Anda di halaman 1dari 28

BIOTRANSFORMASI SENYAWA 1-ACETOXYCHAVICOL

ACETATE (ACA) DARI EKSTRAK LAOS (Alpinia galanga)


MENGGUNAKAN KATALISATOR Penicillium sp, Aspergillus
niger, Penicillium camemberti, DAN Saccharomyces rouxii

USULAN SKRIPSI

Oleh :

FADELA DWI KHARISMAWATI


K100160155

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
USULAN SKRIPSI

BIOTRANSFORMASI SENYAWA 1-ACETOXYCHAVICOL ACETATE


(ACA) DARI EKSTRAK LAOS (Alpinia galanga) MENGGUNAKAN
KATALISATOR Penicillium sp, Aspergillus niger, Penicillium camemberti,
DAN Saccharomyces rouxii

Oleh
FADELA DWI KHARISMAWATI
K100160155

Telah disetujui dan disahkan pada


Hari :
Tanggal :

Reviewer Pembimbing

(..……………..) (Azis Saifudin, Ph. D., Apt.)

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
A. Usulan Judul Skripsi.....................................................................................1
B. Latar Belakang..............................................................................................1
C. Rumusan Masalah.........................................................................................3
D. Tujuan...........................................................................................................3
E. Tinjauan Pustaka...........................................................................................4
1. Lengkuas (Alpinia galangal L.).................................................................4
2. Jamur.........................................................................................................6
3. Ekstraksi....................................................................................................9
4. Biotransformasi.......................................................................................11
5. Kromatografi Lapis Tipis........................................................................12
F. Landasan Teori............................................................................................14
G. Hipotesis......................................................................................................15
H. Metode Penelitian.......................................................................................15
1. Jenis Penelitian........................................................................................15
2. Variabel Penelitian..................................................................................15
3. Alat dan Bahan........................................................................................15
4. Tempat Penelitian....................................................................................16
5. Rencana Penelitian..................................................................................16
I. Jadwal Penelitian.........................................................................................18
J. Daftar Pustaka.............................................................................................19

ii
DAFTAR TABEL
Table 1. Rancangan Formula.................................................................................17

iii
1

A. Usulan Judul Skripsi


BIOTRANSFORMASI SENYAWA 1-ACETOXYCHAVICOL
ACETATE (ACA) DARI EKSTRAK LAOS (Alpinia galanga)
MENGGUNAKAN KATALISATOR Penicillium sp, Aspergillus niger,
Penicillium camemberti, DAN Saccharomyces rouxii.

B. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang dianugerahi oleh Allah
SWT kekayaan alam yang sangat melimpah, salah satu contohnya adalaah
keanekaragaman tanaman berkhasiat berupa rimpang-rimpangan yang
digunakan masyarakat Indonesia berdasarkan pengalaman yang diwariskan
secara turun-temurun, sehingga tanaman berkhasiat tersebut memiliki
potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan terutama dalam bidang
kesehatan. Salah satu rimpang yang sering dimanfaatkan masyarakat
Indonesia adalah lengkuas atau dengan nama ilmiahnya Alpinia galanga
(L).

Lengkuas (Alpinia galanga) merupakan tanaman yang tergolong


dalam familia zingiberaceae. Lengkuas biasanya digunakan oleh
masyarakat luas sebagai bumbu dapur. Namun secara farmakologis ekstrak
lengkuas diketahui mempunyai aktivitas sebagai antikapang, antikhamir,
antikanker, antitumor, dan antioksidan (Khattak dkk., 2005). Ekstrak
lengkuas juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus (Aree et al., 2005). Ekstrak etanol A. galangal secara signifikan
sebagai antioksidan dan antidiabetes pada model in vitro dan in vivo
(Srividya et al., 2010).

Tanaman lengkuas mengandung flavonoid, tannin, terpenoid, dan


fenilpropanoid (Chudiwal et al, 2010). Beberapa senyawa fenilpropanoid
diantaranya adalah ACA (1-acetoxychavicol acetate), 1-acetoxyeugenol
acetate, trans-p-coumaril diacetate, 1-hydroxycapsol acetate dan trans-
coumaryl alcohol (Matsuda, et al., 2010). Senyawa kimia 1-
2

acetoxychavicol acetate (ACA) dapat menghambat pertumbuhan sel


kanker (Rusmalin, H., 2003). Ekstrak etanol lengkuas yang di uji aktivitas
sitotoksiknya menggunakan metode MTT dan aktivitas sebagai
antiproliferatif dengan metode flow cytometer menggunakan reagen
propidium iodide menghasilakan nilai IC50 15,8 µg/mL, nilai ini
berpotensi sebagai antikanker yang poten. Namun Aristantika (2019) pada
penelitiannya menyebutkan bahwa pada uji sitotoksik dan aktivitas
antiproliferatif dari ekstrak lengkuas menghasilkan nilai IC50 sebesar
53,735 µg/mL, dimana nilai tersebut kurang poten sebagai antikanker.
Maka untuk meningkatkan aktivitas antikanker digunakan metode
biotransformasi.

