GALANG RENALDI
2012340042
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pangan
Pada Fakultas Teknologi Pangan dan Kesehatan
Universitas Sahid Jakarta
Menyetujui
Mengetahui,
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi, dalam bentuk salinan cetakan
Merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diserahkan untuk pencapaian
prestasi akademik apapun melalui perguruan tinggi manapun. Semua sumber data
dan informasi yang digunakan dalam penyusunan skripsi, telah dinyatakan secara
jelas dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Mengetahui,
ABSTRACT
Taro starch can be used as raw material for edible coatings and also the
spices have the ability as a natural antimicrobial, both can be combined as edible
antimicrobial coatings. The purpose of this research was to determine the
antimicrobial activity of ginger powder and kencur powder. The research design
uses descriptive analysis. The concentration of each ginger powder, and kencur
powder used were 6%, 8%, and 10%. The results showed The results showed that
there were differences in the area of inhibition zone formed from ginger powder
and kencur powder, it was caused by several factors affecting the size of the
inhibitory area, including organism sensitivity, culture medium, incubation
conditions, and agar diffusion rate.. in this study all types of antimicrobial
powder, and kencur powder have the ability to inhibit the growth of microbes, but
in this study kencur powder with a level of 8% has a better inhibitory ability for
aspergillus nigger, inhibition zone width is 20 mm in the first and 15 mm in
second repetition.
Keyword : edible coating, antimicrobial, ginger powder, kencur powder
Galang Renaldi, 2012340042. Uji aktivitas antimikroba bubuk jahe(Zingiber
officinale Rosc.), dan bubuk kencur (Kaempferia galanga L.), pembuatan
edible coating pati talas antimikroba, Dibawah bimbingan Dr. Siti Chairiyah
Batubara, S.TP., M.Si
RINGKASAN
Edible coating merupakan suatu lapis tipis yang melapisi bahan pangan
yang layak dikonsumsi, dan dapat terdegradasi oleh alam secara biologis.
Komponen utama penyusun edible coating ada tiga kelompok yaitu hidrokoloid,
lemak, dan komposit (Rodriguez, 2006). Salah satu bahan utama yang digunakan
dalam pembuatan edible coating ini yaitu pati yang termasuk kelompok
hidrokoloid, yang merupakan bahan yang mudah didapat, harganya murah, serta
jenisnya beragam di Indonesia. Selain bersifat biodegradable, edible film atau
coating dapat dipadukan dengan komponen tertentu yang dapat menambah nilai
fungsional dari kemasan itu sendiri seperti edible coating antimikroba.
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
Proposal Usulan Penelitian yang berjudul “Uji aktivitas antimikroba bubuk jahe
pembuatan edible coating pati talas antimikroba”. Usulan Penelitian ini dibuat
sebagai bagian dari tugas akhir untuk menyelesaikan studi di Program Studi
Jakarta.
Usulan Penelitian ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan yang
diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Dr. Siti Chairiyah Batubara, S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing yang
2. Bapak Ir. Moh. Sabariman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pangan
4. Ayahanda Didi dan Ibunda Rahayu serta adik-adik penulis yang telah
senantiasa memberi dukungan dan semangat, serta doa yang tiada henti
untuk penulis.
i
5. Para sahabat yang telah saling membantu dan mendukung; Unggul, Aji,
rofit, Rahmat, Fardan, Neta, Iva, Yessi, sela, pidian, dan teman-teman yang
6. Teman – teman FTIP angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 terima kasih
atas bantuan dan semangat yang diberikan dalam menyelesaikan Skripsi ini.
7. Teman – teman Senat, HIMATIP dan BEM FTIP terima kasih atas bantuan
dan dukungannya.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas semuanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
DAFTAR TABEL...................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ........................................................... 3
C. Perumusan Masalah............................................................ 3
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 5
A. Deskripsi Teoritis................................................................. 5
1. Edible Coating................................................................ 5
2. Edible Coating Sebagai Pengemas Suatu Produk............6
3. Edible Coating Antimikroba........................................... 8
4. Bahan Baku Edible Coating ........................................... 9
a). Hidrokoloid.............................................................. 10
b). Lipida....................................................................... 11
c). Komposit.................................................................. 11
C. Definisi Oprasional............................................................ 29
D. Metode Penelitian.............................................................. 30
1. Penelitian Pendahuluan.................................................. 30
a). Cara Pembuatan Edible Coating.............................. 30
b). Pembuatan Bubuk Rempah...................................... 32
c). Cara Pembuatan Pati Talas...................................... 33
d). Pembuatan Rentang Konsentrasi Antimikroba........ 34
2. Penelitian Utama............................................................ 35
E. Teknik Pengambilan Contoh............................................. 35
F. Teknik Pengambilan Data.................................................. 35
1. Bahan dan Alat.............................................................. 35
2. Prosedur Pembuatan Edible Coating
Pati Talas Antimikroba.................................................. 36
G. Teknik Pengujian............................................................... 37
1. Pengujian Efektivitas Antimikroba
Dengan Metode Difusi sumur........................................ 38
2. Uji Keasaman (pH)........................................................ 39
3. Uji Organoleptik............................................................ 39
H. Teknik Analisis Data......................................................... 40
iv
1. Aroma……....................................................................46
2. Warna…….. ................................................................. 48
3. Kekentalan.................................................................... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................. 52
A. Kesimpulan........................................................................ 52
B. Saran.................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................54
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................57
DAFTAR GAMBAR
Halaman
v
Gambar 1. Umbi Talas................................................................................. 17
Gambar 2. Rimpang Jahe............................................................................. 20
Gambar 3. Rimpang Kencur........................................................................ 24
Gambar 4. Kerangka berfikir....................................................................... 27
Gambar 5. Skema Pembuatan Edible Coating.............................................31
Gambar 6. Tahapan Pembuatan Bubuk Rempah......................................... 33
Gambar 7. Tahapan Pembuatan Pati Talas.................................................. 34
Gambar 8. Tahapan Pembuatan Edible Coating Pati Talas Antimikroba.....37
Gambar 9. Tahapan Pembuatan Kultur Uji Aspergillus Nigger.................. 40
Gambar 10. Grafik Persentase Nilai Rata-rata Mutu Hedonik Aroma
larutan Edible Coating............................................................. 47
Gambar 11. Grafik Persentase Nilai Rata-rata Mutu Hedonik Warna
larutan Edible Coating............................................................. 49
Gambar 12. Grafik Persentase Nilai Rata-rata Mutu Hedonik
Kekentalan larutan Edible Coating......................................... 51
DAFTAR TABEL
Halaman
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mempertahankan kualitas suatu bahan pangan agar tetap terjaga dari kontaminasi
udara luar. Pada umumnya fungsi dari pengemas pada bahan pangan adalah
pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran tertentu.
