Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PRODUKSI TERNAK PERAH

“Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah”

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Produksi Ternak Perah

Disusun oleh:

M. Reza Nuriman 200110190323

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan tugas guna memperbaiki nilai mata kuliah Produksi Ternak Perah
dengan judul “Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah” ini dengan sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita semua. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari yang penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Jatinangor, 05 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1

1.3 Tujuan............................................................................................................2

II PEMBAHASAN.................................................................................................3

2.1 Manajemen Perkandangan..........................................................................3

2.2 Manajemen Pakan........................................................................................4

2.3 Manajemen Penyakit dan Kesehatan.........................................................6

2.4 Manajemen Limbah.....................................................................................9

III PENUTUP.......................................................................................................12

3.1 Kesimpulan..................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii

ii
I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di antara ternak perah lainnya, sapi perah merupakan ternak yang


menghasilkan susu sangat baik. Susu yang di produksi oleh sapi perah sangat
bermanfaat terhadap kebutuhan gizi masyarakat. Kualitas dan kuantitas susu yang
dihasilkan harus diperhatikan dari berbagai aspek pendukung peternakan tersebut,
karena faktor lingkungan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap
kualitas dan kuantitas produksi susu yang dihasilkan. Kelalaian ataupun hal yang
tidak kita duga bisa saja menurunkan hasil produksi susu, seperti suasana kandang
dan lainnya.

Sapi perah mulai berproduksi susu ketika selesai periode sapi dara yang
kemudian kawin baik itu dilakukan inseminasi buatan ataupun kawin alam, yang
kemudian berproduksi susu yang disebut periode laktasi selama sekitar sepuluh
bulan. Mengingat setiap periode pada sepi perah memberikan efek terhadap
produksi susu, karena itu penting bagi kita untuk mengetahui sistem manajemen
pemeliharaan sapi perah.

Pengkondisian dan manajemen ternak ataupun kandang harus diperhatikan


untuk mendukung sapi tersebut, beberapa diantaranya adalah manajemen
pemeliharaan, manajemen pakan, manajemen perkandangan, dan manajemen
kesehatan. Beberapa hal tersebut telah dirangkum dalam makalah kali ini yang
bersumber jurnal ataupun buku yang tervalidasi. Harapannya adalah agar pembaca
dapat memahami apa itu manajemen serta manajemen apa saja yang harus
dilakukan dalam pemeliharaan sapi periode dara bunting.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana manajemen perkandangan sapi perah?
2. Bagaimana manajemen pakan sapi perah?
3. Bagaimana manajemen penyakit dan kesehatan sapi perah?

1
4. Bagaimana manajemen limbah sapi perah?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui manajemen perkandangan sapi perah
2. Untuk mengetahui manajemen pakan sapi perah
3. Untuk mengetahui manajemen penyakit dan kesehatan sapi perah
4. Untuk mengetahui manajemen limbah sapi perah

2
II

PEMBAHASAN

Sapi perah merupakan hewan ternak penghasil susu utama dalam


mencukupi kebutuhan susu dunia bila dibandingkan dengan ternak penghasil susu
lain. Hal ini terjadi karena produksi susu sapi perah merupakan yang tertinggi
diantara ternak perah lainnya. Blakely dan Bade (1994) menyatakan bahwa,
produksi susu sapi perah FH di negara asalnya berkisar 6.000 – 7.000 liter dalam
satu masa laktasi. Karena menjadi pasokan utama dan produksi susunya yang
tinggi, dalam pemeliharaannya, sapi perah selalu diarahkan pada peningkatan
produksi susu. Terdapat beberapa manajemen pemeliharaan sapi perah yang
harus diperhatikan, seperti manajemen perkandangan, manajemen pakan dan
manajemen penyakit.

