1958 (dalam Monks, 1992) menemukan bahwa
kegoncangan psikis dalam dua bulan pertama dapat menyebabkan gangguan
sentral, misalnya mongolismus atau down syndrome; Bila ketegangan psikis
terjadi pada usia fetal, maka dapat terjadi sindrom nafsu terhambat, yakni
sedikit aktivitas, sedikit spontanitas, pada umumnya terjadi suatu tingkah laku
apatis.
c. Takhayul di Indonesia menjadi masalah, terutama mengenai pengaruh tingkah
laku orangtua terhadap bayi yang akan dilahirkan. Ada anggapan bahwa
sewaktu ibu sedang hamil, suaminya membunuh seekor ular, maka anak yang
akan dilahirkan kulitnya bersisik seperti ular. Selain itu ibu hamil sering
ngidam, misalnya menginginkan makanan yang aneh-aneh, buah-buahan
masam, bau-bauan tertentu, mual-mual bila membau keringat atau rokok
suami. Hal itu dapat diterangkan bahwa dalam diri ibu adanya pengaruh
keadaan hormonal terhadap psikis ibu. Ada anggapan bahwa sikap menolak
dari pihak ibu terhadap janin dalam kandungan akan diteruskan sesudah anak
dilahirkan. Namun hasil penelitian Geissler di Jerman Timur dan Sears et al
di Amerika (dalam Monks, dkk., 1992) menunjukkan bahwa lebih dari 90%
jumlah ibu yang semula menolak, berubah mempunyai sikap yang positif
terhadap anak sesudah dilahirkan. Geissler dalam penelitian longitudinal

20
menunjukkan bahwa ada perubahan sikap ibu terhadap anak yang
dikandungnya, yakni dari sikap positip ke negatif, dan dari sikap negatif ke
positif, dan sikap yang berubah-ubah itu akhirnya menjadi positif, yaitu sikap
menerima terhadap anak yang dilahirkan
d. Supaya bayi yang dilahirkan sehat, maka ibu harus merawatnya dengan baik
dan membutuhkan perawatan secara fisik dan psikis dan menjauhkan dari
bahayabahaya selama kehamilan. Pemeriksaan rutin selama kehamilan akan
semakin mudah diketahui secara dini gejala-gejala kelainan selama
kehamilan, sehingga pencegahan terhadap gangguan selama kehamilan sedini
mungkin dapat dicegah dan diobati.

2.7 Tingkah Laku Lekat Masa Bayi


Tingkah laku lekat (attachment behavior) merupakan tingkah laku yang
khusus pada manusia, yaitu kecenderungan dan keinginan seseorang untuk
mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari kepuasan dalam hubungan
dengan orang lain tersebut (Monks dkk., 2001).

Menurut Monks dkk., pada kelekatan maka pemenuhan keinginan bukanlah


merupakan hal yang pokok, namun hal tersebut menjadi penting pada tingkah
laku ketergantungan. Berbeda dengan kelekatan, ketergantungan dapat ditujukan
pada sembarang orang, namun kelekatan selalu tertuju pada orang–orang tertentu
saja. Tingkah laku lekat lanjut Monks dkk., pada anak kecil dapat dilihat sebagai
berikut: menangis bila obyek lekatnya pergi, senang dan tertawa bila obyek
lekatnya kembali, kemudian juga mengikuti dengan mata, arah menghilangnya
obyek lekat tersebut. Tingkah laku lekat ini
berkembang di tahun – tahun pertama usia anak
(Monks dkk., 2001).

Bowlby berpendapat bahwa timbulnya kelekatan


anak terhadap figur lekat (biasanya ibu) adalah suatu
akibat dari aktifnya suatu sistem tingkah laku

21
(behavioral system) yang membutuhkan kedekatan dengan ibu (Bowlby dalam
Monks dkk, 2001). Bowlby mengatakan, jika anak ditinggalkan ibu atau dalam
keadaan takut, sistem tingkah laku tadi segera menjadi aktif dan hanya bisa
dihentikan oleh suara, penampilan, atau rabaan ibu. Kebutuhan anak untuk
melekatkan diri, mengikuti, menangis dan tertawa juga merupakan hal–hal
penyebab timbulnya tingkah laku lekat anak. Tetapi, apa yang dimaksudkan
dengan sistem tingkah laku adalah lebih dari itu.

Menurut Bowlby, sistem tingkah laku adalah suatu kumpulan tingkah laku
yang lebih kompleks dan bertujuan, yang timbul antara bulan ke-9 dan ke-18 usia
anak. Sistem tingkah laku ini berkembang karena interaksi anak dengan
lingkungannya, terutama dengan ibu. Berdasarkan hal ini, maka menurut Bowlby
tingkah laku lekat tadi termasuk kelompok tingkah laku sosial. Sehingga tingkah
laku lekat sebagai akibat dari aktifnya suatu sistem tingkah laku disebut control
theory of attachment behavior.)

Dalam teorinya pula Bowlby menjelaskan tentang keadaan anak yang


kehilangan obyek kelekatan untuk waktu yang agak lama dalam tahun–tahun
pertama. Hal ini seperti yang terjadi pada anak adopsi bila pengadopsiannya
dilakukan secara paksa atau tidak mementingkan persetujuan anak yang akan
diadopsi. Bowlby mencatat tiga stadium tingkah laku anak dalam dituasi
semacam itu, yaitu:

 fase protes: menangis, agresi, tidak mau makan


 fase putus asa: interaksi normal dengan anak–anak dan orang dewasa lain,
tetapi acuh terhadap orang tuanya bila ditengok (dikunjungi).
 Pada perpisahan yang lama akan menunjukkan tingkah laku tak perduli
terhadap kontak dengan orang lain.

22
2.8 Perkembangan Kepribadian Masa Bayi
Periode kritis dalam perkembangan kepribadian, karena:
 Pada saat ini diletakkan dasar dimana struktur kepribadian dewasa akan
dibangun.
 Lingkungan anak terbatas hanya pada rumah dank arena ibu merupakan
teman yang paling dekat, maka kepribadian ibu dan jenis hubungan ibu-
bayi sangat mempengaruhi kepribadian bayi.
 Fungsi yang tengah berkembang sangat mudah terkena bilamana terjadi
hal-hal yang tidak menyenangkan dalam lingkungan.
 Perbedaan seks dalam kepribadian mulai tampak dalam tahun pertama.
 Penelitian genetika mengenai menetapnya sifat kepribadian selama periode
bertahun-tahun menunjukkan bahwa pola yang dibentuk pada awal
kehidupan hampir tidak berubah kalau anak bertambah besar.
Sifat kepribadian tertentu berubah sekalipun masih dalam bayi. Perubahan ini
dapat bersifat kuantitatif, yaitu menguat atau melemahnya sifat yang sudah ada,
atau bersifat kualitatif, yaitu sifat yang secara sosial kurang baik digantikan oleh
sifat sosial yang lebih baik. Tingkah laku lekat terjadi pada bagian kedua tahun
pertama yang tertuju pada satu orang.

23
BAB III
Perkembangan Masa Prasekolah

3.1 Pengertian Masa Prasekolah


Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia antara nol sampai enam tahun.
Mereka biasanya mengikuti program preshcool. Di Indonesia untuk usia 4- 6
tahun biasanya mengikuti program Taman Kanak-kanak (Dewi, 2015).
Menurut (Dewi, 2015) mengemukakan ciri-ciri anak usia pra sekolah meliputi
aspek fisik, sosial, emosi, dan kognitif anak.
3.1.1 Ciri fisik anak usia pra sekolah
Anak usia pra sekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki
penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan
sendiri. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan
istirahat yang cukup. Otot-otot besar pada pada anak usia sekolah lebih
berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Anak masih sering
mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-
objek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya kordinasi tangan dan mata masih
kurang sempurna. Rata-rata kenaikan berat badan per tahun sekitar 16,7-18,7
kg dan tiggi badan sekitar 10-11 cm. Mulai terjadi erupsi gigi permanen.
3.1.2 Ciri sosial anak usia pra sekolah
Anak usia pra sekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan orang
sekitarnya. Biasanya mereka mempunyai sahabat yang berjenis kelamin sama.
Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisasi secara
baik, oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-ganti. Anak menjadi
seangat mandiri agresif secara fisik dan verbal, bermain secara asosiatif, dan
mulai mengeksplorasi seksualitas.
3.1.3 Ciri emosional anak usia pra sekolah
Anak cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka.
Sikap sering marah dan iri hati sering diperlihatkan.

24
3.1.4 Ciri kognitif anak usia pra sekolah
Anak usia pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian
besar dari mereka sering bicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebaliknya
anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka perlu dilatih
untuk menjadi pendengar yang baik.

