Disusun Oleh:
Nama : Adinda Bella Fadillah
NPM : 19 3101 10105
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam kurikulum PKn. Nilai adalah sesuatu
yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Definisi lain tentang nilai adalah
harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam
fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. Disini, nilai
difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan
seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku. Nilai adalah suatu penetapan atau
suatu kualitas terhadap suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat.
Pancasila terutama dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
menggaris bawahi dengan jelas bahwa Negara Indonesia merupakan Negara
kesatuan yang menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh warga negaranya
tanpa terkecuali. Namun dalam kenyataanya penerapan sila keadian sosial dalam
kehidupan masyarakat Indonesia masih sangat jauh dari cita-cita luhur pancasila.
Di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong,
sebagian kecil masyarakat terutama yang ada di perkotaan justru lebih
mengutamakan kelompoknya, golongannya bahkan negara lain dibandingkan
kepentingan negaranya. Untuk itu sebaiknya setiap komponen masyarakat saling
berinterospeksi diri untuk dikemudian bersatu bahu membahu membawa bangsa ini
dari keterpurukan dan krisis multidimensi.Seperti yang telah kita ketahui bahwa di
Indonesia terdapat berbagaimacam suku bangsa, adat istiadat hingga berbagai
macam agama dan aliran kepercayaan
Pancasila sebagai ideology dasar bagi negara Indonesia juga harus diketahui dan
diterapkan oleh seluruh warga negara Indonesia. Dengan demikian warga negara
Indonesia mengerti dan meyakini Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa dan
mengamalkan Pancasila tersebut dalam setiap langkah mereka. Masih banyak
masyarakat yang belum memahami betul makna yang terkandung dari Sila
pertama sampai ke lima. Banyak masyarakat hanya memahami bacaan dari sila-
sila Pancasila namun belum memahami butir- butirnya sehingga banyak
penyelewengan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penerapan nilai-nilai
Pancasila (nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,
nilai keadilan) seharusnya timbul dan tumbuh di kalangan masyarakat tanpa
adanya rekayasa.Penerapan nilai-nilai Pancasila harus disertai dengan kesadaran
3
masyarakat itu sendiri dalam menjalani kehidupanya serta tidak dipaksakan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadilan Sosial
Menurut Noor Ms Bakry Istilah keadilan berasal dari pokok kata adil, yang
berarti memperlakukan dan memberikan sebagai rasa wajib sesuatu hal yang
telah menjadi haknya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun
terhadap Tuhan. Adil dalam sila Keadilan sosial ini adalah khusus dalam artian
adil terhadap sesama yang dijiwai oleh adil terhadap diri sendiri serta adil
terhadap Tuhan. Keadilan dalam sila kelima ini diartikan sifat-sifat dan keadaan
yang sesuai dengan hakikat adil untuk mengakui hak sesama (1997:124)
Menurut Noor Ms Bakry sosial berasal dari kata “socius” (bahasa latin) yang
berarti kawan atau teman. Dalam bahasa latin ada suatu istilah “homo homini
socius”, yang artinya manusia satu adalah teman manusia yang lain, manusia
memandang manusia lain sebagai teman (1997:126-127)
5
konsep keadilan dalam hukum Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila 45 butir
pengamalan Pancasila seperti yang tertuang dalam P4 (Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) pada Tap MPR No. II/MPR/1978.
Penerapan Pancasila pada umumnya kini masih timpang tindih, banyak yang
memahami secara mendalam, sekedar tahu atau bahkan acuh terhadap Pancasila
itu sendiri. Pancasila dipelajari hanya oleh kaum terpelajar dan negarawan saja.
