Anda di halaman 1dari 72

“PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KAYU SECANG

(Caesalpania sappan, L.) TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU


SELAI KOLANG-KALING”

YELFA DELI
1211122003

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Penambahan Ekstrak Kayu


Secang (Caesalpania sappan, L.) Terhadap Karakteristik Mutu Selai Kolang-
Kaling” yang saya susun, sebagai syarat memperoleh gelar sarjana Teknologi
Pertanian merupakan hasil karya tulis saya sendiri, kecuali kutipan dan rujukan
yang masing-masing telah dijelaskan sumbernya, sesuai dengan norma, kaedah
dan etika penulisan limiah. Saya bersedia menerima sanksi-sanksi lainnya sesuai
dengan peratuaran yang berlaku, apabila dikemudian hari ditemukan adanya
plagiat dalam skripsi ini.

Padang, 31 Januari 2018

Yelfa Deli
1211122003
“PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KAYU SECANG
(Caesalpania sappan, L.) TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU
SELAI KOLANG-KALING”

YELFA DELI
1211122003

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
BIODATA

Penulis dilahirkan di Sawahlunto pada


Tanggal 18 Januari 1994 sebagai anak ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan Ridwan dan Gusiar.
Penulis telah menempuh jenjang pendidikan: Sekolah
Dasar (SD) di SDN 03 Lubang Panjang, Sawahlunto
lulus tahun 2006. Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP)
di SMPN 2 Sawahlunto, lulus tahun 2009. Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di SMA Negeri 1
Sawahlunto, lulus tahun 2012. Pada tahun 2012
penulis melanjutkan studi Strata 1 di Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Andalas, Padang.

Dalam rangka menyelesaikan studi, penulis telah melakukan Kuliah Kerja


Nyata (KKN) di Nagari Batang Kapeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat
pada tahun 2015. Selain itu penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) di PT. Bintara Tani Nusantara Palm Oil Mill (BTN POM), di Air Runding,
Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Pada tahun 2014-2015 penulis
pernah menjabat sebagai pengurus Bidang Kesekretariatan (UKM) Pandekar
Universitas Andalas, dan Pada tahun 2014-2015 penulis aktif menjadi anggota
(HMPPI) Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia.

Padang, 31 Januari 2018

Yelfa Deli
Pengaruh Penambahan Ekstrak Kayu Secang (Caesalpania
sappan, L.) terhadap Karakteristik Mutu Selai Kolang-kaling

Yelfa Deli, Kesuma Sayuti, Ira Desri Rahmi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak


kayu secang terhadap karakteristik mutu dan tingkat penerimaan panelis
secara organoleptik terhadap selai kolang kaling yang dihasilkan. Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan
3 ulangan. Analisis data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji
Duncan’s New Multiple Range (DNMRT) pada taraf nyata 5%. Perlakuan
pada penelitian ini adalah penambahan ekstrak kayu secang A (5,6%), B
(7,4%), C (9,1%), dan D (10,7%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak kayu secang memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap aktivitas antioksidan, kadar serat kasar, total gula dan total fenol
selai kolang-kaling yang dihasilkan. Tetapi tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap uji organoleptik, kadar air, kadar abu, nilai pH dan total
padatan terlarut selai. Tingkat penambahan ekstrak kayu secang
menurunkan jumlah angka lempeng total selai kolang-kaling yang
dihasilkan. Produk terbaik berdasarkan analisis sensori adalah perlakuan A
(Penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) dengan kadar air 29,25%, total
padatan terlarut 63,3%, kadar abu 0,088%, kadar serat kasar 0,44%, nilai
pH 3,52, total gula 32,04%, total fenol 10,16%, nilai aktivitas antioksidan
17,98%, angka lempeng total 4,5x102 CFU/g dan nilai analisis warna dari
kuning hingga kuning-merah. Tingkat penerimaan panelis pada analisis
sensori terhadap warna 3,75; aroma 3.6; rasa 3,7; dan tekstur 3,8.

Kata Kunci: Kolang-kaling, kayu secang, selai


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang memuliakan siapa yang
Ia kehendaki dan menghinakan siapa yang Ia kehendaki. Shalawat dan salam kita
pintakan kepada-Nya teruntuk junjungan alam, Nabi Muhammad SAW.Syukur
Alhamdulillah atas rahmat, hidayah, petunjuk, dan izin-Nya penulis diberi
pengalaman, pelajaran, kesabaran, semangat dan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikanan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penambahan Ekstrak Kayu
Seacang (Caesalpania sappan, L.) terhadap Karakteristik Mutu Selai Kolang-
kaling” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Teknologi
Pertanian” pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof.Dr.Ir.
Kesuma Sayuti, MS selaku pembimbing I dan Ibu Ira Desri Rahmi, S.TP, M.Si
selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan,
motivasi, saran, kritik, waktu dan keyakinan kepada penulis. Terima kasih atas
semangat dan do`a yang tiada hentinya dari orang tua, keluarga, dan sahabat. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan civitas akademik
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri, pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang
teknologi hasil pertanian. Disamping itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun agar skripsi ini bisa di perbaiki
dan dilanjutkan nantinya.

Padang, Janari 2018

Yelfa Deli
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iii
DAFTAR TABEL ................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4
1.4 Hipotesa Penelitian ....................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5


2.1 Kolang-kaling (Arenga pinnata, Merr.) ....................................... 5
2.1.1 Komposisi kimia Kolang-kaling ........................................ 6
2.2 Kayu Secang (Caesalpinia sappan,L.) ......................................... 7
2.2.1 Brazilein ............................................................................. 8
2.2.2 Antioksidan ........................................................................ 10
2.3 Selai ............................................................................................. 10
2.3.1 Bahan Baku Pembuatan Selai ............................................ 11
2.3.2 Bahan Pendukung Pembuatan Selai ................................. 11
2.3.3.Proses Pembuatan Selai ...................................................... 12

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ..................................... 14


3.1 Tempat dan Waktu ..................................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat ........................................................................... 14
3.3 Rancangan Penelitian ................................................................. 14
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 15
3.4.1 Penentuan Formulasi ........................................................ 15
3.4.2 Pembuatan Bubur Kolang-kaling ..................................... 16
3.4.3 Pembuatan Ekstrak Pewarna Kayu Secang...................... 16
3.4.4 Proses Pembuatan Selai ................................................... 16
3.5 Pengamatan ............................................................................... 17
(i). Pengamatan Bahan Baku ................................................. 17
(ii). Pengamatan Ekstrak Kayu Secang ................................. 17
(iii).Pengamatan Selai ........................................................... 17
3.6 Metoda Analisa .......................................................................... 17
3.6.1 Uji Organpleptik ..................................................................... 17
3.6.2 Analisis Kimia ........................................................................ 18
3.6.3 Analisis Fisik .......................................................................... 21
3.6.4 Uji Mikrobiologi ..................................................................... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 23


4.1 Analisis Bahan Baku ................................................................... 23
4.2 Uji Organoleptik Selai................................................................. 24
4.3 Analisis Kimia Selai .................................................................... 30
4.3.1 Analisisi Kadar Air ............................................................. 30
4.3.2 Analisis Kadar Abu ............................................................. 31
4.3.3 Analisis Serat Kasar ............................................................ 32
4.3.4 Analisis Total Gula ............................................................. 33
4.3.5 Analisis Nilai Ph ................................................................. 34
4.3.6 Aktivitas Antioksidan ......................................................... 36
4.3.7 Analisis Total Fenol ............................................................ 37
4.3.8 Analisis Total Padatan Terlarut ........................................... 38
4.4 Analisis Mikrobiologi ................................................................. 39
4.4.1 Analisi Angka Lempeng Total ............................................ 39
4.5 Analisis Fisik............................................................................... 41
4.5.1 Intensitas Warna .................................................................. 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 44

LAMPIRAN ........................................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Kolang-kaling..................................................................................... 5
2. Tumbuhan Kayu Secang .................................................................... 7
3. Struktur Kimia Brazilin dan Brazilein ............................................... 9
4. Grafik Radar Uji Organoleptik Selai Kolang-kaling ......................... 29
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Kimia Kolang-kaling dalam 100 g................................ 6


2. Sifat Fisika dan Kimia Brazilin .................... ................................. 10
3. Komposisi Kimia Gula Putih dalam 100 g Bahan ........................... 12
4. Formulasi Pembuatan Selai Kolang-Kaling dan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang ....................................................................... 15

5. Hasil Analisis Bubur Kolang-Kaling dan Ekstrak Kayu Secang ..... 23


6. Nilai Rata-rata Organoleptik Warna Selai Kolang-kaling
dengan Penambahan Ekstrak Kayu Secang ..................................... 25

7. Nilai Rata-rata Organoleptik Aroma Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang .................................................. 26

8. Nilai Rata-rata Organoleptik Tekstur Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang .................................................. 27

9. Nilai Rata-rata Organoleptik Rasa Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 28

10. Nilai Rata-rata Kadar Air Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 30

11. Nilai Rata-rata Kadar Abu Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................ 31

12. Nilai Rata-rata Kadar Serat Kasar Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 33

13. Nilai Rata-rata Total Gula Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang .................................................. 34

14. Nilai Rata-rata Nilai pH Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 35

15. Nilai Rata-rata Aktivitas Antioksidan Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 36
16. Nilai Rata-rata Total Fenol Selai Kolang-kaling dengan
Penambahan Ekstrak Kayu Secang .................................................. 37

17. Nilai Rata-rata Total Padatan Terlarut Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 38

18. Nilai Rata-rata Angka Lempeng Total Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 39

15. Nilai Rata-rata Uji Warna Selai Kolang-kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang ................................................. 41
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
Halaman

1. Diagram Alir Pembuatan Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan


Ekstrak Kayu Secang .................................................................. 50

2. Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746:2008). .................................. 51


3. Analisis Sidik Ragam terhadap Selai ........................................... 52
4. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 56

vi
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan gaya hidup moderen telah mendorong perubahan


kebutuhan masyarakat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Bahkan kebutuhan masyarakat yang menginginkan segala sesuatu serba
praktis, apalagi produk olahan pangan siap saji seperti sirup, sereal,
minuman bubuk dan selai. Salah satu produk olahan pangan yang banyak
di sukai oleh masyarakat adalah selai.
Selai merupakan suatu bahan pangan setengah padat yang dibuat
tidak kurang dari 45 bagian berat zat penyusun sari buah dengan 55 bagian
berat gula. Campuran tersebut kemudian dikentalkan hingga kadar zat
padat terlarut tidak kurang dari 65% (Desrosier, 2008). Biasanya dalam
pembuatan selai diberikan bahan tambahan berupa asam dan pektin agar
selai yang dihasilkan lebih bagus. Menurut Buckle, Edwards dan Wotton
(1985), dalam pembutan selai dibutuhkan gula 55-70%, asam 0,5% (Ph
3.2-3.4), serat larut dan tidak larut air untuk mempertahankan stuktur selai.
Kolang-kaling merupakan biji buah aren (Arenga pinnata, Merr.)
yang berasal dari buah yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Buah
aren yang telah memenuhi syarat dipanen dengan cara memotong tandan
buah aren tersebut untuk kemudian direbus dan dibelah untuk diambil biji
buahnya yang lebih dikenal dengan nama kolang-kaling. Kolang-kaling
sendiri memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, seperti kalsium
(0,94%) dan serat kasar (2,06%) (Ulfa,2016; Torio, Joydee dan Florinia,
2006). Selama ini, kolang-kaling hanya dimanfaatkan sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan manisan, es campur, sirup buah, dan lain-lain
tetapi jarang sekali ditemukan inovasi olahan lain yang menggunakan
kolang-kaling sebagai bahan utamanya. Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk menemukan inovasi-inovasi lain terhadap kolang-kaling,
seperti minuman serbuk kolang-kaling, tepung kolang-kaling, dan selai.
Karbohidrat yang terkandung dalam kolang-kaling berupa
polisakarda yang mempunyai senyawa galaktomanan. Galaktomanan
2

adalah polisakarida larut air yang banyak terdapat endosperm pada biji
tumbuhan Leguminaceae atau kacang-kacangan (Kok, Hill, dan Mitchell,
1999).
Menurut hasil penelitian Tarigan (2012) Galaktomanan merupakan
polisakarida yang mempunyai gugus gula yaitu galaktosa dan mannosa
dengan presentase 1:1,331. Senyawa gula ini yang menyebabkan kolang-
kaling memiliki sifat membentuk gel dengan rasio mannosa. Sehingga
kolang-kaling bisa berpotensi menjadi bahan dasar dari selai. Namun,
kekurangan dari kolang-kaling ini memiliki warna putih serta rasa yang
hambar jika dikonsumsi langsung. Oleh karena itu perlu dilakukan
penambahan zat pewarna agar dihasilkan selai kolang-kaling dengan
penampakan yang lebih menarik, misalnya dengan menggunakan kayu
secang sebagai sumber zat pewarna alaminya.
Kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) merupakan sumber
antioksidan alami yang sangat penting kegunaannya untuk tubuh. Karena
kandungan kimia terpenting yang ada pada kayu secang adalah tannin,
asam galat, resin, resorsin pigmen brazilin dan brazilein serta sapponin.
Menurut (Paul,dan Flawkoski. 2008) Pigmen brazilein yang berasal dari
kayu secang memiliki sifat antioksidan, anti kanker, inflamotori dan anti
diabetes. Selain itu pigmen brazilein dari kayu secang dapat berfungsi
sebagai antimikroba seperti Staphylococcus aureus. (Karlina Y,dkk.2016).
Selain berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba, Kayu secang
juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena adanya
pigmen brazilein berwarna merah (Maharani, 2003). Ekstrak zat warna
yang diperoleh merupakan 20% dari berat bagian dalam kayu kering. Hasil
uji fitokimia menunjukkan batang bagian luar dan bagian dalam
mengandung alkaloid, flavonoid, triterpen, brazilin, tannin, dan glikosida.
Terdapatnya kandungan flavonoid dan senyawa fenolat lainnya pada kayu
secang, mengindikasi secang berpotensi sebagai antioksidan. Kayu Secang
telah lama digunakan sebagai pewarna alami dan obat tradisional sebagai
jamu dan minuman yang sangat digemari karena rasanya yang dapat
diterima secara organoleptik.
3

