Disusun oleh:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan tugas guna memperbaiki nilai mata kuliah Produksi Ternak Perah
dengan judul “Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah” ini dengan sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................2
II PEMBAHASAN.................................................................................................3
III PENUTUP.......................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii
ii
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi perah mulai berproduksi susu ketika selesai periode sapi dara yang
kemudian kawin baik itu dilakukan inseminasi buatan ataupun kawin alam, yang
kemudian berproduksi susu yang disebut periode laktasi selama sekitar sepuluh
bulan. Mengingat setiap periode pada sepi perah memberikan efek terhadap
produksi susu, karena itu penting bagi kita untuk mengetahui sistem manajemen
pemeliharaan sapi perah.
1
4. Bagaimana manajemen limbah sapi perah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui manajemen perkandangan sapi perah
2. Untuk mengetahui manajemen pakan sapi perah
3. Untuk mengetahui manajemen penyakit dan kesehatan sapi perah
4. Untuk mengetahui manajemen limbah sapi perah
2
II
PEMBAHASAN
3
1. Conventional Type
Jenis kandang di mana sapi perah diikat dalam satu kandang, semua
aktivitas dilakukan pada kandang tersebut mulai dari makan, pemerahan,
pelayanan Insemenasi Buatan (IB), pelayanan kesehatan, dan tempat istirahat
ternak. Posisi ternak yang dipelihara di dalam kandang diposisikan sejajar, atau
lazim disebut sistem stall. Susunan stal ada tiga macam yaitu stall tunggal, stall
ganda tail to tail, dan stall ganda face to face.
2. Loose Housing
Jenis kandang di mana aktivitas memerah, makan, dan istirahat dilakukan
di tempat yang terpisah. Ada beberapa tipe jenis kandang Loose House ini, akan
tetapi semua jenis tersebut memiliki fasilitas yang kurang lebih sama; tempat
istirahat, kandang pedet/induk bunting tua/induk melahirkan, tempat pakan dan
minum, tempat exercise, holding area, serta tempat pemerahan.
3. Freestall System
2. Mastitis
Mastitis adalah istilah untuk peradangan yang terjadi pada ambing,
bersifat akut, subakut atau kronis, dengan atau tanpa perubahan patologis
pada kelenjar susu, disertai dengan kenaikan sel-sel dalam susu dan
perubahan tekstur serta komposisi susu (Subronto, 2003) . Mastitis sering
terjadi pada sapi perah dan disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.
Kerugian dalam kasus mastitis, yaitu hilangnya produksi susu dan
penurunan kualitas serta kuantitas susu.
Gejala Klinis
7
Secara klinis radang ambing dapat berlangsung secara:
1. Akut
a. Kebengkakan ambing.
b. Panas saat diraba, rasa sakit.
c. Warna kemerahan dan terganggunya fungsi fisiologisnya.
d. Air susu berubah sifat, menjadi pecah, bercampur endapan atau
jonjot fibrin.
2. Subakut
a. Radang bersifat subklinis apabila gejala-gejala klinis radang
tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing.
b. Derajatnya lebih ringan.
c. Ternak masih mau makan.
d. Suhu tubuh masih dalam batas normal.
3. Kronis
Proses ini berlangsung infeksi dalam suatu ambing berlangsung
lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. biasanya
berakhir dengan atrofi kelenjar mammae.
Cara Penularan
Mastitis dapat ditularkan dari sapi ke sapi dan dari tempat yang
terinfeksi ke tempat yang sehat melalui tangan pemerah, kain yang
digunakan untuk membersihkan ambing, mesin pemerah susu dan lalat.
Pencegahan
8
untuk menekan kejadian mastitis.
Pengobatan
1. Pemberian antibiotik menggunakan jenis Lincomycin, Erytromycin
dan Chloramphenicol dan golongan penicillin yang peka dengan
dengan dosis yang dianjurkan.
2. Disinfeksi puting dengan alkohol dan infusi antibiotik secara intra
mamaria.
3. Injeksi kombinasi penicillin, dihydrostreptomycin, dexamethasone
dan antihistamin dianjurkan juga untuk menekan pertumbuhan
bakteri penyebab mastitis.
4. Injeksi dengan dedexamethasone dan antihistamin akan
menurunkan peradangan.
5. Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus sp masih bisa diatasi
dengan penicillin, karena streptococcus sp masih peka terhadap
penicillin.
9
Limbah ternak pada umumnya mencakup segala kotoran yang dihasilkan
selama operasi ternak, baik sebagai limbah padat, cair, gas, dan sisa pakan
(Soehadji, 1992). Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan merupakan segala
limbah dari industri peternakan, yang berbentuk padat, cair dan gas. Limbah padat
adalah semua limbah dalam bentuk padat atau dalam fase padat (feses ternak,
ternak mati atau isi perut hewan yang dipotong). Limbah cair adalah segala yang
berbentuk cair atau limbah yang berwujud cair (urine atau air seni, air cucian
alat). Sedangkan limbah gas adalah limbah yang berbentuk gas atau fase gas.