Biotransformasi adalah proses pengubahan suatu senyawa menjadi


senyawa turunan yang strukturnya berbeda dari senyawa asalnya akibat
aktivitas metabolisme suatu mikroba (Lu et., 2000). Biotransformasi
bersifat enzimatis sehingga reaksinya selektif dan spesifik dalam
mengubah substrat yang ada. Spesifitas dan selektivitas ini disebabkan
oleh struktur kiral protein enzim. Apabila ada beberapa gugus fungsi maka
hanya posisi spesifik tertentu yang dipengaruhi. Reaksi biotransformasi
dapat digunakan untuk menyerang gugus fungsi yang tidak dapat
diaktifkan secara efisien atau memerlukan beberapa tahap sebelum dapat
bereaksi secara kimia (Indrayanto, 1998).

Pada penelitian ini digunakan Penicillum sp., Aspergillus niger,


Penicillium camemberti, dan Saccharomyces rouxii sebagai agen
biokatalisator untuk mendapatkan senyawa dengan struktur baru.
Penggunaan mikroorganisme dalam bidang kimia bukanlah hal yang baru.
Bakteri dan jamur telah digunakan dalam memproduksi bahan kimia,
farmasi, dan parfum selama puluhan tahun ( Boeventura et al., 2004).
Penggunaan mikroorganisme dalam proses modifikasi senyawa lebih aman
dan ramah lingkungan daripada menggunakan pereaksi kimia.
Mikroorganisme juga diketahui mampu melakukan berbagai macam reaksi
3

bahkan yang tidak dapat diakses dengan cara kimia (Boeventura et al.,
2004).

Pemilihan jamur (A. niger, Penicillium sp., Penicillium camemberti,


dan Sacharomyces rouxii) sebagai agen biokatalisator dipilih secara acak.
A. niger diketahui dapat melakukan biotransformasi terhadap geraniol dan
nerol dengan hasil linalool dan a-terpineol. Selain itu A. niger juga dapat
melakukan biotransformasi terhadap progesterone menjadi 11 α-hidroksi
progesterone dan 11 α, 6 β-hidroksi progesterone (Fouad et al., 2009).
Penicillium sp. dapat menghasilkan a-terpineol dari hasil biotransformasi
nerol (Demyttenaere, J. C. R, et al., 2000). Pada penelitian ini diharapkan
jamur-jamur tersebut juga dapat melakukan biotransformasi terhadap
senyawa ACA sehingga diperoleh senyawa dengan struktur baru yang
memiliki aktivitas lebih poten dibandingkan senyawa asalnya.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dituliskan sebelumnya,
maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah Penicillum sp.,
Aspergillus niger, Penicillium camemberti, dan Saccharomyces rouxii
mampu melakukan biotransformasi terhadap senyawa ACA yang tedapat
dalam ekstrak lengkuas untuk menghasilkan senyawa baru yang lebih
poten sebagai antikanker?

D. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Penicillum
sp., Aspergillus niger, Penicillium camemberti, dan Saccharomyces rouxii
mampu melakukan biotransformasi terhadap senyawa ACA yang terdapat
dalam ekstrak lengkuas untuk menghasilkan senyawa baru yang lebih
poten sebagai antikanker.
4

E. Tinjauan Pustaka

1. Lengkuas (Alpinia galangal L.)

a. Sistematika Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Alpinia

Jenis : Alpinia galanga L.

Sinonim : Languas galanga L. Merr, Alpinia officinarum


Hance, Languas galanga L. Stunz, Languas vulgare Koenig,
Maranta galanga L., Amomum galangl L. Lour, Amomum
medium (Hyne, 1987; Backer, 1968).

b. Morfologi Tanaman Lengkuas


Rimpang lengkuas berwarna kuning cerah, bercabang,
berdaging tebal dengan diameter 2-4cm, berserabut, daan harum.
Memiliki daun berbentuk lanset, bundar memanjang, ujung tajam,
berambut sangat haluss atau kadang-kadang tidak berambut.
Memiliki bunga yang terapaat di ujung batang, bunga berwarna
putih dan berbau harum (Depkes RI, 1978; Chan et al, 2011).

c. Ekologi dan Penyebaran Lengkuas


Tanaman lengkuas telah tersebar di berbagai negara di dunia.
Selain dibudidayakan, tanaman lengkuas juga ditemukan di
hutan-hutan dan belukar. Tanaman lengkuas biasanya tumbuh di
tanah yang gembur, sedikit lembab tetapi tidak tergenang air.
5

Tumbuh pada ketinggian tempat sampai 1200 m di atas


permukaan laut (Depkes RI, 1978).

d. Kandungan Kimia Lengkuas


Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak
atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-
sinamat 48%, sineol 20-30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiiterpen
dan s-pinen (Mc Vicar, 1994). Lengkuas mengandung beberapa
senyawa fenilpropanoid diantaranya, 1-acetoxychavicol acetate
(ACA), 1-acetoxyeugenol acetate, trans-p-coumaryl diacetate, 1-
hydroxyccapsol acetate, dan trans-coumaryl alcohol (Matsuda et
al., 2005). ACA adalah senyawaa utama yang terkandung dalam
Alpinia galangal (Hasima et al., 2010). Senyawa 1-
acetoxychavicol acetate memiliki aktivitas sitotoksik yang kuat
terhadap sel kanker T47D, HeLa, dan WiDr (Da’I et al., 2019).

