SKRIPSI
Oleh :
26030114120007
Oleh
Difaliveana Happy Prananda
26030114120007
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Pemanfaatan zat pewarna alami untuk industri batik menjadi salah satu
alternatif pengganti zat pewarna sintetis. Salah satu bahan alami yang dapat
digunakan pewarna kain batik adalah ekstrak buah mangrove (Rhizophora sp.).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan efisiensi jumlah
pencelupan yang optimum dalam menghasilkan warna kain katun batik cap yang
kuat dan tahan luntur. Penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak
Lengkap. Proses pewarnaan dengan cara pencelupan menggunakan zat warna
alami pada pembuatan batik dilakukan berulang kali agar dihasilkan warna yang
kuat. Penelitian dilakukan menggunakan media kain katun batik cap, zat warna
alami buah mangrove (Rhizophora sp.), dan bahan fiksasi larutan kapur.
Pewarnaan dilakukan secara berulang dengan masing-masing perlakuan yaitu 10
kali, 15 kali dan 20 kali pencelupan. Pengujian pada kain katun batik cap meliputi
ketahanan luntur warna terhadap keringat asam, ketahanan luntur warna terhadap
pencucian 400C, ketahanan luntur warna terhadap sinar terang hari, derajat
kecerahan (L* a* b*) dan tingkat kesukaan panelis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh dan perlakuan yang
efesien yaitu pencelupan pewarna alami ekstrak buah mangrove 15 kali ditinjau
dari proses pewarnaan. Jumlah pencelupan pewarna alami yang berbeda dari
esktrak buah mangrove pada kain katun batik cap memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (P<0,05) terhadap uji tingkat kesukaan panelis dengan nilai selang
kepercayaan antara 2,11< 𝜇 <2,13 s.d. 4,69<𝜇 <4,87. Hasil uji tingkat kesukaan
panelis menunjukkan bahwa jumlah pencelupan warna alami yang terbaik adalah
jumlah pencelupan pewarna alami ekstrak buah mangrove 20 kali dengan selang
kepercayaan 4,69< 𝜇 <4,87.
Kata kunci : Buah mangrove (Rhizophora sp.), pewarna alami, ketahanan luntur
warna
vi
ABSTRACT
The utilization of natural dyes for the batik industry is one alternative to
substitute synthetic dyes. One of the natural ingredients that can be used as batik
dye is mangrove fruit extract (Rhizophora sp.). This study aims to discover the
effect and efficiency of the optimum amount of immersion in producing the
unfaded color of stamp batik cotton. This study uses a completely randomized
design model. To make the unfaded color, the immersion process uses natural
dyes on batik making is done repeatedly. The study is conducted using cotton,
stamp batik, mangrove natural dyes (Rhizophora sp.), and fixation material of
calcium. The dyeing process is done repeatedly; 10 times, 15 times and 20 times
in each immersion. The quality control on stamp batik cotton includes the
endurance of color for the acid of sweat, 400C washing, under bright light,
brightness (L* a* b*) and the level of preference of panelists. The results show
that the effect of each treatment is effective, that is dyeing natural dyes of
mangrove extract 15 times in terms of the dyeing process. The repetition of
immersion of different natural dyes from mangrove fruit extracts on cotton batik
has a significantly different effect (P <0.05) on the test of the panelist preference
level with a confidence interval value of 2.11<𝜇<2.13 to 4.69<𝜇<4.87. The
panelists preference level test results show that the best repetition times of natural
color immersions was the amount of immersion of natural dyes of mangrove
extract 20 times with a confidence interval of 4.69 <𝜇 <4.87.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur berkat rahmat Tuhan yang Maha Esa karena atas karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Jumlah
Pencelupan dalam Pewarna Alami Ekstrak Buah Mangrove (Rhizophora sp.)
terhadap Mutu Kain Katun Batik Cap”. Penelitian ini memuat informasi mengenai
pengaruh jumlah pencelupan dalam pewarna alami ekstrak buah mangrove
(Rhizophora sp.) ditinjau dari uji ketahanan luntur warna terhadap keringat asam,
pencucian 400C, sinar terang hari, derajat kecerahan (CIELAB), dan tingkat
kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa untuk menyelesaikan skripsi ini
tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih atas bimbingan, saran, dan kerjasamanya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Eko Nurcahya Dewi, M.Sc, selaku dosen pembimbing utama,
terima kasih atas arahan, koreksi, nasehat, serta perhatian demi kelancaran
penyusunan skripsi ini;
2. Bapak A. Suhaeli Fahmi, S.Pi., M.Sc, selaku dosen pembimbing anggota,
terima kasih atas arahan, koreksi, nasehat, serta perhatian demi kelancaran
penyusunan skripsi ini;
3. Ibu Ulfah Amalia, S.Pi., M.Si selaku penguji I dan Ibu Ima Wijayanti, S.Pi.,
M.Si selaku penguji II ujian skripsi; dan
4. Keluarga dan pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu,
saran dan kritik kearah perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3. Pendekatan Masalah ....................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 7
ix
3.3. Metode Penelitian ........................................................................... 26
3.3.1. Preparasi sampel ................................................................... 26
3.3.2. Pembuatan pewarna ekstrak buah mangrove ....................... 26
3.3.2. Proses pewarnaan ................................................................. 27
3.3.3. Fiksasi ................................................................................... 27
3.3.4. Pelorodan .............................................................................. 27
3.3.5. Pengujian .............................................................................. 28
3.3.4.1. Pengujian ketahanan luntur warna terhadap
keringat asam
(Badan Standardisasi Nasional, 2015) .................... 28
3.3.4.2. Pengujian ketahanan luntur warna terhadap
pencucian 400C
(Badan Standardisasi Nasional, 2010) ..................... 29
3.3.4.3. Pengujian ketahanan luntur warna terhadap
sinar terang hari
(Badan Standardisasi Nasional, 2010) ................... 30
3.3.4.4. Pengujian derajat kecerahan (CIELAB) .................. 31
3.3.4.5. Pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap kain
katun batik cap ......................................................... 31
3.4. Analisa Data .................................................................................. 33
3.4.1. Analisa pengujian parametrik ............................................... 33
3.4.2. Analisa pengujian non-parametrik ....................................... 34
LAMPIRAN ..................................................................................................... 54
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Bahan untuk Pembuatan Ekstrak Buah Mangrove (Rhizophora sp.) ......... 20
12. Hasil Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat Asam ............................. 35
13. Hasil Uji Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian 400C ............................ 38
14. Hasil Uji Tahan Luntur Warna terhadap Sinar Terang Hari ........................ 41
16. Hasil Uji Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Kain Katun Batik Cap ......... 46
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema Pendekatan Masalah ........................................................................ 8
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lembar Penilaian Uji Tingkat Kesukaan Panelis terhadap
Kain Katun Batik Cap ................................................................................. 55
4. Dokumentasi ................................................................................................ 72
xiii
I. PENDAHULUAN
Ekosistem mangrove di dunia sekitar 15,90 juta ha, 27% diantaranya berada
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada dan memiliki 17.504 buah pulau kecil,
Maluku, 0,90% di Jawa, dan 0,43% di Bali dan Nusa Tenggara (Lasibani dan Eni,
2010). Hal ini diperkuat oleh Paryanto et al. (2017), Indonesia mempunyai hutan
mangrove yang cukup luas, yang diperkirakan luasnya sekitar 4,255 juta hektar
Kusumo (2006) juga menyatakan bahwa ekosistem ini memiliki peranan ekologi,
menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai,
berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung dan fauna lain, serta pembentuk
bakar, kayu lapis, bubur kertas, tiang telepon, tiang pancang, bagan penangkap
ikan, dermaga, bantalan kereta api, kayu untuk mebel dan kerajinan tangan, tanin,
bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein hewani, madu, karbohidrat, dan
1
2
timur di Sulawesi Selatan. Salah satu alasan yang membuat jenis ini banyak
dipilih untuk rehabilitasi hutan mangrove karena buahnya yang mudah diperoleh,
mudah disemai serta dapat tumbuh pada daerah genangan pasang yang tinggi
Buah bakau yang dikeringkan atau dihancurkan dan dibuat menjadi tepung,
tinggi. Tanin adalah pigmen alami larut air yang secara alami terdapat pada
berbagai jenis tumbuhan, salah satunya pada buah Rhizopora mucronata. Tanin
yang merupakan pigmen pewarna alami berupa zat pewarna coklat, memiliki rasa
pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Semua jenis tanin
dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan bertambah besar apabila
lingkungan oleh hasil limbahnya dikarenakan banyak dari perajin batik yang
menggunakan zat sintetis sebagai bahan pewarna kain batiknya. Dilihat dari
hingga penggunaan lilin yang tidak dapat larut dalam air menimbulkan
gangguan kulit lainnya dalam bentuk gatal-gatal, kulit kering dan pecah-pecah,
3
Pemanfaatan zat pewarna alami untuk industri batik menjadi salah satu
alternatif pengganti zat pewarna berbahan kimia atau sintetis. Zat Pewarna Alam
(ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari
hasil ekstrak tumbuhan atau hewan pewarna alami lebih ramah lingkungan karena
zat-zat yang terkandung dalam pewarna alam merupakan bahan organik yang
mudah terurai dalam tanah. Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya
diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun,
proses pengerjaan jauh lebih mudah dan warna yang dihasilkan lebih beragam.
