Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGEMBANGAN TERNAK DAN PAKAN LOKAL


“KAMBING PE GUMELAR”

OLEH :

KHIKMATUL I. INDAH D0A016039


WHIRLYDIA VINNY D0A016050
FARADIBA DENANDINI D0A016060
PRADAMUTIA INTAN D0A016073
FANNY NOVIATI N D0A016079
ZAQI FATAHILAH D0A016091

KEMENTERIAN RISET DAN PENDIDIKAN TINGGI


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................2
II. PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1 Sejarah Kambing Peranakan Etawa (PE).......................................................3
2.2 Populasi Kambing Peranakan Etawa (PE).....................................................4
2.3 Deskripsi Kuantitatif Dan Kualitatif Kambing PE Gumelar.........................4
2.3.1 Sifat Kuantitatif.......................................................................................5
2.3. 2 Sifat Kualitatif........................................................................................5
2.4 Produktivitas Kambing Perankan Etawa........................................................6
PENUTUP..............................................................................................................10
Kesimpulan........................................................................................................10
Saran...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, peranakan dan pembibitan kambing etawa telah di mulai
sejak lama dengan pusat pembibitan terbesar ada di wilayah Kaligesing,
Purworejo dan juga Kecamatan Gumelar, Banyumas, provinsi Jawa Tengah. Di
daerah lain, sentra-sentra perenakan etawa (PE) juga mulai berkembang dengan
baik, misalnya di Bogor, Sukabumi, Lampung, Banyuwangi, Palembang, dan juga
Bandung. Kambing etawa merupakan salah satu jenis ternak unggul yang bisa
menghasilkan keuntungan besar bagi para pelaku usahanya. Salah satu jenis
kambing yang banyak diternakkan di Indonesia adalah kambing Peranakan
Etawah (PE).
Peternakan Kambing Peranakan Etawah Gumelar Banyumas
(PEGUMAS) merupakan salah satu kelompok peternak kambing peranakan
etawah yang berlokasi di Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyuma. Usaha
pokok kelompok peternak kambing PE Gumelar Banyumas untuk tujuan
perbibitan dan penggemukan serta untuk produksi susu dengan usaha
pendukung pengolahan pupuk kandang. PEGUMAS mempunyai fokus
untuk mengembangkan kambing PE yang merupakan kambing tipe dwiguna
yaitu menghasilkan anakan atau cempe dan susu.
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu jenis ternak yang
potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu potensi kambing PE yaitu
sebagai ternak penyedia protein baik melalui daging maupun susunya. Saat ini,
upaya pengembangan kambing PE sebagai penghasil susu terus ditingkatkan baik
melalui penelitian maupun pendampingan terhadap kelompok-kelompok peternak
kambing PE.
Kambing Pernakan Etawa (PE) merupakan salah satu kambing yang
dipelihara oleh peternak. Kambing PE ini merupakan ternak dwi guna,
artinya kambing PE dipelihara dengan dua tujuan, yaitu menghasilkan susu
dan daging. Kambing PE merupakan salah satu ras kambing Indonesia.
Kambing ini merupakan hasil silang antara kambing lokal Indonesia (Kambing
Kacang) dengan kambing Etawa.
Kambing Etawa adalah salah satu jenis kambing terpopuler di Asia
Tenggara yang berasal dari distrik Etawah (India). Di sana sering disebut dengan
nama kambing jamnapari. Ditinjau dari peran dan manfaatnya, kambing etawa
termasuk tipe kambing dwiguna yang diternakkan untuk menghasilkan susu dan
juga daging, bahkan sering juga diikutsertakan dalam ajang kontes. Kambing
etawa mempunyai postur tubuh besar, telinga panjang menggantung, bentuk muka
cembung, bertanduk pendek, serta bulu pada bagian paha belakang cukup
panjang. Kambing etawa jantan dapat tumbuh besar dengan bobot mencapai 90
kg, sedangkan betinanya beratnya sekitar 60 kg dan mampu menghasilkan susu
sebanyak 3-4 liter per hari dalam masa puncak laktasi.
Ternak kambing yang memiliki mutu genetik unggul dipilih dalam
menghasilkan anak untuk dijadikan tetua bagi generasi berikutnya. Program
seleksi dapat dilakukan berdasarkan pada ukuran vital tubuh pada cempe
menurut tipe kelahirannya. Mengetahui ukuran tubuh ternak termasuk hal
yang penting, karena dengan mengetahui ukuran-ukuran vital tubuh ternak
dapat diketahui apakah ternak tersebut memiliki bentuk tubuh normal atau
tidak. Berdasarkan pengetahuan dan informasi tentang ukuran vital tubuh
cempe dari tipe kelahiran, diharapkan dapat menjadi pedoman untukusaha
sedini mungkin dalam meningkatkan produktivitas ternak kambing di
Indonesia. Cempe yang berasal dari kelahiran tunggal mempunyai ukuran
vital yang lebih besar daripada cempe yang berasal dari kelahiran kembar dua,
tiga ataupun empat.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui sejarah kambing PE gumelar.
2. Mengetahui deskripsi secara kuantitatif dan kualitatif kambing PE gumelar.
3. Mahasiswa dapat mengetahui distribusi dan populasi kmbing PE gumela
4. Mahasiswa dapat mengetahui reproduksi dan produktivitas kambing PE
gumelar.

