TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Di Susun Oleh :
NPM/NIM : 2007010324
BANJARMASIN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah Toksikologi industri yang berjudul “ POTENSI PEMANFATAAN LIMBAH
INDUSTRI SAWIT TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN SAPI ONGOLE”
Karina Putri
ii
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
PEMBAHASAN ......................................................................................... 6
PENUTUP ................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ............................................................................ 14
B. Saran ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
Sapi Peranakan Ongole terbentuk sebagai Grading Up sapi jawa dengan sapi
Sumba Ongole (SO) disekitar tahun 1930. Sapi PO mempunyai warna kelabu
kehitam-hitaman, dengan bagian leher, kepala dan lutut berwarna gelap
sampai hitam. Bentuk tubuhnya besar dengan kepala relatif pendek, profil dahi
cembung, bertanduk pendek. Punuknya besar mengarah ke leher, mempunyai
gelambir dan lipatan-lipatan kulit di bawah perut dan leher (Hadjosubroto,
1994). Sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Peranakan
Ongole (PO) karena sapi PO lebih banyak dijumpai di masyarakat. Menurut
Sarwono (2003), sapi Ongole adalah sapi keturunan sapi liar Bos indicus yang
berhasil dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu Sumba Ongole (SO) dan Peranakan Ongole (PO).
Persilangan antara SO dengan sapi setempat di Jawa menghasilkan
anakan yang mirip sapi Ongole sehingga disebut dengan istilah Peranakan
Ongole (PO).Populasi sapi potong pada tahun 1991 adalah 10 juta dan dari
jumlah tersebut 46% (4,6 juta) adalah sapi PO. Dari jumlah ini 3,7 juta (80%)
sapi PO berada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pada tahun
2001 perkiraan jumlah sapi potong di Indonesia adalah 11,1 juta terdiri dari
5,4 juta sapi asli dan sapi lokal serta 5,7 juta bangsa sapi lainnya. Dari total
populasi tersebut 7,81% (874.000) berupa sapi PO dan 74,58% berada di Jawa
(Astuti, 2004).
Ciri khas sapi Ongole adalah berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir
longgar dan berleher pendek. Kepala, leher, gelambir (gumba) dan lutut
berwarna hitam, terutama pada sapi jantan. Kulit berwarna kuning dengan
bulu putih atau putih kehitam-hitaman. Tanduk pendek dan tanduk pada sapi
betina berukuran lebih panjang dibandingkan sapi jantan. Telinganya panjang
dan menggantung (Astuti, 2004).
6
B. Bahan Pakan Sapi Potong
Pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak, berupa
bahan organik maupun anorganik yang sebagian maupun seluruhnya
dapat dicerna serta tidak menganggu kesehatan ternak. Pakan yang baik
berpengaruh positif terhadap pertambahan bobot badan, selain itu pakan
merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan (Susetyo,
2001). Hal ini sejalan dengan pendapat Parakkasi (1995) yang menyatakan
bahwa pakan merupakan semua bahan yang bisa diberikan dan
bermanfaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif
terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu
mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak untuk kehidupannya
seperti air, karbohidrat, lemak, protein, dan mineral. Pakan merupakan sumber
zat gizi yang diperlukan untuk hidup pokok dan pertumbuhan.
7
erupakan sumber zat gizi, ternak sapi tidak saja perlu pakan dalam
jumlah yang cukup (kuantitasnya) namun juga diperlukan pakan yang
berkualitas. Kualitas dan kuantitas pakan dapat mempengaruhi pola
pertumbuhan ternak yang bersangkutan sehingga kombinasi keduanya akan
memberikan peluang kepada ternak untuk mendapatkan sejumlah zat gizi yang
dibutuhkan. Ternak yang mampu mengkonsumsi pakan yang lebih banyak maka
produksinya relatif tinggi. Kualitas pakan hijauan rumput dapat ditingkatkan
dengan penambahan konsentrat untuk memacu pertumbuhan pada
penggemukan ternak (Chalidjah, Sariubang, Pongsapan dan Prasowo, 2000).