Pengemas pangan yang umum digunakan saat ini adalah plastik, salah satu upaya
Edible coating merupakan suatu lapis tipis yang melapisi bahan pangan
yang layak di konsumsi, dan dapat terdegradasi oleh alam secara biologis.
Komponen utama penyusun Edible coating ada tiga kelompok yaitu hidrokoloid,
lemak, dan komposit (Rodriguez, 2006). Salah satu bahan utama yang digunakan
dalam pembuatan Edible coating ini yaitu pati yang termasuk kelompok
hidrokoloid, yang merupakan bahan yang mudah didapat, harganya murah, serta
dipadukan dengan komponen tertentu yang dapat menambah nilai fungsional dari
hidrofilik sehingga kurang baik dalam menahan uap air dan udara. Namun, jenis
pelapis ini dapat menjadi agen yang dapat mengurangi kehilangan kelembaban
2
dari senyawa aktif tersebut semakin tinggi. Senyawa antimikroba tersebut dapat
yang dibuat dari pati talas dengan penambahan bubuk rempah berupa bubuk jahe,
B. Pembatasan Masalah
antimikroba pada Edible coating yang ditambahkan dengan bubuk jahe, dan
bubuk kencur dalam menghambat kapang aspergilus niger berdasarkan luas zona
C. Perumusan Masalah
1. apakah jenis bubuk rempah berbeda (bubuk jahe, dan bubuk kencur) akan
memberikan aktivitas (zona bening, dan Ph) yang berbeda? Bila iya, jenis
bubuk rempah manakah yang membentuk luas zona bening, dan pH berbeda?
memberikan aktivitas (zona bening, dan Ph) yang berbeda? Bila iya, pada
konsentrasi bubuk rempah manakah yang membentuk luas zona bening dan
pH berbeda?
3. Apakah ada interaksi antara jenis bubuk rempah (bubuk jahe, dan bubuk
kencur) dengan konsentrasi berbeda (6% 8% dan 10%)? Bila iya, interaksi
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan alternatif pemanfaatan bubuk jahe, kencur dan kayu manis
alami.
biodegradable.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
1. Edible coating
Edible packaging pada bahan pangan pada dasarnya dibagi 3 jenis bentuk
yaitu edible film, Edible coating , dan enkapsulasi. Edible coating adalah lapisan
tipis sebagai pengemas bahan makanan yang dapat dimakan. Penggunaan Edible
bahan pangan dari berbagai jenis mikroba selain itu juga dapat mengurangi
sebagai pembawa bahan aditif pada makanan. Selain itu, Edible coating yang
terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) ataupun campuran yang terbuat
dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumya baik digunakan sebagai
penghambat perpindahan uap air dibandingkn dengan Edible coating yang terbuat
dari protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat hidrofobik (Hui, 2006).
dan keunggulan tertentu. Salah satu contohnya yaitu film dari bahan polisakarida
dan protein yang dapat menghambat perpindahan gas, sehingga efektif untuk
mencegah oksidasi lemak. Komponen volatil yang hilang atau yang diserap oleh
produk dapat diatur dengan melakukan pelapisan Edible coating atau film.
6
untuk umur simpan suatu produk. Edible coating ini biasanya dilakukan dengan
buah-buahan seperti apel, anggur, papaya, jambu biji, dan belimbing. Penambahan
Edible coating juga dapat menghindari produk dari kerusakan mikrobia, hal ini
sesuai dengan pernyataan Quintavalla dan Vicini (2002) yang menyatakan bahwa
patogen pada berbagai bahan pangan yang memiliki jaringan (daging, buah-
juga semakin beragam, yang awalnya hanya bisa di aplikasikan pada buah-buahan
(permen susu) dan sebagai pengganti pembungkus kapsul , hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh sari dewi anggraeni (2002) yang menyatakan
bahwa edible coating yang dihasilkan cukup baik dari segi organoleptic dan sifat
mekanik dan kimianya, sehingga layak untuk digunakan sebagai pengemas primer
menurunkan laju transmisi uap airnya, sehingga menghasilkan barrier yang lebih
Edible coating biasa digunakan pada semua produk, tidak hanya produk
pascapanen pertanian, namun juga produk permen, coklat maupun dodol atau kue-
kue basah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Krochta (1997) yang mengatakan
bahwa pengembangan rumput laut jennies Gracilaria Sp. Sebagai bahan kemasan
pelapis permen yang prosesnya diaplikaikan dari pembuatan agar-agar kertas, dan
pengemas untuk pelapis permen, serta menambah cita rasa pada permen tersebut.
Selain itu juga dapat digunakan sebagai pengemas makanan semi basah seperti
dodol, pengemas bumbu mie instan, pelapis coklat, sosis, buah-buahan dan sayur-
mempertahankan kualitas produk pangan dari segi gizi, warna, aroma, rasa, dan
penampakan.
Edible coating dan film juga mempunyai kelemahan yaitu Film dari bahan
terhadap air dan mempunyai sifat penghalang yang rendah terhadap uap air karena
sifat hidrofilik dari pati (Garcia et al. 2011). Untuk Edible coating yang di
kepada aroma dan flavor yang tajam pada produk makanan yang dilapisi oleh
Edible coating .