Berdasarkan pra penelitian yang telah dilakukan, pemberian


ekstrak kayu secang sebanyak 5,6% sudah mampu memberikan warna
pada selai kolang-kaling. Warna selai yang dihasilkan pada penambahan
ekstrak kayu secang sebanyak 5,6% adalah kuning pucat, penambahan
7,4% ekstrak kayu secang menghasilkan warna kuning cerah dan
penambahan 9,1% ekstrak kayu secang menghasilkan selai berwarna
kuning pekat. Konsentrasi asam sitrat yang digunakan sebesar 0,2%.
Penggunaan konsentrasi asam sitrat 0,2% ini diharapkan dapat memenuhi
persyaratan kondisi keasaman selama proses pembuatan selai dan selain
itu agar memberikan rasa yang tidak terlalu asam terhadap selai kolang-
kaling dibandingkan penggunaan konsentrasi asam sitrat >0,2% yang
memberikan rasa sangat asam. Selanjutnya pada penelitian ini ditetapkan
penggunaan ekstrak kayu secang berturut-turut 5,6%, 7,4%, 9,1% dan
10,7% dalam pembuatan selai kolang-kaling karena pada konsentrasi
tersebut sudah mampu memberikan warna selai yang berbeda. Selain itu,
penetapan konsentrasi tersebut dilakukan agar perbedaan warna selai tidak
terlalu dekat sehingga akan memudahkan panelis dalam menentukan
perlakuan terbaik selai kolang-kaling.
Penelitian mengenai pemanfaatan ekstrak kayu secang sebagai
sumber pewarna alami selai kolang-kaling belum dilakukan pada saat ini.
Oleh karena itu, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai penambahan
ekstrak kayu secang pada selai kolang-kaling dengan judul “Pengaruh
Penambahan Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan, L.) Terhadap
Karakteristik Mutu Selai Kolang-kaling”

1.2 Tujuan Penelitian

Mempelajari pengaruh penambahan ekstrak kayu secang


(Caesalpinia sappan, L.) terhadap karakteristik mutu selai kolang-kaling
yang dihasilkan.
4

1.3 Manfaat Penelitian

Meningkatkan keanekaragaman produk olahan kolang-kaling dan


meningkatkan nilai tambah kayu secang.

1.4 Hipotesis Penelitian

Ho : Penambahan ekstrak kayu secang tidak berpengaruh terhadap


karakteristik mutu dari selai kolang-kaling yang dihasilkan.
H1 : Penambahan ekstrak kayu secang berpengaruh terhadap karakteristik

mutu selai kolang-kaling yang dihasilkan.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolang-kaling (Arenga pinnata, Merr.)

Kolang-kaling adalah biji buah aren (Arenga pinata, Merr) dengan


penampakkan berbentuk bulat peluru atau lonjong dengan ujung pesok kedalam
dan berwarna putih bening, sebelum menjadi kolang-kaling buah ini berbentuk
cair saat muda dan kemudian secara bertahap berubah menjadi padat dan keras
(Widyawati, 2011)
Kolang-kaling sudah lama dikenal masyarakat, biasanya kolang-kaling
banyak ditemui saat bulan ramadhan sehingga permintaan kolang-kaling melonjak
drastis. Kolang-kaling sering juga digunakan sebagai bahan pencampur dalam
makanan dan minuman. Konon Indonesia telah mengekspor kolang-kaling sejak
tahun 1970 dan terus berlanjut hingga sekarang (Lutony, 1993). Kolang-kaling
yang digunakan pada penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Kolang-kaling (Anonim, 2011)


Berikut taksonomi tanaman aren berdasarkan United States Department of
Agriculture (2016):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Arecidae`
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae/Palmae
Genus : Arenga Labill.
Spesies : Arenga pinnata (Wurmb) Merr.
6

Kolang-kaling diperoleh dengan memilih buah aren yang masih muda,


tetapi juga tidak terlalu tua. Pembuatan kolang-kaling ada dua cara yaitu dengan
membakar buah aren atau merebus buah aren. Tujuan pembakaran atau perebusan
agar lendir yang terdapat pada buah hilang karena dapat menyebabkan gatal
apabila mengenai tubuh (Widyawati, 2011)

2.1.1 Komposisi Kimia Kolang-kaling


Kolang-kaling memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan
dan bisa memulihkan stamina. Kolang-kaling kaya akan kandungan mineral,
seperti zat besi dan kalsium. Kandungan kalsium pada kolang-kaling 91 mg dalam
100 gr bahan sedangkan susu sapi mengandung 125 mg dalam 100 gr susu sapi
murni. Tingginya jumlah kalsium pada kolang-kaling bisa menjadi alternatif
sumber kalsium selain susu (Ratima, 2014) Secara umum,komposisi kimia dari
kolang-kaling dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1.Komposisi Kimia Kolang-Kaling dalam 100 g
Komponen Jumlah
Kadar Air (%) 94
Protein (g) 0,4
Lemak (g) 0,2
Serat (g) 1,6
Karbohidrat (g) 6
Energi (kkal) 27
Kalsium (mg) 91
Fosfor (mg) 243
Zat besi (mg) 0,5
Sumber: Ratima (2014)

Karbohidrat yang terkandung dalam kolang-kaling berupa polisakarida


yang mempunyai senyawa galaktomanan yang merupakan rantai utama dari
residu (1-4)-β-Dmannosa dengan rantai samping yang berbeda yaitu residu α-D-
galaktosa yang terikat dengan rantai utama dengan ikatan (1-6) (Nisa cit Candra,
2010)
Menurut penelitian yang dilakukan Tarigan (2012) Galaktomanan
memiliki dua jenis unit manomer gula, yaitu galaktosa dan mannosa dengan
presentase 1:1, 331. Galaktomanan dari kolang-kaling diperoleh sebesar 4,58 %
melalui proses ekstraksi dengan pelarut etanol.galaktomanan dengan kandungan
7

galaktosa yang besar umumnya mudah larut dalam air dan kecenderungan
membentuk gel sangat rendah dibandingkan galaktomanan denga rasio galaktosa
yang rendah. Kelarutan yang sangat tinggi tersebut disebabkan oleh banyaknya
rantai cabang sehingga rantai manosa menjadi sukar untuk berinteraksi secara
intermolekul. Kelebihan dari galaktomanan dibandingkan polisakarida adalah
kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi
yang rendah dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik dan
pemanasan. Viskositas galaktomanan sangat konstan sekali berkisar pH 1-10,5
yang disebabkan oleh karakter molekulnya yang bersifat netral.

2.2 Kayu Secang (Caesalpinia sappan, L.)


Secang (Caesalpinia sappan, L.) merupakan salah satu tanaman jenis
tanaman sumber tannin berupa tanaman perdu yang memanjat atau berupa pohon
kecil dan berduri banyak yang tingginya dapat mencapai 5-10 meter. Tanaman ini
biasanya tumbuh baik di daerah pegunungan yang tidak terlalu dingin (Heyne.
1987).
Kayu secang ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada
berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Tanaman
ini diperbanyak dengan biji dan tersebar di India, Malaysia dan Indonesia.
(Anonim, 2009). Kayu secang dapat dilihat pada Gambar 2a dan Gambar 2b.

Gambar 2a. Air Seduhan Secang Gambar 2b. Serutan Kayu Secang (Anonim,
2015)
8

Klasifikasi tanaman secang (Anonim, 2009) adalah sebagai berikut:


Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rosales
Suku : Leguminoseae
Marga : Caesalpinia
Jenis : Caesalpinia sappan, L.

Menurut Nugraheni (2014) kandungan kimia kayu secang adalah tannin


(asam tanat), asam galat, resin, resorsin, brazilin, brazilein, sapponin dan pigmen
(sappan merah). Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami
karena mengandung brazilin yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air
panas (Sanusi:1993 cit Farhana, Maulana, Kodir, 2015). Selain sebagai bahan
perwarna, brazilin kayu secang mempunyai aktifitas sebagai anti bakteri dan
bakteriostatik. Kayu secang berkhasiat sebagai obat mencret, batuk dan obat luka.
Selain itu, air seduhan secang digunakan sebagai obat radang mata, luka dalam,
peluruh haid, pencegahan pendarahan pada paru-paru dan wanita yang baru
melahirkan. Kayu secang juga banyak dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit
sipilis sebagai obat dalam maupun obat luar (Depertemen Kesehatan, 1989).

2.2.1 Brazilein
Nama senyawa yang mampu diisolasi dari kayu secang ( Caesalpinia
sappan,L. ) adalah brazilin. Senyawa brazilein merupakan pigmen yang berwarna
merah kecoklatan dan larut dalam air. Senyawa brazilein (C16H13O5) merupakan

hasil oksidasi dari brazilin (C16H13O4) yang berbentuk kristal berwarna kuning

sulfur. Brazilin dalam bentuk murni dapat dikristalkan, larut air, larutannya jernih
mendekati tak berwarna dan terasa manis. Asam tidak mempengaruhi larutan
brazilin tetapi alkali membuatnya bertambah merah. (Sanusi:1993 cit Farhana,
Maulana, Kodir, 2015)
Brazilein termasuk golongan flavonoid sebagai isoflavonoid. Senyawa
isoflavonoid merupakan golongan yang mempunyai kerangka C3-C6-C3. Brazilein

dalam tumbuhan umumnya terikat dengan gula membentuk glikosida, untuk


membebaskan gula dan aglikonnya maka perlu dihidrolisis dengan asam.
9

Flavonoid mempunyai gugus hidroksil atau sesuatu gula. Aglikon flavonoid


adalah polifenol yang mempunyai sifat kimia senyawa fenol (Brouillard, 1982).
Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan tetapi jika teroksidasi
akan menghasilkan senyawa brazilein yang berwarna merah kecoklatan dan dapat
larut dalam air. Brazilin akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar
matahari. Terjadinya warna merah ini disebabkan oleh terbentuknya brazilein
(Kim et al.,1997). Struktur kimia brazilin dan brazilein dapat Gambar 3 berikut :

Gambar 3. Struktur Kimia Brazilin (a) dan Brazilein (b) (Regina,et al.,2012).
Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kondisi pH, suhu dan pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta
metal. Kondisi kemasan atau pH larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna
pigmen brazilein. Pada pH 2-5 pigmen brazilein berwarna kuning sedangkan pada
pH 6-7 berwarna merah dan pH 8 keatas berwarna merah keunguan (Adawiyah
dan Indriati, 2003). Menurut Maharani (2003), suhu dan pemanasan, sinar
ultraviolet, adanya oksidator dan reduktor serta penambahan metal mempengaruhi
stabilitas dan mengakibatkan terjadinya degradasi pada pigmen brazilein. Sifat
fisika dan kimia brazilin dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Sifat Fisika dan Kimia Brazilin
Parameter sifat fisik dan kimia Karakteristik
Kelarutan Sedikit larut dalam air dingin
Mudah larut dalam air panas
Larutan dalam alkohol dan eter
Larut dalam alkali hidroksi
Titik leleh 150ºC
Rapat optic(α) +_122ºC
Suhu paruraian >130ºC
Bau Aromatik
pH 4.5 - 5.5
Warna Kuning merah
Sumber: Godwin (1976) di dalam Puspaningrum (2003)
10

