PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PENERAPAN MANAJEMEN MUTU TERPADU PADA
PT MAYA FOOD INDUSTRIES DI KOTA PEKALONGAN
SKRIPSI
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Skripsi ini.
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
7
SKRIPSI
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai tepat
pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di PT Maya
Food Industries Pekalongan pada tanggal 16 Juli 2007-16 Agustus 2007 dengan
judul Penerapan Manajemen Mutu Terpadu pada PT Maya Food Industries di
Kota Pekalongan.
Pada kesempatan ini penulis manghaturkan terimakasih kepada:
1) Ir. Iis Diatin, MM dan Ir. Lusi Fausia. M.Ec selaku Komisi Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyelesaian skripsi ini,
2) Drs. Eddy Purnomo, M.Si selaku General Manager dan Bapak M Rosyid Ali
selaku HRD Manager dari PT Maya Food Industries yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian pada PT Maya Food
Industries,
3) Keluarga besar Pudji Sutanto, SH, MH yang telah memberikan doa dan kasih
sayangnya,
4) Teman-Teman SEI 41, Keluarga besar Ash-Shaff, Keluarga Besar Felix dan
Priambono TEP-UNSOED-2004 yang telah memberikan dukungan kepada
penulis,
5) Semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan
lancar.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan semua yang
berkepentingan.
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1986 dari ayah Pudji Sutanto,
SH, MH dan Ibu Sri Gunarti. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Kota
Pekalongan, lulus pada tahun 2004. Kemudian pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih program studi Manajemen
Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Departemen Sosial Ekonomi Perikanan
dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Institut Pertanian Bogor
penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa yaitu HIMASEPA IPB (2006-
2007), Ikatan Mahasiswa Daerah Pekalongan (IMAPEKA).
10
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
5.1.2
Visi dan Misi............................................................................. 45
5.1.3
Lokasi Perusahaan.................................................................... 46
5.1.4
Struktur Organisasi Perusahaan................................................ 46
5.1.5
Ketenagakerjaan........................................................................ 50
5.1.6
Kegiatan Produksi Ikan Kaleng................................................ 52
5.1.7
Kegiatan Produksi Surimi......................................................... 60
5.1.8
Kegiatan Produksi Buah Kaleng, Tepung Ikan dan Kerupuk
Bawang...................................................................................... 65
5.2 Manajemen Mutu Terpadu................................................................. 69
5.2.1 Prinsip Manajemen Mutu Terpadu............................................ 69
5.2.1.1 Komitmen Manajemen.................................................. 69
5.2.1.2 Perbaikan Kualitas dan Sistem Secara
Berkesinambungan........................................................ 70
5.2.1.3 Perspektif Jangka Panjang............................................. 71
5.2.1.4 Fokus Pada Pelanggan.................................................. 72
5.2.1.5 Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan.................. 73
5.2.1.6 Kerjasama Tim.............................................................. 74
5.2.2 Unsur-Unsur Manajemen Mutu Terpadu.................................. 74
5.2.2.1 Sumberdaya Manusia.................................................... 74
5.2.2.2 Standar.......................................................................... 75
5.2.2.3 Sarana........................................................................... 77
5.2.2.4 Pengorganisasian.......................................................... 79
5.2.2.5 Audit Internal................................................................ 79
5.2.2.6 Pendidikan dan Pelatihan.............................................. 80
5.2.2.7 Visi dan Misi................................................................. 81
5.3 Teknik Manajemen Mutu Terpadu..................................................... 82
5.3.1 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Produksi........................ 82
5.3.2 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Administrasi.................. 85
5.3.3 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian Quality Assurance........ 87
5.3.4 Manajemen Mutu Terpadu di Bagian HRD............................. 91
5.4 Analisis Identifikasi Permasalahan Penerapan Manajemen Mutu
Terpadu............................................................................................... 93
5.4.1 Diagram Pareto.......................................................................... 93
5.4.2 Analisis Proses Hirarki Analitik............................................... 100
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4. Pareto Chart............................................................................................. 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. PENDAHULUAN
manajemen mutu terpadu kerap menghadapi kendala, hal ini terkait dengan
kondisi bahwa PT MFI baru mendapatkan sertifikasi HACCP dengan grade C
sehingga sertifikat penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu (PMMT)
pada PT MFI digolongkan pada tingkat III berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 01/Men/2002 tentang Sistem
Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Hal ini menyebabkan PT MFI
sulit untuk memasarkan produknya ke pasar Amerika dan Uni Eropa karena
standar mutu pangan di negara tersebut harus lebih tinggi yaitu untuk produk
yang memiliki sertifikasi PMMT golongan I dan II, selain itu PT MFI juga
perlu melakukan satu kali uji laboratoris untuk 3 kali penerbitan sertifikat
mutu yang wajib dimiliki untuk setiap kegiatan ekspor setiap hasil perikanan
karena serrtifikat PMMT PT MFI hanya tergolong pada tingkat III.
Kemudian berdasarkan informasi dari perusahaan PT MFI relatif
sering melakukan pergantian struktur organisasi dan pada saat ini masih
mengalami masa adaptasi karena pemindahan sistem administrasi dari kantor
pusat di Jakarta ke Pekalongan sejak awal tahun 2007 sehingga hal tersebut
dapat menjadi kendala dalam penerapan manajemen mutu terpadu. Selain itu
sebagai perusahaan yang memproduksi ikan kaleng sebagai komoditas
utamanya, keseragaman ukuran bahan baku menjadi kendala tersendiri dalam
menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan
perusahaan. Hal ini disebabkan meskipun citarasa dan kualitas ikan sesuai
dengan standar namun apabila ukuran bahan baku ikan tidak seragam maka
akan menjadi kendala pada bagian produksi karena menyulitkan pemotongan
ikan sesuai dengan standar pengisian kaleng yang ditetapkan perusahaan. Oleh
karena itu PT MFI lebih banyak menggunakan bahan baku ikan impor yang
memiliki ukuran lebih seragam. Kemudian terbatasnya karyawan di bidang
quality control juga dapat menjadi hambatan tersendiri dalam pengendalian
mutu pada PT MFI karena bagian ini bertugas dalam pengawasan mutu dan
pengembangan hasil produksi dari awal pra persiapan produksi, proses
produksi, serta hasil produksi sehingga sangat menentukan mutu produk yang
dihasilkan.
22
mereka untuk mau membeli suatu produk atau jasa. Oleh karena itu
yang dimaksud dengan mutu bukan hanya mutu produk itu sendiri
melainkan mutu secara menyeluruh yang dirasakan oleh konsumen
saat mereka membeli atau menggunakan suatu produk.
Jaminan Mutu
Pengendalian Mutu
Inspeksi
Oleh karena itu manajemen mutu terpadu ini hanya akan dapat dicapai
dengan memperhatikan karakteristik TQM (Tjiptono dan Diana, 2001),
sebagai berikut:
6. Kerjasama Tim
Kerjasama tim sangat dibutuhkan dalam Manajemen Mutu Terpadu, jadi
produk X tidak hanya dilakukan oleh departemen X melainkan merupakan
tanggung jawab semua departemen.
Sedangkan menurut Ibrahim (2000) unsur-unsur utama dari
Manajemen Mutu Terpadu yang sangat mempengaruhi kinerja dari
pengendalian mutu adalah:
1. Sumberdaya Manusia
Pihak-pihak yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.
2. Standar
Spesifikasi produk yang dihasilkan dan acuan dalam menjalankan semua
kegiatan untuk menghasilkan produk sesuai yang diinginkan perusahaan.
3. Sarana
Peralatan yang digunakan untuk menjalankan kegiatan pengendalian mutu.
4. Pengorganisasian
Pendelegasian tugas dan wewenang didalam perusahaan.
5. Audit Internal
Kegiatan pengendalian berkala untuk mengidentifikasi penyimpangan
terhadap standar.
6. Pendidikan dan Pelatihan
Kegiatan yang bertujuan untuk menyebarkan gagasan mengenai
pengendalian mutu, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan
dalam memecahkan masalah serta untuk mengembangkan sistem
pengendalian mutu.
7. Visi dan Misi
Tujuan jangka panjang atau target jangka panjang yang ingin dicapai oleh
perusahaan yang membedakannya dengan perusahaan lain dan menjadi
prioritas bagi setiap pelaku manajemen dalam perusahaan.