8
kontaminasi patogen pada berbagai bahan pangan yang memiliki jaringan (daging,
simpan dan memperbaiki mutu pangan (Quintavalla dan Vicini 2002). Jenis bahan
antimikroba yang dapat ditambahkan ke dalam matriks Edible coating /film antara
lain adalah minyak atsiri, rempah-rempah dalam bentuk bubuk atau oleoresin,
kitosan, dan bakteriosin seperti nisin. Bahan antimikroba dari senyawa kimia
antara lain adalah asam organik seperti asam laktat, asetat, malat, dan sitrat, serta
susu dan saliva dari mamalia (Campos et al. 2011). Metode yang sering digunakan
organik, bakteriosin, enzim, alkohol, dan asam lemak serta ekstrak rempah atau
minyak atsiri, seperti minyak kayu manis, jahe, daun serai, cengkih, dan bawang
oregano, rosemary, dan minyak bawang putih ke dalam Edible coating untuk
mencegah pertumbuhan mikroba telah diteliti oleh Pranoto et al. (2005) serta
Seydim dan Sarikus (2006). Bahan aktif tersebut ditambahkan ke dalam matriks
adalah meningkatkan daya simpan. Selain itu, sifat penghalang yang berasal dari
bahan antimikroba dari bahan alami juga lebih aman dibanding bahan antimikroba
permukaan buah akan dinetralkan oleh komponen yang ada dalam buah (Rojas-
Bahan baku penyusun Edible coating dapat dibagi menjadi tiga macam
yaitu: hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain
senyawa protein, turunan selulosa, alginat, pektin, pati dan polisakarida lainnya.
Lipida yang biasa digunakan waxes, asilgliserol, dan asam lemak. Adapun
1994 dalam Krochta et. al., 1994). Edible coating dapat diklasifikasikan
gas.
a) Hidrokoloid
protein atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati,
gum (seperti contoh alginat, pektin, dan gum arab), dan pati yang dimodifikasi
secara kimia. Pembentukan coating berbahan dasar protein antara lain dapat
menggunakan gelatin, kasein, protein kedelai, protein whey, gluten gandum, dan
protein jagung. coating yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai
karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk
untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada
larutan Edible coating . Pemanfaatan dari senyawa yang berantai panjang ini
sangat penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan
Beberapa jenis protein yang berasal dari protein tanaman dan hewan dapat
membentuk coating seperti zein jagung, gluten gandum, protein kedelai, protein
kacang, keratin, kolagen, gelatin, kasein, dan protein dari whey susu, karena sifat
dari protein tersebut yang mudah membentuk coating. Albumin telur dapat
dengan gluten gandum, dan protein kedelai (Gennadios, McHugh, Weller, dan
b) Lipida
penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-
produk kembang gula. Edible coating yang terbuat dari lemak murni sangat
(Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta et. al., 1994). Karakteristik coating
yang dibentuk oleh lemak tergantung pada berat molekul dari fase hidrofilik dan
fase hidrofobik, rantai cabang, dan polaritas. Lipida yang sering digunkan sebagai
Edible coating antara lain lilin (wax) seperti parafin dan carnauba, kemudian
asam lemak, monogliserida, dan resin (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006).
Jenis lilin yang masih digunakan hingga sekarang yaitu carnauba. Alasan
mengapa lipida ditambahkan dalam Edible coating adalah untuk memberi sifat
c) Komposit
dari komposit coating dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu
lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida, atau dapat
berupa gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan coating. Gabungan
penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. coating gabungan
antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan
sayuran yang telah diolah minimal (Dohowe dan Fennema, 1994 dalam Krochta
dari suatu produk pangan akhir-akhir ini mengalami kemajuan dengan pesat.
dibentuk dengan bahan dasar protein, polisakarida, dan lemak yang sangat
besar yaitu polimer dengan berat molekul tinggi, plasticizer dan pelarut. Berikut
a). Gliserol
tambahan atau aditif. Bahan tambahan ini sengaja ditambahkan dan berupa
plastik lebih halus dan luwes. Fungsinya untuk memisahkan bagian-bagian dari
didih tinggi yang apabila ditambahkan ke dalam bahan lain akan merubah sifat
hidroksil dalam satu molekul (alcohol trivalent). Rumus kimia gliserol adalah
C3H8O3, dengan nama kimia 1,2,3 propanatriol. Berat molekul gliserol adalah
92,1 massa jenis 1,23 g/cm2 dan titik didihnya 209°C. Gliserol memiliki sifat
mudah larut dalam air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air, dan
cocok untuk bahan pembentuk film yang bersifat hidrofobik seperti pati. Ia dapat
film menjadi lebih sedikit rapat dan di bawah tekanan, bergeraknya rantai polimer
film pati jadi rapuh dan kaku. Keberadaan dari plasticizer di dalam Edible
pektin, pati, gel, dan modifikasi pati, maupun pembuatan Edible coating berbasis
protein. Gliserol merupakan suatu molekul hidrofilik yang relatif kecil dan mudah
disisipkan diantara rantai protein dan membentuk ikatan hidrogen dengan gugus
amida dan protein gluten. Hal ini berakibat pada penurunan interaksi langsung dan
kedekatan antar rantai protein. Selain itu, laju transmisi uap air yang melewati
film gluten yang dilaporkan meningkat seiring dengan peningkatan kadar gliserol
mengikat air atau memberi kekentalan pada fase cair sehingga dapat menstabilkan
komponen lainnya dan mencegah sinersis. CMC juga dapat menjaga tekstur alami
CMC pada larutan Edible coating mampu memberikan emulsi yang baik antara
fase air dan minyak pada larutan. Semakin banyak jumlah CMC yang
berlebihan menjadikan lapisan coating yang tipis sulit terbentuk dan proses
air. Asam stearate memiliki rantai hidrokarbon yang panjang (C18), semakin
Panjang rantai hidrokarbon maka semakin meningkat sifat hidrofobik asam lemak.