Bagi penduduk bawah Pancasila hanya di mengerti sila 1 sampai dengan sila 5,
ini dia yang menjadikan penerapan Pancasila hanya berlaku untuk kaum
terpelajar dan negarawan saja. Jika dikritisi, semua rakyat jika memahami betul
apa itu pancasila maka rakyat akan mengerti bagaimana tatanan hidup bersosial
dan bernegara. Sehingga kesejahteraan, keadilan, keamanan mampu tumbuh di
tengah-tengah bangsa Indonesia. Sehingga apa yang diharapkan para pendiri
bangsa dapat diwujudkan di masa-masa kemerdekaan ini. Pancasila terutama sila
ke lima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” yang menjadi topik
utama dalam peaper ini menjelaskan masalah-masalah penghambat maupun
6
solusi yang terjadi di tengah-tengah pembangunan bangsa ini. Berbicara keadilan,
keadilan itu sendiri adalah menaruh sesuatu tepat pada tempatnya, jika tidak maka
belum dapat dikatakan sebagai adil/keadilan. Berbicara keadilan di Indonesia,
rasanya dengan melihat realita keadaan di masyarakat, masih jauh dari kata adil
perbedaan antara si kaya dan si miskin sangat Nampak, apalagi di kota-kota besar.
Pemerintah seakan tak pernah memperhatikan rakyatnya tidur di kolong-kolong
jembatan, di pinggiran rel kereta api, di pinggir-pinggir bantaran sungai dan
memakan makanan yang tak layak konsumsi sedangkan beberapa orang
mendirikan gedung pencakar langit, tidur di apartemen mewah dan ber AC.
Menurut devinisi dari adil di atas realita ini sebenarnya sudah terlihat secara kasat
mata, pemerintah daerah maupun pusat seharusnya menyelesaikan ini terlebih
dahulu, namun kenyatannya setelah berganti 6 pemimpin bangsa persoalan ini
belum juga disentuh, hanya saat kampanye saja para pemimpin memeperhatikan
rakyat kecil. Sebuah pemandangan yang ironis betul, mengingat bangsa
Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sumber daya alamnya dari gunung
hingga dasar laut tak terbatas nikmat yang diberikan Tuhan. Sehingga boleh
dikatakan keadilan di negri ini masih jauh dari kata ada.
7
dan bernegara dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Jika para pemimpin kita
patuh pada Pancasila dan Undang-undang maka ketidak konsistenan ini dapat
dihindari. Pemimpin kita sekarang banyak yang takut dengan partai politik dan
koalisinya tidak takut akan rakyat yang jelas-jelas ada pada undang-undang
bahwa rakyat memiliki kekuasaan tertinggi di Indonesia. Jika berbicara mengenai
keadilan sosial, dimensi yang menonjol adalah dimensi struktural atau
“kesenjangan antara kelompok yang memperoleh banyak dan ada yang sedikit.”
Berkaitan dengan hal ini, upaya pencapaian keadilan sering kali dikaitkan dengan
pengurangan kesenjangan (Sujatmiko, 2006). Jika demikian, realitas di Indonesia
yang menunjukkan lebarnya jurang kesenjangan sosial yang mengantarai kaum
elite dan kaum yang termarjinalkan telah mengindikasikan adanya masalah
ketidakadilan sosial di Indonesia.
Salah satu contoh konkret adalah kasus ketidakadilan yang terjadi di bumi
Papua. Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang dilakukan LIPI pada 2008,
wacana pembangunan dalam perspektif rakyat Papua dimaknai sebagai upaya
negara dalam melakukan marjinalisasi rakyat Papua dan mengenalkan sistem
kapitalisme yang bermuara pada eksploitasi sumber alam di Tanah Papua. Selain
itu, mereka yang relatif lebih diuntungkan dari pembangunan di Tanah Papua
adalah warga pendatang (Widjojo, dkk., 2009).
Ketidakadilan sosial yang dirasakan oleh para penduduk asli Papua ini secara
jelas dinyatakan oleh mantan Ketua DPRD Papua (1974-1977) dan Wakil
Gubernur (1977-1982) Ellyas Paprindey. Menurutnya, perasaan tidak puas,
ketidakadilan bagi rakyat Papua dalam pembangunan—khususnya untuk
meningkatkan kesejahteraan—mengakibatkan munculnya tuntutan kemerdekaan
oleh masyarakat Papua (Maniagasi, 2001). Hal ini juga didukung oleh hasil studi
dan penelitian yang dilakukan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan
Kemitraan Masyarakat Sipil Indonesia (YAPPIKA) yang menyatakan bahwa
para penduduk Papua merasa diperlakukan secara tidak adil oleh pemerintah dan
aparat keamanan yang dianggap lebih berpihak kepada kaum pemilik modal yang
merupakan masyarakat pendatang dibandingkan dengan penduduk asli Papua.
