Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK POTONG


DI KANDANG MADU MOJOSONGO, BOYOLALI

Disusun Oleh :
1. Nunik Purwanti D21010001
2. Aqila Fatchan Chanin D21010006
3. Dhimas Nur Setiadi D21010011
4. Meylano Novi Pratama D21010016
5. Mutiara D21010021
6. Ya'qub Sulaiman H P D21010026

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS BOYOLALI
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas dari mata kuliah
Manajemen Ternak Potong.
Pada kesempatan ini penulis berterimakasih kepada Bapak Purwadi, S.Pt.,
M.Si selaku pembimbing lapangan yang telah mencurahkan perhatian untuk
membimbing dan mengarahkan penulis hingga dapat menyelesaikan Praktikum
ini.
Penulis mengharapkan agar laporan praktikum ini dapat memberi
wawasan yang luas bagi pembaca hingga dapat membantu dalam solusi ntuk
kegiatan-kegiatan yang bersangkutan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
mungkin masih terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu kritik dan
saran perbaikan sangat diharapkan.
Boyolali, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Tujuan Praktikum..........................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................


2.1 diisi ................................................................................................
2.2 diisi.................................................................................................
2.3 diisi ................................................................................................
2.4 diisi ................................................................................................
2.5 diisi.................................................................................................
2.6 diisi.................................................................................................
2.7 diisi.................................................................................................

BAB III METODE PELAKSANAAN.................................................


3.1 Waktu dan Tempat Pelakasanaan..................................................
3.2 Metode Pelaksanan .......................................................................
3.3 Analisis Data .................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................


BAB V KESIMPULAN.........................................................................
BAB VI DAFTAR PUSTAKA.............................................................
BAB VII LAMPIRAN...........................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sapi potong merupakan komoditas sumber pangan hewani terutama
daging yang bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan
selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan
mencerdaska nmasyarakat. Konsumsi daging di Indonesia terus mengalami
peningkatan. Namun, peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan produksi
daging yang memadai sehingga impor daging selalu dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan daging nasional.salah satu upaya dalam memenuhi
kebutuhan protein hewani pada manusia yaitu dengan pengadaan
penggemukan sapi potong.
Kandang merupakan salah satu faktor penting pendukung berjalannya
suatu usaha agribisnis peternakan. Mulai dari peternakan ternak ruminansia,
non ruminansia dan unggas. Kandang merupakan tempat bagi ternak untuk
melakukan segala aktifitasnya, mulai dari pemberian pakan dan minum,
proses melahirkan, tempat ternak dimandikan, dan lain sebagainya. Kandang
juga melindungi ternak dari berbagai gangguan yang disebabkan oleh
lingkungan, seperti panasnya sengatan matahari, angin yang bertiup kencang,
hujan dan masih banyak lainnya. Kontruksi kandang yang belum sesuai
dengan persyaratan teknis dapat mengganggu produktivitas ternak, kurang
efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap lingkungan
sekitarnya. Kondisi kandang yang tidak leluasa, tidak nyaman dan tidak sehat
akan menghambat produktivitas ternak.
Harga pakan cenderung selalu berubah setiap saat tergantung situasi
dan kondisi politik, alam dan pasar. Masalah yang terjadi adalah kurangnya
kuantitas dan kualitas pakan, harga yang cenderung tidak stabil dan tingkat
ketersediaan yang secara simultan terus berkurang. Semuanya saling kait
mengkait sehingga apabila problem ada di salah satu bagian, hal itu berarti
juga menjadi problem bagian lain pula. Kondisi kualitas pakan di Indonesia
masih memprihatinkan karena umumnya pakan kurang berkualitas, belum ada

1
standarisasi kualitas pakan dan masih beragamnya kualitas masing-masing
bahan pakan.
Kualitas dan kuantitas pakan adalah salah satu faktor sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan usaha peternakan. Pada usaha ternak
ruminansia hampir 70 persen komponen biaya produksi berasal dari pakan.
Untuk itu perhatian terhadap standar asupan nutrisi ini berperan penting untuk
mencukupi kebutuhan pokok (maintenance), perkembangan tubuh dan untuk
kebutuhan reproduksi dari ternak. Implikasi dari kondisi asupan nutrisi ternak
yang kurang, tak jarang dijumpai ternak dengan pertambahan berat hidup
(ADG/ average daily gain) yang masih sangat jauh dari hasil yang diharapkan
baik di tingkat peternakan rakyat skala kecil maupun skala industri.
Kesehatan hewan merupakan syarat mutlak bagi produktivitas
optimumnya. Dalam usaha peternakan sapi potong tanpa status kesehatan
ternak yang baik tidak akan dicapai produktivitas maksimumnya.
Pertambahan bobot harian pada sapi potong yang maksimum hanya akan
diperoleh bila status kesehatan ternak optimum pula. Status kesehatan yang
kurang baik akan berakibat minimumnya pertambahan berat badan harian,
emasiasi, rentan terhadap penyakit lain, kematian ternak maupun pedetnya,
gangguan status reproduksi, rendahnya reproduktivitas dan produktivitas
ternak tersebut. Kesehatan ternak berpengaruh langsung pada produktivitas
sapi potong penghasil bibit maupun sapi bakalan. Status kesehatan sapi
potong sangat mempengaruhi berat badan, perubahan berat badan dan skor
kondisi badan. Sehingga jelas, bahwa kesehatan sapi potong sangat
mempengaruhi produktivitas sapi potong bakalan maupun sapi potong bibit.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui
pola manajemen pakan, manajemen perkandangan, manajemen kesehatan
yang baik dalam rangka mencapai efisiensi produksi yang tinggi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ternak
2.1.1 Sapi Potong
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan
utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai
sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh
besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya
maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa,
efisiensi pakannya tinggi, dan mudah dipasarkan (Santosa, 1995).
Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus
dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti
tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-
sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara
intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan
bobot badan ideal untuk dipotong.
Setiap proses penggemukan sapi, pada akhirnya sapi akan
menjadi penghasil daging. Sapi-sapi yang dipekerjakan sebagai
pembajak sawah atau ternak-ternak perah yang tidak produktif lagi
biasanya akan digemukkan sebagai ternak potong. Umumnya, 7
mutu daging yang berasal dari sapi-sapi afkiran ini tidak terlalu
baik. Meskipun demikian, ada beberapa jenis sapi yang memang
khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristik yang
dimilikinya, seperti tingkat pertumbuhannya cepat dan kualitas
daging cukup baik. Sapi-sapi inilah yang umumnya dijadikan
sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama
beberapa bulan sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang
ideal untuk di sembelih (Abidin, 2002).