d). Pati
Semua pati yang terdapat secara alami tersusun dari dua macam molekul
bagian rantai yang lurus pada bagian luar atau ujungujung amilopektin tersusun
dengan arah sejajar. Susunan tersebut membentuk bangunan yang kristalin dan
kurang kompak/amorf, sehingga lebih mudah dicapai oleh air dan enzim. Pati
(Edible coating). Edible coating adalah lapisan tipis dan kontinyu yang terbuat
Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk
membuat film. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada
campuran air dan plasticizer atau bisa juga dibuat dari campuran hidrokoloid
tadi dipanaskan dalam beberapa waktu dan dituangkan pada casting plate. Setelah
lingkungan dan waktu tertentu. Film yang telah mengering dilepaskan dari
dipanaskan pada suhu yang tinggi, maka akan terjadi gelatinisasi. Gelatinisasi
akibat dari lepasnya air, sehingga gel akan membentuk film yang stabil (Careda et
al., 2000).
sepanjang tahun. Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara,
penduduk. Berabad-abad yang lalu, talas merupakan makanan pokok di Asia dan
sayur. Umbi talas digunakan untuk berbagai macam masakan. Talas merupakan
dari tepi pantai sampai pegunungan di atas 1000 m baik liar maupun di tanam.
tercermin pada variasi bentuk, ukuran, dan warna daun, umbi, maupun bunganya,
serta sifat fisikokimiawi, fisiologi dan agronominya serta rasa umbi, sifat gatal,
kekeringan/genangan air.
Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari butir – butir pati yang
bagian dari pati yang larut dalam air, yang mempunyai berat molekul antara
50.000-200.000, dan bila ditambah dengan iodium akan memberikan warna biru.
sekitar 1.42%. Karbohidrat pada umbi talas sebagian besar merupakan komponen
pati, sedangkan komponen lainnya pentosa, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan
gula pereduksi.
Amilosa memiliki 490 unit glikosa per molekul dan amilopektin memiliki 22 unit
glukosa per molekul. Talas mempunyai granula pati sangat kecil yaitu berkisar 3-
4 µm. Komposisi pati talas dipengaruhi oleh varietas iklim, kesuburan tanah,
umur panen, dll. (Richana, 2012). Menurut Rahmawati (2012), kadar pati
merupakan kriteria mutu terpenting pada tepung baik sebagai bahan pangan
maupaun non pangan. kadar pati yang dihasilkan pada umbi talas sekitar 80%
dan kadar pati pada tepung talas sekitar 75%. Kandungan senyawa umbi talas
Ekstraksi pati talas dapat dilakukan dari tepung talas dengan ekstraksi sederhana
menggunakan air, proses wet milling (Ahmed and Khan 2013) dan proses
1. Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah tanaman rempah dan obat yang
penyedap masakan dan ramuan tradisional, tanaman ini juga menjadi komoditas
ringan dan kebutuhan dapur. Rimpang jahe dapat dilihat pada Gambar 2.
20
Hampir semua wilayah di tanah air umumnya memanfaatkan jahe sebagai salah
satu bahan masakan penting. Dalam taksonomi tanaman, jahe (Zingiber officinale)
Jahe mengandung satu sampai empat persen minyak atsiri dan oleoresin.
berasal.
flavonoid, fenol, terpenoid dan minyak atsiri. Senyawa metabolit sekunder yang
Secara tradisional jahe digunakan sebagai peluruh dahak atau obat batuk,
peluruh keringat, peluruh angin perut, diare, dan pencegah mual. Baik untuk
21
menghilangkan mual dan kembung karena perjalanan jauh (mabuk darat, mabuk
udara, atau mabuk laut) bahkan pada beberapa buku teks pengobatan
anti kanker (Surh et al., 1998), anti inflamasi (Jolad et al., 2004), anti oksidan
bentuk superfine dapat semakin memperluas pemanfaatan jahe (Zhao et al., 2010).
Rhizopus sp. dan Penicillium sp. (Nursal et al., 2006). Diketahui pula bahwa
volatil, sebagian besar terdiri dari derivat seskuiterpen (>50%) dan monoterpen.
jahe diekstraksi dengan pelarut, maka akan didapatkan elemen pedas, elemen
jawab dalam memberi rasa pedas jahe. Telah diidentifikasi salah satu dari
elemen ini yang disebut dengan gingerol, dengan rumus kimia 1-[4- hidroksi-3-
bervariasi. Dan senyawa gingerol yang telah diidentifikasi diberi nama sesuai
dengan rantai sampingnya yakni (3)-, (4)-, (5)-, (6)-, (8)-, (10) dan (12)-Gingerol.
Senyawa lain yang lebih pedas namun memiliki konsentrasi yang lebih kecil ialah
komponen antioksidan fenolik jahe. Elemen lainnya yang juga ditemukan ialah
2. Kencur
Tanaman kencur (Kaempferia galanga L) merupakan salah satu tanaman herbal
kulit, luka, dan penyakit gangguan limpa. Tanaman kencur juga dapat digunakan
untuk mengobati penyakit infeksi bakteri, baik bakteri Gram positif maupun
bakteri Gram negatif dan juga infeksi jamur. Menurut Astuti dkk ekstrak rimpang
sampai 1,5 cm. Setiap tanaman berdaun sebanyak 1 sampai 3 helai, lebar merata
dan hampir menutupi tanah, daun berbentuk jorong lebar sampai hampir bundar,
pengkal hampir berbentuk jantung, ujung mendadak lancip, bagian atas tidak
kecoklatan, bagian tengah berwarna hijau, panjang helai daun 7 cm sampai 15 cm,
terbenam dalam tanah, panjang 1,5 cm sampai 3,5 cm, warna putih. Perbungaan,
Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai
25
kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar.
Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal
didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau rizoma. Rimpang kencur
yang memiliki gugus hidroksil (OH) bereaksi dengan komponen bahan dalam sel
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa metabolit sekunder yang terdapat pada
kencur antara lain: alkaloid, saponin, flavonoid, steroid, dan kuinon (Fitriyani
C. Kerangka berfikir
Pati talas merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan
yang bermutu baik memiliki bentuk atau elastisitas yang tidak mudah hancur.
bubuk jahe, dan bubuk kencur sebagai antimikroba dengan konsentrasi masing-
masing sebesar 6%, 8%, dan 10%. Proses pembuatan Edible coating antimikroba
waktu dan suhu yang tepat, pengadukan bahan yang teliti dan tepat sehingga
semua bahan terhomogenasi dengan baik akan menghasilkan Edible coating yang
baik. parameter mutu Edible coating yang baik adalah zona bening yang
terbentuk pada media agar Pengujian yang dilakukan pada Edible coating adalah
uji difusi sumur menggunakan media agar PDA. Kerangka berpikir penelitian
D. Perumusan Hipotesa
Hipotesis pada penelitian ini dirumuskan seperti berikut; diduga (1) jenis
bubuk rempah berbeda Bubuk jahe, bubuk kencur, dan bubuk kayu manis dapat
diduga bubuk jahe, bubuk kencur dan bubuk kayu manis, konsentrasi bubuk
Edible coating pati talas; (3) terdapat interaksi antara jenis bubuk rempah yang
coating di tandai dengan luas zona bening yang tebentuk pada media agar.