2.1 Manajemen Perkandangan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kandang merupakan bangunan
tempat tinggal binatang; ruang berpagar tempat memelihara binatang. Kandang
merupakan salah satu faktor lingkungan hidup ternak yang dapat mempengaruhi
reproduksi dan produktivitas susu yang dihasilkan. Sehingga kandang seharusnya
mampu memberikan rasa kenyamanan dan keamanan (Sudono dkk, 2003) serta
melindungi ternak dari gangguan ataupun ancaman luar yang dapat merugikan
(Nurdin, 2011). Menurut Kemendikbud, pembuatan kandang sapi perah perlu
memperhatikan beberapa persyaratan yang terdiri dari :
a. Luas kandang disesuaikan dengan jumlah sapi perah yang akan dipelihara.
b. Alas kandang padat dan tidak terlalu keras.
c. Ventilasi kandang berfungsi dengan baik.
d. Hindari angin bertiup langsung ke arah sapi perah.
e. Matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang.
f. Kandang selalu kering dan bersih.
g. Kandang dan sekitarnya tetap tenang dan aman.

Achmad Firman (2010) mengemukakan bahwa, terdapat tiga tipe kandang


sapi perah, yaitu:

3
1. Conventional Type
Jenis kandang di mana sapi perah diikat dalam satu kandang, semua
aktivitas dilakukan pada kandang tersebut mulai dari makan, pemerahan,
pelayanan Insemenasi Buatan (IB), pelayanan kesehatan, dan tempat istirahat
ternak. Posisi ternak yang dipelihara di dalam kandang diposisikan sejajar, atau
lazim disebut sistem stall. Susunan stal ada tiga macam yaitu stall tunggal, stall
ganda tail to tail, dan stall ganda face to face.

2. Loose Housing
Jenis kandang di mana aktivitas memerah, makan, dan istirahat dilakukan
di tempat yang terpisah. Ada beberapa tipe jenis kandang Loose House ini, akan
tetapi semua jenis tersebut memiliki fasilitas yang kurang lebih sama; tempat
istirahat, kandang pedet/induk bunting tua/induk melahirkan, tempat pakan dan
minum, tempat exercise, holding area, serta tempat pemerahan.

3. Freestall System

Kandang free stall ini merupakan manifestasi dari penerapan animal


welfare di dalam peternakan. Kandang dengan tipe free stall ini merupakan salah
satu tipe kandang modern yang membebaskan ternak untuk makan, minum, dan
tidur sesuai kemauannya sendiri dan tidak dimandikan sesuai dengan alam
naturalnya. Harapannya, reproduksi maupun produktivitas ternak yang
ditempatkan di kandang free stall lebih meningkat karena tidak ada paksaan untuk
melakukan makan, minum, tidur dan mandi. Namun, kekurangan dari tipe
kandang ini adalah biaya yang mahal dalam pembangunannya, sehingga masih
jarang peternak yang memakai kandang tipe free stall di peternakannya.