3.2 Perkembangan Fisik Masa Prasekolah


3.2.1 Tinggi: pada masa pertambahan tinggi badan tiap tahun rata-rata tiga inci,
namun pada tahun ke enam tinggi anak rata-rata 46 inci.
3.2.2 Berat: pertambahan berat badan rata-rata 3 hingga 5 pon pertahun. Pada usia
6 tahun, berat badan lahir meningkat kurang lebih 7 kali lipat.
3.2.3 Perbandingan tubuh: wajah bayi sudah tidak terlihat lagi, dagu mulai terlihat
jelas dan leher memanjang, tubuh cenderung berbentuk kerucut dengan perut
yang rata, dada lebih bidang, bahu lebih luas, lengan dan kaki lebih panjang
dan lurus, kaki dan tangan lebih besar.
3.2.4 Gigi: selama empat hingga enam bulan pertama masa bayi, empat gigi susu
terakhir muncul, kemudian enam bulan terakhir gigi susu mulai tanggal dan
digantikan oleh gigi permanen. Gigi susu yang pertama tanggal adalah gigi
yang pertama tumbuh atau biasa di sebut gigi seri. Pada akhir masa kanak-
kanak bayi biasanya memiliki satu atau dua gigi permanen di depan dan
beberapa celah untuk tumbuhnya gigi permanen.

3.3 Perkembangan Motorik Masa Prasekolah


3.3.1 Pengertian Anak Usia Prasekolah
Usia prasekolah adalah usia anak dengan rentang tiga hingga enam tahun
(Potter Dan Perry, 2009). Menurut Maria Montessori (Elizabeth B. Hurlock,
1978:13) berpendapat bahwa usia 3-6 tahun merupakan periode sensitif atau
masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu
dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya.
pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Hockenberry Dan Wilson

25
(2009) bahwa usia prasekolah merupakan usia perkembangan anak antara usia
tiga hingga lima tahun
usia tiga hingga lima tahun disebut the wonder years yaitu masa dimana
seorang anak memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu,
sangat dinamis dari kegembiraan ke rengekan, dari amukan ke pelukan. anak
usia prasekolah adalah penjelajah, ilmuwan, seniman, dan peneliti. mereka
suka belajar dan terus mencari tahu, bagaimana menjadi teman, bagaimana
terlibat dengan dunia, dan bagaimana mengendalikan tubuh, emosi, dan
pikiran mereka (Markham, 2019)
anak usia prasekolah Menurut Hockenberry & Wilson (2009) sudah siap
dalam menghadapi dan berusaha keras mencapai tugas perkembangan.
Froebel 7 (Roopnaire, J.L & Johnson, J.E., 1993:56) berpendapat bahwa masa
anak merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan
masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia (a noble and malleable
phase of human life). anak juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat karena pada tahap ini anak berada pada masa keemasan (golden
period), jendela kesempatan (window of opportunity), dan masa kritis (critical
period) (Depkes Ri, 2010)
masa keemasan (golden periode) merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan pesat pada otak yang berlangsung pada saat anak dalam
kandungan hingga lahir sampai usia 4 (empat) tahun (suyadi, 2010). dan masa
prasekolah menurut munandar (1992) merupakan masa - masa untuk bermain
dan mulai memasuki taman kanak kanak.
3.3.2 Ciri-ciri Anak Usia Prasekolah
Menurut Hurlock (1997) ciri ciri anak usia prasekolah meliputi fisik,
motorik, intelektual, dan sosial.ciri fisik anak prasekolah yaitu otot – otot lebih
kuat dan pertumbuhan menjadi besar dan keras. kemudian secara motorik
anak 8 mampu memanipulasi objek kecil,mengunakan balok balok dan
berbagai ukuran dan bentuk.sedangkan secara sosial anak mampu mejalani
kontak sosial dengan orang orang yang ada di luar rumah,sehingga anak

26
mempunyai minat yang lebih untuk bermain dengan temannya,orang
dewasa,saudara kandung di dalam keluarga.
3.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Prasekolah
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik anak prasekolah
antara lain keseimbangan, kesehatan, keadaan lingkungan, dan keseimbangan
pendidikan. Untuk mengembangkan keterampilan motorik anak prasekolah,
diperlukan kegiatan yang mengkoordinasikan tiga unsur yaitu perkembangan
fisik, perkembangan motorik, dan perkembangan pendidikan.

3.4 Perkembangan Koginitif Masa Prasekolah


Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi
hingga dewasa, menurut Piaget perkembangan yang berlangsung melalui empat
tahap, yaitu: tahap sensorimotor (0 – 1,5 tahun); tahap pra-operasional (1,5 – 6
tahun); tahap operasional konkrit (6 – 12 tahun); tahap operasional formal (12
tahun ke atas).
Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak usia pra sekolah masih masuk
pada tahap pra-operasional. Pada tahap ini, anak telah menunjukkan aktivitas
kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Aktivitas berpikirnya
belum memiliki sistem yang terorganisasikan. Tahap ini ditandai dengan adanya
penggunaan kata-kata lebih awal, anak telah memahami realitas di lingkungan
dengan menggunakan tanda-tanda dan memanipulasi simbol-simbol yang
menggambarkan objek atau benda dan keterikatan atau hubungan di antara
mereka. Meskipun demikian, cara berpikir anak pada tahap ini bersifat tidak
sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Tahap pra-operasional ini juga
ditandai oleh beberapa hal, antara lain: egosentrisme, ketidakmatangan
pikiran/ide/gagasan tentang sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara
simbol dan objek yang mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada suatu
dimensi pada satu waktu dan kebingungan tentang identitas orang dan objek.

27
Selain itu, adapun ciri-ciri lain yang akan dijabarkan pada penjelasan berikut.
3.4.1 Artificialism, yang merupakan kepercayaan bahwa segala sesuatu di
lingkungan itu memiliki jiwa seperti manusia;
3.4.2 Animisme, yang merupakan anggapan bahwa semua benda itu hidup seperti
dirinya;
3.4.3 Centration, yang merupakan pemusatan perhatian anak terhadap sesuatu ciri
yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya;
3.4.4 Transductive reasoning, yang merupakan cara berpikir yang bukan induktif
atau deduktif akan tetapi tidak logis;
3.4.5 Mental experiment, yakni anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya;
3.4.6 Perceptually bound, yang merupakan penialaian anak terhadap sesuatu
berdasarkan apa yang dilihat atau didengar;
3.4.7 Ketidakjelasan hubungan sebab-akibat, yakni anak mengenal hubungan
sebab-akibat secara tidak logis;
3.4.8 Egosentrisme, yang merupakan pandangan anak terhadap dunia
lingkungannya menurut kehendak dirinya. (Mohd. Surya, 2003: 57-58).

3.5 Perkembangan Bahasa Masa Prasekolah


3.5.1 Pengertian
Konsep/Konstruk kemampuan berbahasa diuraikan dengan lebih lengkap
oleh Stanford-Binet (dalam Gregory, 1996) yang menyatakan bahwa
kemampuan berbahasa yang dimiliki seorang anak dapat dilihat dari penalaran
verbalnya. Penalaran verbal itu meliputi vocabulary (perbendaharaan kata),
absurdities (kemampuan melihat suatu konsep dalam konteks tertentu), verbal
relations (kemampuan mencari hubungan antarobjek atau peristiwa) serta
comprehension (pemahaman makna kata).
Menurut Gu (2015) kemampuan berbahasa disebutkan sebagai serangkaian
keterampilan atau komponen pengetahuan. Salah satu tokoh yang berperan
pada konsep kemampuan berbahasa adalah Caroll (dalam Gu, 2015) yang

28
menyebutkan ada empat pendekatan keterampilan pada konsep kemampuan
berbahasa berdasarkan asumsi bahwa empat keterampilan tersebut yaitu
mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis.

3.5.2 Teori-teori
Sejarah penelitian perkembangan bahasa dimulai dengan munculnya aliran
nativis. Pada tahun 1950-1970-an. Noam Chomsky menyebutkan bahwa
perkembangan pemerolehan bahasa pada individu pada umumnya menganut
pandangan universal atau kesamaan. Pandangan ini berkeyakinan bahwa
individu dalam perkembangan penguasaan bahasa terutama dipengaruhi
secara kuat oleh kematangan genetikal. Artinya mereka berkeyakinan bahwa
kematangan secara genetikal akan sangat menentukan kompetensi berbahasa
seseorang. Melalui teorinya yang dikenal dengan Language Acquisition
Device (LAD), Noam Chomsky berkeyakinan bahwa faktor bawaan sebagai
alat pemerolehan Bahasa memungkinkan anak mampu mengkombinasikan
kata-kata ke dalam ucapan-ucapan yang memiliki konsistensi gramatikal serta
mampu memahami pembicaraan orang lain pada usia dini (Kumara, 2002).
Namun demikian, meskipun anak sejak dilahirkan sudah memiliki
kemampuan alamiah berupa LAD tersebut, menurut pandangan Chomsky
(dalam Dardjowidjojo, 2000) lingkungan sebenarnya juga berpengaruh untuk
menentukan macam bahasa yang akan dikuasai anak, tetapi lingkungan tidak
berpengaruh terhadap pemerolehan itu sendiri. Lingkungan hanya akan
menyuguhkan masukan yang kemudian menentukan bahasa spesifik mana
yang kemudian diperoleh anak. Sebagai contoh, seandainya seorang anak
Indonesia dilahirkan di New York, selama satu-dua tahun memakai bahasa
Inggris, anak tersebut tidak hanya akan dapat berbahasa Inggris, namun
bahasa Inggrisnya akan serupa dengan bunyi bahasa Inggris penduduk New
York (Dardjowidjojo dalam Hendrawati, 2001).