TQM juga dapat dikatakan sebagai perkembangan dari pengendalian mutu
yang berorientasi ke standar jaminan mutu untuk meningkatkan kualitas
produksi dan efisiensi kerja di segala bidang, terutama pada sektor yang
35
Harga yang
lebih tinggi Manfaat
P Memperbaiki rute pasar
E Posisi
R persaingan
B Meningkatkan
A pangsa pasar
I
K
A
N Mengurangi
biaya operasi
M
U Meningkatkan Mengurangi Mengurangi
T keluaran yang biaya operasi biaya operasi
U bebas dari
kerusakan
Manfaat
rute biaya
Olahan yang Baik tercantum dalam Pasal 6 Bab III Keamanan Pangan dalam
PP tersebut antara lain dengan cara:
a. mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan
kesehatan;
b. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta
mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
c. mengendalikan proses antara lan pemilihan bahan baku, penggunaan
bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan
pengangkutan.
Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik yang dimaksudkan
dalam Pasal 6 Bab III tentang Keamanan Pangan pada PP 28 Tahun 2004
tersebut ditetapkan oleh oleh Menteri yang bertanggungjawab dibidang
perindustrian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan
masing-masing.
Kemudian sebagai dasar dari penegakan sistem manajemen keamanan
pangan berbasis HACCP pada industri perikanan Pemerintah menerbitkan
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/Men/2002
tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan yang merupakan
pembaharuan dari Keputusan Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts.Ik/210/1998
menjelaskan bahwa Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan
merupakan salah satu upaya untuk mencapai tingkat pemanfaatan potensi
sumberdaya perikanan secara berdayaguna dan berhasil guna dan sekaligus
melindungi masyarakat konsumen dari hal-hal yang merugikan dan
membahayakan kesehatan, praktek-praktek yang bersifat penipuan dan
pemalsuan dari produsen, membina produsen serta untuk meningkatkan daya
saing produk perikanan.
Program Sistem Manajemen Mutu Terpadu (PMMT) yang disebutkan
dalam SK tersebut pada Bab VI Pasal 13 Penerapan Sistem Manajemen Mutu
menjelaskan bahwa:
1) Untuk memperoleh Sertifikasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu
Terpadu atau Sertifikasi Penerapan Program Manajemen Mutu
39
yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau sebab pada suatu
ketika (Nasution 2004).
Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data
yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan
data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, waktu terjadinya, dapat
diungkapkan berbagai prioritas penanganannya bergantung pada kebutuhan
spesifik. Dengan demikian tidak dapat begitu saja menentukan bar yang
terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini
harus dikumpulkan informasi secukupnya. Dalam mengadakan analisis Pareto
harus diatasi sebab kejadian, bukan gejalanya. (Nasution 2004).
Menurut Nasution, 2004 kegunaan dari Pareto Chart adalah sebagai
berikut:
1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu
ditangani.
2. Pareto Chart dapat membantu untuk memusatkan perhatian pada
persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan.
3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan korektif
berdasarkan prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan
membuat Pareto Chart baru. Apabila terdapat perubahan dalam pareto
chart baru, maka tindakan korektif ada efeknya.
4. Menyusun data informasi yang berguna. Dengan Pareto Chart, sejumlah
data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan.
Hasil Pareto Chart dapat digunakan diagram sebab akibat untuk
mengetahui akan penyebab masalah. Setelah sebab-sebab potensial diketahui
dari diagram tersebut, Pareto Chart dapat disusun untuk merasionalisasi data
yang diperoleh dari diagram sebab-akibat. Selanjutnya Pareto Chart dapat
digunakan pada semua tahap PDCA cycle (Nasution 2004)
tersusun dengan elemen ditiap levelnya menjadi tidak berarti apabila tanpa
nilai atau pembobotan yang menyertainya. Hal ini menyebabkan diperlukan
suatu metode penentuan bobot bagi elemen disatu level dibawahnya. Akhirnya
dapat digunakan untuk menghitung bobot pada level tersebut untuk penilaian
tujuan keseluruhan (Saaty 1993).
43
Deskripsi Penerapan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT. Maya Food Industries
Implementasi
IV. METODOLOGI
(Nasir 2003). Dalam penelitian ini analisis deskriptif yang digunakan bersifat
eksploratif dengan tujuan untuk menggambarkan pelaksanaan Manajemen
Mutu Terpadu dan melalui pendekatan sistem yang ditujukan untuk
menjelaskan hubungan struktural interaksi fungsional antara elemen sistem
yang diidentifikasi.
Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan
digunakan alat analisis diagram pareto. Selanjutnya identifikasi permasalahan
untuk menemukan alternatif strategi dalam mengatasi permasalahan
menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA)
Adapun penjelasan dari analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
A. Diagram Pareto
Pareto diagram adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli
bernama Vilfredo Pareto dan merupakan alat yang digunakan untuk
menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut
ukurannya atau sebab-sebab yang akan dianalisis, sehingga kita dapat
memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar
terhadap kejadian tersebut (Ariani 1999).
Diagram Pareto mengidentifikasi permasalahan-permasalahan penting
dengan tahapan (Gasperz 2001):
1) Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi
kejadian masalah-masalah yang diteliti dengan menggunakan formulir
pengumpulan data dari karyawan PT MFI
2) Membuat daftar masalah PT MFI secara berurutan berdasarkan frekuensi
kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah beserta frekuensi
kumulatifnya.
3) Membuat histogram permasalahan PT MFI pada diagram Pareto
4) Menggambar kurva kumulatif permasalahan PT MFI.
Sebagai fokus dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti dan
dianalisis menggunakan diagram Pareto dengan bantuan software Minitab 13
untuk menentukan komponen yang merupakan permasalahan dalam
penerapan Manajemen Mutu Terpadu yang terjadi dalam kegiatan usaha yang
51
100
80
bagian
60
40
20
0
A B C D E F G
Jenis Kerusakan
Tingkat 2 F1 F2 F3 Fn
Kriteria Masalah ......
Tingkat 3
Faktor Penyebab O1 O2 O3 On
.......
Tingkat 4
Sub Faktor S1 S2 S3 ...... S4
Tingkat 5
Alternatif Perbaikan P1 P2 Pn
G A1 A2 A3 ... An
A1 a11 a12 a13 ... a1n
A2 a21 a22 a23 ... a2n
A3 a31 a32 a33 ... a3n
... ... ... ... ...
An an1 an2 an3 ... ann
Sedangkan MPG adalah susunan matriks baru yang elemennya (gij) berasal
dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio
inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen dan setiap elemen
pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang lain tidak terjadi konflik.
MPG dapat dilihat dalam Gambar 6.
G G1 G2 G3 ... Gn
G1 g11 g12 g13 ... g1n
G2 g21 g22 g23 ... g2n
G3 g31 g32 g33 ... g3n
... ... ... ... ...
Gn gn1 gn2 gn3 ... gnn
m
gij m aij(k )
k 1
Dimana:
gij = elemen MPG baris ke-i kolom ke-j
aij (k) = elemen baris ke-I kolom ke-j dari MPI ke-k
k = indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi persyaratan
m = jumlah MPI yang memenuhi persyaratan
m
aij( k ) = perkalian dari elemen ke-i sampai ke-m
k 1
57
5.1.5 Ketenagakerjaan
Keberhasilan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh faktor
kualitas pegawai dan karyawannya. PT MFI memiliki karyawan yang
secara keseluruhan berjumlah 469 orang dengan perbandingan 105
karyawan pria dan 364 karyawan wanita. Tingkat pendidikan karyawan
bervariasi tergantung tanggung jawab dan jenis pekerjaannya.
Untuk meningkatkan kualitas kerja, recruitment kerja diikuti
dengan training selama 3 bulan untuk memberikan kesempatan kepada
karyawan dalam beradaptasi dengan lingkungan perusahaan. Pembagian
karyawan kedalam beberapa kelompok dilakukan berdasarkan sistem
penggajiannya, yaitu:
1. Karyawan tetap
Merupakan karyawan yang mendapat gaji tiap bulan dan tidak
berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan. Karyawan tetap bekerja
selama 6 hari seminggu antara pukul 08.00 16.00 dengan waktu
istirahat selama 1 jam setelah 4 jam kerja. Waktu kerja diluar jam kerja
dihitung sebagai waktu lembur dan karyawan yang melaksanakannya
berhak mendapatkan tunjangan lembur.
Karyawan tetap berjumlah 70 orang yang terbagi kedalam
beberapa bagian, diantaranya bagian manajemen, sebagian besar
karyawan pria di bagian produksi, dan beberapa karyawan wanita di
bagian produksi.
2. Karyawan kontrak
Merupakan karyawan yang memiliki kontrak kerja dengan
perusahaan selama jangka waktu tertentu. Hak dan kewajibannya sama
dengan karyawan tetap. Karyawan kontrak berjumlah 43 orang dan
biasanya menduduki posisi di bagian manajemen.
