Oleh
CHAIRUL FACHMI
F03498068
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGARUH PENAMBAHAN GLISERIN DAN SUKROSA
TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
CHAIRUL FACHMI
F03498068
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
CHAIRUL FACHMI
F03498068
Menyetujui,
Bogor, Septermber 2008
RINGKASAN
Produk yang diteliti adalah sabun transparan yang merupakan hasil reaksi
penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Sebagai sumber asam lemak
digunakan asam stearat dan lima jenis minyak nabati, yaitu minyak kelapa
(coconut oil), dengan penambahan gliserin (10, 30, dan 80) % dan sukrosa (10,
30, dan 80) %
Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa
natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani
(SNI, 1994). Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang
dihasilkan, karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda
pada sabun (Corredoira dan Pandolfi, 1996). Menurut Williams dan Schmitt
(2002), pemilihan bahan baku, khususnya asam lemak, akan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap warna produk akhir.
Sabun transparan yang dibuat dari kadar campuran gliserin dan sukrosa (10
dan 30) hanya termasuk nilai pH yang berada di dalam kisaran nilai mutu produk
pembanding. Sabun yang terbuat dari gliserin dan sukrosa (80) menghasilkan
tingkatan karakteristik ke dalam analisa nilai pH dan tingkat kekerasan yang
masuk dalam kisaran nilai mutu produk pembanding.
SUMMARY
Transparent soaps is the make from mix glycerin and succrose (10 and 30)
analysis the commercial transparent soaps it’s pH in the commercial transparent.
Transparent soaps is the make from mix glycerin and succrose (80) analysis the to
soaps it’s pH and soap’s hardness (penetration value of Penetrometer) the
commercial transparent.
Chairul Fachmi
KATA PENGANTAR
ii
Kelima, untuk Ibu/Bapak selaku Dosen Penguji. Terima kasih atas
kesediaan Ibu/Bapak untuk menguji dan memberikan nilai, sehingga penulis dapat
dinyatakan lulus.
Keenam, kepada para staf Departemen Teknologi Industri Pertanian :
Bu Nina, Bu Nur dan Pak Usman. Juga untuk semua staf laboratorium : Pak Gun,
Bu Ega, Pak Edi, Bu Rini, Pak Sugi, Bu Sri dan Pak Yogi. Terima kasih untuk
segala bantuannya, dan maaf karena penulis sering merepotkan Ibu dan Bapak
sekalian.
Ketujuh, untuk Yuni, Nata, Aswin, dan Adhi’38 serta teman-teman
yang setia menemani dan berjuang bersama sampai saat-saat terakhir.
Terima kasih untuk provokasi dan kunjungan-kunjungan pembangkit
semangatnya. Semoga persahabatan kita dapat berlangsung selamanya.
Sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Tak ada
makhluk ciptaan-Nya yang sempurna dan tak ada manusia yang dapat luput
dari kekhilafan. Penulis menyadari, dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan, namun semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
iv
III. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 17
A. KESIMPULAN ................................................................................ 36
B. SARAN ............................................................................................ 36
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sabun mandi adalah garam natrium atau kalium dari asam lemak yang
berasal dari minyak nabati dan atau lemak hewani. Sabun tersebut dapat
berwujud padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih
(Kamikaze, 2002). SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang
dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam
lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dari NaOH
dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat
dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap).
Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada umumnya
ditambah zat pewangi atau antiseptik, digunakan untuk membersihkan tubuh
manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Sabun yang baik harus memiliki
daya detergensi yang tinggi, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan dan
tetap efektif walaupun digunakan pada temperatur dan tingkat kesadahan air
yang berbeda-beda (Shrivastava, 1982).
Sabun dapat dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan
proses netralisasi minyak. Pada proses saponifikasi minyak, akan diperoleh
produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan sabun yang diperoleh dengan
proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol. Proses saponifikasi terjadi
karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi
terjadi karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Kirk et al.,
1954).