29
3.5.2.1 Teori Behavioristik
Adanya peran lingkungan inilah yang kemudian memunculkan teori
behavioristik. Menurut Pateda (1990) teori behavioristik menyebutkan
bahwa tidak ada struktur linguistik yang dibawa anak sejak lahir. Anak
yang lahir itu dianggap kosong dari bahasa. Kaum behavioristik bahkan
berpendapat bahwa anak yang lahir itu tidak membawa kapasitas atau
potensi bahasa.
Menurut kaum behavioristik, dalam perkembangannya anak
memperoleh bahasa dari lingkungan di sekitarnya. Salah seorang tokoh
dari teori behavioristik, yaitu Skinner (dalam Snow, 1989) yang
mengatakan bahwa bahasa, seperti perilaku lainnya, dapat dijelaskan
dengan respon yang dibiasakan (conditioned responses). Pada saat bayi
mengeluarkan suara seperti “ma ma”, maka orang dewasa akan
menguatkannya (reinforce) dengan senyuman, pelukan, maupun
respon-respon positif lainnya. Untuk menyebut “bahasa”, para ahli
kelompok behavioristik ini lebih suka menggunakan istilah “perilaku
verbal”, agar lebih kelihatan kemiripannya dengan perilaku lain yang
harus dipelajari (Kumara, 2002).

3.5.2.2 Teori Kognitif


Teori selanjutnya yang muncul adalah teori perkembangan kognitif.
Menurut Shaffer (dalam Kumara, 2002) teori perkembangan kognitif ini
menyatakan bahwa kemampuan berbahasa seorang anak itu tidak hanya
karena anak memiliki Language Acquisition Device (LAD), namun
lebih daripada itu, kemampuan berbahasa seorang anak itu
merefleksikan hubungan yang saling mempengaruhi antara kematangan
biologis, perkembangan kognitif, dan lingkungan. Lebih ringkas lagi,
inti dari pendekatan teori perkembangan kognitif ini adalah suatu model
kognitif untuk bahasa, yang mencoba menjelaskan bagaimana bahasa
itu.

30
Dalam pandangan teori perkembangan kognitif, salah seorang
tokohnya yang terkenal yaitu Jean Piaget mengemukakan bahwa bahasa
baru muncul saat anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup
maju dan pengalaman berbahasa anak bergantung pada tahap
perkembangan kognitif saat itu.

3.5.2.3 Teori Belajar Sosial


Albert Bandura, tokoh dari teori belajar sosial, yakin bahwa
seseorang belajar dengan mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain.
Melalui belajar mengamati (disebut juga dengan “modeling” atau
“imitasi”), seseorang, secara kognitif, menampilkan perilaku orang lain
dan kemudian mengadopsi perilaku tersebut dalam dirinya sendiri.
Misalnya, seorang anak laki-laki kecil mungkin mengamati ledakan
amarah dan sikap permusuhan ayahnya yang agresif dengan orang lain;
ketika diamati bersama dengan teman-teman sebayanya, gaya
berinteraksi anak laki-laki kecil tadi sangat agresif, memperlihatkan
karakteristik yang sama seperti perilaku ayahnya (Santrock, 2002).
Menurut Santrock (2002) model belajar dan perkembangan terbaru
Bandura meliputi perilaku, pribadi/ orang, dan lingkungan. Faktor-
faktor perilaku, kognitif dan pribadi lain, serta pengaruh lingkungan
bekerja secara interaktif. Perilaku dapat mempengaruhi kognisi dan
sebaliknya, kegiatan kognitif seseorang dapat mempengaruhi
lingkungan, pengaruh lingkungan dapat mengubah proses pemikiran
orang, dan seterusnya.
Dengan demikian dalam pendekatan interaksi sosial dinyatakan
bahwa perkembangan bahasa terjadi karena adanya proses interaksi,
utamanya antara anak dengan orang tua dan bahwa proses tersebut tidak
akan berlangsung dalam suasana vakum (Kumara, 2002).

31
3.5.2.4 Teori Ekologi
Teori ekologi (ecological theory) merupakan pandangan
sosiokultural Urie Bronfenbrenner tentang perkembangan, yang terdiri
dari 5 sistem lingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan
agen-agen sosial (social agents) yang berkembang baik hingga masukan
kebudayaan yang berbasis luas (Santrock, 2002). Ke lima sistem dalam
teori ekologi Bronfenbrenner itu adalah sebagai berikut:
a. Mikrosistem (microsystem), setting dimana individu hidup. Konteks
ini meliputi keluarga individu, teman-teman sebaya, sekolah, dan
lingkungan. Dalam mikrosistem inilah interaksi yang paling
langsung dengan agen-agen sosial berlangsung-misalnya dengan
orangtua, teman-teman sebaya, dan guru.
b. Mesosistem (mesosystem), meliputi hubungan antara beberapa
mikrosistem atau hubungan antara beberapa konteks. Contohnya:
hubungan antara pengalaman keluarga dan pengalaman sekolah,
pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan
pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya.
c. Eksosistem (exosystem), melibatkan pengalaman-pengalaman dalam
setting sosial lain dimana individu tidak memiliki peran yang aktif-
mempengaruhi apa yang individu alami dalam konteks yang dekat.
Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang
perempuan dengan suami dan anaknya.
d. Makrosistem (macrosystem), meliputi kebudayaan dimana individu
hidup. Kebudayaan mengacu pada pola perilaku, keyakinan, dan
semua produk lain dari sekelompok manusia yang diteruskan dari
generasi ke generasi.
e. Kronosistem (chronosystem), meliputi permulaan peristiwa-
peristiwa lingkungan dan transisi sepanjang rangkaian kehidupan dan
keadaan-keadaan sosiohistoris. Misalnya, dalam mempelajari

32
dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan
bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah
perceraian dan bahwa dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki
daripada anak perempuan. Dua tahun setelah perceraian, interaksi
keluarga tidak begitu kacau lagi dan lebih stabil.

3.5.3 Faktor yang mempengaruhi


Penelitian dari Valdez-Menchaca & Whitehurst (1992), Whitehurst, dkk
(1994), Arnold, dkk (1994), Wasik & Bond (2001) dan Opel, dkk (2009)
menemukan bahwa bacaan dialogis (dialogic reading) memberikan
kesempatan pada anak untuk berbincang tentang buku dengan orang dewasa
yang responsif. Bacaan dialogis (dialogic reading) darihasil penelitian tersebut
juga menunjukkan keterampilan berbahasa dan perolehan kosa kata selama
masa prasekolah cenderung meningkat.
Dalam penelitian yang lain, ibu dengan status sosioekonomik rendah
dianggap kurang responsif pada kemampuan berbahasa anak (Arnold, dkk.,
1994). Selain faktor-faktor tersebut, faktor-faktor lain yang dianggap dapat
mempengaruhi kemampuan berbahasa pada anak, antara lain:
3.5.3.1 Inteligensi
Menurut Moshman dkk. (1987) faktor inteligensi ini sudah dapat
dilihat pada saat seorang anak masih bayi. Bayi yang mempunyai
tingkat inteligensi tinggi itu akan cenderung lebih aktif sehingga lebih
dekat dengan pengajar kemampuan berbahasanya. Dengan demikian
bayi itu akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk menyerap lebih
banyak perbendaharaan kata yang diucapkan oleh pengajarnya.
Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Hurlock (1972) yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
penguasaan perbendaharaan kata pada anak yaitu inteligensi yang
dimilikinya. Setidaknya pada anak-anak usia sekolah (school-age-
children) perbedaan individual dalam penguasaan perbendaharaan

33
katanya itu berhubungan erat dengan inteligensi umum yang dimilikinya
(Dupuy dkk dalam Huttenlocher dkk., 1991).

3.5.3.2 Aktivitas menonton televisi


Menurut Bee (1981) ada enam cara yang dapat mendukung
pertumbuhan perbendaharaan kata pada anak. Pertama adalah
percakapan yang sering dilakukan antara orangtua dan anak; ke dua,
pemberian nama pada benda-benda yang dilihat bersama; ke tiga,
kesediaan orangtua bermain bersama anak; ke empat, pembacaan cerita
untuk anak; ke lima, pemberian reinforcement positif pada anak saat
anak mengucapkan pilihan kata yang tepat; dan ke enam, aktivitas
menonton televisi. Banyak penelitian sebelumnya yang mengemukakan
tentang keterkaitan televisi dengan perbendaharaan kata pada anak ini.
Beberapa diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Himmelweit
dkk., pada tahun 1958 dan didukung oleh Schramm dkk., pada tahun
1961 (dalam Johnson & Medinnus, 1974) tentang pengaruh televisi
terhadap perkembangan anak yang menunjukkan bahwa televisi itu
berperan dalam meningkatkan informasi pada anak, khususnya
perbendaharaan kata yang diserap oleh anak. Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Rice & Woodsmall (dalam Rice dkk., 1990) pada tahun
1988 juga menunjukkan bahwa anak-anak usia tiga sampai lima tahun
meningkat kata-kata barunya setelah menonton tayangan program
animasi di televisi. Penelitian Rice dkk., (1990) pada anak-anak
prasekolah di Topeka, Kansas juga menemukan bahwa program acara
“Sesame Street” di televisi memiliki pengaruh yang baik pada
perkembangan perbendaharaan kata anak-anak prasekolah tersebut.
Melalui program acara tersebut, anak-anak akan mendengar dan
memperoleh kata-kata baru yang belum pernah didengarnya (Rice dkk.,
1990).