27
Pati talas
Edible coating
antimikroba
BAB III
METODE PENELITIAN
Universitas Sahid Jakarta. Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2017 –
Maret 2018.
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang terbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
a) Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari 2 faktor yaitu faktor A dan
B. faktor A yaitu jenis antimikroba (jehe, kencur) kemudian faktor B berupa taraf
b) Variabel Terikat
29
ditentukan dengan luas zona bening yang terbentuk pada media agar.
c) Variabel Terkontrol
dilakukan selama ±20 menit hingga semua homogen, lalu Edible coating diambil
sempelnya sebanyak 0,5 ml dan di tuangkan pada media agar yang sudah
C. Definisi Operasional
untuk melapisi bahan pangan yang dibuat dari pati talas, cmc, aseam
stearat, gliserol, akuades dan bubuk jahe, dan bubuk kencur sebagai
antimikroba.
b. Pati talas adalah pati yang diperoleh dari proses penggilingan umbi talas
suhu 60˚C.
c. Bubuk jahe, dan bubuk kencur adalah hasil dari proses penggilingan
d. Kualitas Edible coating dengan tambahan ekstrak jahe, kencur, dan adalah
nilai Edible coating yang ditentukan melalui metode difusi sumur dan
D. Metode Penelitian
1. Penelitian Pendahuluan
Edible coating yang tepat; (2) mempelajari cara pembuatan bubuk rempah (jahe,
kencur); (3) cara pembuatan pati talas ; (4) menentukan rentang konsentrasi bubuk
Budiman (2011) dalam Sari (2014). Bahan baku utama yang digunakan sari
CMC, gliserol, asam stearat, bubuk kayu manis, dan minyak kayu manis. Skema
Tapioka 3%
(b/v) dan Pencampuran
aquades
70˚C, 6 menit
Pemanasan dan pengadukan
CMC
70˚C, 3 menit
0,4% (b/v)
Pemanasan dan pengadukan
Gliserol
70˚C, 3 menit
5 % (v/v)
Pemanasan dan pengadukan
Asam
70˚C, 7 menit
stearat
0,5% (b/v)
Pendinginan hingga suhu 40˚C
Bubuk kayu
manis dan
Pengadukan hingga homogen
minyak kayu
mmanis
(2014)
yaitu sudip, hot plate dan magnetic stirrer untuk proses homogenisasi. Budiman
32
campuran tersebut dipanaskan dengan menggunakan hot plate sampai suhu 70˚C
sedikit CMC 0,4% (b/v) dalam larutan pati talas sambil diaduk selama 3 menit
coating pada suhu kamar. Setelah suhu larutan Edible coating mencapai 40˚C,
kayu manis sesuai konsentrasi dan jenisnya, yaitu 0,2%, 0,4% dan 0,6% (v/v).
Dengan cara tersebut diperoleh larutan yang disebut sebagai Edible coating pati
pembuatan Edible coating sebagaimana Budi (2011) dapat diterapkan pada proses
pembuatan Edible coating pati talas. Oleh karena itu, proses tersebut digunakan
menggunakan oven dengan suhu 50˚C selama ≥ 5 jam setelah kering bubuk jahe
dan kencur di haluskan dan di ayak. Tahapan pembuatan bubuk rempah dapat
pencucian
pengirisan
Penghalusan dan
pengayakan
Pengeringan selama 5
jam dengan suhu 50˚C
talas ditimbang dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 dan dihancurkan
menggunakan blender. Bubur talas disaring untuk diambil sarinya. Kemudian, sari
talas didiamkan selama 24 jam untuk mengenapkan patinya. Setelah itu pati
disaring dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70˚C selama ≥ 5 jam
setelah kering bubuk jahe dan kencur di haluskan dan di ayak. Tahapan
Talas
pencucian
pengirisan
Ditambahkan Penggilingan
air dengan menggunakan
perbandingan blender
1:1
Penyaringan
Penyaringan endapan
pati talas
Pengeringan selama 5
jam dengan suhu 70˚C
pati talas
manis dengan konsentrasi yaitu 6%, 8%, dan 10% (b/v). Oleh karena itu,
2. Penelitian utama
Bahan utama adalah pati talas, akuades, CMC, gliserol, asam stearat, bubuk
kesegaran, kebersihan, dan tidak busuk. CMC dan gliserol diperoleh dari
Bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam penlitian ini terbagi atas bahan
untuk pembutan Edible coating pati talas antimikroba dan uji antimikroba. Bahan
alat, serta prosedur Edible coating pati talas antimikroba adalah sebagai berikut:
antimikroba adalah Pati talas 4%, Aquades 100 ml, CMC 0,4%, asam stearat,
Gliserol 5%, bubuk jahe, dan bubuk kencur disiapkan sebanyak 6%, 8%, dan
36
10% untuk tiap-tiap bubuk rempah, bahan pembuat media adalah Potato Dextrose
Agar (PDA), mikroba yang digunakan adalah aspergillus nigger dan alat yang
digunakan dalam pembuatan Edible coating pati talas antimikroba adalah hot
yaitu persiapan bahan dan pembuatan larutan Edible coating pati talas
antimikroba tahapan pembuatan Edible coating pati talas antimikroba dapat dilihat
pada Gambar 8. Pembuatan larutan Edible coating pati talas anti mikroba terbuat
dari bahan dasar pati talas sebanyak 4%, (b/v) dan bahan lainnya yaitu
dilakukan pada suhu 70˚C. Suhu tersebutmerupakan suhu pati mengalami proses
diberi tambahan senyawa antimikroba bubuk jahe, dan kencur,. Pada proses
larutan Edible coating yang telah didinginkan hingga suhu 40˚C. Hal tersebut
bubuk jahe, dan kencur,. Antimikroba yang digunakan yakni berbentuk bubuk,
Bubuk jahe dan bubuk kencur yang ditambahkan adalah sebanyak 6, 8, dan 10 %,
37
proses pembuatan Edible coating pati talas antimikroba dapat dilihat pada gambar
8.