4
memungkinkan untuk membuat sabun transparan atau transluen langsung
dari bahan baku penyusunnya tanpa harus melakukan prapersiapan sabun
sebagai tahap perantara dalam proses. Formula dasar untuk tipe sabun
transparan ditunjukkan pada Tabel 1.
Alkohol 10,00
Gula 15,50
Gliserin 9,00
EDTA 0,25
5
pewarnaan dan pewangian, sabun akhir dituangkan ke dalam cetakan atau
gelas terpisah dan dibiarkan mengeras sebelum dikemas (Williams dan
Schmitt, 2002).
B. ASAM LEMAK
6
dapat menimbulkan iritasi pada kulit, sementara asam lemak dengan rantai
karbon lebih dari 20 memiliki kelarutan yang sangat rendah (Corredoira dan
Pandolfi, 1996). Beberapa jenis asam lemak yang biasa digunakan dalam
pembuatan sabun disajikan dalam Tabel 2.
7
Tabel 3. Pengaruh jenis asam lemak terhadap karakteristik sabun
Karakteristik Sabun
Minyak
Konsistensi Sifat Pembusaan Daya Detergensi
Minyak kelapa Sangat bagus dalam
Keras dan rapuh Cepat berbusa
Minyak sawit air hangat dan dingin
Minyak jarak Lunak Sedikit busa Cukup
Sumber : Shrivastava (1982)
8
C. MINYAK NABATI
9
Tabel 5. Komposisi asam lemak dalam minyak kelapa
10
Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak kelapa
Karakteristik Nilai
Specific gravity, 15°C 0,931 b
Bilangan Iod 7,5 – 10,5 c
Bilangan penyabunan 250 – 260 a
Titik leleh (°C) 20 – 25 b
Sumber : a. Woodroof (1979)
Sumber : b. Shrivastava (1982)
Sumber : c. Ketaren (1986)
1. Asam Stearat
11
2. Natrium Hidroksida (NaOH)
3. Dietanolamida (DEA)
Dalam satu sediaan kosmetika, DEA berfungsi sebagai surfaktan
dan zat penstabil busa (Wade dan Weller, 1994). Shipp (1996)
menyebutkan dietanolamida sebagai penstabil busa yang paling efektif.
Dietaloamida tidak pedih di mata, mampu meningkatkan tekstur kasar
busa serta dapat mencegah proses penghilangan minyak secara berlebihan
pada kulit dan rambut (Suryani et al.a, 2002).
Menurut Rieger (1985), surfaktan mampu menurunkan tegangan
permukaan dan tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel
yang terdispersi dan mengontrol jenis formulasi emulsi, misalnya oil in
water (o/w) atau water in oil (w/o). Tegangan antar muka suatu fasa yang
berbeda derajat polaritasnya akan menurun jika gaya tarik-menarik antar
molekul yang berbeda dari kedua fasa (adhesi) lebih besar dibandingkan
gaya tarik-menarik antar molekul yang sama dalam fasa tersebut (kohesi)
(www.pharmacy.wilkes.edu, 2004). Semakin besar penurunan tegangan
antar muka, semakin kecil energi yang dibutuhkan untuk membentuk
12
sistem emulsi yang stabil (www.svce.ac.in, 2004).
Surfaktan (surface active agents) merupakan senyawa aktif yang
digunakan untuk menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan
yang berbeda tingkat kepolarannya dan tidak saling larut (Matheson,
1996). Surfaktan bersifat ampifatik. Pada molekulnya terdapat dua gugus,
yaitu gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang
bersifat non-polar.
Menurut jenisnya, surfaktan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. Surfaktan anionik. Gugus hidrofobiknya merupakan pembawa sifat
penurun tegangan permukaan dan dihubungkan dengan ion bermuatan
negatif (Swern, 1995). Surfaktan anionik memiliki kutub bermuatan
negatif yang bersifat hidrofilik karena adanya gugus sulfat atau
sulfonat (Williams dan Schmitt, 2002). Contoh surfaktan anionik
adalah alkohol sulfat dan ester sulfonat.
