Anda di halaman 1dari 20

Manajemen Produksi Ternak Sapi Dan Kerbau

“Kambing Perah Daerah Tropis Dan Sub-Tropis”

Kelompok 03
1. Muhammad rizki (1510612029)
2. Ferdian Sunandito (1510612043)
3. Arnol ( 1510612075)
4. Ravi Yandi Pratama (1510612089)
5. Ayu Lestari (1510612117)
6. Nuzul Fattah (1510612137)
7. Rahma Hadina Irfa (1510612142)

Paralel : 04
Dosen : Prof. Dr. Ir. Elliza Nurdin, MS

Fakultas Peternakan

Universitas Andalas

Padang, 2017
Kata Pengantar

Alahamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kami ucapkan atas Kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Manajemen
Produksi Ternak Sapi Dan Kerbau ini. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Produksi Ternak Sapi Dan Kerbau. Kami menyampaikan terima kepada ibu Prof.
Dr. Ir. Elliza Nurdin, MS selaku dosen mata kuliah Manajemen Produksi Ternak Sapi Dan
Kerbau.
Demikian kata pengantar dari penulis, penulis menyampaikan terima kasih atas
perhatian dan koreksi dari berbagai pihak.

Padang, 19 Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR ............ ...............................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................
1.2 Tujuan .............................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................

BAB III PEMBAHASAN .................................................................


3.1 Karakteristik.......................................................................
3.2 Perkembangan Kambing Perah di Sumatera Barat.........

BAB IV KESIMPULAN ......................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu lebih dari yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai
jangka waktu tertentu walaupun anaknya sudah disapih atau lepas susu (Rusman, 2011).
Ternak perah yang saat ini mulai dikenal luas adalah ternak kambing. Ternak kambing cocok
dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan peternak kecil karena mudah dipelihara dan
cepat memberikan hasil (baik itu dari anak, daging, maupun susu), di samping juga
memberikan nilai tambah dari kotorannya sebagai pupuk organik maupun biogas sebagai
alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM) (Luthan, 2011).
Kelebihan lain dari bisnis ternak kambing adalah peternak tidak perlu menunggu lama
untuk kambing memasuki usia dewasa. Selain mudah dalam memeliharanya, modal yang
dibutuhkan juga tergolong kecil. Dalam dua tahun seekor kambing betina dapat beranak
hingga tiga kali. Produktivitas biologis kambing cukup tinggi, 8 – 28% lebih tinggi
dibandingkan sapi (Devendra, 1975). Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi satu
sampai tiga ekor dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses
reproduksinya. Biaya investasi usaha ternak kambing relatif rendah dan pemeliharaannya pun
lebih mudah dibanding sapi. Selain itu ternak kambing termasuk ternak yang memiliki
ketahanan tubuh tinggi, mereka dapat beradaptasi dengan segala iklim dan tidak mudah
terserang penyakit. Kemampuan adaptasi kambing yang baik memungkinkan kambing dapat
hidup berkembang biak dalam berbagai keadaan lingkungan (Rusman, 2011).
Susu merupakan bahan makanan sempurna yang mengandung nilai gizi tinggi
sehingga sangat baik untuk dikonsumsi manusia (Dwidjoseputra, 1990 dalam Yatimin et al.,
2013). Susu yang populer beredar di pasaran adalah susu sapi. Namun demikian susu
kambing kini sudah dikenal dan diminati oleh masyarakat, karena sebenarnya susu kambing
memiliki kandungan protein lebih tinggi dari pada susu sapi dalam kaitannya dengan kalori.
Dilaporkan bahwa susu kambing adalah sebaik susu ibu dan lebih baik dari susu sapi untuk
pemenuhan gizi manusia (Jensen, 1994 dalam Luthan, 2011).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui karakteristik dan bangsa-bangsa kambing perah daerah tropis dan
sub tropis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Atabany (2002) kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat
memproduksi susu dengan jumlah melebihi kebutuhan untuk anaknya. Kambing perah
yang dipelihara biasanya adalah kambing lokal seperti kambing Peranakan Etawah (PE)
yang merupakan bangsa kambing perah yang dapat hidup di daerah tropis

