Anda di halaman 1dari 76

PERBANDINGAN HIDROLISIS ASAM HNO3 DAN H2SO4

TERHADAP HASIL FERMENTASI Spirulina platensis


MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae
SEBAGAI ANTIMIKROBA

SKRIPSI

Oleh
FUJI RAHAYU
NIM: 12010030

PROGRAM STUDI STRATA 1 (S1) FARMASI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2016
PERBANDINGAN HIDROLISIS ASAM HNO3 DAN H2SO4
TERHADAP HASIL FERMENTASI Spirulina platensis
MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae
SEBAGAI ANTIMIKROBA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi
Bogor

Oleh
FUJI RAHAYU
NIM: 12010030

PROGRAM STUDI STRATA (S1) FARMASI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI
BOGOR
2016
PERBANDINGAN HIDROLISIS HNO3 DAN H2SO4 TERHADAP
HASIL FERMENTASI Spirulina platensis MENGGUNAKAN
Saccharomyces cerevisiae SEBAGAI ANTIMIKROBA

Oleh
FUJI RAHAYU
NIM : 12010030

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui,


Bogor, Oktober 2016

Menyetujui,

Tim Pembimbing : 1. Dra. Ni Wayan Sri Agustini (.........................)

2. Sofyan Ramani M.Farm, Apt (.........................)

Tim Penguji : 1. Drs. Herson Cahaya Himawan, M.Si (.........................)

2. Harry Noviardi, M.Si (.........................)

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Farmasi Ketua STTIF Bogor

Triyani Sumiati, M.Si, Apt Siti Mariam, M.Farm, Apt


LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Fuji Rahayu
NIM : 12010030
Judul Skripsi : Perbandingan Hidrolisis Asam HNO3 dan H2SO4 terhadap
Hasil Fermentasi Spirulina platensis menggunakan
Saccharomyces cerevisiae sebagai Antimikroba.

Menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir saya adalah hasil karya sendiri bukan
plagiat. Apabila ternyata ditemukan di dalam Laporan Tugas Akhir saya terdapat
unsur plagiat, maka saya siap untuk mendapatkan sanksi akademik yang terkait
dengan hal tersebut.

Bogor, Oktober 2016

(Fuji Rahayu)
.
FUJI RAHAYU. 12010030. Perbandingan Hidrolisis Asam HNO3 dan H2SO4
terhadap Hasil Fermentasi Spirulina platensis menggunakan Saccharomyces
cerevisiae sebagai Antimikroba. Pembimbing: Dra. Ni Wayan Sri Agustini dan
Sofyan Ramani, M.Farm, Apt

ABSTRAK

Spirulina platensis ialah mikroalga foto-autotrof, yang salah satu komponen


utamanya karbohidrat. Karbohidrat dapat difermentasi menghasilkan etanol yang
berfungsi sebagai antimikroba. Penelitian ini bertujuan menentukan perbedaan
hasil perbandingan hidrolisis asam nitrat dan asam sulfat terhadap senyawa etanol
hasil fermentasi yang berfungsi sebagai antimikroba. Biomassa Spirulina
platensis dihidrolisis menggunakan asam nitrat dan asam sulfat dengan variasi
konsentrasi 2, 3, dan 4% menghasilkan enam jenis hidrolisat. Hasil hidrolisat
difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae selama 5 hari. Pengujian
aktivitas antimikroba hasil fermentasi Spirulina platensis menggunakan metode
difusi cakram kertas terhadap Staphylococcus aureus, Esherichia coli dan
Candida albicas. Analisis senyawa antimikroba dalam sampel menggunakan
Kromatografi Gas. Hasil penelitian menunjukan senyawa aktif etanol terbentuk
lebih optimal pada konsentrasi asam 3% baik asam nitrat maupun asam sulfat.
Hasil penelitian hidrolisat asam nitrat, pada konsentrasi 3% fermentasi hari ke-3
kadar etanol terbentuk sebesar 12,64%, zona hambat yang diperoleh pada
Staphylococcus aureus, Esherichia coli dan Candida albicas dengan diameter
zona hambat masing-masing 4,05, 3,05, dan 3,05 mm. Sedangkan hidrolisat asam
sulfat kadar etanol optimal didapat pada konsentrasi asam sulfat 3% fermentasi
hari ke-4 sebesar 13,69% dan diameter zona hambat masing-masing terhadap
Staphylococcus aureus sebesar 3,95 mm, beda halnya pada Esherichia coli dan
Candida albicas zona hambat terbaik pada konsentrasi asam nitrat 2% hari ke-4
masing-masing sebesar 4,10 dan 3,45 mm. Berdasarkan hasil penelitian, hasil
hidrolisat menggunakan asam nirat maupun asam sulfat dapat digunakan sebagai
substrat fermentasi untuk menghasilkan etanol sebagai antimikroba.

Kata kunci: antibakteri, fermentasi, hidrolisis, Saccharomyces cerevisiae,


Spirulina platensis

i
FUJI RAHAYU. 12010030. Comparison of HNO3 and H2SO4 acid Hyrolisis of
the Fermented Spirulina platensis using Saccharomyces cerevisiae as
Antimicrobial. Supervised by: Dra. Ni Wayan Sri Agustini and Sofyan Ramani,
M.Farm, Apt

ABSTRACT
Spirulina platensis microalgae is a photo-autotrof, with one of the main
components of carbohydrates that could be fermented to produce ethanol, as an
antimicrobial agent. This study aimed to compare the process of hydrolysis using
sulfuric acid and nitric acid with a concentration variation 2, 3 and 4% to the
compound ethanol fermented using Saccharomyces cerevisiae for 5 days. Testing
the antimicrobial activity of the compound fermented Spirulina platensis using
paper disc diffusion method against Staphylococcus aureus, Esherichia coli and
Candida albicans. Analysis of antimicrobial compounds in samples using gas
chromatography showed the active compound, ethanol, optimal formed over
12.64% at a concentration of 3% nitric acid fermentation time 3 days and 13.69%
on a 3% concentration sulfuric acid fermentation time 4 days. Based on the result
testing the antimicrobial activity, hyrolysis nitric acid obtained Staphylococcus
aureus, Esherichia coli and Candida albicans with inhibiting activity values 4,05
mm, 3,05 and 3,05 mm. While used hyrolysis sulfuric acid showed inhibition zone
each between value in Staphylococcus aureus 3,95 mm, and best inhibiting zone
values 4,10 and 3,45mm on concentration of nitric acid 2%, Esherichia coli
Candida albicans.Based on the research, the resulted of the hydrolysis using nitric
acid and sulfuric acid could be used as a compound to produce ethanol as an
antimicrobial.

Keywords: antimicrobial, fermentation, hydrolysis, Saccharomyces


cerevisiae, Spirulina platensis.

ii
KATA PENGANTAR

puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsis ini dengan judul
“Perbandingan Hidrolisis Asam HNO3 dan H2SO4 terhadap Hasil Fermentasi
Spirulina platensis menggunakan Saccharomyces cerevisiae sebagai
Antimikroba”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan
untuk memperoleh gelar sarjana farmasi di Program Studi Farmasi, Sekolah
Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua


pihak yang telah membantu sehingga tersusunnya skripsis ini. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan terutama kepada :

1. Ibu Siti Mariam, M.Farm, Apt selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Industri dan Farmasi Bogor.
2. Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
3. Ibu Dra. Ni Wayan Sri Agustini dan Bapak Sofyan Ramani M.Farm, Apt.
selaku pembimbing yang senantiasa memberikan ilmu pengetahuan, saran,
solusi serta motivasinya.
4. Ibunda Imas Nuraeni, Ayahanda Abdul Hadi, Kaka Ari Astarina serta R.
Febrianto yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan perhatian
yang tiada henti-hentinya.
5. Seluruh dosen dan staf karyawan Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan
Farmasi Bogor.
6. Seluruh staf karyawan Laboratorium Mikroalga Air Tawar Bu Dede dan Kak
Didi.
7. Sahabat-sahabatku Bella S oktora, Christian Imbang, Okta K Huda, Siti
Fatimah dan Taufik Prabowo yang membantu secara langsung mapun tidak
langsung dalam penyusunan hasil penelitian ini.
8. Teman-teman “KLOROPLAS” (angkatan XV) yang sudah saya anggap
keluarga ke-2.
9. Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini dan tidak dapat
disebutkan satu per satu.

iii
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini masih
banyak kekurangan, Untuk itu, penulis sangat berterima kasih terhadap adanya
kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat
bermanfaat dan dapat menjadi sumber informasi pengetahuan bagi para pembaca.

Bogor, Oktober 2016

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.... ............................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 3
1.4 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 4
1.5 Hipotesis ........................................................................................ 4
1.6 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.7 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Spirulina platensis ......................................................................... 6
2.1.1 Morfologi .......................................................................... 6
2.1.2 Faktor-faktor Pertumbuhan Spirulina platensis .................. 7
2.1.3 Fase Pertumbuhan ............................................................... 8
2.2 Analisis Karbohidrat ...................................................................... 10
2.3 Analisis Gula pereduksi ................................................................. 11
2.4 Hidrolisis ......................................................................................... 12
2.5 Saccharomyces cerevisiae .............................................................. 12
2.6 Fermentasi ....................................................................................... 13
2.7 Bioetanol ........................................................................................ 14
2.8 Uji Aktivitas Antimikroba ............................................................. 14
2.9 Bakeri Uji ....................................................................................... 15
2.9.1 Sthapylococcus aureus ....................................................... 15

v
2.9.2 Eschericia coli .................................................................... 16
2.9.3 Candida albican ................................................................. 17
2.10 Spektrofotometer UV-Vis ............................................................... 17
2.11 Kromatografi Gas .......................................................................... 18
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 20
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 20
3.2.1 Alat ...................................................................................... 20
3.2.2 Bahan .................................................................................. 20
3.3 Metode Penelitian .......................................................................... 20
3.3.1 Kultivasi Mikroalga Spirulina platensis ............................. 21
3.3.2 Penentuan Kandungan Karbohidrat dengan Metode
Fenol Sulfuric Acid ............................................................. 21
3.3.3 Hidrolisis ............................................................................ 22
3.3.4 Fermentasi .......................................................................... 23
3.3.5 Analisis Senyawa dan Kadar Bioetanol Fermentasi
Spirulina platensis dengan Kromatografi Gas .................... 25
3.3.6 Analisis Kadar Bioetanol menggunakan Piknometer ........ 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 26
4.1 Pertumbuhan Spirulina platensis ................................................... 26
4.1.1 Kultivasi Mikroalga Spirulina platensis................................ 26
4.1.2 Pengukuran dan Kurva Pertumbuhan Spirulina platensis. ... 26
4.1.3 Pemanenan Mikroalga Spirulina platensis. .......................... 27
4.2 Karbohidrat Spirulina platensis ...................................................... 28
4.3 Hidrolisis ........................................................................................ 30
4.4 Fermentasi ...................................................................................... 32
4.4.1 Pengukuran Jumlah sel Saccharomyces cerevisiae ........... 32
4.4.2 Pengukuran Gula Pereduksi Selama Fermentasi .............. 33
4.5 Penentuan Kadar Etanol menggunakan Kromatografi Gas
dan Piknometer ............................................................................... 35
4.6 Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi Spirulina platensis .. 37

vi
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 40
5.1 Simpulan ......................................................................................... 40
5.2 Saran .............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41
LAMPIRAN ........................................................................................................ 46
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 81

vii
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1. Spirulina platensis ....................................................................................... 6


2. Pola Pertumbuhan Sel Mikroalga ................................................................. 9
3. Struktur Kimia Glukosa ............................................................................... 10
4. Reaksi antara DNS dan Glukosa .................................................................. 11
5. Staphylococcus aureus .................................................................................. 15
6. Escherichia coli ............................................................................................ 16
7. Candida albicans ......................................................................................... 17
8. Skema Spektrofotometri Tipe double beam.................................................. 18
9. Skema Alat Kromatografi Gas ...................................................................... 19
10. Analisis Kurva Pertumbuhan Sel Spirulina Platensis ................................. 26
11. Reaksi Penentuan Kandungan Karbohidrat Metode Fenol Sulfat ................ 29
12. Hubungan antara Standar Glukosa dengan Absorbans untuk
Karbohidrat .................................................................................................. 30
13. Hasil Hidrolisis Mikroalga Spirulina platensis ............................................ 31
14. Reaksi Fermentasi Hasil Glikolisis ............................................................... 32
15. Hubungan antara Konsentrasi Standar Glukosa dengan Absorbans untuk
Gula Pereduksi ............................................................................................. 34
16. Kadar Etanol yang Terukur Hasil Fermentasi Spirulina platensis
menggunakan Kromatografi Gas dan Piknometer ........................................ 36

viii
DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1. Pemanenan Mikroalga Spirulina platensis .................................................. 28


2. Jumlah Sel Saccharomyces cerevisiae Selama Masa Fermentasi ............... 33
3. Kadar Gula Pereduksi Selama 5 hari Fermentasi......................................... 35
4. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat ................................................. 38

ix
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Bagan Alur Penelitian ................................................................................... 46


2. Bagan Kultivasi Pengumpulan Biomassa Spirulina platensis ...................... 47
3. Pengujian Kadar Karbohidrat Metode Fenol Sulfat ...................................... 48
4. Bagan Alur Pembuatan Reagen Dinitro salisilat .......................................... 49
5. Pengujian Kadar Gula Pereduksi Metode Dinitro salisilat .......................... 50
6. Optical Density Pertumbuhan Spirulina platensis ........................................ 51
7. Kadar Glukosa pada Penentuan Karbohidrat Mikroalga ............................. 52
8. Mekanisme Glikolisis .................................................................................. 53
9. Pengujian Gula Pereduksi dengan Metode Dinitro salisilat ......................... 54
10. Identifikasi Senyawa Antimikroba dengan Kromatografi Gas ..................... 55
11. Penentuan Bobot Jenis Hasil Fermentasi Spirulina platensis
menggunakan Piknometer ............................................................................. 57

x
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan.
Masyarakat tidak sadar bahwa, dalam beraktivitas seringkali terkontaminasi
dengan mikroba yang dapat menginfeksi dan menimbulkan penyakit (Radji,
2010). Infeksi terjadi bila mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh
menyebabkan berbagai gangguan fisiologi normal tubuh sehingga timbul penyakit
infeksi. Penyakit infeksi mempunyai kemampuan menular pada orang lain
sehingga populasi penderita dapat meluas. Sehingga dibutuhkan peningatan
perlindungan pertahanan diri dari cemaran mikroba yang dapat menginfeksi dan
menimbulkan penyakit (Wattimena, 1991).
Pemakaian zat antimikroba sebagai pertahanan diri dari cemaran
mikroorganisme yang umum digunakan terdapat dalam berbagai macam sediaan.
Pemakaian produk antimikroba dikalangan masyarakat menengah ke atas sudah
menjadi suatu gaya hidup demi mendapatkan kenyamanan dan kondisi aseptik
secara instan (Tarwoto & Watonah, 2006).
Antimikroba merupakan zat yang digunakan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme yang hidup dipermukaan tubuh
(Retno, 2005). Salah satu bahan antimikroba yang sering digunakan dalam suatu
sediaan adalah dari golongan alkohol (etanol) dengan konsentrasi 40% sampai
70% (Block, 2001).
Etanol banyak digunakan untuk permukaan kulit, tetapi tidak untuk luka.
Etanol sebagai antimikroba mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap
berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Selain itu etanol juga
terdapat dalam minuman beralkohol yang diproduksi melalui fermentasi. Ketika
fermentasi berlangsung metabolisme gula secara anaerob, dan menghasilkan
etanol dan gas CO2 (Jones, 2000).
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan energi dari gula
dan molekul organik lain umumnya tidak memerlukan oksigen. Saccharomyces