2. Surfaktan kationik, yang memiliki kutub bermuatan positif karena
adanya gugus garam ammonia (Williams dan Scmitt, 2002). Bagian
pangkal (head) yang merupakan gugus hidrofilik berhubungan dengan
ion bermuatan positif sebagai pembawa sifat penurun tegangan
permukaan (Swern, 1995). Surfaktan jenis ini tidak banyak diproduksi
dan harganya sangat mahal. Contohnya adalah senyawa quarternary
ammonium.
3. Surfaktan nonionik, yang tidak memiliki gugus yang bermuatan
(Williams dan Schmitt, 2002). Sifat hidrofiliknya timbul karena
adanya gugus eter oksigen dan hidroksil. Tipe utama surfaktan ini
adalah fatty alcohol, fatty acid, amida dan amina.
4. Surfaktan amfoterik. Di dalam media cair, surfaktan jenis ini memiliki
ion positif dan negatif yang sama jumlahnya. Gugus hidrofobik pada
rantai lemaknya berikatan dengan gugus hidrofilik yang bermuatan
positif dan negatif (Swern, 1995). Sifatnya tergantung pada kondisi
media dan nilai pH. Contoh surfaktan tipe ini adalah alkyl betaines.
Masing-masing kelompok surfaktan memiliki kinerja dan
karakteristik tertentu. Surfaktan yang dipilih sebagai bahan baku
13
pembuatan suatu produk tergantung pada kinerja dan karakteristik
surfaktan tersebut. Karakteristik dari produk yang diinginkan juga
mempengaruhi pemilihan jenis surfaktan.
Surfaktan dapat diproduksi secara sintetis kimiawi maupun
biokimiawi dan digunakan sebagai bahan penggumpal, pembasah,
pembusa dan pengemulsi oleh industri farmasi, kosmetika, kimia,
pertanian dan pangan (Suryani et al.a, 2002).
Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan nonionik yang dihasilkan
dari minyak atau lemak. Penggunaan dietanolamida lebih disukai daripada
monoetanolamida. Monoetanolamida memiliki sifat yang lebih baik
sebagai pembangkit busa, penstabil busa dan pengental, namun sulit untuk
dicampurkan dengan bahan lain karena berbentuk padatan berlilin yang
memiliki titik cair tinggi. Menurut Williams dan Schmitt (2002),
dietanolamida berbasis minyak kelapa merupakan dietanolamida
terpopuler, walaupun efek pengentalannya berkurang jika ditambahkan
gliserol. Harganya relatif murah dan lebih mudah ditangani dibanding
amida-amida murni berbasis metil ester.
Sampai saat ini penggunaan DEA masih diperdebatkan karena
dapat memicu terbentuknya nitrosamin yang bersifat karsinogenik.
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) hanya memperbolehkan pemakaian
alkanolamida dan dietanolamina bebas pada produk kosmetik dengan
konsentrasi kurang dari 4 % (Williams dan Schmitt, 2002). Bila
digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, DEA dapat menimbulkan
iritasi pada kulit (Wade dan Weller, 1994).
4. Gliserin
14
cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa yang manis. Kegunaan
gliserin berubah-ubah sesuai dengan produknya. Beberapa contoh
kegunaan gliserin adalah sebagai pengawet buah dalam kaleng, bahan
dasar lotion, penjaga kebekuan pada dongkrak hidraulik, bahan baku tinta
printer, kue dan permen. Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama
digunakan sebagai humektan. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin
juga berfungsi dalam pembentukan struktur transparan.
Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang
dapat meningkatkan kelembaban kulit (George dan Serdakowski, 1996).
Fungsinya adalah sebagai komponen higroskopis yang mengundang air
dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitasnya
tergantung pada kelembaban lingkungan di sekitarnya. Menurut Murphy
(1978), humektan, contohnya gliserin dan propilen glikol, dapat
melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau pada kondisi
kelembaban tinggi. George dan Serdakowski (1996) melaporkan bahwa
gliserin dengan konsentrasi 10 % dapat meningkatkan kehalusan dan
kelembutan kulit.