Media kain yang digunakan pada awalnya adalah kain katun, karena warna-warna
alami hanya dapat terserap sempurna pada bahan baku serat alami. Seiring
bergesernya waktu, kebutuhan kain batik semakin meningkat dan produksi kain
untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna alam. Keunggulan
zat warna sintetis adalah lebih mudah diperoleh, ketersediaan warna terjamin,
dewasa ini penggunaan zat warna alam telah tergeser oleh keberadaan zat warna
sintesis namun penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya
warisan nenek moyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses
menggunakan zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi
karena memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan
mangrove dapat digunakan sebagai bahan pewarna alam pada pewarnaan kain
didominasi dengan warna merah, oranye, dan coklat. Jenis tanaman mangrove
pewarnaan alami menggunakan ekstrak buah mangrove pada kain katun batik cap.
Menurut Handayani dan Ivon (2013), pewarna alam untuk bahan tekstil pada
umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar,
kayu, daun, biji, buah ataupun bunga. Menurut Pringgenies et al. (2013), terdapat
tumbuhan air yang dapat mewarnai bahan tekstil yaitu mangrove (Rhizophora sp.,
Sorenasia alba, Avecenia sp., Ceripos decandra, Lumicera sp. dan Agriceros sp.).
pembuatannya memerlukan waktu yang panjang, tidak tahan lama jika disimpan
sebelum proses pewarnaan dan cenderung mudah pudar. Namun, banyak hal yang
5
menjadi keraguan bila terus menggunakan bahan warna sintetis karena limbah
salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas, ketuaan, dan arah warna batik.
Oleh karena itu, perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam pencelupan warna
Proses fiksasi pewarnaan pada kain yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu menggunakan larutan kapur yang terbuat dari kapur sebanyak 50 gram
dilarutkan dalam air 1 liter. Menurut Kartikasari dan Yasmi (2016), proses fiksasi
membuat ketahanan luntur yang lebih baik dan dapat digunakan untuk
memperbaiki kualitas warna. Fiksasi dilakukan setelah kain dicelup dan dalam
fiksator sintetis dan fiksator alam. Adapun kandungan jenis fiksasi tawas
(Kal(SO4)2) yakni akan memberikan warna yang sesuai dengan warna aslinya.
Fiksasi kapur (Ca(OH)2) yakni akan memberikan warna lebih tua dari aslinya.
Sedangkan fiksasi tunjung (FeSO4) yakni akan memberikan warna kearah yang
lebih gelap atau tua. kapur merupakan fiksator yang diperoleh dari hasil
magnesium. Pada proses ini air bereaksi dan diikat oleh CaO menjadi Ca(OH)₂
melarutkan 50 gram kapur dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan
kali celupan. Penyerapan pewarna alam tingi oleh kain katun sampai pada titik
membuat ekstrak buah mangrove (Rhizophora sp.), pewarnaan kain katun batik
cap dengan esktrak buah mangrove pencelupan 10 kali, 15 kali, 20 kali dan kayu
warna terhadap sinar (terang hari), pengujian derajat kecerahan (CIELAB) dan
Ekstrak Buah Mangrove (Rhizophora sp.) terhadap Mutu Kain Katun Batik Cap
Ekstrak Buah Mangrove (Rhizophora sp.) terhadap Mutu Kain Katun Batik Cap
alami ekstrak buah mangrove yang paling efisien untuk pemanfaatan bahan
buah mangrove didapatkan dari Hutan Mangrove Pantai Alam Indah Kota Tegal,
asam, ketahanan luntur warna terhadap pencucian 400C, ketahanan luntur warna
terhadap sinar terang hari dilakukan di Balai Besar Kerajinan dan Batik
Permasalahan
1. Industri batik menyumbang pencemaran lingkungan disebabkan
banyaknya penggunaan zat sintetis sebagai pewarna kain batiknya.
Untuk itu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti
pewarna sintetis yaitu penggunaan pewarna alam.
2. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai pewarna
kain batik adalah ekstrak limbah buah mangrove (Rhizophora sp.)
I
N Pendekatan Masalah
P Pujilestari (2017), telah melakukan penelitian menggunakan media kain
U katun, zat warna alam tingi dan indigofera, serta bahan fiksasi kapur,
T tunjung, dan tawas. Pewarnaan dilakukan secara berulang masing-masing
5, 8, 11, dan 14 kali pencelupan. Fiksasi warna tingi dengan menggunakan
tawas, kapur, dan tunjung dilakukan setelah proses pewarnaan. Pengujian
pada kain katun batik meliputi ketahanan luntur warna terhadap sinar
matahari dan pencucian, serta uji beda warna (L*a*b*). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kondisi optimum pencelupan untuk memperoleh arah
warna coklat tua menggunakan pewarna alami tingi dengan fiksasi tunjung U
adalah 5 dan 8 kali pencelupan, untuk tawas 11 kali pencelupan. Fiksasi M
dengan tunjung menghasilkan warna kain katun batik lebih tua apabila P
dibandingkan dengan fiksasi tawas. Perlakuan optimum pencelupan A
menggunakan pewarna alam indigofera pada kain katun batik adalah N
sebanyak 8 kali pencelupan dengan hasil arah warna biru paling kuat.