2.2.2 Antioksidan
Secara istilah kimia menyebutkan bahwa antioksidan merupakan senyawa
pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan yang memiliki berat molekul
kecil tapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan
mencegah terbentuknya radikal (Winarsi, 2007). Antioksidan adalah zat yang
dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak
berpasangan mendapat pasangan elektron. Penggunaan senyawa antioksidan
semakin berkembang, baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring
dengan bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas. Stres oksidatif
merupakan keadaan yang tidak seimbang antara jumlah molekul radikal bebas dan
antioksidan di dalam tubuh. Senyawa antioksidan merupakan suatu inhibitor yang
digunakan untuk menghambat autooksidasi. Efek antioksidan senyawa fenolik
dikarenakan sifat oksidasi yang berperan dalam menetralisasi radikal bebas.
Kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) merupakan sumber antioksidan
alami, kandungan kimia terpenting yang ada pada kayu secang adalah tannin,
asam galat, resin, resorsin pigmen brazilin dan brazilein serta sapponin. Menurut
(Paul dan Flawkoski, 2008) Pigmen brazilein yang berasal dari kayu secang
memiliki sifat antioksidan, anti kanker, inflamotori dan anti diabetes.
Bagian terdalam kayu secang (heartwood) mengandung warna merah
disebut Sappanin. Ekstrak zat warna yang diperoleh merupakan 20% dari berat
bagian dalam kayu kering. Hasil uji fitokimia menunjukkan batang bagian luar
dan bagian dalam mengandung alkaloid, flavonoid, triterpen, brazilin, tannin, dan
glikosida. Terdapatnya kandungan flavonoid dan senyawa fenolat lainnya pada
kayu secang, mengidentifikasi secang berpotensi sebagai antioksidan.(Miksusanti
et al., 2012 )

2.3 Selai
Selai adalah bahan pangan setengah padat yang dibuat tidak kurang dari
45 bagian berat zat penyusun sari buah dengan 55 bagian berat gula. Campuran ini
dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65%
(Desrosier, 2008). Standar Nasional Indonesia (2008) tentang selai buah
mendefenisikan selai sebagai produk makanan semi basah yang dapat dioleskan
yang dapat dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula dengan atau tanpa
11

penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Muchtadi dan Sugiyono (2013) di dalam bukunya menyebutkan bahwa selai
umumnya dibuat dari daging atau sari buah yang diproses menyerupai gel dan
mengandung gula, asam dan pektin. Sifat daya tahan dari selai ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya :
a. Kandungan gula yang tinggi, biasanya 65-75% bahan terlarut,
b. Keasaman tingggi, pH sekitar 3.1- 3,5
c. Nilai aw sekitar 0.75-0.83,
d. Suhu tinggi sewaktu pemanasan atau pemasakan (105ºC-106ºC), kecuali

pada evaporasi dan pengendapan dengan suhu rendah, dan


e. Tekanan gas oksigen yang rendah selama penyimpanan, misalnya pada
pengisian panas ke dalam wadah yang kedap udara.

2.3.1 Bahan Baku Pembuatan Selai


Bahan baku pembuatan selai adalah buah-buahan. Buah yang digunakan
adalah buah yang telah matang, tidak memiliki tanda-tanda kerusakan serta
memiliki rasa sedikit asam. Buah-buahan yang biasa digunakan dalam pembuatan
selai seperti sarikaya, nenas, stroberi, mangga, dan lain-lain. Beberapa bahan
tambahan lain juga digunakan dalam pembutan selai yang berfungsi untuk
mendapatkan selai yang berkualitas.

2.3.2 Bahan Pendukung pembuatan Selai


Bahan pendukung ditambahkan agar didapatkan selai dengan kualitas yang
dikehendaki. Bahan pendukung yang biasa digunakan dalam pembuatan selai,
yaitu :
2.3.2.1 Gula
Gula berfungsi sebagai bahan pengawet alami pada produk pangan. Selain
itu, pada selai gula ditambahkan untuk memperoleh tekstur, penampakan dan
flavor yang ideal. Sebagai bahan pengawet alami, apabila penambahan gula ke
dalam bahan pangan cukup tinggi (minimal 40% padatan terlarut) sebagian dari
air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
aktivitas air (aW) dari bahan pangan berkurang (Buckle et al., 1985).
12

Penggunaan gula harus seimbang karena bila gula yang digunakan terlalu
banyak maka selai akan mengkristal namun jika gula terlalu sedikit selai akan
menjadi sirup. Gula dapat mengakibatkan penurunan kadar air pada selai. Hal ini
terjadi karena gula akan mengikat air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga
(aW) akan menurun dan tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Komposisi
kimia yang terdapat pada gula putih dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Komposisi Kimia Gula Putih dalam 100 g bahan
Komponen Jumlah
Kalori (kkal) 364
Karbohidrat (g) 94
Kalsium (mg) 5
Fosfor (mg) 1
Air (g) 5.4
Besi (mg) 0,1
Bagian yang dapat dimakan (%) 100
Sumber: Persatuan Ahli Gizi Indonesia (1989)

2.3.2.2 Asam Sitrat


Asam sitrat (citric acid) merupakan senyawa asam organik yang
mempunyai rumus kimia C6H8O7 memiliki bentuk serbuk putih, mudah larut

dalam air, tidak berbau, dan rasanya sangat asam. Asam ini digunakan untuk
memperbaiki tekstur, menurunkan pH dan mengurangi rasa manis pada produk
pangan seperti dalam pembuatan jelly, sirup dan selai. Kerja asam sebagai bahan
pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroba seperti
bakteri, kapang dan khamir yang tumbuh pada bahan makanan. Penambahan asam
berarti menurunkan pH disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen dan
dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya dalam pertumbuhan
mikroba (Rusmarilin, 1985).

2.3.3 Proses Pembuatan Selai


Pembuatan selai dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengaruh
panas dan gula pada pemasakan serta keseimbangan proporsi gula, pektin dan
asam (Suryani et al., 2004)
13

2.3.3.1 Persiapan Bahan Baku


Tahap persiapan bahan baku meliputi persiapan buah, pengupasan,
pencuciaan, dan penghancuran buah. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan
kotoran yang menempel, residu fungisida atau insektisida sehingga diperoleh
penampakan yang baik, pencucian dapat dilakukan menggunakan sikat (Buckle et
al., 1985).
Kegiatan persiapan bahan penelitian ini meliputi sortasi buah kolang-
kaling, pencucian dan penghancuran buah. Buah yang dipakai harus memiliki
kriteria yang sudah ditentukan yaitu buah kolang-kaling tidak boleh berlendir dan
ekstrak kayu secang yang bersih dari ampas kulit kayu nya.

2.3.3.2 Pemasakan
Tahap pemasakan merupakan tahap yang paling penting dalam
pengolahan. Pemasakan bertujuan membuat campuran gula dan bubur buah
menjadi homogen dan menghilangkan air yang berlebihan sehingga selai yang
dihasilkan menjadi pekat. Disamping itu, pemasakan juga bertujuan memperoleh
sari buah optimum untuk menghasilkan cita rasa yang baik untuk memperoleh
struktur gel (Fachrudin, 1997).
Pemasakan memerlukan kontrol yang baik karena pemasakan yang
berlebihan menyebabkan selai keras dan kental, sedangkan suhu yang terlalu
rendah akan menghasikan selai yang encer dan bau yang relatif rendah. Suhu
pemasakan yang digunakan yaitu 40ºC-50ºC, pada suhu ini pektin dapat

membentuk gel dengan asam dan gula (Desrosier, 1988).


Pada tahap pemasakan harus dilakukan pengadukan agar campuran bubur
buah dan komponen penambahan selai (gula, asam dan agar-agar) menjadi
homogen. Pengadukan juga bertujuan untuk memperoleh stuktur gel yang baik,
namun pada saat pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan
gelembung-gelembung yang dapat merusak tekstur dan penampakan akhir.
Pemasakan harus dilakukan dalam waktu yang singkat untuk mencegah hilangnya
aroma dan warna (Facrudin, 1997).
14

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi dan


Rekayasa, Proses Hasil Pertanian, Laboratorium Kimia, Biokoimia Hasil
Pertanian dan Gizi Pangan serta Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi dan
Laboratorium Instrumentasi, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Andalas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Mei 2017 hingga Juli 2017.

3.2 Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolang-kaling diperoleh


dari Pasar Bandar Buat dan Pasar Raya Padang, Kolang-kaling dipilih yang masih
bagus dan tidak memiliki lendir, kayu secang diperoleh dari hutan, ladang di Kota
Sawahlunto, gula yang digunakan yaitu gula sukrosa (gula tebu), dan asam sitrat.
Bahan Kimia yang akan digunakan dalam analisis berupa : akuades,
larutan Luff Schrool, H2SO4 6N, larutan Na2S2O3 0,1N, indikator amilum 1 ml,
HCl 25%, NaOH 30%, NaOH 1N, asam asetat 1%, H2SO4 25%, NaOH 1N,CaCl2
1N, AgNO3, KMnO4 0,01 N, Media PCA, coloni counter, garam fisiologis, buffer
sitrat-posfat, metanol, larutan ADS dan indikator metil merah.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan selai lembaran meliputi :
kertas saring, blender, loyang, timbangan, sendok stainless steel, pisau stainless
steel, baskom, panci, pengaduk dari kayu, kompor, hot plate, kuali, cawan
aluminium, timbangan analitik, labu ukur, pendingin balik, erlemeyer, oven, pipet,
corong, buret, cawan petri, pipet tetes, pH meter, cawan petri, dan sebagainya.

3.3 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap


(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil pengamatan dari masing-
15

masing parameter dianalisa statistik dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji
Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah jumlah ekstrak kayu secang yang
ditambahkan dalam pembuatan selai kolang-kaling. Ekstrak kayu secang yang
ditambahkan, yaitu sebagai berikut :
A = penambahan ekstrak kayu secang 5,6%
B = penambahan ekstrak kayu secang 7,4%
C = penambahan ekstrak kayu secang 9,1%
D = penambahan ekstrak kayu secang 10,7%
Model matematika dari rancangan yang digunakan adalah :
Yij = + Pi + ij

Keterangan :
Yi = Hasil pengamatan dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke-i
yang terletak pada ulangan ke-j
= Rata-rata populasi

Pi = Pengaruh penambahan ekstrak kayu secang terhadap selai kolang-kaling


pada taraf ke-i (i = A, B, C, D)
ij = Galat percobaan pada taraf ke-i dari tingkat penambahan ekstrak kayu

secang terhadap selai yang dihasilkan pada ulangan ke-j


I = Jumlah penambahan ekstrak kayu secang terhadap selai kolang-kaling (i=
A, B, C, D)
J = Banyak ulangan (j = 1, 2, 3, 4)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penentuan Formulasi


Formulasi yang digunakan pada pembuatan selai ini berdasarkan pada
formulasi pra penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Formulasi yang
digunakan dalam pembuatan selai dapat dilihat pada Tabel 4.
16

Tabel 4. Formulasi Pembuatan Selai Kolang-kaling dengan Penambahan Ekstrak


Kayu Secang ( Caesalpinia sappan, L).

Komponen Perlakuan
A B C D
Bubur kolang-kaling (g) 45 45 45 45
Ekstrak kayu secang % 5,6 7,4 9,1 10,7
Gula Pasir (g) 55 55 55 55
Asam sitrat (g) 0,2 0,2 0,2 0,2
Sumber: Desrosier (1988) yang dimodifikasi
Keterangan: Persentase penambahan ekstrak kayu secang diambil dari berat total bahan, jumlah
total bahan adalah 100.2 g.

3.4.2 Pembuatan Bubur Kolang-kaling (Suryani.,et al.,2004 )


1. Kolang-kaling dicuci menggunakan air yang bersih untuk menghilangkan
lendirnya dan disaring untuk mengurangi airnya.
2. Kolang-kaling yang telah dibersihkan lalu diblender dengan penambahan
air yaitu kolang-kaling : air (1: 5 b/v)
3. Kolang-kaling yang telah diblender ditimbang sebanyak perlakuan (A,B,C
dan D).

3.4.3 Pembuatan Ekstrak Pewarna Kayu Secang (pra penelitian)


1. Kayu secang ditimbang 6 g, 8 g, 10 g dan 12 g untuk tiap perlakuan (A,
B, C, dan D) dan Kayu secang didihkan pada 100 ml air pada setiap
perlakuan.
2. Diambil 10 ml ekstrak kayu secang masing-masing perlakuan.
3. Diperoleh tiap perlakuan ekstrak kayu secang A= 5,6%, B= 7,4%,
C=9,1% dan D=10,7%

3.4.4 Proses Pembuatan Selai (Marisa, 2015 yang dimodifikasi)


1. Bubur kolang-kaling ditimbang sebanyak 45 g.
2. Bubur kolang-kaling dimasukkan dalam wadah untuk dipanaskan dan
diaduk sampai homogen.
3. Gula pasir dan asam sitrat ditambahkan berturut-turut sebanyak 55 g dan
0,2 g dalam setiap perlakuan
4. Campuran dimasak sampai suhu 50ºC.
17

5. Ekstrak kayu secang dimasukkan ke dalam campuran bahan pada suhu 50º

sesuai perlakuan yang diberikan.