1
2

cerevisiae merupakan salah satu spesies ragi yang memiliki daya konversi gula
menjadi bioetanol (Abdurahman, 2006).
Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi
menggunakan bahan baku nabati (Arlyza, 2005). Ada tiga kategori bahan baku
bioetanol, yaitu bahan bergula (karbohidrat), berserat dan pati. Bahan baku
bergula, dapat diolah dengan cara hidrolisis menggunakan asam kuat atau
menggunakan enzim. Hidrolisis menggunakan asam kuat seperti H2SO4, HCl dan
HNO3 untuk menghasilkan gula sederhana, penggunaan asam kuat H2SO4 dan
HNO3 lebih baik karena menghasilkan gula pereduksi lebih optimal dibandingkan
dengan asam kuat lainnya (Arlyza, 2005). Etanol dapat dibuat dari bahan-bahan
umum yang banyak mengandung karbohidrat (Kniver, 2006).
Karbohidrat bisa ditemukan pada mikroalga hidup diperairan seluruh dunia,
serta pada bahan alam lainnya, seperti tebu, jagung, umbi-umbian, nira, limbah
tumbuhan yang mengandung selulosa, pati dan gula (Anggraeni et al., 2014).
Namun demikian, mikroalga juga mengandung karbohidrat yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol (Skill, 2007). Spesies mikroalga yang
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol salah satunya ialah
Spirulina platensis (Guerrero, 2010).
Spirulina platensis adalah mikroalga bersel satu yang termasuk divisi
Cyanophyta, mikroalga ini hidup berkoloni membentuk filamen terpilin
menyerupai spiral (Borowitzka, 1988). Biomassa Spirulina platensis mengandung
senyawa karbohidrat 22,8-30,3% dari bobot kering biomassa (Widianingsih et al.,
2008). Berdasarkan pada hasil pengukuran diameter zona hambat pada Tabel 4.
Kontrol negatif tidak menunjukan adanya zona hambat pada mikroba uji. Kontrol
negatif yang digunakan adalah akuades, hal ini menunjukan bahwa pelarut yang
digunakan tidak berpengaruh dan tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap
S. aureus, E. coli serta C. albicans. Kontrol positif yang digunakan terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli adalah kloramfenikol dengan konsentrasi 1000 ppm
dan kontrol positif untuk fungi C. albicans nistatin dengan konsentrasi 1000 ppm.
Kontrol positif bertujuan untuk menguji sensitivitas mikroba. Hasil menunjukan
terdapatnya zona hambat terhadap tiga mikroba uji.
3

pada latar belakang tersebut perlu diadakannya penelitian uji aktivitas


antimikroba senyawa utama hasil fermentasi Spirulina platensis dengan
Saccharomyces cerevisiae yang dihidrolisis menggunakan dua asam. Serta
dilakukan pengukuran kadar menggunakan Kromatografi Gas dan piknometer.

1.2 Identifikasi Masalah


Negara tropis seperti Indonesia memiliki tingkat kelembaban yang cukup
tinggi, sehingga memudahkan bakteri untuk tumbuh dan diantaranya terdapat
jenis mikroba patogen. Berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba
patogen menyita banyak perhatian. Beberapa kasus infeksi dibutuhkan
penanggulangan untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut, yaitu dengan
pemberian obat-obatan antimikroba namun, karena kurangnya pengetahuan dapat
menimbulkan permasalahan lain seperti resistensi. Resistensi dapat menyebabkan
mikroba menjadi kebal terhadap obat tersebut dan bermutasi menjadi lebih sulit
diobati dan membutuhkan jenis obat lain untuk membunuhnya sehingga
berdampak pada semakin menipisnya obat antimikroba. Oleh karena itu, perlu
dicari sumber antimikroba yang potensial baik untuk mengobati maupun
mencegah infeksi mikroba patogen (Besty & Keogh, 2005). Penelitian terhadap
aktivitas antimikroba dari mikroalga Spirulina platensis merupakan suatu langkah
awal untuk mengetahui adanya senyawa yang dapat diolah dan dikembangkan
menjadi senyawa antimikroba, salah satunya adalah pemanfaatan karbohidrat pada
Spirulina platensis sebagai bahan baku pembuatan etanol sebagai antimikroba.

1.3 Batasan masalah


Penelitian ini dibatasi hanya untuk menentukan aktivitas antimikroba dari
hasil proses fermentasi Spirulina platensis menggunakan Saccharomyces
cerevisiae yang dihidrolisis dengan dua jenis asam berbeda (H2SO4 dan HNO3)
yang divariasikan dengan konsentrasi (2, 3 dan 4%). Uji aktivitas antimikroba
menggunakan bakteri uji Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida
albican, dengan metode difusi cakram kertas. Metode pengujian karbohidrat fenol
sulfat (Dubois et al., 1956) dan metode pengujian untuk gula pereduksi Dinitro
salisilat (Miller, 1959). Analisis kadar menggunakan menggunakan Kromatografi
4

Gas dan didukung dengan perhitungan bobot jenis sampel menggubakan


Piknometer.

1.4 Kerangka Pemikiran


Penelitian ini dimulai dari pengumpulan biomassa hasil kultivasi mikroalga
Spirulina platensis dalam media Zarrouk’s. Biomassa kering Spirulina platensis
memiliki kandungan karbohidrat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
nutrisi Saccharomyces cerevisiae diawali dengan proses menghidrolisis biomassa
kering Spirulina platensis menggunakan dua asam berbeda (H2SO4 dan HNO3)
dengan variasi konsentrasi (2, 3 dan 4%), lalu dilakukan pengujian kadar
karbohidrat dengan metode fenol sulfat (Dubois et al., 1956) dan pengujian gula
pereduksi dengan metode Dinitro Salisilat (Miller, 1959). Pengukuran kadar
karbohidrat dan gula pereduksi sebagai parameter media untuk fermentasi. Hasil
fermentasi Spirulina platensis ini diuji aktivitas antimikroba terhadap
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albican, selama fermentasi
dilakukan pengujian karbohidrat fenol sulfat (Dubois et al., 1956) dan pengujian
untuk gula pereduksi dengan metode Dinitro Salisillat (Miller, 1959). Analisis
kadar etanol menggunakan Kromatografi Gas dan piknometer.

1.5 Hipotesis
Supernatan hasil hidrolisis biomassa Spirulina platensis dengan variasi
konsentrasi dari dua jenis asam berbeda dapat digunakan sebagai media
fermentasi untuk menghasilkan senyawa antimikroba dengan bantuan
Saccharomyces cerevisiae. Senyawa antimikroba hasil fermentasi hidrolisat
biomassa Spirulina platensis ialah etanol yang diharapkan memiliki potensi untuk
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan
Candida albican.

1.6 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan membandingkan hidrolisis asam nitrat dan asam
sulfat terhadap hasil fermentasi mikroalga Spirulina platensis menggunakan
Saccharomyces cerevisiae. Selain itu, senyawa etanol hasil fermentasi mikroalga
Spirulina platensis yang terbentuk akan diuji potensi antimikrobanya terhadap
5

Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Candida albican dengan mengukur


diameter zona hambat.
.
1.7 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi substitusi pengembangan dan
pemanfaatan mikroalga dalam dunia farmasi bahwa hasil fermentasi mikroalga
Spirulina platensis berpotensi sebagai antimikroba.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spirulina platensis


Mikroalga adalah mikroorganisme atau jasad renik termasuk dalam
tumbuhan tingkat rendah. Dikelompokan ke dalam filum thallophyta karena tidak
memiliki akar, batang dan daun sejati (berupa talus) namun sudah memiliki
klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis (Kabinawa, 2001).
Sinonim mikroalga Spirulina platensis adalah Spirulina jenneri var. platensis
Nordstedt dan Arthosphira platensis (Nordstedt) Gomont (Borowitzka, 1988).
Gambar 1 merupakan morfologi Spirulina platensis.

Gambar 1. Morvologi Spirulina platensis (Science Photo Library, 2013)

Pada sistem taksonomi menurut (Borowitzka, 1988) klasifikasi Spirulina


platensis adalah sebagai berikut:
Regnum : Prokariot
Divisi : Cyanophyta
Ordo : Oscillatoriales
Familia : Oscillatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina platensis
2.1.1 Morfologi
Spirulina merupakan mikroalga multiseluler, berwarna hijau kebiruan.
Selnya berkoloni membentuk filamen terpilin menyerupai spiral (heliks), sehingga
disebut alga biru-kehijauan berfilamen (cyanophyta). Filamen Spirulina berawal

6
7

dari sel-sel muda yang membelah pada sisi luar sumbu utama filamen sehingga
membentuk suatu filamen yang berisi beberapa sel yang merupakan satu
rangkaian. Rangkaian sel tersebut disebut trichome mempunyai lebar 5-70 µm
dengan panjang 200-300 µm. Trichome bentuk helix merupakan karakteristik dari
Spirulina. Spirulina platensis memiliki dinding sel yang terdiri atas struktur
berlapis ganda mucopolimer dan bahan-bahan pektin, lapisan semacam perekat
luar tersusun dari polisakarida dan tidak ditemukan adanya selulosa. Selnya tidak
memiliki kloroplas namun digantikan dengan tilakoid yang menyebar rata di
dalam sel. Pigmen yang dikandung hanya klorofil, karotenoid, xantofil dan
pigmen terapirol yang larut dalam air. Semua pigmen tersebut yang menyebabkan
mikroalga Spirulina platensis berwarna kebiruan. Inti sel tidak terlihat, namun
bahan-bahan pembentuk inti seperti asam nukleid menyebar banyak dalam
sitoplasma (Borowitzka, 1988).
Biomassa sel Spirulina platensis mengandung kadar air 1,5-8,3 %, kadar abu
16,5-25%, karbohidrat 22,8-30,3%, protein 55-77%, dan total lemak 6,78-7,55%,
(Borowitzka, 1988). Kandugan lainnya vitamin terutama yang tertinggi adalah
provitamin A dan pigmen fotosintesis termasuk xantofil, myxoxantofil dan
alloophycoccyanin (Kabinawa, 2001)
2.1.2 Faktor-faktor Pertumbuhan Spirulina platensis
Pertumbuhan Spirulina memerlukan lingkungan sesuai. Spirulina
ditemukan dalam berbagai habitat dan telah diisolasi dari air payau dan laut,
Spirulina mungkin terlihat membentuk lapisan biru kehijauan. Pada umumnya
faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga Spirulina platensis
sebagai berikut:
1. Nutrisi : Mikronutrisis dan Makronutrisi
a. Mikronutrisi
Unsur-unsur yang termasuk dalam mikronutrisi, yaitu Si, Zn, Mn, Fe, Cu,
Ca, Co, Mo dan Na. Unsur-unsur tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang sangat
kecil namun harus selalu ada dalam media kultur dan untuk menstabilkan fungsi
mikronutrisi perlu ditambahkan senyawa etilen diamin tetra asetat (EDTA)
(Kabinawa, 2001).
8

b. Makronutrisi
Makronutrisi merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel Spirulina diantaranya C, O, H, N, K, P, Mg, dan S. Pertumbuhan
sel mikroba ini umumnya bergantung pada tersedianya unsur nitrogen dalam
kultur. Jumlah nitrogen optimum pada kultur dapat meningkatkan biomassa,
karbohidrat, protein dan klorofil (Kabinawa, 2001).
2. Lingkungan
Pada umumnya faktor lingkungan yang utama mempengaruhi pertumbuhan,
kondisi Spirulina untuk tumbuh optimal diantaranya:
a. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam menentukan laju pertumbuhan
mikroalga dalam proses fotosintesis. Suhu optimum untuk pertumbuhan
o o
Spirulina ialah 35-37 C. Sedangkan suhu 40 C sangat berbahaya bagi
pertumbuhan Spirulina (Kabinawa, 2001).
b. Cahaya
Pertumbuhan Spirulina dipengaruhi oleh cahaya karena Spirulina bersifat

autotropik yang menggunakan energi cahaya, air dan CO2 untuk mensintesis

protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Kultur yang ditumbuhkan dibawah


cahaya kontinyu akan tumbuh dengan cepat (Arad dan Richmond, 2004).
c. pH
Alkalinitas tinggi merupakan syarat utama untuk pertumbuhan
Spirulina, yaitu pada pH optimum antara 8,3-11. Alkalinitas terlalu rendah
menyebabkan kultur Spirulina mudah terkontaminasi alga lainnya. Penstabil pH
yang baik ialah NaHCO3 (Borowitzka, 1988 ; Kabinawa, 1998).
2.1.3 Fase Pertumbuhan
Pertumbuhan dicirikan oleh peningkatan masa sel atau jumlah sel, yang
hanya akan terjadi apabila kondisi-kondisi kimiawi dan fisika tertentu terpenuhi,
misalnya terdapatnya nutrien yang dibutuhkan. Kinetika pertumbuhan
memperlihatkan kemampuan sel dalam memberikan respon terhadap
lingkungannya. Pertumbuhan mikroalga dibagi menjadi empat fase pertumbuhan,
yaitu fase lag, fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian, dapat dilihat pada
Gambar 2 (Fogg, 1987).
9

Gambar 2. Pola pertumbuhan sel mikroalga (Fogg, 1987)

Pertumbuhan Spirulina platensis dibagi ke dalam 4 fase, diantaranya:


1. Fase lag (adaptasi)
2. Fase logaritmik atau eksponensial
3. Fase stasioner
4. Fase kematian
Fase lag merupakan fase pertama dalam pertumbuhan mikroalga dan
mengalami penurunan tingkat metabolisme karena inokulum yang tidak merata
umunya disebut proses adaptasi. Fase kedua eksponensial, yaitu percepatan
pertumbuhan dan perbandingan konsentrasi komponen biokimia menjadi konstan
(Fogg, 1987).
Kurva pertumbuhan mulai berubah karakter eksponensialnya menjadi linier
pada saat faktor-faktor pertumbuhan berkurang. Fase ini disebut fase stasioner.
Peningkatan ukuran populasi tidak terjadi, jumlah sel terlihat cenderung konstan,
karena laju kematian pada fase stasioner. Pertumbuhan mikroalga yang dikultur
mencapai tingkat maksimal pada fase stasioner. Fase kematian merupakan fase
akhir yang ditandai dengan penurunan produksi biomassa karena sel mati (Fogg,
1987). .
10

2.2 Analisis Karbohidrat


Karbohidrat adalah suatu molekul yang terdiri atas atom-atom karbon,
hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat adalah kelompok nutrien yang penting dalam
susunan makanan dan sebagai sumber energi. Karbohidrat dihasilkan oleh
tanaman melalui proses fotosintesis (Gaman & Sherrington, 1992)
6CO2 + 6 H2O  C6H12O6 + 6O2
Senyawa karbohidrat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu monosakarida,
oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida ialah karbohidrat sederhana dengan
molekul yang terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan
dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Karbohidrat golongan
monosakarida antara lain glukosa, fruktosa, galaktosa dan pentosa. Oligosakarida
mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida.
Karbohidrat golongan oligosakarida, yaitu sukrosa, laktosa, maltosa dan stakiosa.
Polisakarida ialah karbohidrat bermolekul besar dan lebih kompleks. Karbohidrat
golongan poisakarida, yaitu amilum dan glikogen (Poedjiadi & Supriyanti, 2006).
Secara struktur karbohidrat memiliki gugus hidrogen (H), gugus hidroksil
(OH), gugus keton (C=O) dan aldehida (CHO). Karbohidrat juga didefinisikan
sebagai polihidroksi-keton atau polihidroksi-aldehid, perbedaannya terletak pada
gugus karbonilnya, polihidroksi-aldehid karbonilnya terdapat diujung sedangkan
polihidroksi-keton karbonilnya berada selain diujung, dapat dilihat pada Gambar
3.