2.1.2 Bos Taurus


Bos taurus adalah bangsa sapi yang menurunkan bangsa-
bangsa sapi potong dan perah di Eropa. Golongan ini akhirnya
menyebar ke berbagai penjuru dunia, terutama Amerika, Australia

3
dan Selandia Baru. Belakangan ini keturtunan Bos taurus banyak
diternakkan dan dikembangkan di Indonesia, misal sapi Aberden
Angus, Hereford, Shorthorn, Charolais, Simental, dan Limosin.
2.1.3 Bos Sondaicus
Golongan ini merupakan sumber asli bangsa-bangsa sapi
Indonesia. Sapi yang saat ini merupakan keturunan banteng (Bos
bibos/Bos banteng). Saat ini, keturunanya sapi ini di kenal dengan
nama sapi Bali, sapi Madura, sapi Sumatra dan sapi lokal lainya.
2.2 Manajeman Kandang
Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan
kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang
kelengkapan dalam suatu peternakan (Syarif dan Sumoprastowo, 1985).
Kandang merupakan suatu bangunan yang memberikan rasa aman dan
nyaman bagi ternak. Kandang berfungsi untuk melindungi sapi terhadap
gangguan luar yang merugikan (Sudono et al., 2003). Lokasi kandang
harus dekat dengan sumber air, tidak membahayakan ternak dan tidak
berdekatan dengan pemukiman penduduk. Lokasi usaha peternakan
diusahakan bukan areal yang masuk dalam daerah perluasan kota dan juga
merupakan daerah yang nyaman dan layak untuk peternakan sapi (Syarif
dan harianto, 2011).

1. Teknik Pemotongan Ayam


Proses pemotongan ayam dimulai dari penerimaan/penyimpanan
ayam hidup ayam diistirahatkan beberapa jam sampai tiba waktu
penyembelihan, dilakukan penyembelihan hingga mengeluarkan semua darah

4
proses penyembelihan dilakukan di atas keranjang tempat ayam sehingga
darah mengotori ayam yang berada di dalam keranjang,penyembelihan
dilakukan secara islami dengan memotong esophagus, trachea, vena jugularis
dan arteri carotissampai putus hingga darah dapat mengucur keluar sampai
habis disertai dengan menyebut “bismillahirrahmanirrahim” dan menghadap
kiblat. Selanjutnya yaitu dilakukan pencabutan bulu/pengkulitan, disini tidak
dilakukan pencabutan bulu tetapi langsung dilakukan pengkulitan karena
sesuai dengan permintaan konsumen. dilakuka eviserasi yaitu dengan
menyayat bagian kloaka, seluruh isi perut dikeluarkan (hati, jantung, empedu,
usus dan tembolok). Kemudian penanganan pada jeroan yaitu pembersihan isi
usus, pengemasan hati, ampela dan jantung terpisah dengan usus. Setelah
sudah bersih maka ayam yang telah dipotong dikemas, karkas dan jeroan
dikemas dalam kantong plastic. Langkah selanjutnya yaitu pembersihan alat-
alat pemotongan ayam, pembersihan peralatan hanya dengan mencuci dengan
air dan mengeringkannya dengan kain lap. (Delfita, 2013).
Pemotongan ayam yang dilakukan secara halal dan baik serta
memenuhi persyaratan sanitasi higienis akan menghasilkan karkas utuh atau
potongan karkas yang ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal). Proses
pemotongan ayam meliputi penerapan kesejahteraan antemortem,
penyembelihan ayam, pemeriksaan postmortem, penyelesaian penyembelihan
dan karkas atau daging ayam (Ditjennak, 2010).
Alur proses pemotongan ayam di Rumah Pemotongan Ayam skala
kecil (RPH-A SK) dapat dilihat dari penanganan ayam hidup, pemeriksaan
antemortem, pemingsanan, penyembelihan halal, perendaman air panas,
pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pemeriksaan postmortem, pencucian
dan pendinginan karkas, serta pewadahan karkas. Proses pemingsanan boleh
dilewati karena tergantung kesediaan alat pemingsan. Setelah tiba di RPH-A,
ayam dihitung dan ditimbang. Hal ini penting untuk mengantisipasi jumlah
ayam yang kurang atau untuk mengetahui tingkat susut ayam selama di
perjalanan. Selanjutnya ayam diistirahatkan di lokasi/tempat khusus minimal
2 jam sebelum pemotongan. Pengistirahatan ini bertujuan untuk memulihkan
kondisi ayam, serta menghilangkan stress pada ayam setelah melalui proses