e. Kegunaan Tanaman Lengkuas

Tanaman lengkuas telah digunakan dalam pengobatan,


kuliner, dan kosmetik selama selama berabad-abad (Bensky dan
Gamle, 1993). Dalam pengobatan Ayurveda, rimpang digunakan
untuk meningkatkan nafsu makan serta sebagai penambah cita
rasa, selain itu juga digunakan untuk pengobatan bronchitis dan
penyakit jantung. Dalam pengobatan unani, rimpang lengkuas
digunakan sebagai tonik, diuretic, ekspektoran, karminatif, obat
lambung, sakit kepala, rematik, erosi asam, diabetes, serta sakit
ginjal. Dalam pengobatan Cina, biji lengkuas digunakan sebagai
obat skit perut, kolik, diare, dan muntah. Di Thailand, masyarakat
menggunakan rimpang tanaman lengkuas sebagai karminatif,
antiflatulen, antijamur, dan antigatal (Kirtikar K. R. dan Basu B.
D., 1996).
6

2. Jamur

a. Aspergillus niger
Klasifikasi Aspergillus niger :

Domain : Eukaryota

Kingdom : Fungy

Filum : Ascomycota

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Eurotiales

Family : Trichomaceae

Genus : Aspergillus

Spesies : Aspergillus niger

(Dwidjoseputro, 1984).

Aspergillus niger adalah mikroorganisme eukariotik.


Memiliki inti lebih dari satu (multiseluler) yang membentuk
benang-benang hifa. Kumpulan dari hifa disebut misellium. Hifa
yang terbentuk bersekat ataupun tidak bersekat. Hifa yang berada
di atas permukaan media disebut hifa aerial yang berfungsi
sebagai alat perkembangbiakan, sedangkan hifa yang berada di
dalam media disebut hifa vegetatif yang berfungsi sebagai alat
untuk menyerap nutrisi (Marbun, 2013). A. niger diisolasi dari
tanah, sisa tumbuhan, dan udara di dalam ruangan. Suhu optimum
A. niger untuk tumbuh antara 35-370 C, dengan suhu minimum
antara 6-80 C dan suhu maksimum untuk dapat tumbuh antara 45-
470 C (Inggrid dan Suharto, 2012). A. niger memiliki sifat
aerobik, maka untuk proses pertumbuhannya kapang ini
memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup (Dwidjoseputro,
7

1984). Ketika berusia muda koloni A. niger berwarna putih dan


berubah menjadi hitam ketika berbentuk konidiospora. Kepala
konidia berwarna hitam berbentuk bulat (Noverita, 2009).

A. niger memiliki banyak manfaat, diantaranya memiliki


kemampuan memproduksi asam sitrat (Ali et al., 2002), enzim
amilase, protease, xelulase, dan lipase (Suganthi et al., 2011),
selain itu dalam industri makanan A. niger dimanfaatkan untuk
fermentasi produk-produk tradisional seperti kecap asin, tauco,
dan sake (Debby et al., 2003). Seiring berkembangnya penelitian
potensi A. niger semakin banyak diketahui, salah satunya yaitu
kemampuanya dalam melakukan transformasi senyawa. A. niger
dapat mengubah senyawa flavon menjadi 2’-hidroksi
dihidrokalkon dan 2’-hidroksi fenil metil keton yang mempunyai
aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada flavon (Mahmoud
et al., 2008), A. niger juga diketahui dapat melakukan
transformasi terhadap geraniol dan nerol dengan hasil linalool dan
a-terpineol (Demyttenaere, J. C. R, et al., 2000).

f. Penicillium sp
Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycota

Kelas : Eurotiomycetes

Ordo : Eorotiales

Famili : Trichocomaceae

Genus : Penicillium

Spesies : Penicillium sp. (Fardiaz, 1989).

Kapang Penicillium sp. memiliki ciri morfologi yaitu


mempunyai hifa bersepta, konidia, sterigma, dan konidiospora
8

(Kurasein, 2009). Pada beberapa spesies, miselium berkembang


menjadi sklerotium (Pelczar, 2005). Penicillium sp. Mampu
menghasilkan enzim endoglukanase, eksoglukanase, dan β-
glukosidase dalam jumlah tinggi. Jamur ini banyak digunakan
untuk menghasilkan enzim ekstraseluler seperti selulose (Petit
dkk., 2009), selain itu Penicillium sp. juga dimanfaatkan dalam
industri untuk produksi antibiotik (Fardiaz, 1989). Seiring
berkembangnya teknologi pemanafaatan mikroba juga semakin
berkembang, salah satunya pemanfaatan penicillium sp. untuk
katalisator dalam biotransformasi. Penicillium sp. diketahui dapat
melakukan transformasi senyawa nerol menjadi a-terpineol
(Demyttenaere, J. C. R, et al., 2000).

g. Penicillium camemberti
Penicillium camemberti pertama kali dideskripsikan oleh
Thom dan dianggap sebagai bentuk koloni Penicillium
dijinakkan. Sejumlah sinonim ada untuk spesies ini diantaranyaa
P. rogeri, P. candidum, P. album, dan P. caseicolum. P.
camemberti yang digunakan dalam produksi keju Camembert
dan Brie, dimana koloni jamur tersebut membentuk kerak putih.
Spesies kapang ini juga digunakan untuk fermentasi daging untuk
dijadikan sosis. P. camemberti digunakan dalam dekontaminasi
limbah pemutih kayu yang mengandung senyawa fenolik dan
fenolik terklorinasi yang tidak diinginkan secara ekologis. Oleh
karena itu P. camemberti yang sampai saat ini banyak digunakan
dalam industry susu juga memiliki utilitas di masa depan yang
tidak terkait produk susu (Jackson dan Dobson, 2016).

h. Saccharomyces rouxii
Zygosaccharomyces rouxii telah terdaftar dengan nama
Saccharomyces rouxii sebagai spesies ragi yang mungkin untuk
produksi protein sel tunggal. Z. rouxii biasanya ditemukan di
9

habitat yang sangat osmotik. Spesies kapang ini telah diisolasi


dari berbagai sumber, termasuk gula tebu, sirup cokelat, anggu,
madu, selai, sirup mapel, miso, anggur merah, kacang asin, dan
saus kedelai. Z. rouxii memiliki peranan penting dalam persiapan
sejumlah makanan fermentasi asin dan oriental, yang paling
terkenal adalah kecap dan miso. Z. rouxii juga penting pada tahap
awal dalam pembuatan cuka basalamik (James dan Stratford,
2011).

3. Ekstraksi
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau
hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-
masing bahan obat, menggunakan pelarut yang cocok, kemudian
pelarut diuapkan sebagian atau semua, dan sisa endapan ataau serbuk
diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1985). Ekstraksi atau
penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif, yang
semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat
aktif larut dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan
bertambah baik jika permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan
dengan penyari semakin luas (Mulyati, 2009).

Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen


kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada
perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut (Mulyati, 2009). Salah satu cara
ekstraksi atau penyarian yaitu dengan maserasi. Maserasi merupakan
cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari. Maserasi digunakan untuk
penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut
dalaam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang mudah
mengembang dalam cairan penyari (Dirjen POM, 1986). Maserasi
10

termasuk dalam metode ekstraksi cara dingin. Ekstraksi dingin artinya


tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlamgsung,
tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa karena pemanasan
(Istiqomah, 2013). Prinsip metode maserasi adalah didapatkannya
kesetimbangan antara konsentrasi di dalam dan di luar sel tanaman
sehingga mampu melarutkan atau mengeluarkan konstituen aktif dari
dalam sel tanaman melalui mekanisme difusi. Keunggulan metode ini
adalah pengerjaan yang cukup mudah serta dengan peralatan yang
sederhana dan murah (Istiqomah, 2013).

Metode maserasi dapat dimodifikasi menjadi beberapa macam,


yaitu :

a. Digesti
Cara ini adaalah maserasi dengan menggunakan pemanasan
lemah, yaitu pada suhu antara 40-500C. Cara maserasi ini hanya
dapat dilakukan untuk simpisia yang zat aktifnya tahan terhadap
pemanasan.

i. Maserasi dengan mesin pengaddukan


Cara ini dilakukan menggunakan mesin pengaduk yang
berputar terus-menerus. Waktu proses maserasi dapat dipersingkat
menjadi 6 sampai 24 jam.

j. Remaserasi
Remaserasi adalah penyaran dimana cairan penyari dibagi
menjadi dua. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan
penyari pertama, sesudah dienap lalu dituangkan dan diperas.
Ampas dimaserasi lagi menggunakan cairan penyari yang kedua.

k. Maserasi melingkar
Cara ini adalah penyarian yang digunakan dengan cairan
penyarian yang selalu mengalir kembali secara berkesinambungan
melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.
11

l. Maserasi melingkar bertingkat


Jenis maserasi ini menggunakan peralatan yang hampir sama
dengan maserasi melingkar, tetapi dengan jumlah bejana
penampung yang disesuaikan dengan keperluan (Ditjen POM,
1986).

4. Biotransformasi
Biotransformasi adalah pengubahan suatu senyawa menjadi
senyawa turunannya yang strukturnya berbeda dari senyawa asalnya
akibat aktivitas metabolisme suatu mikroba (Lu et al., 1995).
Pengertian biotransformasi menurut Walker, 2002 adalah suatu proses
dimana suatu senyawa dapat berubah menjadi senyawa turunannya
yang lebih baik dengan menggunakan mikroorganisme sebagai katalis
(Walker, 2002). Mikroorganisme adalah satu agen biokatalis yang
paling efisien dengan kemampuan luas untuk memetabolisme
berbagai substrat (Srivastava et al., 2009).

Jenis reaksi pada suatu senyawa yang mengalami biotransformasi


yaitu oksidasi, reduksi, hidrolisis, konjugasi, asetilasi, dan metilasi.
Penetapan dari suatu proses biotransformasi memerlukan
pengembangan optimal biokatalisator, bioreaktor, dan media reaksi
(Rosazza, 2000). Mekanisme biotransformasi menurut Mannervik &
Danileson, 1988 dalam penelitiannya, dibagi kedalam dua jenis utama
yaitu :

a. Reaksi fase I, melibatkan reaksi oksidasi, reduksi, dan hidroksilasi

m. Reaksi fase II, merupakan produksi suatu senyawa melalui


konjugasi toksikan atau metabolitnya dengan suatu metabolit
endogen.
Aplikasi biotransformasi dalam bioindustri adalah penggunaan
mikroba untuk mengubah metabolit tumbuhan inang menjadi senyawa
yang lebih berkhasiat (Carbal, 2002). Penelitian mengenai
12

biotransformasi telah banyak dilakukan, diantaranya seperti A. niger


dapat melakukan biotransformasi terhadap geraniol dan nerol dengan
hasil linalool dan a-terpineol, Penicillium sp. dapat menghasilkan a-
terpineol dari hasil biotransformasi nerol (Demyttenaere, J. C. R, et
al., 2000).

5. Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu.
Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara
dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan
menahan komponen campuaran sedangkan fase gerak akan
melarutkan zat komponen. Komponen yang mudah tertahan pada fase
diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam
fase gerak akan bergerak lebih cepat. Beberapa teknik kromatografi
yang banyak digunakan antara lain kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi kolom vakum (KVC), kromatografi kolom gravitasi
(KG), dan kromatotron (Atun, 2014). Pemisahan secara kromatografi
dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisika dan kimia dari kedua
fasenya. Kelompok tersebut adalah kromatografi cair-cair,
kromatografi cair-padat, kromatografi gas-cair, dan kromatografi gas-
padat (Khopkar, 2003). Salah satu jenis dari kromatografi cair-padat
adalah kromatografi lapis tipis (KLT) (Stoddard et al., 2007).

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia.


Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam)
yang ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan,
ditotolkan berbentuk bercak atau pita (awal), kemudian pelat
dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
13

perambatan kapiler (pengembangan). Senyawa yang tidak berwarna


selanjutnya harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985).

Fase diam yang digunakan dalam KLT adalah bahan penyerap.


Penyerap yang umum adalah silica gel, alumunium oksida, selulosa,
kiselgur, selulosa dan turunannya. Dua sifat yang penting dari
penyerap adalah besar partikel dan homogenitanya, karena adhesi
terhadap penyokong sangat bergantung pada hal tersebut. Semakin
kecil ukuran rata-rat partikel fase diam dan semakin sempit kisaran
ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
efesiensinya dan resolusinya (Sastrohamidjojo, 1991; Rohman, 2007).

Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan


bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara naik (ascending), atau karena pengaruh
gravitasi pada pengembangan menurun (descending) (Rohman, 2007).
Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam karena adanya gaya kapiler.
Laju rambat tergantung kepada viskositas pelarut dan struktur lapisan
(misalnya butiran penyerap). Agar pemisahan baik dan reproduksibel
perlu diperhatikan pemilihan kondisi kerja yang meliputi sifat
pengembangan., kejenuhan bejana, dan lain-lain (Stahl, 1985,
Hostettmann et al., 1995).

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang


tidak berwarna. Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi
senyawa tak berwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana
adaalah jika senyawa menunjukan penyerapan di daerah ultra violet
(UV) gelombang pendek (radiasi utama padaa kira-kira 254 nm) atau
jika senyawa tersebut dapat dieksitasi ke fluorensensi radiasi UV
gelombang pendek dan atau gelombang panjang (366 nm). Jika
dengan kedua cara tersebut senyawa tidak dapat dideteksi, maka harus
14

dicoba dengan menggunakan reaksi kimia. Pada sistem KLT dikenal


istilah kecepatan rambat suatu senyawa yang diberi simbol Rf
(retardation factor). Harga Rf ditentukan oleh jarak rambat senyawa
dari titik awal dan jarak rambat fase gerak dari titik awal. Harga Rf ini
dapat digunakan untuk identifikasi senyawa yang dianalisa (Stahl,
1985, Fessenden, 1993, Rohman, 2007). Angka Rf bekisar antara 0,00
sampai 1,00 sedangkan harga hRf ialah angka Rf dikalikan 100
( faktor h), menghasilkan nilai dengan interval 0 sampai 100. Tiap
komponen mempunyai harga Rf yang khas. Komponen terpisah baik
jika harga Rf berbeda minimal 0,1 ( Soeharsono, 1989).

F. Landasan Teori
Secara farmakologis ekstrak lengkuas (Alpinia galanga) memiliki
aktivitas sebagai antikapang, antikhamir, antikanker, antitumor, dan
antioksidan (Khattak dkk, 2005). Selain itu lengkuas juga memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Aree et al., 2005).
Aktivitas-aktivitas tersebut dikarenakan adanya beberapa golongan
senyawa yang terkandung dalam ektrak lengkuas, yaitu flavonoid, tannin,
terpenoid, dan fenilpropanoid (Chudiwal et al, 2010). Beberapa senyawa
golongan fenilpropanoid diantaranya adalah ACA (1-acetoxychavicol
acetate), 1-acetoxyeugenol acetate, trans-p-coumaril diacetate, 1-
hydroxycapsol acetate dan trans-coumaryl alcohol (Matsuda, et al., 2010).
Senyawaa yang bertanggung jawab sebagai antikanker ialah 1-
acetoxychavicol acetate (ACA) (Rusmalin, H., 2003). Pada penelitian
Aristantika (2019) bahwa pada uji sitotoksik dan aktivitas antiproliferatif
dari ekstrak lengkuas menghasilkan nilai IC50 sebesar 53,735 µg/mL,
dimana nilai tersebut kurang poten sebagai antikanker, maka dari itu
dilakuakan Biotransformasi. Biotransformasi adalah suatu proses dimana
suatu senawa dapat berubah menjadi senyawa turunannya yang lebih baik
dengan menggunakan mikroorganisme sebagai katalis (Walker, 2002).
Contoh pengaplikasian metode ini yaitu biotransformasi pada senyawa
15

kinkona menjadi kinkona N-oksida yang lebih aktif dalam mengobati


malaria (Simanjutak et al., 2002).

G. Hipotesis
Jamur Penicillum sp., Aspergillus niger, Penicillium camemberti, dan
Saccharomyces rouxii dapat melakukan transformasi terhadap senyawa
ACA menjadi produk turunannya.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penilitian ini merupakan penelitian eksperimental

6. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga variable uji, yaitu :

a. Variable bebas
Variasi jenis jamur

b. Variabel tergantung
Terdapat tidaknya bercak baru pada plat KLT

c. Variabel terkendali
Konsentrasi fraksi etil asetat lengkuas, suhu biotransformasi,
lama biotransformasi, dan tempat penyimpanan.

7. Alat dan Bahan

a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : alat
gelas (Pyrex), neraca analitik (A&D Co. Ltd), mikropipet
(Socorex), yellow tips dan blue tips, kuvet, waterbath, pipa
kapiler, cawan porsselin.
16

b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : serbuk
lengkuas yang diperoleh dari Pasar Gede Surakarta Jawa Tengah,
etanol 96% (teknis, Merck), etil asetat (p.a., Merck),
aquabidestilata, A. niger, Penicillium sp, P. camemberti, S. rouxii,
plat KLT GF254, agar, ekstrak daging, media Czapek-pepton.

8. Tempat Penelitian
Tempat dilakukannya penelitian ini di Laboratorium Farmakologi
dan Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UMS dan Laboratorium Kimia
Farmasi Fakultas Farmasi UMS

9. Rencana Penelitian

a. Pembuatan Ekstrak Rimpang Lengkuas


Serbuk kering rimpang lengkuas sebanyak 1 kg dimaserasi
dengan pelarut etanol 96% sebanyak 7 L selama 3 hari dan diaduk
setiap 1x sehari. Hasil yang didapat kemudian dilakukan
penyaringan dengan menggunakan corong sehingga diperoleh
filtrat. Lalu filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator
dengan suhu 70ºC hingga diperoleh ekstrak kental.

n. Fraksinasi Etil Asetat


Ektrak lengkuas yang didapat kemudian difraksinasi
menggunakan larutan etil asetat dan air dengan perbandingan 1:1.
Kemudian corong pisah yang telah terisi pelarut dan ekstrak
dikocok selama 5 menit dan didiamkan selama 30 menit sampai
terjadi pemisahan. Lapisan air (bawah) dibuang dan lapisan etil
asetat (atas) diuapkan dengan suhu 77oC menggunakan rotary
evaporator. Setelah itu hasil diletakkan dalam lemari asam agar
pelarut yang tersisa dapat menguap.
17

o. Persiapan Kultur Jamur


Medium yang digunakan untuk pembiakan jamur-jamur ini
adalah agar dengan ekstrak daging. Satu ose biakan murni jamur
digoreskan pada media. Kemudian jamur diinkubasi selama 3
sampai 7 hari pada suhu ruang.

p. Proses Biotransformasi
Media yang digunakan untuk kultivasi adalah Czapek-pepton
cair. Medium Czapek-pepton terdiri dari 1,5 g sukrosa; 1,5 g
glukosa; 0,5 g pepton water; 0,1 g K2HPO4; 0,05 g KCl; dan
0,001 g FeSO4.&H2O yang dilarutkan ke dalam 100 mL aquadest
dengan pH 7. Media disterilisasi menggunakan autoklaf pada
suhu 1210C selama 15 menit (Esmaili et al, 2012). Jamur yang
telah dibiakan diambil menggunakan jarum osse kemudian
disinggungkan pada air steril. Lalu sebanyak 0,5 mL Aspergillus
niger dimasukkan dalam media Czapek cair menggunakan pipet
steril. Lalu diinkubasi pada suhu 300 C dengan kecepatan agitasi
100 rpm selama 5 hari, setelah 5 hari dimasukkan ekstrak
lengkuas sebanyak 1 gram, dilanjutkan proses inkubasi sampai
dengan 3 hari pada suhu 300 C dengan kecepatan agitasi 100 rpm (
Esmaili et al., 2012).

Table 1. Rancangan Formula

Bahan A B C D
Fraksi Etil Asetat 1g 1g 1g 1g
Kadar Jamur 0,5 mL 0,5 mL 0,5 mL 0,5 mL
Czapek-pepton Ad Ad Ad Ad
200 mL 200 mL 200 mL 200 mL

q. Ekstraksi Hasil Biotransformasi


Setelah proses biotransformasi selesai, suspensi cairan
biotransformasi diekstraksi degan cara ditambahkan etil asetat
18

kedalam corong pisah dan dikocok kuat. Kemudian terbentuk 2


lapisan, lapisan yang bawah dibuang, yang digunakan adalah
lapisan atas atau fraksi etil asetat. Hasil ekstraksi kemudian
dianalisis menggunakan KLT.

r. Analisis Hasil Biotransformasi


Ekstrak dianalisis menggunakan metode KLT dengan fase
diam silica gel GF254 dan fase gerak heksan : kloroform : aseton
(6:2:2). Plat diamati di bawah sinar UV dengan panjang
gelombang 254 nm dan 365 nm. Dihasilkan senyawa baru apabila
terdapat bercak baru pada plat jika dibandingkan dengan senyawa
kontrol. Analisis hasil biotransformasi dilihat dari totolan yang
terlihat, kemudian dilakukan perhitungan Rf. Nilai Rf dihitung
dengan dengan persamaan:

Jarak yang ditempuh solut


Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak

Tahap Kegiatan Bulan


Penelitian 1 2 3 4 5 6
Persiapan Studi pustaka √
Penyusunan √ √
proposal
Pelaksanaan Pengumpulan data √ √

Penyelesaian Penyusunan laporan √

I. Jadwal Penelitian

J. Daftar Pustaka
Ali, S., Haq, I., M. A. Qadeer., Iqbal J., 2002, Production of Critic Acid by
Aspergillus Niger Using Cane Molasses In a Stired Fermentor,
Electronic Journal of Biotechnology, 03
19

Ansel, 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat,


diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.

Aristantika R., 2019, Sinergisme Fraksi Etil Asetat Lengkuas Dengan


Fraksi Etil Asetat Lidah Buaya, Kulit Batang Krangean, Daun
Sembung, dan Biji Kopi terhadap Sel T47D,. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Backer, C. A. et al., 1968, Flora of Java, Nordhlof NU, Groningen., The


Netherlands, Vol.03, 46–48.

Bensky, D., & Gamble A., 1993, Chinese herbal medicine, Materia
medica, new ed. Eastland Press Inc., Seattle.

Boaventura, M. A. D., Lopes, R. F. A. P., Takahashi J.A., 2004,


Microorganism as tools in modern chemistry: the biotransformation of
3-indolylacetonitrile and tryptamine by fungi, Brazilian Journal of
Microbiology

Carbal M.S., 2002, Basic Biotechnology, II., Cambridge University Press.

Chan, Eric, WC. et al, 2011, Antioidant and antibacterial properties of


Alpinia galangaa, Curcuma galangal and Etlingera elatior
(Zingiberaceae), Pharmacognosy journal, Vol.3, 54–61.

Chudiwal AK, Jain DP S.R., 2010, Alpinia galangal willd. An overview on


phyto-pharmacological properties, Indian J Nat Prod Res, Vol. 01

Da’i M., Meilinasary K.A., Suhendi A. and Haryanti S., 2019, Selectivity
Index of Alpinia galanga Extract and 1’-Acetoxychavicol Acetate on
Cancer Cell Lines, Indonesian Journal of Cancer Chemoprevention,
10 (2), 95.

Demyttenaere J.C.R., Del Carmen Herrera M. and De Kimpe N., 2000,


Biotransformation of geraniol, nerol and citral by sporulated surface
cultures of Aspergillus niger and Penicillium sp., Phytochemistry, 55
20

(4), 363–373.

Depkes RI, 1978, Materia Medika Indonesia, II., Departemen Kesehatan


Republik Indonesia., Jakarta.

Ditjen POM, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dwidjoseputro D., 1984, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djambatan, Malang.

Esmaeli, A., Moazami, N., Rustaiyan A., 2012, Biotransformation of


germacranolide from Onopordon Leptolepies by Aspergillus niger, J.
Pharm. Sci., Vol.25(1)

Fardiaz S., 1989, Mikrobiologi Pangan. Penelaah: F. G. Winarno,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Fessenden R.J., 1993, Organic Laboratoy Techniques, Wadsworth Inc,


Belmont.

Fouad, W. A., I. H. Abbas., K. M. Elwan., M. A. Swellum and Kh. A E.-


D., 2009, Biotransformation of Progesterone by Microbial Steroids,
Journal of Applied Sciences Research, Vol. 5(1), 137–143.

Hasima N., Aun L.I.L., Azmi M.N., Aziz A.N., Thirthagiri E. I.H. and
A.K., 2010, 1S-1’-zAcetoxyeugenol acetate: A new chemotherapeutic
natural compound against MCF-7 human breast cancer cells,
Phytomedicine, 17 (12), 935–939.

Herla Rusmalin, 2003, Aktivitas Anti-kanker Ekstrak Rimpang Lengkuas


Lokal (Alpinia galanga (L) Sw) pada Alur Sel Kanker Manusia serta
Mencit yang Ditransplantasi dengan Sel Tumor Primer,. Institut
Pertanian Bogor.

Hosttman, K., Hostettman, M., & Marston A., 1995, Cara Kromatografi
21

Preparatif. ALih Bahasa: Kosasih P), ITB press, Bandung.

Hyne K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III., Badan Litbang
Kehutanan, Jakarta.

Indrayanto G., 1998, Biotransformasi Asam Orto, Meta dan para-Amino


Benzoat dengan Kultur Suspensi Sel Solanum mammosum dan
Solarium laciniatum. Laporan Riset Unggulan Terpadu Vl.l.,
Lembaga Penelitian Universitas Airlagga, Surabaya.

Inggrid, M. dan I.S., 2012, Fermentasi Glukosa oleh Aspergillus niger


menjadi Asam glukonat,. Universitas Katolik Parahayangan.

Istiqomah, 2013, Perbandingan Metode ekstraksi Maserasi dan Sokletasi


Terhadap Kadar Piperin Buah cabe Jawa (Piperis retrofracti
fructus),. Universitas Islam Negeri Hidayatullah Jakarta.

Jackson S.A. and Dobson A.D.W., 2016, Yeasts and Molds: Penicillium
camemberti, Elsevier. Terdapat di: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-
08-100596-5.01091-X.

James S.A. and Stratford M., 2011, ZygosaccharomycesBarker (1901),


Elsevier B.V. Terdapat di: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-444-
52149-1.00084-7.

Khattak, S., Rehman, S., Shah, U.H., Ahmad, W.W. dan Ahmad M., 2005,
Biological effects of indigenous medicinal plants Curcuma longa and
Alpinia galangal, Journal Fitoterapi, Vol. 76

Khopkar S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik. Pnerjemah:


Saptorahardjo A, UI Press, Jakarta.

Kirtikar, K.R., and Basu B.D., 1996, Indian medicinal plants, International
Distributors, India.

Kurasein T., 2009, Isolasi Seleksi Fungi Pelaku Solubilisasi Batubara


22

Subbituminous,. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Lu, H., Zou, W. X., Meng, J. C., hu, J., Tan R.X., 2000, New Bioactive
Metabolites Produced by Colletrotricum sp, an endophytic fungus in
Artemisia annua, Plant Sci, Vol. 151, 67–73.

Marbun, Posma H.G. dan P.J.A., 2013, Efektifitas Aspergillus niger dan
Penicillium sp. dalam Meningkatkan Ketersediaan Fosfat dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung pada Tanah Andisol, Universitas
Sumatera Utara Press, Medan.

Martoharsono S., 1989, Biokimia, UGM Press, Yogyakarta.

Matsuda, H., Ando, S., Morikawa, T., Kataoka, S., and Yoshikawa M.,
2010, Structure Activity Relationships of 1’S-1’-Acetoxychavicol
Acetate for Inhibitory Effect on No Production in Lipopolysaccharide-
Activated Mouse Peritoneal Macrophages, Bioorg, Med. Chem Lett,
Vol. 15

McVicar J., 1994, Jekka’s Complete Herb Book, Kyle Cathie Limited,
London.

Noverita, 2009, Identifikasi Kapang dan Khamir Penyebab Penyakit


Manusia pada Sumber Air Minum Penduduk pada Sungai Ciliwung
dan Sumber Air Sekitarnya, Vis Vitalis, Vol.2, 12–22.

Oonmetta-aree J., Suzuki T. G.P. and E.G., 2006, Antimicrobial Properties


and Action of Galangal (Alpinia galanga Linn.), Staphylococcus
aureus, LWT - Food Science and Technology, 39(10)

Pelczar M. dan E.C.S.C., 1986, Dasar-dasar mikrobioloi, UI Press,


Jakarta.

Petit, P., Lucas, E.M.F., Abreu, L.M., Pfenning, L. H., Takahashi J.A.,
2009, Novel antimicrobial secondary metabolites from a Penicillium
sp. isolated from Brazilian cerrado soil, Electronic Journal of
23

Biotechnology, 12

Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Anlisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Rosazza, 2000, Microbial Transformtation of Bioactive Compounds, Vol.


I., CRC Press, Florida.

Rymowicz, W and Lenart D., 2003, Oxalic acid production from lipids by
a mutant of Aspergllus niger at different pH, Biotechnology letters,
25(12, 955–958.

Sastrohamidjojo H., 1991, Kromatografi, I., Liberty, Yogyakarta.

Simanjutak P et al., 2002, Biotransformasi senyawa alkaloid kinkona oleh


kapang Xylaria sp. Menjadi Alkaloid Kinkona N-Oksida, Majalah
Farmasi Indonesia, 95–100.

Sri Atun, 2014, Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik
Bahan Alam, Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, 8, 53–61.

Srivastava S. et al, 2009, Biotransformastion of Artemisinin Mediated


Through Fungal Strains for Obtaining derivates with novel activities,
Pharm Sci, Vol.77, 87–95.

Srividya et al, 2010, Antioxidant and antidiabetic activity of Alpinia


galangal, International journal of Pharmacognosy and phytochemical
Research, Vol. 03

Stahl E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi,


Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro, ITB press,
Bandung.

Stoddard, J. M. et al, 2007, TLC Plates as a convenient platform for


solvent-free reactions, Anal Chem 2:1240-1241., Vol.2, 1240–1241.

Suganthi, R., Benazir, J. F., Santhi, R., Ramesh, K. V., Anjana, H., Nitya
M., Nidhiya, K. A., Kavitha. G., Lakshmi. R., 2011, Amylase
24

Production By Aspergillus niger Under Solid State Fermentation


Using Agro Industrial Wastes, International Journal of Engineering
Science and Technology (IJEST), Vol 3 (2), 1756–1763.

Sulistyawati, D. dan Mulyati S., 2009, Uji Aktivitas Antijamur Infusa


Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale, l) Terhadap Candida
albicans,. Universitas setia Budi Surakarta.

Walker, J. M. and Rapley R., 2002, Molekuler Biology and Biotechnology,


Athenaeum Press, Britain.

Wijayanti B., 2003, Penggunaan Serratia mercescens DS8 untuk


Pengendalian Penyakit Busuk Batang Panili,. Institut Pertanian
Bogor.

Anda mungkin juga menyukai