3. Karyawan borongan
Merupakan karyawan yang memperoleh gaji sesuai jumlah
produk yang dihasilkannya dalam waktu yang telah ditentukan. Jam
kerja karyawan borongan ditentukan oleh supervisor produksi sehari
67
SLTA 30 16 1 13 8 1 43 -
Diploma - - - - - - - -
S1 3 3 - - - - - -
S2 1 - - - - - -
JUMLAH 34 36 28 15 10 20 46 280
TOTAL 70 43 30 326
4. Pencucian
Ikan-ikan yang telah disiangi kemudian dicuci terlebih dahulu
dengan menggunakan mesin drum rotary washer sehingga darah,
lendir, sisik dan kotoran lain akan tercuci. Setelah itu dilakukan
pencucian lagi dengan air bersih yang mengalir intuk menghilangkan
kotoran-kotoran lain yang masih menempel, sehingga mengurangi
jumlah mikroba awal. Menurut Jenie (1988) pengendalian mutu
pangan dapat ditingkatkan melalui sanitasi pada produk. Oleh karena
itu, kotoran-kotoran ikan yang menempel pada ikan haruslah
dibersihkan untuk menjaga sanitasi (kebersihan) pada makanan.
5. Pengisian (filling)
Ikan yang sudah bersih setelah dilakukan pencucian ditimbang dan
beratnya disesuaikan dengan ukuran kaleng dan merk produk.
Setelah itu dilakukan pengisian ikan ke dalam kaleng sesuai dengan
ukuran dan merk masing-masing produk. Cara pengisian kaleng
harus tepat antara ekor dan bagian kepala. Jumlah ikan yang ada
dalam kaleng berbeda-beda sesuai dengan ukuran kaleng dan besar
kecilnya ikan.
Pengisian ini dilakukan secara manual karena cara ini dianggap
memberikan hasil yang cukup memuaskan dengan biaya yang relatif
rendah dibandingkan dengan menggunakan tenaga mesin. Selain itu,
waktu yang diperlukan relatif singkat sehingga cara tersebut
dianggap efektif dan efesien.
6. Cek timbangan
Setelah kaleng-kaleng tersebut diisi ikan, kemudian kaleng-kaleng
tersebut dimasukkan dalam pan-pan stainless steel. Pan-pan
stainsteel yang sudah berisi ikan dibawa ke belt conveyor dan
sebelum memasuki proses pre-cooking, kaleng dan isinya dicek lebih
dahulu untuk mengetahui apakah beratnya sudah sesuai dengan yang
diinginkan. Bila beratnya lebih dikurangi dan bila beratnya kurang
ditambahi, sehingga berat setiap kaleng sesuai dengan ketentuan
yang ada.
72
berisi air biasa dan terdapat keranjang besi yang menampung kaleng-
kaleng tersebut. Kaleng-kaleng tersebut diluncurkan ke dalam bak
agar mengurangi benturan antara kaleng yang satu dengan yang lain.
12. Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat
menimbulkan kerusakan pada produk makanan kaleng dan
memberikan suasana yang tidak sesuai untuk kehidupan
mikroorganisme. Sterilisasi yang berhasil adalah mampu mencapai
tujuan tersebut tanpa merusak makanan karena pemanasan selama
proses sterilisasi tersebut.
Menurut Murniyanti dan Sunarman (2000), sterilisasi dilakukan
dengan alat sterilisasi yang disebut retort. Sterilisasi di PT MFI
menggunakan retort horisontal yang berjumlah 6 buah dengan
kapasitas yang sama. Proses sterilisasi dengan retort melewati tahap-
tahap sebagai berikut:
a. Steam on
Proses steam on berlangsung pada saat pemasukan uap ke dalam
retort setelah pintu retort ditutup rapat.
b. Venting
Proses venting adalah tahap penghilangan udara dari dalam
retort. Venting dimulai pada saat steam on dan berakhir bila suhu
venting telah tercapai. Waktu venting minimal adalah 10 menit
terhitung sejak produk dimasukkan ke dalam retort sampai
mencapai suhu tertentu (tergantung produk).
c. Come up time
Proses come up time adalah waktu untuk menuju suhu sterilisasi
sehingga produk tersebut steril bebas dari mikroba baik mikroba
pathogen maupun mikroba non pathogen.
d. Tahap sterilisasi
Tahap sterilisasi dilakukan setelah suhu sterilisasi tercapai,
dengan tekanan yang digunakan adalah sekitar 0,7 0,8 kg/cm2.
Besarnya suhu sterilisasi tergantung dari macam produk yang
75
13. Pendinginan
Setelah proses sterilisasi selesai, maka dilakukan proses
pendinginan yang merupakan tahap lanjutan dari proses
pendinginan yang dilakukan dalam retort. Keranjang besi (basket)
yang berisi kaleng dikeluarkan dari dalam retort dengan
menggunakan bantuan katrol. Keranjang tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam bak berisi air dengan suhu kamar (25-300C)
selama 15-20 menit. Setelah itu keranjang diangkat dengan katrol
dari bak pendingin untuk ditiriskan.
76
7. Penjemuran
Adonan yang telah terbentuk menjadi kerupuk mentah dijemur
dengan sinar matahari 3-4 jam sebelum dilakukan pengemasan.
8. Pengemasan.
Krupuk bawang yang telah dijemur dikemas dalam plastik dengan
ukuran tertentu dan dipasarkan dengan merk Ranesa.
5.2.2.2 Standar
Standar yang dimaksud adalah pedoman yang berupa kesepakatan
dalam bentuk acuan tingkah laku, kualitas yang digunakan dalam
peningkatan mutu produk yang dihasilkan oleh PT Maya Food
Industries. Penetapan standar ini sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
MMT, karena tanpa standar yang jelas akan sulit diukur tingkat
keberhasilan yang dicapai perusahaan. Selain itu, dengan adanya standar
akan lebih memacu semua karyawan PT MFI untuk mencapai standar
tersebut.
Standar yang digunakan adalah acuan dalam menjalankan seluruh
kegiatan PT Maya Food Industries untuk menghasilkan produk yang
sesuai dengan keinginan konsumen. Standar proses memberikan
pedoman kepada pekerja agar seluruh aktivitas yang terjadi dalam PT
MFI terarah dan terpadu. Standar proses berisi petunjuk bagaimana
pekerja harus melakukan serangkaian kegiatan serta sarana dan peralatan
yang harus tersedia dalam berbagai proses produksi yang dilaksanakan
92
5.2.2.3 Sarana
Sarana yang diperlukan adalah sarana yang dapat menunjang
seluruh kegiatan dalam perusahaan dan hal ini mengarah baik pada
sarana fisik berupa mesin, alat-alat, bangunan serta fasilitas penunjang
lain yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
kegiatan produksi. Sarana utama merupakan sarana yang keberadaannya
secara langsung berhubungan dengan kegiatan perusahaan dalam
berproduksi sedangkan sarana penunjang merupakan seperangkat
fasilitas penunjang yang tidak secara langsung mempengaruhi kegiatan
produksi.
Fasilitas bangunan terdiri dari bangunan utama yang merupakan
unit produksi mackerel dan sardines, unit produksi surimi, unit produksi
kerupuk, unit produksi buah kaleng dan unit produksi kerupuk bawang.
Selain itu ada kantor yang digunakan sebagai ruang administrasi
perusahaan, aula sebagai tempat pertemuan, gudang produksi jadi,
gudang kaleng, koperasi, tempat istirahat karyawan, mushola, toilet,
tempat parkir dan pos jaga.
Sumber listrik di PT. Maya Food Industries Pekalongan diperoleh
dari PLN Pekalongan dengan tegangan 220 Volt dan daya terpasang
345 kVA dengan aliran 3 fase. Jika terjadi tegangan putus saat produksi
maka digunakan genset. Genset yang dimiliki perusahaan ada dua
dengan merk Nissan buatan Jepang dan mampu menghasilkan tenaga
listrik sebesar 250 kVA sedang yang tidak terpakai dengan merk
Caterfilar buatan Amerika dengan tenaga listrik sebesar 261 kVA.
Sarana produksi utama yang dimiliki perusahaan antara lain adalah
mesin cakel, mesin pencuci sisik, mesin pengerik sisik, mesin seamer,
mesin retort, mesin giling cabe, mesin pemotong kerupuk, tangki
pasteurisasi, mesin screw press, cold storage, mesin boiler, mesin print,
mixing machine, contact plate freezer dan mesin pembuat tepung ikan.
Keseluruhan mesin tersebut merupakan sarana utama yang langsung
berhubungan dengan proses produksi yang dilaksanakan PT MFI mulai
dari pembuatan ikan kaleng, buah kaleng, surimi, tepung ikan dan
94
5.2.2.4 Pengorganisasian
Pengorganisasasian merupakan keseluruhan proses
pengelompokkan orang-orang , alat-alat, tugas-tugas , serta wewenang
dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi
yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh. Pelaksanaan
sistem manajemen mutu terpadu bisa berjalan dengan baik jika sistem
manajemen organisasi terkoordinasi dengan baik. Setiap orang dalam
organisasi tersebut harus tahu apa yang dilakukannya agar kegiatan
organisasi dapat berjalan sistematik.