6. Pemasakan dilanjutkan sampai 10-20 menit. Selama pemasakan,
pengadukan dilakukan secara kontiniu. Pengadukan tidak boleh terlalu
cepat karena akan menimbukan gelembung yang dapat merusak tektur dan
penampakan akhir selai.
7. Dilakukan spoon test untuk melihat terbentuknya selai. Spoon test
dilakukan dengan cara mengambil sedikit adonan dengan ujung sendok
dimiringkan, jika tidak langsung jatuh proses pemasakan dapat dihentikan.
8. Selai dikemas dalam kemasan jar yang sudah disterilisasi terlebih dahulu.

3.5 Pengamatan

( i ). Pengamatan Bahan Baku


Pengamatan yang dilakukan terhadap bubur kolang-kaling, yaitu kadar air,
kadar abu, serat kasar, dan nilai pH.

( ii ). Pengamatan Ekstrak Kayu Secang


Pengamatan yang dilakukan pada ekstrak kayu secang, yaitu aktivitas
antioksidan, total fenol, dan nilai pH.

( iii ). Pengamatan Selai


Pengamatan yang dilakukan terhadap selai yaitu uji organoleptik (aroma,
warna, rasa, dan tekstur), kadar air, kadar pH, kadar abu, kadar serat makanan,
angka lempeng total, kadar gula total, nilai pH, aktifitas antioksidan, dan uji
warna.

3.6 Metode Analisis

3.6.1 Uji Organoleptik (Setyaningsih,Apriyanto dan Sari, 2010)


Uji organoleptik merupakan cara pengujian terhadap sifat karakteristik bahan
pangan dengan menggunakan indera manusia. Jenis uji yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji hedonik untuk mengukur atau mengetahui tingkat
18

perbedaan antar sampel yang disajikan. Skala hedonik yang digunakan


mempunyai rentang dari tidak suka (skala numerik= 1) sampai dengan sangat
suka (skala numerik=5). Pada penelitian ini dilakukan uji hedonik dengan jumlah
panelis 20 orang. Metode yang digunakan adalah uji hedonik yang meliputi
warna, aroma, rasa dan teksture terhadap selai kolang-kaling. Langkah-langkah uji
organoleptik dalam penelitian :
1. Persiapan ruangan dan sampel yang diujkan menggunakan roti tawar.
2. Formulir uji organoleptik disediakan, di dalamnya telah tercantum angka-
angka pengujian skala.
3. Panelis dipersiapkan masuk dan diberikan formulir uji hedonik yang telah
disediakan.
4. Panelis dipersilahkan untuk menguji sampel yang telah dipersiapkan.
Cara Analisis uji Hedonik :
1. Hasil Uji Hedonik ditabulasi dalam suatu tabel, untuk kemudian dilakukan
analisis dengan ANOVA (Analysis of variance) dan uji lanjut dengan
Duncan’s Multiple Test untuk masing- masing perlakuan.
2. Analisis dilakukan dengan software SPSS.

3.6.2 Analisis kimia

3.6.2.1 Kadar Air Metode Gravimetri (Yenrina, Yuliana dan Rasymida,2011)

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 10 menit


kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang
(untuk cawan porselen dikeringkan selama 20 menit) (A gram). Timbang 5 gram
sampel dalam cawan tersebut,sampel disebarkan merata (W1 gram). Tempatkan
cawan beserta isi dan tutupnya didalam oven selama 6 jam, hindarkan kontak
antara cawan dengan dinding oven. Angkat cawan beserta isi dan dinginkan dalam
desikator kemudian timbang (W2 gram). Keringkan kembali dalam oven sampai
diperoleh bobot tetap.
Perhitungan : Kadar Air (% Wet Basisi) = x 100%
19

3.6.2.2 Kadar Abu Metode Gravimetri (Yenrina,Yuliana dan


Rasymida,2011)

Cawan pengabuan disiapkan kemudian dikeringkan dalam tanur selama 15


menit,didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel
ditimbang dalam cawan tersebut,untuk sampel cairan diuapkan terlebih dahulu
diatas penangas air sampai kering. Dibakar diatas hot plate sampai tidak berasap.
Kemudian diletakan dalam tanur pengabuan, dibakar sampai didapat abu
berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetep. Pengabuan dilakukan dalam 2
tahap, pertama pada suhu sekitar 400ºC dan ke dua pada suhu 550ºC. Didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang.

Kadar abu(%)= x100%

3.6.2.3 Serat Kasar Metode Gravimetri (Yenrina et al., 2011)


Sebanyak 1 gram sampel dimasukan kedalam labu erlenmyer 300 mL
kemudian ditambahkan H2SO4 0,3 N dibawah pendingin balik dan dididihkan

selama 30 menit sambil diaduk perlahan. Suspensi disaring dengan kertas saring
dan residu yang didapat dicuci dengan air mendidih hingga tidak bersifat asam
lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan kedalam erlenmyer
sedangkan yang tertinggal dikertas saring dicuci kembali dengan 200 mL NaOH
mendidih sampai semua residu masuk kedalam erlenmyer. Sampel dididihkan
kembali selama 30 menit dan disaring sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%.

Residu dicuci dengan 15 mL alkohol 95% kemudian kertas saring dikeringkan


pad suhu 110ºC sampai berat konstan, lalu ditimbang.

Serat kasar (%) = x 100%

3.6.2.4 Kadar Gula Total Metode Spektrofotometri (Torio et al., 2006)


Sebanyak 0,005 gram sampel dilarutkan dalam 100 mL air destilat.
Kemudian 1 mL dari 5% larutan fenol ditambahkan ke dalam 1 mL larutan
sampel pada test tube yang telah dicuci dengan asam. Sebanyak 5 mL konsentrat
H2SO4 (reagen dengan kemurnian 98.5% dengan spesific gravity 1.84)

ditambahkan langsung dan cepat kedalam test tube. Larutan didiamkan selama 10
20

menit dan diaduk. Absorbansi larutan diukur pada simbol λ490 nm menggunakan
spektrofotometer. Larutan standar sebanyak 0.01-0.60 mg/mL disiapakan dari 10
mg/mL dtock larutan galaktosa.

3.6.2.5 Nilai pH (Yenrina et al., 2011)


Suhu sampel diukur. Pengatur suhu pH-meter diatur pada suhu terukur.
pH-meter dinyalakan dan dibiarkan sampai setabil (15-30 menit). Elektroda
dibelas dengan alikuot sampel atau akuades (jika menggunakan akuades,
elektroda dikeringkan dengan kertas tisu). Elektroda dicelupkan dalam larutan
sampel, pengukur pH diatur. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai
diperoleh pembacaan yang setabil. pH sampel dicatat.

3.6.2.6 Aktivitas Antioksidan Metode Spektrofotometri (Shimada, Fujikawa,


Yahara dan Nakamura, 1992)

Sari sampel sebanyak 2 mL dicampur denagn 2 mL larutan metanol yang


mengandung 50 ppm DPPH. Campuran kemudian diaduk dan didiamkan selama
30 menit di ruang gelap. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer dengan pembacaan absorbansi
Λ517 nm. Blanko yang digunakan,yakni metanol.

DPPH scavenging activy = x 100%

3.6.2.7 Total Fenol Metode Spekrofotometri (Arnous, Dimitris dan


Panagiotis, 2001)

Sebanyak 790 L air destilat dan 10 L sampel dilarutkan dalam tabungan

reaksi kemudian 50 L reagen Folin & Ciocalteu ditambahkan dan di-vortex.

Setelah 1 menit, 150 larutan sodium karbonat 20% ditambahkan lalu di-vortex

dan didiamkan pada suhu ruang selama 120 menit dalam kondisi gelap.
Absorbansi dibaca pada nm dan konsentrasi total polifenol dikalkulasikan

dari kurva kalibrasi dengan asam galat sebagai standar. Hasil dinyatakan sebagai
mg.L˜¹ gallic acid equivalents (GAE).
21

3.4.3.1 Total Padatan Terlarut (SNI 3746:2008)

Contoh ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram ke dalam Labu ukur 5 mL


dan ditambahkan akuades hingga tanda tera dan dihomogenkan. Permukaan
prisma dibersihkan dengan akuades dan dikeringkan. Akuades diteteskan pada
prisma refraktometer untuk menentukan titik nol atau digunakan sebagai koreksi.
Kemudian batas terang dan gelap pada refraktometer diamati untuk mengetahui
apakah refraktometer yang digunakan masih berfungsi dengan baik. Kemudian
larutan sampel diambil dan diteteskan pada prisma refraktometer yang telah
dibersihkan kembali sehingga seluruh bagian prisma tertutupi oleh sampel. Nilai
total padatan terlarut sampel diketahui dengan melihat angka yang terdapat pada
batas terang dan batas gelap refraktometer. Nilai total padatan terlarut sampel
dihitung menggunakan persamaan :
Total padatan terlarut (% )= (A x FP ) x 100%
Keterangan:
A = nilai yang ditunjukkan pada refraktometer (ºBrix)
FP = faktor pengenceran

3.6.3 Analisis Fisik


3.6.3.1 Derajat Warna dengan Chromameter CR-310 Minolta (Modifikasi
Hutchings, 1999)

Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel didalam wadah sampel


berukuran seragam dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada skala nilai L,
a, dan b. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai
nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif)
dari 0-100 untuk warna merah dan –a (negatif) dari 0 – (-80) untuk warna hijau.
Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b
(positif) dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 – (-70) untuk warna
biru.
22

3.6.4Analisis Mikrobiologi
3.6.4.1 Uji Lempeng Total (SNI 01-3746-2008)
Penentuan jumlah total mikroba pada lempeng total menggunakan media
PCA (Plate Count Agar) 39 gram dan 1 liter akuades dengan metode tuang dan
total kolini dihitung dengan SPC (Standar Plate Count). Sterilisasi media dan
bahan lain pada suhu 121°C selama 15 menit menggunakan autoclave. Lalu
lakukan pengenceran sampai pengenceran 10-3. Dipipet sebanyak 1 ml sampel
yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril, kemudian tambahkan 15 ml
media PCA cair steril. Lalu goyangkan cawan petri agar contoh dan pembenihan
tercampur merata kemudian semua cawan petri dibalikkan saat di inkubasi pada
suhu 37ºC selama 48 jam kemudian perhitungan mikroba yang tumbuh dengan

coloni counter.
23
24
23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Bahan Baku

Analisis bahan baku dilakukan terhadap bubur kolang-kaling dan ekstrak


kayu secang. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku, meliputi kadar air,
kadar abu, kadar serat kasar, nilai pH, total fenol dan aktivitas antioksidan. Hasil
analisis bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Bubur Kolang-kaling dan Ekstrak Kayu Secang


Analisis Bubur Kolang-kaling Ekstrak Kayu Secang
(Rata-rata ± Standar (Rata-rata ± Standar
Deviasi) Deviasi)
Kadar air (%) 96,74 ± 0,11 -
Kadar abu (%) 0,11 ± 0,04 -
Serat kasar (%) 1,31± 0,04
pH 4,56 ± 0,04 7,18 ± 1,22
Total fenol (g GAE/100g) - 26,53 ± 0,66
Aktivitas antioksidan (ppm) - 39,99 ± 1,39
Keterangan: (-) tidak dilakukan uji

Didapatkan bubur kolang-kaling yang berwarna putih tidak berbeda jauh


dengan warna kolang-kaling utuh. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7
diketahui bahwa bubur kolang-kaling memiliki kadar air sebesar 96,74%. Hasil ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar air kolang-kaling yang diperoleh
Torio et al. (2006) dalam penelitiannya, yaitu 92,09%. Kadar air kolang-kaling
penting untuk diamati karena keberadaan air dalam bahan pangan akan
mempengaruhi kesegaran, stabilitas dan keawetan bahan pangan, sebagai pelarut
universal, berperan dalam reaksi-reaksi kimia, dan lain sebagainya (Kusnandar,
2010).
Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk yang dipengaruhi oleh
unsur-unsur mineral yang terkandung di dalam bahan pangan tersebut (Winarno,
2004). Berdasarkan Tabel 7 kadar abu bubur kolang-kaling yaitu 0,11%, hasil
analisis kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dari hasil
penelitian Torio et al. (2006) menyatakan bahwa kadar abu kolang-kaling yaitu
0,29%.
24

Kandungan serat kasar yang diperoleh pada analisis bubur kolang-kaling


yaitu 1,31% . Serat kasar adalah kelompok serat yang tergolong ke dalam serat
makanan. Serat makanan merupakan kelompok polisakarida yang tidak dapat
dicerna yang terdapat di dalam bahan pangan. Serat kasar yaitu residu dari bahan
pangan yang telah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih (Kusnandar,
2010).
Nilai pH yang diperoleh pada analisis bahan baku bubur kolang-kaling
4,56 dan ekstrak kayu secang memiliki pH 7,18. penambahan asam sitrat
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, karena tujuan penambahan asam sitrat dalam
pembuatan selai adalah untuk menurunkan pH agar tercapai pH yaitu 3,2-3,4.
Menurut Muchtadi (1997), pada rentang pH 3,2–3,4 akan tercapai kondisi
optimum pembentuk gel dari selai. Pada pembuatan selai pH berpengaruh
terhadap pembentukan gel. Hal ini disebabkan apabila pH terlalu tinggi maka
akan menyebabkan kekakuan gel, sedangkan apabila pH terlalu rendah akan
terjadi sinersis (Fachruddin, 1997).
Berdasarkan hasil analisis bahan baku ekstrak kayu secang, aktivitas
antioksidan yang didapatkan yaitu 39,99 mg/L dan total fenol yaitu 26,53 mg
GAE/100 g. Pada penelitian Nur I, Tamrin., Zakir M.M, (2016) menyatakan
bahwa aktivitas antioksidan pada sirup secang yaitu 7,91 mg/L. Menurut Alfionus
(2015) menyatakan bahwa total fenolik pada minuman serbuk secang berkisaran
25,8-43,5 mg GAE/100 g. Perbedaan jumlah aktivitas antioksidan dan total fenol
yang diperoleh dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti waktu perebusan,
suhu, varietas kayu secang, pelarut yang digunakan serta metode ekstraksi.

