YELFA DELI
1211122003
Skripsi
Yelfa Deli
1211122003
“PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK KAYU SECANG
(Caesalpania sappan, L.) TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU
SELAI KOLANG-KALING”
YELFA DELI
1211122003
Skripsi
Yelfa Deli
Pengaruh Penambahan Ekstrak Kayu Secang (Caesalpania
sappan, L.) terhadap Karakteristik Mutu Selai Kolang-kaling
ABSTRAK
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang memuliakan siapa yang
Ia kehendaki dan menghinakan siapa yang Ia kehendaki. Shalawat dan salam kita
pintakan kepada-Nya teruntuk junjungan alam, Nabi Muhammad SAW.Syukur
Alhamdulillah atas rahmat, hidayah, petunjuk, dan izin-Nya penulis diberi
pengalaman, pelajaran, kesabaran, semangat dan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikanan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penambahan Ekstrak Kayu
Seacang (Caesalpania sappan, L.) terhadap Karakteristik Mutu Selai Kolang-
kaling” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar “Sarjana Teknologi
Pertanian” pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof.Dr.Ir.
Kesuma Sayuti, MS selaku pembimbing I dan Ibu Ira Desri Rahmi, S.TP, M.Si
selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan,
motivasi, saran, kritik, waktu dan keyakinan kepada penulis. Terima kasih atas
semangat dan do`a yang tiada hentinya dari orang tua, keluarga, dan sahabat. Ucapan
terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan civitas akademik
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri, pembaca dan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang
teknologi hasil pertanian. Disamping itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun agar skripsi ini bisa di perbaiki
dan dilanjutkan nantinya.
Yelfa Deli
DAFTAR ISI
Halaman
LAMPIRAN ........................................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kolang-kaling..................................................................................... 5
2. Tumbuhan Kayu Secang .................................................................... 7
3. Struktur Kimia Brazilin dan Brazilein ............................................... 9
4. Grafik Radar Uji Organoleptik Selai Kolang-kaling ......................... 29
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Lampiran
Halaman
vi
1
I PENDAHULUAN
adalah polisakarida larut air yang banyak terdapat endosperm pada biji
tumbuhan Leguminaceae atau kacang-kacangan (Kok, Hill, dan Mitchell,
1999).
Menurut hasil penelitian Tarigan (2012) Galaktomanan merupakan
polisakarida yang mempunyai gugus gula yaitu galaktosa dan mannosa
dengan presentase 1:1,331. Senyawa gula ini yang menyebabkan kolang-
kaling memiliki sifat membentuk gel dengan rasio mannosa. Sehingga
kolang-kaling bisa berpotensi menjadi bahan dasar dari selai. Namun,
kekurangan dari kolang-kaling ini memiliki warna putih serta rasa yang
hambar jika dikonsumsi langsung. Oleh karena itu perlu dilakukan
penambahan zat pewarna agar dihasilkan selai kolang-kaling dengan
penampakan yang lebih menarik, misalnya dengan menggunakan kayu
secang sebagai sumber zat pewarna alaminya.
Kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) merupakan sumber
antioksidan alami yang sangat penting kegunaannya untuk tubuh. Karena
kandungan kimia terpenting yang ada pada kayu secang adalah tannin,
asam galat, resin, resorsin pigmen brazilin dan brazilein serta sapponin.
Menurut (Paul,dan Flawkoski. 2008) Pigmen brazilein yang berasal dari
kayu secang memiliki sifat antioksidan, anti kanker, inflamotori dan anti
diabetes. Selain itu pigmen brazilein dari kayu secang dapat berfungsi
sebagai antimikroba seperti Staphylococcus aureus. (Karlina Y,dkk.2016).
Selain berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba, Kayu secang
juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena adanya
pigmen brazilein berwarna merah (Maharani, 2003). Ekstrak zat warna
yang diperoleh merupakan 20% dari berat bagian dalam kayu kering. Hasil
uji fitokimia menunjukkan batang bagian luar dan bagian dalam
mengandung alkaloid, flavonoid, triterpen, brazilin, tannin, dan glikosida.
Terdapatnya kandungan flavonoid dan senyawa fenolat lainnya pada kayu
secang, mengindikasi secang berpotensi sebagai antioksidan. Kayu Secang
telah lama digunakan sebagai pewarna alami dan obat tradisional sebagai
jamu dan minuman yang sangat digemari karena rasanya yang dapat
diterima secara organoleptik.
3
galaktosa yang besar umumnya mudah larut dalam air dan kecenderungan
membentuk gel sangat rendah dibandingkan galaktomanan denga rasio galaktosa
yang rendah. Kelarutan yang sangat tinggi tersebut disebabkan oleh banyaknya
rantai cabang sehingga rantai manosa menjadi sukar untuk berinteraksi secara
intermolekul. Kelebihan dari galaktomanan dibandingkan polisakarida adalah
kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi
yang rendah dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik dan
pemanasan. Viskositas galaktomanan sangat konstan sekali berkisar pH 1-10,5
yang disebabkan oleh karakter molekulnya yang bersifat netral.