34
3.5.3.3 Pendidikan di sekolah
Perolehan perbendaharaan kata umum pada akhir masa kanak- kanak
biasanya dilakukan dengan cara menyerap berbagai pelajaran di sekolah,
melalui pembicaraan anak lain, dan melalui buku bacaan (Hurlock,
1972). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan serta lingkungan di
sekolah berperan dalam pengembangan perbendaharaan kata pada anak.
Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Harris & Sipay (dalam
Kaligis, 1996) yang mengatakan bahwa perbendaharaan kata yang
dikuasai oleh seseorang akan terus meningkat dan hal ini akan
berlangsung terus sepanjang rentang kehidupan seseorang.
Diperkirakan pada usia dua tahun anak telah menguasai kurang lebih
200 kata. Setelah anak memasuki usia sekolah, perbendaharaan kata
anak akan bertambah dengan cepat. Menurut Ceci (dalam Kumara,
2002) sekolah, dalam hal ini guru sebagai sarana pengolahan informasi
dan sarana yang memfasilitasi sejumlah keterampilan perseptual yang
menunjang kesuksesan kemampuan berbahasa. Dibandingkan dengan
anak yang tidak bersekolah, anak yang bersekolah lebih mampu
melakukan deskripsi dan klasifikasi secara verbal.

3.6 Perkembangan Moral Masa Prasekolah


Pada masa ini, kelompok usia prasekolah adalah anak-anak yang berusia 3-6
tahun. Anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas (tindakan perilakunya)
terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya).
Contoh: Si anak tidak mengambil alat tulis yang di pakai oleh temannya
karena telah di didik oleh guru di sekolah dengan nada yang lembut seperti
“jangan di ambil ya..., ini bukan punyamu...”
Pada usia prasekolah perkembangan kesadaran sosial anak meliputi sikap
simpati, murah hati, atau sikap tindakan menolong orang lain tanpa

35
mengharapkan imbalan apapun dari orang yang ditolongnya. Pada awal masa
kanak-kanak ini, perkembangan moral masih berada pada taraf yang sangat
sederhana.
Misalnya: Mendatangi temennya yang nangis sambil bertanya: “Kamu
kenapa?...”
Karena perkembangan intelektual (kepintaran anak) dan penalaran (cara
berfikir anak-anak) belum memungkinkan anak untuk menerima dan
menerapkan prinsip-prinsip yang abstrak (sadar atau gak sadar) yang
menyangkut nilai benar dan salah, serta tatanan moral dan sosial yang lain.
Dalam memberikan pertimbangan moral, anak usia ini melihat suatu tingkah laku
hanya dari segi tingkah laku itu sendiri. Perbuatan salah atau benar misalnya,
ditentukan oleh pertimbangan konsekuensi dari perbuatan itu sendiri.
Misalnya: Anak mengambil permen temannya, asal ambil dan di masukkan
ke mulut, tapi si anak ini tidak tahu perbuatannya ini termasuk benar atau salah
karena yang ada di pikirannya adalah lapar dan ingin makan. Konsekuensinya
ketika ketahuan guru, di nasehatin kalau mengambil permen anak lain itu tidak
boleh (dengan nada lembut). Namun, kalau tindakan si anak ini tidak di ketahui
oleh guru maka si anak tersebut tetap melanjutkan tindakannya.

3.7 Tingkah Laku Lekat Masa Prasekolah


Menurut Torres et. al, (2012), Kelekatan (attachment) adalah sebuah ikatan
afektif yang terus bertahan, yang ditandai oleh kecendrungan untuk mencari dan
memelihara kedekatan dengan figur tertentu, khususnya ketika seseorang berada
dibawah situasi yang menekan atau stres. Menurut Bowlby dalam (Harvard
Mental Health Letter. 2009), Perilaku lekat merupakan suatu bentuk perilaku
yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk mempertahankan kedekatannya
dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan dari
ancaman lingkungan terutama saat seseorang merasa takut, sakit dan terancam.
Jadi, perilaku kelekatan merupakan perilaku yang unik pada manusia:

36
kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan
sesosok kelekatan guna mencari kepuasan dalam hubungan.
Menurut (Hasanah, 2013). Perilaku lekat ini terjadi ketika anak meninggalkan
rumah dan keluarga mereka untuk bergabung dengan teman-temannya di sekolah
untuk memulai pembelajaran. Perilaku ini dapat mempengaruhi fungsi-fungsi
kehidupan anak sehingga anak tidak bisa mandiri dan orangtua harus terlibat
lebih dalam aktivitas anak. Perilaku lekat pada anak usia pra sekolah merupakan
fenomena yang umum terjadi. Sejumlah penelitian dilakukan untuk mengetahui
prevalensi terjadinya perilaku lekat pada anak usia pra sekolah.
Menurut Paulus, et.al (2014) dalam penelitiannya ditemukan prevalensi
perilaku lekat pada anak prasekolah sebanyak 22,2%, dengan prevalensi kejadian
lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Perilaku lekat tertinggi
tertinggi terjadi ketika anak mulai bersekolah, pada masa ini mengirim anak ke
sekolah taman kanak-kanak bisa jadi sulit bagi orang tua. Sebagian anak sudah
siap memasuki sekolah dan sebagian lagi belum siap berinteraksi dengan teman
maupun lingkungan baru. Anak yang paling bersemangat sekalipun bisa gugup
memasuki sekolah taman kanak-kanak. Mereka khawatir tentang pertemuan
dengan anak-anak baru, guru baru, dan lingkungan baru.
Menurut (Monks dkk, 2006). Perilaku lekat pada anak akan berdampak baik
secara positif maupun negatif. Tidak baik jika perilaku kelekatan itu terlalu dekat
dengan figur lekatnya, begitu pula jika terlalu jauh. Figur lekat adalah individu
yang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak sehingga anak
mendapatkan rasa aman dan memiliki ikatan emosional dengannya.
Menurut Koray dan Radopman, 2011. Ketiadaan orang tua sebagai pengasuh
utama membuat anak akan menata ulang kedekatan dengan figur penggantinya.
Dalam studi yang dilakukan oleh Bowlby menyatakan bahwa perilaku lekat
berdampak buruk terhadap psikologis anak. Dampak negatif dari kelekatan yang
berlebihan adalah anak akan selalu bergantung pada figur lekatnya dan merasa
takut atau tidak nyaman jika berada jauh dari figur lekatnya. Sehingga rasa takut
secara otomatis akan menyelimutinya. Hal ini terdukung oleh hasil penelitian

37
dari Seibert dan Kerns (2009) dalam Hasanah (2013) yang menunjukkan bahwa
anak akan sangat bergantung kepada figur lekatnya untuk memenuhi segala
kebutuhan mereka dan sangat susah menjalin hubungan sosial dengan
lingkungan sekitarnya. Anak akan takut berinteraksi dengan orang lain dan
komunikasi yang kurang efektif dengan lingkungan.
Menurut Hasanah (2013) bentuk-bentuk perilaku lekat anak pra sekolah di
sekolah berupa (1) perilaku memastikan keberadaan figure lekatnya dan
menangis ketika tidak berada di tempat, (2) perilaku bertanya materi/tugas
kepada ibunya dibanding guru ketika di sekolah, (3) perilaku meminta di tunggu
di depan kelas oleh ibunya dan (4) perilaku mendekat ibunya ketika istirahat
dibanding temannya.

3.8 Perkembangan Kepribadian Prasekolah


Usia prasekolah merupakan usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini anak
mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya.
Menurut Yusuf (2003), masa usia prasekolah terbagi menjadi dua masa yaitu
masa vital dan masa estetik. Pada masa vital anak menggunakan fungsi-fungsi
biologisnya untuk menemukan hal-hal yang baru yang belum pernah di alami
sebelumnya. Hal ini diwujudkan anak dengan banyak bertanya terhadap apa saja
yang dilihat maupun dialami oleh anak. Sedangkan pada masa estetik anak mulai
bereksplorasi dan belajar melalui apa yang dilihatnya dan cenderung meniru apa
yang dilihatnya tersebut. Sebelum masuk pada usia prasekolah anak mengalami
masa usia balita. Pada usia balita, anak biasanya sudah mulai memunculkan
kepribadian asli dalam dirinya. Pada masa ini peran orang tua penting dalam
memberikan arahan dan bimbingan yang tepat agar buah hati tumbuh dengan
kepribadian baik. Orang tua yang sering kali menunjukkan ekspetisi, bahkan
ambisi yang berlebihan dalam mendidik anak justru bisa menimbulkan masalah
bagi proses pembentukan kepribadiannya. Kepribadian (personality) merupakan
salah satu kajian psikologi yang lahir berdasarkan pemikiran, kajian atau temuan-
temuan (hasil penanganan kasus) para ahli. Objek kajian kepribadian adalah