Kambing diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, filum Chordata, sub filum


Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, sub-ordo Ruminantia, famili Bovidae, genus
Capra dan spesies Capra hircus (Ensminger 2002).Pemeliharaan kambing memberikan
pengaruh besar terhadap sistem pertanian pedesaan, karena kambing telah beradaptasi dengan
baik di sebagian besar wilayah Indonesia. Produksi susu kambing telah memberikan
kontribusi sebesar 35% terhadap total produksi susu dunia, atau mengalami peningkatan
cukup berarti dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 9 % (Weinsten 2005).

Kambing Sapera

Kambing Sapera merupakan hasil persilangan kambing Peranakan Etawah (tipe dw


iguna) betina dengan kambing Seanen jantan (tipe perah) atau sebaliknya. Kambing ini mem
iliki bobot lahir dan kinerja pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan induknya (Suta
ma et al., 2009). Kambing PESA (nama lain Sapera) memiliki produksi susu harian lebih b
aik dari pada kambing Peranakan Etawah, tetapi produksinya lebih rendah dari pada ka
mbing Seanen impor dan kambing Seanen keturunan (F1) (Ruhimat, 2003).

Kambing Saanen

Kambing Saanen berasal dari lembah Saanen di Swiss Barat. Kambing ini berwarna
putih, krem atau coklat muda dengan bulu yang panjang atau pendek, telinga tegak, serta
memiliki temperamen yang tenang dan jinak (Blakely & Bade 1992). Kambing Saanen
terkenal sebagai penghasil susu berkualitas dengan kandungan lemak rendah (Winarno &
Fernandez 2007). Kambing jenis Saanen dapat dibedakan dari kambing lainnya yaitu dengan
ciri-ciri utama telinga dengan cuping kearah atas. Telinga kecil, pendek, tegak ke arah depan
dan samping. Kepala kecil dan berbentuk lancip. Selain itu warna bulu biasanya putih atau
krem, ambing serta puting besar dan lunak, induk betina sering melahirkan anak kembar
(Mulyono 2008).
Kambing Peranakan Etawah

Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India
dengan kambing kacang yang penampilannya mirip Ettawa tetapi lebih kecil dengan proporsi
genotipe yang tidak jelas (Balitnak 2004). Ciri khas kambing PE yaitu bentuk muka
cembung melengkung dan dagu berjanggut, di bawah leher terdapat gelambir yang tumbuh
berawal dari sudut janggut, telinga panjang, menggantung dan ujungnya agak melipat, tanduk
berdiri tegak mengarah kebelakang dengan ujung tanduk melingkar, tinggi tubuh (gumba) 70-
90 cm, tubuh besar, pipih, bentuk garis punggung seolah-olah mengombak kebelakang, bulu
tubuh tampak panjang di bagian leher, pundak, punggung, dan paha, bulu paha panjang dan
tebal, warna bulu putih, hitam hingga cokelat (Mulyono 2008). Kambing PE digolongkan
sebagai kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (Adiati et al. 2000).
Kambing PE memiliki ambing yang besar, putingnya panjang. Produksi susunya berkisar
1.0-1.5 liter/ekor/hari sepanjang masa laktasi antara 5-6 bulan, dengan masa kering 2-3 bulan
(Balitnak 2004).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 KARAKTERISTIK

Kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan
jumlah melebihi kebutuhan anaknya (Atabany, 2002). Kambing perah disebut juga kambing
bertipe dwiguna karena selain menghasilkan susu, dagingnya juga bisa dikonsumsi. Namun,
tampaknya lebih pas bila kambing perah disebut sebagai kambing multiguna. Selain
menghasilkan susu dan daging, kambing perah juga menghasilkan anakan yang bisa dijual,
kulit sebagai kerajinan serta menghasilkan pupuk organik dan biogas. ( Kaleka dan Heryadi,
2013).
Pada dasarnya perbedaan antara kambing perah dan kambing pedaging terletak pada
bangsa kambing itu sendiri. Bangsa kambing merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas susu. Hal ini memberikan petunjuk bahwa bangsa kambing yang satu dengan
yang lainnya menghasilkan jumlah susu yang berbeda. Selain bangsa kambing, tipe kambing
juga akan mempengaruhi jumlah produksi susu. Kambing tipe daging akan menghasilkan
produksi susu rendah, karena pada umumnya kambing tipe daging hanya akan mampu
memproduksi air susu sampai pasca sapih anaknya. (Murtidjo, 1993).
 Kambing perah daerah sub-tropis
1) Anglo-Nubian
Nenek moyang kambing perah anglo-nubian adalah kambing jamnapari dan kambing
asal Afrika dari wilayah Nubia. Di Inggris, hasil persilangan kedua jenis kambing itu
disebut anglo-nubian. Kambing ini produksi susunya tidak sebaik kambing-kambing dari
Swiss, tetapi telah terbukti bahwa kambing tersebut paling cocok dikembangkan di daerah
tropis, karena itu telah dikembangkan secara meluas untuk grading-up kambing-kambing
lokal untuk tujuan daging dan susu dibeberapa negara seperti India Barat, Mauritius,
Malaysia dan Phillipina. Di Trinidad, pada puncak laktasi produksi susu mencapai 2 – 4
kg per hari dengan rata-rata 1 – 2 kg per hari. Di Mauritius Anglo-Nubian menghasilkan
susu 221 kg dalam periode laktasi 247 hari. Susu kambing Anglo-Nubian mempunyai
kadar lemak yang tinggi, rata-rata 5,6 %, sehingga kambing tersebut sering disebut
“Jersey cows in the Goat World”. Produksi susunya mencapai 700 kg dalam satu masa
laktasi (Kaleka dan Haryadi, 2013).
 Karakteristik kambing Anglo-Nubian :
 Memiliki telinga panjang menjuntai
 Bulu berwarna merah kehitaman dan coklat kombinasi putih
 mempunyai kaki yang tinggi dengan kulit yang baik dan bulu mengkilap.
 Mukanya konveks (cembung)
 Tidak bertanduk

2) Toggenburg
Swiss merupakan negara yang cocok untuk pengembangbiakan kambing perah. Swiss
memiliki kambing toggenburg yang merupakan tipe kambing perah. Kambing ini sudah
lama diusahakan manusia sebagai penghasil susu. Kambing ini berukuran sedang,
bobotnya 55 kg. Produksi susunya sekitar tiga liter per hari. (Kaleka dan Haryadi, 2013).
 Karakteristik kambing Toggenburg :
 Warna bulu bervariasi dari coklat muda – coklat tua/gelap
 Warna putih pada telinga dengan spot hitam pada bagian tengahnya, dua garis
putih dari sebelah atas mata sampai pada bagian mulut (muzzle)
 Kaki berwarna putih pada bagian dalam, kemudian mulai dari lutut kaki depan dan
kaki belakang sampai pada bagian bawah kaki (feet) seluruhnya berwarna putih
 Kepala berukuran sedang dan garis profilnya sedikit konkav (cekung)
 Telinga berdiri dan mengarah kedepan
3) Saanen
Kambing perah ini berasal dari lembah Saenen, Swiss. Kambing saenen merupakan
kambing perah yang populer di Eropa. Potensi produksi susunya mencapai lima liter per
hari. Karena produksi susunya sangat tinggi, kambing saenen dijuluki sebagai ratu
kambing perah. Sayangnya, kambing saenen agak sulit beradaptasi dengan iklim tropis
dan tidak tahan paparan sinar matahari langsung, sehingga sulit berkembang di Indonesia.
Ukuran tinggi gumba dan berat tubuh kambing jantan 35 inchi dan 185 Ibs., sedangkan
yang betina 30 inchi dan 135 Ibs. (Kaleka dan Haryadi, 2013).
 Karakteristik kambing Saanen :
 Ukuran tubuh besar tapi memiliki kepala relatif kecil, lancip dengan leher yang
relatif panjang
 Telinga berukuran sedang, tegak dan mengarah kedepan
 Warna bulu putih/krem
 Garis profil mukanya lurus atau sedikit cekung
4) Nubian
Kambing Nubian merupakan satu-satunya kambing Afrika yang khusus digunakan
sebagai kambing perah, walaupun strain yang terbaikpun tidak menun-jukkan produksi
susu yang istimewa. Tetapi ambingnya dapat berkembang dengan sangat baik / ideal
sebagai ternak perah, dan kambing ini merupakan progenitor / yang memberikan
darahnya pada kambing Anglo-Nubian. Pada beberapa strain baik yang jantan maupun
betina kambing ini bertanduk tetapi ada juga strain yang tidak bertanduk. Warna bulu
pada umumnya hitam, coklat dan bulunya panjang. Produksi susu 1 – 2 kg per hari atau
120 – 140 kg per tahun dalam dua kali laktasi.
 Karakteristik kambing Nubian :
 Telinga panjang dan menggantung
 Profil muka roman nose, terutama pada kambing jantan
 Bertanduk
 Bulu berwarna hitam, coklat dan berukuran panjang