Gambar 2a. Air Seduhan Secang Gambar 2b. Serutan Kayu Secang (Anonim,
2015)
8
2.2.1 Brazilein
Nama senyawa yang mampu diisolasi dari kayu secang ( Caesalpinia
sappan,L. ) adalah brazilin. Senyawa brazilein merupakan pigmen yang berwarna
merah kecoklatan dan larut dalam air. Senyawa brazilein (C16H13O5) merupakan
hasil oksidasi dari brazilin (C16H13O4) yang berbentuk kristal berwarna kuning
sulfur. Brazilin dalam bentuk murni dapat dikristalkan, larut air, larutannya jernih
mendekati tak berwarna dan terasa manis. Asam tidak mempengaruhi larutan
brazilin tetapi alkali membuatnya bertambah merah. (Sanusi:1993 cit Farhana,
Maulana, Kodir, 2015)
Brazilein termasuk golongan flavonoid sebagai isoflavonoid. Senyawa
isoflavonoid merupakan golongan yang mempunyai kerangka C3-C6-C3. Brazilein
Gambar 3. Struktur Kimia Brazilin (a) dan Brazilein (b) (Regina,et al.,2012).
Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
kondisi pH, suhu dan pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta
metal. Kondisi kemasan atau pH larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna
pigmen brazilein. Pada pH 2-5 pigmen brazilein berwarna kuning sedangkan pada
pH 6-7 berwarna merah dan pH 8 keatas berwarna merah keunguan (Adawiyah
dan Indriati, 2003). Menurut Maharani (2003), suhu dan pemanasan, sinar
ultraviolet, adanya oksidator dan reduktor serta penambahan metal mempengaruhi
stabilitas dan mengakibatkan terjadinya degradasi pada pigmen brazilein. Sifat
fisika dan kimia brazilin dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Sifat Fisika dan Kimia Brazilin
Parameter sifat fisik dan kimia Karakteristik
Kelarutan Sedikit larut dalam air dingin
Mudah larut dalam air panas
Larutan dalam alkohol dan eter
Larut dalam alkali hidroksi
Titik leleh 150ºC
Rapat optic(α) +_122ºC
Suhu paruraian >130ºC
Bau Aromatik
pH 4.5 - 5.5
Warna Kuning merah
Sumber: Godwin (1976) di dalam Puspaningrum (2003)
10
2.2.2 Antioksidan
Secara istilah kimia menyebutkan bahwa antioksidan merupakan senyawa
pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan yang memiliki berat molekul
kecil tapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan
mencegah terbentuknya radikal (Winarsi, 2007). Antioksidan adalah zat yang
dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak
berpasangan mendapat pasangan elektron. Penggunaan senyawa antioksidan
semakin berkembang, baik untuk makanan maupun untuk pengobatan seiring
dengan bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas. Stres oksidatif
merupakan keadaan yang tidak seimbang antara jumlah molekul radikal bebas dan
antioksidan di dalam tubuh. Senyawa antioksidan merupakan suatu inhibitor yang
digunakan untuk menghambat autooksidasi. Efek antioksidan senyawa fenolik
dikarenakan sifat oksidasi yang berperan dalam menetralisasi radikal bebas.
Kayu secang (Caesalpinia sappan, L.) merupakan sumber antioksidan
alami, kandungan kimia terpenting yang ada pada kayu secang adalah tannin,
asam galat, resin, resorsin pigmen brazilin dan brazilein serta sapponin. Menurut
(Paul dan Flawkoski, 2008) Pigmen brazilein yang berasal dari kayu secang
memiliki sifat antioksidan, anti kanker, inflamotori dan anti diabetes.
Bagian terdalam kayu secang (heartwood) mengandung warna merah
disebut Sappanin. Ekstrak zat warna yang diperoleh merupakan 20% dari berat
bagian dalam kayu kering. Hasil uji fitokimia menunjukkan batang bagian luar
dan bagian dalam mengandung alkaloid, flavonoid, triterpen, brazilin, tannin, dan
glikosida. Terdapatnya kandungan flavonoid dan senyawa fenolat lainnya pada
kayu secang, mengidentifikasi secang berpotensi sebagai antioksidan.(Miksusanti
et al., 2012 )
2.3 Selai
Selai adalah bahan pangan setengah padat yang dibuat tidak kurang dari
45 bagian berat zat penyusun sari buah dengan 55 bagian berat gula. Campuran ini
dikentalkan sampai mencapai kadar zat padat terlarut tidak kurang dari 65%
(Desrosier, 2008). Standar Nasional Indonesia (2008) tentang selai buah
mendefenisikan selai sebagai produk makanan semi basah yang dapat dioleskan
yang dapat dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula dengan atau tanpa
11
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.