B
Penelitian Utama A
Pembuatan ekstrak buah mangrove (Rhizophora sp.) yaitu buah sebanyak L
P 30 kg dan penambahan 45 liter air, pewarnaan kain katun batik cap dengan I
R jumlah pencelupan 10 kali, 15 kali dan 20 kali. K
O
S
Uji Laboratorium
E
- Uji Derajat Kecerahan (CIELAB) - Uji Tingkat Kesukaan Panelis
S
- Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat Asam
- Uji Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian 400C
- Uji Tahan Luntur Warna terhadap Sinar terang Hari
-
O Data
U
T
Analisis Data
P
U
T Kesimpulan
Gambar 1. Skema Pendekatan Masalah
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mangrove
laut, muara dan, pada tingkat yang terbatas, air tawar. Mangrove menempati
pinggiran dangkal intertidal antara darat dan laut. Istilah bakau digunakan untuk
menggambarkan pohon atau semak individu dan juga habitat umum, meskipun
habitatnya sering disebut hutan bakau atau mangal. Bakau adalah berbagai jenis
pohon hingga tinggi sedang dan semak yang tumbuh di habitat sedimen pantai
garam di daerah tropis dan subtropis. Mangrove toleran terhadap garam kelompok
tanaman tropis yang menempati zona pasang surut di pantai terlindung seperti
dihasilkan oleh genangan dengan air asin, tanah yang tidak stabil karena aliran
Hutan mangrove menyediakan barang dan jasa ekologi dan sosial yang
penting bagi masyarakat lokal. Sebagai contoh, hutan bakau menyediakan kayu
dan hasil hutan bagi banyak komunitas pesisir dan berkontribusi pada ekonomi
dan kano, dan juga untuk penggunaan rumah tangga seperti pagar, perumahan,
dan bahan bakar untuk memasak. Demikian pula, hutan bakau melindungi tepi
sungai dan garis pantai dari erosi, menyaring polutan, dan menyediakan lahan
9
10
penghalang untuk melindungi nyawa dan properti dari bencana alam seperti
yang luas yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau. Ini merupakan negara yang
Irian Jaya, yang memiliki hutan magrove terbesar di dunia. Mangrove ditemukan
di seluruh negeri, meskipun mereka langka di Sumatera Barat. Lain wilayah yang
sangat luas ditemukan di sepanjang pantai timur Kalimantan dan pantai timur
masing ini dapat dikaitkan dengan faktor ekologis seperti rezim pasang surut,
tanah dan salinitas. Sementara lebih bercampur asosiasi juga terjadi di beberapa
daerah, pemeriksaan lebih dekat dari ini sering mengungkapkan zonasi atau
kondisi fisik di negara sebesar ini, tapi sebagian besar wilayah pesisir memiliki
iklim tropis atau khatulistiwa yang lembab, dengan kelembaban tinggi, angin
musiman dan curah hujan, curah hujan tahunan yang tinggi dan suhu tinggi.
Dimana kondisi curah hujan atau topografi pantai kurang menguntungkan, bakau
11
hanya dapat membentuk komunitas semak atau hampir tidak ada, seperti di Timur
Nusa Tenggara (Kepulauan Sunda Kecil) dan Sumatera bagian barat. Mangrove
dari pulau Borneo merupakan salah satu dari beberapa mamalia besar yang
dalam buahnya. Hal ini terbukti dalam 100 gram buah lindur terkandung 371
kalori. Oleh karena itu potensi buah lindur perlu dimanfaatkan secara optimal,
pemanfaatan tepung buah lindur dalam pembuatan lempeng buah lindur yaitu
(Rosyadi et al., 2014). Pohon api-api adalah salah satu jenis bakau, yang
komunitas hidupnya dipinggir pesisir pantai, daratan, dan pinggir sungai. Nama
latinnya ialah Avicennia marina. Pohon api-api adalah salah satu tumbuhan yang
hidup dipinggir laut yang dapat berfungsi menangkis ombak dari lautan,karena
sebagai kayu bakar (Rofik dan Rita, 2012). Buah Sonneratia caseolaris telah
banyak diolah untuk dijadikan beberapa produk pangan seperti jenang, dodol,
selai dan sirup. Produk sirup lebih banyak disukai mengingat iklim tropis kita
manis. (Rajis et al., 2017). Nipah (Nypa fruticans) potensial sebagai sumber
Rhizophora sp. adalah salah satu spesies dominan dan mudah ditemukan
Rhizophora sp. yang lebih dikenal dengan istilah bakau hitam merupakan
di Indonesia. Hal ini disebabkan ketersediaan bibit tumbuhan ini cukup banyak
dan ketahanan hidup propagul yang tinggi. Bakau dapat ditemukan tersebar di
heksana : kloroform dari ekstrak metanol kulit batang Rhizopora mucronata pada
sel Myeloma secara in vitro dan menentukan nilai IC50 (Harwoko dan Esti, 2010).
Mangrove ini umum dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk diolah menjadi
bahan makanan seperti kopi dan tepung. R. mucronata pada bidang medis
13
berpotensi sebagai obat penyakit beri-beri dan haematoma (kulit batang); hepatitis
(kulit batang, bunga, daun, akar); borok (kulit batang). Eksplorasi kandungan
alami berupa zat pewarna coklat. Zat pewarna coklat banyak digunakan dalam
disebut zat warna. Sesuatu dapat dikatakan zat warna apabila zat tersebut dapat
mewarnai bahan dan warna akan tetap melekat dan tidak hilang dalam pengerjaan
pencucian, gosokan, setrika, dan sebagainya. Penyerapan zat warna ke dalam serat
tekstil dapat terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu: tahap migrasi, tahap absorpsi,
dan tahap difusi. Menurut asalnya, zat pewarna dapat digolongkan dalam dua
macam yaitu: zat pewarna sintetis dan zat pewarna alami (Kartikasari dan Yasmi
2016).
Zat pewarna sintetis atau kimia adalah zat pewarna yang diperoleh dari
pemberian asam sulfat atau asam nitrat. Asam-asam tersebut sering kali
terkontaminasi oleh arsen atau logam yang bersifat racun. Jenis zat pewarna
sintetis untuk tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa yang dapat digunakan
untuk pewarna batik. Zat pewarna sintetis yang dapat digunakan dalam pewarnaan
14
tekstil batik antara lain zat pewarna reaktif, indigosol, dan naftol (Kartikasari dan
Yasmi 2016).
zat pewarna alam yaitu antara lain, mudah diperoleh di pasar, ketersediaan warna
terjamin, jenis warna beragam dan lebih praktis serta lebih mudah digunakan serta
lebih ekonomis dan lebih murah. Di samping itu pewarna sintetis, lebih stabil,
lebih tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, daya mewarnainya lebih kuat
dan memiliki rentang warna yang lebih luas serta tidak mudah luntur dan
Zat pewarna alami sejak dahulu telah digunakan sebagai pewarna makanan
dan sampai saat ini pewarna alami untuk makanan paling aman dibandingkan
bahwa zat pewarna alami masih agak sulit karena zat pewarna ini umumnya
terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami. Zat pewarna alami asal
dipengaruhi oleh faktor-faktor jenis tumbuhan seperti iklim, tanah, umur, dan
pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan
sebagai bahan baku pembuatan zat warna alam perlu diteliti. Ketersediaannya
15
satu pemikiran untuk memanfaatkan tumbuhan pewarna alam sebagai zat warna
tekstil yang tidak hanya diminati oleh industri/pengrajin tekstil lokal tetapi juga
yang ada diseluruh Indonesia, bahkan di luar negeri (Rosyida dan Anik, 2013).
warna yang dihasilkan beragam seperti; merah, oranye, kuning, biru, dan coklat.
tetrapirroles, dan xantofil. Pewarna alami dapat digunakan pada industri tekstil,
sebagai pewarna yang dianjurkan, disamping itu produk industri dengan pewarna
2.3 Tanin
Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari
senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal. Struktur kimia
cukup tinggi. Tanin adalah pigmen alami larut air yang secara alami terdapat pada
berbagai jenis tumbuhan, salah satunya pada buah Rhizopora mucronata. Tanin
yang merupakan pigmen pewarna alami berupa zat pewarna coklat, memiliki rasa
pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Semua jenis tanin
dapat larut dalam air, kelarutannya besar dan akan bertambah besar apabila
Pada ekstraksi buah bakau yang diambil adalah pigmen tanin. Tanin dapat
diperoleh dari hampir semua jenis tumbuhan hijau baik tumbuhan tingkat rendah
maupun tingkat tinggi dengan kadar dan kualitas yang bervariasi. Tanin
merupakan senyawa polifenol yang sangat kompleks. Adanya gugus fenol, makan
pembuatan pewarna alami dan juga bahan pewarna untuk cat (Warnoto, 2015).