Gambar 3. Struktur kimia glukosa (Poedjiadi & Supriyanti, 2006)

Analisis karbohidrat secara kuantitatif dapat dilakuakan dengan berbagai


cara, metode yang umum digunakan antara lain Metode Anthrone, fenol sulfat.
Metode fenol sulfat merupakan metode yang paling mudah digunakan karena
hanya menggunakan fenol dengan konsentrasi 5% dan asam sulfat pekat, yang
kemudian didiamkan dalam keadaan gelap untuk mempercepat reaksi.
11

2.3 Analisis Gula Pereduksi


Gula reduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi
senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa gula
reduksi mempunyai kemampuan mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus
aldehid atau keton bebas. Beberapa gula yang termasuk gula pereduksi adalah
glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa dan sebagainya.
Analisis gula reduksi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain dengan metode Luff Schoorl (Kowalski et al., 2013), Nelson-
Somogyi (Somogyi, 1952), dan DNS (Miller, 1956). Metode DNS merupakan
metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar gula reduksi.
Dalam metode DNS digunakan pereaksi Dinitro salisilat. Bahan-bahan yang
diperlukan untuk membuat pereaksi Dinito salisilat adalah asam 3,5-
dinitrosalisilat, NaOH, natrium kalium tartat, natrium metabisulfit, dan akuades.
Dinito salisilat merupakan senyawa aromatis yang dapat bereaksi dengan gula
reduksi membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat, suatu senyawa yang mampu
menyerap radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang
maksimum 540 nm (Kusmiati & Agustini, 2010). Semakin tinggi kadar gula
reduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin banyak pula molekul
asam 3-amino-5-nitrosalisilat yang terbentuk, sehingga absorbansi sampel akan
semakin tinggi.
Reaksi antara gula pereduksi dengan Dinito salisilat merupakan reaksi
redoks pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil.
Sementara itu, Dinito salisilat sebagai oksidator tereduksi membentuk asam 3-
amino-5-nitrosalisilat. Reaksi ini berlangsung dalam suasana basa dan suhu tinggi
sekitar 90-100 oC. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan Dinito
salisilat yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi
sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan (Kusmiati & Agustini, 2010).
Reaksi glukosa dengan Dinito salisilat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Reaksi antara DNS dengan glukosa (Kusmiati & Agustini, 2010).
12

2.4 Hidrolisis
Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan air untuk
memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis karbohidrat merupakan
proses pemecahan molekul besar (polisakarida) menjadi bagian-bagian
penyusunnya yang lebih sederhana (Rindit, 1998). Proses ini melibatkan
pengionan molekul air ataupun penguraian senyawa lain.
Proses hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu, enzim,
konsentrasi, ukuran partikel, pH, lama waktu hidrolisis dan volume substrat.
Karena reaksi ini cukup lambat, maka untuk memperbesar laju kecepatan
reaksinya dibutuhkan katalisator, yang berfungsi untuk memperbesar keaktifan
air, sehingga reaksi berjalan lebih cepat (Pudjaatmaka & Qodratillah, 2002).
Metode hidrolisis yang umum digunakan antara lain:
a. Hidrolisis dengan asam
Metode hidrolisis kimiawi menggunakan asam-asam organik, beberapa yang
sering digunakan H2SO4, HCl, dan HNO3. Pemotongan rantai oleh asam lebih
tidak beraturan dibandingkan hasil pemotongan dengan enzim (Assegaf, 2009).
b. Hidrolisis dengan enzim
Enzim merupakan senyawa protein kompleks yang dihasilkan oleh sel-sel
organisme dan berfungsi sebagai ketalisator reaksi kimia (Harwati et al., 1997).
Kerja enzim yang spesifik membuat hasil pemotongan rantai lebih baik,
dikarenakan strukturnya hanya dapat mengkatalis satu tipe reaksi kimia dari satu
substrat (Salma & Gunarto, 1998).

2.5 Saccharomyces cerevisiae


Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies ragi yang memiliki
daya konversi gula menjadi bioetanol dengan baik. Mikroba ini biasanya dikenal
dengan baker’s yeast, metabolismenya telah dipelajari dengan baik dan bersifat
fakultatif aerobik. Produk metabolik utama adalah etanol, CO2, dan air sedangkan
beberapa produk lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit.
Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30 oC dan pH 4-5 agar dapat
tumbuh dengan baik. Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-
30 oC (Waluyo, 2004).
13

Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme bersel satu tidak


berklorofil, termasuk kelompok Eumycetes. Beberapa kelebihan Saccharomyces
cerevisiae dalam proses fermentasi, yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang
biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi,
mempunyai sifat stabil dan cepat beradaptasi.
Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dipengaruhi oleh adanya
penambahan nutrisi, yaitu unsur C sebagai sumber karbon, unsur N yang
diperoleh dari penambahan urea, Z, amonium pepton, mineral dan vitamin. Suhu
optimum untuk fermentasi antara 28-30 oC (Dilip, 1991).

2.6 Fermentasi
Proses fermentasi merupakan suatu proses pemecahan senyawa kompleks
menjadi senyawa yang sederhana yang dilakuakan secara anaerob dengan bantuan
mkroorganisme seperti kapang atau jamur. Mikroorganisme yang umum
digunakan Saccharomyces cerevisiae. Berdasarkan pada produk yang dihasilkan,
fermentasi digolongkan menjadi dua macam, menurut Judoamidjojo et al. (1992),
yaitu sebagai berikut
1. Fermentasi alkoholisis, yaitu fermentasi yang menghasilkan alkohol
sebagai produk akhir di samping produk samping lainnya. Misalnya pada
pembuatan bioetanol, wine, cider, dan tape.
2. Fermentasi non-alkoholisis, yaitu fermentasi yang tidak menghasilkan
alkohol sebagai produk akhir selain bahan lainnya. Misalnya pada pembuatan
tempe, antibiotika dan lain-lain.
Dalam prosesnya fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya,
suhu, pH, oksigen, dan substrat. Manusia memanfaatkan Spirulina platensis untuk
melangsungkan fermentasi, dalam makanan maupun dalam minuman untuk
pembuatan alkohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan gula menjadi
alkohol dan gas CO2, secara cepat dan efisien (Sudarmadji, 1989). Perubahan
yang terjadi selama proses fermentasi adalah perubahan glukosa menjadi
bioetanol oleh sel-sel Saccharomyces cereviseae (Sudarmadji, 1989).
C6H12O6 + Saccharomyces cereviseae  C2H5OH + 2CO2
14

2.7 Bioetanol
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol saat ini yang
diproduksi umumnya berasal dari etanol generasi pertama, yaitu etanol yang
dibuat dari gula (tebu, molases) atau pati-patian (umbi-umbian atau jagung)
(Prastowo, 2007).
Pembuatan bioetanol bukan merupakan suatu hal yang baru. Secara umum,
proses pengolahan bahan berpati/karbohidrat seperti ubi kayu, jagung dan gandum
untuk menghasilkan etanol dilakukan dengan proses hidrolisis, yakni proses
konversi pati menjadi glukosa. Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah
pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan
rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara
enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Proses berikutnya adalah proses
fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2.
Arah pengembangan bioetanol mulai berubah generasi kedua, yaitu limbah
pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa
merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati
hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman.
Produksi etanol atau bioetanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang
mengandung selulosa, dilakukan melalui proses konversi selulosa menjadi gula
(glukosa) larut air, kemudian dari glukosa dikonversi lagi menjadi etanol.

2.8 Uji Aktivitas Antimikroba


Aktivitas suatu antimikroba dapat ditetapkan dengan cara mengukur luas
daerah hambatan bakteri disekitar senyawa anti bakteri yang diberikan. Ada dua
metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri secara in vitro,
yaitu metode difusi dan dilusi. Dalam penelitian ini untuk uji aktifitas antimikroba
digunakan metode difusi cakram kertas.
Pada metode difusi zat antimikroba akan berdifusi ke dalam lempeng agar
yang telah ditanami bakteri. Pengamatannya berdasarkan pada terbentuknya zona
hambat terhadap pertumbuhan bakteri disekeliling cakram (Jawet et al., 1972).
15

Pada media agar yang ditanami bakteri diletakan kertas cakram yang
mengandung zat antibakteri dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam.
Pengisian zat antibakteri pada kertas cakram dilakukan menggunakan mikropipet.
Pada metode difusi perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi lebar zona hambat diantaranya ketebalan agar. Komposisi media
agar, kerapatan inokulum, suhu, dan waktu inkubasi (Barry, 1980)

2.9 Bakteri Uji


Bakteri termasuk dalam golongan prokariot, yang strukturnya lebih
sederhana dari eukariot. Morfologi bakteri dapat dibagi menjadi tiga bentuk
utama, yaitu kokus basilus dan spiral (Radji, 2009).
2.9.1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang bersifat aerob
fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak memiliki motil, umumnya tumbuh
berpasangan maupun berkelompok dengan diameter sekitar 0,9-1,3 µm.
Staphylococcus aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini
biasanya terdapat pada saluran pernapasan atas dan kulit. Keberadaan
Staphylococcus aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada individu
jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai
karier. Infeksi serius akan terjadi ketika resistensi inang melemah karena adanya
perubahan hormon, adanya penyakit, luka, atau penggunaan steroid atau obat lain
yang mempengaruhi imunitas sehingga terjadi pelemahan inang (Jawetz et al.,
1972). Keterangan perbesaran 16500 kali dari mikroskop Scaning Elektron
Microscope (SEM). Bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Morfologi S. aureus (Science Photo Library, 2013)


16

Klasifikasi bakteri S. aureus sebagai berikut:


Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Bangsa : Bacillales
Suku : Staphylococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus (Jawetz et al., 1972)
2.9.2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7 µm dan
bersifat anaerob fakultatif. Escherichia coli membentuk koloni yang bundar,
cembung dan halus dengan tepi yang nyata (Jawetz et al., 1972). Escherichia coli
termasuk bakteri mesofilik dengan suhu pertumbuhannya dari 7-50 oC dan suhu
optimum sekitar 37 oC (Jawetz et al., 1972). Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 7,2
dan dapat tumbuh pada berbagai media, termasuk Mueller Hinton Agar, Nutrient
Agar dan Blood Agar (Parija, 2009). Perbesaran 17.000 kali dari mikroskop
Scanning Electron Microscope (SEM). Bakteri E. coli dapat dilihat pada Gambar
6.

Gambar 6. Morfologi E. coli (Science Photo Library, 2013)

Klasifikasi bakteri E. coli sebagai berikut:


Kerajaan : Procaryotae
Kelas : Gamma Proteobacteria
Bangsa : Enterobacteriales
Suku : Enterobacteriacceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli (Jawetz et al., 1972)
17

2.9.3 Candida albicans


Candida albicans merupakan jamur dengan sel berbentuk lonjng bertunas
dengan ukuran 2-3 x 4-6 µm, mempunyai sel-sel memanjang menyerupai hifa
yang disebut pseudohifa. Suhu untuk pertumbuhan jamur ini adalah 37 oC.
Mikroba ini merupakan flora normal selaput mukosa saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan genitalia wanita (Petrini et al., 1992). Fungi Candida albicans
dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Morfologi Candida albicans (Science Photo Library, 2013).

Menurut taksonomi, diklasifikasikan sebagai berikut:


Divisi : Thallophyta
Kelas : Eumycetes
Bangsa : Saccharomycetales
Suku : Saccharomycetaceae
Marga : Candida
Spesies : Candida albicans (Jawetz et al., 1972)

2.10 Spektofotometri UV-Vis


Spetrofotometri merupakan metoe analisis instrumental yang banyak
digunakan dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif. Spektrofotometer UV-Vis
dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi suatu zat aktif dan menentukan
panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum (Khopkar, 2010).
Pengukuran spektrofotometer UV-Vis ini didasarkan pada hubungan antara berkas
radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorbansi
dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari komponen penyerap (Ganjar &
Rohman, 2007). Spektrofotometer sinar tampak terbagi menjadi single beam dan
18

double beam. Secara umum, pengukuran dengan spektrofotometer sinar tampak


diawali dengan sumber radiasi elektromagnetik yang memasuki instrumen, terjadi
pemisahan panjang gelombang oleh monokromator, radiasi akan masuk ke dalam
sampel maupun blanko, detektor akan memberikan informasi hasil kuantifikasi.
Radiasi elektromagnetik untuk sinar tampak terjadi pada panjang gelombang 380-
780 nm dan pengukuran pada sinar tampak dilakukan untuk larutan berwarna.
Skema pengukuran menggunakan spektrofotometer sinar tampak dapat dilihat
pada Gambar 8.