Struktur organisasi PT Maya Food Industries sering mengalami
pergantian kepemimpinan atas kewenangan pemilik perusahaan. Hal ini
menyebabkan pembagian tugas dan tanggung jawab menjadi kurang
jelas. Pada masa sekarang ini perusahaan sedang mengalami masa
transisi dikarenakan pemindahan sistem administrasi yang pada awalnya
berpusat di Jakarta dipindahkan ke Pekalongan sejak awal Januari tahun
2007. Pemindahan administrasi ini berdampak pada sistem
pengorganisasian dalam perusahaan, namun perusahaan mulai dapat
beradaptasi dengan perubahan tersebut dan terlihat adanya kemajuan
dalam sistem administrasi meskipun secara keseluruhan masih kurang
terstruktur.
Oleh karena itu perusahaan perlu untuk melakukan perbaikan
struktur organisasi dan mempejelas mekanisme pembagian tugas dan
tanggung jawab dalam perusahaan sehingga suasana kerja dam
hubungan karyawan menjadi lebih baik untuk mendukung peningkatan
kinerja karyawan.
produksi ikan kaleng pada tahun 2006. Akan tetapi, untuk kegiatan
produksi surimi yang mengalami penurunan volume produksi hingga
70% menunjukkan adanya kemunduran dalam pencapaian visi dan misi
perusahaan.
Oleh karena itu, PT MFI perlu meninjau kembali visi dan misi
perusahaan agar disesuaikan dengan realita yang dihadapi perusahaan.
Sosialisasi visi dan misi juga perlu dilaksanakan agar seluruh karyawan
memahami dengan baik visi dan misi perusahaan sehingga berupaya
maksimal untuk melakukan yang terbaik bagi tercapainya visi dan misi
PT Maya Food Industries.
Pada awal Januari tahun 2007 perusahaan juga diberi kewenangan untuk
menjalankan sebagian kegiatan pemasaran produk selain produk dengan merk
Botan yang merupakan produk lisensi dari Mitsui.Co.ltd dan pemasarannya
langsung ditangani oleh PT Indo Maya Mas di Jakarta. Pengendalian mutu
pada bagian pemasaran dilakukan perusahaan dengan melakukan pengiriman
daftar barang dan harga kepada pembeli yang telah berlangganan secara rutin
102
setiap hari sesuai dengan pesanan yang dilakukan. Pengiriman daftar harga
dan barang ini dilakukan melalui media internet khususnya bagi pelanggan
yang berada di luar negeri. Untuk calon pembeli yang baru bekerjasama
dengan perusahaan biasanya melakukan inspeksi secara langsung terhadap
proses produksi dalam perusahaan untuk melihat kualitas dari produk yang
dihasilkan, setelah dilakukan inspeksi biasanya jika produk sesuai dengan
keinginan akan dilakukan negosiasi harga, jumlah dan jenis barang yang akan
dibeli. Perusahaan secara aktif mencari pelanggan baru khususnya dari luar
negeri karena kebanyakan produk dari PT MFI berorientasi pada pasar luar
negeri, perusahaan juga dapat menyesuaikan hasil produksi dengan spesifikasi
tertentu yang diinginkan oleh pembeli sehingga dapat memberikan kepuasan
bagi pembeli.
Berdasarkan informasi dari perusahaan kegiatan administrasi mengalami
peningkatan yang positif karena tugas administrasi perusahaan relatif dapat
terkoordinasi dengan lebih baik. Kegiatan pemasaran ikan kaleng memiliki
kecenderungan meningkat dengan rata-rata peningkatan volume penjualan
setelah penerapan MMT sebesar 67%, sedangkan untuk kegiatan pemasaran
buah kaleng dan kerupuk bawang baru dipasarkan pada tahun 2007 untuk
pasar ekspor. Namun untuk kegiatan pemasaran surimi perusahaan mengalami
penurunan dalam volume penjualan Surimi sebesar kurang lebih 70% dari
volume penjualan tahun 2007. Hal ini disebabkan perusahaan mengalami
kesulitan dalam mencari pembeli karena tidak adanya kesesuaian harga jual
dengan kualitas Surimi yang dihasilkan. Harga beli bahan baku Surimi yang
tadinya Rp 2.000,00-Rp 3.000,00/kg mengalami peningkatan menjadi sekitar
Rp 4.000,00/kg dengan harga jual Surimi sebesar Rp 17.000,00/kg dan
perusahaan tidak dapat menaikkan harga jual karena akan semakin
menyulitkan pemasaran produk. Pemasaran Surimi juga banyak mengalami
hambatan karena persaingan yang ketat dengan industri pengolahan ikan
lainnya seperti fillet yang lebih dikenal masyarakat Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada tahun 2007 pemasaran produk Surimi belum dapat
dilakukan dengan baik oleh PT MFI, hal ini terlihat dengan adanya penurunan
yang cukup signifikan terhadap volume penjalan surimi PT MFI perlu
103
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya penerapan
manajemen mutu terpadu memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
kedisiplinan, loyalitas maupun produktifitas karyawan. Tingkat keterlambatan
menjadi berkurang dari 5% menjadi 1% tiap tahunnya. Turn over atau dapat
diartikan sebagai tingkat karyawan yang keluar turun sebesar 0,8% setelah
penerapan MMT. Selain itu sebagai tanggungjawab sosial PT MFI terhadap
masyarakat dan pemerintah, melalui bagian HRD perusahaan banyak
melakukan kegiatan sosial terutama kepada masyarakat lokal dengan
memberikan berbagai bantuan baik materiil maupun immateriil. Hal ini
terlihat dengan recruitment karyawan yang 80% berasal dari masyarakat lokal
109
quality control yang sering tidak sesuai dengan pekerjaan yang mereka
lakukan menyebabkan kinerja bagian ini menjadi kurang maksimal. Sarana
dan prasarana kendali mutu yang kurang lengkap juga menjadi kendala
tersendiri bagi karyawan quality control untuk dapat melakukan kegiatan
pengendalian mutu dengan optimal.
3. Sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik
Pembuatan laporan sangat mrupakan suatu sistem yang terdapat dalam
organisasi dan bertujuan untuk menjamin tersedianya informasi yang
berguna pada setiap kali informasi tersebut dibutuhkan. Dari hasil
observasi yang dilakukan, PT Maya Food Industries belum melakukan
kegiatan pembuatan laporan dengan baik. Hal ini terlihat dengan kondisi
beberapa kali terjadi ketidakcocokan antara laporan produksi yang dibuat
oleh karyawan pada bidang Administrasi dengan laporan yang dibuat oleh
karyawan bahan baku produksi, hal ini menyebabkan sering terjadi
ketidakcocokan dalam perhitungan jumlah produk akhir yang rusak dan
jumlah bahan baku yang digunakan yang pada akhirnya digunakan untuk
penyusunan laporan keuangan. Bagian administrasi mendapatkan data
dalam pembuatan laporan dari bagian gudang produk akhir dan belum
adannya mekanisme koordinasi antara bagian bahan baku produksi dengan
bagian gudang produk akhir. Di samping itu, laporan harian dari bagian
Quality Control juga belum dibukukan dengan rapi sehingga menyulitkan
dalam perolehan data untuk evalusi produksi. Pada tahun 2007 sistem
administrasi menyeluruh dari kantor pusat di Jakarta dipindahkan ke
Pekalongan sehingga perusahaan belum memiliki data-data yang lengkap
tentang masalah administrasi sebelum tahun 2007 dan hal ini juga
menyulitkan perusahaan jika membutuhkan data-data yang lengkap
sebelum tahun 2007 untuk kepentingan pengambilan keputusan dan
evaluasi oleh pihak manajemen.
4. Ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu
Bahan baku ikan merupakan bahan baku utama bagi kegiatan produksi PT
Maya Food Industries. Supply bahan baku ikan terutama untuk ikan lokal
pada saat ini tidak kontinu dan sering terjadi kekurangan bahan baku untuk
112
300 100
250
80
200
Persen
60
Skor
150
40
100
50 20
0 0
n al aik
u al gg
i
na ya
wa sim b t in tim ra n
y a
an
n t in as
a in
ar ak ko op ok La
k m ng ak as pr
n g de um na
ia an n t id el
em ra
b ag ur ka an p
s b
sa
e lk na ik it a ar
is ro sa u en aw ya
am n t
la k
b ak
igi a t
n gn
ah o di h ay a
C n ur
dip lit y lum a ha d an D K
g a b i
ra
n
Qu be n ta
s
ku jr a r an dia a ani
n e po se S
p t io K in
n
la
et er
ri ta K
sc ua
di b
b m
Jo pe
e m
t
Sis
5) Informasi Pasar:
Merupakan orang, peralatan, prosedur untuk mengumpulkan,
menyortir, menganalisis, mengevaluasi, dan mendistribusikan
informasi yang sesuai kebutuhan, tepat waktu dan akurat kepada
pembuat keputusan pemasaran (Kotler, 1997)
6) Lingkungan Eksternal :
Terdiri atas unsur-unsur yang berada diluar perusahaan dan tidak
secara khusus dalam pengendalian jangka pendek manajemen.