Pati talas 3%
pencampuran
(b/v), dan
aquades
CMC
Pemanasan dan pengadukan
0,4% (b/v) 70˚C, 3 menit
Asam stearat
Pemanasan dan pengadukan
0,5% (b/v) 70˚C, 7 menit
Gambar 8. Tahap pembuatan edile coating pati talas antimikroba (modifikasi Sari
2014)
G. Teknik pengujian
dilakukan terhadap Edible coating tanpa antimikroba dan Edible coating dengan
38
jahe, kencur, dan kayu manis dalam menghambat pertumbuhan Aspergillus niger
kesan panelis terhadap parameter aroma, warna, dan kekentalan larutan Edible
kultur uji kapang. Kultur Aspergillus niger sebanyak satu ose spora diinokulasi
dari agar miring potato dextrose agar (PDA) ke dalam 10 ml medium cair
nutrient broth (NB) secara aseptik. Kultur uji kemudian diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 37˚C. Media yang digunakan dalam uji efektivitas adalah potato
dextrose agar (PDA). PDA sebanyak 7,8 g dilarutkan dalam 200 ml akuades, dan
media. Pada bagian tengah media dibuat 2 lubang berbentuk sumur dengan
hingga dasar media, yaitu sekitar 5 mm. Larutan Edible coating antimikroba yang
telah dibuat dengan berbagai konsentrasi antimikroba, serta Edible coating tanpa
menggunakan tip pipet yang telah disterilisasi. Cawan petri yang telah berisikan
kapang dan Edible coating, selanjutnya dinkubasi pada suhu 37˚C selama 48 jam.
Zona bening yang terbentuk disekitar lubang sumur diukur menggunakan jangka
39
yang terbentuk disekitar sumur merupakan area kontak Edible coating dengan
dengan menghitung luas zona bening yang terbentuk saat proses inkubasi
menggunakan jangka sorong selama 48 jam yag terdiri dari 2 faktor yaitu
perlakuan terhadap Edible coating pati talas bubuk jahe, dan Edible coating
patitalas bubuk kencur yang dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Tahapan
yang dimiliki oleh larutan Edible coating pati talas antimikroba menggunakan
parameter larutan Edible coating pati talas antimikroba. Parameter yang diuji
untuk mutu hedonik adalah aroma, warna, dan kekentalan. Penilitian dilakukan
oleh 20 penelis semi terlatih. Fomulir uji organoleptik mutu hedonik dapat dilihat
pada lampiran.
40
Media PDA
Penebaran inokulum
Kultur A. dengan metode sebar
Nigger
Inkubasi 48 jam
tentang karakteristik suatu produk. Oleh sebab itu, pada uji ini banyak sifat yang
sensorik yang dinilai dan dianalisis secara keseluruhan. Sifat-sifat sensorik yang
dipilih adalah terutama yang paling relevan terhadap mutu atau yang paling peka
terhadap perubahan mutu suatu komoditi. Sifat-sifat sensorik mutu ini disebut
BAB IV
dengan mengukur zona bening yang terdapat di sekeliling sumur yang berisi sampel
larutan Edible coating . Konsentrasi bubuk jahe, dan bubuk kencur yang digunakan
6%, 8%, dan 10 % mengacu pada penelitian Tertibeni (2012). Hasil rata-rata zona
Dari uji aktivitas antimikroba larutan Edible coating pati talas antimikroba
diperoleh hasil bahwa bubuk jahe, dan bubuk kencur memiliki daya hambat
mikroba yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan terbentuknya zona bening pada
media agar. Hasil rata-rata luas zona bening dapat dilihat pada Tabel 3.
bubuk jahe pada ulangan pertama terhadap aspergillus niger, didapatkan diameter
sebesar 7,5%, dan pada konsentrasi 10% sebesar 10 mm. Meski zona bening yang
terbentuk tidak terlalu kuat namun bubuk jahe memiliki interaksi terhadap
komponen kimia utama penyusun minyak atsiri pada jahe adalah zingiberene yang
memiliki senyawa aktif yang bersifat antimikroba, dengan jumlah yang bervariasi
Pada penilaian zona bening menurut Susanto, Sudrajat, dan Ruga (2012),
≥21 mm dikategorikan sangat kuat. Semakin panjang diameter zona bening sekitar
sumur, semakin kuat pula senyawa aktif yang menghambat pertumbuhan bakteri,
maka dari itu dapat disimpulkan bahwa zona bening bubuk jahe dalam
bening pada konsentrasi 6% sebesar 12,5 mm, pada konsenttrasi 8% sebesar 17,5
mm dan konsentrasi 10% rata-rata zona bening yang terbentuk adalah 12,5 mm.
Dari hasil tersebut aktifitas antimikroba yang dihasilkan bubuk kencur terhadap
bioaktif yang memiliki gugus hidroksil (OH) bereaksi dengan komponen bahan
Selain itu juga dalam kandungan minyak atsiri dari rimpang kencur terdiri
dkk., 2008) selain itu juga cinnamal, aldehide, asam motil p-cumarik, asam
annamat, etil asetat dan pentadekan. Dalam literatur lain disebutkan bahwa
rimpang kencur mengandung sineol, paraumarin, asam anisic, gom, pati 4,14%
Di dalam rimpang kencur juga terdapat etil pmetoksi sinamat, salah satu
senyawa dari turunan asam sinamat, beberapa dari turunan asam sinamat ini
Dari hasil uji antimikroba bubuk jahe dan bubuk kencur terdapat
perbedaan luas zona bening yang terbentuk hal itu dikarenakan oleh beberapa
dan Schmidt 1994). Menurut Elifah (2010), diameter zona hambat tidak selalu
karena perbedaan kecepatan difusi senyawa antimikroba pada media agar serta
diameter zona hambat yang berbeda pada lama waktu tertentu. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan bubuk jahe dan bubuk kencur
dengan konsentrasi 6%, 8%, dan 10% sudah mampu menghambat kapang
aspergillus nigger.