5
penangkapan dan transportasi. Sebelum pemotongan ayam dipuasakan (tidak
diberi makan) namun tetap diberi minum minimal 8-12 jam. Pada tahap
pengistirahatan ayam dilakukan pemeriksaan antemortem yaitu pemeriksaan
kesehatan ayam sebelum pemotongan. Pemingsanan pada ayam dilakukan
dengan air yang dialiri listrik 15-25 volt, 0,1-0,3 ampere, 5-10 detik pada
ayam yang aka dipotong. Jika tidak dilakukan proses pemingsanan maka
segera setelah ayam dikeluarkan dari keranjang (crate) oleh petugas
pemotongan. (Gunawan, 2010).
2. Persiapan Pemotongan Ayam
Sebelum disembelih, ayam-ayam diistirahatkan, agar ayam tidak
stress, sehingga pada proses pengeluaran darah, darah yang keluar menjadi
lancar. Petugas penyembelih adalah seorang muslim yang berusia lebih dari
18 tahun. Petugas penyembelih dalam keadaan sehat. (Rina Delfita, 2013).
Pemotongan ayam secara tidak langsung dilakukan melalui proses
pemingsanan dan setelah ayam benar benar pingsan baru dipotong.
Pemingsanan dimaksudkan untuk memudahkan penyembelihan dan agar
ayam tidak tersiksa dan terhindar dari risiko perlakuan kasar sehingga
kualitas kulit dan karkas yang dihasilkan lebih baik. Pemingsanan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menggunakan alat pemingsanan atau
knocker, dengan senjata pemingsanan atau stunning gun, dengan pembiusan
serta dengan menggunakan arus listrik.(Abubakar, 2003).
Sebelum dipotong ayam diistirahatkan selama 12-24 jam tergantung
iklim, jarak antara asal ayam dengan rumah potong, dan jenis transportasi.
Pengistirahatan dimaksudkan agar ayam tidak stress, darah dapat keluar
sebanyak mungkin saat dipotong, dan cukup energi sehingga proses rigor
mortis berlangsung secara sempurna. Pada dasarnya ada dua cara untuk
mengistirahatkan ayam sebelum disembelih, yaitu dengan dipuasakan dan
tanpa dipuasakan. Maksud dipuasakan adalah untuk memperoleh bobot tubuh
kosong dan untuk mempermudah proses penyembelihan khususnya ayam
yang liar. (Abubakar, 2003).
Tahapan pertama sebelum pemotongan dilakukan pengecekan
terhadap status kesehatan dan asal ayam kemudian diistirahatkan untuk

6
mengurangi stress akibat transportasi, 100 penimbangan, pemeriksaan ante
mortem serta penggantungan ayam. Setelah penggantungan ayam, dilakukan
pemingsanan.dengan aliran listrik melalui air yang mengalir dengan tegangan
15-25 volt, dan.daya 0,1-0,3 ampere selama 5-10 detik. Tujuan dilakukan
pemingsanan adalah untuk mengurangi penderitaan, memudahkan dalam
penyembelihan,.meningkatkan pengeluaran darah (>45%). Kriteria ayam
tersebut pingsan adalah.leher dan sayap terkulai,mata terbuka lebar dan kaki
kaku. (Kadek, 2017).
Pemotongan Ayam dengan pemingsanan dilakukan dengan air yang
dialiri listrik 15 sampai 25 volt, 0,1 sampai 0,3 ampere 5 sampai 10 detik
pada ayam yang akan dipotong seperti yang dilakukan oleh RPA PT Daghsap
Endurance..Tujuan pemingsanan tersebut untuk membuat ayam tidak sadar
sebelum dilakukan penyembelihan, sehingga dapat mengurangi rasa sakit
(aspek.kesejahteraan hewan), mempermudah proses penyembelihan,
mengurangi kepakan sesaat setelah penyembelihan agar mengurangi
munculnya bintik-bintik darah pada karkas dan mempercepat proses
pengeluaran darah. (Edi Suryanto, dkk. 2016)
3. Proses Pemotongan Ayam
2.4.1 Pemingsanan (stunning)
Penyembelihan secara stunning memberikan kemudahan,
kecepatan dan keamanan dalam menyembeli, karna hewan yang sudah
dipingsankan cenderung tidak bergerak, dapat langsung disembelih,
dan tidak akan meronta atau melakukan gerakan yang dapat
membahayakan penyembelih. Adapun tujuan stunning ada dua:
Menghilangkan kesadaran dan perasaan dari hewan yang akan
disembelih, sehingga ketika disembelih, hewan tersebut tidak
merasakan sakit sama sekali serta memmpermudah kerja produksi,
dimana penyembelihan tidak perlu waktu lama untuk
penyembelihannya. Apabila penyembelihan tidak menggunakan
stunning maka produksi yang dihasilkan akan sangat sedikit.
(Ilham,2017).

7
Menurut pendapat MUI, hewan yang roboh dipingsankan di
tempat penyembelihan apabila tidak disembelih akan bangun sendiri
seperti semula keadaannya. Selain itu penyembelihan dengan stunning
tidak mengurangi keluarnya darah mengalir, bahkan akan lebih
banyak dan lebih lancar keluarnya darah sehingga dagingnya lebih
bersih. (Barkan,2014).
2.4.2 Penyembelihan Halal
Petugas potong harus tersertifikasi MUI, melalukan ketentuan
potong secara islami yang telah diatur dalam ketentuan MUI, dan
petugas harusnya mengikuti pelatihan potong oleh MUI. Syarat syah
dan halalnya proses potong terletak pada saat penyembelihan, yakni
pada pembacaan niat dan lafal penyembelihan, cara potong,pisau
potong yang harus sangat tajam. (rony dan etwin,2017).
MUI dalam fatwanya menetapkan bahwa standar hewan yang
boleh disembelih adalah (1) Hewan yang disembelih adalah hewan
yang boleh dimakan.; (2) Hewan harus dalam keadaan hidup ketika
disembelih; (3) Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan
hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.
Standar penyembelih dalam fatwa MUI harus orang yang beragama
Islam dan sudah aqil baligh, Memahami tata cara
Penyembelihan yang dilakukan sudah sesuai dengan syariat
islam yaitu dengan menghadapkan sapi ke arah kiblat kemudian
membaca lafadz basmallah atau bismillahi Allahu akbar sebelum
pisau memotong tiga saluran di leher. Pemotongan dilakukan dengan
memutus tiga saluran yaitu saluran nafas, saluran pencernaan dan
saluran darah. (Suryanto.dkk,2016).
2.5 Pasca Pemotongan
2.5.1 Pencelupan Air Panas
Tujuan pencelupan dengan air panas menyingkirkan sebagian
tanah, feses, dan kontaminan lain yang menempel di bulu. Tetapi,
kontaminan ini dapat menyebar kekarkas lain melalui air pencelup.
(Hanis, dan Sartika, 2013). Setelah disembelih, ayam dicelupkan ke