Muchtadi dan Sugiyono (2013) di dalam bukunya menyebutkan bahwa selai
umumnya dibuat dari daging atau sari buah yang diproses menyerupai gel dan
mengandung gula, asam dan pektin. Sifat daya tahan dari selai ditentukan oleh
beberapa faktor, diantaranya :
a. Kandungan gula yang tinggi, biasanya 65-75% bahan terlarut,
b. Keasaman tingggi, pH sekitar 3.1- 3,5
c. Nilai aw sekitar 0.75-0.83,
d. Suhu tinggi sewaktu pemanasan atau pemasakan (105ºC-106ºC), kecuali
Penggunaan gula harus seimbang karena bila gula yang digunakan terlalu
banyak maka selai akan mengkristal namun jika gula terlalu sedikit selai akan
menjadi sirup. Gula dapat mengakibatkan penurunan kadar air pada selai. Hal ini
terjadi karena gula akan mengikat air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga
(aW) akan menurun dan tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Komposisi
kimia yang terdapat pada gula putih dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Komposisi Kimia Gula Putih dalam 100 g bahan
Komponen Jumlah
Kalori (kkal) 364
Karbohidrat (g) 94
Kalsium (mg) 5
Fosfor (mg) 1
Air (g) 5.4
Besi (mg) 0,1
Bagian yang dapat dimakan (%) 100
Sumber: Persatuan Ahli Gizi Indonesia (1989)
dalam air, tidak berbau, dan rasanya sangat asam. Asam ini digunakan untuk
memperbaiki tekstur, menurunkan pH dan mengurangi rasa manis pada produk
pangan seperti dalam pembuatan jelly, sirup dan selai. Kerja asam sebagai bahan
pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroba seperti
bakteri, kapang dan khamir yang tumbuh pada bahan makanan. Penambahan asam
berarti menurunkan pH disertai dengan naiknya konsentrasi ion hidrogen dan
dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatannya dalam pertumbuhan
mikroba (Rusmarilin, 1985).
2.3.3.2 Pemasakan
Tahap pemasakan merupakan tahap yang paling penting dalam
pengolahan. Pemasakan bertujuan membuat campuran gula dan bubur buah
menjadi homogen dan menghilangkan air yang berlebihan sehingga selai yang
dihasilkan menjadi pekat. Disamping itu, pemasakan juga bertujuan memperoleh
sari buah optimum untuk menghasilkan cita rasa yang baik untuk memperoleh
struktur gel (Fachrudin, 1997).
Pemasakan memerlukan kontrol yang baik karena pemasakan yang
berlebihan menyebabkan selai keras dan kental, sedangkan suhu yang terlalu
rendah akan menghasikan selai yang encer dan bau yang relatif rendah. Suhu
pemasakan yang digunakan yaitu 40ºC-50ºC, pada suhu ini pektin dapat
masing parameter dianalisa statistik dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji
Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah jumlah ekstrak kayu secang yang
ditambahkan dalam pembuatan selai kolang-kaling. Ekstrak kayu secang yang
ditambahkan, yaitu sebagai berikut :
A = penambahan ekstrak kayu secang 5,6%
B = penambahan ekstrak kayu secang 7,4%
C = penambahan ekstrak kayu secang 9,1%
D = penambahan ekstrak kayu secang 10,7%
Model matematika dari rancangan yang digunakan adalah :
Yij = + Pi + ij
Keterangan :
Yi = Hasil pengamatan dari unit percobaan yang mendapat perlakuan ke-i
yang terletak pada ulangan ke-j
= Rata-rata populasi
Komponen Perlakuan
A B C D
Bubur kolang-kaling (g) 45 45 45 45
Ekstrak kayu secang % 5,6 7,4 9,1 10,7
Gula Pasir (g) 55 55 55 55
Asam sitrat (g) 0,2 0,2 0,2 0,2
Sumber: Desrosier (1988) yang dimodifikasi
Keterangan: Persentase penambahan ekstrak kayu secang diambil dari berat total bahan, jumlah
total bahan adalah 100.2 g.
5. Ekstrak kayu secang dimasukkan ke dalam campuran bahan pada suhu 50º
3.5 Pengamatan
selama 30 menit sambil diaduk perlahan. Suspensi disaring dengan kertas saring
dan residu yang didapat dicuci dengan air mendidih hingga tidak bersifat asam
lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan kedalam erlenmyer
sedangkan yang tertinggal dikertas saring dicuci kembali dengan 200 mL NaOH
mendidih sampai semua residu masuk kedalam erlenmyer. Sampel dididihkan
kembali selama 30 menit dan disaring sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%.
ditambahkan langsung dan cepat kedalam test tube. Larutan didiamkan selama 10
20
menit dan diaduk. Absorbansi larutan diukur pada simbol λ490 nm menggunakan
spektrofotometer. Larutan standar sebanyak 0.01-0.60 mg/mL disiapakan dari 10
mg/mL dtock larutan galaktosa.