7) Sarana:
Ketersediaan dan optimalisasi penggunaan sarana fisik pada setiap
bagian yang ada di perusahaan.
4. Tingkat 4, Kriteria Sub Faktor Penyebab Masalah
- Sub faktor penyebab material:
1) Kualitas: kualitas material yang dapat digunakan
2) Kuantitas: kuantitas atau jumlah material dapat digunakan
3) Konsistensi: konsistensi material yang digunakan
- Sub faktor penyebab SDM:
1) Kualitas : Kualitas sumberdaya manusia dalam perusahaan
2) Kuantitas : Kuantitas sumberdaya manusia dalam perusahaan
3) Pengalaman : Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
sumberdaya manusia yang didapatkan melalui keterkaitan dengan
hal tersebut selama periode tertentu.
- Sub faktor penyebab mesin:
1) Umur ekonomis :
Umur mesin hingga masih dapat digunakan secara efisien
2) Teknologi mesin :
Tingkat teknologi yang dimiliki mesin
3) Perawatan mesin :
Perawatan mesin yang dilakukan perusahaan agar terus dalam
kondisi terbaik
119
4) Kondisi Alam :
Kondisi yang dipengaruhi faktor alam yang berhubungan dengan
kegiatan perusahaan seperti cuaca, musim, ketersediaan
sumberdaya ikan, dll.
- Sub faktor penyebab sarana:
1) Sarana produksi:
ketersediaan sarana fisik untuk menunjang kegiatan perusahaan
2) Sarana pengangkutan dan penyimpanan:
Ketersediaan sarana pengangkutan dan pendistribusian produk.
3) Sarana administrasi:
ketersediaan sarana administrasi perusahaan
4) Sarana kendali mutu:
ketersediaan sarana untuk pengendalian mutu yang dilakukan
perusahaan.
5. Tingkat 5, Alternatif perbaikan:
1) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik dari segi jumlah
maupun tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki karyawan.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan peningkatan efektifitas training
yang dilakukan perusahaan sendiri maupun training yang dilakukan
dengan bekerjasama dengan lembaga training lainnya untuk
meningkatkan ketrampilan dan kesadaran karyawan terhadap konsep
manajemen mutu terpadu.
2) Modernisasi Peralatan
Peralatan produksi yang dimiliki perusahaan masih banyak yang
dioperasikan secara manual dan dengan tingkat teknologi yang masih
rendah sehingga upaya modernisasi peralatan dapat dilakukan dengan
penggantian mesin-mesin yang sudah tidak layak baik dilihat dari
umur ekonomis maupun teknologi mesin. Modernisasi peralatan yang
digunakan perusahaan dapat diawali dengan pergantian mesin penutup
kaleng (seamer) dan dengan penambahan kelengkapan laboratorium
pengendalian mutu.
121
Fokus(1) Identifikasi Permasalahan yang Berkaitan dengan Penerapan MMT dalam PT Maya Food Industries
Kriteria Sanitasi dan Kinerja Quality Ketersediaan bahan Job discription Sistem pembuatan laporan
Masalah higienitas belum Qontrol kurang baku ikan tidak kurang dipahami belum dilaksanakan dengan
(2) optimal maksimal kontinu sebagian karyawan baik
Kriteria
Faktor Material SDM Mesin Sistem Informasi Lingkungan Sarana
Penyebab Pasar Eksternal
(3)
Umur
Kriteria Kualitas ekonomis SOP Perusahaan Kebijakan Sarana produksi
Sub Kualitas Pemasaran Pemerintah
Faktor
Penyebab Sarana
Kuantitas Kuantitas Teknologi Organisasi Buyers Kondisi Pengangkutan dan
(4) Mesin Ekonomi Penyimpanan
Konsistensi
Pengalaman Pengawasan Relasi Kondisi
Bisnis Sosial Sarana Administasi
Perawatan
Mesin Kondisi Sarana Kendali
Alam Mutu
Alternatif
Perbaikan Peningkatan Modernisasi Perbaikan dan Peningkatan Penerapan sistem Perbaikan sistem
(5) Kualitas SDM Peralatan Kinerja Organisasi informasi manajemen administrasi
Gambar 9. Hirarki Permasalahan Manajemen Mutu Terpadu dalam PT Maya Food Industries
136
Hasil pengolahan data pada tingkat 2 bahwa urutan kriteria masalah penerapan
manajemen mutu terpadu dalam PT Maya Food Industries menunjukkan bahwa
masalah Job discripton kurang dipahami oleh sebagian karyawan menjadi prioritas
pertama dengan bobot PHA 0,378. Hal ini menunjukkan bahwa seringnya
pergantian struktur organisasi dalam PT MFI memberikan dampak pada
pemahaman karyawan terhadap alur tugas dan tanggungjawab yang mereka miliki
sehingga banyak kegiatan dalam perusahaan menjadi tumpang tindih.
Masalah kinerja quality control kurang maksimal menempati prioritas kedua
dengan bobot PHA 0,300 dikarenakan kuantitas dan kualitas karyawan bagian
quality control yang kurang mencukupi untuk pelaksanaan tugas pengendalian
mutu seluruh kegiatan produksi perusahaan dari proses pengalengan ikan,
pengolahan surimi, pembuatan kerupuk bawang, pembuatan tepung ikan dan
137
pembuatan buah kaleng. Sarana kendali mutu yang dimiliki perusahaan juga
kurang memadai untuk kegiatan pengendalian mutu yang optimal.
Prioritas ketiga masalah manajemen mutu dalam PT MFI adalah sistem
pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik (0,142), hal ini dapat
disebabkan karena perusahaan sedang mengalami masa adaptasi karena sistem
administrasi baru dipindahkan pada awal Januari dari kantor pusat ke Pekalongan,
perusahaan belum memiliki sistem administrasi yang sistematis dan masih
mengalami kendala dalam koordinasi antar bagian dalam perusahaan dalam
pembuatan laporan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Kemudian masalah ketersediaan bahan baku yang tidak kontinu menempati
prioritas keempat (0,093) hal ini disebabkan masalah ketersediaan bahan baku ikan
merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi perusahaan. Kegiatan
pengalengan ikan sebagai kegiatan utama perusahaan membutuhkan kontinuitas
supply bahan baku ikan untuk dapat terus berproduksi sehingga ketersediaan
bahan baku ikan sangat berdampak pada keputusan produksi perusahaan.
Masalah sanitasi dan higienitas belum optimal menempati prioritas kelima
dengan bobot (0,088), data dari perusahaan menyebutkan bahwa rata-rata 0,3%
produk akhir yang mengalami kerusakan dari total produksi selama satu tahun
diakibatkan oleh aspek sanitasi dan higienitas yang belum optimal yang menjadi
kendala tersendiri dalam penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT Maya
Food Industries.
Kemudian dari hasil pengolahan menggunakan analisis PHA pada susunan
hirarki tingkat 3 dan tingkat 4 maka didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub
faktor penyebab masalah pada penerapan manajemen mutu terpadu dalam PT
Maya Food Industries. Untuk prioritas faktor penyebab masalah sanitasi dan
higienitas belum optimal dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Sanitasi dan Higienitas Belum Optimal
Tingkat 2 Tingkat 3 Bobot Prioritas Tingkat 4 Bobot
Prioritas
Kriteria Kriteria faktor PHA Kriteria Sub Faktor PHA
138
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab masalah sanitasi dan higienitas yang belum optimal yang terdapat pada
Tabel 12 maka didapatkan prioritas pertama faktor penyebab masalah sanitasi
dan higienitas belum optimal adalah material dengan bobot PHA sebesar 0,367
hal ini menunjukkan bahwa jenis material yang digunakan untuk proses produksi
sangat mempengaruhi sanitasi dan higienitas terutama pada proses produksi.
139
Kemudian dari sub faktor penyebab material prioritas pertama ditempati oleh
kualitas material dengan bobot PHA 0,540, prioritas kedua adalah kuantitas
material dengan bobot PHA 0,297 dan prioritas ketiga konsistensi material dengan
bobot PHA 0,163. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas material yang digunakan
dalam setiap kegiatan perusahaan paling berpengaruh terhadap sanitasi dan
higienitas produk yang dihasilkan.