45
antimikroba dengan tambahan bubuk jahe, dan bubuk kencur. Uji pH bertujuan
untuk mengetahui derajat keasaman pada larutan edible coating pati talas
Derajat
5 6 6 6 6 6
kesaman (pH)
termasuk Edible coating. Semakin banyak ion H+ yang terdapat di dalamnya, maka nilai
pH akan semakin rendah yang menunjukkan tingkat keasaman yang semakin tinggi.
coating sebaiknya mendekati 7, sehingga tidak akan mempengaruhi rasa (asam) dari
produk. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai pH Edible coating pati talas
antimikroba pada bubuk jahe sebesar 5 sedangkan pada bubuk kencur nilai pH larutan
Edible coating sebesar 6. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pH yang dihasilkan
larutan Edible coating pati talas antimikroba masih cenderung netral, sehingga tidak
1. Aroma
pribadi dari panelis terhadap aroma larutan Edible coating dengan fornulasi
antimikroba bubuk jahe, dan bubuk kencur yang berbeda secara spesifik. Skala uji
mutu hedonik parameter tekstur dimulai dari Sangat kuat (5), Kuat (4), Sedikit
kuat (3), Tidak kuat (2), dan Sangat tidak kuat (1). Hasil dari uji mutu hedonik
Formulasi
A1 A2 A3 B1 B2 B3
Pada tabel 5 menunjukan bahwa persentase uji mutu hedonik aroma larutan
Edible coating semakin tinggi konsentrasi antimikroba bubuk jahe, bubuk kencur,
dan bubuk kayu manis semakin tinggi juga aroma yang ditimbulkan. Grafik hasil
pengamatan uji mutu hedonik terhadap hedonik aroma larutan Edible coating
Gambar 10. Grafik persentse nilai rata-rata mutu hedonik aroma larutan edible
coating.
dengan menggunakan formulasi antimikroba bubuk jahe, dan bubuk kencur yang
sebanyak 55% dan 30%, pada formulasi A3 sebanyak 45% panelis menyatakan
bahwa aroma yang timbulkan adalah sangat kuat, formulasi B1 dan formulasi B3
panelis menyatakan bahwa aroma Edible coating adalah beraroma sedikit kuat
sebanyak 35% panelis menytakan bahwa aroma Edible coating adalah beraroma
kuat.
2. Warna.
pribadi dari panelis terhadap warna dari masing-masing larutan Edible coating
48
dengan fornulasi antimikroba bubuk jahe, dan bubuk kencur, secara spesifik.
Skala uji mutu hedonik parameter tekstur dimulai dari Coklat kehitaman (5),
Coklat tua (4), Coklat (3), Coklat muda (2), dan Coklat kekuning (1). Hasil dari
uji mutu hedonik terhadap aroma larutan Edible coating dapat dilihat pada Tabel
6.
Keterangan: Formulasi antimikroba bubuk jahe (A), dan bubuk kencur (B) A1(jahe 6%), A2(jahe
8%), A3(jahe 10%), B1(kencur 6%), B2(kencur 8%), B3(kencur 10%).
Berdasarkan hasil uji mutu hedonik parameter warna larutan Edible coating
jahe, bubuk kencur, dan bubuk kayu manis pada Edible coating antimikroba
menjadikan warna larutan coating coklat hingga coklat kehitaman. Grafik hasil
pengamatan uji mutu hedonik terhadap hedonik warna larutan Edible coating
Gambar 11. Grafik persentse nilai rata-rata mutu hedonik warna larutan edible
coating
dengan menggunakan formulasi antimikroba bubuk jahe, dan bubuk kencur yang
bahwa warna larutan edible coting adalah coklat kekuningan sebanyak 80%, pada
adalah coklat dengan persentase sebanyak 35% dan 30%, formulasi B2 dan
3. Kekentalan
50
coating dengan fornulasi antimikroba bubuk jahe, dan bubuk kencur yang
berbeda secara spesifik. Skala uji mutu hedonik parameter tekstur dimulai dari
sangat kental (5), kental (4), sedikit kental (3), tidak kental (2), dan sangat tidak
kentl (1). Hasil dari uji mutu hedonik terhadap kekentalan larutan Edible coating
A1 A2 A3 B1 B2 B3
Keterangan: Formulasi antimikroba bubuk jahe (A), dan bubuk kencur (B), A1(jahe 6%),
A2(jahe
8%), A3(jahe 10%), B1(kencur 6%), B2(kencur 8%), B3(kencur 10%).
Edible coating yang tidak halus cenderung kental. Larutan Edible coating dapat
Gambar 12. Grafik persentse nilai rata-rata mutu hedonik kekentalan larutan
Edible coating
bahwa kekentalan larutan edible coting adalah tidak kental dengan persentase
masing-maing sebanyak 65% dan 60%, pada formulasi A3 sebanyak 35% panelis
dengan persentase masing-masing sebanyak 55%, dan 35%. Dari uji mutu
hedonik kekentalan larutan Edible coating bahwa semkin tinggi taraf atau
BAB V
A. Kesimpulan
yang dibuat dengan formulasi antimikroba bubuk jahe, bubuk kencur, dan dapat
1. Ada perbedaan luas zona bening pada jenis bubuk rempah antimikroba
berbeda yaitu bubuk jahe, dan bubuk kencur. perbedaan ini terlihat pada
jenis bubuk jahe dengan konsentrasi 8% dengan luas zona bening sebesar 5
mm, dengan konsentrasi bubuk kencur 8% dengan luas zona bening sebesar
20 mm.