2
II. PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kambing Peranakan Etawa (PE)


Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan ternak ruminansia kecil yang
dapat dimanfaatkan sebagai penghasil susu dan daging. Komoditi kambing PE
memberikan kontribusi besar baik dalam peningkatan pendapatan maupun dalam
pemenuhan gizi masyarakat karena kandungan proteinnya cukup tinggi
dibandingkan dengan protein susu sapi (Heryadi dan Ramdani, 2008). Populasi
kambing PE di Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 sebanyak 300 ekor (Badan
Pusat Statistik Banyumas, 2012).
Kecamatan Gumelar merupakan salah satu kecamatan yang merupakan
sentra peternakan kambing PE di Kabupaten Banyumas. Kelompok peternak
kambing PE yang berada di Kecamatan Gumelar salah satunya adalah Kelompok
Tani Ternak pegumas. Kelompok Tani Ternak Pegumas memilih usaha ternak
kambing PE karena memiliki potensi yang sangat besar, diantaranya adalah
menghasilkan susu sebagai produk utama, menghasilkan daging sebagai produk
sampingan dan pemeliharaan relatif mudah dengan sumber pakan yang mudah
diperoleh peternak. Atabany dan Ruhimat (2004) mengemukakan bahwa kambing
PE sangat menjanjikan untuk dikembangkan karena produksi susunya relatif
tinggi mencapai 1 liter/hari dengan panjang masa laktasi 170 hari.
Kelompok Tani Ternak Pegumas merupakan salah satu kelompok yang
mulai menerapkan teknologi pakan silase pada usaha pemeliharaan ternak
kambing PE yang telah diperkenalkan pada tahun 2006 dari hasil studi banding ke
Bangun Karso farm. Teknologi pakan silase di lingkungan Kelompok Tani Ternak
pegumas pada awal diperkenalkan belum seluruh peternak mengadopsi teknologi
pakan silase tersebut, hal ini karena sebagian peternak belum memahami
kelebihan dan kekurangan dari teknologi pakan silase. Adopsi teknologi pakan
silase yang telah diterapkan sebagian peternak menyebabkan peternak mempunyai
stok pakan yang cukup pada musim kemarau, sehingga peternak dapat
mengefisiensikan dalam pengeluaran biaya tenaga kerja. Tetapi dalam pembuatan
pakan silase ada beberapa kelemahan diantaranya adalah memerlukan biaya,
pengetahuan, dan keterampilan peternak (Rhamdani, 2014).