Setelah 1 menit, 150 larutan sodium karbonat 20% ditambahkan lalu di-vortex
dan didiamkan pada suhu ruang selama 120 menit dalam kondisi gelap.
Absorbansi dibaca pada nm dan konsentrasi total polifenol dikalkulasikan
dari kurva kalibrasi dengan asam galat sebagai standar. Hasil dinyatakan sebagai
mg.L˜¹ gallic acid equivalents (GAE).
21
3.6.4Analisis Mikrobiologi
3.6.4.1 Uji Lempeng Total (SNI 01-3746-2008)
Penentuan jumlah total mikroba pada lempeng total menggunakan media
PCA (Plate Count Agar) 39 gram dan 1 liter akuades dengan metode tuang dan
total kolini dihitung dengan SPC (Standar Plate Count). Sterilisasi media dan
bahan lain pada suhu 121°C selama 15 menit menggunakan autoclave. Lalu
lakukan pengenceran sampai pengenceran 10-3. Dipipet sebanyak 1 ml sampel
yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril, kemudian tambahkan 15 ml
media PCA cair steril. Lalu goyangkan cawan petri agar contoh dan pembenihan
tercampur merata kemudian semua cawan petri dibalikkan saat di inkubasi pada
suhu 37ºC selama 48 jam kemudian perhitungan mikroba yang tumbuh dengan
coloni counter.
23
24
23
4.2.1 Warna
4.2.2 Aroma
memberikan aroma pada selai namun dapat mengurangi aroma manis dari selai
kolang-kaling yang dihasilkan.
Aroma merupakan bagian dari flavour yang muncul akibat adanya
persepsi olfaktori yang disebabkan oleh substansi volatil yang dikeluarkan suatu
bahan (Molnár, 2009). Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diduga bahwa
kurangnya aroma khas dari selai kolang-kaling yang dihasilkan dapat dikarenakan
kolang-kaling maupun kayu secang tidak memiliki komponen volatil didalamnya
yang dapat memicu munculnya aroma. Secara keseluruhan nilai organoleptik
aroma selai kolang-kaling dengan penambahan ekstrak kayu secang masih dapat
diterima oleh indera penciuman panelis.
4.2.3.Tekstur
Nilai rata-rata organoleptik tekstur selai adalah antara 3,45 – 3,8 yang
artinya rata-rata panelis menilai tekstur selai biasa hingga suka. Analisis sidik
ragam menunjukan bahwa penambahan ekstrak kayu secang memberikan
pengaruh tidak berbeda nyata secara statistik (α=5%) terhadap tekstur selai
kolang-kaling. Hasil dapat dilihat pada Tabel 10.
memiliki tekstur yang sedikit lebih padat jika dibandingkan dengan selai dengan
tingkat penambahan ekstrak kayu secang yang tertinggi. Selai yang dihasilkan
diharapkan memiliki tekstur yang semi padat, mudah dioleskan pada roti dan rata
saat dioleskan. Selain rasa, aroma dan warna, tekstur juga merupakan salah satu
parameter mutu yang berperan untuk menentukan karakteristik selai. Menurut
Winarno (2004), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa
yang ditimbulkan oleh suatu bahan tersebut. Perubahan tekstur dan viskositas
bahan dapat mengubah rasa dan bau yang ditimbulkan karena mempengaruhi
kecepatan timbulnya rangsangan.
4.2.4 Rasa
adalah rasa asam manis khas selai. Rasa atau flavour merupakan salah satu
penilaian terhadap produk pangan yang harus dikombinasikan dengan indera
lainnya yaitu cicip, bau, perabaan dan rasa yang dapat dirasakan dalam bahan
pangan adalah yang memberi kesan manis, pahit, asam dan asin (Soekarto, 1981).
Penentuan produk yang paling disukai panelis secara keseluruhan dapat
diketahui melalui radar uji organoleptik. Grafik radar uji organoleptik seperti yang
terlihat pada Gambar 4. merangkum keseluruhan nilai rata-rata organoleptik agar
dapat terlihat lebih jelas produk yang paling disukai panelis dari berbagai aspek
pengujian.
Tabel 12. Nilai Rata-rata Kadar Air Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Kadar Air (%) (Rata-rata ±
Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 22,12 ± 1,39 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 23,77 ± 1,30 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 24,8 7± 1,52 a
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 29,25 ± 2,37 b
KK = 14,62 %
Keterangan : Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa penambahan ekstrak
kayu secang memberikan pengaruh berbeda nyata secara statistik (α=5%)
terhadap kadar air selai kolang-kaling. Hasil kadar air tertinggi adalah pada selai
pada perlakuan D (penambahan ekstrak kayu secang 10,7%) dengan nilai 29,25%
dan selai dengan kadar air terendah adalah pada perlakuan A (penambahan ekstrak
kayu secang 5,6%) sebesar 22,12%. Semakin tinggi penambahan ekstrak kayu
secang semakin tinggi kadar air selai kolang-kaling yang dihasilkan.
