BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIAN
Diusulkan oleh:
Relinda Banatul Awaliyah; 11151143; 2015
Aldo Agustian; 11161002; 2016
Irma Yulianti; 11161188; 2016
i
ii
DAFTAR ISI
iii
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas ........... 18
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Peneliti.................................................... 19
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber astaxanthin alami terdapat pada beberapa hewan laut seperti pada ikan
kakap merah, salmon, dan lobster (Fujita et al., 1983; Hix et al., 2004). Namun
untuk produksi astaxanthin skala massal, sumber hewan laut tersebut kurang
efisien berkaitan dengan pertumbuhannya yang lama. Sehingga lebih dipilih
beberapa mikroorganisme sebagai sumber astaxanthin alami, seperti kelompok
jamur basidiomikota Phaffia rhodozyma (Miller et al., 1976), mikroalga
Haematococcus pluvialis (Bubrick, 1991), Chlorella zofingiensis (Liu et al.,
2014), bakteri gram negatif Agrobacterium aurantiacum (Yokoyama et al., 1994)
dan Paracoccus carotinifaciens (Tsubokura et al., 1999) yang pertumbuhannya
relatif lebih cepat. Namun dari beberapa mikroorganisme tersebut,
Haematococcus pluvialis diyakini menunjukkan kapasitas tertinggi hingga 5%
untuk mengakumulasi astaxanthin pada kondisi stres karena pengaruh lingkungan
yang tidak menguntungkan (Masojidek dan Torzillo, 2014). Maka dari itu,
menjadi penting untuk menemukan metode induksi stres untuk meningkatkan
produksi astaxanthin pada Haematococcus pluvialis agar menghasilkan
astaxanthin yang bernilai ekonomi tinggi di bidang nutrasetikal, farmasi dan
industri kosmetik.
Melalui penelitian ini, akan dilakukan induksi stres pada kultur mikroalga
Haematococcus pluvialis dengan radiasi sinar UV 254 nm dan penambahan
antioksidan eksogen BHT (butylated hydroxytoluene) sebagai upaya peningkatan
produksi astaxanthin. BHT merupakan antioksidan eksogen yang dapat
menurunkan ROS, namun dapat meningkatkan pula NO pada Haematocoocus
pluvialis. Sehingga dengan tingginya kadar NO pada Haematocoocus pluvialis,
akan menstimulasi akumulasi astaxanthin (Zhao et al., 2018). Hasil penelitian ini
diharapkan menjadi alternatif metode terhadap peningkatan produksi astaxanthin
pada mikroalga Haematococcus pluvialis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Siklus hidup Haematococcus pluvialis terdiri dari empat fase dengan morfologi
seluler yang dapat dibedakan: mikrozooid, makrozooid, palmella, dan hematocyst
(aplanospora) (Hazen, 1899; Elliot, 1934). Berikut adalah morfologi mikroalga
Haematococcus pluvialis dengan keterangan (A) Sel motil mikrozoid dengan
ukuran <10 μm atau 20 μm, memiliki flagel. Namun jika kondisi lingkungan tidak
menguntungkan, Haematococcus pluvialis akan menghilangkan flagella dan mulai
memperbesar ukuran sel (B) Sel makrozoid yang non-motil, (C) Sel palmella
dengan akumulasi astaxanthin terjadi jika keadaan tidak menguntungkan terus
4
Gambar 2.1 Morfologi Haematococcus pluvialis pada setiap siklus hidup yang
diamati dibawah mikroskop cahaya
(Shah et al., 2016)
Tabel 2.3 Jenis Induksi Stres untuk Akumulasi Astaxanthin pada Haematococcus
pluvialis
BAB III
METODE PENELITIAN
Aklimatisasi dan OD
Pembuatan Kurva
Kultivasi
Pertumbuhan
Jumlah
Fase Hijau Sel
Fase Merah
3.2 Aklimatisasi
Aklimatisasi mikroalga Haematococcus pluvialis dilakukan pada media Walne
dengan volume total kultur 900 mL, inokulum kultur mikroalga 10% (v/v) dari
volume total kultur, dan media yang ditambahkan sebanyak 0,1% (v/v) atau
900µml dengan aerasi 24 jam, suhu ruang (25 ± 1° C), fotoperiode 12:12
(gelap:terang) dengan intensitas cahaya 40 µmol foton . Proses
aklimatisasi dilakukan selama 3-5 hari.
3.3 Kultivasi
Kultivasi mikroalga dilakukan pada kondisi yang sama dengan kondisi
aklimatisasi. Kepadatan sel inokulum kultur yang ditambahkan adalah 1 x
sel/mL diukur dengan menggunakan haemacytometer di bawah mikroskop
atau hingga kultur memberikan serapan 0,1 diukur dengan menggunakan
spektrofotometer. Kultivasi pada media Walne dilakukan selama ± 15 hari fase
pertumbuhan untuk memperbanyak biomassa
7
3.6 Ekstraksi
Pada fase induksi, 10 mL mikroalga dari kultur dipanen kemudian di sentrifugasi.