5) French Alpine
Kambing French Alpine berasal dari pegunungan Alpine. Kambing ini dibawa ke
Amerika berasal dari Perancis (France), dimana kambing-kambing tersebut telah diseleksi
untuk ke-uniform-an, ukuran dan produksinya. French Alpine berukuran lebih besar dan
lebih banyak variasi dalam ukuran dibanding breed dari Swiss yang lain. Kambing betina
dewasa mempunyai ukuran tinggi gumba 29 – 36 inchi dengan berat badan 125 Ibs,
sedangkan yang jantan dewasa mempunyai tinggi gumba 34 – 40 inchi dengan berat
badan 170 Ibs. Kambing betina merupakan excellent milker,mempunyai ambing yang
besar dan bentuknya bagus dengan puting yang ideal.
 Karakteristik kambing French Alpine :
 Warna bulu bervariasi putih, coklat, hitam dan kombinasi bermacam-macam
warna
 Ukuran bulu pendek
 Telinga berukuran sedang, halus dan berdiri
 Badan besar dan mata tajam

6) British Alpine
British Alpine merupakan kambing yang ft-developed menjadi produsen susu yang
baik. Aslinya berasal dari Swiss dan pegunungan Alpine Austria. Seba-gian besar
kambing ash di Eropa adalah grup bangsa Alpine dan penyebarannya luas ke seluruh
Eropa. Kambing-kambing Swiss, French dan Italian Alpine merupakan tipe-tipe kambing
Alpine dan banyak dijumpai di Eropa Tengah dan Utara. Mereka biasa dipelihara dalam
jumlah yang kecil dan ditambatkan dengan sistem feeding stall. British Alpine telah
dimasukkan (introduced)di India Barat, Guyana, Madagaskar, Mauritius dan Malaysia.
Kambing ini mempunyai daya aklimatisasi lebih baik dari pada kambing Saanen.
(Prihadi,1997). Di India barat pernah tercatat produksi lebih dari 4,5 kg perhari pada
laktasi kedua dan ketiga, tetapi di Malaysia dan Mauritikus pengembangan kambing ini
gagal antara lain karena kelembaban yang tinggi (Prihadi,1997).
 Kambing daerah tropis
1) Etawah/Jamnapari
Kambing jamnapari berasal dari India. Kambing ini merupakan ras kambing
penghasil susu yang produktivitasnya paling tinggi di Asia. Produksi susunya bisa lebih
dari tiga liter per hari. Populasi kambing ini banyak terdapat di daerah Etawa, Uttar
Pradesh, India, sehingga biasa disebut sebagai kambing etawa. Kambing jamnapari
merupakan nenek moyang dari beberapa jenis kambing perah di berbagai belahan dunia
seperti kambing anglo-nubian, american-nubian, dan peranakan etawa di Indonesia
(Kaleka dan Haryadi, 2013).
Kambing ini berukuran besar. Bobot tubuh etawa jantan bisa mencapai sekitar 100
kg, sedangkan yang betina cenderung lebih ringan 10 – 20 kg. (Kaleka dan Haryadi,
2013). Produksi susu dapat mencapai 235 kg dalam periode laktasi 261 hari. Di India
produksi susu dapat mencapai 3,8 kg per hari, dan produksi susu tertinggi tercatat 562 kg.
Kadar lemak agak tinggi dengan rata-rata 5,2 %. Karkas kambing jantan dan betina umur
12 bulan dapat mencapai 44 – 45 % berat hidup.
 Karakteristik kambing Jamnapari :
 Gelambir panjang dan bulu lebat dibawah leher
 Tubuh berwarna putih dan coklat/hitam warna kepala
 Kaki belakang memiliki bulu yang lebat
 Telinga menggantung dan panjangnya sekitar 30 cm
 Muka cembung
 Tanduk kecil melengkung kebelakang
2) Damaskus
Kambing damaskus merupakan kambing dataran rendah sekitar Laut Tengah.
Kambing ini paling cocok hidup di daerah penggembalaan yang subur. Bobot tubuh
sekitar 40-60 kg untuk ternak dewasa. Kambing ini merupakan kambing perah yang
berasal dari India. Namun, saat ini banyak dipelihara di Libanon, Syria dan pulau Cyprus
sebagai ternak penghasil daging maupun susu. Hasil susu sekitar 2-6 liter per ekor per
hari. Rata-rata selama 8 bulan laktasi bisa menghasilkan susu antara 300-800 liter per
ekor.
 Karakteristik kambing Damaskus :
 Warna pada umumya merah, atau merah dan outih
 Tidak bertanduk
 Muka konveks
 Daun telinga panjang dan menggantung
 Tinggi gumba 70-75 cm dan berat 40-60 kg