2.4 Fiksasi
luntur. Fiksasi bertujuan untuk mengunci warna agar warna tidak cepat pudar,
Fiksasi dapat dilakukan dengan beberapa bahan seperti: tawas, kapur, jeruk, atau
tunjung karena memiliki skor lebih tinggi. Fiksasi adalah proses yang dilakukan
17
membangkitkan zat pewarna yang telah masuk ke dalam serat tekstil, dengan
fiksasi warna tidak akan atau sukar kembali setelah pewarna alam masuk ke
dalam serat. Jadi fiksasi adalah proses untuk mengunci zat pewarna setelah proses
pencelupan agar warna yang telah meresap ke dalam serat tidak mudah luntur dan
diperoleh dari hasil pemanasan batuan kapur yang terbentuk oksida-oksida dari
kalsium atau magnesium. Pada proses ini air bereaksi dan diikat oleh CaO
kapur: larutkan 50 gram kapur dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan
Untuk mengetahui kualitas suatu produk tekstil ditinjau dari dua aspek,
yaitu aspek fisika maupun kimia. Aspek fisika ditinjau melalui pengujian-
pengujian yang meliputi: pengujian kekuatan tarik kain, kekuatan sobek kain dan
mengkeret kain. Sedangkan dari aspek kimia ditinjau melalui pengujian misalnya
daya serap kain dan ketahanan luntur warna kain (Purnaningtyas dan Sriyanto,
2014). Menurut Amalia dan Iqbal (2016), ketahanan luntur warna merupakan
unsur yang sangat menentukan mutu suatu pakaian batik atau bahan berwarna.
Hal ini diperkuat oleh Budiwati (2016), kualitas ketahanan warna dan daya serap
air ditentukan dari kenyamanan kain batik ketika dipakai, kain batik ketika
dikenakan dapat menyerap keringat, proses produksi, warna kain batik tidak
18
mudah hilang, tidak mudah luntur saat dicuci dengan air sabun, dan tidak
Menurut Satria dan Dwi (2016), kain batik yang dihasilkan kemudian diuji
pada aspek ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40°C (“SNI ISO 105 -
C06:2010. Tekstil - Cara Uji Tahan Luntur Warna - Bagian C06: Tahan Luntur
luntur warna terhadap sinar mata hari (“SNI ISO 105 - B01: 2010. Tekstil - Cara
Uji Tahan Luntur Warna - Bagian B01: Tahan Luntur Warna terhadap Sinar, Sinar
spektro fotometri.
metode hedonic scale, uji intensitas warna dengan colour reader, dan ketahanan
luntur warna dengan metode gosokan basah dan kering. Penentuan perlakuan
2016). Menurut Sulistyani (2015), kualitas dapat diartikan sebagai tingkat atau
dalam peneitian ini adalah kualitas kain yang akan digunakan untuk celup ikat.
Kualitas warna biasanya bisa dilihat dari arah warna (hue), kerataan warna dan
ketuaan warna.
III. MATERI DAN METODE
batik cap.
cap.
sebagai berikut:
a. Uji Parametrik
1. Fhitung < Ftabel (taraf uji 5%) maka H0 diterima dan H1 ditolak atau P > 0,05
2. Fhitung ≥ Ftabel (taraf uji 5%) maka H0 ditolak dan H1 diterima atau P < 0,05
b. Uji Non-Parametrik
1. Xhitung < Xtabel (taraf uji 5%) maka H0 diterima dan H1 ditolak atau P > 0,05
2. Xhitung ≥ Xtabel (taraf uji 5%) maka H0 ditolak dan H1 diterima atau P < 0,05
19
20
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penilitian ini secara umum dibagi menjadi
tiga macam, yaitu bahan pembuat ekstrak buah mangrove, bahan pewarnaan kain
batik, serta bahan untuk pengujian terhadap mutu pewarna alami ekstrak buah
3 cm. Bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak buah mangrove yang
Bahan untuk pewarnaan kain batik terdiri dari bahan pencelupan warna
dan bahan fiksasi warna. Bahan – bahan tersebut tercantum pada Tabel 2.
dalam Pewarna Alami Ekstrak Buah Mangrove (Rhizophora sp.) terhadap Mutu
Kain Katun Batik Cap terdiri dari bahan pengujian ketahanan luntur warna
pencucian 400C, bahan pengujian ketahanan luntur warna terhadap sinar terang
hari dan bahan pengujian derajat kecerahan (CIELAB), dan bahan pengujian
Tabel 5. Bahan Pengujian Ketahanan Luntur Warna terhadap Sinar Terang Hari
No. Bahan Spesifikasi Fungsi
1. Kain sampel Ukuran 4 cm x Untuk bahan yang diujikan
10 cm
2. Kertas tebal Ukuran 4 cm x Untuk pelapis kain sampel
10 cm
3. Kain blue wool Ukuran 4 cm x Untuk pembanding kain
10 cm sampel
5. Bahan yang digunakan dalam tingkat kesukaan yaitu kain katun batik cap
berukuran 50 cm x 50 cm.
3.3.2. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini secara umum dibagi menjadi tiga
macam, yaitu alat pembuat ekstrak buah mangrove, alat pewarnaan kain batik,
23
serta alat untuk pengujian terhadap mutu pewarna alami buah mangrove pada kain
pada Tabel 6.
Alat untuk pewarnaan kain batik terdiri dari bahan pencelupan warna dan
c. Alat yang digunakan untuk pengujian mutu pewarna alami ekstrak buah
terhadap Mutu Kain Katun Batik Cap terdiri dari alat pengujian ketahanan luntur
warna terhadap keringat asam, alat pengujian ketahanan luntur warna terhadap
pencucian 400C, alat pengujian ketahanan luntur warna terhadap sinar terang hari
dan alat pengujian derajat kecerahan (CIELAB), dan pengujian tingkat kesukaan
Tabel 8. Alat yang Digunakan pada Pengujian Ketahanan Luntur Warna terhadap
Keringat Asam
No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi
1. Rangka baja Beban berat : 5 kg Untuk pengujian
Landasan : 60 mm x
115 mm
2. Lempeng kaca / Ukuran : 60 mm x 115 Untuk pengujian
resin akrilik mm x 1,5 mm
3. Oven Suhu : 370C Untuk pengujian
4. Skala abu-abu - Untuk penilain perubahan
(Grey Scale dan warna dan penilaian
Staining Scale) penodaan
5. Wadah dengan Bahan yang tidak dapat Untuk pelapis kain sampel
dasar rata bereaksi
25
Tabel 9. Alat yang Digunakan pada Pengujian Ketahanan Luntur Warna terhadap
Pencucian 400C
No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi
1. Penangas air - Untuk pengujian
2. Kontainer baja Diameter : 75±5) mm Untuk pengujian
tahan karat Tinggi : (125±10) mm
Kapasitas : (550±50) ml
3. Bejana Kapasitas : 2 liter Untuk pengujian
4. pH meter - Untuk mengukur pH
5. Skala abu-abu - Untuk penilain perubahan
(Grey Scale dan warna dan penilaian
Staining Scale) penodaan
6. Light box - Untuk membaca skala nilai
Tabel 10. Alat yang Digunakan pada Pengujian Ketahanan Luntur Warna terhadap
Sinar Terang Hari
No. Nama Alat Spesifikasi Fungsi
1. Rak - Untuk tempat sampel uji
2. Skala abu-abu - Untuk penilain perubahan
(Grey Scale dan warna dan penilaian
Staining Scale) penodaan
3. Light box - Untuk tempat membaca
skala nilai
5. Alat yang digunakan untuk pengujian tingkat kesukaan yaitu score sheet.
26
diaplikasikan pada kain katun batik cap dengan jumlah pencelupan 10 kali, 15
kali, 20 kali dan menggunakan pewarna alami kayu mahoni sebagai kontrol.
terhadap sinar terang hari, derajat kecerahan (CIELAB), dan tingkat kesukaan
didapatkan dari Hutan Mangrove Pantai Alam Indah Kota Tegal sebanyak 30 kg
4-5 hari bertujuan agar ekstrak yang diperoleh sangat pekat atau berwarna coklat
gelap. Sedangkan sampel yang digunakan untuk perlakuan kontrol yaitu kau
Prosedur proses pewarnaan yaitu kain katun batik yang telah dicap
dicelupkan secara merata (dua sisi kain) pada wadah yang berisi ekstraksi buah
mangrove selama ±5 menit, kain diangkat dari wadah kemudian dijemur atau
3.3.4. Fiksasi
dari kapur (CaO) sebanyak 50 gram dan air sebanyak 1 liter yang diaduk merata.