4.2 Uji Organoleptik Selai Kolang-kaling dengan Penambahan Ekstrak Kayu


Secang

Uji organoleptik dibutuhkan untuk menentukan tingkat kesukaan terhadap


selai yang dihasilkan. Uji organoleptik juga dapat dijadikan salah satu faktor B
dalam menentukan kualitas dan keamanan dari produk yang dihasilkan, karena
pada uji organoleptik langsung melibatkan manusia sebagai alat analisis. Uji
organoleptik pada selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
meliputi pengamatan terhadap rasa, warna, aroma, dan tekstur yang dilakukan
oleh 20 orang panelis semi terlatih.
25

Uji organoleptik yang dilakukan menggunakan uji hedonik dengan skala


hedonik 1 sampai 5 yaitu: 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = biasa, 2 = tidak suka,dan
1 = sangat tidak suka. Panelis memberikan penilaian berupa angka-angka dari
skala hedonik tersebut. Hasil dari nilai tertinggi dinyatakan sebagai produk yang
paling disukai oleh panelis dan sebagai produk terbaik.

4.2.1 Warna

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada


beberapa faktor diantaranya warna, aroma, citarasa dan tekstur. Warna merupakan
salah satu atribut yang sangat penting dalam memberikan penilaian terhadap suatu
bahan dan produk pangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan
dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata (Winarno, 2004).
Nilai rata-rata organoleptik warna selai yang didapatkan yaitu antara 3,45 – 3,75.
Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rata-rata Organoleptik Warna Selai Kolang-Kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Rata-rata nilai warna
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 3,45
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 3,50
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 3,60
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 3,75
KK = 9,46 %
Keterangan : 5= sangat suka, 4 = suka, 3 = biasa, 2 = tidak suka 1 = sangat tidak suka.
Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.

Berdasarkan hasil analisis organoleptik dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa


penambahan ekstrak kayu secang memberikan pengaruh tidak nyata secara
statistik terhadap selai kolang-kaling yang dihasilkan. Hasil rata-rata nilai
organoleptik warna selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang
berkisar antara 3,45-3,75. Produk B (penambahan ekstrak kayu secang 7,4%)
mempunyai rata-rata nilai penerimaan warna yang tertinggi yaitu 3,75 sedangkan
rata-rata nilai penerimaan warna terendah adalah produk C (penambahan ekstrak
kayu secang 9,1%) yaitu 3,45. Selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak
kayu secang ini menghasilkan warna selai yang kuning. Hal ini disebabkan karena
26

peningkatan jumlah ekstrak kayu secang yang ditambahkan. Semakin banyak


ekstrak kayu secang yang ditambahkan maka warna selai akan semakin kuning.
Warna merupakan sifat yang akan meninggalkan kesan pertama terhadap produk
yang dihasilkan. Oleh karena itu, produk dengan warna yang menarik akan
memberikan kesan pertama yang baik kepada panelis. Warna kuning pada selai
dihasilkan karena adanya kandungan pigmen brazilin pada ekstrak kayu secang
yang berubah dengan penambahan asam sitrat sehingga warna merah berubah
menjadi kuning. Sebelum ditambahkan ekstrak kayu secang warna selai kolang-
kaling kurang menarik yaitu warna putih pudar kecoklatan. Brazilin pada kayu
secang dapat dijadikan bahan pewarna alami pada produk pangan.

4.2.2 Aroma

Rentang nilai rata-rata organoleptik aroma selai kolang kaling dengan


penambahan ekstrak kayu secang tidak jauh berbeda pada perlakuan A hingga
perlakuan D yaitu antara 3,3- 3,6 yang artinya aroma selai dinilai biasa oleh
panelis. Hasil dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rata-rata Organoleptik Aroma Selai Kolang-Kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Rata-rata nilai Aroma
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 3,30
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 3,45
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 3,55
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 3,60
KK = 8,49 %
Keterangan : 5= sangat suka, 4 = suka, 3 = biasa, 2 = tidak suka 1 = sangat tidak suka.

Penambahan ekstrak kayu secang memberikan pengaruh yang tidak nyata


secara statistik (α=5%) terhadap aroma selai kolang-kaling yang dihasilkan. Nilai
rata-rata aroma selai kolang-kaling tertinggi terdapat pada produk A yaitu 3,60.
Sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada produk B yaitu 3,3. Selai kolang-
kaling yang dihasilkan memiliki sedikit aroma langu khas kolang-kaling dan
aroma manis dari gula yang ditambahkan. Kayu secang sendiri tidak memiliki
aroma yang khas sehingga penambahan ekstrak kayu secang tidak mampu
27

memberikan aroma pada selai namun dapat mengurangi aroma manis dari selai
kolang-kaling yang dihasilkan.
Aroma merupakan bagian dari flavour yang muncul akibat adanya
persepsi olfaktori yang disebabkan oleh substansi volatil yang dikeluarkan suatu
bahan (Molnár, 2009). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diduga bahwa
kurangnya aroma khas dari selai kolang-kaling yang dihasilkan dapat dikarenakan
kolang-kaling maupun kayu secang tidak memiliki komponen volatil didalamnya
yang dapat memicu munculnya aroma. Secara keseluruhan nilai organoleptik
aroma selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang masih dapat
diterima oleh indera penciuman panelis.

4.2.3.Tekstur

Nilai rata-rata organoleptik tekstur selai adalah antara 3,45 – 3,8 yang
artinya rata-rata panelis menilai tekstur selai biasa hingga suka. Analisis sidik
ragam menunjukan bahwa penambahan ekstrak kayu secang memberikan
pengaruh tidak berbeda nyata secara statistik (α=5%) terhadap tekstur selai
kolang-kaling. Hasil dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Rata-rata Organoleptik Tekstur Selai Kolang-Kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Rata-rata nilai Tekstur
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 3,45
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 3,60
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 3,60
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 3,80
KK = 9,98 %
Keterangan : 5= sangat suka, 4 = suka, 3 = biasa, 2 = tidak suka 1 = sangat tidak suka.

Berdasarkan hasil analisis data uji organoleptik terhadap tekstur selai


kolang-kaling diperoleh nilai rata-rata antara 3,80-3,45. Skor tertinggi terdapat
pada perlakuan A dengan penambahan 5,6% ekstrak kayu secang dan nilai
terendah terdapat pada perlakuan D dengan penambahan 10,7% ekstrak kayu
secang.
Pengaruh penambahan ekstrak kayu secang menghasilkan selai dengan
tekstur yang berbeda-beda. Selai dengan tingkat penambahan yang terendah
28

memiliki tekstur yang sedikit lebih padat jika dibandingkan dengan selai dengan
tingkat penambahan ekstrak kayu secang yang tertinggi. Selai yang dihasilkan
diharapkan memiliki tekstur yang semi padat, mudah dioleskan pada roti dan rata
saat dioleskan. Selain rasa, aroma dan warna, tekstur juga merupakan salah satu
parameter mutu yang berperan untuk menentukan karakteristik selai. Menurut
Winarno (2004), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa
yang ditimbulkan oleh suatu bahan tersebut. Perubahan tekstur dan viskositas
bahan dapat mengubah rasa dan bau yang ditimbulkan karena mempengaruhi
kecepatan timbulnya rangsangan.

4.2.4 Rasa

Nilai rata-rata organoleptik rasa selai kolang-kaling dengan penambahan


ekstrak kayu secang yang didapatkan yaitu antara 3,65– 3,8. Hasil tersebut dapat
dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Rata-rata Organoleptik Rasa Selai Kolang-Kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Rata-rata nilai Rasa
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 3,65
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 3,70
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 3,80
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 3,80
KK = 9,98 %
Keterangan : 5= sangat suka, 4 = suka, 3 = biasa, 2 = tidak suka 1 = sangat tidak suka.

Berdasarkan hasil analisis uji organoleptik rasa pada selai kolang-kaling


dengan penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa nilai
rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa selai yaitu berkisar antara 3,80- 3,65.
Produk B dan C (penambahan ekstrak kayu secang 7,4% dan 9,1%) mempunyai
rata-rata nilai penerimaan rasa yang tertinggi yaitu 3,80 sedangkan rata-rata nilai
penerimaan rasa terendah adalah produk D (penambahan ekstrak kayu secang
10,7%) yaitu 3,65.
Hasil analisis statistik uji organoleptik rasa menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak kayu secang memberikan pengaruh tidak nyata terhadap rasa
selai yang dihasilkan. Rasa selai kolang-kaling yang dihasilkan pada penelitian ini
29

adalah rasa asam manis khas selai. Rasa atau flavour merupakan salah satu
penilaian terhadap produk pangan yang harus dikombinasikan dengan indera
lainnya yaitu cicip, bau, perabaan dan rasa yang dapat dirasakan dalam bahan
pangan adalah yang memberi kesan manis, pahit, asam dan asin (Soekarto, 1981).
Penentuan produk yang paling disukai panelis secara keseluruhan dapat
diketahui melalui radar uji organoleptik. Grafik radar uji organoleptik seperti yang
terlihat pada Gambar 4. merangkum keseluruhan nilai rata-rata organoleptik agar
dapat terlihat lebih jelas produk yang paling disukai panelis dari berbagai aspek
pengujian.

Gambar 4. Grafik Radar Uji Organoleptik Selai Kolang-kaling

Berdasarkan grafik radar uji organoleptik tersebut diketahui bahwa selai


kolang-kaling dengan perlakuan A merupakan produk yang dominan disukai oleh
panelis. Penentuan produk dengan perlakuan terbaik ini dilakukan dengan
membandingkan keempat aspek pengamatan, yaitu warna, aroma, tekstur dan rasa
selai kolang-kaling yang dihasilkan. Perlakuan A merupakan produk terbaik
dengan nilai rata-rata warna 3,6 aroma 3,6 tekstur 3,8 dan rasa 3,7.
30

4.3 Analisis Kimia Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan Ekstrak Kayu


Secang

4.3.1 Analisis Kadar Air

Hasil analisis kadar air selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak


kayu secang yaitu antara 22,12- 29,25%. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel
12.

Tabel 12. Nilai Rata-rata Kadar Air Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Kadar Air (%) (Rata-rata ±
Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 22,12 ± 1,39 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 23,77 ± 1,30 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 24,8 7± 1,52 a
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 29,25 ± 2,37 b
KK = 14,62 %
Keterangan : Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan ekstrak
kayu secang memberikan pengaruh berbeda nyata secara statistik (α=5%)
terhadap kadar air selai kolang-kaling. Hasil kadar air tertinggi adalah pada selai
pada perlakuan D (penambahan ekstrak kayu secang 10,7%) dengan nilai 29,25%
dan selai dengan kadar air terendah adalah pada perlakuan A (penambahan ekstrak
kayu secang 5,6%) sebesar 22,12%. Semakin tinggi penambahan ekstrak kayu
secang semakin tinggi kadar air selai kolang-kaling yang dihasilkan.
Kadar air selai yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian Aprilila, (2010) dimana selai nenas organik
memiliki kadar air 34,40%, dan pada penelitian Harianto, et al (2015), selai
Pisang mas dan buah Naga memiliki rentang kadar air 33,41- 41,50%. Perbedaan
kadar air pada setiap selai yang dihasilkan dipengaruhi oleh adanya perbedaan
karakteristik bahan baku atau bahan tambahan lain yang digunakan dalam
pembuatan selai. Menurut Fellows (2000) cit Naeem et al (2015), kadar air dapat
dijadikan sebagai indikator umur simpan pangan. Semakin rendah kadar air suatu
bahan atau produk pangan maka semakin tinggi umur simpan pangan tersebut.
Kadar air selai kolang-kaling ini telah memenuhi kriteria produk pangan semi
31

basah (intermediate-moisture food), yaitu memiliki kadar air 10% - 40% dan aw
antara 0,60-0,85 (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).
. Menurut Winarno (2004), Kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang
dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai
aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik.
Menurut (Gandhi, 2016) pada penelitiannya nilai aw pada selai kolang
kaling dengan sari kulit buah manggis berkisaran 0,63 – 0,72. Menurut
(Kusnandar, 2010). Nilai aw yang cukup rendah pada selai dipengaruhi oleh
kandungan gula yang ditambahkan dalam pembuatan selai. Gula bersifat
higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan hidrogen
dengan air. Adanya ikatan hidrogen antar air dan gula ini menyebabkan
penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai aw sehingga air tidak dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba.
.
4.3.2 Analisis Kadar Abu

Hasil analisis kadar abu selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak


kayu secang yaitu antara 0,075-0,087%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada
Tabel 13.