2.2 Manajemen Pakan


Manajemen pakan sangat penting bagi sapi perah, apabila nutrisi sapi perah
tidak terpenuhi, maka sistem metabolisme sapi tersebut dapat terganggu dan dapat
terkena Milk Fever atau Demam Susu. Oleh karena itu pemberian pakan
berkualitas nutrisi baik diharapkan dapat menunjang pertumbuhan yang terus
menerus dan memungkinkan membutuhkan tambahan gizi agar kondisinya tetap
baik dalam masa bunting. Pemenuhan nutrien bagi ternak bertujuan untuk :
4
a. Memenuhi kebutuhan hidup pokok
b. Mempertahankan produktivitas
c. Mendukung berbagai proses produksi lain seperti kebuntingan dan lain-lain.
Kebutuhan nutrisi yang utama bagi sapi dara bunting adalah kebutuhan
hidup pokok untuk fungsi fisiologis yang normal, produksi susu, perkembangan
anak(janin), dan pertumbuhan pada sapi betina muda. Anak sapi membutuhkan
zat makanan untuk hidup pokok dan pertumbuhan, sapi dara umur satu tahun yang
dikawinkan perlu didukung untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, dan
reproduksi. Mengingat hal tersebut, cara menentukan kebutuhan nutrisi ternak
perah menjadi prioritas yang perlu diperhatikan. Misalnya saja menentukan
kebutuhan nutrisi untuk hidup pokok dengan untuk produksi dimana kebutuhan
nutrisi yang perlu diperhatikan yaitu kebutuhan energi, protein, mineral dan
vitamin. Sehingga Presentasi yang baik akan meningkatkan produktivitas susu
dari sapi perah tersebut
Nutrien dapat dikelompokkan menjadi : energi, protein, karbohidrat,
mineral, dan vitamin. Apabila di dalam pakan yang disajikan terjadi kekurangan
nutrien tersebut diatas maka tingkat produktivitas dan reproduksi ternak akan
terganggu. Pada sapi dara bunting dan sapi perah laktasi pertama, kebutuhan
terhadap protein relatif cukup tinggi guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan
kerangka tubuh dan produksi. Kebutuhan terhadap energi juga relatif cukup
tinggi, sapi dara bunting memerlukan asupan energi yang sesuai untuk
mempertahankan produktivitas dan reproduksinya, terutama untuk pembentukan
jaringan fetus dalam uterusnya. Mineral dan vitamin pada umumnya tidak sebagai
faktor pembatas yang dominan terhadap produksi, dan ternak mengambil sebagian
besar nutrien ini dari pakan hijauan yang dikonsumsinya.
Terdapat 3 jenis pakan untuk ternak sapi dara, yaitu hijauan, konsentrat
dan pakan tambahan seperti vitamin dan mineral. Hijauan yaitu bahan pakan
utama ternak ruminansia yang berupa rumput dan daun-daunan. Hijauan
dikelompokkan menjadi hijauan segar, hijauan limbah pertanian, hijauan awetan,
dan limbah pengolahan pertanian (Rukmana, 2005). Pengelompokan hijauan
dapat dilakukan juga dengan cara yaitu hijauan liar (tidak sengaja ditanam dan
tumbuh dengan sendirinya) dan hijauan yang dibudidayakan (sengaja ditanam dan
dipupuk). Hijauan liar meliputi berbagai jenis rumput, leguminosa dan tanaman
lainnya, sedangkan hijauan yang dibudidayakan hanya satu spesies rumput
5
tertentu yang ditanam atau campuran dengan spesies rumput lainnya (Darmono,
1993).
Konsentrat merupakan pakan dengan kandungan serat kasar relatif rendah
dan mudah untuk dicerna. Konsentrat berfungsi untuk dapat meningkatkan dan
memperkaya nilai nutrisi dalam bahan pakan lain yang nilai nutrisinya rendah
(Retnani dkk., 2015). Konsentrat adalah pakan yang dapat berfungsi sebagai
sumber protein atau sumber energi serta dapat juga mengandung zat pakan
pelengkap (feed supplement) atau pakan imbuhan (feed additive). Konsentrat
memiliki fungsi utama dalam mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak,
dan mineral yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan (Sudono dkk., 2003).
Konsentrat diberikan sebanyak 1 - 1,5% bobot badan dan hijauan
diberikan 10% bobot badan (Hidajati, 1998). Menurut Siregar (2008), pakan
konsentrat yang diberikan haruslah mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN
atau sekitar 4,75 Mkal/kg bahan kering.
Pada sapi dara bunting muda dengan usia kandungan 3-6 bulan, berikan
pakan konsentrat minimal 3 kg per hari dan pakan hijauan minimal 20 kg. Setelah
usia bunting memasuki 7 bulan, sapi tidak boleh diperah atau biasa disebut dengan
istilah sapi kering. Pada kondisi ini berikan konsentrat maupun hijauan dengan
porsi sesuai dengan batas maksimalnya. Yaitu takaran rata-rata hijauan sebanyak
30 kg/ekor dan konsentrat 6 kg/ekor setiap harinya (Sudono dkk., 2003).

2.3 Manajemen Penyakit dan Kesehatan


Kesehatan dari hewan ternak merupakan faktor penting dalam
keberhasilan setiap bisnis peternakan. Seperti munculnya semboyan bahwa
mencegah lebih baik daripada mengobati, hal ini menimbulkan keinginan untuk
memperbaikinya dengan cara sanitasi, vaksinasi, dan pelaksanaan.. Hewan yang
sehat bukanlah hewan yang sakit yang ditandai dengan (a) bebas dari penyakit
menular dan tidak menular, (b) tidak mengandung bahan yang merugikan manusia
sebagai konsumen, dan (c) produktif secara optimal.