Sumberdaya manusia menjadi faktor penyebab masalah yang menempati
prioritas kedua dengan bobot PHA sebesar 0,185. Kualifikasi sumberdaya
manusia sangat mempengaruhi dalam alur proses produksi yang dilakukan untuk
menghasilkan mutu produk akhir yang sesuai standar sanitasi produk. Untuk
kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, pengalaman menjadi prioritas
pertama dengan bobot PHA sebesar 0,594, kemudian dilanjutkan dengan kualitas
SDM dengan bobot PHA sebesar 0,249 dan prioritas ketiga adalah kuantitas SDM
dengan bobot PHA 0,157.
Masalah sistem yang merupakan rangkaian prosedur kerja yang terdapat dalam
perusahaan menempati prioritas ketiga dengan bobot PHA sebesar 0,137. Sistem
merupakan serangkaian prosedur kerja untuk kelancaran kegiatan perusahaan.
Oleh karena itu masalah sistem menjadi kendala dalam menghasilkan mutu
produk akhir yang sesuai standar sanitasi. Dari hasil analisis juga dapat diketahui
bahwa kriteria sub faktor penyebab untuk sistem prioritas pertama ditempati oleh
SOP (0,443), prioritas kedua adalah pengawasan (0,387) kemudian dilanjutkan
dengan pengorganisasian (0,169).
Masalah mesin yang digunakan oleh perusahaan menempati prioritas keempat
dengan bobot PHA sebesar 0,116. Informasi dari perusahaan menyebutkan bahwa
mesin penutup kaleng sering menyebabkan kualitas ikan kaleng dan buah kaleng
tidak sesuai standar karena menyebabkan bahaya fisik, bahaya kimia maupun
bahaya biologis sehingga tidak dapat dipasarkan. Dari hasil pengolahan data juga
didapatkan bahwa perawatan mesin menempati prioritas pertama kriteria sub
faktor penyebab dari mesin dengan bobot PHA 0,691, kemudian umur ekonomis
mesin (0,160) dan teknologi mesin (0,149).
Sarana menjadi faktor penyebab kelima dengan bobot PHA sebesar 0,113,
sarana yang kurang memadai akan secara langsung berpengaruh pada sanitasi dan
140
higienitas yang dilakukan oleh perusahaan. Kriteria sub faktor penyebab sarana
yang menempati prioritas pertama adalah sarana produksi (0,547), sarana kendali
mutu (0,211), sarana pengangkutan dan penyimpanan (0,171), dan sarana
administrasi (0,070). Hal tersebut dapat terjadi karena belum optimalnya aspek
sanitasi dan higienitas kebanyakan terjadi pada saat proses produksi berlangsung
sehingga sarana produksi menjadi kriteria sub faktor penyebab utama dari sarana
yang terdapat dalam perusahaan.
Prioritas keenam faktor penyebab masalah dengan bobot PHA sebesar 0,059
adalah informasi pasar. Informasi pasar dapat mempengaruhi perusahaan
menentukan spesifikasi mutu produk dan standar sanitasi dan higienitas yang
diinginkan oleh konsumen akan suatu produk. Dari hasil pengolahan dapat dilihat
bahwa kriteria sub faktor penyebab yang menjadi prioritas pertana adalah Buyers
(0,558) sebagai pembeli yang sangat menentukan bagaimana mutu produk yang
mereka inginkan, kemudian dilanjutkan dengan lembaga pemasaran (0,320), dan
yang menjadi prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar
(0,122).
Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,046 menempati
prioritas ketujuh faktor penyebab dari sanitasi dan higienitas yang belum optimal.
Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama
adalah kondisi alam (0,464) hal ini dapat disebabkan karena kondisi alam sangat
berpengaruh terhadap ruangan produksi dalam perusahaan salah satunya jika
terjadi banjir karena luapan air laut sangat berpengaruh terhadap aspek sanitasi
dan higienitas dalam perusahaan, prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah
(0,304), prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,121) dan kondisi ekonomi
(0,111).
Kemudian dari hasil pengolahan dengan analisis PHA pada susunan hirarki
tingkat 3 dan 4 maka didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor
penyebab masalah kinerja quality control kurang maksimal yang terdapat pada
Tabel 13.
Tabel 13. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Masalah Kinerja Quality Control kurang maksimal
Tingkat 2 Tingkat 3 Bobot Prioritas Tingkat 4 Bobot Prioritas
141
3. Pengalaman 0,595 1
Inconsistency Ratio: 0,01
1. Umur Ekonomis 0,169 3
2. Teknologi mesin 0,443 1
3. Mesin 0,092 6
3. Perawatan mesin 0.387 2
Inconsistency Ratio: 0,02
1. SOP 0,474 1
2. Pengorganisasian 0,149 3
4.Sistem 0,118 4
3. Pengawasan 0,376 2
Inconsistency Ratio: 0,05
1.Lembaga pemasaran 0,387 2
5. Informasi 2.Buyers 0,169 3
0,199 2
Pasar 3. Relasi bisnis 0,443 1
Inconsistency Ratio: 0,01
1. Kebijakan Pemerintah 0,311 2
2. Kondisi Ekonomi 0,085 4
6. Lingkungan
0,253 1 3. Kondisi Sosial 0,127 3
Eksternal
4. Kondisi Alam 0,477 1
Inconsistency Ratio: 0,03
1. Sarana Produksi 0,212 2
2. Sarana Pengangkutan
0,497 1
7. Sarana 0,169 3 dan Penyimpanan
3. Sarana Administrasi 0,100 4
4. Sarana Kendali Mutu 0,191 3
Inconsistency Ratio: 0,05 Inconsistency Ratio: 0,01
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu yang terdapat pada Tabel 14
maka dapat diketahui bahwa yang menjadi prioritas pertama faktor penyebab
masalah adalah faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,253.
Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui bahwa prioritas pertama
adalah kondisi alam (0,477), prioritas kedua adalah kebijakan pemerintah (0,311),
prioritas ketiga adalah kondisi sosial (0,127) dan kondisi ekonomi (0,085).
Ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu merupakan kendala yang lebih
disebabkan oleh faktor alam dimana supply sumberdaya ikan yang terbatas
dibandingkan jumlah permintaannya serta faktor cuaca dan musim yang sangat
145
Tabel 15. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Job Discription yang Kurang Dipahami Sebagian
Karyawan
Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4
Bobot Prioritas Bobot
Kriteria Kriteria faktor Kriteria Sub Faktor Prioritas
PHA PHA
Masalah Penyebab Penyebab
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab dari job discription kurang dipahami oleh sebagian karyawan
berdasarkan Tabel 15 maka dapat diketahui bahwa yang menjadi menjadi
prioritas pertama faktor penyebab masalah adalah sumberdaya manusia dengan
bobot PHA sebesar 0,287. Kualifikasi sumberdaya manusia sangat berpengaruh
dalam pembagian tugas dan wewenang dalam PT MFI karena dengan kualifikasi
sumberdaya manusia yang sesuai dengan yang dibutuhkan perusahaan maka
pembagian tugas dan wewenang dapat berjalan dengan baik. Untuk kriteria sub
faktor penyebab sumberdaya manusia, kualitas menjadi prioritas pertama dengan
bobot PHA sebesar 0,634, kemudian dilanjutkan dengan kuantitas SDM dengan
bobot PHA 0,174, dan prioritas ketiga adalah pengalaman SDM dengan bobot
PHA sebesar 0,192.
148
Prioritas yang keenam faktor penyebab dari job discription kurang dipahami
oleh sebagian karyawan adalah informasi pasar dengan bobot PHA sebesar 0,074.
Kemudian dengan menggunakan hasil analisis PHA juga dapat diketahui prioritas
pertama kriteria sub faktor penyebab informasi pasar adalah lembaga pemasaran
(0,443) , kemudian prioritas kedua adalah buyers (0,387), dan yang menjadi
prioritas ketiga adalah relasi bisnis dengan bobot PHA sebesar (0,169). PT Maya
Food Industries memiliki kantor pusat di Jakarta yang sekaligus menjadi
perusahaan pemasaran bagi produk Botan sehingga memiliki pengaruh bagi
pembagian tugas dan wewenang dalam perusahaan.
Faktor lingkungan eksternal dengan bobot PHA sebesar 0,065 menempati
prioritas ketujuh dari yang menyebabkan dari job discription kurang dipahami
oleh sebagian karyawan. Kemudian dari sub faktor penyebabnya dapat diketahui
bahwa prioritas pertama adalah kebijakan pemerintah (0,358), prioritas kedua
adalah kondisi sosial (0,346), prioritas ketiga adalah kondisi ekonomi (0,173) dan
kondisi alam(0,123). Faktor lingkungan eksternal hanya berpengaruh relatif kecil
dibandingkan faktor-faktor lainnya dalam job discription kurang dipahami oleh
sebagian karyawan dalam PT Maya Food Industries.