Kadar air selai yang dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian Aprilila, (2010) dimana selai nenas organik
memiliki kadar air 34,40%, dan pada penelitian Harianto, et al (2015), selai
Pisang mas dan buah Naga memiliki rentang kadar air 33,41- 41,50%. Perbedaan
kadar air pada setiap selai yang dihasilkan dipengaruhi oleh adanya perbedaan
karakteristik bahan baku atau bahan tambahan lain yang digunakan dalam
pembuatan selai. Menurut Fellows (2000) cit Naeem et al (2015), kadar air dapat
dijadikan sebagai indikator umur simpan pangan. Semakin rendah kadar air suatu
bahan atau produk pangan maka semakin tinggi umur simpan pangan tersebut.
Kadar air selai kolang-kaling ini telah memenuhi kriteria produk pangan semi
31
basah (intermediate-moisture food), yaitu memiliki kadar air 10% - 40% dan aw
antara 0,60-0,85 (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).
. Menurut Winarno (2004), Kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang
dinyatakan dengan aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai
aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik.
Menurut (Gandhi, 2016) pada penelitiannya nilai aw pada selai kolang
kaling dengan sari kulit buah manggis berkisaran 0,63 – 0,72. Menurut
(Kusnandar, 2010). Nilai aw yang cukup rendah pada selai dipengaruhi oleh
kandungan gula yang ditambahkan dalam pembuatan selai. Gula bersifat
higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan hidrogen
dengan air. Adanya ikatan hidrogen antar air dan gula ini menyebabkan
penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai aw sehingga air tidak dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba.
.
4.3.2 Analisis Kadar Abu
Tabel 13. Nilai Rata-rata Kadar Abu Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Kadar Abu (%) (Rata-rata
±Standar Deviasi)
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 0,075 ± 0,04
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 0,080 ± 0,04
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 0,082 ± 0,03
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 0,088 ± 0,02
KK = 6,33 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
tertinggi terdapat pada perlakuan A (penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) yaitu
0,088%, sedangkan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan D (penambahan
ekstrak kayu secang 10,7%) yaitu sebesar 0,075%. Semakin tinggi konsentrasi
ekstrak kayu secang yang ditambahkan kadar abu selai kolang-kaling yang
diperoleh cenderung semakin rendah namun penurunan kadar abu tidak berbeda
jauh pada setiap perlakuan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan
mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan suatu
bahan yang dihasilkan. Abu tersebut disusun oleh berbagai jenis mineral dengan
komposisi yang beragam tergantung pada jenis dan sumber bahan pangan
(Andarwulan et al., 2011).
Menurut deMan (1989), pengabuan atau insinerasi (pembakaran)
merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui adanya mineral dalam
bahan pangan. Pembakaran ini akan merusak senyawa organik dan meninggalkan
mineral. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan kandungan mineral yang
terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian serta kebersihan dari produk yang
dihasilkan.
Pada penelitian Rima Aprilila Wijaya (2010) pada selai nenas organik
mengandung kadar abu 0,73. Sedangkan pada penelitian Setiawan, Raswen
Efendi, Netty Herawati (2016), pada selai buah pedada (Sonneratia caseolaris)
mengandung kadar abu berkisar antara 0,31- 0,56. Perbedaan kadar abu yang
terkandung dalam setiap selai dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik
bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan.
Tabel 14. Nilai Rata-rata Serat Kasar Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Serat Kasar (%) (Rata-rata
±Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 0,44± 0,31 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 0,56± 0,45 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 0,56± 0,34 a
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 0,63± 0,55 b
KK = 7,90 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
Serat kasar (crude fiber) tidak sama pengertiannya dengan serat makanan.
Serat kasar adalah senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa
yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Serat kasar adalah serat
tumbuhan yang tidak larut dalam air, kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat
dijadikan indeks kadar serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar
ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5 bagian jumlah serat makanan (Wibowo, 2012).
Winarno (2004) menyatakan bahwa total serat yang tidak dapat larut adalah 1/5 –
1/2 dari jumlah total serat.
Serat kasar merupakan kelompok polisakarida yang tidak dapat dicerna
yang biasanya yang biasanya terdapat dalam bahan makanan. Adanya kandungan
serat dalam bahan pangan akan meningkatkan daya ikat air, daya serap minyak,
emulsifikasi serat dapat memperpanjang umur simpan produk pangan (Elleuch,
Dorothea, Oliver, Souhail, Christope dan Hamadi, 2011). Menurut Yenrina et al
(2011), serat kasar berdasarkan prinsip pengujiannya merupakan residu dari bahan
makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih,
dan terdiri dari selulose dengan sedikit lignin dan pentosan.