Pelet dibilas dengan aquadest kemudian diberikan perlakuan penambahan larutan
KOH 5% (w/v) dalam metanol 30% (v/) pada suhu 65˚C selama 15 menit untuk
menghilangkan klorofil. Kemudian pelet disentrifuga kembali dengan kecepatan
5000xg selama 5 menit dan dibilas tiga kali dengan aquadest. Pelet diambil dan
diekstrak dengan 5 mL DMSO pada water bath dengan suhu 45˚C selama 20
menit (Boussiba dan Vonshak, 1991; Zhao et al., 2018).
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4 Kultivasi (kurva
pertumbuhan)
5 Kultivasi (induksi
stres)
6 Analisis kadar
astaxanthin
7 Perhitungan
(pengolahan data)
8 Pembuatan laporan
akhir
9
DAFTAR PUSTAKA
Ishiki, M., Nishida, Y., Ishibashi, H., Wada, T., Fujisaka, S., Takikawa, A., 2013.
Impact of Divergent Effects of Astaxanthin on Insulin Signaling in
l6Ccells. Endocrinology 154, 2600–2612.
Kim, J.H., Park, J.J., Lee, B.J., Joo, M.K., Chun, H.J., Lee, S.W., Bak, Y.T., 2016.
Astaxanthin Inhibits Proliferation of Human Gastric Cancer Cell Lines by
Interrupting Cell Cycle Progression. Gut and Liver 10, 369–374.
Kindlund, P.J., 2011. Astaxanthin to Delay Skin Aging. Nutra Foods 10, 27–31.
Lin, K.H., Lin, K.C., Lu, W.J., Thomas, P.A., Jayakumar, T., Sheu, J.R., 2016.
Astaxanthin, a Carotenoid, Stimulates Immune Responses by Enhancing
IFN-γ and IL-2 Secretion in Primary Cultured Lymphocytes in vitro and ex
vivo. International Journal of Molecular Sciences 17, 44.
Liu, J., Sun, Z., Gerken, H., Liu, Z., Jiang, Y., Chen, F., 2014. Chlorella
zofingiensis as an Alternative Microalgal Producer of Astaxanthin:
Biology and Industrial Potential. Mar. Drugs 12, 3487–3515.
Masojidek, J., Torzillo, G., 2014. Mass Cultivation of Freshwater Microalgae.
Miller, M.., Yoneyama, M., Soneda, M., 1976. Phaffia, A New Yeast Genus in the
Deuteromycotina (Blastomycetes). Int. J. Syst. Bacteriol 26, 286–291.
Shah, M.M.R., Liang, Y., Cheng, J.J., Daroch, M., 2016. Astaxanthin-Producing
Green Microalga Haematococcus pluvialis: From Single Cell to High
Value Commercial Products. Biological and Agricultural Engineering 7.
Sandesh Kamath, B., Vidhyavathi, R., Sarada, R., Ravishankar, G.A., 2008.
Enhancement of Carotenoids by Mutation and Stress Induced
Carotenogenic Genes in Haematococcus pluvialis Mutants. Bioresource
Technology.
Shen, M., Chen, K., Lu, J., Cheng, P., Xu, L., Dai, W., Wang, F., He, L., Zang,
Y., Chengfen, W., 2014. Protective Effect of Astaxanthin on Liver
Fibrosis Through Modulation of TGF-1 Expression and Autophagy.
Mediators of inflammation.
Tsubokura, A., Yoneda, H., Mizuta, H., 1999. Paracoccus carotinifaciens sp.
nov., A New Aerobic Gram-negative Astaxanthin-producing Bacterium
49, 277–282.
Wang, Y., Peng, J., 2008. Growth-associated Biosynthesis of Astaxanthin in
Heterotrophic Chlorella zofingiensis (Chlorophyta) 24.
Yokoyama, A., Adachi, K., Shizuri, Y., 1995. New Carotenoid Glucosides,
Astaxanthin Glucoside and Adonimxanthin Glucoside, Isolated from the
Astaxanthin Producing Marine Bacterium, Agrobacterium aurantiacum. J.
Nat. Prod 58, 1929–1933.
Yokoyama, A., Izumida, H., Miki, W., 1994. Production of Astaxanthin and 4-
Ketozeaxanthin by the Marine Bacterium, Agrobacterium aurantiacum.
Biosci. Biotech. Biochem 58, 1842–1844.
Zhao, Y., Yue, C., Ding, W., Li, T., Xu, J.W., Zhao, P., Ma, H., Yu, X., 2018.
Butylated hydroxytoluene Induces Astaxanthin and Lipid Production in
Haematococcus pluvialis under High-light and Nitrogen-deficiency
Conditions. Bioresource Technology.
11
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Alokasi
Nama / Program Bidang
No Waktu (Jam/ Uraian Tugas
NIM Studi Ilmu
minggu)
Pembuatan
Laporan
Perkembangan
Penelitian
OD dan
Hitung Sel