2.2 Populasi Kambing Peranakan Etawa (PE)


Populasi kambing PE sebanyak 3.232.464 ekor dimana 60,37% terdapat di
Pulau Jawa dan terbanyak berada di Jawa Timur (46%). Jumlah populasi kambing
PE tersebut merupakan usaha dengan tujuan sebagai kambing PE dwiguna, belum
khusus untuk produk susu. Populasi kambing PE untuk tujuan diperah diprediksi
hanya mencapai sekitar 5% di Pulau Jawa (Ashari 2016, personal komunikasi),
namun untuk populasinya di luar Pulau Jawa masih sulit diprediksi. Penentuan
prediksi angka peresentase di atas untuk kambing PE didasari oleh salah satu hasil
sampling perhitungan populasi kambing yang di Kabupaten Bogor (Guruh 2016,
personal komunikasi).
Melalui kriteria di atas estimasi jumlah populasi kambing perah PE di
Pulau Jawa sekitar 97.577 ekor atau hanya sekitar 3,02% dari populasi kambing
PE di Indonesia. Prediksi populasi kambing PE terbanyak terdapat di Provinsi
Jawa Tengah (101.745 ekor), diantaranya di lokasi sentra pembibitan kambing
perah adalah di Kaligesing, Purworejo (Astuti & Suherman 2012). Wilayah lain
yang potensial untuk lokasi sumber kambing PE adalah Solo, Yogyakarta,
Cilacap, Banyumas, Tegal dan mulai berkembang di Purbalingga, dimana di
Kabupaten Banyumas, kambing PE paling banyak terdapat di Kecamatan
Gumelar, sekitar 1.000 ekor. Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah kedua
setelah Jawa Tengah yang memiliki populasi kambing PE cukup banyak.
Informasi dari kelompok peternak kambing perah adalah terpusat di Kabupaten
Malang yaitu di Kecamatan Ampelgading dengan populasi mencapai sekitar
53.000 ekor, Kabupaten Lamongan sebesar 12.000 ekor dan Kabupaten
Probolinggo sekitar 2.000 ekor (Sumanto, 2016)

2.3 Deskripsi Kuantitatif Dan Kualitatif Kambing PE Gumelar


Ternak merupakan hasil dari suatu proses domestikasi yang pada akhirnya
akan terbentuk berbagai bangsa ternak. Ternak di Indonesia berdasarkan proses

4
domestikasinya secara umum dikelompokan sebagai ternak asli dan ternak lokal.
ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah
dikembangbiakan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang teradaptasi
pada lingkungan dan atau manajemen setempat. Ternak asli karena berada pada
suatu wilayah tertentu dan bersifat lokalitas maka sering pula disebut sebagai
ternak lokal. Ternak hasil persilangan ini mempunyai besar tubuh serta tipe
telinga sangat beragam dan terdapat diantara kambing kacang dan kambing
etawah sehingga dikenal sebagai Peranakan Etawah (PE) (Kurnianto, 2009).
2.3.1 Sifat Kuantitatif
Sifat kuantitatif yang diamati adalah bobot badan, panjang kepala, lebar
kepala, tinggi kepala, panjang telinga, lebar telinga, panjang badan, lebar dada,
tinggi pundak, lingkar dada, lingkar cannon, dalam dada. Keragaman bobot badan
akibat keragaman lingkungan berdasarkan hasil pengamatan luas lahan kambing
lokal untuk mencari pakan semakin berkurang akibat semakin banyaknya
pemukiman penduduk sehingga pada beberapa peternak sering memberikan pakan
tambahan berupa dedak maupun ampas tahu meski dalam jumlah sedikit untuk
menutupi kekurangan hijauan pakan (Iriawan dan Astuti, 2006).
Pengaruh ukuran-ukuran tubuh terhadap bobot badan, dan pengaruh lokasi
terhadap sifat kualitatif menggunakan analisis chi-square (Iriawan dan Astuti,
2006). Ukuran-ukuran tubuh kambing PE induk di daerah pantai secara umum
lebih rendah dibandingkan dengan daerah pegunungan akibat perbedaan kualitas
dan kuantitas pakan yang dikonsumsi (Rasminati, 2013)
2.3. 2 Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif adalah warna dan pola warna bulu, bentuk tanduk, bentuk
telinga, garis punggung, dan garis muka. Warna bulu yang ditemukan ada 4 warna
meliputi warna bulu hitam, coklat, putih dan abu-abu dan dari keempat warna
bulu yang ditemukan, beberapa diantaranya menunjukan ekspresi pada setiap
individu dengan pola warna polos (1 warna) saja namun beberapa diantaranya
tampak dengan pola tidak polos (lebih dari satu warna) baik berupa kombinasi 2
warna maupun kombinasi dengan 3 warna. Hoda (2008) bahwa warna bulu