Tabel 15. Nilai Rata-rata Total Gula Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Total Gula (%) (Rata-rata
±Standar Deviasi)
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 17,16± 5,76 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 20,53± 2,05 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 30,37± 9,64 b
A (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 32,04± 13,33 b
KK = 4,68 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
Tabel 18. Nilai Rata-rata Total Fenol Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan
Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Total Fenol (g GAE/100 g)
(Rata-rata ±Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak kayu secang 5,6%) 10,16 ± 0,49 a
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 10,34 ± 0,59 a
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 10,75 ± 1,77 a
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 11,03 ± 2,82 b
KK = 15,83 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
terhadap total fenol selai kolang-kaling yang dihasilkan. Total fenol tertinggi
terdapat pada perlakuan D (penambahan ekstrak kayu secang 10,7%) yaitu sebesar
11,03 GAE/g sedangkan total fenol terendah terdapat pada perlakuan A
(penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) yaitu 10,16 GAE/g. Semakin banyak
penambahan ekstrak kayu secang total fenol selai kolang-kaling juga meningkat
hal ini dipengaruhi oleh total fenol yang terkandung di dalam ekstrak kayu
secang. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, ekstrak kayu secang mengandung
total fenol yaitu 26,53%.
Polifenol adalah kelompok antioksidan yang secara alami ada di dalam
sayuran (brokoli, kol, seledri), buah-buahan (apel, delima, melon, ceri, pir, dan
stroberi), kacang kacangan (walnut, kedelai, kacang tanah), minyak zaitun, dan
minuman (seperti teh, kopi, cokelat dan anggur merah/red wine). Polifenol
umumnya banyak terkandung dalam kulit buah. Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni, flavonol, tannin, isoflavon (dalam kedelai), flavanon,
antosianidin, katekin, dan biflavan. Secara umum kekuatan senyawa fenol sebagai
antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti ikatan gugus hidroksil pada
cincin aromatik, posisi ikatan, posisi hidroksil bolak balik pada cincin aromatik
dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen atau electron serta
kemampuannya dalam ”merantas” radikal bebas (Miryanti, Sapei, Budiono dan
Indra, 2011).
Tabel 19. Nilai Rata-rata Total Padatan Terlarut Selai Kolang-kaling dengan
Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Total Padatan Terlarut (%)
(Rata-rata ±Standar Deviasi)
A (Penambahan Ekstrak kayu secang 5,6%) 43,89 ± 0,96
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 45,00 ± 1,67
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 44,44 ± 7,70
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 45,00 ± 1,67
KK = 9,18 %
Keterangan: Angka-angka pada lajur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama, berbeda
nyata menurut DNMRT pada taraf α = 5%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan
sari Kayu secang memberikan pengaruh berbeda tidak nyata secara statistik
(α=5%) terhadap total padatan terlarut selai kolang-kaling yang dihasilkan.
Total padatan terlarut merupakan salah satu parameter yang disyaratkan
untuk produk selai. Besarnya total padatan terlarut produk selai menyatakan
apakah produk tersebut memenuhi standar atau tidak berdasarkan SNI. Menurut
SNI (2008), total padatan terlarut untuk selai adalah minimal 65%. Dari
keseluruhan produk selai kolang-kaling yang dihasilkan pada penelitian ini
perlakuan A hingga perlakuan D memiliki total padatan terlarut <65%.Penelitian
Guichard, Issanchou, Descourvieres dan Etievant (1991) menyatakanbahwa total
padatan terlarut selai strawberry mengandung total padatan yaitu 60%, sedangkan
total padatan selai berbasis kelapa pada penelitian Sindumathi dan Amutha (2014)
yaitu 68,5%. Total padatan yang terkandung di dalam selai dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor.
Total padatan terlarut dipengaruhi oleh pektin yang larut, sedangkan
penambahan gula pasir juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
total padatan terlarut (Winarno, 2004). Kandungan total padatan terlarut suatu
bahan meliputi gula reduksi, gula non reduksi, asam organik, pektin dan protein
(Desrosier, 1988)
4.4. Analisis Mikrobiologi
Tabel 20. Nilai Rata-rata Angka Lempeng Total Selai Kolang-Kaling dengan
Penambahan Ekstrak Kayu Secang
Perlakuan Angka Lempeng Total
(CFU/ml)
A (Penambahan Ekstrak kayu secang 5,6%) 4,5 x 102
B (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 4,0 x 102
C (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 9,1%) <3.0 x 102 (2,8 x 102)
D (Penambahan Ekstrak Kayu Secang 10,7%) <3.0 x 102 (2,6 x 102 )
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa total mikroba pada selai kolang-
kaling dengan penambahan Ekstrak kayu secang berkisar antara 4,5 x102- 2,6 x102
CFU/g. Berdasarkan hasil penelitian angka lempeng total tertinggi terdapat pada
perlakuan A (penambahan ekstrak kayu secang 5,6%) yaitu 4,5 x102 CFU/g,
sedangkan angka lempeng total terendah terdapat pada perlakuan D (penambahan
ekstrak kayu secang 10,7%) yaitu 2,6 x 102CFU/g.