Penggunaan glikol dan alkohol, contohnya gliserin dan sorbitol,
dalam konsentrasi tinggi (di atas 10 %) dapat menyebabkan terbentuknya
titik-titik air (fenomena sweating) pada produk jika disimpan dalam
lingkungan yang lembab. Ini adalah masalah yang umum terjadi pada
sabun transparan yang menggunakan humektan sebagai bahan baku.
Masalah ini tidak terjadi pada sabun yang menggunakan bahan-bahan
tersebut dengan konsentrasi kurang dari 5 % (George dan Serdakowski,
1996).
15
molekul-molekul glukosa dan fruktosa akan membentuk sukrosa. Sukrosa,
sering juga disebut sakarosa atau gula tebu, merupakan jenis oligosakarida
yang bersifat larut dalam air. Sukrosa biasa digunakan dalam bentuk
butiran kristal halus atau kasar.
8. Etanol
9. Air
16
molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat, yang hanya dapat
dipecahkan oleh perantara yang paling agresif, misalnya energi listrik, atau
zat kimia, seperti logam kalium sehingga air merupakan pelarut yang
bersifat polar dan tidak dapat bercampur dengan fraksi lemak.
17
III. BAHAN DAN METODE
B. METODOLOGI
%
Komponen Fungsi
(w/w)
Asam stearat 10
Minyak nabati 20 Pembuatan stok sabun
NaOH 30 % 24,5
Gliserin 13 Pelarut, transparent agent, humektan
Etanol 15 Pelarut, transparent agent
Sukrosa 7,5 Transparent agent, humektan
DEA 3 Penstabil busa
NaCl 0,5 Elektrolit
Air 6,5 Pelarut
Sumber : Kusumah (2004)
Pembuatan sabun transparan diawali dengan pencampuran antara
fraksi lemak, yaitu asam stearat dan minyak nabati, dengan fraksi alkali,
yaitu NaOH, untuk membentuk stok sabun. Stok sabun harus merupakan
reaksi yang sempurna antara asam lemak dengan alkali, untuk
menghindari adanya sisa asam lemak atau alkali bebas yang tertinggal
dalam sabun.
Setelah stok sabun terbentuk, ke dalam adonan ditambahkan
bahan-bahan lain, yaitu gliserin dan alkohol, kemudian NaCl, sukrosa,
DEA dan air. Adonan kemudian diaduk dengan kecepatan konstan pada
suhu 70 – 80°C, sampai semua bahan tercampur dengan sempurna dan
adonan terlihat transparan. Tahap berikutnya adalah pencetakan.
Adonan sabun yang masih panas langsung dituangkan ke dalam
cetakan. Setelah dingin, sabun akan mengeras dan dapat dikeluarkan dari
cetakannya. Diagram alir pembuatan sabun transparan yang digunakan
dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 1, sementara proses lengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Asam Stearat
Pemanasan
T = 70 - 80°C
Minyak Kelapa
NaOH 30 %
Stok Sabun
NaCl
Gliserin
Sukrosa
Etanol DEA
Air
Pengadukan
T = 70 - 80°C
Pencetakan
Sabun Transparan
19
2. Analisa Mutu Produk
C. RANCANGAN PERCOBAAN
Yij = µ + τi + εij
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk yang diteliti adalah sabun transparan yang dibuat melalui reaksi
penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Sebagai sumber asam lemak
digunakan asam stearat dan jenis minyak nabati, yaitu minyak kelapa (coconut
oil). Penampakan sabun transparan yang dibuat dari perlakuan komponen bahan
bukan lemak yaitu gliserin dan sukrosa tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Kela Saw
Extraderm
Sabun X Godiv
Sabun Y PearsZ
Sabun
a
28.5
30
28.10 26,46 27,7
28
25 27.72
Kadar Air dan Zat
20
27.5
Menguap (%)
15
27
26.46 9,70
26.5
10
5
26 5,48
0
25.5
10&Sukrosa Gliserin30& Sukrosa Gliserin80& Sukrosa
Gliserin
(10%) (30%) (80%)
Kadar Campuran Gliserin
Jenis dan Sukrosa (%)
Moisturizer
Sampel yang memiliki kadar air tertinggi, yaitu 28,10 %, adalah yang
menggunakan gliserin dan sukrosa (10%). Kadar air terendah dimiliki oleh
sampel yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (30%), yaitu sebesar 26,46 %.