\
3) Beetal
Bangsa kambing ini banyak dijumpai di beberapa distrik di Punyab India, Rawalpindi
dan Lahore di Pakistan barat. Sepintas kambing ini seperti Jamnampari, antara lain profil
mukanya Roman Nose, telinga panjang tetapi jauh lebih kecil dibandingkan telinga
kambing Etawah (Prihadi,1997). Kambing beetal berasal dari Rawalkindi, Pakistan.
Populasinya menyebar sampai di Lahore Punjab, India. Kambing ini termasuk tipe
dwiguna, yaitu diambil susu dan dagingnya. Ciri-ciri kambing ini sangat mirip dengan
kambing jenis etawa.Jenis ini lebih unggul dari jenis etawa karena lebih produktif dan
lebih mudah menyesuaika diri dengan kondisi agro-ekologi. Pada janggutnya terdapat
bulu panjang yang bentuknya melengkung ke depan.
Tinggi gumba jantan dan betina 89 dan 84 cm. Kambing betina dewasa mencapai
berat hidup kira – kira 45 kg. Kambing beetal yang telah diseleksi dan dimuliakan, bisa
menghasilkan susu 4,5 kg per hari atau rata-rata 195 kg susu dalam satu kali masa periode
laktasi selama 224 hari. Kambing ini melahirkan satu kali dalam setahun dan sering
melahirkan kembar.
 Karakteristik kambing Beetal :
 Telinga pendek dan hidung melengkung
 Warna bulu coklat, hitam atau bercak putih
 Wajahnya cembung
 Memiliki tanduk
 Ekor kecil tipis

4) Barbari
Di India bangsa kambing ini telah dikembangkan karena produksi susunya dan area
tubuhnya relative kecil, sedang produksi cukup banyak menyebabkan ternak ini
dipandang sebagai produsen susu yang ekonomis. Kambing ini sering melahirkan kembar
dua atau tiga. Dalam 2 tahun bisa terjadi 3 kali kelahiran.
Tinggi gumba kambing jantan anatara 66-79 cm dan betina 60-71 cm. Kambing
betina dewasa berat hidupnya antara 27–36 kg.Jenis ini banyak dipelihara di daerah India
Utara dan Pakistan Barat, terutama sebagai kambing perah dan pedaging. Kambing ini
sering melahirkan kembar dua atau tiga. Dalam 2 tahun bisa terjadi 3 kali kelahiran.
Sebagai kambing perah, kambing ini bisa menghasilkan susu 144 kg per masa laktasi 235
hari.
 Karakteristik kambing Barbari :
 Bulu-bulu pendek
 Berwarna putih dengan bercak-bercak coklat
 Tinggi gumba jantan 66-69 cm dan betina 60-71 cm