2.3.1 Penyakit pada Sapi Perah


1. Brucellosis
Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang terutama
6
menginfeksi sapi, kambing, dan babi, dan di berbagai spesies ternak dan
manusia. Pada sapi, penyakit ini dikenal sebagai penyakit kluron atau
bang. Gejala klinisnya adalah gejala keguguran, biasanya terjadi pada
kebuntingan 5 - 8 bulan, kadang diikuti dengan kemajiran. Selain gejala
utama berupa abortus dengan atau tanpa retensio secundinae (tertahannya
plasenta), lesu, dan nafsu makan menurun, terdapat pengeluaran cairan
bernanah dari vagina serta pada sapi perah dapat menyebabkan penurunan
produksi susu. Belum ada pengobatan yang efektif terhadap brucellosis.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan sanitasi, tata laksana, dan
vaksinasi. Tindakan sanitasi yang bisa dilakukan yaitu:
a. Sisa-sisa abortusan yang bersifat infeksius dihapus hamakan.
Fetus dan plasenta harus dibakar dan vagina apabila mengeluarkan
cairan harus diirigasi selama 1 minggu.
b. Bahan-bahan yang biasa dipakai didesinfeksi dengan
desinfektan, yaitu: phenol, kresol, amonium kuarterner, biocid dan
lisol.
c. Hindarkan perkawinan antara pejantan dengan betina yang
mengalami kluron. Apabila seekor ternak pejantan mengawini
ternak betina tersebut, maka penis dan preputium dicuci dengan
cairan pencuci hama.
d. Anak-anak ternak yang lahir dari induk yang menderita
brucellosis sebaiknya diberi susu dari ternak lain yang bebas
brucellosis.

2. Mastitis
Mastitis adalah istilah untuk peradangan yang terjadi pada ambing,
bersifat akut, subakut atau kronis, dengan atau tanpa perubahan patologis
pada kelenjar susu, disertai dengan kenaikan sel-sel dalam susu dan
perubahan tekstur serta komposisi susu (Subronto, 2003) . Mastitis sering
terjadi pada sapi perah dan disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.
Kerugian dalam kasus mastitis, yaitu hilangnya produksi susu dan
penurunan kualitas serta kuantitas susu.
Gejala Klinis

7
Secara klinis radang ambing dapat berlangsung secara:
1. Akut
a. Kebengkakan ambing.
b. Panas saat diraba, rasa sakit.
c. Warna kemerahan dan terganggunya fungsi fisiologisnya.
d. Air susu berubah sifat, menjadi pecah, bercampur endapan atau
jonjot fibrin.
2. Subakut
a. Radang bersifat subklinis apabila gejala-gejala klinis radang
tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing.
b. Derajatnya lebih ringan.
c. Ternak masih mau makan.
d. Suhu tubuh masih dalam batas normal.
3. Kronis
Proses ini berlangsung infeksi dalam suatu ambing berlangsung
lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. biasanya
berakhir dengan atrofi kelenjar mammae.
Cara Penularan
Mastitis dapat ditularkan dari sapi ke sapi dan dari tempat yang
terinfeksi ke tempat yang sehat melalui tangan pemerah, kain yang
digunakan untuk membersihkan ambing, mesin pemerah susu dan lalat.

Pencegahan

1. Meminimalisasi kondisi-kondisi yang mendukung penyebaran


infeksi dari satu sapi ke sapi lain.
2. Meminimalisasi kondisi-kondisi yang memudahkan kontaminasi
bakteri dan penetrasi bakteri ke saluran puting.
3. Penggunaan lap yang berbeda disarankan untuk setiap ekor sapi,
dan pastikan lap tersebut telah dicuci dan didesinfektan sebelum
digunakan.
4. Pemberian nutrisi yang berkualitas, sehingga meningkatkan
resistensi ternak terhadap infeksi bakteri penyebab mastitis.
5. Dengan pemberian suplementasi vitamin E, A dan β-karoten serta
imbangan antara Co (Cobalt) dan Zn (Seng) perlu diupayakan

8
untuk menekan kejadian mastitis.