Kadar air produk pembanding berada pada kisaran 5,48 – 9,70 %. Sehingga
nilai sampel berada diluar kisaran sabun pembanding. Rekapitulasi data hasil
analisa kadar air dan zat menguap untuk sampel dapat dilihat pada Lampiran
22
5, sementara data hasil analisa untuk kadar air produk pembanding dapat
dilihat pada Lampiran 12.
Shrivastava (1982) menyatakan bahwa sabun mandi umumnya
memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 %,
kemungkinan besar sabun tersebut telah melewati proses pengeringan buatan
(artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh lingkungan
tempatnya disimpan.
Semua sampel yang diteliti memiliki kadar air kurang dari 30 %, tetapi
masih jauh lebih tinggi daripada kadar air produk pembanding. Sampel dalam
penelitian ini tidak mendapat perlakuan pengeringan, namun kemungkinan
besar telah mengalami proses pengeringan secara alami pada saat disimpan
sebelum dianalisa.
23
tersebut. Menurut Ketaren (1986), apabila minyak atau lemak mengalami
kontak dengan oksigen, akan terjadi proses oksidasi yang menghasilkan
senyawa aldehid dan keton yang bersifat mudah menguap. Shrivastava (1982)
menyatakan bahwa beberapa jenis asam lemak, seperti laurat, kaproat,
kaprilat dan kuprat, bersifat larut dalam air dan mudah menguap jika
didestilasi dengan menggunakan air atau uap panas.
5,40
5,00
10 30 80
24
Kadar fraksi tak tersabunkan terendah, yaitu sebesar 4,22 %, terdapat
pada sampel yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (10%), sementara yang
tertinggi, yaitu sebesar 5,44 %, terdapat pada sampel yang dibuat dari gliserin
dan sukrosa (30%). Kadar fraksi tak tersabunkan produk pembanding adalah 5
– 5,40 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.
Rekapitulasi data hasil analisa produk untuk kadar fraksi tak tersabunkan
dapat dilihat pada Lampiran 6, sementara untuk produk pembanding dapat
dilihat pada Lampiran 12.
Analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa kadar campuran
gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen tambahan yang
berpengaruh nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun dengan
komponen tambahan gliserin dan sukrosa (10%) tidak berbeda nyata dengan
komponen tambahan gliserin dan sukrosa (80%), sementara sabun yang dibuat
dari dengan komponen tambahan gliserin dan sukrosa (30%) memiliki nilai
fraksi tak tersabunkan yang saling berbeda nyata. Hasil analisa keragaman dan
uji Duncan untuk kadar fraksi tak tersabunkan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Menurut Wood (1996), yang termasuk fraksi tak tersabunkan
adalah kolesterol, fatty alcohol, sterol, pigmen dan hidrokarbon. Menurut
Swern (1979) dan Wood (1996), adanya bahan yang tidak tersabunkan
dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi)
pada sabun. Kadar fraksi tak tersabunkan juga menunjukkan adanya
asam lemak dalam bentuk bebas yang tidak bereaksi membentuk sabun
dengan alkali.
25
C. KADAR BAGIAN TAK LARUT DALAM ALKOHOL
6,0
5,41 5,40
5,5
5,0
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5 0,27
0,0
0,23
10 30 80
Sampel dengan kadar bagian tak larut dalam alkohol tertinggi, yaitu
5,67 %, adalah sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (10%), sementara
yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%), memiliki kadar bagian tak larut
dalam alkohol yang paling rendah, yaitu sebesar 5,40 %. Produk-produk
pembanding memiliki kadar bagian tak larut dalam alkohol sebesar 0,23 –
0,27 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.
Rekapitulasi data hasil analisa sampel untuk kadar bagian tak larut dalam
alkohol dapat dilihat pada Lampiran 7, sementara data hasil analisa untuk
produk pembanding dapat dilihat pada Lampiran 12.