Usaha peternakan sapi perah, dengan skala lebih besar dari 20 ekor dan
relatif terlokalisasi akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan (SK.Mentan.
No.237/Kpts/RC410/1991 tentang batasan usaha peternakan yang harus
melakukan evaluasi lingkungan). Populasi sapi perah di Indonesia terus
meningkat dari
334.371 ekor pada tahun 1997 menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah
yang dihasilkan pun akan semakin banyak (BPS, 2001). Satu ekor sapi dengan
bobot badan 400 ± 500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan cair sebesar
27,5- 30 kg/ekor/hari.
Usaha peternakan sapi perah dengan skala peternakan memiliki lebih dari
20 ekor yang relatif terlokalisasi dapat menyebabkan masalah yang serius bagi
lingkungan (SK.Mentan. No.237/Kpts/RC410/ 1991 tentang batasan usaha
peternakan yang harus melakukan evaluasi lingkungan). Sapi perah di Indonesia
populasi nya setiap tahun terus meningkat, pada tahun 1997 terdapat 334.371 ekor
menjadi 368.490 ekor pada tahun 2001 dan limbah yang akan dihasilkan oleh
peternakan sapi perah tersebut pun akan semakin bertambah (BPS, 2001). Satu
ekor sapi dengan bobot badan 400 ± 500 kg dapat menghasilkan limbah padat dan
cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari.
Presentasi banyaknya peternak sapi perah yang membuang limbah tanpa
dikelola terlebih dahulu dan menyembabkan pencemaran lingkungan dari
peternakan sapi perah sebanyak 56,67% (Juhaeni, 1999). Limbah peternakan sapi
perah yang kurang optimal dapat menyebabkan masalah yang serius pada
peternakan sapi perah tersebut. Limbah peternakan sapi perah dapat dikelola
dengan baik, sehingga dapat memberikan nilai tambah.
Beberapa cara untuk mengurangi limbah peternakan sapi perah yaitu
dengan mengintegrasikan usaha tersebut dengan usaha lain. Seperti menggunakan
10
suplemen untuk pakan, membuat usaha pembuatan kompos dari limbah
peternakan, budidaya ikan, budidaya sawah, sehingga limbah dengan pengelolaan
limbah menjadi suatu sistem yang saling beriringan. Mengintegrasikan tanaman,
ternak dan ikan ke dalam lahan pertanian membawa manfaat ekologi dan
ekonomi. Tingkat pertumbuhan produktivitas pertanian adalah interaksi faktor-
faktor yang ada dalam sistem pertanian yang berbeda. Untuk memperbaiki sistem
pertanian, diperlukan teknologi alternatif untuk meningkatkan produktivitas lahan
dan meningkatkan pendapatan petani, misalnya dengan menggunakan sistem
pemuliaan yang menerapkan konsep produksi bersih.
11
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sapi dara bunting merupakan sapi muda yang baru pertama kali bunting.
Terdapat beberapa manajemen pemeliharaan sapi perah yang harus diperhatikan,
seperti manajemen perkandangan, manajemen pakan dan manajemen penyakit.
Kandang merupakan salah satu faktor lingkungan hidup ternak yang dapat
mempengaruhi reproduksi dan produktivitas susu yang dihasilkan. Adapun tipe
kandang yang digunakan pada kandang sapi perah yaitu kandang Conventional
Type, Loose House, dan Freestall System.
Terdapat 3 jenis pakan untuk ternak sapi perah, yaitu hijauan, konsentrat
dan pakan tambahan seperti vitamin dan mineral. Konsentrat memiliki fungsi
utama dalam mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, dan mineral yang
tidak dapat dipenuhi oleh hijauan. Konsentrat diberikan sebanyak 1 - 1,5% bobot
badan dan hijauan diberikan 10% bobot badan. Pakan konsentrat yang diberikan
haruslah mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN atau sekitar 4,75 Mkal/kg
bahan kering.
Penyakit yang dapat menyerang sapi dara bunting ialah Brucellosis,
Mastitis dan Milk Fever. Penyakit ini dapat dicegah dengan cara memberikan
pakan yang berkualitas kepada ternak dan juga memberikan antibiotik pada
ternak. Ada beberapa cara untuk mengurangi limbah peternakan sapi perah yaitu
dengan mengintegrasikan usaha tersebut dengan usaha lain. Seperti menggunakan
suplemen untuk pakan, membuat usaha pembuatan kompos dari limbah
peternakan, budidaya ikan, budidaya sawah, sehingga limbah dengan pengelolaan
limbah menjadi suatu sistem yang saling beriringan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Surat Keputusan Menteri Pertanian, 1991. SK. Mentan No. 273/Kpts/RC410/1991 tentang
Batasan Usaha Peternakan yang harus Melakukan Evaluasi Lingkungan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Yogyakarta.
iii