2. Ada perbedaan luas zona bening pada jenis konsentrasi berbeda yaitu 6%,
8%, dan 10%, perbedaan ini terlihat pada konsentrasi bubuk jahe dengan
3. Ada interaksi antara jenis bubuk rempah (bubuk jahe, dan bubuk kencur)
dengan konsentrasi berbeda (6%, 8%, dan 10%), interaksi yang terjadi
cukup baik.
menghasilkan pH 6%.
penambahan jenis antimikroba bubuk jahe, bubuk kencur, dan bubuk kayu
6. Pada uji organoleptik uji mutu hedonik aroma menunjukan bahwa semakin
yang ditimbulkan.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Chan et al., 2008, antioxidant and tyrosin inhibition propertie of leaves and
rizomes of ginger species, food chemistry. 109(3): 477-483
Darni, Y dan Utami, H. (2010). Studi Pembuatan dan Karakteristik Sifat Mekanik
dan Hidrofobisitas Bioplastik dari Pati Sorgum. Jurnal Rekayasa Kimia dan
Lingkungan ISSN 1412-5064, 7 (4): 88-93.
Elifah, Esty. 2010. Uji Antibakteri Fraksi Aktif Ekstrak Metanol Daun Senggani
(Melastoma candidum, D.Don) Terhadap Escherichia coli dan Bacillus
subtilis Serta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Skripsi. FMIPA UNS.
Surakarta
Jolad, S.D., R.C. Lantz, A.M. Solyon, G.J. Chen, R.B. Bates, dan B.N.
Timmermann, 2004. Fresh organically grown ginger (Zingiber officinale):
composition and effects on LPS-induced PGE2 production.
Phytochemistry. 65:1937–1954.
Lin, B., Y. Du, Y. Li, X. Liang, X. Wang, W. Deng, Xi Wang, L. Li, and J.F.
Kennedy. 2010. The effect of moist heat treatment on the characteristic of
starch-based composite materials coating with chitosan. Carbohydrate
Polymers 81: 554–559.
Mulyani, S. (2010). Komponen dan Antibakteri dari fraksi kristal minyak Zingiber
zerumbet. Majalah Farmasi Indonesia, 21(3): 178-184.
Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiber officinale
Roxb.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli
dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66.
55
Pranoo Y., Salokhe V.M., Rakshit S.K. (2005). Fisik dan sifat antibakteri dari film
edible berbasis alginat yang tergabung dengan minyak bawang putih. Food
Research International. 38: 267- 272.
Richana, Nur. 2012. Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Bandung: Nuansa Cendikiawa
Rodriguez, M., Oses, J., Ziani, K. and Mate, J. I. (2006). Combined Effect Of
Plasticizer And Surfactants On The Physical Properties Of Starch Based
Edible coating s. Journal of Food Research International. 39:840-846
Rojas-Grau, M.A., M.S. Tapia, F.D. Rodriguez, A.J. Carmona, and O. Martin-
Belloso. 2007. Alginate and gellan based Edible coating s as support of
antibrowning agent applied on fresh cut Fuji apple. Food Hydrocolloids
21: 118−127.
Seydim A.C., Sarikus G., Antimicrobial activity of whey protein based edible fi
lms incorporated with oregano, rosemary and garlic essential oils. Food
Res. Int., 2006, 39, 639–644.
56
Susanto, D. Sudrajat dan R. Ruga. 2012. Studi kandungan bahan aktif tumbuhan
meranti merah (Shorealeprosula Miq) sebagai sumber senyawa antibakteri.
MulawarmnanScientifie. 11(2): 181-190.
Surh et al. 1998 ; Masuda et al. 1995. Inhibitory effect of Allium sativum and
Zingiber officinale extracts on clinically Important drug resistant
pathogenic bacteria. J Clin Microbiol Antimicrob. 3 (11): 65-73.
Tertibeni. 2012. Aplikasi pelatis antimikroba dari kayu manis pada lempuk durian
[skripsi]. Bogor (ID): Institur Pertanian Bogor.
Vásconez, M.B., S.K. Flores, C.A. Campos, J. Alvarado, and L.N. Gerschenson.
2009. Antimicrobial activity and physical properties of chitosan-tapioca
starch based Edible coating s and coatings. Food Res. Intl. 42: 762−769.
Wahyuni, T.S. 2010. Pembuatan Dekstrin Dari Pati Umbi Talas Dengan
Hidrolisis Secara Enzimatis, Skripsi Sarjana. Program Studi Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur, Surabaya
Wulandari, Y. M. 2011. Karakteristik minyak atsiri beberapa varietas jahe
(zingeber officinale) teknologi pertanian. Jurnal kimia dan teknologi.
57
LAMPIRAN
58
Nama :
Tanggal :
Instruksi : Dihadapan anda terdapat 9 sampel larutan Edible coating
antimikroba yang ditambahkan dengan bubuk, jahe, kencur, dan kayu manis, yang
telah diberi kode. Anda diminta untuk mengamati contoh sesuai dengan urutan
penyajian dari kiri ke kanan. Nyatakan penilaian anda dengan memberikan tanda
(˅) pada pernyataan yang sesuai
Sangat kuat
Kuat
Sedikit kuat
Tidak kuat
Sangat tidak kuat
Warna
Coklat kehitaman
Coklat tua
Coklat
Coklat muda
Coklat kekuningan
Kekentalan
Sangat kental
kental
Sedikit kental
Tidak kental
Sangat tidak kental
59
Sangat kuat 1 1 9 3 6 5
Kuat 11 6 2 5 7 5
Sedikit kuat 5 6 7 7 5 6
Tidak kuat 3 5 1 5 1 4
Sangat tidak kuat 0 2 1 0 1 0
Warna
Coklat kehitaman 0 0 0 2 11 11
Coklat tua 2 0 4 3 3 5
Coklat 2 0 7 6 4 3
Coklat muda 12 4 5 6 1 1
Coklat kekuningan 4 16 4 3 1 0
Kekentalan
Sangat kental 0 0 0 0 0 2
kental 2 0 3 3 4 4
Sedikit kental 5 2 7 5 11 7
Tidak kental 13 12 7 7 5 5
Sangat tidak kental 0 6 3 5 0 2
jahe kencur
6% 6%
8% 8%
10% 10%
Lampiran 3. Hasil uji mikrobiologi zona bening.