26
Analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi
campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan dalam pembuatan sabun
berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut dalam alkohol yang ada
dalam sabun. Uji Duncan menunjukkan bahwa sabun yang dibuat dari gliserin
dan sukrosa (30%), dan gliserin dan sukrosa (80%) memiliki kadar bagian tak
larut dalam alkohol yang tidak saling berbeda nyata, sementara penggunaan
gliserin dan sukrosa (10%), memberikan nilai yang tidak berbeda nyata
dengan penggunaan minyak jarak. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan
untuk kadar bagian tak larut dalam alkohol dapat dilihat pada Lampiran 7.
Menurut Ketaren (1986), minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam
alkohol, tetapi akan larut dengan sempurna dalam etil eter dan karbon
disulfida. Bahan lain yang tidak larut dalam alkohol adalah protein.
ASTM (2001) menyebutkan bagian terbanyak yang tak larut dalam alkohol
adalah garam alkali, seperti karbonat, borat, silikat, fosfor dan sulfat,
sementara bahan lainnya adalah pati.
27
6,0
5,47
5,5
5,0
5,00
4,5
4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
28
Alkali bebas yang ada dalam sabun merupakan alkali (dalam hal ini
NaOH) yang tidak habis bereaksi dengan asam lemak pada saat pembentukan
stok sabun. Adanya alkali dalam bentuk bebas menandakan kurangnya jumlah
asam lemak dalam formula sabun. Villela (1996) menyatakan bahwa
satu molekul asam lemak (RCOOH) akan bereaksi dengan satu molekul
NaOH membentuk satu molekul sabun (RCOONa) dan satu molekul air
(H2O). Rantai hidrokarbon (C7 – C17) diwakili oleh gugus R.
Adanya sejumlah besar alkali bebas dalam sabun adalah hal yang
tidak diinginkan. Penggunaan sabun berkadar alkali bebas tinggi dapat
mengakibatkan iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), natrium
hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit
dengan cepat. Wade dan Weller (1994) menyatakan bahwa NaOH termasuk
golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan mudah
menghancurkan jaringan organik halus.
E. NILAI pH
29
11 10,18 10,61
10 9,63 9,83
9
9,36
8
7
6
5
4
3
2
1
10 30 80
30
tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pH sabun. Ini berarti besarnya
pH sabun tidak dipengaruhi oleh konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa
yang digunakan sebagai komponen tambahan. Hasil analisa keragaman untuk
nilai pH sampel dapat dilihat pada Lampiran 9.
Menurut Wasitaatmadja (1997) bahwa pH yang sangat tinggi atau
sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi kulit, sehingga kulit dapat
mengalami iritasi. Keasaman kosmetik sebaiknya disesuaikan dengan pH
kulit, yaitu antara 4,5 – 7.
Jellinek (1970), menyatakan kulit manusia memiliki pH normal sekitar
5. Mencuci kulit dengan menggunakan sabun akan membuat pH kulit
meningkat untuk sementara, tetapi tidak akan melebihi 7.
F. KEKERASAN
31
0,398
0,004
10 30 80
32
menggunakan gliserin dan sukrosa (30%) sebagai komponen tambahan.
Sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%) menunjukkan nilai
kekerasan yang berbeda nyata. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan untuk
kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Mutu dan konsistensi sabun sangat ditentukan oleh jenis asam lemak
yang digunakan. Sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul
kecil, misalnya asam laurat, akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari
asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya asam stearat.
Cavitch (2001) menyatakan bahwa asam oleat, laurat, miristat, palmitat dan
stearat yang ditambahkan pada fomula dapat membuat sabun menjadi keras
dan padat.
Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun dipengaruhi oleh adanya
asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang
tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi
dibanding asam lemak yang mengandung banyak ikatan rangkap. Semakin
banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun, maka sabun akan menjadi
semakin keras. Adapun faktor lain yang juga berpengaruh pada kekerasan
sabun adalah kadar air. Semakin tinggi kadar air, sabun akan semakin lunak.
Sabun yang lebih keras dan padat memiliki umur simpan yang lebih lama
daripada sabun yang lunak. (Atmoko, 2005).