Blanko
Sumber
Monokromator Detektor Amplifer
cahaya
Sampel

Absorbans

Gambar 8. Skema spektrofotometri tipe double beam (Skoog, 2007)


Penyimpangan pengukuran dapat terjadi jika kondisi percobaan yang tidak lagi
ideal :
a. Cahaya tidak monokromatis
b. Cahaya sampingan mengenai detektor
c. Kepekaan detektor berkurang
d. Terjadinya reaksi kimia maupun fisika pada analit selama pengukuran
e. Larutan berflouresensi

2.11 Kromatografi Gas


Salah satu metode bioetanol yang umum digunakan adalah kromatografi
gas. Metode ini umum digunakan karena prosesnya mudah, cepat, sensitivitas
tinggi dan mampu memisahkan komponen-komponen dengan efisiensis yang
tinggi bahkan komponen dengan titik didih yang berdekatan dapat dipisahkan.
Secara garis besar, perangkat kromatografi gas terdidri dari beberapa
komponen dengan fungsi berbeda komponen yang berfungsi untuk memasukan
sampel adalah injektor. Injektor berfungsi untuk menguapkan sampel dan
mencampurkan uap sampel dengan gas pembawa. Untuk membawa sampel dari
pangkalan injeksi melalui kolom menuju kedetektor diperlukan suatu gas
19

pembawa. Gas pembawa harus bersifat inert, memiliki kemurnian tinggi dan
cocok dengan detektor yang digunakan. Gas pembawa yang umumnya digunakan
adalah hidrogen, helium, nitrogen dan argon. Setelah sampel diinjeksikan, sampel
tersebut dialirkan menuju kolom. Kolom berfungsi sebagai fase diam dan
merupakan tempat terjadinya proses pemisahan komponen-komponen dalam
campuran berdasarkan pada perbedaan interaksi komponen sampel dengan fase
diam. Ada 3 jenis kolom dalam kromatografi gas yaitu, kolom kemas, kapiler, dan
preparatif. Komponen-komponen yang meninggalkan kolom selanjutnya dideteksi
menggunakan detektor. Ada beberapa jenis detektor yang sering digunakan dalam
kromatografi gas, antara lain Flame Ionization Detector (FID), Thermal
Conductivity Detector (TDC), Flame Photometric Detektor (FPD) dan Mass
Spectrometer (MS). Hasil deteksi selanjutnya dicatat oleh recorder kromatogram
yang berupa puncak (peak). Secara sederhana komponen-komponen kromatografi
gas tersebut digambarkan dalam skema Kromatografi Gas seperti terlihat pada
Gambar 9.

Gambar 9. Skema alat Kromatografi Gas (Najafpour, 2004)

Dewasa ini banyak penelitian yang menggunakan kromatografi gas untuk


menentukan kadar etanol hasil fermentasi. Menurut Najafpour (2004) melakukan
penelitian menggunakan kromatografi gas untuk menentukan kadar etanol yang
dihasilkan dari proses fermentasi glukosa menggunakan Sacharomyces cerevisiae.
Dalam penelitian ini untuk penentuan kadar etanol digunakan metode
kromatografi gas dengan gas pembawa helium, detektor Flame Ionization
Detector (FID) dan kolom TRwax HP-20M. Kolom TRwax tipe HP-20M adalah
salah satu jenis kolom dalam analisis kromatografi gas yang mengandung
polietilen glikol dan memiliki rentan suhu antara 60-220 oC.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan antara bulan Februari dan Juni 2016. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Mikroalga Air Tawar, pusat Penelitian
Bioteknologi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jalan Raya Bogor
KM 46 Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

3.2 Alat dan bahan penelitian


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer (Hitachi
U-3900H), Sentrifugator (Himac CT6EL), Kromatografi gas (GC-2010), detektor
FID kolom TRwax, Timbangan analitik, Piknometer, Cold room, Penangas air,
oven, lemari pendingin, Aerator, Lampu neon, Stopwatch, pH meter, Termometer,
micropipet, aquarium, wadah kultur, kain saten, peralatan gelas, dan stirer.
3.2.2 Bahan
Kultrur mikroalga Spirulina platensis dari Laboratorium Mikroalga Air
Tawar (LIPI - Cibinong), asam karboksilat, NaOH, asam nitrat, reagen Dinito
salisilat, fenol, Sacharomyces cerevisae, E. coli, S. aureus, akuades, PDA, yeast,
pepton dan media pengkulturan (Zarrouk’s).

3.3 Metode Penelitian


Lingkup kerja penelitian ini diawali dengan kultivasi mikroalga Spirulina
platensis yang akan difermentasi dengan bantuan mikroorganisme saccharomices
cerevisiae, penelitian sebelumnya sebelumnya sudah dilakukan hidrolisis terhadap
biomassa Spirulina platensis yang terkumpul menggunakan asam nitrat dan asam
sulfat. Hasil fermentasi diuji aktivitas antimikroba menggunakan metode difusi
cakram kertas dengan mengukur diameter zona hambat dan dianalisis
menggunakan Kromatografi Gas dan Piknometer. Bagan alir penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 1.

20
21

3.3.1 Kultivasi Mikroalga Spirulina platensis


Kultivasi mikroalga Spirulina platensis diawali dengan pembuatan media
pertumbuhan Zarrouk’s, persiapan inokulasi dan pengukuran Optical Density
(Lampiran 2).
a. Persiapan media kultur mikroalga Spirulina platensis
Komposisi media yang digunakan adalah zarouk dengan komposisi MgSO4
0,2g/L ; CaCl2 0,12g/L ; EDTA 0,64g/L ; Urea 0,31g/L ; TSP 0,18g/L ; KOH
0,15g/L ; K2SO4 0,5g/L ; FeSO4 0,01g/L ; NaHCO3 (soda kue) 16,8g/L ; NaCl
21g/L dan mikronutrien 1 mL/L.
Bahan-bahan dari mikronutrien: ZnSO4.7H2O 0,084 g ; H3BO3 0,6 g ;
MnCl2.4H2O 0,4 g ; (NH4)6.Mo7O24.4H2O 0,4g dan CuSO4.5H2O 0,06 g.
Kultur Spirulina platensis dalam akuarium berkapasitas 60 L, diberi
pencahayaan lampu neon 40 watt dengan intensitas cahaya 2500 lux dan aerasi.
b. Pengukuran dan pembuatan kurva pertumbuhan Spirulina platensis.
Kepadatan sel mikroalga diukur dengan metode turbidimetri sebagai nilai
optical density (OD) menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Pada panjang
gelombang 680 nm. Nilai serapan yang diperoleh menunjukkan kepadatan
biomassa yang merupakan pertumbuhan dari Spirulina platensis. Kurva
pertumbuhan yang dibuat merupakan hubungan antara waktu kultivasi sebagai
absis (sumbu x) dan kepadatan biomassa sebagai ordinat (sumbu y).
c. Pemanenan mikroalga
Pemanenan mikroalga dilakukan pada fase logaritmik untuk mendapatkan
kadar metabolit primer optimum. Kultur mikroalga yang telah mencapai fase
logaritmik dipanen dengan cara disaring dengan kain satin. Biomassa hasil panen
ditimbang kemudian dikeringkan dalam cold room suhu 8-15 oC selama 3-4 hari,
setelah kering ditimbang kembali bobot keringnya.
3.3.2 Penentuan Kandungan Karbohidrat dengan Metode Fenol Sulfat
(Dubois et al., 1956).
3.3.2.1 Pembuatan kurva standar.
Larutan stok glukosa 1000 ppm dibuat dengan cara melarutkan 0,0100 g
padatan glukosa menggunakan neraca analitik dilarutkan dalam 10 mL akudes.
Dari larutan stok dibuat variasi konsentrasi 0; 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80; 90;
22

dan 100 ppm. Masing-masing larutan tersebut ditambahkan 0,5 mL fenol 5% dan
2,5 mL H2SO4, kemudian dihomogenkan dengan vortex selama 1 menit dan
didiamkan selama 30 menit dalam keadaan gelap sebelum dianalisis. Larutan
standar diukur absorbannya menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 485 nm menggunakan blanko akuades.
3.3.2.2 Penentuan kandungan karbohidrat pada sampel.
Biomassa kering sebanyak 0,0012 g menggunakan neraca analitik lalu
dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Sampel tersebut kemudian ditambahkan 0,5
mL fenol 5% dan 2,5 mL H2SO4 pekat dan dihomogenkan dengan vortex selama 1
menit. Kemudian larutan didiamkan dalam keadaan gelap selama 30 menit
sebelum dianalisis. Pengukuran sampel dilakukan secara duplo dan diukur
absorbannya menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 485 nm menggunakan blanko 1 mL fenol 5% dan 5 mL H2SO4 pekat.
Bagan alir penelitian penentuan kadar karbohidrat dari pembuatan kurva baku
standar sampai pengujian kadar karbohidrat dalam Spirulina platensis dapat dilihat
pada Lampiran 3.
3.3.3 Hidrolisis
Sebanyak 3 buah erlenmeyer disiapkan untuk masing-masing asam HNO3
dan H2SO4 diberikan penanda variasi konsentrasi 2, 3 dan 4%. Masing-masing
biomassa ditempatkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan asam yang telah
divariasikan sesuai dengan tanda yang diberikan, dengan perbandingan 1:10 pada
penelitian ini 25 g biomassa dihidrolisis menggunakan asam pekat yang telah
divariasikan konsentrasinya, sebanyak 250 mL. Selanjutnya dipanaskan pada suhu
115 oC selama 1 jam setelah pemanasan, masing-masing sampel didinginkan dan
diperiksa pH-nya menggunakan pH meter, kemudian dibasakan dengan NaOH
4M sampai pH-nya antara 4 dan 5.
Selanjutnya cairan hasil hidrolisis yang telah diatur pHnya ditambahkan
nutrisis berupa NH4SO4 2g/L, K2HPO4 1g/L, ZnSO4 0,2g/L, MgSO4 0,2g/L, yeast
extrak 2g/L dan dihomogenkan. Kemudian campuran dipindahkan ke dalam
erlemeyer dengan jumlah volume yang sama 50 mL dan diserilkan dalam autoklaf
pada suhu 121 oC selama 15 menit kemudian didinginkan hingga sama dengan
suhu ruangan.
23

3.3.4 Fermentasi
Medium fermentasi yang merupakan hasil hidrolisis yang disentrifugasi
ditambahkan khamir 10%(v/v) (Saccharomyces cerevisiae) (Judoamidjojo et al.,
1992). Medium ditambahkan nutrisi untuk pertumbuhan Saccharomyces
cerevisiae. Fermentasi pada suhu ruang selama 120 jam. Hasil fermentasi
dianalisis kadar etanolnya pada jam 24, 48, 72, 96, dan 120 jam.
3.3.4.1 Penentuan Kandungan Gula Pereduksi dengan Metode DNS (Dinitro
Salisilat) (Miller, 1959)
Pembuatan Reagen Dinito salisilat, dilarutkan 4 g NaOH dalam 50 mL
akuades kocok hingga larut sempurna. Erlemeyer kedua dimasukan 7,5 g natrium
kalium tartat dan 2 g natrium metabisulfit ke dalam 125 mL akuades lalu
ditambahkan 2,5 g 3,5-dinitrosalisilat sedikit demi sedikit, kemudian ditambahkan
akuades hingga 250 mL, dihomogenkan selama 24 jam (Lampiran 4).
Pembuatan kurva standar. Larutan stok glukosa 2000 ppm dibuat dengan
melarutkan 0,0200 g padatan glukosa dilarutkan dalam 10 mL akudes. Larutan
stok dibuat variasi konsentrasi 0; 100; 200; 300; 400; 500; 600; 700; 800; 900;
dan 1000 ppm. Masing-masing larutan tersebut ditambahkan 3 mL reagen Dinito
salisilat, dan dihomogenkan dengan vortex selama 1 menit, dipanaskan selama 5
menit dengan suhu 110 oC kemudian sampel didiamkan kemudian tambahkan 20
mL akuades dan dihomogenkan kembali salama 1 menit sebelum dianalisis.
Larutan standar diukur absorbansnya menggunakan spektrofotometer sinar
tampak pada panjang gelombang 540 nm menggunakan blanko akuades.
Penentuan kandungan gula pereduksi. Sebanyak 2 mL supernatan hasil
fermentasi Spirulina platensis dipindakan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan
dengan 1 mL akuades. Sampel kemudian ditambahkan 3 mL reagen Dinito
salisilat, dihomogenkan dengan vortex selama 1 menit, dipanaskan selama 5 menit
dengan suhu 110 oC setelah itu didiamkan sampai sama dengan suhu ruang dalam
keadaan gelap kemudian tambahkan 20 mL akuades dan dihomogenkan kembali
salama 1 menit sebelum dianalisis. Pengukuran sampel dilakukan secara duplo
dan diukur absorbansnya menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 540 nm menggunakan blanko akuades dan reagen Dinito
salisilat dengan perlakuan yang sama. Bagan alir penentuan kadar gula pereduksi
dari supernatan hasil fermentasi Spirulina platensis dapat dilihat pada Lampiran 5.
24

3.3.4.2 Uji Aktivitas daya hambat terhadap S. aureus, E. coli dan Candida
albican.
a. Persiapan larutan kontrol
Kloramfenikol sebagai kontrol positif S. aureus dan E. coli disiapkan
dengan membuat larutan konsentrasi 1000 ppm. Sebanyak 0,01 g kloramfenikol
dilarutkan dengan 10 mL akuades steril di dalam vial steril. Nistatin sebagai
kontrol positif Candida albicans disiapkan dengan membuat larutan konsentrasi
1000 IU. Sebanyak 0,01 mL nistatin 100.000 IU dilarutkan dengan 10 mL
akuades steril di dalam vial steril.
b. Kultivasi media untuk bakteri uji
1) Media regenerasi
Media regenerasi yang digunakan adalah media padat dengan
komposisi: pepton 0,5% ; yeast 0,3% ; dan agar 1,5%, dilarutkan dalam 50
mL air suling dan dipanaskan hingga larut sempurna, kemudian dimasukan
ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 mL dan disterilkan
menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC dengan tekanan 1 atm selama 15
menit. Media yang telah steril dimiringkan dan didiamkan sampai memadat.
2) Media pertumbuhan
Media pertumbuhan yang digunakan ialah media cair dengan
komposisi: pepton 0,5% ; yeast 0,3% yang dilarutkan dalam 10 mL air
suling dan dipanaskan hingga larut sempurna, lalau dimasukan ke dalam 2
tabung reaksi masing-masing 5 mL kemudian disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121 oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
c. Regenerasi bakteri uji
Regenerasi bakteri uji dilakukan dalam Laminar Air Flow (LAF). Masing-
masing mikroba diambil dengan kawat ose dan digoreskan pada media regenerasi,
setelah itu diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 37 oC.
d. Inokulasi bakteri uji ke media pertumbuhan
Masing-masing bakteri uji yang telah diregenerasi selanjutnya
diinokulasikan dengan kawat ose ke dalam media pertumbuhan (media cair) dan
diinkubasikan pada suhu 37 oC sambil dikocok dan diinkubasikan selama 24 jam
25

sehingga kekeruhannya mencapai 25% T kekeruhan diukur menggunakan


spektrofotometer pada panjang gelombang 580 nm.
e. Uji aktivitas daya hambat
Setelah agar lunak dingin, tuang agar lunak yang sudah disuspensikan
dengan bakteri S.aureus, E.coli dan C. albican dalam cawan petri yang telah berisi
agar padat kemudian setelah dingin diletakan kertas cakram yang sudah ditetesi 20
µl hasil fermentasi Spirulina platensis dalam laminar air flow. Kemudian
diinkubasikan dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37 oC. Hasil zona bening
yang timbul dilakukan pengukuran menggunakan jangka sorong dengan
pengukuran duplo untuk masing-masing bakteri. Kontrol positif yang digunakan
kloramfenikol untuk S.aureus dan E.coli dan nistanin untuk Candida albican.
3.3.5 Analisis Senyawa dan Kadar Bioetanol Fermentasi Spirulina platensis
menggunakan Kromatografi Gas.
Sebanyak 1 µL Analit diinjeksikan menggunakan Kromatografi Gas inlet ke
dalam kromatografi gas yang telah atur kondisinya suhu injektor 150 oC, suhu
kolom 180 oC dan suhu detektor 200 oC menggunakan kolom Trwax dan detektor
FID. Sampel ini akan terpisah berdasarkan pada titik didih melewati kolom masuk
menuju kedetektor dengan menghasilkan puncak kromatogram kromatografi gas.