5) Peranakan Ettawa (PE)


Kambing peranakan etawa atau biasa disebut PE merupakan hasil persilangan antara
kambing lokal dengan kamping perah jamnapari atau etawa. Kambing ini merupakan jenis
kambing perah yang potensial dan banyak dikembangkan di Indonesia karena jenis kambing
ini sudah beradaptasi dengan kondisi iklim di negeri ini (Kaleka dan Haryadi, 2013).
Kambing PE memiliki beberapa tipe ras, antara lain sebagai berikut :
a) Peranakan etawa kaligesing
PE kaligesing merupakan hasil persilangan antara kambing jamnapari atau etawa yang
masuk ke Indonesia pada tahun 1930 dengan kambing lokal di daerah Kaligesing,
Purworejo, Jawa Tengah. PE kaligesing mampu memproduksi susu antara 0,5 – 3 liter per
hari. Dalam hal reproduksi, kambing ini memiliki kecenderungan melahirkan anak
kembar atau lebih dari satu. Kambing kaligesing mudah diternak karena mudah
beradaptasi dengan lingkungan dan tidak pilih-pilih pakan (Kaleka dan Haryadi, 2013).
PE kaligesing memiliki ciri fisik antara lain postur tubuh besar, tegap, dan kokoh. Warna
bulunya merupakan kombinasi hitam dan putih, bagian kepala berwarna hitam.
Kepalanya tegak dengan muka cembung. Kambing ini memiliki tanduk yang kecil
melengkung ke belakang Telinganya lebar, panjang, menggantung, dan ujungnya melipat.
Ekornya pendek dan mengarah ke atas atau ke belakang. Kaki belakangnya berbulu lebat
dan panjang (Kaleka dan Haryadi, 2013).
b) Peranakan etawa senduro
Tahun 1947 kambing jamnapari dari Etawa, Uttar Pradesh, India, dimasukkan ke
Indonesia untuk disilangkan dengan kambing menggolo. Kambing menggolo merupakan
kambing lokal di daerah Senduro, Lumajang, Jawa Timur, yang terletak di kaki Gunung
Semeru. Hasil persilangan ini menghasilkan kambing etawa ras senduro atau disebut PE
senduro (Kaleka dan Haryadi, 2013). PE senduro memiliki kemampuan produksi susu
yang sama dengan PE kaligesing, begitu juga dengan reproduksinya. Ciri fisiknya pun
hampir sama, hanya pola warna pada tubuhnya yang berbeda. Bulu kambing PE senduro
didominasi warna putih sehingga sering disebut dengan senduro putih (Kaleka dan
Haryadi, 2013).
c) Peranakan etawa jawarandu
Kambing PE jawarandu merupakan hasil persilangan antara kambing jamnapari atau
etawa dengan kambing kacang yang juga dikenal dengan kambing bligon, gumbolo, atau
koplo. Ciri fisiknya memperlihatkan kemiripan dengan kambing PE kaligesing maupun
PE senduro. Hanya saja, kambing PE jawarandu memiliki warna bulu kombinasi putih
dan cokelat. Potensi produksi susu PE jawarandu bisa mencapai 1,5 liter per hari (Kaleka
dan Haryadi, 2013).