Uji angka lempeng total bertujuan untuk menentukan jumlah
mikroorganisme yang tumbuh dalam suatu bahan atau produk pangan. Menurut
INFOPOM RI (2008), jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi
bakteri, kapang/jamur dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-
perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari
makanan. Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang
terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH,
kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut
diperoleh, serta kondisi pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang
terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan
nutrisi/nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut.
Pada penelitian ini angka lempeng total selai kolang-kaling telah
memenuhi syarat SNI yaitu kandungan angka lempeng total maksimal 1,0x103
CFU/g. Tabel 20 menunjukkan bahwa semakin banyak konsentrasi sari kayu
secang yang ditambahkan, angka lempeng total selai kolang-kaling cenderung
semakin menurun. Hal ini disebabkan karena sari kayu secang mempunyai sifat
sebagai antimikroba dan antibakteri. Menurut Winarno (2004), Berbagai
mikroorganisme mempunyai aw 48 minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
misalnya bakteri aw : 0,9, khamir aw : 0,8-0,9, kapang aw : 0,6-0,7.
Mikroorganisme yang mungkin tumbuh pada selai adalah kapang, karena aw selai
berkisar antara 0,618 – 0,799.
41
Kayu secang tidak hanya mengandung brazilin selain itu banyak sekali
komponen lainyang terekstrak pada saat dilakukan ekstraksi. Komponen
komponen tersebut antara lain tanin (asam tannat), asam galat, resin, resorsin, dan
sappanin. Tanin bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau menciutkan
dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri.
Menurut Yulandani R.A, Kertasurya, dan M. Rafilundi (2015) ektrak
secang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus selama 4
hari pengamatan pada produk kue bolu tetapi terdapat bakteri lain yaitu
Escherichia coli dan Streptococcus pneumonia yang mulai tumbuh pada hari
kedua pengamatan. Ekstrak secang pada konsentrasi 3% belum dapat
menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Streptococcuspneumonia.
4.5.Analisis Fisik
Warna bahan dan produk pangan dapat dibentuk oleh adanya pigmen yang
secara alami terdapat dalam bahan pangan atau bahan pewarna yang ditambahkan
ke dalam makanan (Andarwulan, Feri dan Dian, 2011). Pada pembuatan selai ini,
warna kuning yang dihasilkan berasal dari zat warna alami kayu secang yang
sengaja ditambahkan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemanfaatan
ekstrak kayu secang sebagai bahan substitusi selai kolang-kaling memberikan
pengaruh tidak nyata secara statistik pada taraf (α=5%) terhadap nilai 0hue selai
yang dihasilkan. Hasil analisis intensitas warna selai dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Nilai Uji Warna Selai Kolang-Kaling dengan Penambahan Ekstrak
Kayu Secang
Perlakuan L* a* b* 0hue warna
A ( Ekstrak Kayu Secang 5,6%) 21,38 -1,24 10,41 kuning
B ( Ekstrak Kayu Secang 7,4%) 23,57 -1,63 10,89 kuning
C ( Ekstrak Kayu Secang 9,1%) 25,8 -1,57 9,46 kuning
D ( Ekstrak Kayu Secang 10,7%) 27,02 0,85 12,82 kuning-merah
42
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D. R. And Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from secang
woods (Caesalpinia sappan, L). Prceeding of the 8th Asean Food
Conference; Hanoi 8-11 October 2003. 22-30
Andarwulan, N., Feri, K., dan Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta. Dian
Rakyat. 328 hal
Aprilia, R. 2010. Proses Pengolahan Selai Nenas Organik dan Pendugaan Umur
Simpannya.[Skripsi] Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. 57 hal
Batubara, I., Mitsunaga, T., dan Ohasi, H. 2009. Screening antiacne potency of
Indonesian medicinal plants: antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant
activities. Journal of Wood Science 55(3): 230-235.
[BSN] Badan Standar Nasional. 2008. SNI 01-3746-2008. Syarat Mutu Selai Buah.
Candra, A. 2010. Pembuatan dan Karakteristik serta pengujian sifat antimikroba dari
edible film kitosan-tepung biji aren sebagai kemasan fillet ikan salmon
[Tesis]. Sumatra Utara. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.58
hal.
Depkes. RI. (1989) Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktoral Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan. Halaman 92-94, 195-199.