3.3.6 Analisis Kadar Bioetanol Fermentasi Spirulina platensis menggunakan


Piknometer .
Piknometer dibersihkan menggunakan aseton, kemudian dikeringkan dan
ditimbang. Akuades didinginkan samai di bawah suhu percobaan ± 15 oC.
Piknometer diisi dengan akuades secara hati-hati hingga penuh kemudian
ditimbang. Cara yang sama dilakukan untuk larutan baku etanol. Bobot jenis
dihitung dengan rumus berikut:
o ot piknometer erisi larutan sampel o ot piknometer kosong
volume piknometer
Kadar etanol dihitung menggunakan tabel konversi bobot jenis-etanol
(Depkes RI, 1995)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pertumbuhan Spirulina platensis


4.2.1 Kultivasi Mikroalga Spirulina platensis
Pada penelitian ini, Spirulina platensis dikultivasi selama 12 hari dalam
media Zarrouk’s. Pengamatan dilakukan selama masa kultivasi untuk mengetahui
pertumbuhan Spirulina platensis dari fase adaptasi hingga mencapai fase stasioner
akhir menuju awal kematian, dalam kapasitas besar 60 L dengan intensitas cahaya
2500 lux, pH 8,9 serta aerasi yang mengalir secara terus menerus menggunakan
blower. Lingkungan dengan alkalinitas tinggi merupakan syarat utama
pertumbuhan Spirulina platensis, yaitu pH optimum antara 8,3-11 (Borowitzka,
1998). Aerasi berungsi mengoptimalkan kelarutkan CO2 dalam air, sehingga dapat
meningkatkan, mempertahankan proses fotosintesis menjadi optimum yang
ditandai dengan perubahan warna pada kultur semakin keruh setiap hari karena
adanya pembelahan sel. Menurut Boyd (1990), laju fotosintesis akan terbatas
apabila terjadi penurunan karbon dan tingginya nilai pH. pH asam mengakibatkan
gangguan pada proses biokimia yang mempengaruhi laju pertumbuhan seperti
mempengaruhi kinerja enzim yang dapat menghambat proses fotosintesis dan
pertumbuhan.
4.2.2 Pengukuran dan Pembuatan Kurva Pertumbuhan Spirulina platensis
Kepadatan sel Spirulina platensis diukur setiap hari dengan metode
turbidimetri dengan panjang gelombang 680 nm dapat dilihat pada Lampiran 6.
Panjang gelombang maksimum digunakan untuk menentukan nilai absorpsi
mencapai maksimum, sehingga dapat meningkatkan proses absorpsi larutan
terhadap sinar radiasi dan dapat mengurangi penyimpangan dalam penentuan nilai
absorbans (Ganjar & Rohman 2007). Sel Spirulina platensis merupakan
multiselular sehingga penyebaran selnya tidak merata bila hanya dilihat
menggunakan mikroskop dan perhitungan kepadatan sel menjadi tidak akurat.
Berdasarkan pada hasil yang diperoleh kurva pertumbuhan sel Spirulina platensis
selama 12 hari masa kultivasi dapat dilihat pada Gambar 10.

26
27

serapan ƛ 680 nm
0,8
0,6
0,4
Pertumbuhan
0,2
S. platensis
0
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12

waktu fermentasi (hari)

Gambar 10. Analisis kurva pertumbuhan sel Spirulina platensis selama 12 hari
masa kultivasi.

Spirulina platensis merupakan mikroba autotrof yang mampu memanfaatkan


nitrogen, karbondioksida dan senyawa lain untuk fotosinesis, pada fase logaritmik
Spirulina platensis menyerap senyawa CO2, NH4+, NO3-, PO43- dan menghasilkan
metabolit primer seperti karbohidrat, protein lemak dan sebagainya yang
diperlukan sebagai zat utama untuk pertumbuhan serta O2 dan H2O (Wardhany et
al., 2008). Hasil pada Gambar 10 kurva pertumbuhan menunjukan fase logaritmik
optimal pada hari ke 9.
4.2.3 Pemanenan Mikroalga Spirulina platensis.
Gambar 10 Spirulina platensis mencapai fase log pada hari ke-9 1,395 dan
mencapai fase stasioner pada hari ke-10 (Lampiran 6). Berdasarkan pada hasil
pengamatan kurva pertumbuhan Spirulina platensis dibuktikan mengalami fase lag
yang sangat singkat selama 1-2 hari. Menurut Brown (2002) singkatnya watu fase
lag memberikan peluang mempersingkat waktu kultur sehingga menyebabkan
berkurangnya faktor kegagalan pada saat kultur. Keadaan ini dapat disebabkan
karena saat dikultivasi atau ditambah volume air kultur berada pada fase
logaritmik, sehingga sel-sel Spirulina platensis cepat beradaptasi. Hal tersebut
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Becker (1994), inokulan yang berasal dari
fase lag akhir, fase logaritmik atau fase stasioner awal akan mengalami fase lag
yang lebih singkat dibandingkan inokulan dari fase pertumbuhan akhir.
Hal ini menjadi dasar waktu pemanenan Spirulina platensis pada masa
logaritmik, karena dalam fase ini karbohidrat optimum diperlukan sebagai bahan
dasar penelitian selanjutnya, yaitu fermentasi. Pada hari ke-8 dilakukan proses
28

pemanenan dengan cara filtrasi menggunakan kain satin. Selain mudah, kain satin
memiliki kerapatan atau jarak antar benang yang rapat sehingga dapat
memisahkan Spirulina platensis dengan media secara sempurna karena Spirulina
platensis berbentuk panjang sehingga akan tertingal pada permukaan kain satin,
sedangkan saat menggunakan sentrifuse Spirulina platensis tidak terpisah
sempurna.

Tabel 1. Pemanenan mikroalga Spirulina platensis dalam skala 40 L pada hari


ke 9.
Absorbans Biomassa basah Biomassa kering Biomassa
(b/v) (b/v) (g/L)
0,883 37,864 17,265 0,431

Biomassa basah dikeringkan dalam cold room dengan suhu 10 oC selama 5


hari. Hal ini bertujuan agar senyawa aktif terutama karbohidrat yang terkandung
di dalam sel tidak mengalami kerusakan. Menurut Yuni (2008), proses
pengeringan panas dengan suhu 50 oC akan mendegradasi dinding sel yang
mengakibatkan rusaknya karbohidrat dan protein oleh panas.

4.3 Karbohidrat Spirulina platensis


Kandungan karbohidrat Spirulina platensis dianalisis menggunakan metode
fenol sulfat. Prinsip dasar penentuan kandungan karbohidrat menggunakan
metode ini ialah karbohidrat akan terurai membentuk glukosa, dalam suasana
asam dan keadaan panas glukosa akan bereaksi membentuk senyawa hidroksi
metil furfural dapat dilihat pada Gambar 11, yang akan bereaksi dengan fenol
membentuk senyawa berwarna jingga kekuningan sampai coklat pekat bersifat
stabil. Sebelum mengukur kandungan karbohidrat dalam sampel, terlebih dahulu
dibuat larutan standar glukosa dengan variasi konsentrasi lalu diukur
absorbansinya untuk mendapatkan persamaan regresi linear.
29

Gambar 11. Reaksi penentuan kandungan karbohidrat dengan metode fenol


sulfat (Nigam & Ayyagani 2007).
Perlakuan terhadap larutan standar dan sampel sama, yaitu ditambahkan
dengan fenol 5% dan H2SO4 pekat (1:5). Penambahan fenol 5% dilakukan terlebih
dahulu bertujuan untuk menhancurkan dinding sel mikroalga dan mendegradasi
polisakarida menjadi bentuk monosakarida atau glukosa. Menurut Artemyev
(1969), penambahan fenol dilakukan terlebih dahulu ke dalam larutan sampel dan
diikuti dengan asam sulfat pekat karena akan menghasilkan spektrum yang lebih
baik dibandingkan sebaliknya, hal ini terjadi karena pembentukan furfural relatif
tidak stabil dalam gula yang telah mengandung asam kuat. Larutan sampel
dihomogenkan, setelah homogen larutan tersebut didiamkan selama 30 menit
dalam keadaan gelap. Tujuan hal ini untuk mengoptimalkan pembentukan warna
yang terjadi, selain itu reaksi yang sedang berlangsung bersifat eksoterm sehingga
perlu didinginkan terlebih dahulu pada suhu ruang sebelum diukur absorbansinya.
Absorbans larutan diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak
pada panjang gelombang 485 nm. Panjang gelombang ini digunakan karena
merupakan panjang gelombang maksimum dalam penentuan kadar karbohidrat
dengan metode fenol sulfat yang sesuai dengan penelitian Artemyev (1969).
Berdasarkan pada pengukuran larutan standar glukosa pada percobaan, didapatkan
regresi linear y = 0,4756 + 0,0065 x dengan r2 0,9987, Kurva deret standar
glukosa dapat dilihat pada Gambar 12.
30

1,2
1

Absorbans
0,8
0,6 y = 0,0065x + 0,4756
0,4 R² = 0,9987
0,2
0
0 20 40 60 80 100

Konsentrasi (ppm)

Gambar 12. Hubungan antara konsentrasi standar glukosa dengan absorbans.

Kandungan karbohidrat atau gula total dalam sampel diukur dengan


memasukan nilai absorbans larutan sampel ke dalam persamaan regresi linear
larutan standar. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan, menurut
perhitungan sebanyak 0,0012 g biomassa, didapat bahwa rerata kandungan
karbohidrat S.platensis sebesar 27,7 %b/b. Widianingsih et al. (2008) menyatakan
biomassa Spirulina platensis mengandung senyawa karbohidrat 22,8-30,3% (b/b),
Borowitzka (1988) kandungan karbohidrat pada Spirulina platensis 24,6-29,3%
(b/b) dalam media yang kaya nitrogen dan didukung oleh pH yang optimum.
Karbohidrat yang terukur dalam sampel adalah dalam bentuk gula total, yakni
kandungan gula pereduksi dan non pereduksi, oleh karena itu perlu dianalisis
kandungan gula pereduksinya yang diasumsikan sebagai media pertumbuhan
untuk Saccharomyces cerevisiae selama masa fermentasi. Perhitungan uji
perolehan kandungan karbohidrat pada biomassa dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.4 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan reaksi kimia yang memecah molekul menjadi dua
bagian dengan penambahan molekul air (H2O), dengan tujuan untuk
mengkonversi polisakarida menjadi monomer-monomer sederhana. Satu bagian
dari molekul memiliki ion hidrogen (H+) dan bagian lain memiliki ion hidroksil
(OH-). Biomassa Spirulina platensis harus diperkecil ukurannya untuk
memperbesar luas permukaan dalam air. Umumnya hidrolisis ini terjadi saat
garam dari asam lemah atau basa lemah (atau keduanya) terlarut di dalam air.
Proses hidrolisis pada penelitian ini menggunakan asam anorganik Hal
tersebut dijelaskan pula pada penelitian Assegaf (2009) pemotongan rantai oleh
31

asam lebih tidak beraturan namun penggunan asam kuat mudah melepas ion H+
secara sempurna di dalam air. Asam anorganik yang digunakan ialah H2SO4 dan
HNO3 dengan variasi konsentrasi (2, 3 dan 4%) untuk mempercepat pemutusan
ikatan glikosida, penggunaan variasi asam yang rendah bertujuan untuk
menghindari efek negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Pengujian
dilakukan dengan mencampurkan 25 g biomassa Spirulina platensis dengan 250
mL larutan asam. Proses hidrolisis dalam penelitian ini melibatkan pengionan,
serta suhu yang tinggi 115 oC selama 1 jam, suhu yang lebih tinggi akan
mempercepat kematian sel serta mempermudah dekomposisi gula sederhana
(Osvaldo, 2012).
Penambahan asam umumnya dilakukan untuk membuat reaksi hidrolisis
dapat terjadi, karena jika hanya pada kondisi penambahan air saja tidak akan
memberikan efek hidrolisis. Asam, dalam reaksi hidrolisis disebut sebagai katalis,
yakni zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi (Lowry, 1923). Konsentrasi
ion H+ inilah yang mempengaruhi kecepatan reaksi pemutusan ikatan glikosida.
Hasil hidrolisis bimassa menggunakan H2SO4 dan HNO3 dapat dilihat pada
Gambar 13.

Hidrolisis menggunakan asam sulfat Hidrolisis menggunakan asam nitrat

2% 3% 4% 4% 3% 2%
2% 2%

(a) (b)

Gambar 13. Hasil hidrolisis biomassa Spirulina platensis


(a) menggunakanH2SO4 (b) menggunakan HNO3

Berdasarkan pada Gambar 13 terlihat jelas terdapat perbedaan warna yang


dihasilkan dengan menggunakan asam sulfat sampel berubah menjadi wana coklat
kehitaman, sedangkan hasil hidrolisis menggunakan asam nitrat berwarna kuning
keemasan. Menurut Judoamidjojo et al. (1989), H2SO4 merupakan agen dehidrasi
atau bahan yang dapat menyerap kandungan air (H dan O) dalam suatu bahan
32

yang mengandung karbohidrat, sehingga penambahan asam sulfat pekat berlebih


menyebabkan karbohidrat terdehidrasi. Jika karbohidrat terdehidrasi, maka satu-
satunya unsur yang tersisa ialah karbon, maka warna yang terbentuk adalah hitam.
Sedangkan, saat menggunakan HNO3 biomassa akan mengambang naik ke
permukaan dan warna yang terlihat menjadi keruh kekuningan. Menurut Dogra
(1990), di dalam air, asam nitrat terdisosiasi menjadi ion-ionnya, yaitu ion nitrat
dan ion hidronium membentuk warna kuning hingga jingga.

4.5 Fermentasi
Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks
seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya menjadi
senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan mikroba (Supriyati et al., 1998).
Proses fermentasi meliputi secara umum meliputi beberapa tahapan
pertama glikolisis perubahan glukosa menjadi asam piruvat Lampiran 8
dilanjutkan, dilanjutkan dengan perubahan asam piruvat menjadi etanol Gambar
14.

glikolisis
C6H12O6 asam piruvat
dekarboksilase (CH CHO)
Asam piruvat piruvat 3 asetaldehid + CO2
alkohol dehidrogenase enzim
2CH3CHO + 2NADH2 C2H5OH + 2NAD

Gambar 14 Reaksi Fermentasi Hasil Glikolisis.