G. STABILITAS BUSA
33
90
90,00
80
81,20
70
61,85
60
50
40 34,23
30
20
10 30 80
34
Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan
dan kestabilan busa adalah konsentrasi ion logam dalam air. Menurut
Piyali et al. (1999), keberadaan ion-ion logam (seperti Ca2+ dan Mg2+) dalam
air dapat menurunkan stabilitas busa.
Karakteristik busa yang dihasilkan oleh sabun dipengaruhi oleh jenis
asam lemak yang digunakan. Asam laurat dan miristat dapat menghasilkan
busa yang lembut, sementara asam palmitat dan stearat memiliki sifat
menstabilkan busa. Asam oleat dan risinoleat dapat menghasilkan busa yang
stabil dan lembut (Cavitch, 2001).
Menurut Corredoira (1996), sodium laurat dapat menghasilkan busa
dengan cepat, tetapi dengan daya detergensi yang rendah. Sodium palmitat
dan sodium stearat memiliki daya detergensi yang sangat baik pada suhu
tinggi. Sodium oleat memiliki kelebihan karena mampu menghasilkan busa
yang banyak, memiliki daya detergensi dan kelarutan yang tinggi, tetapi tidak
dapat menghasilkan busa yang lembut. Sodium miristat dapat menghasilkan
busa dengan jumlah dan karakteristik yang nyaris ideal.
Woodroof (1979) menyatakan bahwa sabun yang dibuat dari minyak
kelapa dapat menghasilkan busa dengan baik pada air yang mengandung
garam atau berkesadahan tinggi. Karena bilangan Iodnya yang sangat rendah
(8 – 10) dan bilangan penyabunannya yang tinggi (250 – 260), minyak kelapa
dapat menghasilkan sabun dengan daya pembentukan busa yang sangat baik.
Menurut Shipp (1996), stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan
penambahan surfaktan. Williams dan Schmitt (2002) berpendapat bahwa
dietanolamida berfungsi menstabilkan busa dan dapat membuat sabun
menjadi lebih lembut.
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Cavitch, S.M. 2001. Choosing Your Oils, Oil Properties of Fatty Acid.
Http://users.siloverlink.net/~timer/soapdesign.html.
Corredoira, R.A. dan A.R. Pandolfi. 1996. Raw Materials and Their Pretreatment
for soap Production. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and
Detergents, A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.
George, E.D. dan J.A. Serdakowski. 1996. The Formulation of Bar Soaps. Di
dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A Theoretical and
Practical Review. AOCS Press, Illinois.
Kirk, R.E., D.F. Othmer, J.D. Scott dan A. Standen. 1954. Encyclopedia of
Chemical Technology. 12 : 573-592. Interscience Publishers, New York.
MacDonald, I. dan J. Low. 1984. Fruit and Vegetables. Evans Brothers Limited,
London.
Shrivastava, S.B. 1982. Soap, Detergent and Parfume Industry. Small Industry
Research Institute, New Delhi.
SNI 06-3532. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. Dewan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Penerbit Tarsito,
Bandung.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.
Wood, T.E. 1996. Quality Control and Evaluation of Soap and Related
Materials. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A
Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.
Http://www.pharmacy.wilkes.edu
Http://www.svce.ac.in
38
LA M P I R A N
Lampiran 1. Beberapa formula sabun transparan
Komposisi (%)
Bahan-bahan
Williams dan
Mitsui (1997) Cognis (2003)
Schmitt (2002)
Lemak
Asam stearat - 15 7
Asam laurat - 6 -
Beef tallow 22 - -
Minyak kelapa 10 - 20
Minyak jarak 4 - 12
Minyak zaitun 4 - -
Alkali
NaOH 30 % 6 4,4 20,3
Surfaktan/humektan
Propilen glikol - 18 -
SLES - 16 -
SLS - 12 -
Gliserin 1 8 7
DEA - - 1
Transparancy agent
Sukrosa 9 10 11
Pelarut
Alkohol 20 - 15
Air 23,8 10,2 6,5
Pengawet
EDTA 0,2 0,2 -
BHT - 0,2 -
Elektrolit
NaCL - - 0,2
39
Lampiran 2. Diagram alir pembuatan sabun transparan yang digunakan dalam
penelitian (Kusumah, 2004)
Pemanasan
T = 70 - 80°C
Stok Sabun
NaCl
Gliserin Pengadukan Sukrosa
Etanol T = 70 - 80°C DEA
Air
Pencetakan
Sabun Transparan
40
Lampiran 3. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
1. Alat
2. Bahan Baku
3. Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan untuk analisa adalah HCl 10 % (bisa diganti
dengan H2SO4 25 %), HCl 0,5 N, H2SO4 1 N, KOH 0,5 N dalam etanol,
BaCl 20 %, etanol 70 %, indikator phenolphthalein dan metil oranye.