38
“human behavior”, perilaku manusia, yang pembahasannya terkait dengan apa,
mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut (Yusuf, 2008).
Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang
khas dikaitkan dengan diri seseorang. Kepribadian dapat bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya bentukan dari
keluarga pada masa kecil dan juga bawaan yang dibawa sejak lahir. Semua
stimulus yang didapat sejak lahir baik dari kakak, ayah, ibu, teman, serta televisi
yang semuanya akan mempengaruhi cara seseorang bersikap terhadap sesuatu
dan pada saat itulah kepribadian terbentuk (Hermansyah, 2009). Deckard (2007),
menyatakan pada usia 3 sampai 5 tahun, kepribadian anakanak berkembang pesat
di segala jenis bagian. Sebagai contoh anak menjadi lebih nyaman dengan
mengekspresikan diri dengan kata-kata. Anak mendapatkan banyak pengalaman
dalam proses belajar bagaimana cara memperlakukan orang lain. Setiap anak
memiliki cara sendiri yang berbeda dalam mengembangkan kepribadian anak.
Memberikan waktu untuk bermain pada anak adalah kunci untuk membantu
mengembangkan kepribadian anak (Altmann, 2004).
Menurut Soetjiningsih, 1995. Interaksi timbal balik antara anak dan orangtua
dapat menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada
orangtuanya, sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat
dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang
tua dan anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak,
tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut, yaitu pemahaman
terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi
kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi. Pola asuh yang
diterapkan orang tua juga mempunyai peranan penting untuk terbentuknya
kepribadian anak dimasa yang akan datang.

39
BAB IV
Perkembangan Masa Sekolah

4.1 Pengertian Masa Sekolah


Menurut Gunarsa (2008: 98), anak pada masa sekolah dasar adalah anak yang
berusia 6-12 tahun atau disebut pada masa usia sekolah, memiliki fisik yang lebih
kuat, sifat yang individual serta aktif dan tidak terlalu bergantung pada orang lain.
Banyak ahli juga menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent,
Dimana apa yang telah terjadi dan dibangun pada masa-masa sebelumnya akan
berlangsung terus menerus untuk masa-masa selanjutnya. Menurut Wong
(2008:75), anak sekolah merupakan anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya
sekolah menjadi pengalaman inti anak. Pada fase ketika anak-anak dianggap
mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dengan orang tua mereka,
teman sebaya, dan orang lain. Pada masa ini merupakan masa untuk anak
memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan pengalaman untuk keberhasilan
penyesuaian diri pada kehidupan dewasa kedepannya dan memperoleh
keterampilan tertentu.

4.2 Perkembangan Fisik Masa Sekolah


Childhood (masa kanak-kanak) merupakan periode yang dimulai pada usia 2
tahun sampai usia pubertas (Yusuf, 2005). Menurut Papalia, Olds dan Feldman
(2010) perkembangan anak terbagi menjadi tiga bagian, yaitu masa kanak-kanak
awal 2 – 5 tahun (early childhood), masa kanak-kanak tengah 6 – 9 tahun (middle
childhood) dan masa kanak-kanak akhir 10 – 12 tahun (late childhood).
Sementara itu, menurut Hurlock (1990) masa kanak-kanak ini dibagi menjadi
dua periode berbeda, yaitu awal dan akhir. Periode awal berlangsung sejak umur
2 – 6 tahun yang merupakan perkembangan masa pra-sekolah, sedangkan periode
akhir berkisar 6 – 12 tahun yang merupakan perkembangan masa sekolah.
Masa sekolah juga dikenal dengan masa peralihan dari kanak-kanak awal ke
masa kanak-kanak akhir sampai menjelang masa pra-pubertas. Saat anak

40
memasuki usia sekolah, terdapat banyak perubahan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, seperti tumbuh kembang fisik, kognitif, dan moral (Papalia,
Olds dan Feldman, 2010).
Supaya kita dapat lebih memahami perkembangan fisik masa sekolah, berikut
tertera Tabel 4.2 tentang Perkembangan Fisik Masa Sekolah.
Nomor Aspek Perkembangan Fisik Keterangan
Kenaikan berat lebih bervariasi
dari pada kenaikan tinggi, berkisar
antara 3 - 5 pon pertahun. Rata-rata
1. Berat Badan
anak perempuan 11 tahun memiliki
berat badan 88,5 pon dan anak laki-
laki 85,5 pon.
Kenaikan tinggi pertahun adalah 2
hingga 3 inci. Rata-rata anak
2. Tinggi Badan perempuan 11 tahun memiliki
tinggi badan 58 inci dan anak laki-
laki 57,5 inci.
Pada permulaan pubertas,
umumnya seorang anak sudah
mempunyai 22 gigi tetap. Keempat
3. Jumlah Gigi
gigi terahir yang disebut gigi
kebijaksanaan, muncul selama
masa remaja.
Walaupun kepala masih terlampau
besar dibandingkan dengan tubuh
lainnya, beberapa perbandingan
4. Perbandingan Tubuh
wajah yang kurang baik
menghilang dengan bertambah
besarnya mulut dan rahang, dahi

41
melebar dan merata, bibir semakin
berisi, hidung menjadi lebih besar
dan lebih berbentuk. Badan
memanjang dan menjadi lebih
langsing, leher menjadi lebih
panjang, dada melebar, perut tidak
buncit, lengan dan tungkai
memanjang (meskipun
kelihatannya kurus dan tidak
berbentuk karena otot-otot belum
berkembang), dan tangan dan kaki
dengan lambat tumbuh membesar.
Perbandingan tubuh yang kurang
baik yang sangat mencolok pada
perkembangan masa sekolah
menyebabkan meningkatnya
kesederhanaan pada saat ini.
Disamping itu, kurangnya
5. Kesederhanaan
perhatian terhadap penampilan dan
kecenderungan untuk berpakaian
seperti teman-teman tanpa
memperdulikan pantas tidaknya,
juga menambah kesederhanaan
anak usia sekolah.
Selama masa sekolah (6 – 12
tahun), jaringan lemak berkembang
6. Perbandingan Otot-Lemak lebih cepat dari pada jaringan otot
yang perkembangannya baru mulai
berkembang pesat pada awal

42
pubertas. Anak yang berbentuk
endomorfik jaringan lemaknya jauh
lebih banyak dari pada jaringan
otot sedangkan pada tubuh
mesomorfik keadaannya terbalik.
Pada bentuk tubuh ektomorfik tidak
terdapat jaringan yang melebihi
jaringan lainnya sehingga
cenderung tampak kurus.
Tabel 4.2 Perkembangan Fisik Masa Sekolah

Berdasarkan tabel perkembangan fisik pada masa sekolah di atas dapat


diketahui bahwa karakteristik perkembangan fisik masa sekolah terdiri dari :
berat badan; tinggi badan; jumlah gigi; perbandingan tubuh; kesederhanaan; dan
perbandingan otot-lemak. Perkembangan fisik masa sekolah menunjukkan anak
laki-laki cenderung lebih pendek dan lebih ringan dari pada anak perempuan
seusianya, ia juga secara seksual matang. Pertumbuhan gigi anak perempuan juga
lebih cepat sedikit dari pada anak laki-laki, sedangkan kepala dan wajah anak
laki-laki tumbuh lebih besar dari pada anak perempuan.

4.3 Perkembangan Motorik Masa Sekolah


Keterampilan yang dipelajari oleh anak-anak yang lebih besar sebagian
bergantung pada lingkungan, sebagian pada bentuk tubuh sebagian lagi
bergantung pada apa yang sedang oleh teman sebayanya. Pada umumnya, anak
perempuan melebihi anak laki-laki dalam berbagai keterampilan yang
melibatkan otot-otot halus, seperti melukis, menjahit, dan mengayam. Dan anak
laki-laki pandai dalam keterampilan yang kasar melempar bola, menendang bola,
dan basket.

43
4.4 Perkembangan Koginitif Masa Sekolah
Tahap-tahap perkembangan kemampuan kognitif manusia terbagi dalam
beberapa fase. Piaget membagi perkembangan kemampuan kognitif manusia
menurut usia menjadi 4 tahapan, yaitu:
4.4.1 Tahap Sensori (sensori motor)
Perkembangan kognitif tahap ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Kata kunci
perkembangan kognitif tahap ini adalah proses “decentration”. Artinya, pada
usia ini bayi tidak bisa memisahkan diri dengan lingkungannya. Ia “centered”
pada dirinya sendiri.
Tahap ini pemikiran anak mulai melibatkan penglihatan, pendengaran,
pergeseran dan persentuhan serta selera. Artinya anak memiliki kemampuan
untuk menangkap segala sesuatu melalui inderanya. Bagi Piaget masa ini
sangat penting untuk pembinaan perkembangan pemikiran sebagai dasar
untuk mengembangkan intelegensinya. Pemikiran anak bersifat praktis dan
sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Sehingga sangat bermanfaat bagi anak
untuk belajar dengan lingkungannya.

4.4.2 Tahap Praoperasional (pre-oprational)


Fase perkembangan kemampuan kognitif ini terjadi para rentang usia 2-7
tahun. Pada tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata
dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya
peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi inderawi
dan tindakan fisik.
Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak
konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
a. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau
deduktif tetapi tidak logis.
b. Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan
sebab-akibat secara tidak logis.