8
dalam air hangat untuk mempermudah pencabutan bulu. Lama
pencelupan dan suhu air pencelupan tergantung pada kondisi ayam:
perendaman dalam air hangat 50-54°C selama 30-45 detik untuk ayam
muda dan kalkun, perendaman dalam air hangat 55-60°C selama 45-
90 detik, kemudian di masukkan dalam air hangat 50-54°C selama 30
detik untuk broiler. Perendaman pada temperature lebih tinggi dari
58°C dapat menyebabkan kulit menjadi gelap dan mudah terserang
bakteri. (Abubakar, 2003).
2.5.2 Pencabutan Bulu
Pencabutan bulu dilakukan setelah pencelupan kedalam air
panas, dengan memakai mesin pencabut bulu kedua silinder berupa
karet, yang pada kedua permukaannya terdapat duri – duri lunak yang
terbuat dari karet. Kedua silinder berputar dengan arah yang
berlawanan, sehingga jika ayam broiler diletakan didalamnya bulu-
bulu akan terkait dan tercabut dari permukaannya (Metia, 2016).
Pencabutan bulu dapat dilakukan dengan menggunakan dua
macam cara dengan menggunakan mesin (plucker) dan secara manual
menggunakan tangan prinsip yang harus diperhatikan dalam proses ini
adalah mesin plucker harus terjaga kebersihannya. Jari-jari karet
plucker harus diganti secara berkala, dan segera menggani ketika jari-
jari kare ada yang patah. Pencucian dan desinfeksi terhadap mesin
juga harus rutin dilakukan setelah proses pencabutan bulu selesai
karena sifat bulu ayam yang kotor, sehingga kemungkinan terjadinya
pencemaran dapat dihindari (Ditjennak, 2010). Setelah pencabutan
bulu kemudian di masukkan dalam air dingin agar kulit tidak rusak
(Abubakar, 2003).
2.5.3 Pengeluaran Organ Dalam
Setelah selesai pencabutan bulu tahap selanjutnya adalah
pengeluaran organ dalam atau jeroan, kelenjar minyak, dan paru.
Setelah itu organ dalam tubuh dicuci bersih (Metia, 2016).
Proses eviserasi dilakukan dengan menyayat bagian kloaka,
seuruh isi perut dikeluarkan (hati, jantung, empedu, usus dan gizzard).

9
Empedu langsung dipisahkan dari jeroan lainnya untuk mencegah
kemungkinan pecah dan mengotori jeroan lainnya (Delfita, 2013).
Proses pengeluaran organ dalam dimulai dari pemisahan tembolok
dan trachea serta kelenjar minyak bagian ekor. Kemudian pembukaan
rongga badan dengan membuat irisan dari kloaka kearah tulang dada.
Kloaka dan organ dalam lalu dikeluarkan, kemudian dilakukan
pemisahan tiap – tiap organ (Londok, Rompis dan Mangelep, 2017).
2.5.4 Penyimpanan Karkas
Daging broiler pun tidak terlepas dari adanya beberapa
kelemahan, terutama sifatnya mudah rusak (perishable). Sebagian
besar kerusakan diakibatkan oleh penanganannya kurang baik
sehingga memberikan peluang bagi pertumbuhan mikroba pembusuk
dan berdampak pada menurunnya kualitas serta daya simpan karkas.
Karkas broiler sebaiknya segera dimasukkan ke dalam lemari es untuk
mencegah pertumbuhan mikroba pembusuk. Karkas yang akan
disimpan pada suhu dingin pun sebaiknya dalam keadaan terlindung
oleh pembungkus karena perlakuan ini dapat mempengaruhi daya
simpan dan mencegah terjadinya penurunan kualitas karkas selama
penyimpanan dalam lemari es (refrigerator). Pembungkus karkas dari
bahan plastik polyethylene seringkali digunakan karena harganya
murah, mudah didapat di pasaran, serta memiliki daya serap yang
rendah terhadap uap air. Upaya untuk mempertahankan kualitas
karkas sebagaimana diuraikan tersebut ternyata tidak bisa
menghalangi beberapa peristiwa yang berlangsung secara alamiah.
Pada kondisi penyimpanan dingin dan terbungkus, di dalam sel dan
jaringan otot terjadi reaksi kimia yang mempengaruhi sifat-sifat
fisiknya seperti pH, daya ikat air, dan susut masak yang
keseluruhannya merupakan sifat fisik yang mempengaruhi kualitas
daging. (Risnajati, 2010).
2.5.5 Pemotongan Karkas
Karkas unggas adalah bagian dari ternak unggas yang
diperoleh dengan cara disembelih secara halal dan benar, dicabuti

10
bulunya, dikeluarkan jeroan dan abdominalnya, dipotong kepala dan
leher serta kedua kakinya sehingga aman, dan layak dikonsumsi oleh
manusia (permentan, 2009). Paha merupakan salah satu bagian
potongan karkas yang disebut potongan komersial. Paha terdiri dari
dua bagian, yaitu paha bagian atas dan bagian bawah. Paha bagian
atas adalah bagian karkas yang dipotong dari perbatasan persendian
paha (femur), sedangkan paha bagian bawah dipotong dari batas
persendian tulang kering (tibia) (Resnawati, 2004). Potongan
potongan tubuh ayam dan bagian bagian dapat dilihat pada gambar
berikut:

Gambar 1. Bagian bagian potongan ayam


Sumber: www.alatternakayam.com
2.5.6 Pengemasan dan Pelabelan
Pengemasan daging memegang peranan penting dalam
mencegah atau mengurangi kerusakan oleh mikroorganisme serta
gangguan fisik. Pengaruh lain dari kemasan plastik adalah melindungi
produk dari perubahan kadar air karena bahan kemasan dapat
menghambat terjadinya penyerapan uap air dari udara. Jenis plastik
yang popular digunakan untuk pengemasan daging yaitu PE
(polyethylen) dan PP (polyprophylen), karena kedua jenis plastik ini
selain harganya murah, mudah ditemukan di pasaran, juga memiliki
sifat umum yang hampir sama. Plastic Wrap banyak digunakan untuk
membungkus daging beku, keju dan buah. Kemasan jenis plastik PE