Tabel 13. Nilai Rata-rata Kadar Abu Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Kadar Abu (%) (Rata-rata
±Standar Deviasi)
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 0,075 ± 0,04
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 0,080 ± 0,04
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 0,082 ± 0,03
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 0,088 ± 0,02
KK = 6,33 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan


ekstrak kayu secang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata secara statistik
(α=5%) terhadap kadar abu selai kolang-kaling yang dihasilkan. Kadar abu
32

tertinggi terdapat pada perlakuan A (penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) yaitu
0,088%, sedangkan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan D (penambahan
ekstrak kayu secang 10,7%) yaitu sebesar 0,075%. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak kayu secang yang ditambahkan kadar abu selai kolang-kaling yang
diperoleh cenderung semakin rendah namun penurunan kadar abu tidak berbeda
jauh pada setiap perlakuan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan
mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan suatu
bahan yang dihasilkan. Abu tersebut disusun oleh berbagai jenis mineral dengan
komposisi yang beragam tergantung pada jenis dan sumber bahan pangan
(Andarwulan et al., 2011).
Menurut deMan (1989), pengabuan atau insinerasi (pembakaran)
merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui adanya mineral dalam
bahan pangan. Pembakaran ini akan merusak senyawa organik dan meninggalkan
mineral. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang
terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan dari produk yang
dihasilkan.
Pada penelitian Rima Aprilila Wijaya (2010) pada selai nenas organik
mengandung kadar abu 0,73. Sedangkan pada penelitian Setiawan, Raswen
Efendi, Netty Herawati (2016), pada selai buah pedada (Sonneratia caseolaris)
mengandung kadar abu berkisar antara 0,31- 0,56. Perbedaan kadar abu yang
terkandung dalam setiap selai dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik
bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan.

4.3.3 Analisis Kadar Serat Kasar

Hasil analisis serat kasar dari selai kolang-kaling dengan penambahan


ekstrak kayu secang yaitu antara 0,44% - 0,63%. Kadar serat kasar selai kolang-
kaling memberikan hasil yang berbeda tidak nyata secara statistik (α=5%)
terhadap penambahan ekstrak kayu secang. Kadar serat tertinggi diperoleh pada
perlakuan D (penambahan ekstrak kayu secang 10,7%) dengan nilai 0,63%.
Sedangkan kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan A (penambahan
ekstrak kayu secang 5,6%) dengan nilai 0,44%. Hasil tersebut dapat dilihat pada
Tabel 14.
33

Tabel 14. Nilai Rata-rata Serat Kasar Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Serat Kasar (%) (Rata-rata
±Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 0,44± 0,31 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 0,56± 0,45 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 0,56± 0,34 a
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 0,63± 0,55 b
KK = 7,90 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.

Serat kasar (crude fiber) tidak sama pengertiannya dengan serat makanan.
Serat kasar adalah senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa
yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Serat kasar adalah serat
tumbuhan yang tidak larut dalam air, kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat
dijadikan indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar
ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5 bagian jumlah serat makanan (Wibowo, 2012).
Winarno (2004) menyatakan bahwa total serat yang tidak dapat larut adalah 1/5 –
1/2 dari jumlah total serat.
Serat kasar merupakan kelompok polisakarida yang tidak dapat dicerna
yang biasanya yang biasanya terdapat dalam bahan makanan. Adanya kandungan
serat dalam bahan pangan akan meningkatkan daya ikat air, daya serap minyak,
emulsifikasi serat dapat memperpanjang umur simpan produk pangan (Elleuch,
Dorothea, Oliver, Souhail, Christope dan Hamadi, 2011). Menurut Yenrina et al
(2011), serat kasar berdasarkan prinsip pengujiannya merupakan residu dari bahan
makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih,
dan terdiri dari selulose dengan sedikit lignin dan pentosan.

4.3.4 Kadar Total Gula

Hasil analisis kadar total gula selai kolang-kaling dengan penambahan


ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 15.
34

Tabel 15. Nilai Rata-rata Total Gula Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Total Gula (%) (Rata-rata
±Standar Deviasi)
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 17,16± 5,76 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 20,53± 2,05 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 30,37± 9,64 b
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 32,04± 13,33 b
KK = 4,68 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam diketahui bahwa penambahan


ekstrak kayu secang memberikan pengaruh yang nyata secara statistik (α<5%)
terhadap kadar gula total selai kolang-kaling. Selai kolang-kaling dengan kadar
gula tertinggi terdapat pada perlakuan A dengan nilai 32,04% dan terendah pada
perlakuan D, yaitu 17,16%. Tabel 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi
penambahan ekstrak kayu secang maka semakin rendah pula kadar gula total yang
terdapat pada selai yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu
secang yang ditambahkan total gula selai kolang-kaling yang dihasilkan
cenderung semakin menurun, hal ini karena dengan penambahan ekstrak maka
kadar air selai kolang-kaling juga akan meningkat sehingga menyebabkan gula
terhidrolisis dan menyebabkan turunnya kandungan gula pada selai.
Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat dengan rasa
manis, larut dalam air dan mudah dicerna di dalam tubuh sebagai sumber energi.
Gula terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu: sukrosa, fruktosa, glukosa dan
dektrosa. Gula yang digunakan dalam pembuatan selai adalah sukrosa yang
sehari-hari dikenal dengan nama gula pasir. Penambahan gula bertujuan untuk
memperoleh tekstur, penampakan, flavour yang baik, selain itu gula berfungsi
sebagai pengawet. Konsistensi yang tinggi pada larutan gula dapat mencegah
pertumbuhan bakteri, ragi dan kapang (Fachruddin, 1997).

4.3.5 Analisis Nilai pH

Hasil analisis nilai pH selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu


secang yaitu antara 3,38 - 3,73. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.
35

Tabel 16. Nilai Rata-rata pH Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan Ekstrak


Kayu Secang
Perlakuan Nilai pH (%) (Rata-rata
±Standar Deviasi)
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 3,38± 0,06
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 3,52± 0,15
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 3,70± 0,06
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 3,73± 0,03
KK = 5,47 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan


ekstrak kayu secang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata secara statistik
(α<0,05) terhadap nilai pH selai kolang-kaling yang dihasilkan. Nilai pH tertinggi
terdapat pada perlakuan B (penambahan ekstrak kayu secang 7,4 %) yaitu 3,73.
sedangkan nilai pH terendah terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak
kayu secang 10,7 %) yaitu sebesar 3,38. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kayu
secang yang ditambahkan nilai pH selai kolang-kaling yang diperoleh cenderung
semakin rendah namun penurunan nilai pH tidak berbeda jauh pada setiap
perlakuan. Pada pH 3,2-3,4 akan terbentuk gel selama proses pemasakan selai,
tetapi pada penelitian yang telah dilakukan pada pH lebih dari 3,4 yaitu pada
perlakuan A, B, dan C didapatkan pH selai 3,52., 3,70., 3,73 masih terbentuk gel.
Hal ini berkaitan dengan penelitian Tarigan ( 2012 ) yang menyatakan bahwa
kelebihan dari galaktomanan dibandingkan polisakarida adalah kemampuannya
untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi yang rendah dan
hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik dan pemanasan. Viskositas
galaktomanan sangat konstan sekali berkisar pH 1-10,5 yang disebabkan oleh
karakter molekulnya yang bersifat netral.
Menurut Fachruddin (1997), pengukuran pH pada selai penting dilakukan
karena pH mempengaruhi tekstur selai, flavor dan warna produk yang dihasilkan.
Pada penelitian ini digunakan asam sitrat yaitu 0,2 gram untuk mengontrol pH
sehingga mampu memberikan kondisi asam yang sesuai dalam pembentukan
selai. Tingkat keasaman sangat penting dalam proses pembentukan selai, gel pada
selai tidak akan dapat terbentuk jika jumlah asam terlalu rendah, namun jumlah
asam yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan selai menjadi encer.
36

Selama proses pemasakan berlangsung, pH berada pada kisaran 3,2-3,4


dengan cara menambahkan asam sitrat dengan konsentrasi yang tepat. Nilai pH
selai kolang-kaling yang ditunjukkan tergolong pada pH asam. Pada rentang pH
tersebut akan menguntungkan bagi produk yang dihasilkan karena biasanya
mikroorganisme tidak mampu untuk bertahan hidup. Menurut Padmaningrum et
al.,(2012) pada penelitiannya menyebutkan ekstrak kayu secang pada kondisi pH
3,8-6,2 menghasilkan warna kuning dan pada pH 7,0-7,8 warna merah muda.

4.3.6 Aktivitas Antioksidan

Berdasarkan hasil analisis aktivitas antioksidan selai kolang-kaling dengan


penambahan ekstrak kayu secang dengan menggunakan metode DPPH dapat
dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai Rata-rata Aktivitas Antioksidan Selai Kolang-Kaling dengan


Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Aktivitas Antioksidan (%)
(Rata-rata ±Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak kayu secang 5,6%) 17,98 ± 5,18 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 30,17 ± 10,85 b
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 32,10 ± 8,74 b
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 35,60 ± 11,28 b
KK = 3,76 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.

Antioksidan merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang


berperan sebagai health-protecting factor. Ekstrak kayu secang merupakan
sumber komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan pada produk .Hasil
analisis terhadap aktivitas antioksidan pada Selai kolang-kaling dengan
penambahan ekstrak kayu secang memberikan pengaruh berbeda nyata secara
statistik (P ≤ 0,05) pada p<0.05 seperti yang terangkum pada Tabel 17. Aktivitas
antioksidan tertinggi diperoleh pada selai perlakuan D (penambahan ekstrak kayu
secang 10,7%) dengan nilai 35,60 %. Sedangkan aktivitas antioksidan terendah
diperoleh pada selai perlakuan A (penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) dengan
nilai 17,98%
37

Marxen et al. (2007) menyatakan bahwa DPPH merupakan radikal bebas


yang stabil dalam larutan metanol. Oleh karena itu, metanol digunakan sebagai
pelarut dalam analisis antioksidan pada penelitian ini. Senyawa-senyawa
antioksidan yang terdapat dalam ekstrak kayu secang merupakan senyawa-
senyawa polar yang dapat larut sempurna dalam larutan metanol.
Komponen fenolik yang terkenal dengan kemampuan antioksidan yang
terdapat pada kayu secang umumnya adalah homoisoflavonoid dan komponen
turunannya, protosappanin A, protosappanin B, brazilin dan brazilein. Jun et al.
(2008) menunjukkan bahwa komponen ini memiliki kemampuan antioksidan yang
berbeda-beda. Ekstrak kayu secang, protosappanin A dan protosappanin B
menunjukkan inhibisi yang lebih besar terhadap MDA dan hidrogen peroksidase,
sedangkan brazilein menunjukkan kemampuan dalam menangkap radikal
hidroksil. Menurut Batubara et al. (2009), ekstrak metanol kayu secang
mempunyai aktivitas kombinasi (anti-bakteri sebesar 0.13 mg/ml pada konsentrasi
0.25 mg/ml, 50% inhibisi enzim lipase IC50 pada konsentrasi 120.0 μg/ml dan
antioksidan IC50 pada konsentrasi 6.47 μg/ml) dibandingkan dengan 40 tanaman
Indonesia lainnya.

4.3.7 Analisis Total Fenol

Hasil analisis total fenol selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak


kayu secang yaitu antara 30,49 - 32,37%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada
Tabel 18.