5
dominan yang terdapat pada kambing kacang di Maluku Utara secara berturut-
turut adalah warna hitam, coklat, dan putih.
Sifat kualitatif selanjutnya selain warna bulu yaitu Garis Muka, Bentuk
Tanduk, Bentuk Telinga, dan Bentuk Punggung. Menurut Pamungkas (2009)
salah satu ciri utama kambing PE adalah garis profil muka yang cembung
sehingga hasil ini mengindikasikan bahwa ternak kambing beberapa diantaranya
telah memiliki percampuran genetik dengan kambing PE sehingga menyebabkan
sebagian marfologi tubuhnya berasal dari kambing PE dan sebagian berasal dari
kambing lokal setempat.

2.4 Produktivitas Kambing Perankan Etawa


Produktivitas dan indeks reproduksi induk merupakan suatu kriteria
produktivitas yang penting. Penampilan produktivitas kambing merupakan hasil
interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan. Produktivitas kambing
dipengaruhi oleh iklim, paritas, litter size, periode laktasi disamping faktor non-
genetik lainnya seperti pakan dan tatalaksana. Produktivitas induk merupakan
indikator ekonomi yang penting pada usaha peternakan kambing, dan tingkat
produksinya dipengaruhi oleh beragam faktor seperti paritas, litter size, kidding
interval, daya hidup cempe serta pencapaian bobot sapih. Produktivitas induk
merupakan indikator penting sehingga perlu diketahui berapa besar nilainya
(Ahmadu, 2002).
Litter size adalah jumlah anak sekelahiran yaitu banyaknya anak yang
dilahirkan dalam setiap kali melahirkan. Jumlah anak sekelahiran sangat
menentukan terhadap laju peningkatan populasi ternak kambing. Jumlah anak
sekelahiran yang tinggi akan mempengaruhi kenaikan populasi. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan rata-rata jumlah anak sekelahiran pada saat lahir adalah 1,51

6
± 0,43 ekor, sedangkan rata-rata jumlah anak sekelahiran pada saat sapih adalah
1,46 ± 0,54 ekor (Sudewo, 2012).
Deskripsi rataan, sambping baku dan salah baku litter size dari 148 ekor
induk kambing Peranakan Ettawa setiap paritas saat lahir.

Litter size cenderung meningkat dari paritas pertama sampai keenam, dengan
puncaknya pada litter size keenam yaitu 1,96 ± 0,32 ekor. Jumlah anak
sekelahiran mulai menurun pada paritas ketujuh. Jumlah anak sekelahiran
cenderung meningkat dengan meningkatnya umur induk. Hal tersebut diduga
berhubungan dengan hormonal tubuh, karena semakin dewasa induk akan
bertambah sempurna mekanisme hormonalnya. Rata-rata jumlah anak sekelahiran
terus meningkat sampai paritas keenam (Sodiq, 2012).
Tipe kelahiran adalah jenis kelahiran yaitu tunggal, kembar dua atau
kembar tiga pada setiap kelahiran. Tipe kelahiran berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap produktivitas induk. Tipe kelahiran sangat nyata meningkatkan
produktivitas induk. Tipe kelahiran sangat besar pengaruhnya pada kambing,
kelahiran quadruplets mampu memproduksi 32,8 kg lebih banyak daripada
kelahiran tunggal (Sudewo dan Santosa, 2011).

7
Faktor non-genetik seperti jenis kelamin, musim dan tipe kelahiran
mempengaruhi produktivitas induk kambing (Kumar, 2007). Berdasarkan hasil
penelitian Sudewo (2012), tipe kelahiran pada kambing PE meningkatkan
produktivitas induk kambing (P<0,01), sehingga perbaikan produktivitas dapat
dilakukan melalui seleksi dengan memilih induk yang beranak lebih dari satu
untuk dikembangbiakkan, disamping upaya memperpendek jarak beranak. Usaha
untuk meningkatkan produktivitas kambing dapat dilakukan melalui program
pemuliaan, perbaikan efisiensi reproduksi, tatalaksana pemeliharaan dan
perawatan. Program pemuliaan dapat dilakukan melalui seleksi maupun
persilangan, dengan pejantan unggul dari luar. Pengetahuan mengenai faktor-
faktor dan prinsip-prinsip genetik yang mempengaruhi karakteritik produktivitas
sangat dibutuhkan untuk mengimplementasikan program perbibitan dan seleksi
agar berhasil optimal (Zhang, 2009).