11
(Polyethylen), dan PP (Polypropylen) selain memiliki keunggulan
mudah dibentuk, tidak korosif, praktis, permeabilitas terhadap oksigen
dan memiliki daya tembus uap air yang rendah, juga memiliki nilai
ekonomis, sehingga terjangkau dan mudah
2.5.7 Pendinginan dan Penyimpanan Produk
Penyimpanan daging ayam segar yang dilakukan di dalam
ruangan dengan temperature tidak lebih dari 4°C memberikan daya
tahan sekitar tujuh hari. Daging broiler segar disimpan selama empat
hari di dalam ruangan dengan temperature 4°C masih menunjukan
kualitas yang baik (Wowor dkk, 2014).
Produk jadi sebaiknyadikemas untuk melindungi dari
mikroorganisme, tikus, debu, kontaminan luar, cahaya, oksigen, dan
menjaga kelembaban. Produk ayam segar harus disimpan pada suhu
maksimal 4°C sedangkan produk ayam beku harus disimpan pada
suhu maksimal 18°C (Hanis dan Sartika, 2013).

12
BAB III
METODE DAN KEGIATAN
3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 28 November 2023 di PT.
Gemilang Setia Sejahtera Boyolali.
3.2 Metode Kegiatan
Kegiatan Penelitan ini dilaksanakan di Rumah Potong Ayam PT. Gemilang
Setia Sejahtera, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kegiatan ini dilakukan
dengan mengamati tatalaksana dalam pemotongan di Rumah Potong Ayam
PT. Gemilang Setia Sejahtera. Metode kegiatan yang dipakai dalam
Penelitian ini adalah survei.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun tujuan dari proses pengolahan ayam potong di PT. Gemilang Setia
Sejahtera adalah untuk menghasilkan ayam potong yang aman, sehat, utuh dan
halal dengan kualitas terbaik. Proses pengolahan yang terjadi di pabrik ini akan
menghasilkan produk utama yaitu boneless dada dan produk sampingannya
seperti jeroan, kulit, lemak, kepala.
4.1 Uraian Proses Produksi
Proses pengolahan unggas menjadi ayam utuh ataupun ayam potong
secara garis besar dibagi atas beberapa tahapan, yaitu penerimaan ayam,
pengistirahatan, hanging, stuning, killing, bleeding time, scalding, plucking,
neck cutting, vent opening, eviseration, pre chilling, drum chilling, dreeping
line, grading, chilling room, parting, packing l, pengecekan benda asing,
pembekuan, packing ll, penyimpanan freezer, distributuon frozen.
4.1.1 Tahap Penyembelihan
Sebelum dilakukan penyembelihan unggas terlebih dahulu
disetrum (stunning) yang berfungsi sebagai alat untuk membuat ayam
pingsan dalam waktu semetara. Tujuan dari pingsannya ayam tersebut
dilakukan untuk mencegah ayam banyak bergerak pada saat ayam
disembelih sehingga meminimalkan banyaknya sayap dan kaki ayam yang
patah.
Penyembelihan secara stunning memberikan kemudahan,
kecepatan dan keamanan dalam menyembelih, karena hewan yang sudah
dipingsankan cenderung tidak bergerak, dapat langsung disembelih, dan
tidak akan meronta atau melakukan gerakan yang dapat membahayakan
penyembelih. Adapun tujuan stunning ada dua: Menghilangkan kesadaran
dan perasaan dari hewan yang akan disembelih, sehingga ketika
disembelih, hewan tersebut tidak merasakan sakit sama sekali serta
memmpermudah kerja produksi, dimana penyembelihan tidak perlu waktu
lama untuk penyembelihannya. Apabila penyembelihan tidak
menggunakan stunning maka produksi yang dihasilkan akan sangat
sedikit. (Ilham,2017).

14
Unggas yang di gantung kemudian di sembelih secara islami
dengan memotong saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Setelah
dilakukan penyembelihan darah ayam dibiarkan tiris karena apabila darah
ayam tidak tiris sepenuhnya maka akan mengakibatkan penurunan mutu
ayam dan berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroorganisme.
Penyembelihan yang dilakukan sudah sesuai dengan syariat islam
yaitu dengan menghadapkan sapi ke arah kiblat kemudian membaca lafadz
basmallah atau bismillahi Allahu akbar sebelum pisau memotong tiga
saluran di leher. Pemotongan dilakukan dengan memutus tiga saluran yaitu
saluran nafas, saluran pencernaan dan saluran darah. (Suryanto.dkk,2016).
4.1.2 Tahap Scalding
Setelah dilakukan penyembelihan, ayam di lewatkan ke dalam bak
atau alat yang berisi air panas. Alat tersebut dilengkapi dengan pemanas
yang dapat di sesuaikan suhunya dengan besarnya ukuran ayam suhu
berkisar antara 60°C hingga 62°C, hal ini bertujuan untuk meminimalkan
ayam yang rusak atau matang pada prosesnya.
4.1.3 Tahap Plucking
Ayam yang telah melewati bak air panas kemudian dimasukan
kedalam alat pencabut bulu yang dilengkapi dengan karet yang terpasang
di seluruh bagian dinding dari alat tersebut dan diatas alat pencabut bulu
terdapat keran air hal ini bertujuan agar mempennudah proses pelepasan
bulu dengan bantuan dari air.
Pencabutan bulu dilakukan setelah pencelupan kedalam air panas,
dengan memakai mesin pencabut bulu kedua silinder berupa karet, yang
pada kedua permukaannya terdapat duri – duri lunak yang terbuat dari
karet. Kedua silinder berputar dengan arah yang berlawanan, sehingga jika
ayam broiler diletakan didalamnya bulu-bulu akan terkait dan tercabut dari
permukaannya (Metia, 2016).
4.1.4 Tahap Evisceration
Ayam yang keluar dari alat pencabut bulu kemudian digantung
untuk proses pengeluran jeroan dari tubuh ayam dengan cara mebuat irisan
di leher ayam untuk membuang tembolok ayam dengan tujuan agar