41
Lampiran 4. Prosedur analisa mutu sabun transparan
42
Lampiran 4 (Lanjutan)
3. Kadar bagian tak larut dalam alkohol (SNI 06-3532-1994)
5. Nilai pH
43
Lampiran 4 (Lanjutan)
44
Lampiran 5. Hasil analisa kadar air dan zat menguap dalam sampel
Sumber
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Keragaman
Konsentrasi
campuran gliseril 2 113,4585 28,3646 116,253 0,0001
Berpengaruh
dan sukrosa
Nyata
Galat 3 1,2200 0,2440
Total Terkoreksi 6 114,6784
45
Lampiran 6. Hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sampel
Sumber
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Keragaman
Konsentrasi
campuran gliseril 2 27,4473 6,8618 1456,860 0,0001
Berpengaruh
dan sukrosa
Nyata
Galat 3 0,0236 0,0047
Total Terkoreksi 6 27,4708
46
Lampiran 7. Hasil analisa kadar bagian tak larut dalam alkohol untuk sampel
Sumber
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Keragaman
Konsentrasi
campuran gliseril 2 0,0550 0,0138 105,850 0,0001
Berpengaruh
dan sukrosa
Nyata
Galat 3 0,0007 0,0001
Total Terkoreksi 6 0,0557
47
Lampiran 8 Hasil analisa kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) sampel
Sumber
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Keragaman
Konsentrasi
campuran gliseril 2 778,1338 194,5335 1801,900 0,0001
Berpengaruh
dan sukrosa
Nyata
Galat 3 0,5398 0,1080
Total Terkoreksi 6 778,6736
48
Lampiran 9. Hasil analisa nilai pH sampel
Konsentrasi pH
campuran gliseril dan Ulangan Hasil Analisa Rata-rata Ulangan
sukrosa (%)
Gliserin dan Sukrosa 1 9,54
9,63
(10) 2 9,72
Gliserin dan Sukrosa 1 10,15
9,83
(30) 2 9,50
Gliserin dan Sukrosa 1 10,18
10,18
(80) 2 10,18
Sumber
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Keragaman
Konsentrasi
campuran gliseril 2 2,2388 0,5597 4,690 0,0603 Tidak
dan sukrosa Berpengaruh
Galat 3 0,5963 0,1193 Nyata
Total Terkoreksi 6 2,8351
49
Lampiran 10. Hasil analisa kekerasan (penetrasi oleh Penetrometer) sampel
Sumber
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Keragaman
Konsentrasi
campuran gliseril 2 0,1172 0,0293 21,85 0,0023
Berpengaruh
dan sukrosa
Nyata
Galat 3 0,0067 0,0013
Total Terkoreksi 6 0,1239
50
Lampiran 11. Hasil analisa stabilitas busa sampel
Sumber
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Keragaman
Konsentrasi
campuran gliseril 2 3905,2493 976,3123 252,990 0,0001
Berpengaruh
dan sukrosa
Nyata
Galat 3 19,2955 3,8591
Total Terkoreksi 6 3924,5448
51
Lampiran 12. Hasil analisa produk pembanding
52
Lampiran 12 (Lanjutan)
4. Kadar alkali bebas
5. Nilai pH
pH
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
9,33
Sabun X 9,36
9,39
9,56
Sabun Y 9,58
9,60
10,62
Sabun Z 10,61
10,59
7. Stabilitas busa
53
54