Larutan tersebut diendapkan selama ±24 jam, kemudian diambil bagian atasnya
dicelupkan pada larutan fiksasi secara merata (dua sisi kain) selama 1 menit dan
3.3.5. Pelorodan
setelah fiksasi kain yaitu bertujuan membersihkan atau menghilangkan lilin yang
menempel pada kain. Setelah dilorod menggunakan air mendidih suhu ±600C,
selanjutnya kain dibilas menggunakan air yang telah disediakan pada bak. Kali ini
untuk memastikan kembali bahwa kain telah bersih dari lilin. Tahap terakhir, kain
3.3.6. Pengujian
Kain katun batik cap hasil penelitian ini dilihat mutunya berdasarkan hasil
Standarisasi Nasional, 2010), ketahanan luntur warna terhadap sinar terang hari
(CIELAB) dan tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap.
yaitu kain berbahan asetat, kapas, poliamida, poliester, akrilat dan wool
2. Sampel yang sudah dilapis secara merata pada wadah dengan dasar yang
bagian sampel yang sudah dilapisi dengan larutan tersebut dibasahi pada
Sampel ditekan dan dibalikkan sebanyak ±5 kali, sampai kain sampel dan
3. Sampel diletakkan secara merata diantara dua lempeng kaca atau resin
akrilik di bawah tekanan (12,5±0,9) kPa, kemudian pasang pada alat uji
4. Alat uji yang berisi sampel yang sudah dilapis diletakkan ke dalam oven
(kategori: rendah), nilai 2-3; 3; 3-4 menandakan bahwa kain sampel tidak
bahwa kain sampel sangat tidak mudah luntur warna (kategori: tinggi).
1. Kain sampel dilapisi dengan kain multiserat dan dijahit pada salah satu sisi
(kategori: rendah), nilai 2-3; 3; 3-4 menandakan bahwa kain sampel tidak
bahwa kain sampel sangat tidak mudah luntur warna (kategori: tinggi).
1. Kain sampel dipasang sedemikian rupa pada karton khusus untuk uji sinar;
2. Standar blue wool disiapkan dan dipasang pada karton khusus untuk uji
3. Kain sampel dan standar blue wool dimasukkan pada arak tempat sampel,
bagian lain kain sampel yang terbuka ditutup dengan kertas tebal;
perubahan warna;
abu-abu; dan
kain sampel mudah luntur warna (kategori: rendah), nilai 2-3; 3; 3-4
sedang), dan nilai 4; 4-5; 5 menandakan bahwa kain sampel sangat tidak
3.3.6.5. Pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap
atau kualitas sampel yang diujikan dan melibatkan panelis mahasiswa departemen
terhadap kain katun batik cap dilakukan dengan menggunakan skala angka dari 1-
Spesifikasi dari angka 1 : sangat tidak sukai, 2 : tidak disukai, 3 : agak disukai, 4 :
Keterangan :
A1 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 10 kali ulangan 1
A2 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 10 kali ulangan 2
A3 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 10 kali ulangan 3
B1 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 15 kali ulangan 1
B2 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 15 kali ulangan 2
B3 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 15 kali ulangan 3
C1 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 20 kali ulangan 1
C2 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 20 kali ulangan 2
C3 : pencelupan dalam warna alami buah mangrove sebanyak 20 kali ulangan 3
K1 : pencelupan dalam warna alami kayu mahoni sebanyak 15 kali ulangan 1
(kontrol)
K2 : pencelupan dalam warna alami kayu mahoni sebanyak 15 kali ulangan 2
(kontrol)
K3 : pencelupan dalam warna alami kayu mahoni sebanyak 15 kali ulangan 3
(kontrol)
33
Analisis data menggunakan SPSS versi 16, data pengujian parametrik yang
normal dan homogen, kemudian dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of
Varians (ANOVA).
a. Uji Normalitas
1. Apabila angka signifikansi (Sig.) > 0.05, maka persebaran data normal.
2. Apabila angka signifikansi (Sig.) < 0.05, maka persebaran data tidak
normal.
b. Uji Homogenitas
1. Apabila angka signifikansi (Sig.) > 0.05, maka ragam data bersifat
homogen.
2. Apabila angka signifikansi (Sig.) < 0.05, maka ragam data bersifat tidak
homogen.
1. Apabila F hitung > F tabel (dengan taraf uji 5%) berarti terdapat interaksi.
2. Apabila F hitung < F tabel (dengan taraf uji 5%) berarti tidak ada interaksi.
34
1. Apabila angka signifikansi (Sig.) < 0.05 atau P<0.05, maka data
2. Apabila angka signifikansi (Sig.) > 0.05 atau P>0.05, maka data tidak
yang dihasilkan dari uji tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap.
dengan uji Mann Whitney. Analisis data ini merupakan metode analisis data non-
parametrik yang digunakan untuk mengetahui apakah dua atau lebih sampel
memiliki nilai yang sama. Melalui uji ini juga dilakukan penentuan ada/tidaknya
perbedaan signifikan secara statistik antara dua atau lebih kelompok variabel
Hasil yang didapatkan dari pengujian tahan luntur warna terhadap keringat
Tabel 12. Hasil Nilai Uji Tahan Luntur Warna terhadap Keringat Asam
Kode Kain Sampel
Hasil Uji
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 K1 K2 K3
Nilai
Perubahan 4-5 4 4 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4 4 4
Warna
Nilai
Penodaan
Warna
Jenis serat :
- Asetat
4 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4 4-5 4-5 4
- Kapas
4 4-5 4 4 4 4 4 4 4 4-5 4 4-5
- Poliamida
4 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4 4 4-5 4-5 4-5 4
- Poliester
4 4-5 4 4-5 4-5 4-5 4 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
- Akrilat
4 4-5 4-5 4 4 4 4-5 4 4-5 4 4 4
- Wool
4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4 4 4-5 4-5 4 4
Keterangan:
Kategori Rendah : 1, 1-2, 2
Kategori Sedang : 2-3, 3, 3-4
Kategori Tinggi : 4, 4-5, 5
Berdasarkan Tabel 12, hasil dari nilai perubahan warna pada ketahanan
luntur warna terhadap keringat asam meliputi sampel A1, A2 dan A3 yaitu dengan
menghasilkan nilai 4 dan 4-5, termasuk ke dalam kategori tinggi. Sampel B1, B2
dan B3 yaitu dengan perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove sebanyak
35
36
15 kali menghasilkan nilai 4 dan 4-5, termasuk ke dalam kategori tinggi. Sampel
C1, C2 dan C3 yaitu dengan perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove
perlakuan termasuk ke dalam kategori tinggi, yakni bernilai 4 dan 4-5. Nilai ini
telah memenuhi standar dari kualitas batik kain katun primisima, yakni minimal 3.
Hal ini diduga karena bahan fiksasi dapat mengikat kuat bahan pewarna pada kain
dan bahan pewarna dapat meresap masuk dengan sempurna ke dalam serat kain,
sehingga pada saat dikenai larutan asam zat warna tidak berubah warna.