Selanjutnya dengan analisis PHA pada susunan hirarki tingkat 3 dan 4
didapatkan prioritas faktor penyebab dan sub faktor penyebab masalah sistem
pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik terdapat pada Tabel 16.
Tabel 16. Susunan Prioritas Tingkat 3 dan Tingkat 4 Kriteria Penyebab dan Sub
Faktor Penyebab Sistem Pembuatan Laporan Belum Dilaksanakan
dengan Baik
Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4
Bobot Prioritas Bobot
Kriteria Kriteria faktor Kriteria Sub Faktor Prioritas
PHA PHA
Masalah Penyebab Penyebab
1. Kualitas 0,625 1
Dari hasil pengolahan data untuk faktor penyebab masalah dan sub faktor
penyebab masalah sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik
yang terdapat pada Tabel 16 maka didapatkan menjadi prioritas pertama faktor
penyebab masalah tersebut adalah sumberdaya manusia dengan bobot PHA
sebesar 0,364. Kualifikasi sumberdaya manusia sangat mempengaruhi dalam
pembuatan laporan perusahaan yang lebih akurat dan tepat waktu agar
penyampaian informasi dalam perusahaan dapat terlaksana dengan baik. Untuk
kriteria sub faktor penyebab sumberdaya manusia, kualitas menjadi prioritas
pertama dengan bobot PHA sebesar 0,460 kemudian dilanjutkan dengan kuantitas
SDM dengan bobot PHA sebesar 0,210 dan prioritas ketiga adalah pengalaman
SDM dengan bobot PHA 0,240. Hal ini dapat menunjukkan bahwa dalam PT MFI
pembuatan laporan perusahaan belum dilaksanakan dengan baik karena kualitas
sumberdaya manusia yang dimiliki tidak memadai atau belum memiliki
151
selama ini dihadapi oleh perusahaan. Bentuk sosialisasi yang dapat dilakukan oleh
perusahaan diantaranya dengan mengadakan meeting secara periodik dengan
bagian-bagian yang terdapat dalam perusahaan karena selama ini meeting yang
telah dilakukan perusahaan hanya antara pihak top level management dengan
middle management dan jarang melibatkan perwakilan dari tingkat lower
management. Kemudian bentuk sosialisasi struktur organisasi yang ada juga dapat
dilakukan perusahaan melalui program pendidikan dan pelatihan yang
direncanakan oleh bagian management training untuk menjelaskan bentuk struktur
organisasi yang dimiliki oleh PT MFI sekaligus deskripsi pekerjaan dari tiap-tiap
lini pada organisasi karena selama ini training yang dilakukan untuk sebagian
besar karyawan difokuskan pada hal yang berkaitan secara langsung dengan bagian
produksi.
Prioritas kedua alternatif perbaikan menurut persepsi manajemen adalah
perbaikan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan bobot PHA
sebesar 0,258, karena sumberdaya manusia juga menjadi faktor penyebab yang
cukup berpengaruh terhadap terjadinya masalah penerapan manajemen mutu
terpadu sehingga dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat
meningkatkan kualifikasi SDM untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan perusahaan.
Dari data yang didapatkan dalam perusahaan bahwa sebagian besar karyawan dari
PT MFI yakni sebesar 331 orang memiliki tingkat pendidikan lebih rendah atau
sama dengan SLTP sehingga secara rata-rata tingkat pendidikan karyawan PT MFI
masih sangat rendah. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pemahaman konsep
manajemen mutu terpadu yang merupakan perbaikan seluruh level operasi
perusahaan secara terus menerus, sehingga perusahaan perlu meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia yang dimiliki. Salah satu masalah yang terlihat pada
perusahaan yang ditimbulkan oleh aspek sumberdaya manusia adalah dengan
kurang disiplinnya karyawan bagian produksi dalam penggunaan topi apabila
sedang berada dalam ruangan produksi apabila tidak dalam pengawasan oleh
supervisi produksi, meskipun pemakaian topi merupakan standar yang telah
diwajibkan bagi pekerja dalam ruangan proses. Peningkatan kualitas SDM dari PT
MFI dapat dilakukan dengan peningkatan frekuensi pendidikan dan pelatihan dan
juga perbaikan sistem pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan sehingga
155
dapat berjalan dangan efektif. Materi pelatihan yang dilakukan harus disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan dan dengan seleksi peserta dan pengajar yang tepat
untuk dapat meningkatkan sumberdaya manusia dalam perusahaan. Hal lain yang
dapat dilakukan perusahaan adalah dengan sistem recruitmen yang lebih ketat
terhadap calon karyawan PT MFI sehingga terjadi kecocokan antara kualifikasi
yang dimiliki oleh karyawan dengan kebutuhan atau persyaratan dari suatu jabatan
atau pekerjaan sehingga asas the right man on the right job dapat tercapai.
Berfokus pada peningkatan grade PMMT yang dimiliki perusahaan, training yang
dilakukan hendaknya diarahkan berdasarkan konsepsi HACCP, salah satunya
dengan training mekanisme dan cara mengaplikasikan prinsip-prinsip HACCP
dalam yang diikuti oleh Tim HACCP yang telah dimiliki oleh perusahaan, selain
itu juga dapat dilakukan studi banding ke perusahaan pengolahan lainnya yang
memiliki sertifikasi HACCP lebih tinggi sehingga perusahaan dapat mencontoh
teknik-teknik yang dilakukan dalam penerapan HACCP pada perusahaan tersebut.
Salah satu aspek penting dari prinsip HACCP yang belum terlaksanakan dengan
baik oleh perusahaan adalah penetapan prosedur yang efektif dalam pemeliharaan
dan dokumen sistem HACCP serta penetapan prosedur verifikasi yang belum
berjalan dengan baik karena belum efektifnya kinerja tim audit internal sehingga
perusahaan perlu melakukan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan
prinsip-prinsip tersebut.
Alternatif perbaikan yang menjadi prioritas ketiga adalah modernisasi peralatan
dengan bobot PHA sebesar 0,155. Hal ini disebabkan karena dengan modernisasi
peralatan baik mesin maupun sarana-prasarana yang dimiliki PT MFI maka
diharapkan dapat membantu bagian quality control untuk meningkatkan kinerjanya
sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas dan
mengurangi jumlah produk akhir yang tidak sesuai standar. Modernisasi peralatan
yang dilakukan diantaranya adalah dengan penambahan laboratorium mikrobiologi
pada bagian quality control sehingga dapat memudahkan kinerja bagian quality
control serta meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan karena dapat secara
langsung mengetahui kandungan bakteri dan logam-logam berat pada produk
sehingga tidak perlu melakukan uji laboratorium di lembaga lain di luar
perusahaan. Kemudian penggantian mesin seamer juga perlu dilakukan perusahaan
156
tepat waktu serta terjadi kesesuaian dalam laporan antar bagian. Perbaikan sistem
administrasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain dengan
pengumpulan data-data sebelum sistem administrasi dipindahkan, kemudian data-
data tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepentingannya bagi
pengambilan keputusan dalam perusahaan. Sehingga data-data tersebut dapat
diambil kembali dengan mudah oleh pihak manajemen perusahaan. Pengumpulan
data-data perusahaan ini dapat ditugaskan pada karyawan tertentu dalam
perusahaan sehingga memiliki tanggung jawab yang penuh dalam penyimpanan
informasi dalam perusahaan. Alternatif perbaikan ini dapat ditindaklanjuti dengan
alternatif perbaikan dengan prioritas kelima yaitu penerapan sistem informasi
manajemen
Alternatif perbaikan yang menjadi prioritas kelima adalah penerapan sistem
informasi manajemen dengan bobot PHA sebesar 0,093. Sistem Informasi
Manajemen (SIM) menurut Cahayani (2004) adalah serangkaian sub sistem
informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi dan secara rasional terpadu yang
mampu mentransformasi data sehingga menjadi informasi lewat serangkaian cara
guna meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya dan sifat manajer atas
dasar kriteria mutu yang telah ditetapkan. Dengan kata lain SIM adalah sebagai
suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa
pemakai dengan kebutuhan yang sama. Para pemakai biasanya membentuk suatu
entitas organisasi formal, perusahaan atau sub unit dibawahnya. Informasi
menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang terjadi
di masa lalu, apa yang terjadi sekarang dan apa yang mungkin terjadi di masa yang
akan datang. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan
khusus dan ouput dari model matematika. Output informasi digunakan oleh manajer
maupun non manajer dalam perusahaan saat mereka membuat keputusan untuk
memecahkan masalah.