4.4.1 Pengukuran Jumlah Sel Saccharomyces cerevisiae


Jenis yeast yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae yang
merupakan spesies ragi yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol yang
baik, supernatan hasil hidrolisa diatur pHnya 4,5. Saccharomyces cerevisiae
dimurnikan dari ragi komersial yang terdapat dipasaran. Penggunaan
Saccharomyces cerevisiae dipilih karena memiliki daya konversi gula menjadi
etanol dengan baik (Dilip, 1991). Pada proses fermentasi ini pH yang
diberlakukan 4,5 dikarenakan menurut Winjaya (2011). Saccharomyces cerevisiae
33

memerlukan suhu tumbuh 30 oC serta pH diantara 4 dan 5 agar dapat tumbuh


dengan baik. Menurut penelitian Winjaya (2011), pada saat pH 4 dan 5 akan
terjadi pembelahan sel secara optimum dan aktivitas fermentasi akan naik
menandakan adanya perubahan fase dari fase lag ke fase logaritmik. Hasil
perhitungan julah sel Saccharomyces cerevisiae dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah sel Saccharomyces cerevisiae selama masa fermentasi


Hasil Konsentrasi Jumlah sel Saccharomyces cerevisiae(x10-6) sel/mL
hidrolisat % H0 H1 H2 H3 H4 H5
2 3,444 10,223 11,444 14,194 12,389 9,556
H2SO4 3 3,472 10,611 12,389 14,222 11,278 8,138
4 3,167 9,556 11,000 13,583 12,916 8,916

2 3,916 10,722 11,667 13,861 11,056 9,305


HNO3 3 3,638 10,666 11,916 14,389 11,389 9,861
4 3,556 10,111 11,278 14,472 12,556 8,250

Berdasarkan pada Tabel 2, jumlah sel mengalami kenaikan optimum pada


hari ke-2 dan penurunan pada hari ke-5 yang mungkin dipengaruhi oleh
penurunan jumlah karbon (C) dan nutrisi lainnya sebagai sumber untuk
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Menurut Dilip (1991), pertumbuhan
Saccharomyces cerevisiae dipengaruhi oleh adanya nutrisi, yaitu unsur C sebagai
sumber karbon yang berasal dari karbohidrat, unsur N yang diperoleh dari
penambahan urea, amonium dan pepton. Dijelaskan pula di dalam penelitian
Subekti (2006) dalam prosesnya, fermentasi dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya, konsentrasi substrat, pH, suhu dan oksigen. Manusia memanfaatkan
Saccharomyces cerevisiae untuk melangsungkan fermentasi dalam makanan dan
minuman. Saccharomyces cerevisiae mampu mengubah cairan gula menjadi
alkohol dan gas CO2, secara cepat dan efisien (Sudarmaji, 1989).
4.4.2 Pengukuran Gula Pereduksi Selama Fermentasi
Pengukuran kandungan gula pereduksi menggunakan metode DNS
(dinitrosalisilat). Reaksi antara gula pereduksi dengan Dinito salisilat bereaksi
pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu,
Dinito salisilat sebagai oksidator tereduksi membentuk asam 3-amino-5-
nitrosalisilat. Reaksi ini berlangsung dalam suasana basa dan suhu tinggi sekitar
90-100 oC. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan Dinito salisilat
34

yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga
menimbulkan warna jingga kemerahan (Kusmiati & Agustini, 2010).
Sebelum mengukur kandungan gula pereduksi pada sampel terlebih dahulu
dibuat larutan standar glukosa dengan beberapa variari konsentrasi lalu diukur
absorbansinya untuk mendapatkan nilai regresi dan linear. Semakin besar
konsentrasi larutan standar, maka warna larutan yang dihasilkan semakin jingga,
karena konsentrasi larutan berbanding lurus dengan intensitas warna larutan.
larutan standar dan sampel diukur menggunakan spektrofotometer sinar tampak
dengan panjang gelombang 540 nm karena merupakan panjang gelombang
maksimum sesuai dengan penelitian Miller (1959). Pada panjang gelombang
tersebut molekul gula pereduksi dengan metode DNS dapat menyerap cahaya
secara optimum sehingga absorbans terbaca dengan baik. Berdasarkan pada
pengukuran absorbans larutan standar diperoleh persamaan regresi linear y =
0.0014 x + 0,059 dan r2 0,999. Kurva deret standar glukosa dapt dilihat pada
Gambar 15.

1,5
Absorbans

1
y = 0,0014x + 0,059
0,5 R² = 0,9999
0
0 200 400 600 800 1000 1200

konsentrasi (ppm)

Gambar 15. Hubungan antara standar glukosa dengan absorbans.

Berdasarkan pada hasil penelitian bahwa selama fermentasi sampel


hidrolisat Spirulina platensis mengalami penurunan kadar gula pereduksi pada hari
kedua dan hari berikutnya, berdasarkan pada pengamatan nilai absorbansi pada
Lampiran 9. Kadar gula pereduksi terbesar diperoleh dengan menghidrolisis
biomassa Spirulina platensis menggunakan HNO3 dan H2SO4 dengan konsentrai
4% masing-masing sebesar 515,107 dan 507,553 ppm. Hasil kadar gula pereduksi
yang diperoleh selama fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3.
35

Tabel 3. Kadar gula pereduksi (ppm) hidrolisat Spirulina platensis selama


masa fermentasi.
Hasil Konsentrasi Penurunan kadar gula pereduksi selama fermentasi (ppm)
hidrolisi (%) H0 H1 H2 H3 H4 H5
H2SO4 2 310,431 76,258 28,417 26,978 15,1079 7,553
3 469,784 200,359 33,093 21,582 9,352 1,438
4 507,553 130,215 35,251 28,776 16,906 7,553

2 238,129 111,51 29,496 29,496 26,258 21,582


HNO3
3 349,604 151,438 66,906 38,489 31,294 32,733
4 515,107 184,892 91,366 73,021 44,244 0

Berdasarkan pada hasil dapat disimpulkan, hidrolisis biomassa Spirulina


platensis untuk mendapatkan gula pereduksi yang baik dipengaruhi oleh kadar
asam yang terkandung, yang artinya semakin tinggi kadar asam yang terkandung
maka gula pereduksi yang terbentuk akan semakin meningkat pula. Asam akan
memecah molekul karbohidrat kompleks secara acak dan gula yang dihasilkan
sebagian besar adalah gula pereduksi (Judoamidjojo et al., 1992) Penurunan kadar
glukosa yang terjadi setiap harinya sejalan dengan meningkatnya jumlah sel
Saccharomyces cerevisiae yang menandakan adanya aktivitas Saccharomyces
cerevisiae dalam mengubah gula perduksi. Penurunan kadar gula pereduksi
terbesar terlihat pada sampel hidrolisat yang dihidrolisis menggunakan H2SO4 2%
dan pada HNO3 4%.

4.5 Analisis Kadar Etanol dengan Kromatografi Gas dan Piknometer


Analisa kualitatif untuk melihat senyawa antimikroba menggunakan
Kromatografi Gas dengan standar etanol murni. Sampel dianggap mempunyai
senyawa yang diharapkan apabila timbul peak diwaktu yang sama dengan standar.
Hasil dari analisis kualitatif hasil fermentasi Spirulina platensis menunjukan bahwa
sampel mengandung etanol dilihat dari munculnya peak yang sama dengan
standar pada menit ke- 2,677 (Lampiran 9). Selanjutnya analisis secara kuantitatif
untuk melihat jumlah kadar etanol yang terkandung dalam sampel yang dihitung
dengan membandingkan setiap area peak yang muncul pada sampel dengan area
peak standar.
36

Selain menggunakan Kromatografi Gas dilakukan pula analisis kuantitatif


menggunakan metode bobot jenis menggunakan Piknometer. Analisis ini
dilakukan berdasarkan adanya perubahan bobot jenis pada sampel, masing-
masing sampel akan ditimbang menggunakan neraca analitik pada suhu 20 oC.
piknometer yang digunakan berukuran 25 mL. Untuk itu hal yang pertama kali
dilakukan dalam pengukuran bobot jenis adalah pembuatan kurva baku standar
etanol, sebagai kurva acuan untuk memperoleh persamaan regresi linearnya.
Hasil pembuatan deret standar etanol tersebut sehingga didapatkan
persamaan regresi linear y = -0,0014 x + 1 dengan r2 0,9995. Kurva deret standar
dapat dilihat pada Lampiran 10. Penelitian kali ini mendapatkan hasil kadar etanol
pada setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 16.
16 14
\Kadar Etanol (%)
Kadar Etanol (%)

14 12
12 10
10
8
8
2% 6 2%
6
4 3% 4 3%
2 2
4% 4%
0 0
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Fermentasi Hari ke- Fermentasi Hari ke-
(a) (b)

3,5 4
Kadar Etanol (%%)
Kadar Etanol (%)

3
2,5 3
2
2
1,5 2% 2%
1 1
0,5 3% 3%
0 4% 0 4%
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Fermentasi Hari ke- Fermentasi Hari ke-
(c) (d)

Gambar 16 Kadar Etanol yang terukur dari hasil fermentasi Spirulina platensis
(a) kadar etanol hasil fermentasi hidrolisat H2SO4 menggunakan Kromatografi Gas
(b) kadar etanol hasil fermentasi hidrolisat HNO3 menggunakan Kromatografi Gas
(c) kadar etanol hasil fermentasi hidrolisat H2SO4 menggunakan Piknometer
(d) kadar etanol hasil fermentasi hidrolisat HNO3. menggunakan Piknometer
37

Berdasarkan pada hasil kadar pada Gambar 16 yang diperoleh dari


perhitungan luas area peak sampel dengan standar bahwa kadar etanol tertinggi
pada waktu fermentasi hari ke-4, hidrolisat H2SO4 3% sebesar 13,69% dan HNO3
2% sebesar 12,85% pada hari ke-2. Hasil pengukuran etanol menggunakan
Kromatografi Gas berbanding lurus dengan meningkatnya pertumbuhan
Saccharomyces cerevisiae serta penurunan kadar gula pereduksi yang terkandung
pada hari kedua. Hal tersebut menunjukan bahwa pada hari ke dua merupakan
fase peningkatan pertumbuhan sel Saccharomyces cerevisiae (fase log) pada fase
ini metabolit primer dihasikan. Metabolit primer Saccharomyces cerevisiae
diantaranya etanol, aseton, asam laktat dan butanol. Hasil pengukuran luas area
peak menggunakan Kromatografi Gas dapat dilihat pada Lampiran 10.
Kadar etanol yang dihasilkan dari sampel dibandingkan dengan tabel
bobot jenis-kadar etanol (Depkes RI, 1995) yang terdapat pada Lampiran 11.
Kadar etanol optimum dicapai pada waktu fermentasi yang berbeda dari kedua
asam, hasil hidrolisat asam nitrat lebih cepat, yaitu hari ke-2 sedangkan hasil
hidrolisat asam sulfat diperoleh kaar etanol optimum pada hari ke 4. Hal ini
didukung oleh hasil analisis kadar etanol menggunakan Kromatografi Gas, pada
hari ke-4 untuk asam sulfat dan hari ke-2 pada asam nitrat kadar etanol tertinggi
didapatkan selama proses fermentasi, serta didukung dengan hasil perhitungan
jumlah sel Saccharomyces cerevisiae.

4.6 Uji Aktivitas Antimikroba Hasil Fermentasi Spirulina platensis


Pengujian aktivitas antimikroba hasil fermentasi Spirulina platensis dengan
metode difusi cakram kertas terhadap tiga mikroba, yaitu Staphylococcus aureus
yang merupakan Gram positif, Esherichia coli Gram negatif serta khamir Candida
albicans.
Hasil pengukuran zona hambat pada tiga mikroba menunjukan hasil
beragam, pada pengujian sampel 1 (fermentasi hari ke-1) tidak menunjukan
adanya aktivitas antimikroba ditandai tidak adanya zona hambat yang terbentuk
pada setiap mikroba. Hal tersebut diduga karena senyawa aktif yang terkandung
pada hasil fermentasi hidrolisat Spirulina platensis yang berpotensi sebagai
antibakteri belum terbentuk. Zona daerah hambat (DDH) dari fermentasi
Spirulina platensis terhadap mikroba uji (mm) dapat dilihat pada Tabel 4.
38

Berdasarkan pada hasil pengukuran diameter zona hambat pada Tabel 4.


Kontrol negatif tidak menunjukan adanya zona hambat pada mikroba uji. Kontrol
negatif yang digunakan adalah akuades, hal ini menunjukan bahwa pelarut yang
digunakan tidak berpengaruh dan tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap
S. aureus, E. coli serta C. albicans. Kontrol positif yang digunakan terhadap
bakteri S. aureus dan E. coli adalah kloramfenikol dengan konsentrasi 1000 ppm
dan kontrol positif untuk fungi C. albicans nistatin dengan konsentrasi 1000 ppm.
Kontrol positif bertujuan untuk menguji sensitivitas mikroba. Hasil menunjukan
terdapatnya zona hambat terhadap tiga mikroba uji.

Tabel 4. Hasil pengukuran diameter zona hambat hasil fermentas. platensis

Hasil Kontrol Diameter Daerah Hambat (mm)


Jenis
Ferementasi
Bakteri
Hidrolisat H2SO4 HNO3

Hari ke- + - 2% 3% 4% 2% 3% 4%

1 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00


Staphylococcus 2 2,15 2,10 2,20 2,15 2,15 2,20
aureus 8,02 -- 2,25 2,10 2,25 2,60 4,05 2,35
3
4 2,55 3,95 2,30 2,20 2,40 2,15
5 2,35 2,30 2,10 2,35 2,20 2,45

1 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00


Escherichia 2 2,05 2,05 2,15 2,15 2,15 2,20
coli 3 8,35 -- 2,75 2,55 3,00 2,85 3,05 2,45
4 4,10 2,65 2,95 2,75 2,65 2,60
5 3,05 2,80 2,75 2,85 2,80 2,75

1 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00


Candida 2 2,10 2,05 2,10 2,05 2,05 2,10
albicans 3 6,40 -- 2,65 2,40 2,25 3,05 2,15 2,35
4 3,45 2,35 2,40 2,45 2,55 2,30
5 2,45 2,35 2,25 2,65 2,70 2,35

Hasil pengukuran diameter zona hambat hidrolisat HNO3 pada masing-


masing bakteri disimpulkan bahwa pada lama fermentasi hari ke-3 dengan
konsentrasi asam nitrat 3% memiliki aktivitas zona hambat optimum pada setiap
39

mikroba uji. Sedangkan hasil pengukuran diameter zona hambat dari sampel
hidrolisat H2SO4 pada masing-masing bakteri dapat disimpulkan, bahwa hasil
hidrolisat asam sulfat 2% memiliki hasil lebih baik dari konsentrasi lainnya, dapat
dilihat dalam Tabel 4. Perbedaan terlihat pada penambahan konsentrasi asam
sulfat. Bmikroba E. coli dan C. albicans zona hambat terbaik diperoleh pada
hasil hidrolisis menggunakan asam sulfat 2% sedangkan pada S. aureus zona
hambat terbaik menggunakan asam sulfat 3%.
Adanya pengaruh lama fermentasi terhadap aktivitas antimikroba, hal
tersebut diduga karena pembentukan senyawa antimikroba hasil fermentasi belum
cukup sehingga penetrasi senyawa antibakteri ke dalam dinding sel bakteri
kurang. Sebagaimana senyawa antimikroba yang diharapkan ialah etanol. Etanol
mampu merusak membran sel bakteri, menginaktifkan enzim dan mendenaturasi
protein sehingga dinding sel mengalami kerusakan karena penurunan
permeabilitas. Perubahan permeabilitas sitoplasma memungkinkan terganggunya
transportasi ion-ion organik yang penting ke dalam sel sehingga berakibat
terhambatnya pertumbuhan bahkan kematian sel, menurut Pelczar (1986).
Senyawa etanol diduga mempunyai aktivitas antifungi melawan candida
albicans. Dalam penelitiannya Souza (2011), menjelaskan bahwa senyawa etanol
akan berinteraksi dengan dinding sel fungi. Kadar etanol yang rendah akan
mendenaturasi protein dan pada kadar tinggi akan menyebabkan koagulasi protein
sehingga sel akan mati.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan pada hasil perbandingan hidrolisis asam H2SO4 dan HNO3 terhadap
fermentasi mikroalga Spirulina platensis menggunakan saccharomyces cerevisiae
sebagai antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, Esherichia coli dan
Candida albicas dapat disimpulkan:

Hasil menunjukan hasil hirolisat asam nitrat lebih cepat menghasilkan etanol
sebagai senyawa anti mikroba hasil terbaik terdapat Esherichia coli dan Candida
albicas

1. pada fermentasi hari ke-3 etanol yang diperoleh 12,64%, zona hambat
terbaik dihasilkan hidrolisat asam nitrat 3% fermentasi hari ke- 3, pada
Staphylococcus aureus sebesar 4,05 mm, Esherichia coli 3,05 mm dan
Candida albicas 3,05 mm.
2. Sedangkan menggunakan asam sulfat kadar etanol optimal didapat pada
konsentrasi asam sulfat 3% fermentasi hari ke-4 sebesar 13,69% dengan
nilai zona hambat masing-masing zona hambat terhadap Staphylococcus
aureus sebesar 3,95 mm, beda halnya pada Esherichia coli dan Candida
albicas zona hambat terbaik pada konsentrasi asam nitrat 2% hari ke-4
masing-masing sebesar 4,10 mm dan 3,45 mm.