8
PENUTUP

Kesimpulan
1. Perbaikan produktivitas dapat dilakukan melalui seleksi dengan memilih
induk yang beranak lebih dari satu untuk dikembangbiakkan, disamping
upaya memperpendek jarak beranak. Usaha untuk meningkatkan
produktivitas kambing dapat dilakukan melalui program pemuliaan,
perbaikan efisiensi reproduksi, tatalaksana pemeliharaan dan perawatan.
2. Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan ternak ruminansia kecil yang
dapat dimanfaatkan sebagai penghasil susu dan daging. Komoditi kambing
PE memberikan kontribusi besar baik dalam peningkatan pendapatan
maupun dalam pemenuhan gizi masyarakat karena kandungan proteinnya
cukup tinggi dibandingkan dengan protein susu sapi.
3. Populasi kambing PE sebanyak 3.232.464 ekor dimana 60,37% terdapat di
Pulau Jawa dan terbanyak berada di Jawa Timur (46%). Jumlah populasi
kambing PE tersebut merupakan usaha dengan tujuan sebagai kambing PE
dwiguna, belum khusus untuk produk susu. Populasi kambing PE untuk
tujuan diperah diprediksi hanya mencapai sekitar 5% di Pulau Jawa

Saran
Perlu dilakukannya pembibitan Kambing PE Gumelar ini agar jumlah
ternaknya makin banyak di Indonesia karena dilihat dari produkstivitasnya yang
cukup bai mampu menghidupi peternak bila dipelihara.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadu, B. and C. E. A. Lovelace, 2002. “Production characteristics of local


Zambian goats under semi-arid conditions”. Small Rum. Res. 45(2):179-
183.

Hoda, A. 2008. Studi Karakterisasi, Produktivitas, dan Dinamika Populasi


Kambing Kacang (capra hircus) untuk Program Pemuliaan Ternak Kambing
di Maluku Utara. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Iriawan, N. dan S. P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik Dengan Mudah


Menggunakan Minitab 14. Andi. Yogyakarta.

Kumar, A, U Singh and AKS Tomar. 2007. “Early growth parameters of Kutchi
goats under organized farm”. Indian Vet. J. 83:105-106
.
Kurnianto. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu. Yogyakarta

Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu, E. Sihite. 2009. Petunjuk Teknis


Potensi Plasma Nutfah Kambing Lokal di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian. Bogor.

Rasminati, N. 2013. Grade Kambing Peranakan Ettawa pada Kondisi Wilayah


yang Berbeda. Jurnal Sains Peternakan Vol. 11 (1), Maret 2013: 43-48

Sodiq, A. 2012. “Non genetic factors affecting pre-weaning weight and growth
rate of Etawah grade goats”. Media Peternakan. April 2012: 21-27

Sudewo, A. A., Santosa, S. A., & Susanto, A. 2012. “Produktivitas Kambing


Peranakan Etawah Berdasarkan Litter Size, Tipe Kelahiran dan Mortalitas
di Village Breeding Centre Kabupaten Banyumas”. Prosiding, 3(1): 1-7

Sudewo, AT dan S.A. Santosa. 2011. “Analisis Sumberdaya Genetik Kambing


Peranakan Etawah di Village Breeding Centre Kabupaten Banyumas”.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Sumberdaya Pedesaan dan
Kearifan Lokal Berkelanjutan. LPPM Unsoed. Purwokerto.

Sumanto. 2016. Diversifikasi Produk Pengolahan Susu Guna Meningkatkan


Keuntungan Usaha Kambing Perah. Wartazoa Vol. 26 (4) : 173-182
Zhang, C.Y., DQ Xu, Xiang Li, Jie Su and LG Yang. 2009. “Genetic and
phenotypic parameter estimates for growth traits in Boer goat”. Livest. Sci.
124: 66–71.

12

Anda mungkin juga menyukai