44
c. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti
dirinya.
d. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia.
e. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang
dilihat atau di dengar.
f. Mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
g. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri
yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.
h. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut
kehendak dirinya.

4.4.3 Tahap Operasi Konkrit (concrete-operational)


Tahap operasi konkrit terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Pada tahap ini
akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit
dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Kemampuan untuk mengklasifikasikan sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa
memecahkan problem-problem abstrak. Yang penting dalam kemampuan
tahap operasional konkrit adalah pengklasifikasian atau membagi sesuatu
menjadi sub yang berbeda-beda dan memahami hubungannya.
Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentring di usia 7 tahun.
Sebagian besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan
ingatan tentang ukuran, panjang atau jumlah benda cair. Maksud ingatan yang
dipertahankan di sini adalah gagasan bahwa satu kuantitas akan tetap sama
walaupun penampakan luarnya terlihat berubah.
Di usia 7 atau 8 tahun, seorang anak akan mengembangkan kemampuan
mempertahankan ingatan terhadap substansi. Proses ini disebut proses
keterbalikan.

45
Di usia 9 atau 10 tahun, kemampuan terakhir dalam mempertahankan
ingatan mulai diasah, yakni ingatan tentang ruang.
Dalam tahap ini, seorang anak juga belajar melakukan pemilahan
(classification) dan pengurutan (seriation). Aspek lain dari penalaran tentang
hubungan antar kelas adalah transtivity yaitu kemampuan untuk
mengombinasikan hubungan secara logis untuk memahami kesimpulan
tertentu.

4.4.4 Tahap Operasi Formal (formal operational)


Tahap operasi formal ada pada rentang usia 11 tahun-dewasa. Pada fase ini
dikenal juga dengan masa remaja. Remaja berpikir dengan cara lebih abstrak,
logis, dan lebih idealistic. Tahap operasional formal, usia sebelas sampai lima
belas tahun. Pada tahap ini individu sudah mulai memikirkan pengalaman
konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis dan logis. Kualitas
abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam pemecahan
problem verbal. Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional
formal juga memiliki kemampuan untuk melakukan idealisasi dan
membayangkan kemungkinan-kemungkinan. Pada tahap ini, anak mulai
melakukan pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan
dalam diri mereka dan diri orang lain. Konsep operasional formal juga
menyatakan bahwa anak dapat mengembangkan hipotesis deduktif tentang
cara untuk memecahkan problem dan mencapai kesimpulan secara sistematis.

4.5 Perkembangan Bahasa Masa Sekolah


Bahasa merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan anak, apalagi di
era komunikasi global, dan tentunya mereka menggunakan bahasa sebagai media
komunikasinya (Silawati, 2016). Ketika perkembangan bahasa anak terganggu,
kemampuan anak dalam menggunakan dan mengkomunikasikan informasi pun
ikut terpengaruh. Selain bahasa, emosi anak juga memegang peranan penting
dalam perkembangannya.

46
Bahasa merupakan sarana atau-alat komunikasi yang berfungsi sebagai alat
untuk menyampaikan pesan dalam bentuk simbol-simbol yang telah disetujui
bersama, kemudian merangkainya sesuai urutan sehingga menjadi kalimat yang
bermakna dan sesuai dengan tata bahasa yang digunakan dalam masyarakat.
Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan fungsi otak.
Sebagaimana kita pahami bahwa otak manusia memiliki fungsi yang paling
fundamental dalam struktur biologis manusia. Penelitian neurolinguistik
menyatakan bahwa dalam otak terdapat dasar yang paling fundamental untuk
kemampuan berbahasa.

Perkembangan bahasa pada usia SD yaitu: pada usia early primary year
(antara 6 sampai 6 tahun), bahasa yang digunakan anak sudah berkembang
mendekati kesempurnaan. Terdapat penambahan kosakata pada anak, dan anak
mulai mengerti bahwa kata-kata memiliki lebih dari satu arti. Papalia dan Olds
(2001) mengemukakan bahwa anak usia 6 tahun telah mampu menggunakan
kata-kata sebanyak 2600 kata dalam percakapan, anak sudah mengetahui lebih
dari 20.000 kata. Dengan bantuan sekolah secara formal dan segala sesuatu yang
didengarnya, penguasaan kata-kata anak menjadi 80.000 kata ketika anak siap
memasuki sekolah menengah atas. Pada usia late primary (7-8 tahun), bahasa
anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Anak telah memahami
tata bahasa, sekalipun terkadang menemui kesulitan dan menunjukkan
kesalahan tetapi anak dapat memperbaikinya. Anak telah mampu menjadi
pendengar yang baik. Anak mampu menyimak cerita yang didengarnya, dan
mampu mengungkapkan kembali dengan urutan dan susunan yang logis
(Surna, Nyoman & Pandeirot, D, 2014).
Karakteristik Perkembangan bahasa anak usia SD menurut Ormrod dalam
(Surna, Nyoman & Pandeirot, D, 2014) adalah sebagai berikut: Usia 6-8 tahun,
sekitar 50.000 kata sudah mulai dikuasai oleh anak, mulai terbentuk
kesadaran untuk menggunakan terminologi di dalam disiplin akademik yang
berbeda, kadang kala terdapat hambatan pada anak ketika menggunakan kata

47
penghubung seperti tetapi, kecuali, walaupun, hanya, jika, dan lain-lain, mulai
dapat memahami kalimat secara utuh yang mempunyai banyak implikasi.
Usia 6-8 tahun juga mulai berkembangnya kemampuan melakukan
interpretasi, mengetahui penggunaan kata kerja dan bentuknya, serta anak
memahami jika terdapat adanya kata-kata sindiran atau arah pembelotan kata
menjadi sindiran, anak sudah mulai dapat berkomunikasi dengan panjang
meski masih bersifat abstrak, berkembangnya pengetahuan tentang dasar-
dasar bahasa dan hakikat bahasa secara signifikan, seperti kemampuan
menganalisa dasar-dasar perkembangan bahasa yang menjadi pengetahuan
terstruktur dalam kognitif.
Pada usia 9-12 tahun, pembendaharaan kata anak berkembang sekitar
80.000 kata, anak sudah lancar dalam menggunakan kosa kata yang
berhubungan dengan bidang akademik, seperti menggunakan kata-kata dalam
proses pembelajaran. Anak juga sudah mampu mengelola kata menjadi kalimat,
walaupun berupa sebuah intruksi. Anak juga telah menggunakan kata
sambung sesuai dengan penggunaan bahasa dan maksud kalimat, serta mulai
berkembangnya kemampuan memahami bahasa lambang seperti metafora,
peribahasa, hiperbola, pantun, syair, dan sebagainya.

Dari paparan teori di atas dapat diketahui bahwa perkembangan bahasa


anak ini merupakan suatu yang fundamental yang berkaitan dengan
perkembangan fungsi otak anak, karena setiap bahasa yang diucapkan itu
berasal dari pemikiran anak.

Perkembangan bahasa pada anak berlangsung sejak lahir sampai masa


sekolah. Perkembangan bahasa yang paling berpengaruh yaitu pada usia
Sekolah Dasar karena anak mulai mengenal dan mengetahui tentang bahasa
dari lingkungan sekitar. Perkembangan bahasa pada anak akan terus
berkembang sejalan dengan tahap-tahap perkembangan anak. Para ahli telah
menyebutkan bahwa anak usia SD ini menguasai sekitar 50.000 kata sampai
dengan 80.000 kata. Namun kata-kata yang dikuasai tergantung dengan bahasa

48
yang didapatkan di lingkungannya baik lingkungan rumah, sekolah, dan
sekitarnya. Penguasaan bahasa pada usia SD ini berlangsung secara lebih
cepat karena pada masa ini perkembangan fungsi otak anak sudah
berkembang dengan pesat sehingga anak akan lebih mudah memerolehan
bahasa

Dalam berbahasa terdapat empat tugas pokok yang seharusnya dikuasai dan
dituntaskan oleh anak. Apabila tugas yang satu sudah dapat dituntaskan oleh anak
maka tugas yang lain akan bisa ter tuntaskan juga. Tugas tersebut adalah
sebagai berikut.

a. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna kata dan perkataan


orang lain.
b. Meningkatnya perbendaharaan kata. Kata-kata yang dikuasai anak mulai
berkembang ketika anak menginjak usia 2 tahun namun perbendaharaan
katanya masih lambat, sedangkan pada usia pra-sekolah pembendaharaan
kata anak terus meningkat dengan tempo yang cepat sampai anak masuk
sekolah.
c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat. Kemampuan ini pada dasarnya
mulai berkembang sebelum anak menginjak usia dua tahun. Kalimat
pertama yang diguanakan adalah kalimat tugal disertai gerakan badan
dengan cara menunjuk-nunjuk benda yang ia inginkan.
d. Ucapan. kata-kata yang anak ucapkan merupakan imitasi dari ucapan
orang yang sering ia dengarkan.

4.6 Perkembangan Moral Masa Sekolah


Kelompok usia sekolah terdiri dari anak-anak yang berusia 7-8 tahun. Asal
usul istilah “moral” dapat ditelusuri ke bahasa Latin, tepatnya dari kata
“mos/moris”. Kata tersebut mengandung makna peraturan, nilai-nilai, tradisi,
kebiasaan, dan norma-norma kehidupan sehari-hari.