5.2 Saran
Dalam penelitian selanjutnya perlu dilakukan kembali identifikasi senyawa
lain yang berpotensi sebagai antimikroba dari hasil fermentasi Spirulina platensis
dengan menggunakan Kromatografi Gas- Spektrofotometer Massa (KGSM) serta
dengan parameter-parameter metode hidrolisis lainnya seperi dengan enzim, atau
campuran keduanya sehingga penelitian ini dapat menunjukan hasil yang lebih
baik.

40
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman., Deden. 2006. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan. Jakarta:


Grafindo Media Pratama.

Amini, S. 2009. Penelitian Optimalisasi Umur Mikroalga Spirulina platensis


Penghasil Bahan Baku Biofuel. Di dalam: Sugiyono. Prosiding Seminar
Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, Jakarta,
22 juli 2011. Auditorium Kantor SDA: Pengolahan Teknologi Hasil
Perikanan. 3: 1-5.

Anggraeni., Yenni P., Sudarmito., Setyo, Y. 2014. Pengaruh Fermentasi Alami


ada Chip Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi
Jalar Terfermentasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(2): 59-69

Arad, S., Richmond, A. 2004. Industrial Production of Microalga cell-mass and


Secondari Products-Species of High Potential: Porphyridium sp. In:
Handbook Of Microalgal Culture: Biotechtology and Applied Phycology
(ed. M. Fingerman). Australia. Blackwell Science.

Artemyev VY. 1969. Carbohydrate in Bottom Sediments of TheKuril-Kamchatka


Trench. In: Gerchakov SM, Hatcher PG. Improved Technique for
Analysis of Carbohydrate in Sediments. Jerman: Rosentiel School of
Marine and Atmosheric Science, University-Press.

Arlyza, I.S. 2005. Isolasi Pigmen Biru Phycocyanin dari Mikroalga Spirulina
platensis. Bidang Sumberdaya Laut, Oseanografi dan Limnologi
Indonesia 38:79-92.

Assegaf F. 2009. Prospek Produksi Bioetanol Bonggol Pisang (Mussa


paradisiaca L.) menggunakan Metode Hidrolisis Asam dan Enzimatis.
Purwokerto: Bioteknologi Press.

Barry, A. L., Thornsberry, C. 1980. Manual IO Clinical Microbiology,2nd Ed.,


American Society for Microbiology, 7th Ed. Wshington DC: American
Society for Microbiology.

Becker, E.W. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambridge:


University Press.

Besty, T., Keogh, J. 2005. Microbiology Demistifed. USA: McGraw-Hill


Publisher

Block, S. 2001. Disinfection, Sterilization and Preservation. 4th Edition.


Baltimore: Williams and Wilkins Press.

41
42

Borowitzka, M. A., Borowitzka, L. J. 1988. Microalgal Biotechnology. London


(GB): Cambrige University-Press.

Boyd, C. E. 1990. Water Quality Management in Aquaculture and Fisheries


Science. Amsterdam: Elsevier Scientific Publishing Company.

Breed, R. S., Murray, E. G. D., Smith, N. E. 1974. Bergey’s Manual of


Determinative Bakteriology, 7th Ed. Baltimore: The Williams and
Wilkins Company.

Brown, M. R. 2002. Nutritional Value of Microalgae Aquaculture. In Cruz-


Suarez, L. E, Ricque-Marie, D., Tapia-Salazar, M., Gaxiola-Cortes, M.
G., Simoes, N. (Eds). Avances en Nutricion Acuicola VI. Memorias del VI
Simposium Internacional de Nutricion Acuicola. Mexico: Cancun,
Quintana Roo.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope


Indonesia Jilid III. Jakarta: Depertemen Kesehatan Republik Indonesia.

[Depkes RI]. 1994. Bakeriologi Klinik. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga


Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Dilip, K. A. 1991. Handbook of Applied Mycology (Lung Biology Healh and


Disease). New York: CRC press.

Dubois, M. K. A., Gilles, J. K Hamilton, P. A., Rebers., Smith, F. 1956.


Colorimetric Metodh for Determination of Sugar and Related Substance.
Journal Anal Chem 23(3): 350-356.

Fogg, G. E. 1989. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. London: The


University of Wisconsin Press.

Fogg, G. E. 1987. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. 3rd Ed. London: The
University of Wisconsin Press.

Gaman, P. M., Sherington, K. B. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan,


Nutrisi dan Mikrobiologi. Ed ke-2. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A,
Sardjono, Penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM-Press. Terjemahan dari :
The Science of Food : An Introduction to Food Science, Nutrition, and
Microbiology.

Ganjar, I.G., Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka.

Gennaro, A.R. 1995. Remington: The Science and Practice of Pharmacy,


Pennsylvanis: Mack Publishing Company.

Guerrero, M. G. 2010. Bioethanol From Microalgae. Instituto Bioquiimica


Vegetaly Fotosmica Fotosiintesisntesi, Sevilla. [terhubung berkala].
43

http://www.slideshare.net/slides_eoi/bioethanol-from-microalgae
3718018. [diakses pada tanggal 31 Maret, pukul 10:36 WIB].

Harwati, U., Widodo. S., Sofian. H. N., Barwami, M. 1997. Biologi untuk SMU.
Jakata: Fajar Agung.

Isnansetyo, A., Kurniastuty. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organime Laut,


Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Surabaya: Penerbit
Kanisius.

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 1972. Review of Medical


Microbiology, 10th Ed. California: Lange Publications.

Jones, R. D. 2000, Moisturizing Alcohol Hands Gel for Surgical Hand


Preparation. AORN Journal 71: 584-599.

Judoamidjojo, M., Said. G., Liesbeteni, H. 1992. Teknologi Fermentasi. Bogor.


Departemen Pendidikan dan Kebuidayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Kabinawa, INK. 2001. Mikroalga Sebagai Sumber Daya Hayati (SDH) Perairan
Dalam Perspektif Bioteknologi. Bogor: Puslitbang Bioteknologi.

Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptoraharjo A, Nurhadi.


Penerjemah. Cetekan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Kniver, M. 2006. Biofuels Look to The Next Generation. California: BBC News.

Kowalski, K. M. 2007 Affirmation Action. New York: Marshall Cavendish


Corporation.

Kusmiati., Agustini N. W. S. 2010. Pemanfaatan Limbah Onggok untuk Produksi


Asam Sitrat dengan Penambahan Mineral Fe dan Mg pada Substrat
Menggunakan Kapang Trichoderma Sp dan Aspergilus niger. Seminar
Nasional Biologi; Bogor, 20 Januari. Bogor: LIPI. 856-866

Miller, G. L. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagen for Determination of


Reducing Sugar. Analitical Chemistry 31: 426-428.

Najafpour, G. 2004. Ethanol Fermentation in An Immobilized Cell Reactor Using


Saccharomyces cerevisiae. Bioresour Technol 92(3): 251-60.

Nigam, A., A. Ayyagari. 2007. Lab Manual in Biochemistry, Immonology and


Biotechnology. New Delhi: Tata McGraw Hill Education Private
Limited.

Osvaldo, Z. S., 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu Fermentasi Pada
Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang-
alang [skripsi]. Palembang: Universitas Sriwijaya.
44

Parija, S. C. 2009. Textbook of Microbiology and Immunology. India: Rajkamal


Electric Press.

Pelczar M. S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. Jakarta: UI Press.

Petrini, O., Siebern, T. N., Toti, L., Viret, O. 1992. Ecology Metabolite
Production and Substrate Utilization in Endophytic Fungi. Natural
Toxins 1(3): 185-96.

Poedjiadi, A., Supriyanti, T. 2006. Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta:


UI-Press.

Prastowo, B. 2007. Potensi Sektor Pertanian Sebagai Hasil dan Pengguna Energi
Terbarukan. Jurnal Perspektif 6(2): 84-92.

Pudjaatmaka, A. H., Qodratillah, M. T. 2002 Kamus Kimia. Jakarta: Balai


Puataka.

Radji, M. 2009. Buku Ajar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Radji, M., Biomed, M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi. Jakarta: EGC.

Retno, S., Isadiartuti, D. 2005. Uji Efektifitas Sediaan Gel Antiseptic Tangan yang
Mengandung Etanol dan Triklosan. Majalah Farmasi Airlangga. 5(3):
27-30.

Rindit, P. 1998. Mempelajari Hidrolisis Pati Gadung (Dioscoreahispid Dernst)


dengan Enzim Amilase dan Gula amilase untuk Pembuatan Sirup
Glukosa [skripsi]. Palembang: Fakultas Pertanian UNSRI.

Salma, S., Gunarto, L. 1998. Studi Enzim Selulase dari Trichoderma. Bogor:
BPBTP.

Sharma, O. P. 1986. Text Book Of Algae. New Delhi: Tata McGraw Hill
Publishing Company Limited.

Signaterdadie’s, 2009. Desinfektan [terhubung berkala]. Accessed via


http:/www.signaterdadie’ s.com/2009/10/04/desinfektan.html./ [diakses
pada tanggal 20 maret 2016, pukul 19.07 WIB).

Sitorus, M. 2009. Spektrosskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Science Photo Library. 2013. Escherichia coli., Stapgylococcus aureus., Candida


albicans [terhubung berkala]. Accessed via
http://www.sciencephoto.com. [diakses pada tanggal 24 mei 2016, pukul
16,78 WIB]

Skill, S. 2007. Microalgae biofuels. National Marine Aquarium 3: 18-19.


45

Skoog, D. A., Holler F. J., Crouch S. R. 2007. Principal of Instrumental Analysis


6th Edition. Kanada: Thomson Brooks/cole.

Snyder, P.O. 1999. Safe Hands Hand Wash Program for Retail Food Operation:
A Technical Review [terhubung berkala]. Accessd via www.hi-
tm.com/Documents/Handwash-FL99.html. [diakses pada tanggal 25 Juni
2016, pukul 22.02 WIB].

Souza, M. M., Prietto, L., Ribeiro, A. C., Souza T. S., Furlong, E. B. 2011.
Assessment of The Antifungal Activity of Spirulina Platensis Phenolic
Extract Against Aspergilus flafus. Cienc.agrotec 35(6): 8-10.

Subekti, H. 2006. Produksi Etanol dari Hidrolisat Fraksi Selulosa Tongkol


Jagung oleh Saccharomyces cerevisiae [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sudarmaji, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Yogyakarta. UGM.

Supriyat, T., Pasaribu, H., Hamid., Sinurat. 1998. Fermentasi Bungkil Inti Sawit
secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger. JITV
3(3):165 – 170.

Syahrurachman, A. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Edisi Revisi,


Binarupa Aksara.

Takasuto, S., Yokota, T. 1999. Biochemical Analysis of Natural Brassinosteroids.


In A Sakurai, T Yokota, S Clouse, Brassinosteroids: Steroidal Plant
Hormones; Tokyo June 24-25 2013. Tokyo: Springer. 47-68

Tarwoto, W, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,. Jakarta:


Salemba Medika.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang. UMM Press.

Wardani, AK., Andayani, P.A., Murtini, ES. 2008. Isolasi dan Identifikasi
Mikroba dari Tempe Sorgum Coklat (Shorgum bicolor) serta Potensinya
dalam Mendegradasi Pati dan Protein. Jurnal Teknologi Pertanian 9(2):
95-105

Wattimena, J. R. 1991 Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta :


Gajah Mada University Press. 66-100.