8
Alat-alat produksi juga dikuasai kaum pendatang, sehingga penduduk lokal
sangat tergantung kepada mereka. Selain itu, masyarakat lokal juga sulit
mencapai akses ke pasar, sehingga membatasi pengembangan produk pertanian
dan pengolahan hasil bumi lainnya (Raweyai, 2002). Daftar panjang
ketidakadilan yang diterima rakyat Papua itu ditambah lagi dengan penanganan
konflik di Papua yang cenderung diabaikan atau hanya diselesaikan secara
sepihak, sehingga tidak hanya menimbulkan kebingungan, kecurigaan serta
apatisme di kalangan masyarakat Papua (Widjojo, dkk., 2009).
Melalui kasus di Tanah Papua ini dapat dikatakan bahwa masalah ketidakadilan
sosial kini telah menjadi salah satu masalah utama bangsa Indonesia yang dapat
mengancam kebersamaan dan keintegrasian bangsa. Masalah yang berakar pada
adanya ketimpangan sosial akibat pengimplementasian keadilan sosial yang tidak
sempurna ini akan menimbulkan kecemburuan bagi kaum yang merasa tertindas
dan berdampak pada hilangnya perasaan senasib dan tekad bersama untuk
bersatu sebagai satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Jika kelompok-kelompok
identitas yang menunjukkan adanya gerakan separatis mulai muncul, integrasi
bangsa, yang lebih merupakan suatu ikatan moril, akan terancam keberadaannya.
Masalah keadilan di negri ini yang tak kunjung selesai membuat rakyat
semakin sengsara dan pesimis akan program-program pemerintah yang tidak pro
rakyat kecil. Seharusnya pemerintah melakukan perubahan yang cepat dan dapat
dirasakan langsung oleh rakyat kecil,pemerintah juga seharusnya membuat
program-program yang pro rakyat agar rakyat hidup bahagia dan sejahtera.
Sebagai Negara yang kaya akan SDM dan SDA nya, para petinggi negri ini
seharusnya tidak pusing-pusing untuk pengelolaanya. Namun pemerintah malah
banyak melibatkan pihak asing dalam pengelolaannya, sedangkan masyarakat
pribumi hanya dijadikan budak dinegri sendiri. Ini mungkin yang menjadikan
fenomena di tanah Papua, SDM yang melimpah namun hasilnya di berikan pada
pihak asing, sedangkan rakyat papua hanya mendapatkan segelintir rupiah dari
penjualan emas ber juta-juta kilogram. Jika pemerintah pusat dan daerah benar-
benar berkomitmen mengabdi untuk rakyat berpedoman dan memegang teguh
9
Pancasila dan Undang-undang maka kesejahteraan rakyat adalah harga mati
untuk didapatkan.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebaliknya untuk seluruh rakyat juga harus mematuhi semua aturan yang
dibuat oleh Negara ini. Jika rakyat tidak dapat menerima aturan-aturan yang
dibuat Negara ini, rakyat dapat bersosialisasikan dengan damai tanpa ada
pertumpahan darah antar manusia.
11
Republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila
sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Oleh karena itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara Negara yang secara meluas akan berkembang menjadi
pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Pangeran Alhaj S.T.S Drs., Surya Partia Usman Drs., 1995. Materi
Pokok Pendekatan Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud.
Melano, Mario Olyvius Ora. 2011. Penerapan Sila Keadilan bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Sekolah Tinggi Teknik Informatika dan Komputer Amikom.
Yogyakarta.
Anisa, Farida Nurul. 2011. Penerapan Sila Keadilan Sosial dalam Kehidupan
Masyarakat. STMIK. Yogyakarta.
13