Dengan penerapan sistem informasi manajemen maka perusahaan dapat lebih
cepat untuk mengetahui perkembangan keinginan konsumen dan kebutuhan
konsumen terhadap suatu produk sehingga membantu perusahaan dalam
meningkatkan volume penjualan serta dengan sistem informasi yang baik
perusahaan dapat menjaga hubungan baik dengan pemasok sehingga mampu
158
mengatasi masalah ketersediaan bahan baku ikan yang tidak kontinu untuk
menjamin kontinuitas produksi perusahaan. Sistem informasi manajemen ini juga
dapat mempermudah pengorganisasian pada sistem administrasi perusahaan karena
tiap laporan yang dihasilkan dari tiap-tiap bidang dalam perusahaan dapat diaudit
secara cepat dengan komputerisasi sistem administrasi yang dilakukan oleh
perusahaan. Peningkatan sistem informasi manajemen juga dapat dilakukan
perusahaan dengan pembuatan website sebagai upaya pelayanan terhadap
konsumen maupun calon konsumen serta dapat mempermudah upaya promosi
perusahaan. Peningkatan sistem informasi ini juga dapat berupa peningkatan
pencarian informasi mengenai lingkungan pemasaran seperti konfigurasi demografi
penduduk, khususnya mereka yang menjadi konsumen produk perusahaan,
kemudian informasi mengenai teknologi yang berhubungan dengan kegiatan
perusahaan, politik, budaya masyarakat, pasar, pelanggan, pesaing, pemasok,
perusahaan jasa angkutan dan pergudangan, jasa perusahaan promosi dan
periklanan serta masyarakat secara luas. Informasi ini dapat digunakan perusahaan
untuk merancang strategi bersaing yang tepat bagi perusahaan dengan melihat
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang terdapat dalam lingkungan
internal maupun eksternal perusahaan sehingga perusahaan dapat bersaing dan
mencapai tujuannya. Selain itu dengan diterapkannya sistem informasi manajemen
juga diharapkan dapat meningkatkan grade PMMT yang diperoleh perusahaan
karena dengan adanya SIM perusahaan dapat melakukan validasi dan audit
terhadap dokumentasi penerapan PMMT dengan lebih cepat dan akurat sesuai
dengan prinsip HACCP untuk memudahkan tindakan koreksi yang dilakukan PT
MFI terhadap titik kendali kritis tertentu yang tidak berada dalam kendali
perusahaan.
159
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian mengenai penerapan manajemen mutu terpadu
dalam PT Maya Food Industries di Pekalongan adalah sebagai berikut:
1. Penerapan prinsip MMT sebagian besar sudah dilaksanakan oleh PT MFI
meskipun prinsip keterlibatan karyawan dan komitmen manajemen dinilai
kurang oleh beberapa karyawan yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Sedangkan unsur-unsur MMT telah terdapat dalam perusahaan kecuali untuk
unsur audit internal yang belum dapat terlaksana dengan baik karena belum
efektifnya kinerja tim audit internal dalam perusahaan.
2. Dari analisis diagram Pareto didapatkan lima besar masalah utama dalam
penerapan MMT secara berurutan sesuai dengan persentase tingkat
kepentingannya adalah sebagai berikut job discription kurang dipahami
sebagian karyawan (20,83%), kinerja bagian quality control kurang maksimal
(16,23%), sistem pembuatan laporan belum dilaksanakan dengan baik
(15,28%), ketersediaan bahan baku ikan tidak kontinu (14,93%) dan sanitasi
dan higienitas belum optimal (12,85%). Prioritas alternatif perbaikan yang
diperoleh dengan menggunakan analisis PHA disesuaikan dengan kondisi
perusahaan secara berurutan berdasarkan bobot PHA adalah sebagai berikut
160
6.2 Saran
Setelah melakukan penelitian terhadap penerapan manajemen mutu
terpadu dalam PT Maya Food Industries Pekalongan, ada beberapa hal yang
dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan diantaranya:
1. Perlunya pengadaan laboratorium mikrobiologi sebagai sarana pengujian
produk akhir yang dihasilkan oleh PT Maya Food Industries untuk peningkatan
jaminan mutu yang dapat diberikan perusahaan kepada konsumen serta untuk
peningkatan grade perusahaan dalam penerapan Program Manajemen Mutu
Terpadu (PMMT).
2. Pembentukan kembali tim audit internal sebagai salah satu elemen dari
HACCP yang menjadi konsepsi dasar dari PMMT untuk melakukan
peninjauan kembali sistem HACCP yang telah dilakukan oleh perusahaan dan
menentukan kesesuaian penerapan sistem HACCP dengan persyaratan sistem
HACCP serta mendefinisikan dengan jelas. ruang lingkup audit, frekuensi dan
metodologi yang digunakan.
3. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam PT Maya Food Industries
dengan peningkatan frekuensi dan efektifitas pendidikan dan pelatihan yang
dilakukan perusahaan dan sistem penempatan kerja yang lebih terorganisir
dengan baik sesuai kebutuhan perusahaan.
4. Perlunya penggantian mesin seamer (mesin penutup kaleng) untuk
meningkatkan kualitas pengalengan ikan yang diproduksi dan mengurangi
jumlah kerusakan kaleng dan bahaya fisik, biologi dan kimua yang dapat
ditimbulkan oleh penutupan kaleng yang kurang sempurna.
5. Perlunya peningkatan karyawan bidang Quality Assurance baik dari segi
kuantitas maupun kualitas agar upaya pengawasan dan jaminan keamanan
mutu hasil produksi dari perusahaan dapat dilakukan dengan lebih baik.
161
DAFTAR PUSTAKA
Crosby, Phillip B. 1979. Quality is Free. New York: Mc-Graw Hill Book,Inc.
Dinas Perikanan. 1998. Petunjuk Teknologi Pengolahan Surimi dan Fish Jelly
Product. Semarang: Dinas Perikanan.
Feigenbaum AV. 1991. Total Quality Control. Ed ke-3. New York: Mc-Graw Hill
Book,Inc.
Garvin DA. 1988. Managing Quality. New York: The Free Press
Juran, JM.1993. Quality Planning and Analysis. Ed ke-3.New York: Mc-Graw Hill
Book,Inc.
Macdonald J. 2002. Total Quality Control Yang Sukses dalam Sepekan. Bekasi: PT
Kesaint Blanc Indah Corp
Maxfield FN. 1930. The Case Study. Educ. Res. Bull.9, 1930, pp 117-122
Nasir M. 2003. Metode Penelitian Sosial. Cetakan Keempat. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nasution MN. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Cetakan ke-3. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Saaty TL. 1993. Pedoman Pengambilan Keputusan Bagi Para Manajer. Jakarta: PT
Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
163
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2002. Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/men/2002 tentang
Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. Jakarta: Menteri Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2007. Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.01/Men/2007 tentang
Persyaratan dan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses
Produksi, Pengolahan, dan Distribusi. Jakarta: Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia.
Tjiptono F , Diana A. 2001. Total Quality Management. Ed-Rev. Yogyakarta: Andi.
LAMPIRAN
165
Skala 1: 200.000
Keterangan:
: Lokasi PT Maya Food Industries
Direktur
GM
GM
Kepala bidang
Keuangan & Pembelian Non bahan Ekspor & PPIC Mesin & Pembelian Non
accounting bahan baku baku impor Elektrik bahan baku bahan
pusat ikan lokal baku
pekalong
an
Supervisor
Keterangan :
Berkedudukan di jakarta
Berkedudukan di pekalongan
Keterangan :
receiving
Can washing
Sterilization Receiving
incubation Checking
Storing
Sumber: PT Maya Food Industries (2007)
141
Pencucian
Pembilasan
Perbaikan tekstur
Pengepresan
Penambahananti denaturasi
Pencetakan
Pembekuan
Pengemasan
Pencucian
Pemotongan
Pengisian Medium
Pre-Cooking
Pasturizing
Perebusan
Pengepresan
Pengeringan
Pengemasan
Pengadukan
Pencetakaan
Pengukusan
Pendinginan
Pemotongan
Pengeringan
Pengemasan
Percent
Skor
200
60
150
100 40
50 20
0 0
an al ai
k
in
u al gg
i
na ya
aw im b nt im ra n
ks n pt tin sa in
ry a ga ko o ok r a La
ka m
en ak um as p
i an a ng d ti d b el em na
ag ur an ra
b lk ak a n
tas rp sa
se ro
ik ni a
ya
i an ku ie aw
am o nt ks a h ig a t gn
h C il a b n y an
pa y d an da Da ur
di la it lu
m a h si K
g u b it a
an Q be a n n
r ja n a a
ku r ra ed
i S
n in e po rs
it o K la te
rip ta
n Ke
isc a
b
d bu
Jo em
p
m
i ste
S
Count 60 47 44 43 37 26 16 15
Percent 20,8 16,3 15,3 14,9 12,8 9,0 5,6 5,2
C um % 20,8 37,2 52,4 67,4 80,2 89,2 94,8 100,0
(Sumber: Diolah dari data primer, 2007)