Pengobatan
1. Pemberian antibiotik menggunakan jenis Lincomycin, Erytromycin
dan Chloramphenicol dan golongan penicillin yang peka dengan
dengan dosis yang dianjurkan.
2. Disinfeksi puting dengan alkohol dan infusi antibiotik secara intra
mamaria.
3. Injeksi kombinasi penicillin, dihydrostreptomycin, dexamethasone
dan antihistamin dianjurkan juga untuk menekan pertumbuhan
bakteri penyebab mastitis.
4. Injeksi dengan dedexamethasone dan antihistamin akan
menurunkan peradangan.
5. Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus sp masih bisa diatasi
dengan penicillin, karena streptococcus sp masih peka terhadap
penicillin.

2.3.2 Pelayanan Kesehatan pada Sapi Perah


Pelayanan kesehatan diberikan dengan pemberian vitamin pada sapi yang
nafsu makannya berkurang dan pemberian antibiotik pada sapi dengan penyakit
sistem organ. Sebelum disuntik, dokter hewan memeriksa kesehatan sapi.
Suntikan multivitamin yang diberikan selama pelayanan meliputi vitamin B
kompleks (Medion) dan vitamin penguat otot (Biodin, Romindo). Suntikan
vitamin diberikan dengan dosis yang ditentukan sesuai kebutuhan. Tujuan
pemberian vitamin ini adalah untuk memperkuat sistem kekebalan sapi.
Pelayanan medis juga diberikan kepada sapi yang mengalami abses leher.
Perawatannya adalah dengan menusuk dan membersihkan area abses. Itu
dimaksudkan untuk mengeluarkan nanah yang terbentuk di daerah tersebut.
Setelah itu, antibiotik dan vitamin disuntikkan dalam dosis yang ditentukan 5-10
ml per ekor. Tujuan pengobatan ini adalah untuk mengobati terjangkitnya infeksi
bakteri penyebab abses pada sapi.

2.4 Manajemen Limbah

9
Limbah ternak pada umumnya mencakup segala kotoran yang dihasilkan
selama operasi ternak, baik sebagai limbah padat, cair, gas, dan sisa pakan
(Soehadji, 1992). Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan merupakan segala
limbah dari industri peternakan, yang berbentuk padat, cair dan gas. Limbah padat
adalah semua limbah dalam bentuk padat atau dalam fase padat (feses ternak,
ternak mati atau isi perut hewan yang dipotong). Limbah cair adalah segala yang
berbentuk cair atau limbah yang berwujud cair (urine atau air seni, air cucian
alat). Sedangkan limbah gas adalah limbah yang berbentuk gas atau fase gas.
Usaha peternakan sapi perah, dengan skala lebih besar dari 20 ekor dan
relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan (SK.Mentan.
No.237/Kpts/RC410/1991 tentang batasan usaha peternakan yang harus
melakukan evaluasi lingkungan). Populasi sapi perah di Indonesia terus
meningkat dari
334.371 ekor pada tahun 1997 menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah
yang dihasilkan pun akan semakin banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan
bobot badan 400 ± 500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar
27,5- 30 kg/ekor/hari.
Usaha peternakan sapi perah dengan skala peternakan memiliki lebih dari
20 ekor yang relatif terlokalisasi dapat menyebabkan masalah yang serius bagi
lingkungan (SK.Mentan. No.237/Kpts/RC410/ 1991 tentang batasan usaha
peternakan yang harus melakukan evaluasi lingkungan). Sapi perah di Indonesia
populasi nya setiap tahun terus meningkat, pada tahun 1997 terdapat 334.371 ekor
menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang akan dihasilkan oleh
peternakan sapi perah tersebut pun akan semakin bertambah (BPS, 2001). Satu
ekor sapi dengan bobot badan 400 ± 500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan
cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari.
Presentasi banyaknya peternak sapi perah yang membuang limbah tanpa
dikelola terlebih dahulu dan menyembabkan pencemaran lingkungan dari
peternakan sapi perah sebanyak 56,67% (Juhaeni, 1999). Limbah peternakan sapi
perah yang kurang optimal dapat menyebabkan masalah yang serius pada
peternakan sapi perah tersebut. Limbah peternakan sapi perah dapat dikelola
dengan baik, sehingga dapat memberikan nilai tambah.
Beberapa cara untuk mengurangi limbah peternakan sapi perah yaitu
dengan mengintegrasikan usaha tersebut dengan usaha lain. Seperti menggunakan
10
suplemen untuk pakan, membuat usaha pembuatan kompos dari limbah
peternakan, budidaya ikan, budidaya sawah, sehingga limbah dengan pengelolaan
limbah menjadi suatu sistem yang saling beriringan. Mengintegrasikan tanaman,
ternak dan ikan ke dalam lahan pertanian membawa manfaat ekologi dan
ekonomi. Tingkat pertumbuhan produktivitas pertanian adalah interaksi faktor-
faktor yang ada dalam sistem pertanian yang berbeda. Untuk memperbaiki sistem
pertanian, diperlukan teknologi alternatif untuk meningkatkan produktivitas lahan
dan meningkatkan pendapatan petani, misalnya dengan menggunakan sistem
pemuliaan yang menerapkan konsep produksi bersih.