Yuni DS. 2008. Efek Suhu Pengeringan Terhadap Pengeringan Fenolik dan
Kandungan Katekin Ekstrak Daun Kering Gambir [abstrak]. Di dalam:
Rahardi. T., Supratman U. Prosiding Seminar Nasional Teknik
Pertanian. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hal. 5
LAMPIRAN

46
Lampiran 1. Alur Penelitian

Kultivasi Mikroalga
Spirulina platensis
(media Zarouk’s)

Pengujian
Karbohidrat
Pemanenan (pengumpulan biomassa) (metode Fenol Sulfat)
dan pengeringan (cold room)

Pengujian gula pereduksi


(metode DNS)

Hidrolisis dengan H2SO4 dan HNO3


dengan variasi konsentrasi
2% ; 3% ; 4%

pH 4-5
Sentrifugasi (supernatan)
disterilkan

Pengujian gula pereduksi,


Inokulasikan S. cerevicae karbohidrat, jumlah sel dan
5 hari Dalam kurun waktu :
0, 24, 48, 72, 96 dan 120 jam

sentrifugasi (supernatan)

Pengujian zona hambat Pengujian Kadar dengan


terhadap S. aureus E. coli Kroomatografi Gas dan
dan C.albican piknometer

47
Lampiran 2. Kultivasi Pemanenan Biomassa S. platensis

Pembuatan media pertumbuhan


Spirulina platensis
( Media Zarouk’s )

Pengamatan
Kultivasi Spirulina platensis pertumbuhan metode
tur idimetri (ƛ 680)
setiap 24 jam

Pemanenan biomassa
Spirulina platensis
(disaring dengan kain satin)

Pengeringan Spirulina platensis


dilakukan dengan metode cold room

48
Lampiran 3. Pemeriksaan kadar karbohidrat dengan metode fenol sulfat
a. Pembuatan kurva staandar

Larutan gukosa 1000 ppm

Pengenceran 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; 80 90 dan 100 ppm

Ditambahkan 0,5 mL fenol 5% dan


2,5 mL H2SO4 Pekat,
homogenkan

Diamkan selama 30 menit dalam keadaan gelap

Ukur serapan pada ƛ 485 nm


Buat kurva baku (y =a+bx)
Blanko akuades

b. Pengukuran sampel

Biomassa kering Spirulina platensis 0,01 g,


Ditambahkan 1 mL akuades

Ditambahkan 0,5 ml fenol 5% dan 2,5mL


H2SO4 Pekat, homogenkan

Diamkan selama 30 menit dalam keadaan gelap

Ukur serapan pada ƛ 485 nm


Buat kurva baku (y =a+bx)
Blanko 2 mL akuades, 1 mL fenol 5% dan 5 mL H2SO4 Pekat

49
Lampiran 4. Bagan Alur Pembuatan Reagen Dinito salisilat

Larutan 1 Larutan 2
4 g NaOH 7,5 g garam rosscel
dilarutkan dalam 2 g sodium metabisulfit
50 mL akuades Dilarutkan dalam 125 mL
akuades

Campurkan 2 larutan di atas kemudian ditambahkan 2,5 g Dinito


salisilat sedikit demi sedikit kemudian ditambahkan akuades hingga
250 mL, dihomogenkan selama 24 jam dalam suhu ruang

50
Lampiran 5. Pemeriksaan kadar gula pereduksi dengan metode Dinitro Salisilat
(DNS)
a. Pembuatan kurva standar

Larutan gukosa 2000 ppm

Pengenceran 100; 200; 300; 400; 500; 600; 700; 800; 900 dan 1000 ppm

Ditambahkan 3 mL reagen Dinito salisilat,


homogenkan 1 menit dan panaskan 5 menit
suhu 110 oC

Dinginkan, ditambahkan 20 mL akuades , homogenkan

Ukur serapan pada ƛ 540 nm


Buat kurva baku (y =a+bx)
Blanko akuades

a. Pengukuran sampel

Biomssa kering Spirulina platensis 0,05 g,


Ditambahkan 1 mL akuades

Ditambahkan 3 mL reagen Dinito salisilat,


homogenkan 1 menit dan panaskan 5 menit suhu
110 0C

Dinginkan, ditambahkan 20 mL akuades, homogenkan

Ukur serapan pada ƛ 540 nm


Buat kurva baku (y =a+bx)
Blanko 1 mL akuades, 5 mL Dinito salisilat

51
Lampiran 6 Optical Density Pertumbuhan Spirulina platensis

Hari Absorbans
H1 0,574
H2 0,602
H3 0,653
H4 0,715
H5 0,789
H6 0,849
H7 0,895
H8 1,029
H9 1,395
H10 1,428
H11 1,478
H12 1,302

52
Lampiran 7 Kadar Glukosa pada Penentuan Karbohidrat Mikroalga

a. Deret standar

No ppm X1 X2 X3 ẍ
1 10 0,549 0,547 0,548 0,548
2 30 0,685 0,641 0,663 0,663
3 50 0,923 0,673 0,793 0,796
4 70 0,989 0,891 0,940 0,940
5 90 0,901 1,224 1,062 1,062
a = 0,4756 b = 0,0065 r = 0,9987

y = bx + a
y = Absorbans
b = Slope
a = intersept
x = konsentrasi
y = 0,0065x + 0,4756

b. Absorbans Mikroalga Spirulina platensis


Sampel Pengulangan Absorbans Karbohidrat (ppm) % b/b
0,0012 g 1 1,002 80,984 26,99
2 1,030 85,292 28,43
1,016 83,138 27,71
Contoh perhitungan :
linear y = 0,4756 + 0,0065 x
1,002 = 0,4756 + 0,0065 x

ppm

ppm dalam sampel =

ppm dalam sampel = 0,3239 mg

% b/b =

%b/b =

53
Lampiran 8 Mekanisme Glikolisis

glukosa

ATP

ADP
Glukosa-6-fosfat

Fruktosa-6-fosfat
ATP

ADP
Fruktosa-1,6-difosfat

Gliseraldehid-3-fosfat Dihidroksiaseton fosfat

P NAD

NADH + H

1,3-asam difosfogliserat

ATP

ADP
3-asamfosfogliserat

2-asam fosfogliserat

H2O
Fosfoenol firuvat
ATP

ADP

Asam piruvat

54
Lampiran 9 Pengujian gula pereduksi dengan metode DNS (Dinitro salisilat)

a = 0,059 b = 0,00139 r = 0,999926

y = bx + a
y = Absorbans
b = Slope
a = intersept
x = konsentrasi

Konsentrasi Absorbans
Hasil % H0 H1 H2 H3 H4 H5
hidrolisat
2 0,489 0,180 0,104 0,072 0,089 0,067
0,492 0,150 0,093 0,121 0,071 0,072
3 0,699 0,332 0,106 0,094 0,076 0,064
H2SO4 0,725 0,343 0,104 0,084 0,068 0,058
4 0,753 0,244 0,103 0,098 0,082 0,078
0,776 0,236 0,113 0,100 0,083 0,061

2 0,381 0,218 0,108 0,087 0,098 0,097


0,399 0,210 0,102 0,113 0,093 0,081
3 0,626 0,269 0,157 0,118 0,113 0,574
HNO3 0,589 0,270 0,147 0,107 0,092 0,116
4 0,751 0,328 0,184 0,201 0,157 0,055
0,804 0,304 0,188 0,120 0,084 0,063

Contoh perhitungan :

y = 0,059 + 0,00139 x
0,4905 = 0,00139 x + 0,059
0,4315 = 0,00139 x
ppm

55
Lampiran 10 Analisis Senyawa Antimikroba dengan Kromatografi Gas
a. Deret standar
Sampel Ret. time area height
1 2,692 131234051 23133791
2 2,674 128656872 26416141
3 2,718 156657971 31123344
4 2,670 136646651 30511980
5 2,664 140653200 39558799
6 2,644 154719287 29224840
Average 2,677 141428005 29994816
%RSD 0,944 8,361 18,471
Maximum 2,718 156657971 39558799
Minimum 2,644 128656872 23133791
Standar 0,025 11824468 5540474
Deviasi

a. Deret sampel
Hasil Hari Konsentrasi asam
2% Ret. 3% Ret. 4% Ret.
hidrolisat ke-
time time time
1 10819231 2,684 6042978 2,695 3859491 2,690
H2SO4
2 16284978 2,693 19884428 2,684 18937294 2,695
3 14410072 2,700 19022826 2,692 14445948 2,694
4 6575428 2,686 20175533 2,688 11397115 2,698
5 8394524 2,663 12486898 2,689 6400073 2,668

1 3859491 2,690 3111229 2,699 1958017 2,683


HNO3
2 18937294 2,695 18634566 2,685 16311080 2,694
3 14445948 2,694 15508296 2,680 14059497 2,700
4 11397115 2,698 12393248 2,684 9974283 2.675
5 6400073 2,668 13227629 2,693 14649317 2,700

b. Kadar sampel (Sitorus, 2009)

56
Lanjutan Lampiran 10. Analisis Senyawa Antimikroba dengan Kromatografi Gas

Hasil Hari Konsentrasi


hidrolisat 2% 3% 4%
1 7,27 4,1 2,64
2 11,05 13,49 12,85
H2SO4 3 9,78 12,91 9,8
4 4,46 13,69 7,73
5 5,69 8,47 4,34

Hari 2% 3% 4%

1 2,6 2,11 1,32


HNO3 2 12,85 12,64 11,07
3 9,8 10,52 9,54
4 7,73 8,41 6,77
5 4,34 8,97 9,94

Contoh perhitungan:
sampel luas area sampel
standar luas area standar

1038646176 = 156657971. X
X = 7,2 %

57
Lampiran 11. Pengukuran Massa Jenis Hasil Fermentasi Spirulina platensis
a. Daftar Bobot Jenis dan Kadar Etanol (Depkes RI, 1995)

Bobot Kadar etanol Koreksi bobot jenis untuk perbedaan suhu 10, berlaku untuk suhu antara
jenis %b/b %v/v 100dan 200 150 dan 200 200 dan 250 250 dan 300
0,9800 12,6 15,7 21 25 32 35
10 11,8 14,8 20 24 31 34
20 11,0 13,8 18 24 28 33
30 10,3 12,9 17 24 28 33
40 9,7 12,0 16 24 28 32
50 9,0 11,2 16 22 28 32
60 8,3 10,4 14 20 26 32
70 7,7 9,5 14 20 26 32
80 7,0 8,7 12 20 24 30
90 6,3 7,9 12 20 24 30
0,9900 5,7 7,1 12 18 24 30
10 5,0 6,4 12 18 24 28
20 4,4 5,6 12 18 24 28
30 3,8 4,8 12 18 24 28
40 3,2 4,1 12 18 24 28
50 2,7 3,4 12 18 24 28
60 2,1 2,7 12 18 24 28
70 1,6 2,0 12 18 24 28
80 1,6 1,3 12 18 24 28
90 0,5 0,7 12 18 24 28

58
Lanjutan Lampiran 11. Pengukuran Massa Jenis Hasil Fermentasi Spirulina
platensis
b. Deret standar

Kadar larutan Bobot piknometer + Bobot Piknometer Bobot jenis yang


standar (%) standar etanol (g) Kosong (g) dihasilkan

0 41,19330 0,99876
5 41,05555 0,99325
10 40,87455 0,98601
15 40,69205 0,97871
20 40,51680 0,97170
25 40,33905 16,2243 0,96459
30 40,15880 0,95738
35 39,97805 0,95015
40 39,79455 0,94281
45 39,62055 0,93585
50 39,41980 0,92782

c. Kurva standar Etanol


1,02
Bobot standar etanol

y = -0,0014x + 1
1
R² = 0,9995
0,98
0,96
0,94
0,92
0 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi (ppm)

a= 1,0004 b = - 0,0014 r2 = 0,9999


y = bx + a
y = Absorbans
b = Slope
a = intersept
x = konsentrasi
Catatan : kurva hasil kolerasi konsentrasi etanol (%) dengan bobot jenis

59
Lanjutan Lampiran 11. Pengukuran Massa Jenis Hasil Fermentasi Spirulina
platensis
d. Hasil Pengukuran Bobot Sampel dalam Piknometer (25 ml)

Bobot pikno + sampel (g)


Hasil Konsentrasi Bobot pikno 1 2 3 4 5
hidrolisat % kosong (g)

2 16,2243 41,2023 41,1563 41,1508 41,1320 41,1245


H2SO4 3 41,1893 41,1528 41,1350 41,1245 41,1250
4 41,1828 41,1745 41,1563 41,1428 41,1420

2 16,2243 41,1553 41,1500 41,1450 41,1378 41,1373


HNO3 3 41,2045 41,1470 41,1498 41,1295 41,1318
4 41,1820 41,1595 41,1250 41,1139 41,1955

Contoh perhitungan :
Bobot jenis
-

-

60
Lanjutan Lampiran 11. Pengukuran Massa Jenis Hasil Fermentasi Spirulina
platensis
e. Perhitungan Bobot Jenis Larutan dan Kadar Etanol (%)

Hasil Fermentasi hari ke -


Konsentrasi
Hidrolisat % Hasil 1 2 3 4 5

H2SO4 2 Bobot jenis 0,99912 0,99728 0,99706 0,99631 0,99601

Kadar etanol (%) 0,914 2,22 2,38 2,92 3,13

Kadar etanol ( FI3) 0,7 2,0 2,0 2,7 2,7

3 Bobot jenis 0,99860 0,99714 0,99643 0,99601 0,99603

Kadar etanol (%) 1,28 2,32 2,22 3,13 3,12

Kadar etanol ( FI3) 1,3 2,0 2,7 2,7 2,7

4 Bobot jenis 0,99834 0,99801 0,99728 0,99674 0,99671

Kadar etanol (%) 1,47 1,70 1,26 2,61 2,63

Kadar etanol ( FI3) 1,3 1,3 2,0 2,7 2,7

2 Bobot jenis 0,99724 0,99703 0,99683 0,99654 0,99652

Kadar etanol (%) 2,25 2,39 2,55 2,75 2,77

HNO3 Kadar etanol ( FI3) 2,0 2,0 2,7 2,7 2,7

3 Bobot jenis 0,99921 0,99603 0,99558 0,99620 0,99630

Kadar etanol (%) 0,85 3,12 2,7 2,99 2,92

Kadar etanol ( FI3) 0,7 2,7 2,7 2,7 2,7

4 Bobot jenis 0,99831 0,99741 0,99691 0,99702 0,99884

Kadar etanol (%) 1,49 2,13 2,49 2,41 1,11

Kadar etanol ( FI3) 1,3 2,0 2,7 2,0 1,3

Contoh perhitungan :

Kadar etanol
y = - 0,0014 x + 1,0004
0,99867 = - 0,0014 x + 1,0004
- 0,00173 = -0,0014 x
x= %

61
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Fuji Rahayu,


dilahirkan di Bandung pada tanggal 22 Juli 1995,
merupakan putri ke 2 dari 2 bersaudara dari
pasangan Bapak Abdul Hadi dan Ibu Imas Nuraeni.
Penulis merupakan warga Indonesia dan beragama
Islam. Penulis menempuh pendidikan dimulai dari
taman kanak-kanak Al-Barokah lulus tahun 2000.
Lalu melanjutkan sekolah dasar di SDN Patahunan
01, lulus pada tahun 2003 yang kemudian sekolah menengah pertama di SMP
PGRI 7 Bogor lulus pada tahun 2006 dan melanjutkan ke tahap sekolah menengah
atas di SMA PGRI 3 Bogor lulus pada tahun 2012. Penulis diterima sebagai
mahasiswi Strata 1 (S1) di Sekolah Tinggi Industri Dan Farmasi Bogor pada tahun
2012.

Semasa menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan


Farmasi Bogor, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan.
Pada keorganisasian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STTIF Bogor, Penulis
dipercaya sebagai anggota departemen dalam negri. Penulis pernah meraih juara 1
dalam kompetisis Singing Compotition dan juara 2 dan 3 dalam kompetisis
bulutangkis putri yang diadakan oleh BEM STTIF Bogor dalam acara Pekan Olah
Raga dan Seni (POLIPERASI). Penulis juga berhasil menyelesaikan pendidikan
dan mendapatkan gelar S.Farm di STTIF Bogor setelah melewati proses skripsi
dengan judul “ Per andingan Hidrolisis Asam HNO3 dan H2SO4 Terhadap Hasil
Fermentasi Spirulina platensis menggunakan Saccharomices cerevisiae sebagai
Antimikro a” yang dilaksanakan di La oratorium Mikroalga Air Tawar, Pusat
Penelitian BIOTEKNOLOGI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong, Bogor, Jawa Barat di bawah bimbingan Dra. Ni Wayan Sri Agustini
dan Bapak Sofyan Ramani M.Farm, Apt.

62

Anda mungkin juga menyukai