15
mempermudah penarikan seluruh isi perut ayam, kemudian membuat
irisan cukup besar di sekitar kloaka kearah tulang dada lalu menarik
seluruh isi perut ayam (jaringan ikat, usus, paru-paru, jantung, hati, ampela
dan empedu) kemudian dilakukan pemisahan ampela ayam dengan usus.
Proses pengeluaran organ dalam dimulai dari pemisahan tembolok
dan trachea serta kelenjar minyak bagian ekor. Kemudian pembukaan
rongga badan dengan membuat irisan dari kloaka kearah tulang dada.
Kloaka dan organ dalam lalu dikeluarkan, kemudian dilakukan pemisahan
tiap – tiap organ (Londok, Rompis dan Mangelep, 2017).
Setelah jeroan dikeluarkan dari ayam selanjutnya ayam di turunkan
dan dipotong leher dan kakinya , kemudian ayam dicuci dan dimasukan
kedalam bak penampung yang berisi es batu dengan suhu 4" sampai
dengan 5' celcius.
4.1.5 Tahap Drum Chilling
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membersihkan karkas ayam
dari sisa-sisa bulu dan kulit, sisa lendir evis, darah, serta untuk mengurangi
kontaminasi bakteri dan kotoran lainnya.
Proses mencuci karkas ayam dilakukan dengan menggunakan air
bersih yang dibuat bersirkulasi. Dengan suhu 12,6°C yang ditambahkan air
es. Pencucian dilakukan selama 20 menit.
Mencuci karkas ayam adalah tahap penting dalam proses
pemotongan ayam karena memastikan bahwa produk ayam siap saji yang
dihasilkan bersih dan higienis, sehingga memastikan kualitas dan
keamanan pangan bagi konsumen.
4.1.6 Tahap Dreeping Line
Setelah proses pencucian daging ayam akan melalui proses
pengeringan/penirisan. Pada proses ini daging ayam akan disortir terdapat
memsr atau tidak, patah atau tidak, jika terdapat kerusakan maka daging
ayam akan di reject. Beberapa faktor yang menentukan kualitas daging
ayam adalah perlakuan selama transportasi (perlakuan kasar, keranjang
terlalu padat, waktu terlalu lama), proses pemotongan (perlakuan kasar,

16
penirisan darah kurang sempurna, pencabutan bulu kurang bersih atau
pencucian kurang bersih) dan faktor genetik (Triyantini dkk., 2000).
4.1.7 Tahap Packing I
Daging ayam yang sudah melalui proses penirisn dan sortir
kemudian dibawa ke meja pembungkusan. Pembungkusan dilakukan
secara manual dengan menggunakan plastik dan meletakan label ukuran
ayam.
Pengemasan ayam potong dilakukan juga secara manual disamping
mesin parting dengan plastik dan meletakan label didalamnya sedangkan
untuk ayam proses setelah selesai pengerjaan kemudian ayam ditimbang
kemudian dikemas dengan plastik lalu diberi label. Kemudian setelah
proses pemberian lebel pada produk, produk di susun kedalam trolley lalu
di masukan kedalam ruangan dingin.
4.1.8 Tahap Chilling
Setelah melalui proses packing perlu disimpan pada suhu yang
rendah untuk memastikan kualitas dan keamanan produk. Chilling
bertujuan untuk memperlambat proses pembusukan dan membunuh
bakteri dan mikroba yang mungkin masih ada pada karkas ayam.
Proses chilling biasanya dilakukan dengan menyimpan karkas
ayam pada suhu antara (-2) s/d 2°C selama beberapa waktu (10-12 jam).
Suhu yang tepat dan waktu penyimpanan yang sesuai akan memastikan
bahwa karkas ayam tetap segar dan tidak rusak selama proses pemotongan.
Sebagai tambahan, proses chilling juga dapat membantu
mengurangi tingkat kelelahan otot pada karkas ayam dan meningkatkan
tekstur dan rasa daging ayam. Oleh karena itu, proses chilling sangat
penting bagi industri pemotongan ayam dan harus dilakukan dengan benar
dan memenuhi standar higienis dan keamanan yang ditetapkan oleh badan
regulasi.

17
BAB V
KESIMPULAN
1. PT. Gemilang Setia Sejahtera merupakan Rumah Potong Ayam
yang menghasilkan produk utama boneless dada dan produk ayam,
jeroan, kulit, kepala, ceker.
2. Proses pengolahan unggas menjadi ayam utuh ataupun ayam
potong secara garis besar dibagi atas beberapa tahapan, yaitu
penerimaan ayam, pengistirahatan, hanging, stuning, killing,
bleeding time, scalding, plucking, neck cutting, vent opening,
eviseration, pre chilling, drum chilling, dreeping line, grading,
chilling room, parting, packing l, pengecekan benda asing,
pembekuan, packing ll, penyimpanan freezer, distributuon frozen.

18
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. 2003. Mutu Karkas Ayam Hasil Pemotongan Tradisional Dan
Penerapan Sistem Hazard Analytical Critical Control Point. Jurnal
Litbang Pertanian. 22(1): 42-48.