11
III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sapi dara bunting merupakan sapi muda yang baru pertama kali bunting.
Terdapat beberapa manajemen pemeliharaan sapi perah yang harus diperhatikan,
seperti manajemen perkandangan, manajemen pakan dan manajemen penyakit.
Kandang merupakan salah satu faktor lingkungan hidup ternak yang dapat
mempengaruhi reproduksi dan produktivitas susu yang dihasilkan. Adapun tipe
kandang yang digunakan pada kandang sapi perah yaitu kandang Conventional
Type, Loose House, dan Freestall System.
Terdapat 3 jenis pakan untuk ternak sapi perah, yaitu hijauan, konsentrat
dan pakan tambahan seperti vitamin dan mineral. Konsentrat memiliki fungsi
utama dalam mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, dan mineral yang
tidak dapat dipenuhi oleh hijauan. Konsentrat diberikan sebanyak 1 - 1,5% bobot
badan dan hijauan diberikan 10% bobot badan. Pakan konsentrat yang diberikan
haruslah mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN atau sekitar 4,75 Mkal/kg
bahan kering.
Penyakit yang dapat menyerang sapi dara bunting ialah Brucellosis,
Mastitis dan Milk Fever. Penyakit ini dapat dicegah dengan cara memberikan
pakan yang berkualitas kepada ternak dan juga memberikan antibiotik pada
ternak. Ada beberapa cara untuk mengurangi limbah peternakan sapi perah yaitu
dengan mengintegrasikan usaha tersebut dengan usaha lain. Seperti menggunakan
suplemen untuk pakan, membuat usaha pembuatan kompos dari limbah
peternakan, budidaya ikan, budidaya sawah, sehingga limbah dengan pengelolaan
limbah menjadi suatu sistem yang saling beriringan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan Terjemahan: Srigandono.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Darmono. 1993. Tatalaksana Usaha Sapi Kareman. Yogyakarta: Kanisius.

Firman, Achmad. 2010. Agribisnis Sapi Perah. Bandung: Penerbit Widya.

Hidajati, N. 1998. Pembesaran Pedet Betina Sapi Perah Guna Menunjang


Peningkatan Produksi Susu. Wartazoa, 7:1-3.

Juhaeni. 1999. Perbaikan Proses Pengolahan Limbah Cair Peternakan. Jurnal


Lingkungan dan Pembangunan. Pusat Studi Lingkungan Perguruan
Tinggi Seluruh Indonesia. 19(1): 56-62.

Nurdin E. 2011. Manajemen Sapi Perah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siregar SB. 2008. Penggemukan sapi. Jakarta (Indonesia): Penebar Swadaya.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press

Sudono, A., Rosdiana R. F, Setiawan B S. 2003. Beternak Sapi Perah


Secara Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Surat Keputusan Menteri Pertanian, 1991. SK. Mentan No. 273/Kpts/RC410/1991 tentang
Batasan Usaha Peternakan yang harus Melakukan Evaluasi Lingkungan.
Departemen Pertanian. Jakarta.

Retnani, Y., G. Permana, N. R. Kumalasari dan Taryati. 2015. Teknik membuat


Biskuit Pakan dari Limbah Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.

Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius.

Yogyakarta.

iii

Anda mungkin juga menyukai