49
Moral bukanlah sesuatu yang melekat secara alami pada manusia sejak lahir.
Seorang individu yang baru lahir belum memiliki pemahaman mengenai
moralitas. Moralitas adalah suatu konsep yang diarahkan kepada manusia secara
bertahap sejak awal kehidupannya. Sebagai hasilnya, individu akan dapat
memahami dan mengimplementasikan moral yang telah tertanam dalam dirinya.

Dengan demikian, Moralitas mengalami perkembangan sejalan dengan


perkembangan individu. Ini berarti bahwa perkembangan moral atau moralitas
memiliki keterkaitan yang erat dengan perkembangan kemampuan kognitif.
Dalam hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa seiring bertambahnya usia
seseorang, kemampuan kognitifnya (bentuk responnya) juga mengalami
perkembangan yang signifikan secara logis, sehingga ia memiliki kemampuan
yang lebih baik dalam berperilaku secara moral.

Adapun karakteristik moral anak SD yaitu hubungan antara usia


perkembangan anak dan ukuran moralitas menjadi sangat signifikan, melainkan
sesuatu yang diperoleh atau didapatkan oleh anak seiring masa
perkembangannya. Faktor yang paling berperan penting dalam perkembangan
moral anak adalah keluarga dan lingkungan sosialnya. Kedua faktor itu menjadi
pusat dari pembelajaran moral anak dalam tahap perkembangannya. Kemudian,
Perkembangan moralitas pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
proses pembentukan kepribadian dan karakter, serta perkembangan sosial.
Aktivitas sosial yang melibatkan individu terdekat anak, seperti keluarga dan
lingkungan tempat tinggalnya, memainkan peran penting dalam perkembangan
moral anak tersebut.

Menurut Kohlberg, perkembangan moral adalah proses dimana manusia


mengembangkan penalaran moral, dimana penalaran moral seseorang semakin
matang seiring dengan bertambahnya usia.

50
Dalam teorinya tentang perkembangan moral, Kohlberg mengemukakan:

 Pada Tahap I, yaitu tahap prakonvensional, anak-anak menentukan baik


buruknya perilaku mereka berdasarkan tingkat imbalan atau hukuman yang
mungkin mereka terima. Mereka cenderung menunjukkan perilaku baik
sebagai cara untuk menghindari hukuman yang mungkin diberikan.
 Tahap II, anak-anak berperilaku baik karena mereka ingin memenuhi
kebutuhan mereka sendiri, tanpa memikirkan kebutuhan orang lain.
 Tahap III, yaitu tingkat konvensional, anak-anak berkelakuan sesuai
dengan aturan moral untuk mendapatkan pengakuan dari orang dewasa
sebagai anak yang baik. Mereka berusaha menyesuaikan diri dengan
harapan mendapatkan pujian dan pengakuan dari orang lain.
 Tahap IV, anak-anak mulai memiliki pemahaman yang lebih mendalam
terhadap peraturan yang berlaku dan menunjukkan sikap tegas terhadap
aturan tersebut. Mereka secara sadar mengikuti aturan-aturan tersebut dan
memahami pentingnya konsistensi dan keadilan dalam menjalankannya.
 Tahap V, yang disebut tahap pascakonvensional, anak-anak atau remaja
telah memperoleh pemahaman bahwa perilaku baik merupakan tanggung
jawab pribadi yang harus diselaraskan dengan norma sosial yang berlaku.
Mereka menyadari bahwa penting untuk mengikuti aturan-aturan sosial
sebagai hak dan kewajiban individu.
 Tahap VI, baik buruknya perilaku seseorang menjadi keputusan moral
yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral pribadi. Prinsip-prinsip moral
ini berasal dari kesadaran individu terhadap hukum yang berlaku secara
umum dan sejalan dengan kepentingan bersama.

Pada tahap perkembangan moral anak SD, mereka memasuki tingkat


prakonvensional (tahap 2) dan konvensional (tahap 3 dan 4). Dalam tahap 2,
anak-anak melakukan perbuatan baik sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan
pribadi mereka atau dengan harapan mendapatkan imbalan. Ini adalah hal yang
normal, karena pada rentang usia 7 hingga 8 tahun, penalaran moral mereka

51
terbatas pada pemahaman tentang yang baik atau buruk,tanpa memahami alasan
di baliknya. Sementara itu, pada tingkat konvensional (tahap 3), anak-anak
memandang bahwa sikap baik dilangsungkan jika dapat membuat orang lain
senang. Ditahap ini, mereka mulai menyadari pentingnya hubungan sosial dan
bagaimana tindakan mereka dapat mempengaruhi orang lain. Selanjutnya, pada
tahap 4, anak sudah tahu mengapa harus berperilaku baik dan mengapa perilaku
buruk harus dihindari. Mereka mulai memahami prinsip-prinsip moral yang
mendasari aturan-aturan yang ada dan menyadari bahwa perbuatan baik memiliki
alasan yang lebih mendalam dan berdampak positif pada hubungan sosial.
Sedangkan pada tahap 5 dan tahap 6, di lakukan oleh anak remaja.

4.7 Tingkah Laku Lekat Masa Sekolah


4.7.1 Pengertian Kelekatan (Attachment)
Istilah attachment (kelekatan) pertama kalı dikemukakan oleh seorang
psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian
formulası yang lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun
1969.
Menurut Bowlby (dalam Santrock 2002) attachment adalah adanya suatu
relasi atau hubungan antara figur sosial tertentu dengan suatu fenomena
tertentu yang dianggap mencerminkan karakteristik relasi yang unik.
Attachment akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang
diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain penggantı ibu.
Herbert (dalam Mar'at 2006) mengatakan kelekatan (attachment) mengacu
pada ikatan antara dua orang individu atau lebih, sifatnya adalah hubungan
psikologis yang diskriminatif dan spesifik, serta mengikat seseorang dengan
orang lain dalam rentang waktu dan ruang tertentu.
Myers (dalam Mar'at 2006) mengatakan tidak ada tingkah laku sosial yang
lebih mencolok dibanding dengan kekuatan ını, dan perasaan saling cinta
antara bayi dan ibu ini disebut dengan kelekatan (attachment).

52
Menurut Stayton (1973), para ibu yang menunjukkan insecure attachment
(keterikatan yang tidak aman) cenderung bereaksi menurut keinginan pribadı,
bukan karena isyarat dari sang bayi. Para ibu itu akan memeluk bayi yang
menangis bila mereka ingin memeluk bayi itu, teapi akan mengabaikan
tangisan bayı di waktu lain. Ibu yang kurang responsif seperti itu, selama
tahun pertama akan mengembangkan insecure attachment antara dia dan
bayinya.
Clarke dan Stewart (1973) mendukung pendapat Stayton. Menurut mereka,
para ibu yang memiliki secure attachment dengan bayinya, lebih bersifat
responsif terhadap kebutuhan sang bayi, memberi stimulus sosial yang lebih
banyak dengan mengajak sang bayi bercakap-cakap atau bermain bersama.
Dan para ibu tersebut pun mengungkapkan rasa sayang dengan lebih baik.
Penekanan pentingnya attachment pada tahun pertama kehidupan dan juga
pentingnya sikap tanggap orang tua yang mengasuh bayinya juga dijabarkan
oleh psikiater Inggris, John Bowlby (1969). Bowlby meyakini adanya
attachment secara naruliah antara ibu dan bayinya. Sang bayipun melakukan
usaha-usaha untuk mempertahankan kedekatannya dengan sang ibu.

4.7.2 Perkembangan Kelekatan (Attachment)


Menurut J.Bowlby (1958), pentingnya attachment dalam tahun pertama
kehidupan bayi adalah karena bayi dan ibunya secara naluriah memiliki
keinginan untuk membentuk suatu attachment. Secara biologis, bayi yang
baru lahir diberi kelengkapan untuk memperoleh perilaku attachment dengan
ibunya. Bayi menangis, menempel, merengek, dan tersenyum. Kemudian bayi
merangkak, berjalan perlahan-lahan, dan mengikuti ibunya. Semua tingkah
laku ini adalah mempertahankan agar ibu selalu dekat dengannya. Pada waktu
yang sama, ternyata ibu juga memliki rasa attachment dengan bayinya. Ketika
perasaan attachment dengan bayi itu muncul, ibu akan terlihat suka mengajak
bayinya berbicara atau bercanda, menenangkannya, mengayun-ayunkan, serta
berusaha memenuhi kebutuhan bayi dengan sebaik-baiknya.

53
Bowlby (1958), lebih jauh menjelaskan bahwa attachment berkembang
melalui serangkai tahap, yang sebagian ditentukan oleh perubahan-perubahan
kognitif dan sebagian oleh interaksi yang benar-benar alami antara bayi dan
pengasuhnya. Sebagaimana terlihat dalam tabel Bowlby mengidentifikasi
empat tahap perkembangan attachment.
Tahap Usia/Bulan Tingkah Laku
Bayi tidak
membedakan antara
orang-orang dan
Tahap 1
merasa senang atau
(Indiscriminate 0–2
menerima dengan
Sociability)
senang orang yang
dikenal dan yang tidak
dikenal.
Bayi mulai mengakui
Tahap 2 dan menyukai orang
(Attachment is the 2–7 yang dikenal;
making) tersenyum pada orang
yang dikenal.
Bayi telah
mengembangkan
keterikatan dengan ibu
atau pengasuh pertama
Tahap 3
lainnya dan akan
(Specific, clear-cut 7 – 24
berusaha untuk
attachment)
senantiasa dekat
dengannya; akan
menangis ketika
berpisah dengannya.