19
LAMPIRAN

20
ACARA II : PEMOTONGAN SAPI DI RUMAH POTONG HEWAN

AMPEL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Besarnya permintaan konsumen akan daging, baik regional maupun
nasional, sehingga menuntut pemerintah untuk mengembangkan sektor
peternakan khususnya ternak potong demj mencukupi kebutuhan daging di
masyarakat, pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan sumber protein
hewani.
Permintaan masyarakat terhadap daging yang sehat khususnya daging
sapi sebagai sumber utama protein hewani terus meningkat, oleh karena itu
keberadaan rumah potong hewan sangat diperkukan, yang dalam
pelaksanaannya harua dapat menjaga kualitas, baik dari tingkat kebersihannya,
kesehatannya, ataupun halalnya daging untuk dikonsumsi. Berdasarkan ham
tersebut maka pemerintah mendirikan Rumah Potong Hewan (RPH) di seluruh
daerah di Indonesia.
Suatu industri daging dan pengolahannya merupakan salah satu cabang
industri pemenuhan sumber makanan bagi manusia baik itu yang berupa
daging mentah maupun yang telah diolah. Dalam proses pemenuhannya saling
terkait dengan suatu teknik dimana proses daging tersebut didapat kemudian
diolah. Teknik yang dimaksud yakni teknik pemotongan dari ternak, dimana
teknik pemotongan merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah
daging yang dihasilkan baik seperti tujuannya yaitu untuk menghasilkan
daging yang HAUS (Halal, Aman, Utuh, Sehat).
Salah satu tempat yang tepat untuk mendapatkan daging yang HAUS
khususnya pada ternak yaitu RPH ( Rumah Pemotongan Hewan). Dimana di
RPH ini teknik yang dilakukan dalam pemotongan sudah baik karena sudah
menggunakan teknologi dalam proses pemotongannya tanpa ada campur

21
tangan manusia. RPH merupakan suatu kompleks bangunan yang telah
didesain dan dikontruksi dengan baik sesuai dengan standar yang berlaku.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
dan membedakan tahap-tahap prosesing pemotongan pada sapi.

22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Rumah Potong Hewan
Rumah potong hewan adalah suatu bangunan atau kompleks
bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat
memotong hewan selain ungags bagi konsumsi masyarakat luas (Manual
kesmavet 1993).
Dalam memenuhi kebutuhan akan daging yang baik maka masalah
yang sering dijumpai dalam pengawasan daging adalah tersedianya
tempat/rumah potong hewan/RPH baik yang dimiliki pemerintah
daerah/swasta, yang mana semua hewan disembelih dikerjakan di tempat
ini. Dalam pelaksanaan penyembelihan hewan ini harus ditunjang oleh
peraturan yang menetapkan bahwa semua hewan yang disembelih dan
dikuliti harus dikerjakan di RPH atau tempat lainnya yang fungsinya mirip
dengan RPH. Umumnya petugas mengawasi daging ini bertugas ditempat
RPH yang ada di kota tersebut. Pengawasan ini melakukan pemeriksaan
baik antemortem maupun post mortem pada hewan yang akan atau sudah
disembelih, dan mengadakan pengawasan terhadap RPH sehingga layak
menurut kesehatan, sehingga menjamin adanya penanganan daging yang
baik dan saniter baik pada daging yang menjadi produknya maupun bahan
lainnya yang telah menjadi sampah (Ehleer-Steel, 1997: 53)
Semua hewan yang akan disembelih harus dibawa ke RPH dan
dipungut biaya untuk setiap hewan yang akan disembelih dan dikuliti. Dan
harus tersedia juga suatu ruangan untuk penyimpanan daging secara
dingin. Jika memungkinkan pada RPH dianjurkan untuk memanfaatkan
kembali atau mendaur ulang bahan-bahan yang biasanya tidak digunakan
lagi untuk dijadikan suatu produk tertentu sehingga pengawasan bahan
tersebut bias menjadi lebih efektif dan saniter. Misalnya usu yangs
eharusnya dibuang (di masyarakat dijadikan soto-babat) dibersihkan dan
dipergunakan sebagai bahan pembungkus sosis, darah dan kikisan
daging/tulang dibuat sebagai pakan ternak ikan, atau dijadikan sebagai
bahan pelumas dan lain sebagainya (Ehleer-Steel, 1997: 54).

23
2.4 SNI Rumah Potong Hewan
Rumah pemotongan hewan adalah kompleks bangunan dengan
disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan
hygiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong
selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Pemeriksaan postmortem adalah
pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala dan karkas setelah disembelih yang
dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang. Karkas adalah seluruh,
setengah atau seperempat bagian dari hewan potong hewan yang
disembelih setelah pemisahan kepala, kaki, sampai karkus serta ekor,
pengulitan, pada babi pengerokan bulu setelah pengeluaran isi rongga
perut dan dada. (SNI 01-6159-1999)
Beberapa persyaratan RPH secara umum adalah Merupakan tempat
atau bangunan khusus untuk pemotongan hewan yang dilengkapi dengan
atap, lantai dan dinding, memiliki tempat atau kandang untuk menampung
hewan untuk diistirahatkan dan dilakukan pemeriksaan ante mortem
sebelum pemotongan. Syarat penting lainnya memiliki persediaan air
bersih yang cukup, cahaya yang cukup, meja atau alat penggantung daging
agar daging tidak bersentuhan dengan lantai. Untuk menampung limbah
hasil pemotongan diperlukan saluran pembuangan yang cukup baik,
sehingga lantai tidak digenangi air buangan atau air bekas cucian.
2.5 Pemeriksaan dan Pengawasan Daging
Daging memerlukan pengawasan yang lebih cermat dibandingkan
dengan makanan lainnya selain susu. Hal ini disebabkan karena daging
merupakan bahan pagan yang mudah busuk dan kemungkinan hewan
mengandung bibit penyakit, khususnya penyakit yang dapat ditularkan
kepada manusia, mudah terinfeksi dengan bibit penyakit. Di Amerika
Serikat pengawasan daging dilaksanakan oleh Bereau of Animal Industry
dari dinas Pertanian Amerika Serikat, sedangkan di Negara Indonesia
pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh Dinas Peternakan.