Pakan ternak adalah segala sesuatu yang dapat diberikan secara langsung
pada ternak untuk dikonsumsi (baik berupa bahan organik maupun anorganik)
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, pertumbuhan, reproduksi serta
laktasi. Pakan dalam hal ini sering diasumsikan sebagai bahan baku pakan yang
telah diolah menjadi pellet, crumble atau mash. Dalam manajemen/tata laksana
pemeliharaan ternak, pakan mempunyai peran yang sangat penting, karena
merupakan komponen biaya terbesar yaitu sekitar 70 % dari total biaya
produksi. Pakan mempunyai peran yang sangat penting bagi ternak, baik
ruminansia, non ruminansia maupun unggas untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya, pertumbuhan, reproduksi, produksi hingga untuk kepentingan
kesehatan ternak. Karena ternak jika diberi pakan yang kurang baik bisa saja
menimbulkan penyakit yang nantinya akan dapat merugikan peternak secara
ekonomi. Pakan yang baik dapat mencukupi seluruh kebutuhan nutrisi yang
diperlukan ternak. Jumlah kebutuhan nutrisi ternak tergantung kepada jenis ternak,
umur, fase pertumbuhan, reproduksi, kondisi tubuh, bobot badan dan kondisi
lingkungan. Sehingga kebutuhan pakan masing-masing ternak tidak sama sesuai
dengan kondisi tersebut. Keterbatasan ketersediaan pakan dapat menyebabkan
8
daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat juga menyebabkan
gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Kendala utama dalam
penyediaan pakan hijauan yaitu produksinya yang tidak tetap sepanjang tahun.
Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala ini perlu dilakukan penerapan teknologi
tepat guna dalam mengolah pakan. Pengolahan dan pengawetan bahan pakan
dapat dilakukan dengan cara fisik atau mekanik, kimiawi, biologis dan
kombinasinya ( Mulyanto,2007).
Pakan suplemen adalah pakan yang diberikan pada ternak yang banyak
mengandung vitamin, mineral yang fungsinya untuk memperkaya kandungan
nutrisi ransum terutama mineral dan vitamin. Pemberian pakan suplemen dalam
bentuk premik.Pakan konsentrat merupakan bahan makanan yang konsentrasi
gizinya tinggi tetap, kandungan serat kasarnya relative rendah dan mudah
dicerna. Konsentrat ini mudah dicerna karena terdiri dari beberapa campuran
bahan pakan yang bersumber dari biji-bijian atau kacang-kacangan, hasil olahan
bahan pangan, limbah pertanian dan limbah industri yang banyak mengandung
protein, vitamin dan mineral. Pakan konsentrat diberikan dalam beberapa bentuk
yaitu bentuk tepung (mash), bentuk pellet, crumble dan kibble. Amoniasi adalah
cara pengolahan kimia menggunakan amonia (NH3) sebagai bahan kimia yang
berfungsi untuk meningkatkan daya cerna bahan pakan berserat sekaigus
meningkatkan kadar N. Untuk mengolah jerami dengan amoniak ada 3 (tiga)
sumber yang dapat digunakan yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam
bentuk larutan dan Urea dalam bentuk padat. Teknik amoniasi ini bisa dilakukan
dengan menggunakan kantong plastik, drum atau silo untuk kapasitas besar.
Proses pembuatan amoniasi ada dua cara, yaitu cara kering ataupun basah.
Perbedaannya hanya terletak pada urea yang dilarutkan atau tidak dalam air.
Jika disimpan dalam jangka panjang, maka jerami amoniasi tersebut harus dijemur
dan dikeringkan di panas matahari selama kurang lebih satu minggu hingga kadar
air mencapai 20%.Siase adalah hijauan pakan ternak ataupun limbah pertanian
yang disimpan dalam keadaan segar (dengan kadar air 60-70%), melalui proses
fermentasi dalam suatu silo. HPT segar memiliki kadar air 75-85%, sehingga
sebelumnya harus dilayukan 2-4 jam. Silo adalah tempat untuk menyimpan pakan
9
ternak yang ada di dalam tanah atau di atas tanah. Tujuan pembuatan silase adalah
sebagai cadangan pakan pada musim kemarau dan untuk menampung/menyimpan
kelebihan produksi serta mendayagunakan sisa pertanian.
Prinsip pembuatan silase yaitu usaha untu mencapai dan mempercepat keadaan
hampa udara dan terbentuknya suasana asam dalam penyimpanan. Jenis hijauan
yang dapat dibuat silase yaitu rumput, sorghum, jagung dan biji-bijian kecil.
Kualitas silase yang baik yaitu : pH sekitar 4, kandungan air 60-70%, bau segar
(tidak berbau busuk), warna hijau masih jelas, tidak berlendir, tidak berbau tengik.
Hay adalah hijauan pakan ternak yang diawetkan dengan cara dikeringkan di
bawah sinar matahari kemudian disimpan dalam bentuk kering dengan kadar air
sekitar 15-20%. (Prahutama,2013).
Air buangan pabrik, yaitu air buangan yang berasal dari air sisa pada
proses kegiatan pabrik. Air buangan berasal dari air bekas cuci, bahan pelarut
10
ataupun air pendingin dari industri yang umumnya air buangan indsutri lebih
sulit dalam pengolahannya karena kandungan di dalamnya berupazat pelarut,
logam berat, zat organik, lemak, garam, zat warna, nitrogen, sulfida, amoniak
dan lain lain yang bersifat toksik.Pengolahan limbah sebagai konsep teknologi
bersih untuk menurunkan dampak negatif pada unsur yang polutan. Zat yang
terdapat pada limbah di antaranya unsur organik tersuspensi, unsur anorganik
serta mikroorganisme. Unsur tersebut dapat dijadikan parameter kualitas air
buangan dalam sifat (Metcalf dan Eddy, 2003).
11
kandungan nutrisinya cukup memadai, jumlahnya melimpah, kontinuitas
terjamin, terpusat pada satu tempat, murah karena dapat diminta secara
cuma-cuma, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, solid memungkinkan untuk menjadi titik tolak
agroindustri pakan. PBB terjadi cepat sekali pada fase-fase sebelum dewasa
tubuh, setelah itu kecepatan pertumbuhan berkurang terus hingga pada ahirnya
akan tetap setalah ternak mencapai dewasa (Tulloh, 1978). Pertumbuhan yang
cepat pada ternak muda dapat dipacu dengan pemberian pakan yang berkualitas
tinggi dan dalam jumlah yang cukup, tetapi untuk ternak dewasa
peningkatan BB yang terjadi sebagai akibat penimbunan lemak (Reddy, 1982).
12
berwarna keputihan. Namun dari hasil pemeriksaan di laboratorium,
kapang tersebut tidak bersifat patogen (Utomo et al. 2002).
Status mutu air adalah kondisi mutu air pada tingkatan tertentu dengan
menunjukan kondisi perairan tercemar atau kondisi perairan baik dengan
sumber perairan yang telah diuji dan diukur berdasarkan parameter-parameter
pencemaran dan metode tertentu dalam waktu tertentu dan membandingkan
hasil uji dengan baku mutu air yang telah ditetapkan. Sumitomo dan Nemerow
(1970) dalam lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
(Nomor 115 Tahun 2003) mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan
senyawa pencemar yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini
dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran (Pollution index). Berdasarkan Kep-
MENLH No. 115 tahun 2003 pasal 2 bahwa penentuan status mutu air dapat
13
menggunakan Metoda STORET atau Metoda Indeks Pencemaran (IP). Indeks
Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat
dikembangkan menjadi peruntukan bagi seluruh badan air atau sebagian dari
suatu sungai. Penentuan status mutu air dengan menggunakan Indeks
Pencemaran (IP) dapat memberikan penilaian dalam keputusan status mutu
badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki
kualitas jika penurunan kualitas akibat adanya senyawa pencemar. Indeks
Pencemaran mencakup berbagai parameter kualitas yang independen dan
bermakna (Sheftiana, 2017).
14
PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Chalidjah, M. Sariubang, P. Pongsapan, dan Prasowo. 2000. Dampak
seleksi pejantan dan perbaikan pakan terhadap bobot lahir anak
sapi Bali di padang pengembalaan. Jurnal Ilmiah Penelitian
Ternak Gowa. 3 (1):7-10.
17
18