54
Saat usia ini, anak
merasa lebih aman
dalam berhubungan
dengan pengasuh
Tahap 4
pertama, anak tidak
(Goal-coordinated 24 – seterusnya
merasa sedih selama
partnerships)
berpisah dari ibu atau
pengasuh pertamanya
dalam jangka waktu
yang lama.
Tabel 4.7 Tingkah Laku Lekat Masa Sekolah

4.8 Perkembangan Kepribadian Sekolah


Masa sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry-
inferiority. Pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di
lingkungannya. Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap
lingkungannya sangat besar tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan
kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran,
hambatan, bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan
anak merasa rendah diri. Pada tahap ini, tugas yang harus dilalui adalah
mengembangkan kemampuan kerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah
diri. Anak harus mengendalikan imajinasi dan mengabdikan diri pada pendidikan
dan mempelajari kemampuan sosial yang diperlukan oleh masyarakat sekitar.
Pada novel Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye, tokoh Laisa berhasil
mengembangkan kerja kerasnya dan mampu menghindari perasaan rendah
dirinya. Meskipun, dalam perjalanannya, ketika berumur 11 tahun, tokoh Laisa
berhenti sekolah. Ketika itu, Laisa berinisiatif untuk berhenti sekolah. Dia lalu
mengutarakan keinginannya kepada mamaknya atau ibunya. Mendengar ucapan
Lais seperti itu, awalnya Mamak tidak sepakat. Tetapi setelah mendengar

55
penjelasan Laisa, akhirnya Mamak setuju. Laisa mengetahui bahwa keluarganya
tidak mempunyai cukup uang apabila harus menyekolahkan dirinya serta adik-
adiknya. Maka dari itu, Laisa mengalah untuk tidak bersekolah supaya adik-
adiknya tetap bisa melanjutkan pendidikannya.
Menurut Laisa, seorang perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Dia
merasa tidak akan ada gunanya. Laisa ingin membantu ibunya saja untuk mencari
uang. Hal ini dilakukan supaya adik-adiknya, yakni Dalimunte, Ikanuri,
Wibisana, dan Yashinta bisa melanjutkan sekolahnya. Karena hal itulah, Laisa
ingin mengabdikan diri kepada pendidikan meskipun hal itu bukan untuk dirinya
sendiri melainkan untuk adik-adiknya. Tokoh Laisa ingin adik-adiknya saja yang
sekolah bukan dirinya. Setelah kejadian tersebut, Laisa semakin rajin membantu
ibunya. Setiap hari dia bangun pagi hari untuk memasak gula aren. Siangnya
berladang hingga badannya berkulit hitam. Malamnya menganyam rotan.Laisa
melakukannya sepanjang hari selama beberapa tahun. Meskipun begitu, dia tidak
pernah menyesali keputusannya. Laisa tidak pernah sedikitpun mengeluh. Dia
melakukannya dengan tulus dan ikhlas.
Laisa berbuat seperti itu karena dia berjanji kepada Bapaknya akan selalu
menjaga adik-adiknya. Dia berjanji akan selalu menjaga ibunya dan menjaga
adik-adiknya selama bapaknya pergi ke hutan untuk mencari kumbang. Laisa
ingat janji tersebut hingga dia beranjak dewasa. Padahal saat itu Laisa baru
berumur sepuluh tahun. Dia menganggap hal itu sebagai janji sejati kepada
bapaknya yang harus ditepati.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada tahap sekolah, tokoh
Laisa berhasil melaluinya dengan baik. Meskipun dia tidak bersekolah, Laisa
berhasil menjadi sosok yang rajin dan tidak melakukan sikap rendah diri. Hal ini
dibuktikan ketika Laisa yang dengan rela dan ikhlas membantu ibunya bekerja
mencari uang demi adik-adiknya. Selain itu, sesuai janjinya dengan almarhum
bapaknya, Laisa dengan rajin menjaga dan merawat adik-adiknya.
Pada dasarnya perkembangan anak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
pembawaan sejak lahir semata, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti

56
lingkungan pendidikan, faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk
faktor internal adalah warisan biologis (genetik) dari orangtua dan pengalaman
yang didapat selama hidupnya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari
lingkungan budaya dan lingkungan fisik.
Dari situ dapat di simpulkan bahwa lingkungan sekolah dan keluarga
merupakan sarana yang strategis untuk melakukan perkembangan kepribadian
karena sebagian besar anak menghabiskan waktunya di sekolah dan di rumah
sehingga apa yang diperolehnya akan mempengaruhi pembentukan karakternya
baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat
dimana siswa melakukan interaksi sosial setiap hari.

57
58

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, W. (2020). Perkembangan Pada Masa Pranatal Dan Kelahiran. Jurnal


Pendidikan Anak Usia Dini, 4(1), 40-54.

Aprillia, O., Gufran, N., & Yarni, L. (2023). Perkembangan Masa Bayi. Jurnal Kajian
dan Penelitian Umum, 1(6), 221-233.

Atiequrrahman, M. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Toilet Training


Pada Anak Usia Pra Sekolah di TK Annuqayah Guluk-Guluk
Sumenep.(Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya) Diakses
dari https://repository.um-surabaya.ac.id/2700/3/BAB_II.pdf

Atika, N. F., Maryam, R., & Yarni, L. (2023). PERKEMBANGAN MASA


PRANATAL. Scientica: Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi,1(3), 117-127.

Dewi dkk, (2020). Perkembangan Bahasa, Emosi, Dan Sosial Anak Usia Sekolah
Dasar. Jurnal Ilmiah “Pendidikan Dasar”, 7(1), 2-9.

Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jakarta : Erlangga, 1997.

Elizabeth B. Hurlock. (1980). Psikologi Perkembangan

Handayani dkk. Psikologi Perkembangan Pada Masa Bayi kelompok 1. (Program Vokasi
Jurusan Fisioterapi Universitas Indonesia) Diakses dari
https://www.academia.edu/18788461/Psikologi_Perkembangan_Masa_Bayi

Indriyani dkk. (2023). Pemanfaatan Perkembangan Moral Dan Kepribadian Anak


Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 9(1), 1559-1569.

Indramawan, A. (2020). Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Keluarga Bagi


Perkembangan Kepribadian Anak. Jurnal Komunikasi Islam, 1(1), 109-119.

Jannah W. & Mirta, L. (2012). Periodesasi Perkembangan Masa Prenatal Dan Post
Natal (Universitas Muhammadiyah Sidoarjo) Diakses dari
http://eprints.umsida.ac.id/1276/1/PSI%20Prenatal.pdf
59

Jovanka, D. (2014). Perbedaan Pemahaman Belajar Anak Usia Prasekolah Dan Usia
Sekolah. Jurnal Ilmiah VISI P2TK PAUD NI, 9(1), 10-19.

Marinda, L. (2020). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Problematika pada
Anak Usia Sekolah Dasar. An-Nisa Journal of Gender Studies, 13(1), 116-152.

Murni, M. (2017). Perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial pada masa kanak-
kanak awal 2-6 tahun. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 3(1), 19-33.

Noviyanti, Nila (2020). Identifikasi Mewarnai Gambar Terhadap Peningkatan


Motorik Halus Pada Anak Prasekolah.(Undergraduate thesis, Universitas
Muhammadiyah Surabaya) Diakses dari https://repository.um-
surabaya.ac.id/5978/3/BAB_2.pdf

Qomariyah, Siti and Endah HendarwatI, S.E,M.Pd and Aristiana P. R.,


S.Sos.,M.Med.Kom. (2016). pengaruh Penggunaan Alat Permainan Edukatif (Ape)
Outdoor Terhadap Keterampilan Motorik Kasar Anak Tk Di Kecamatan Tandes
Surabaya.(Other thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya) Diakses dari
https://repository.um-surabaya.ac.id/1226/3/BAB_II.pdf

Rizal, S. (2021). Perkembangan Fisik Anak Usia Dasar. Jurnal Pendidikan dan
Dakwah, 3(3), 367-383.

Suryani, Anatasya Irma (2019) Pengaruh Permainan Clay Terhadap Kemampuan


Motorik Halus Anak Usia Prasekolah 4-6 Tahun Di Tk Citra Ananda Surabaya.
(Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya) Diakses dari
https://repository.um-surabaya.ac.id/5996/3/BAB_2.pdf

Wulandari, F. Y., Aisyah, N., Afriliani, A., & Yarni, L. (2023). PERKEMBANGAN
MASA PRENATAL. Afeksi: Jurnal Psikologi, 2(2), 225-233.

Zubaidah. (2019). IDENTIFIKASI KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK PRA


SEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI TK. KHM. NOER SURABAYA (Undergraduate
thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya) Diakses dari.: https://repository.um-
surabaya.ac.id/6040/3/BAB_2_Zubaidah.pdf

Anda mungkin juga menyukai