Tabel 18. Nilai Rata-rata Total Fenol Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Total Fenol (g GAE/100 g)
(Rata-rata ±Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak kayu secang 5,6%) 10,16 ± 0,49 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 10,34 ± 0,59 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 10,75 ± 1,77 a
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 11,03 ± 2,82 b
KK = 15,83 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan


ekstrak kayu secang memberikan pengaruh berbeda nyata secara statistik (α=5%)
38

terhadap total fenol selai kolang-kaling yang dihasilkan. Total fenol tertinggi
terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak kayu secang 10,7%) yaitu sebesar
11,03 GAE/g sedangkan total fenol terendah terdapat pada perlakuan A
(penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) yaitu 10,16 GAE/g. Semakin banyak
penambahan ekstrak kayu secang total fenol selai kolang-kaling juga meningkat
hal ini dipengaruhi oleh total fenol yang terkandung di dalam ekstrak kayu
secang. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, ekstrak kayu secang mengandung
total fenol yaitu 26,53%.
Polifenol adalah kelompok antioksidan yang secara alami ada di dalam
sayuran (brokoli, kol, seledri), buah-buahan (apel, delima, melon, ceri, pir, dan
stroberi), kacang kacangan (walnut, kedelai, kacang tanah), minyak zaitun, dan
minuman (seperti teh, kopi, cokelat dan anggur merah/red wine). Polifenol
umumnya banyak terkandung dalam kulit buah. Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni, flavonol, tannin, isoflavon (dalam kedelai), flavanon,
antosianidin, katekin, dan biflavan. Secara umum kekuatan senyawa fenol sebagai
antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti ikatan gugus hidroksil pada
cincin aromatik, posisi ikatan, posisi hidroksil bolak balik pada cincin aromatik
dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen atau electron serta
kemampuannya dalam ”merantas” radikal bebas (Miryanti, Sapei, Budiono dan
Indra, 2011).

4.3.8 Analisis Total Padatan Terlarut

Hasil analisis total padatan terlarut dari selai kolang-kaling dengan


penambahan ekstrak kayu secang adalah antara 43,89% - 45%. Hasil analisis sidik
ragam menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi penambahan ekstrak kayu
secang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (α=5%) pada total padatan
terlarut selai. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 19.
39

Tabel 19. Nilai Rata-rata Total Padatan Terlarut Selai Kolang-kaling dengan
Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Total Padatan Terlarut (%)
(Rata-rata ±Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak kayu secang 5,6%) 43,89 ± 0,96
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 45,00 ± 1,67
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 44,44 ± 7,70
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 45,00 ± 1,67
KK = 9,18 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan
sari Kayu secang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata secara statistik
(α=5%) terhadap total padatan terlarut selai kolang-kaling yang dihasilkan.
Total padatan terlarut merupakan salah satu parameter yang disyaratkan
untuk produk selai. Besarnya total padatan terlarut produk selai menyatakan
apakah produk tersebut memenuhi standar atau tidak berdasarkan SNI. Menurut
SNI (2008), total padatan terlarut untuk selai adalah minimal 65%. Dari
keseluruhan produk selai kolang-kaling yang dihasilkan pada penelitian ini
perlakuan A hingga perlakuan D memiliki total padatan terlarut <65%.Penelitian
Guichard, Issanchou, Descourvieres dan Etievant (1991) menyatakanbahwa total
padatan terlarut selai strawberry mengandung total padatan yaitu 60%, sedangkan
total padatan selai berbasis kelapa pada penelitian Sindumathi dan Amutha (2014)
yaitu 68,5%. Total padatan yang terkandung di dalam selai dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor.
Total padatan terlarut dipengaruhi oleh pektin yang larut, sedangkan
penambahan gula pasir juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
total padatan terlarut (Winarno, 2004). Kandungan total padatan terlarut suatu
bahan meliputi gula reduksi, gula non reduksi, asam organik, pektin dan protein
(Desrosier, 1988)
4.4. Analisis Mikrobiologi

4.4.1. Angka Lempeng Total

Hasil analisis angka lempeng total pada selai kolang-kaling dengan


penambahan ekstrak kayu secang dapat dilihat pada Tabel 20.
40

Tabel 20. Nilai Rata-rata Angka Lempeng Total Selai Kolang-Kaling dengan
Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Angka Lempeng Total
(CFU/ml)
A (Penambahan Ekstrak kayu secang 5,6%) 4,5 x 102
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 4,0 x 102
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) <3.0 x 102 (2,8 x 102)
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) <3.0 x 102 (2,6 x 102 )

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa total mikroba pada selai kolang-
kaling dengan penambahan Ekstrak kayu secang berkisar antara 4,5 x102- 2,6 x102
CFU/g. Berdasarkan hasil penelitian angka lempeng total tertinggi terdapat pada
perlakuan A (penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) yaitu 4,5 x102 CFU/g,
sedangkan angka lempeng total terendah terdapat pada perlakuan D (penambahan
ekstrak kayu secang 10,7%) yaitu 2,6 x 102CFU/g.
Uji angka lempeng total bertujuan untuk menentukan jumlah
mikroorganisme yang tumbuh dalam suatu bahan atau produk pangan. Menurut
INFOPOM RI (2008), jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi
bakteri, kapang/jamur dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-
perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari
makanan. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang
terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH,
kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut
diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang
terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan
nutrisi/nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut.
Pada penelitian ini angka lempeng total selai kolang-kaling telah
memenuhi syarat SNI yaitu kandungan angka lempeng total maksimal 1,0x103
CFU/g. Tabel 20 menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi sari kayu
secang yang ditambahkan, angka lempeng total selai kolang-kaling cenderung
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena sari kayu secang mempunyai sifat
sebagai antimikroba dan antibakteri. Menurut Winarno (2004), Berbagai
mikroorganisme mempunyai aw 48 minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
misalnya bakteri aw : 0,9, khamir aw : 0,8-0,9, kapang aw : 0,6-0,7.
Mikroorganisme yang mungkin tumbuh pada selai adalah kapang, karena aw selai
berkisar antara 0,618 – 0,799.
41

Kayu secang tidak hanya mengandung brazilin selain itu banyak sekali
komponen lainyang terekstrak pada saat dilakukan ekstraksi. Komponen
komponen tersebut antara lain tanin (asam tannat), asam galat, resin, resorsin, dan
sappanin. Tanin bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau menciutkan
dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri.
Menurut Yulandani R.A, Kertasurya, dan M. Rafilundi (2015) ektrak
secang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus selama 4
hari pengamatan pada produk kue bolu tetapi terdapat bakteri lain yaitu
Escherichia coli dan Streptococcus pneumonia yang mulai tumbuh pada hari
kedua pengamatan. Ekstrak secang pada konsentrasi 3% belum dapat
menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Streptococcuspneumonia.

4.5.Analisis Fisik

4.5.1. Intensitas Warna

Warna bahan dan produk pangan dapat dibentuk oleh adanya pigmen yang
secara alami terdapat dalam bahan pangan atau bahan pewarna yang ditambahkan
ke dalam makanan (Andarwulan, Feri dan Dian, 2011). Pada pembuatan selai ini,
warna kuning yang dihasilkan berasal dari zat warna alami kayu secang yang
sengaja ditambahkan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan
ekstrak kayu secang sebagai bahan substitusi selai kolang-kaling memberikan
pengaruh tidak nyata secara statistik pada taraf (α=5%) terhadap nilai 0hue selai
yang dihasilkan. Hasil analisis intensitas warna selai dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Nilai Uji Warna Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan Ekstrak
Kayu Secang
Perlakuan L* a* b* 0hue warna
A ( Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 21,38 -1,24 10,41 kuning
B ( Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 23,57 -1,63 10,89 kuning
C ( Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 25,8 -1,57 9,46 kuning
D ( Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 27,02 0,85 12,82 kuning-merah
42

Bedasarkan Tabel 21 dapat dilihat hasil analisis intensitas warna selai


kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang sebagai bahan pewarna
diperoleh nilai L* memiliki kisaran 21,36-27,02, nilai a* berkisar antara -157
hingga 0,85 nilai b* berkisar antara 9,46-12,82 dan nilai 0hue berkisar antara-
83,20 – 86,20 menunjukkan warna kuning hingga kuning-merah. Pengujian
intensitas warna dilakukan menggunakan alat colormeter hunter.
Sistem notasi warna hunter dicirikan dengan 3 parameter warna yaitu
warna kromatik (a*) menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan
nilai+a* dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan –a* dari 0 sampai -80 untuk
warna hijau, intensitas warna (b*) menyatakan warna kromatik campuran biru-
kuning dengan nilai +b* dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan –b* dari 0
sampai -70 untuk warna biru dan tingkat kecerahan (L*) (Andarwulan et al.,
2011). Sedangkan nilai 0hue menyatakan warna produk sesungguhnya (Hasanah,
2007). Tabel 21 menunjukkan semakin banyak kadar ekstrak kayu secang
menyebabkan nilai kecerahan (L*) selai yang dihasilkan semakin mendekati 0
yang berarti kecerahan yang dihasilkan semakin berkurang.
43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan


bahwa penambahan Ekstrak kayu secang memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap total fenol, total gula, kadar air, dan Aktivitas antioksidan dari selai
kolang-kaling yang dihasilkan, pengaruh berbeda tidak nyata terhadap uji
Organoleptik, kadar serat kasar, kadar abu, nilai pH, total padatan terlarut selai.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan:


1. Melakukan penelitian yang sama dengan memperhitungkan kembali
perbandingan konsentrasi gula, bubur buah, dan ekstrak kayu secang yang
digunakan untuk pembuatan selai. Karena perbandingan yang digunakan
peneliti dirasa masih kurang tepat.
2. Melakukan penelitian terhadap sari atau ekstrak secang yang dijadikan produk
makanan lain seperti sirup, minuman Jelly,dll.
46

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D. R. And Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from secang
woods (Caesalpinia sappan, L). Prceeding of the 8th Asean Food
Conference; Hanoi 8-11 October 2003. 22-30

Alfonius, A., Pranata, S., Purwajatiningsih, E. 2015.Kualitas Minuman Serbuk Instan


Kayu Secang (Caesalpinia sappan, L.) dengan Variasi Maltodektrin. [jurnal].
Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 19 hal

Andarwulan, N., Feri, K., dan Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta. Dian
Rakyat. 328 hal

Anonim. 2015. Kayu Secang (Caesalpinia sappan, L). http://wikipedia.org [ 18


Oktober 2016 ]

_______ . 2011. Kolang-kaling. http://id.wikipedia.org/wiki/kolang-kaling. [ 18


Oktober 2016 ]

_______. 2009. Tanaman Obat Indonesia. www.iptek.net.id [ 8 Oktober 2016.]

Aprilia, R. 2010. Proses Pengolahan Selai Nenas Organik dan Pendugaan Umur
Simpannya.[Skripsi] Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. 57 hal

Batubara, I., Mitsunaga, T., dan Ohasi, H. 2009. Screening antiacne potency of
Indonesian medicinal plants: antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant
activities. Journal of Wood Science 55(3): 230-235.

[BSN] Badan Standar Nasional. 2008. SNI 01-3746-2008. Syarat Mutu Selai Buah.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1985. Food Science.


Purnomo, H. dan Adiono. (penerjemah). 2009. Ilmu Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta. UI-Press. 365 hal.

Brouillard, R. 1982. Chemical structure of anthocyanins. In ; Markakis P(ed).


Anthocyanin as Food Colorants. New York : Academic Press.

Candra, A. 2010. Pembuatan dan Karakteristik serta pengujian sifat antimikroba dari
edible film kitosan-tepung biji aren sebagai kemasan fillet ikan salmon
[Tesis]. Sumatra Utara. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.58
hal.

deMan, J. M. 1989. Principles of Food Chemistry. Padmawinata, K. (penerjemah).


1997. Kimia Makanan. Bandung. Penerbit ITB. 550 hal.

Depkes. RI. (1989) Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktoral Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 92-94, 195-199.
47

Desrosier, N. W. 1988. The Technology of Food Preservation. Miljohardjo, M.


(penerjemah). 2008. Teknologi Pengawet Pangan. Edisi Ketiga. Jakarta.
UI-Press. 637 hal.

Elleuch, M., Dorothea, B., Olivier, R., Souhail, B., Christophe, B., Hamadi, A. 2011.
Dietary Fibre and Fibre-Rich by-Products of Food Processing:
Characterisation, Technological Functionality and Commercial Applications.
Review Article. Food Chemistry.Vol 124. Page 411-421.

Facruddin, L. 1997. Membuat Aneka Selai. Yogyakarta : Kanisius. 56 hal

Farhana,H., Malana, I.T., Kodir, R.A. 2015. Perbandingan Pengaruh Suhu dan
Waktu Perebsan terhadap Kandungan Brazilin pada Kayu Secang
(Caesalpania appan, L.) [jurnal] FMIPA. Unisba. (ISSN: 2460- 6472)

Gandhi, F., Pengaruh Penambahan Sari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana,
L.) terhadap Karakteristik Selai Kolang-Kaling.[skripsi].Padang.Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. 64 hal.

Guichard, E., S. Issanchou, A. Descourvieres dan P. Etievant. 1991. Pectin


Concentration, Molecular Weight and Degree of Esterification: Influence on
Volatile Composition and Sensory Characteristics of Strawberry Jam. Journal
Of Food Science-Vol 56( 6) :135-144

Godwin, 1976. Chemistry anf Biochemistry of plant pigmens. London : Academic


Press. 322 hal

Gregory, D.J.H. 1982. The Versality of Pectin. Dalam Food Product Industry.
[Online], Vol._ halaman. 32-36. Tersedia: http://jn.nutrition.org/abstrak/.pdf
[3 Februari 2008]

Hasanah, H. 2007. Nori Imitasi dari Tepung Agar Hasil Ekstraksi Rumput Laut
Merah Gelidium sp. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. 61 hal.