3.2 Perkembangan Kambing Perah di Sumatera Barat

Untuk perkembangan kambing perah di Sumatera Barat, dapat di lihat dari beberapa
kelompok ternak yang terdapat di Sumatera Barat seperti yang terdapat di Jorong Nan Tuo
Nagari Barulak,Kabupaten Tanah Datar, yaitu Ternak kambing Boncah Saiyo yang berada di
bawah Binaan PT. Boncah Utama. Kelompok ternak ini selalu mendapat pembinaan dari
pemerintah dari Dinas peternakan Kab. Tanah Datar. Lokasi tempat pengembangbiakan
kambing perah ini sangat mendukung dan sangat asri, dan lokasi ini juga cocok untuk
dikembangkan sebagai pusat pengembangan parawisata dan pusat pembibitan ternak
kambing etawa.
Keberhasilan yang pernah di peroleh oleh kelompok Tani Boncah Rayo ini pernah
keluar sebagai juara 1 Sumbar dalam Live Stock Ekspo Hari Susu Nusantara yang dibuka
oleh Menteri Pertanian RI. Dalam perkembangannya saat ini ternak kambing Kelompok Tani
Boncah Saiyo saat ini telah mencapai 300 ekor,semuanya merupakan kambing jenis etawa
dan saanen dengan 5 ekor pejantan. Satu ekor kambing menghasilkan susu antara 1,5 sampai
3 liter/haru dengan harga Rp. 30.000/liter.

Selain Kelompok Tani Boncah saiyo sumatera barat juga mempunyai kelompok
pengembanga kambing perah yang terdapat di kota Solok, yang berlokasi di Desa, Air
Angek, Kec Saning Bakar, Solok – Sumatera Barat. Unit bisnis yang dikembangkan tahap
awal ini (April 2012) adalah pembibitan kambing peranakan Boer-Etawa, Boer-Nubian, dan
Etawa-Nubian, nantinya akan dikembangkan pula usaha penggemukan kambing ras super
tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN

Kambing ternak perah dibedakan menjadi dua tipe yaitu kambing perah sub tropis dan
kambing perah tropis. Kambing perah di daerah tropis terdiri dari kambing etawa atau
jamnapari atau jawanradu, damaskus, beetal dan barbari serta kambing peranakan ettawa
(pe). Kambing perah sub-tropis terdiri dari kambing anglo-nubian, toggenburg, saanen,
nubian, french alpine dan british alpine. Masing-masing kambing memiliki ciri dan
karakteristik yang berbeda, walaupun diantaranya ada yang sama. Hasil produksi susudari
tiap jenis kambing pun berbeda-berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Atabany, A. (2002). Strategi Pemberian Pakan Induk Kambing Perah Sedang Laktasi dari
Sudut Neraca Energi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bessant, B.T.W. (2005). Analisis Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat dalam Kaitannya
dengan Kesejahteraan Peternak di Kabupaten dan Kota Bogor. Program Persetujuan
Manajemen dan Bisnis. Bogor.

Blakely, J and D.H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke- 4. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.

Devendra, C. (1975). Goat. Animal Improvement Research Division. Malaysian Agricultural


Research and Development Institute. Malaysia.

Irwansyah. (2012). Ekonomi Manajerial Teori Produksi. Stie Bina Karya. Bukit Tinggi.

Kaleka, N., dan Haryadi, N. (2013). Kambing Perah. Arcita. Surakarta.

Luthan, F. (2011). Pedoman Teknis Pengembangan Budidaya Kambing Perah. Direktorat


Budidaya Ternak. Jakarta.

Muharam, A. (2007). Beternak Kambing Perah. Setia Purna Inves. Jakarta.

Murtidjo, B.A. (1993). Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Nugroho, H. (2011). Manajemen Pemeliharaan Kambing Peranakan Etawa di Peternakan


Bumiku Hijau Yogyakarta. Program Diploma III Agribisnis Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Prihadi, S. 1997. Dasar Ilmu Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM. Jogjakarta

Ramadhani, R. (2012) Produksi (Teori, Fungsi, dan Efisiensi). Sosial Ekonomi Pertanian.
Malang.

Resnawati, H. (2010). Kualitas Susu pada Berbagai Pengolahan dan Penyimpanan. Puslitbang
Peternakan. Bogor.

Rusman. (2011). Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) Berdasarkan Ketinggian
Tempat Pemeliharaan. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yatimin, Triana, S., dan Sunarto. (2013). Jurnal Ilmiah Peternakan. Kajian Total Mikroba dan
Asam Tertitrasi Susu Kambing Peranakan Etawa Selama Satu Periode Laktasi.
Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai