Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

OVERPRODUKSI ASTAXANTHIN PADA Haematococcus pluvialis


DENGAN INDUKSI RADIASI UV DAN PENAMBAHAN BHT

BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh:
Relinda Banatul Awaliyah; 11151143; 2015
Aldo Agustian; 11161002; 2016
Irma Yulianti; 11161188; 2016

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


BANDUNG
2019

i
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... 1


LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
1.4 Luaran Penelitian ......................................................................................... 2
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3
2.1 Sumber Astaxanthin .................................................................................... 3
2.2 Siklus Hidup Haematococcus pluvialis sebagai Sumber Astaxanthin ........ 3
2.3 Manfaat Astaxanthin ................................................................................... 4
2.4 Metode Produksi Astaxanthin Alami .......................................................... 5
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................... 6
3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan ........................................................................... 6
3.2 Aklimatisasi ................................................................................................. 6
3.3 Kultivasi ...................................................................................................... 6
3.4 Perhitungan Kerapatan dan Jumlah Sel ....................................................... 7
3.5 Induksi Stres ................................................................................................ 7
3.6 Ekstraksi ...................................................................................................... 7
3.7 Analisis Kadar Astaxanthin ......................................................................... 7
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ................................................................... 8
4.2 Rencana Anggaran Biaya ........................................................................... 8
4.2 Jadwal Kegiatan.......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 9
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 11
Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping ........................ 11
Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan ...................................................... 16

iii
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas ........... 18
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Peneliti.................................................... 19

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Astaxanthin saat ini sudah tersedia dalam dua bentuk, yaitu bentuk alami dan
bentuk sintetis. Sampai saat ini, astaxanthin sintetis masih belum diizinkan
dikonsumsi oleh manusia berkaitan dengan keamanannya, sehingga astaxanthin
alami lebih banyak dipilih sebagai suplementasi. Astaxanthin alami (3,3’-
dihidroksi-β-karoten-4,4’dion) merupakan metabolit sekunder yang termasuk
golongan karotenoid (Higuera-Ciapara et al., 2006). Astaxanthin alami memiliki
banyak manfaat, salah satunya dikenal sebagai ―super antioksidan‖. Menurut salah
satu penelitian yang membandingkan aktivitas antioksidan dari astaxanthin alami
dengan sumber antioksidan lain, diketahui bahwa astaxanthin alami memiliki
aktivitas antioksidan 65 kali lebih tinggi dari pada vitamin C, 53 kali lebih tinggi
dari pada β-karoten, 14 kali lebih tinggi dari pada vitamin E bahkan 20 kali lebih
tinggi dari pada sintesisnya (Capelli et al., 2013). Salah satu hasil penelitian juga
menunjukkan bahwa astaxanthin alami memiliki aktivitas antioksidan yang kuat
dengan nilai 39.1 ± 1.14 ppm (Infant et al., 2016).

Sumber astaxanthin alami terdapat pada beberapa hewan laut seperti pada ikan
kakap merah, salmon, dan lobster (Fujita et al., 1983; Hix et al., 2004). Namun
untuk produksi astaxanthin skala massal, sumber hewan laut tersebut kurang
efisien berkaitan dengan pertumbuhannya yang lama. Sehingga lebih dipilih
beberapa mikroorganisme sebagai sumber astaxanthin alami, seperti kelompok
jamur basidiomikota Phaffia rhodozyma (Miller et al., 1976), mikroalga
Haematococcus pluvialis (Bubrick, 1991), Chlorella zofingiensis (Liu et al.,
2014), bakteri gram negatif Agrobacterium aurantiacum (Yokoyama et al., 1994)
dan Paracoccus carotinifaciens (Tsubokura et al., 1999) yang pertumbuhannya
relatif lebih cepat. Namun dari beberapa mikroorganisme tersebut,
Haematococcus pluvialis diyakini menunjukkan kapasitas tertinggi hingga 5%
untuk mengakumulasi astaxanthin pada kondisi stres karena pengaruh lingkungan
yang tidak menguntungkan (Masojidek dan Torzillo, 2014). Maka dari itu,
menjadi penting untuk menemukan metode induksi stres untuk meningkatkan
produksi astaxanthin pada Haematococcus pluvialis agar menghasilkan
astaxanthin yang bernilai ekonomi tinggi di bidang nutrasetikal, farmasi dan
industri kosmetik.

Peningkatan produksi astaxanthin dengan induksi stres pada kultur mikroalga


dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan siklus hidup Haematococcus
pluvialis. Bahwa dalam kondisi stres abiotik dan tidak menguntungkan seperti
kekurangan nutrisi, sorotan radiasi, sorotan cahaya dengan intensitas tinggi,
adanya pengaruh penambahan zat kimia tertentu yang menginduksi stres dan
2

tingginya salinitas, mikroalga hijau Haematococcus pluvialis mampu menebal dan


mengakumulasi astaxanthin (Shah et al., 2016). Akumulasi astaxanthin
merupakan respon dari Haematococcus pluvialis untuk melindungi diri dari
kondisi stres, radiasi sinar matahari, sinar UV dan dari oksidasi (Kindlund, 2011).
Sebelumnya, beberapa peneliti sudah melakukan berbagai jenis induksi bahkan
kombinasi induksi untuk meningkatkan produksi astaxanthin.

Melalui penelitian ini, akan dilakukan induksi stres pada kultur mikroalga
Haematococcus pluvialis dengan radiasi sinar UV 254 nm dan penambahan
antioksidan eksogen BHT (butylated hydroxytoluene) sebagai upaya peningkatan
produksi astaxanthin. BHT merupakan antioksidan eksogen yang dapat
menurunkan ROS, namun dapat meningkatkan pula NO pada Haematocoocus
pluvialis. Sehingga dengan tingginya kadar NO pada Haematocoocus pluvialis,
akan menstimulasi akumulasi astaxanthin (Zhao et al., 2018). Hasil penelitian ini
diharapkan menjadi alternatif metode terhadap peningkatan produksi astaxanthin
pada mikroalga Haematococcus pluvialis.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh induksi stres dengan radiasi sinar UV 254 nm dan
penambahan BHT pada kultur mikroalga Haematococcus pluvialis terhadap
produksi astaxanthin.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh radiasi sinar UV 254
nm dan penambahan BHT sebagai induksi stres pada kultur mikroalga
Haematococcus pluvialis terhadap produksi astaxanthin.

1.4 Luaran Penelitian


Dari penelitian ini, luaran yang diharapkan adalah publikasi ilmiah jurnal pada
tingkat nasional ber-ISSN.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh induksi stres dengan radiasi
sinar UV 254 nm dan penambahan BHT (butylated hydroxytoluene) pada
Haematoccous pluvialis sebagai upaya peningkatan produksi astaxanthin,
sehingga diharapkan dengan metode induksi ini bisa diaplikasikan dalam produksi
massal astaxanthin untuk menghasilkan astaxanthin dengan kadar yang tinggi.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Astaxanthin


Sumber astaxanthin alami terdapat pada beberapa organisme diantaranya
mikroalga, jamur, ikan salmon, udang, lobster (Ambati et al., 2014). Namun untuk
produksi massal astaxanthin lebih banyak digunakan mikroorganisme seperti
jamur dan mikroalga karena pertumbuhannya yang relatif lebih cepat. Berikut
adalah beberapa mikroorganisme dan kemampuan akumulasi astaxanthin dibawah
kondisi stres:

Tabel 2.1 Sumber Astaxanthin dari berbagai Mikroorganisme dan Kemampuan


Akumulasi Astaxanthin

Mikroorganisme Astaxanthin Referensi


(% dry weight
basis)
Haematococcus pluvialis (Masojidek dan Torzillo,
5
2014)
Chlorella zofingiensis 0,1 (Wang dan Peng, 2008)
Phaffia rhodozyma 0,5 (De la Fuente et al., 2010)
Agrobacterium 0,01 (Yokoyama et al., 1995)
aurantiacum
Paracoccus carotinifaciens 2,2 (EFSA, European Food Safety
Authority, 2007)

Berdasarkan data dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa Haematococcus


pluvialis merupakan mikroorganisme dengan kemampuan akumulasi astaxanthin
tertinggi dibandingkan mikroorganisme lain dibawah kondisi stress.

2.2 Siklus Hidup Haematococcus pluvialis sebagai Sumber Astaxanthin


Alami

Siklus hidup Haematococcus pluvialis terdiri dari empat fase dengan morfologi
seluler yang dapat dibedakan: mikrozooid, makrozooid, palmella, dan hematocyst
(aplanospora) (Hazen, 1899; Elliot, 1934). Berikut adalah morfologi mikroalga
Haematococcus pluvialis dengan keterangan (A) Sel motil mikrozoid dengan
ukuran <10 μm atau 20 μm, memiliki flagel. Namun jika kondisi lingkungan tidak
menguntungkan, Haematococcus pluvialis akan menghilangkan flagella dan mulai
memperbesar ukuran sel (B) Sel makrozoid yang non-motil, (C) Sel palmella
dengan akumulasi astaxanthin terjadi jika keadaan tidak menguntungkan terus
4

berkelanjutan (D), Sel aplanospora matang dengan akumulasi astaxanthin dengan


ukuran > 50 μm. Aplanospora matang akan mengakumulasi sejumlah besar
karotenoid sekunder terutama astaxanthin yang disimpan pada tetesan lipid dalam
sitoplasma yang menghasilkan warna merah terang pada sel Haematococcus
pluvialis (Hagen et al., 2002). Akumulasi astaxanthin merupakan respon dari
Haematococcus pluvialis untuk melindungi diri dari kondisi stres, radiasi sinar
matahari, sinar UV dan dari oksidasi (Kindlund, 2011).

Gambar 2.1 Morfologi Haematococcus pluvialis pada setiap siklus hidup yang
diamati dibawah mikroskop cahaya
(Shah et al., 2016)

2.3 Manfaat Astaxanthin


Astaxanthin sebagai nutrasetikal memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah
sebagai berikut:

Tabel 2.2 Manfaat Astaxanthin

Manfaat Keterangan Referensi


Antioksidan Studi secara in vitro pada sel fibroblast fetus (Campoio
tikus menunjukkan penurunan produksi ROS, et al.,
IL-1β, TNF-α, aktivitas MPO, produksi HclO 2011)
Antikanker Studi secara in vitro pada KATO-III dan (Kim et
SNU-1 gastric cancer cell menunjukkan al., 2016)
inhibisi dan proliferasi sel kanker
Antidiabetes Studi secara in vitro pada L6 muscle cell (Ishiki et
menunjukkan peningkatan ambilan glukosa al., 2013)
dengan meningkatkan translokasi transporter
glukosa 4 (GLUT4), meningkatkan IRS-1
tyrosine
Kesehatan kulit Studi pada 31 orang dengan usia menengah (Chalyk
menunjukkan penurunan Malondialdehyde et al.,
dan Residual Skin Surface Components 2017)
Immunomodulator Studi secara in vivo pada mencit (Lin et
menunjukkan peningkatan INF-γ, IL-2 al., 2016)
5

Cardioprotective Studi secara in vivo pada tikus dengan (Hussein


hipertensi menunjukkan penurunan tekanan et al.,
darah 2006)
Hepatoprotective Studi secara in vivo pada mencit (Shen et
menunjukkan penurunan ALT dan AST al., 2014)
sehingga menurunkan lesi pada fibrosis hati

Keterangan: ROS: Reactive Oxygen Species, IL-1β: Interleukin-1β, MPO:


Myeloperoxidase, HClO: Hypochlorous acid, TNF-α: Tumor Necrosis Factor-α,
KATO-III: Human gastric carcinoma cell line, SNU-1: Human gastric
carcinoma cell line, GLUT4: Glucose transporter type 4, IRS-1: Insulin receptor
substrate-1, INF-γ: Interferon -γ, IL-2: Interleukin-2, ALT: alanine
aminotransferase, AST: aspartate aminotransferase

2.4 Metode Produksi Astaxanthin Alami


Metode produksi astaxanthin alami yang saat ini digunakan salah satunya adalah
dengan metode kultur dengan induksi stres untuk menstimulasi akumulasi
astaxanthin. Berikut beberapa induksi stres yang pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti untuk meningkatkan akumulasi astaxanthin pada Haematococcus
pluvialis:

Tabel 2.3 Jenis Induksi Stres untuk Akumulasi Astaxanthin pada Haematococcus
pluvialis

No Induksi/Kombinasi Induksi Stres Referensi


1 Intensitas cahaya tinggi + Defisiensi (Wong et al., 2016)
nitrogen
2 Melatonin + Intensitas cahaya tinggi + (Ding et al., 2018)
Defisiensi nitrogen
3 Metil jasmonat (Lu et al., 2010)
4 Giberelin (Lu et al., 2010)
4 BHA (butylated hydroxyanisole) (Shang et al., 2016)
5 Asam Fulvat (Zhao et al., 2015)
6 BHT (butylated hydroxytoluene) + (Zhao et al., 2018)
Intensitas cahaya tinggi + Defisiensi
nitrogen
7 Peningkatan salinitas (penambahan NaCl) (Sarada et al., 2002)
8 UV 254 nm + NaCl (Sandesh Kamath et
al., 2008)
6

BAB III
METODE PENELITIAN

Berikut adalah gambaran prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian:

Aklimatisasi dan OD
Pembuatan Kurva
Kultivasi
Pertumbuhan
Jumlah
Fase Hijau Sel

Induksi Stres BHT


Analisis kadar
Kultur
astaxanthin dengan
UV 254
HPLC
nm

Fase Merah

3.1 Sterilisasi Alat dan Bahan


Sterilisasi alat dan bahan yang tahan panas dilakukan dengan menggunakan
autoclave pada suhu 121° C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Sedangkan
sterilisasi peralatan yang tidak tahan panas dilakukan dengan menyemprotkan
larutan alkohol 70%, dan sterilisasi bahan yang tidak tahan panas dilakukan
dengan metode filtrasi.

3.2 Aklimatisasi
Aklimatisasi mikroalga Haematococcus pluvialis dilakukan pada media Walne
dengan volume total kultur 900 mL, inokulum kultur mikroalga 10% (v/v) dari
volume total kultur, dan media yang ditambahkan sebanyak 0,1% (v/v) atau
900µml dengan aerasi 24 jam, suhu ruang (25 ± 1° C), fotoperiode 12:12
(gelap:terang) dengan intensitas cahaya 40 µmol foton . Proses
aklimatisasi dilakukan selama 3-5 hari.

3.3 Kultivasi
Kultivasi mikroalga dilakukan pada kondisi yang sama dengan kondisi
aklimatisasi. Kepadatan sel inokulum kultur yang ditambahkan adalah 1 x
sel/mL diukur dengan menggunakan haemacytometer di bawah mikroskop
atau hingga kultur memberikan serapan 0,1 diukur dengan menggunakan
spektrofotometer. Kultivasi pada media Walne dilakukan selama ± 15 hari fase
pertumbuhan untuk memperbanyak biomassa
7

3.4 Perhitungan Kerapatan dan Jumlah Sel


Mikroalga yang sedang dikultivasi diambil menggunakan mikropipet kemudian
diteteskan pada alat haemacytometer. Jumlah sel Haematococcus pluvialis yang
ada dalam kotak dihitung dibawah mikroskop cahaya. Sedangkan untuk
menentukan kerapatan sel atau Optical Density (OD) dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang maksimum 680 nm.
Kemudian jumlah sel dan OD diplotkan pada grafik dengan fungsi jumlah sel
terhadap hari, dan kerapatan sel terhadap hari hingga didapat kurva pertumbuhan.

3.5 Induksi Stres


Pada fase kultur dengan kerapatan dan jumlah sel tertinggi, dilakukan induksi
stres dengan radiasi UV 254 nm dan penambahan BHT. Induksi ini dilakukan
triplo. Untuk kontrol negatif, kultur tidak diberi perlakuan induksi stres. Radiasi
sinar UV dilakukan dengan mepaparkan sinar UV 254 nm selama 15 menit
dengan jarak 10 cm pada mikroalga Hematococcus pluvialis (Sandesh et al.,
2008). Dilanjutkan dengan induksi BHT dengan seri konsentrasi : 1 g, 2 g, 3 g / L
(Zhao et al., 2018).

3.6 Ekstraksi
Pada fase induksi, 10 mL mikroalga dari kultur dipanen kemudian di sentrifugasi.
Pelet dibilas dengan aquadest kemudian diberikan perlakuan penambahan larutan
KOH 5% (w/v) dalam metanol 30% (v/) pada suhu 65˚C selama 15 menit untuk
menghilangkan klorofil. Kemudian pelet disentrifuga kembali dengan kecepatan
5000xg selama 5 menit dan dibilas tiga kali dengan aquadest. Pelet diambil dan
diekstrak dengan 5 mL DMSO pada water bath dengan suhu 45˚C selama 20
menit (Boussiba dan Vonshak, 1991; Zhao et al., 2018).

3.7 Analisis Kadar Astaxanthin


Ekstrak diinjeksikan pada injektor HPLC dengan menggunakan fasa terbalik,
kolom C-18, fase gerak aseton : metanol dan O (9:1 v/v) dengan laju alir 1.25
mL/menit, kemudian di deteksi dengan menggunakan panjang gelombang 476
nm. Kemudian kadar astaxanthin dengan induksi stres dibandingkan dengan
kontrol negatif (kultur yang tidak diberi perlakuan induksi stres).
8

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.2 Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)


1 Peralatan penunjang 1.310.000
2 Bahan habis pakai 5.010..000
3 Perjalanan 150.000
4 Lain-lain 1.957.000
Jumlah 8.427.000

4.2 Jadwal Kegiatan

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3


Bulan
No Jenis Kegiatan ke-4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Konsultasi dengan
Dosen Pembimbing
2 Strerilisasi alat dan
bahan
3 Aklimatisasi

4 Kultivasi (kurva
pertumbuhan)
5 Kultivasi (induksi
stres)
6 Analisis kadar
astaxanthin
7 Perhitungan
(pengolahan data)
8 Pembuatan laporan
akhir
9

DAFTAR PUSTAKA

Ambati, R. R., Phang, S. M., Ravi, S., Aswathanarayana, R. G., 2014.


Astaxanthin: Sources, Extraction, Stability, Biological Activities and Its
Commercial Applications—A Review. Mar Drugs 12, 128–152.
Boussiba, S., Vonshak, A., 1991. Astaxanthin Accumulation in The Green Alga
Haematococcus pluvialis. Plant Cell Physiol 32, 1077–1082.
Bubrick, P., 1991. Production of Astaxanthin from Haematococcus. Bioresource
Technology 38, 237–239.
Campoio, T., Oliveira, F., Otton, R., 2011. Oxidative Stress in Human
Lymphocytes Treated with Fatty Acid Mixture: Role of Carotenoid
Astaxanthin. Toxicol In Vitro 25, 1488–1456.
Capelli, B., Baghci, D., Cysewsky, G.., 2013. Synthetic Astaxanthin is
Significantly Inferior to Algal-based Astaxanthin as an Antioxidant and
May not be Suitable as a Human Nutraceutical Supplement. Nutrafoods.
Chalyk, N.E., Klochkov, V.A., Bandaletova, T.Y., Kyle, N.H., Petyaev, I.M.,
2017. Continuous Astaxanthin Intake Reduces Oxidative Stress and
Reverses Age-related Morphological Changes of Residual Skin Surface
Components in Middle-aged Volunteers. Nutr. Res 48, 40–48.
De la Fuente, J.L., Rodríguez-Saiz, M., Schleissner, C., Diez, B., Peiro, E.,
Barredo, J.L., 2010. High-titer Production of Astaxanthin by the Semi-
industrial Fermentation of Xanthophyllomyces dendrorhous. J. Biotechnol
148, 144–146.
EFSA (European Food Safety Authority), 2007. Safety and Efficacy of Panaferd-
AX (Red Carotenoid Rich Bacterium Paracoccus carotinifaciens as Feed
Additive for Salmon and trout. EFSA J 546, 1–30.
Elliot, A.., 1934. Morphology and Life History of Haematococcus pluvialis. Arch.
Protistenk 82, 250–272.
Fujita, T., Satake, M., Watanabe, T., Kitajima, C., Miki, W., Yamaguchi, K.,
Konosi, S., 1983. Pigmentation of Cultured Red Sea Bream with
Astaxanthin Diester Purified from Krill Oil. Bulletin of the Japanese
Society of Scientific Fisheries 49, 1855–1861.
Hagen, C., Siegmund, S., Braune, W., 2002. Ultrastructural and Chemical
Changes in the Cell Wall of Haematococcus pluvialis (Volvocales,
Chlorophyta) During Aplanospore Formation. Eur. J. Phycol 37, 217–226.
Hazen, T.., 1899. The life history of Sphaerella lacustris 6, 211–244.
Higuera-Ciapara, I., L, Valenzuela, F., FM, G., 2006. Astaxanthin: A Review of
its Chemistry and Applications 46, 185–96.
Hix, L., Lockwood, S., Bertram, J., 2004. Upregulation of Connexin 43 protein
Expression and Increased Gap Junctional Communication by Water
Soluble Disodium Disuccinate Astaxanthin Derivatives. Cancer Lett 211,
25–37.
Hussein, G., Goto, H., Oda, S., Sankawa, U., Matsumoto, K., Watanabe, H., 2006.
Antihypertensive Potential and Mechanism of Action of Astaxanthin: III.
Antioxidant and Histopathological Effects in Spontaneously Hypertensive
Rats. Biol Pharm Bull 29, 684–688.
10

Ishiki, M., Nishida, Y., Ishibashi, H., Wada, T., Fujisaka, S., Takikawa, A., 2013.
Impact of Divergent Effects of Astaxanthin on Insulin Signaling in
l6Ccells. Endocrinology 154, 2600–2612.
Kim, J.H., Park, J.J., Lee, B.J., Joo, M.K., Chun, H.J., Lee, S.W., Bak, Y.T., 2016.
Astaxanthin Inhibits Proliferation of Human Gastric Cancer Cell Lines by
Interrupting Cell Cycle Progression. Gut and Liver 10, 369–374.
Kindlund, P.J., 2011. Astaxanthin to Delay Skin Aging. Nutra Foods 10, 27–31.
Lin, K.H., Lin, K.C., Lu, W.J., Thomas, P.A., Jayakumar, T., Sheu, J.R., 2016.
Astaxanthin, a Carotenoid, Stimulates Immune Responses by Enhancing
IFN-γ and IL-2 Secretion in Primary Cultured Lymphocytes in vitro and ex
vivo. International Journal of Molecular Sciences 17, 44.
Liu, J., Sun, Z., Gerken, H., Liu, Z., Jiang, Y., Chen, F., 2014. Chlorella
zofingiensis as an Alternative Microalgal Producer of Astaxanthin:
Biology and Industrial Potential. Mar. Drugs 12, 3487–3515.
Masojidek, J., Torzillo, G., 2014. Mass Cultivation of Freshwater Microalgae.
Miller, M.., Yoneyama, M., Soneda, M., 1976. Phaffia, A New Yeast Genus in the
Deuteromycotina (Blastomycetes). Int. J. Syst. Bacteriol 26, 286–291.
Shah, M.M.R., Liang, Y., Cheng, J.J., Daroch, M., 2016. Astaxanthin-Producing
Green Microalga Haematococcus pluvialis: From Single Cell to High
Value Commercial Products. Biological and Agricultural Engineering 7.
Sandesh Kamath, B., Vidhyavathi, R., Sarada, R., Ravishankar, G.A., 2008.
Enhancement of Carotenoids by Mutation and Stress Induced
Carotenogenic Genes in Haematococcus pluvialis Mutants. Bioresource
Technology.
Shen, M., Chen, K., Lu, J., Cheng, P., Xu, L., Dai, W., Wang, F., He, L., Zang,
Y., Chengfen, W., 2014. Protective Effect of Astaxanthin on Liver
Fibrosis Through Modulation of TGF-1 Expression and Autophagy.
Mediators of inflammation.
Tsubokura, A., Yoneda, H., Mizuta, H., 1999. Paracoccus carotinifaciens sp.
nov., A New Aerobic Gram-negative Astaxanthin-producing Bacterium
49, 277–282.
Wang, Y., Peng, J., 2008. Growth-associated Biosynthesis of Astaxanthin in
Heterotrophic Chlorella zofingiensis (Chlorophyta) 24.
Yokoyama, A., Adachi, K., Shizuri, Y., 1995. New Carotenoid Glucosides,
Astaxanthin Glucoside and Adonimxanthin Glucoside, Isolated from the
Astaxanthin Producing Marine Bacterium, Agrobacterium aurantiacum. J.
Nat. Prod 58, 1929–1933.
Yokoyama, A., Izumida, H., Miki, W., 1994. Production of Astaxanthin and 4-
Ketozeaxanthin by the Marine Bacterium, Agrobacterium aurantiacum.
Biosci. Biotech. Biochem 58, 1842–1844.
Zhao, Y., Yue, C., Ding, W., Li, T., Xu, J.W., Zhao, P., Ma, H., Yu, X., 2018.
Butylated hydroxytoluene Induces Astaxanthin and Lipid Production in
Haematococcus pluvialis under High-light and Nitrogen-deficiency
Conditions. Bioresource Technology.
11