Begitu pula, kain multiserat yang terdiri dari serat asetat, kapas, poliamida,
poliester, akrilat dan wool yang merupakan pembanding dengan sampel A1, A2
dan A3 yaitu perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove sebanyak 10 kali,
dengan sampel B1, B2 dan B3 yaitu perlakuan pencelupan warna alami buah
pencelupan warna alami buah mangrove sebanyak 20 kali, dengan sampel K1, K2
dan K3 yaitu perlakuan kontrol pencelupan warna alami kayu mahoni sebanyak
yakni 4 dan 4-5. Nilai ini sesuai dengan standar kualitas batik untuk kain katun
penodaan warna dengan Staining Scale. Kategori tinggi berarti pada saat kain
diuji, zat warna pada kain tidak ada yang menodai (melunturi) kain pelapis
multiserat atau sesuai dengan Staining Scale (standar penilaian untuk nilai
37
penodaan warna). Hasil ini diduga karena bahan pewarna ekstrak buah mangrove
(Rhizhopora sp.) dapat meresap masuk ke dalam serat kain dengan sempurna pada
saat proses pencelupan. Hal ini diperkuat oleh Hasanudin (2001), yang
menyatakan bahwa zat warna yang masuk ke dalam serat kain dengan sempurna
tidak akan terlepas pada saat di uji dengan larutan asam. Menurut Kartikasari dan
Yasmi (2016), adanya pengaruh fiksator kapur terhadap ekstrak daun mangga
pada pewarnaan tekstil batik ditinjau dari ketahanan luntur warna terhadap
warna mencapai skor 4 – 5, ini berarti perubahan warna tidak banyak terjadi dan
penodaan warna baik, hampir mendekati sempurna. Artinya pewarna alami yang
berasal dari ekstrak daun mangga dengan menggunakan fiksator kapur hampir
warna yang dihasilkan yaitu coklat yang mana menyerupai pewarna alami yang
dihasilkan dari buah mangrove. Kayu mahoni juga mudah didapatkan karena
sering tidak terpakai atau hanya dijadikan limbah. Menurut Prayitno et al. (2003),
Kayu mahoni merupakan jenis kayu yang banyak terdapat di Indonesia. Dalam
pengolahan kayu menjadi bahan bangunan dan mebel akan dihasilkan limbah
kayu yang berupa serbuk, umumnya serbuk kayu ini belum dimanfaatkan secara
optimal, padahal kayu mahoni ini mengandung tanin yang berfungsi sebagai
penyamak kulit, disamping itu juga berfungsi sebagai pewarna yang akan
dalam kayu mahoni ini diambil, maka hasilnya dapat diaplikasikan untuk
pewarna.
38
Tabel 13. Hasil Nilai Uji Tahan Luntur Warna terhadap Pencucian 40 0C
Kode Kain Sampel
Hasil Uji
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 K1 K2 K3
Nilai
Perubahan 4-5 4-5 4 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4
Warna
Nilai
Penodaan
Warna
Jenis serat:
4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
- Asetat
4-5 4-5 4 4 4 4-5 4 4 4 4-5 4 4-5
- Kapas
4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
- Poliamida
- Poliester 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
- Akrilat 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
- Wool 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5 4-5
Keterangan:
Kategori Rendah : 1, 1-2, 2
Kategori Sedang : 2-3, 3, 3-4
Kategori Tinggi : 4, 4-5, 5
Berdasarkan Tabel 13, hasil dari nilai perubahan warna pada ketahanan
luntur warna terhadap pencucian 400C meliputi sampel A1, A2 dan A3 yaitu
menghasilkan nilai 4 dan 4-5, termasuk ke dalam kategori tinggi. Sampel B1, B2
dan B3 yaitu dengan perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove sebanyak
Sampel C1, C2 dan C3 yaitu dengan perlakuan pencelupan warna alami buah
dan 4-5, termasuk ke dalam kategori tinggi. Semua sampel dengan masing-masing
perlakuan termasuk ke dalam kategori tinggi, yakni bernilai 4 dan 4-5. Nilai ini
Begitu pula, semua kain multiserat yaitu terdiri dari serat asetat, kapas,
sampel A1, A2 dan A3 yaitu perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove
warna alami buah mangrove sebanyak 15 kali, dengan sampel C1, C2 dan C3
yaitu perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove sebanyak 20 kali, dengan
sampel K1, K2 dan K3 yaitu perlakuan kontrol pencelupan warna alami kayu
kategori tinggi, yakni 4 dan 4-5. Nilai ini telah memenuhi syarat kualitas yakni
minimal 3 (kategori sedang). Menurut Hasanudin dan Widjiati (2002), sifat tahan
luntur warna pencucian ditentukan oleh kuat lemahnya ikatan yang terjadi antara
serat dan zat warna. Hal ini diperkuat oleh Hasanudin (2001), yang menyatakan
bahwa warna pada bahan tekstil diserang oleh zat kimia dan gerak mekanik
sehingga apabila ikatan antara zat pewarna dan serat kuat, warna pada kain tidak
akan luntur. Anzani et al. (2016), juga menyebutkan adanya Ca2+ dari larutan
kapur, ataupun Al3+ dari larutan tawas akan menyebabkan ikatan antara ion-ion
tersebut dengan tanin yang telah berada di dalam serat berikatan dengan serat
40
sehingga molekul zat pewarna alam yang berada di dalam serat menjadi lebih
besar. Hal ini mengakibatkan molekul zat pewarna alam akan sukar keluar dari
pori-pori serat dan akan memperkuat ketahanan luntur. Menurut Failisnur et al.,
(2017), kain rayon dan katun tanpa proses mordan mudah mengalami kelunturan
nilai ketahanan luntur warnanya terhadap pencucian menjadi cukup sampai baik
(3-4). Diperkuat oleh pernyataan Azizah (2018), pengujian tahan luntur warna
terhadap pencucian menunjukkan kategori cukup (3), hal ini disebabkan pigmen
berlangsung dapat masuk ke dalam serat kain. Pada hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa faktor pendorong seperti suhu dan pemilihan zat pembantu
pencelupan perlu mendapat perhatian yang sempurna, sehingga zat warna dapat
warna yang dihasilkan yaitu coklat yang mana menyerupai pewarna alami yang
dihasilkan dari buah mangrove. Kayu mahoni juga mudah didapatkan karena
sering tidak terpakai atau hanya dijadikan limbah. Menurut Kasmudjo et al.
(2011), salah satu bahan penghasil warna alami antara lain adalah kayu mahoni.
Kayu mahoni dapat digunakan sebagai alternatif pewarna alami karena dapat
Hasil yang didapatkan dari pengujian tahan luntur warna terhadap sinar
Tabel 14. Hasil Nilai Uji Tahan Luntur Warna terhadap Sinar Terang Hari
Kode Kain Sampel
Hasil Uji
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 K1 K2 K3
Nilai
Tahan 4-5 4 4 4-5 4-5 4 4 4-5 4-5 4 4 4
Sinar
Keterangan:
Kategori Rendah : 1, 1-2, 2
Kategori Sedang : 2-3, 3, 3-4
Kategori Tinggi : 4, 4-5, 5
warna terhadap sinar terang hari meliputi sampel A1, A2 dan A3 yaitu dengan
menghasilkan nilai 4 dan 4-5, termasuk ke dalam kategori tinggi. Sampel B1, B2
dan B3 yaitu dengan perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove sebanyak
15 kali menghasilkan nilai 4 dan 4-5, termasuk ke dalam kategori tinggi. Sampel
C1, C2 dan C3 yaitu dengan perlakuan pencelupan warna alami buah mangrove
sebanyak 20 kali menghasilkan nilai 4 dan 4-5, termasuk ke dalam kategori tinggi.
termasuk ke dalam kategori tinggi. Hasil dari pengujian semua sampel ini
memenuhi syarat kualitas yakni minimal 4 (kategori tinggi). Ikatan yang kuat dan
stabil antara kain dengan zat warna menyebabkan rantai molekul warna tidak
mudah putus walaupun terkena sinar ultraviolet dan energi panas dari sinar
42
ultraviolet dan energi panas yang menyerang rantai molekul zat warna dapat
menyebabkan rantai molekul zat warna putus. Menurut Hasanudin dan Widjiati
(2002), nilai ketahanan luntur warna terhadap sinar matahari lebih ditentukan oleh
stabil dan tidaknya struktur molekul zat warna apabila terkena energi panas dan
sinar ultra violet. Hal ini menyebabkan zat warna akan menempel kuat pada kain
dan daya luntur warna tinggi. Menurut Failisnur dan Sofyan (2014) mengatakan
bahwa untuk ketahanan luntur warna terhadap sinar, zat warna kurang mampu
masuk ke dalam serat secara maksimum dikarenakan putusnya ikatan antara serat
kain dengan ausokrom sehingga daya serap serat kain hilang dan menyebabkan
sisa zat warna hanya melekat pada permukaan serat kain saja. Diperkuat oleh
Sofyan et al., (2015), beberapa pewarna alam memberikan sifat ketahanan luntur
warna yang kurang baik terhadap sinar. Proses mordan merupakan salah satu
proses yang dapat memperbaiki sifat ketahanan luntur warna terhadap sinar. Bila
dilihat dari jenis mordan atau pengikat warna, maka perlakuan dengan mordan
kapur memberikan hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap sinar paling
baik dan lebih baik dibandingkan dengan tawas dan tunjung dengan hasil baik (4).