Herianto, A., F. Hamzah and Yusmarini. 2015. Studi Pemanfaatan Buah Pisang Mas
(Musa acuminata) dan Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) dalam
Pembuatan Selai.[jurnal]. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 12 hal

INFOPOM-RI. 2008. Pengujian Mikrobiologi Pangan. Badan POM-RI. Vol 9. No. 2

Jun, M.H.Y., X.Fong, C.S. Wan, C.T. Yang dan Ho. 2003. Comparison of
Antioxidant Activities of Isoflavones From Kudzu Root (Pueraria labata
Ohwl). J Food Sci. Institute of Technology. 68 : Page 2117-2122
48

Karlina, Y., Adirestuti P., Meliati, D., Agustini D.M, Fadhillah, N.L, Fauziyah, N,
Malita D. 2016. Pengujian Potensi Anti Jamur Ekstrak Air Kayu Secang
terhadap Aspergillus niger dan Candida albicans : Chemical et Natural Acta
Vol 4 (no. 2): 84-87.

Kim, D.S, Baek, N., Oh, S.R., Jung, K, Y., Lee, I. S., and Leer, H., 1997, NMR
Assigment of Brazilein, Phytochemystry, 46, (no. I): 177-178.

Kok, M.S, Hill, S.E, dan Mitchell, J.R. 1999. Viscosity of Galactomannan During
Higth Temperature Processing : Influence of Degradation and Solubilition.
Food Hydrocolloids 13: 535-542

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro. PT Dian Rakyat. Jakarta.


264 hal

Lutony, T.I. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Penebar Swadaya. Jakarta.154 hal.

Maharani K.2003. Stabilitas pigmen brazilein pada kayu secang (Caesalpinia


sappan, L). [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Intitut Pertanian
Bogor.

Miksusanti., Elfita dan Hotdelina, S. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Sifat


Kestabilan Warna Campuran Ekstrak Etil Asetat Kulit Buah Manggis
(Gaarcinia mangostana L.) Dan Kayu Secang (Caesalpinis sappan L.).
Jurnal Kimia Universitas Sriwijaya.6(1): 60-69

Miryanti, Y.I.P A., Sapei, L., Budiono, K. dan Indra, S. 2011. Ekstraksi Antioksidan
Dari Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
58 hal

Molnár, P.J. 2009. Food Quality Indices. Food Quality and Standards (2): 398.

Muchtadi, T.R. 1997. Petunjuk Laboratorium : Teknologi Proses Pengolahan Pangan


Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi- Institut Pertanian Bogor. Bogor.53
hal

Muctadi, T. R. dan Sugiono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bandung.
Penerbit Alfabeta. 320 hal.

Naeem, M.N., M.N. Fairulnizal, M.K. Norhayati, A. Zaiton, A.H. Norliza, W.Z.
Syuriahti, J. M. Azerulazree, A.R. Aswir dan S. Rusidah. 2015. The
nutritional composition of fruit jams in the Malaysian market. Journal of the
Saudi Society of Agricultural Sciences.3(4): 18-26

Nur I., Thamrin., Zakir, M.M.,2016. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Sirup
dengan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpania sappan, Linn ) terhadap
Karakteristik Organoleptik dan Aktivitas Antioksidan.[jurnal]. : Fakultas
49

Teknologi Industri Pertanian dan FMIPA. Universitas Halu Oleo.Kendari 7


hal.

Oliveira, L.F. C., Edwards H.G. M., Veloso, E. S., and Nesbittt, M., 2002.
Vibrational Spectroscopic Study of Brazilin and Brazilein, the main
constituents of Brazilwood From Brazil, Vibrational Spectroscopy 28: 243-
249.

Paul, and Falkowski.2008. The Microbial Engines That Drive Eart Biogeochemical
Cycles.

Padmaningrm, R.T., Siti, M., .Wiyarsi, A. 2012 Karakteristik Ekstrak Zat Warna
Kayu Secang (Caesalpinia Sappan, L) sebagai indikator Titrasi Asam Basa
[Jurnal]. Yogyakarta: Fakultas MIPA.UGM. hal 2.

Ratima, S/BPTP. 2014. Khasiat Tersembunyi Kolang-kaling. Tabloid Sinar Tani.


JawaBarat.http:www.Tabloidsinartani.com/content/read/kasiattersembunyikol
ang-kaling/ [ 3 Oktober 2016].

Rusmarilin, H. 1985. Dasar Pengolahan Pangan. [Skripsi]. Medan. Fakultas


Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. 65 hal

Sindumathi, G., S. Amutha. 2014. Proccesing and Quality Evaluation of Coconut


Based Jam. Journal Of Environmental Science, Toxicology And Food
Technology. 8(1) 10-14

Setiawan, E., Raswen, E., dan N. Herawati. 2016. Pemanfaatan Buah Pedada
(Sonneratia Caseolaris) dalam Pembuatan Selai.[jurnal]. FATETA, UNRI. 14
hal.

Setyaningsih, D. Apriyantono, A.Sari, P. M. 2010. Analisis Sensori untuk Industri


Pangan dan Agro.IPB: Bogor. 180 hal

Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. IPB Press. Bogor. 143 hal

Suryani, A., Hambali E, dan Rival, M. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar
Swadaya Jakarta. 76 hal

Shimada, K., K. Fujikawa, K. Yahara dan T. Nakamura. 1992. Antioxidative


Properties ofXanthan on the Autoxidation of Soybean in Cyclodextrin
Emulsion. Journal of Agricultural and Food Chemistry 40: 945-948

Tarigan, J. BR. 2012. Karakterisasi Edible Film yang Bersifat Antioksidan dan
Antimikroba dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) yang
Diinkorporasi dengan Minyak Atsiri Daun kemangi (Ocimum basilicum L.).
50

[Disertasi]. Medan: Falkutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan


Alam.Universitas Sumatera Utara. 129 hal.

Torio, M. A. O., Joydee S. dan Florinia E. M. 2006.Physicochemical


Characterization of Galactomannan from Sugar Palm (Arenga saccharifera
Labill.) Endosperm at Different Stages of Nut Maturity. Philippine Journal of
Science 135(1): 19-30.

Ulfa, P. 2016. Pemanfaatan Kolang-kaling (Arenga pinnata,Merr.) sebagai Bahan


Substitusi Rumput Laut (Euchema cottonii) dalam Pembuatan Serbuk Agar-
agar. [Skripsi]. Falkutas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Padang.
42 hal.

Wibowo, L dan Evi, F. 2012. Pengolahan Rumput Laut (Eucheumacottonii) Menjadi


Serbuk Minuman Instan.Volume 8 No 2 Hal 101– 09. Jurusan Ilmu
Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak.

Widyawati, N. 2011. Sukses Investasi Masa Depan dengan Bertanam Pohon Aren.
Yogyakarta. Lily Publisher. 106 hal.

Wijaya, Rima Aprilila.2010.Proses Pengolahan Selai Nenas Organik dan Pendugaan


Umur Simpannya.[Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian.IPB. Bgor. 73 hal.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
251 hal.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta. Penerbit


Kanisius. 281 hal.

Yenrina, R., Yuliana dan D. Rasymida. 2011. Metode Analisis Bahan Pangan.
Padang. Universitas Andalas-Press.120 hal.

Yulandani, R.A., .Kertaurya, M.I., Rafiludin, M.Z. 2015. Pengaruh Pemberian


Ekstrak Secang (Caesalpania sappan, L.) terhadap Kualitas Sensoris dan
Mikrobiologis Kue Bolu Kukus. FKM Universitas Diponegoro. 8 hal
Lampiran 1. Diagram alir Pembuatan Selai Kolang -Kaling dengan Penambahan Ekstrak
kayu Secang
Kolang-Kaling Kayu Secang

Pencucian
Pencucian Air Pencucian
Diekstrak dengan
dengan air mendidih

Pengecilan ukuran Air : kolang-kaling


menggunakan blender (1 : 3)
Disaring

Analisa :
1. Kadar Air
2. Kadar Abu Ekstrak kayu
Bubur Kolang- 3. Serat kasar secang dgn
Kaling sebanyak 4. konsentrasi
Analisa :
45 gr 5,6%, 7,4%,
1. Antioksidan
9.1% & 10,7%
2. Nilai pH
3. Total fenol

Analisa :
1. Uji organoleptik
Pencampuran sesuai perlakuan dan
2. Kadar air
diaduk sampai homogen
3. Kadar abu
4. Serat kasar
Asam sitrat
5. Total gula
0,2 g. dan Dimasak pada suhu 60 ºC 6. Nilai pH
gula 55 g Selama ± 20 menit 7. Total padatan
terlarut
8. Antioksidan
9. Total fenol
Selai Kolang- 10. Uji Warna
kaling 11. Uji lempeng total
Lampiran 2. Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746:2008)
No Kriteria Uji Satuan persyaratan
1. Keadaan
1.1. Warna - Normal
1.2. Aroma - Normal
1.3. Rasa - Normal
2. Serat buah - Positif
3. Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65
4. Cemaran logam
4.1. Timah (Sn)* Mg/kg Maks. 250.0*
5. Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 1.0
6. Cemaran mikroba
6.1. Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1x10
6.2. Bakteri coliform APM/g <3
6.3. Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 2x10
6.4. Clstridium sp. Koloni/g <10
6.5. Kapang/khamir Koloni/g Maks. 5x10
*) dikemas dalam kaleng
52

Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Terhadap Selai

1. Analisis Organoleptik Warna Selai


SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5%
ns
Perlakuan 3 1,15 0,383 0,157 2,76
Sisa 76 82,4 1,831
Total 79 83,55
KK = 9,46%

2. Analisis Organoleptik Rasa Selai


SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5%
ns
Perlakuan 3 0,437 0,145 0,055 2,76
Sisa 76 89,05 1,978
Total 79 89,487
KK= 9,40 %

3. Analisis Organoleptik Aroma Selai


SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5%
ns
Perlakuan 3 1,15 0,383 0,206 2,76
Sisa 76 62,8 1,395
Total 79 63,95
KK = 8,498822612%

4. Analisis Organoleptik Tekstur Selai


SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5%
ns
Perlakuan 3 1,337 0,445 0,160 2,76
Sisa 76 93,65 2,081
Total 79 94,987
KK= 9,98%

5. Analisis Kadar Air Selai

SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
Perlakuan 3 15256,835 5085,612 9,440 * 4,07
Sisa 8 106,896 13,362
Total 11 15363,732
KK=14,62%
53

6. Analisis Total Padatan Terlarut Selai


SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
ns 4,07
Perlakuan 3 47711,80 15903,93 1,68
Sisa 8 134,028 16,753
Total 11 47845,83
KK=9,18%

7. Analisis Nilai pH Selai


SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
ns 4,07
Perlakuan 3 308,743 102,91 1,040
Sisa 8 0,307 0,038
Total 11 309,050
KK= 5,47%

8. Analisis Kadar Abu


SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
ns 4,07
Perlakuan 3 0,156 0,052 1,081
Sisa 8 0,020 0,003
Total 11 0,176
KK= 6,33%

9. Analisis Serat Kasar


SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
ns 4,07
Perlakuan 3 7,496 2,499 1,981
Sisa 8 1,523 0,190
Total 11 9,019
KK= 7,90%

10. Analisis Total Gula


SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
Perlakuan 3 16468,76 5489,58 40,07* 4,07
Sisa 8 1095,92 136,99
Total 11 17564,68
KK= 0,46%
54

11. Analisis Aktivitas Antioksidan


SK db JK KT F hitung F Tabel 5%
Perlakuan 3 10528,61 2632,15 20,61* 3,4780
Sisa 8 1362,15 1,36
Total 11 11890,77
KK=3,367%

12. Analisis Total Fenol


SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
Perlakuan 3 2659,18 886,39 29,05* 4,07
Sisa 8 24,40 3,05
Total 11 2683,59
KK=16,60%

Keterangan :
* = significant(berbeda nyata ) > F Tabel α 5%
ns =
non significant (berbeda tidak nyata) < F Tabel α 5%
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Buah kolang-kaling
Buah Kolang – kaling Bubur kolang-kaling
Bubur Kolang-kaling

Kayu Secang
Kayu Secang Ekstrak Secang
Sari Kayu Secang

SelaiSelai Kolang – kaling


Kolang-Kaling Uji Uji
Total
TotalGula Selai
Gula Selai
Uji pH
Uji Ekstrak Secang
pH Sari Kayu Secang Uji Kadar
Uji Kadar Abu
Abu Selai Selai

Penimbangan Sampel Uji Warna (Hunter Lab)


Penimbangan sampel Uji Warna (hunter lab)

Uji ALT
Uji Angka Selai
Lempeng Total Selai UjiTotal
Uji Total
FenolFenol

Anda mungkin juga menyukai