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping


12
13
14
15
16

Lampiran 2. Justifikasi Anggaran Kegiatan

1. Jenis Perlengkapan Volume Harga Satuan Nilai (Rp)


(Rp)
- Box Kontainer Plastik 1 buah 70.000 70.000
Besar
- Botol Kaca 20 buah 7.500 150.000
- Selang Aquarium 10 m 3.000 30.000
- Aerator 7 buah 35.000 245.000
- Lampu TL 4 buah 90.000 360.000
- Pipa L 20 buah 13.000 260.000
- Taplak Anti-Slip 3m 25.000 75.000
- Terminal 1 buah 65.000 65.000
- Timer 1 buah 55.000 55.000
- SUB TOTAL (Rp) 1.310.000
2. Bahan Habis Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
- Mikroalga 1L 150.000 150.000
Haematococcus
pluvialis
- Standar astaxanthin 50 mg 2.000.000 2.000.000
- DMSO 200 mL 600.000
- Metanol HPLC grade 2L 400.000 400.000
- Metanol 2L 100.000 200.000
- Aseton HPLC grade 2L 400.000 400.000
- Aquades HPLC grade 2L 150.000 300.000
- Herbisid Glufosinate 1L 150.000 150.000
- Aquadest 50 L 4.000 200.000
- Alkohol 70% 1L 50.000 50.000
- BHT 50 g 1.000 50.000
- Media Walne 1L 150.000 150.000
- Alumunium Foil 2 gulung 25.000 50.000
- Kassa 4 gulung 5.000 20.000
- Tissu 2 pak 15.000 30.000
- Kapas Bebas Lemak 1 gulung 15.000 15.000
- Tali Kasur 1 gulung 10.000 10.000
- Tips biru 1000µL 150 buah 500 75.000
- Spirtus 2L 50.000 100.000
- Agar batangan 12 g 60.000 60.000
- SUB TOTAL (Rp) 5.010.000
3. Perjalanan Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
17

- Keperluan uji coba 100.000 100.000


(kampus ke lokasi
ujicoba pp)
- Biaya paket Mikroalga 50.000 50.000
dari Jepara ke kampus
(STFB)
- SUB TOTAL (Rp) 150.000
4. Lain-lain
Biaya jasa layanan HPLC 2 sampel 250.000 500.000
Biaya jasa layanan SEM 2 sampel 250.000 500.000
Biaya jasa layanan Sentrifugasi 3 hari 125.000 375.000
kerja
ATK (kertas, pulpen, map, tipe 75.000
x)
Biaya Publikasi 500.000 500.000
Materai 6000 1 7.000 7.000
- SUB TOTAL (Rp) 1.957.000
TOTAL 1+2+3 (Rp) 8.427.000
(Terbilang 8.427.000)
18

Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas

Alokasi
Nama / Program Bidang
No Waktu (Jam/ Uraian Tugas
NIM Studi Ilmu
minggu)

1 Relinda Farmasi Biologi 8 jam/ minggu Strerilisasi


Banatul Farmasi Alat dan
Awaliyah / Bahan
11151143
Aklimatisasi

Pembuatan
Laporan
Perkembangan
Penelitian

2 Aldo Farmasi Biologi 8 jam/ minggu Kultivasi


Agustian / Farmasi Kurva
11161002 Pertumbuhan

OD dan
Hitung Sel

3 Irma Farmasi Biologi 8 jam/ minggu Kultivasi


Yulianti / Farmasi Induksi Stres
11161188
Analisis
Astaxanthin
dengan HPLC
19

Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Peneliti

Anda mungkin juga menyukai