warna yang dihasilkan yaitu coklat yang mana menyerupai pewarna alami yang
dihasilkan dari buah mangrove. Kayu mahoni juga mudah didapatkan karena
sering tidak terpakai atau hanya dijadikan limbah. Menurut Alamsyah (2018),
pemilihan pewarna alami untuk mewarnai kain batik mulai berkembang. Diantara
warna alam yang digunakan adalah dari ekstrak warna kulit buah mahoni yang
terang). Jika nilai a* positif berarti menunjukkan merah dan bila negatif berarti
menunjukkan warna biru. Warna kain katun batik dari ekstrak buah mangrove
(Rhizophora sp.) sendiri cenderung berwarna kecoklatan. Berikut adalah hasil uji
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai L*, a* dan b* pewarna alami memiliki
analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam nilai L*, a* dan b* pewarna alami
memberikan pengaruh nyata, sehingga dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey.
44
semakin gelap atau coklat tua. Hal ini dapat menunjukkan bahwa terjadi degradasi
warna antar perlakuan yaitu perbedaan banyaknya pencelupan warna alami yang
disebabkan oleh kemampuan serat kain menyerap zat warna. Menurut Pujilestari
warna yang terserap dalam serat kain katun. Perlakuan pengulangan pencelupan
memberikan nilai beda warna yang bervariasi, hal ini berarti kemampuan serat
kain batik untuk menyerap warna masih ada. Perlakuan fiksasi dapat merubah
arah warna kain katun batik. Arah warna ditentukan oleh jenis bahan fiksasi.
15,16±0,27 yang berbeda nyata dengan formula A dan K, tetapi tidak berbeda
21,76±0,26 yang berbeda nyata dengan formula C dan K, namun tidak berbeda
berbeda nyata dengan formula C dan K, tetapi tidak berbeda nyata dengan formula
Analisis yang dapat dilakukan adalah terlihat jelas pada nilai parameter b*
yang menunjukkan bahwa nilai parameter b* bernilai positif yang artinya warna
dari kain katun batik ini berwarna kecoklatan. Nilai parameter L* berkurang
banyak pencelupan warna maka warna kain akan semakin gelap, bersifat
berbanding lurus dengan nilai parameter b*, semakin gelap warna kain maka nilai
dengan parameter a*, semakin turun parameter L* dan b* maka parameter a* akan
naik.
46
Tabel 16. Hasil Uji Kesukaan Panelis terhadap Kain Katun Batik Cap
Perlakuan
Spesifikasi
A B C K
Kenampakan 2,20±0,41a 4,20±0,55b 4,76±0,43c 2,13±0,35a
Keterangan:
Data merupakan hasil rata-rata penilaian 30 panelis ± standar deviasi;
Data yang diikuti dengan tanda huruf kecil yang berbeda menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05).
Hasil pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap
dengan perlakuan yang berbeda yaitu pencelupan pewarna alami ekstrak buah
mangrove sebanyak 10 kali, 15 kali, 20 kali dan kayu mahoni sebanyak 10 kali
memberikan penilaian skala antara 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak
suka), 4 (suka), dan 5 (sangat suka) (Lampiran 1). Berdasarkan pengujian tingkat
kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap yang dilakukan terhadap kain
katun batik cap diperoleh nilai selang kepercayaan pada perlakuan pencelupan
warna alami ekstrak buah mangrove 10 kali sebesar 2,13 < 𝜇 < 2,27 (Lampiran
1a), pencelupan warna alami ekstrak buah mangrove 15 kali sebesar 4,10 < 𝜇 <
4,39 (Lampiran 1b), pencelupan warna alami ekstrak buah mangrove 20 kali
sebesar 4,69 < 𝜇 < 4,87 (Lampiran 1c), pencelupan warna alami kayu mahoni 15
kali (kontrol) sebesar 2,11 < 𝜇 < 2,13 (Lampiran 1d). Berdasarkan hasil tersebut
Uji tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun baik cap dengan pewarna
alami ekstrak buah mangrove diperoleh hasil nilai Chi-Square hitung (101,788)
lebih besar dari Chi-Square tabel (7,82). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
alami ekstrak buah mangrove terhadap kenampakan kain katun batik cap
pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap dilakukan oleh
pewarna alami kayu mahoni (kontrol) sebesar 2,13 dan tertinggi pada perlakuan
pencelupan pewarna alami ekstrak buah mangrove 20 kali sebesar 4,76. Perlakuan
pada kain katun batik cap paling gelap sehingga banyak disukai oleh panelis.
Anzani et al. (2016), adanya Ca2+ dari larutan kapur menyebabkan ikatan antara
ion-ion dan tanin yang di dalam serat berikatan dengan serat lain, sehingga
molekul zat warna tetap di dalam serat menjadi lebih kuat dan tidak mudah keluar.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka ikatan antara ion
dan tanin yang berikatan dengan serat semakin banyak, sehingga menyebabkan
5.1. Kesimpulan
kali dapat meresap masuk ke dalam serat kain dengan sempurna pada
batik cap. Tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik cap yang
kali.
48
49
5.2. Saran
Saran yang bisa diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
perikanan apa saja yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada
Amalia, R. dan I. Akhtamimi. 2016. Studi Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Zat
Fiksasi terhadap Kualitas Warna Kain Batik dengan Pewarna Alam
Limbah Kulit Buah Rambutan (Nephelium Lappaceum). Jurnal Dinamika
Kerajinan dan Batik. 33(2) : 85-92.
Azizah, W. N. 2018. Pengaruh Jenis Zat Fiksasi terhadap Kualitas Pewarnaan Kain
Mori Primissima dengan Zat Warna Euphorbia. [Skripsi]. Fakultas Teknik.
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta, 134 hlm.
Fahmi, K., Z. Dahlan dan Sarno. 2010. Tingkat keberhasilan hidup bibit
mangrove Rhizophora mucronata, R. apiculata dan Bruguiera
gymnorrhiza di Delta Upang Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Maspari.
1 : 69-72.
Failisnur dan Sofyan. 2014. Sifat Tahan Luntur dan Intensitas Warna Kain Sutera
dengan Pewarna Alam Gambir (Uncaria Gambir Roxb) pada Kondisi
Pencelupan dan Jenis Fiksator yang Berbeda. Jurnal Litbang Industri. 4(1)
: 1-8.
50
51
Handayani, P. A. dan I. Maulana. 2013. Pewarna Alami Batik dari Kulit Soga
Tingi (Ceriops tagal) dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Bahan Alam
Terbarukan. 2(2): 1-6.
Hasanudin. 2001. Penelitian Penerapan Zat Warna Alam dan Kombinasinya pada
Produk Batik. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Kerajinan dan Batik. Yogyakarta.
Hasanudin dan Widjiati. 2002. Penilaian Proses Pencelupan Zat Warna Soga
Alam pada Batik Kapas. Departemen Perindutsrian dan Perdagangan
Republik Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri
Kerajinan Batik. Yogyakarta.
Pujilestari, T. 2015. Sumber dan Pemanfaatan Zat Warna Alam untuk Keperluan
Industri. Jurnal Dinamika Kerajinan Dan Batik. 32(2) : 93-106.