24
Pengawasan daging perlu dilakukan karena daging yang telah
diperiksa oleh biro tersebut ternyata 2% mengandung penyakit dan
sebagian atau seluruh dagig hewan yang bersangkutan diapkir.Dan
didapatkan pula bahwa 10% terna yang dipotong telah terinfeksi dengan
dengan Tuberkulosa. Badan ini juga mengadakan pembatasan dari segi
hukum/perundangan yaitu dengan menentukan bahwa daging yang
berkualitas ekspor saja yang boleh diperdagangkan dan penyembelihan
serta pemotongan hewan hanya boleh diselenggarakan di rumah potong
hewan (RPH) atau pada tempat yang telah ditentukan/diijinkanoleh
petugas kesehatan setempat.Pemeriksaan daging ini dilakukan sebaiknya
sejak dari pusat-pusat penyediaan ternak sampai ketempat RPH, sehingga
menghasilkan daging yang berkualitas dan bebas dari penyakit. Jika
pemotongan hewan ini tidak diatur dengan perundangan maka hewan yang
mutunya rendah dan dicurigai berpenyakit, bias lolos dari pengawasan dan
dagingnya akan dikonsumsi oleh masyarakat.
Selanjutnya juga pada kandang tempat peristirahatan hewan di
RPH, hewan yang akan disembelih jarang atau tidak diperiksa, baik RPH
di kota besar maupun kota kecil, serta kondisi sanitasinya sangat
menyedihkan. Tempat tersebut berbau busuk dan kotor, serta jutaan lalat
berterbangan dan banyak tikus berkeliaran mencari makan. Sampah jarang
dibuang secara layak, dan dibiarkan berserakan begitu saja membusuk dan
tertimbun dan kandang-kandang sampai menutup air limbahnya.
2.6 Daging dan Penanganannya
Daging adalah merupakan bahan pangan yang diperoleh dari hasil
penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan. Hewan-hewan yang
khusus diternakkan sebagai penghasil daging adalah berbagai spesies
mamalia seperti sapi, kerbau, kambing domba dan babi dan berbagai
spesies unggas seperti ayam, kalkun dan bebek atau itik. (Koswara, 2009)"
1. Pemeriksan Ante Mortem
Hewan-hewan yang akan disembelih untuk menghasilkan daging
harus terlebih dahulu diperiksa kesehatannya oleh doktor hewan
atau mantri hewan untuk mencegah kemungkinan terjadinya

25
penularan penyakit dari daging kepada konsumen. Hewan - hewan
yang menderita penyakit menular atau penyakit cacing yang dapat
menulari manusia dilarang untuk disembelih.
Adapun tujuan pemeriksaan antemortem antara lain :
a. Memperoleh ternak yang cukup sehat.
b. Menghindari pemotongan hewan yang sakit/abnormal.
c. Mencegah atau meminimalkan kontaminasi pada alat,
pegawai dan karkas.
d. Sebagai bahan informasi bagi pemeriksaan postmortem.
e. Mencegah penyebaran penyakit zoonosis.
f. Mengawasi penyakit tertentu sesuai dengan undang-
undang.
2. Penyembelihan
Penyembelihan adalah usaha untuk mengeluarkan darah hewan
dengan memotong pembuluh darah pada bagian leher (vena
jugularis). Untuk memperoleh daging yang berkualitas baik,
faktor-faktor yang harus diperhatikan pada waktu penyembelihan
hewan adalah sebagai berikut :
a. Permukaan kulit hewan harus dalam keadaan bersih
b. Hewan harus dalam kondisi prima, tidak lelah, tidak
kelaparan dan tenang
c. Pengeluaran darah harus berlangsung dengan cepat dan
sempurna
d. Perlakuan-perlakuan yang menyebabkan terjadinya
memar dan luka pada jaringan otot harus dihindari
e. Kontaminasi dengan mikroorganisme harus dihindari
dengan menggunakan alat-alat yang bersih.
3. Penyiangan dan Pemeriksaan Pasca-mortem
Setelah penyembelihan, kepala dipisahkan pada batas
tulang kepala dengan tulang leher pertama, kaki pertama dipotong
pada persendian metetarsus, kaki belakang dipotong pada
persendian metacarpus, jeroan dikeluarkan dengan membuka

26
bagian bawah perut secara membujur dan keudian dikuliti.Daging
yang masih menempel pada tulang kerangka hasil dari penyiangan
ini disebut karkas. Khusus pada babi dan unggas tidak dilakukan
pengulitan, akan tetapi dilakukan pencabutan bulu dengan cara
mencelupkan kedalam air mendidih selama beberapa menit
sehingga bulunya mudah dicabut (scalding). Setelah penyiangan,
dilakukan pemeriksaan pasca mortem terhadap karkas dan jeroan
(hati, jantung, limpa, ginjal dan usus) untuk meyakinkan bahwa
karkas tersebut tidak mengandung penyakit yang dapat ditularkan
kepada konsumen melalui daging.(Koswara, 2009)
4. Pelayuan
Pelayuan dari karkas yang dihasilkan setelah penyiangan
bertujuan untuk memberikan kesempatan agar proses-proses
biokimia yang terjadi pada daging setelah hewan mati dapat
berlangsung secara sempurna sebelum daging tersebut dikonsumsi.
Pelayuan ini harus dilakukan untuk memperoleh daging dengan
keempukan dan cita rasa yang baik sebagai hasil dari proses-proses
biokimia yang berlangsung selama pelayuan.
Untuk mencegah terjadinya pembusukan, pelayuan
sebaiknya dilakukan pada suhu rendah (3,6ºC – 4,4ºC) selama
sekitar 12 – 24 jam untuk karkas hewan kecil (babi, kambing dan
domba) dan sekitar 24 – 48 jam untuk karkas hewan besar (sapi
dan kerbau). Untuk karkas unggas pelayuan tidak perlu dilakukan
oleh karena proses-proses biokimia pada daging unggas yang telah
mati berlangsung lebih singkat, yaitu selama penyiangan.Apabila
pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, waktunya harus
lebih singkat agar tidak terjadi pembusukan daging.
5. Pemotongan Karkas
Kecuali karkas unggas, karkas hewan mamalia dibagi
menjadi dua sisi melaui tulang punggung. Kecuali karkas sapi
dewasa, setiap sisi karkas selanjutnya dipotong menjadi potongan-

27
potongan eceran (retall cuts) menurut cara yang bervariasi untuk
setiap negara. (Koswara, 2009)

28
BAB III

METODE PRAKTIKUM

29

Anda mungkin juga menyukai