Sofyan, Failisnur dan Salmariza. 2015. Pengaruh Perlakuan Limbah dan Jenis
Mordan Kapur, Tawas, dan Tunjung terhadap Mutu Pewarnaan Kain
Sutera dan Katun Menggunakan Limbah Cair Gambir (Uncaria Gambir
Roxb). Jurnal Litbang Industri. 5(2) : 79-89.
Spadling, M., F. Blasco and C. Field. (ed) 1997. World Mangrove Atlas. UNEP,
Cambridge.
Warnoto. 2015. Kajian Zat Pewarna Alami (ZPA) dari Ekstrak Kulit Kayu Bakau
(Rhizophora sp.) Sebagai Pewarna Kain Ramah Lingkungan. [Skripsi].
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Yogyakarta.
LAMPIRAN
55
LEMBAR PENILAIAN
Nama Produk :
Nama Panelis :
Tanggal Pengamatan :
Isilah kolom berikut sesuai dengan kode yang tertera sesuai tingkat
kesukaan anda, dengan nilai 1-5 dimana 1 untuk kategori sangat tidak suka dan 5
untuk kategori sangat suka sesuai dengan keterangan yang telah tertera.
Kode Kenampakan
A
Penjelasan :
B
Penjelasan :
C
Penjelasan
K
Penjelasan :
Keterangan:
1 : sangat tidak suka
2 : tidak suka
3 : agak suka
4 : suka
5 : sangat suka
56
1 2
Simpangan : S = √𝑛 ∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅) = 0,40
̅− 𝑆 ̅+ 𝑆
Selang Kepercayaan : 𝑋 . 1,96 < 𝜇 < 𝑋 . 1,96
√𝑛 √𝑛
0,40 0,40
2,20 - . 1,96 < 𝜇 < 2,20 + . 1,96
√30 √30
2,20 – 0,07 < 𝜇 < 2,20 + 0,07
2,13 < 𝜇 < 2,27
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik
cap dengan pencelupan pewarna alami buah mangrove 10 kali diperoleh selang
kepercayaan sebesar 2,13 < 𝜇 < 2,27 pada tingkat kepercayaan 95% sehingga
disimpulkan bahwa kain katun batik cap tidak disukai oleh panelis.
58
1 2
Simpangan : S = √𝑛 ∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅) = 0,54
̅− 𝑆 ̅+ 𝑆
Selang Kepercayaan : 𝑋 . 1,96 < 𝜇 < 𝑋 . 1,96
√𝑛 √𝑛
0,54 0,54
4,20 - . 1,96 < 𝜇 < 4,20 + . 1,96
√30 √30
4,20 – 0,10 < 𝜇 < 4,20 + 0,10
4,10 < 𝜇 < 4,39
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik
cap dengan pencelupan pewarna alami buah mangrove 15 kali diperoleh selang
kepercayaan sebesar 4,10 < 𝜇 < 4,39 pada tingkat kepercayaan 95% sehingga
1 2
Simpangan : S = √𝑛 ∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅) = 0,42
̅− 𝑆 ̅+ 𝑆
Selang Kepercayaan : 𝑋 . 1,96 < 𝜇 < 𝑋 . 1,96
√𝑛 √𝑛
0,42 0,42
4,76 - . 1,96 < 𝜇 < 4,76 + . 1,96
√30 √30
4,76 – 0,08 < 𝜇 < 4,76 + 0,08
4,69 < 𝜇 < 4,87
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik
cap dengan pencelupan pewarna alami buah mangrove 20 kali diperoleh selang
kepercayaan sebesar 4,69 < 𝜇 < 4,87 pada tingkat kepercayaan 95% sehingga
1 2
Simpangan : S = √𝑛 ∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅) = 0,13
̅− 𝑆 ̅+ 𝑆
Selang Kepercayaan : 𝑋 . 1,96 < 𝜇 < 𝑋 . 1,96
√𝑛 √𝑛
0,13 0,13
2,13 - . 1,96 < 𝜇 < 2,13 + . 1,96
√30 √30
2,13 – 0,02 < 𝜇 < 2,13 + 0,02
2,11 < 𝜇 < 2,13
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap kain katun batik
kepercayaan sebesar 2,11 < 𝜇 < 2,13 pada tingkat kepercayaan 95% sehingga
disimpulkan bahwa kain katun batik cap tidak disukai oleh panelis.
64
a. Kruskall-Wallis Test
Ranks
Kenampakan A 30 31.70
B 30 82.43
C 30 98.23
K 30 29.63
Total 120
Test Statistics
Kenampakan
Chi-Square 101.788
df 3
Kesimpulan : Nilai Asymp. Sig. (0,000) < 0,05 menyatakan bahwa perlakuan
berbeda nyata.
65
Lanjutan Lampiran 2.
Test Statistics
Keterangan :
*Nilai Asymp.sig (P < 5%) maka variabel uji beda nyata.
66
Parameter L*
Perlakuan
Ulangan
A B C K
a. Uji Normalitas
L*
N 12
Positive .177
Negative -.269
Kolmogorov-Smirnov Z .933
b. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
L*
3.210 3 8 .083
Kesimpulan: Nilai Sig (0,83) > 0,05 artinya varian dalam kelompok homogen.
67
Lanjutan Lampiran 3.
Total 834.603 11
Kesimpulan : nilai sig. (0,000) < 0,05 maka tolak H0, terima H1 sehingga dapat
disimpulkan bahwa banyaknya pencelupan pewarna alami
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai L*.
d. Uji Tukey
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
sampel N 1 2 3 4
C 3 21.5033
B 3 35.2033
A 3 37.9067
K 3 44.3267
Lanjutan Lampiran 3.
Parameter a*
Perlakuan
Ulangan
A B C K
1 12,63 15,98 15,45 20,84
2 12,88 15,68 14,93 20,66
3 12,21 15,70 15,09 19,26
Rata-rata 12,57 15,79 15,16 20,25
SD 0,34 0,17 0,27 0,86
a. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
a*
N 12
Positive .245
Negative -.122
Kolmogorov-Smirnov Z .848
b. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
a*
5.220 3 8 .027
Kesimpulan: Nilai Sig (0,027) > 0,05 artinya varian dalam kelompok homogen.
69
Lanjutan Lampiran 3.
Total 93.653 11
Kesimpulan : nilai sig. (0,000) < 0,05 maka tolak H0, terima H1 sehingga dapat
disimpulkan bahwa banyaknya pencelupan warna alami
memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai a*.
d. Uji Tukey
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
sampel N 1 2 3
A 3 12.5733
C 3 15.1567
B 3 15.7867
K 3 20.2533
Lanjutan Lampiran 3.
Parameter b*
Perlakuan
Ulangan
A B C K
1 21,65 22,27 19,68 25,69
2 22,06 22,29 19,29 25,91
3 21,57 22,19 19,40 24,99
Rata-rata 21,76 22,25 19,46 25,53
SD 0,26 0,05 0,20 0,48
a. Uji Normalitas
N 12
Positive .243
Negative -.136
Kolmogorov-Smirnov Z .841
b. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
b*
4.006 3 8 .052
Kesimpulan: Nilai Sig (0,052) > 0,05 artinya varian dalam kelompok homogen.
71
Lanjutan Lampiran 3.
Total 57.090 11
Kesimpulan : nilai sig. (0,000) < 0,05 maka tolak H0, terima H1 sehingga dapat
disimpulkan bahwa banyaknya pencelupan warna memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai b*.
d. Uji Tukey
Tukey HSD
Subset for alpha = 0.05
sampel N 1 2 3
C 3 19.4567
A 3 21.7600
B 3 22.2500
K 3 25.5300
Lampiran 4. Dokumentasi
Lanjutan Lampiran 4.
e. Proses pewarnaan
Lanjutan Lampiran 4.
h. Sampel kain
(A : Pencelupan 10 kali; B : Pencelupan 15 kali; C : Pencelupan 20 kali)
i. Sampel kain
(K : Perlakuan kontrol)
75
RIWAYAT HIDUP
Semarang, Jawa Tengah”. Penulis juga telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata
Pekalongan.