47
Elleuch, M., Dorothea, B., Olivier, R., Souhail, B., Christophe, B., Hamadi, A. 2011.
Dietary Fibre and Fibre-Rich by-Products of Food Processing:
Characterisation, Technological Functionality and Commercial Applications.
Review Article. Food Chemistry.Vol 124. Page 411-421.
Farhana,H., Malana, I.T., Kodir, R.A. 2015. Perbandingan Pengaruh Suhu dan
Waktu Perebsan terhadap Kandungan Brazilin pada Kayu Secang
(Caesalpania appan, L.) [jurnal] FMIPA. Unisba. (ISSN: 2460- 6472)
Gandhi, F., Pengaruh Penambahan Sari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana,
L.) terhadap Karakteristik Selai Kolang-Kaling.[skripsi].Padang.Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Andalas. 64 hal.
Gregory, D.J.H. 1982. The Versality of Pectin. Dalam Food Product Industry.
[Online], Vol._ halaman. 32-36. Tersedia: http://jn.nutrition.org/abstrak/.pdf
[3 Februari 2008]
Hasanah, H. 2007. Nori Imitasi dari Tepung Agar Hasil Ekstraksi Rumput Laut
Merah Gelidium sp. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor. 61 hal.
Herianto, A., F. Hamzah and Yusmarini. 2015. Studi Pemanfaatan Buah Pisang Mas
(Musa acuminata) dan Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) dalam
Pembuatan Selai.[jurnal]. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 12 hal
Jun, M.H.Y., X.Fong, C.S. Wan, C.T. Yang dan Ho. 2003. Comparison of
Antioxidant Activities of Isoflavones From Kudzu Root (Pueraria labata
Ohwl). J Food Sci. Institute of Technology. 68 : Page 2117-2122
48
Karlina, Y., Adirestuti P., Meliati, D., Agustini D.M, Fadhillah, N.L, Fauziyah, N,
Malita D. 2016. Pengujian Potensi Anti Jamur Ekstrak Air Kayu Secang
terhadap Aspergillus niger dan Candida albicans : Chemical et Natural Acta
Vol 4 (no. 2): 84-87.
Kim, D.S, Baek, N., Oh, S.R., Jung, K, Y., Lee, I. S., and Leer, H., 1997, NMR
Assigment of Brazilein, Phytochemystry, 46, (no. I): 177-178.
Kok, M.S, Hill, S.E, dan Mitchell, J.R. 1999. Viscosity of Galactomannan During
Higth Temperature Processing : Influence of Degradation and Solubilition.
Food Hydrocolloids 13: 535-542
Lutony, T.I. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Penebar Swadaya. Jakarta.154 hal.
Miryanti, Y.I.P A., Sapei, L., Budiono, K. dan Indra, S. 2011. Ekstraksi Antioksidan
Dari Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
58 hal
Molnár, P.J. 2009. Food Quality Indices. Food Quality and Standards (2): 398.
Muctadi, T. R. dan Sugiono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bandung.
Penerbit Alfabeta. 320 hal.
Naeem, M.N., M.N. Fairulnizal, M.K. Norhayati, A. Zaiton, A.H. Norliza, W.Z.
Syuriahti, J. M. Azerulazree, A.R. Aswir dan S. Rusidah. 2015. The
nutritional composition of fruit jams in the Malaysian market. Journal of the
Saudi Society of Agricultural Sciences.3(4): 18-26
Nur I., Thamrin., Zakir, M.M.,2016. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan Sirup
dengan Pewarna Alami Kayu Secang (Caesalpania sappan, Linn ) terhadap
Karakteristik Organoleptik dan Aktivitas Antioksidan.[jurnal]. : Fakultas
49
Oliveira, L.F. C., Edwards H.G. M., Veloso, E. S., and Nesbittt, M., 2002.
Vibrational Spectroscopic Study of Brazilin and Brazilein, the main
constituents of Brazilwood From Brazil, Vibrational Spectroscopy 28: 243-
249.
Paul, and Falkowski.2008. The Microbial Engines That Drive Eart Biogeochemical
Cycles.
Padmaningrm, R.T., Siti, M., .Wiyarsi, A. 2012 Karakteristik Ekstrak Zat Warna
Kayu Secang (Caesalpinia Sappan, L) sebagai indikator Titrasi Asam Basa
[Jurnal]. Yogyakarta: Fakultas MIPA.UGM. hal 2.
Setiawan, E., Raswen, E., dan N. Herawati. 2016. Pemanfaatan Buah Pedada
(Sonneratia Caseolaris) dalam Pembuatan Selai.[jurnal]. FATETA, UNRI. 14
hal.
Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. IPB Press. Bogor. 143 hal
Suryani, A., Hambali E, dan Rival, M. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar
Swadaya Jakarta. 76 hal
Tarigan, J. BR. 2012. Karakterisasi Edible Film yang Bersifat Antioksidan dan
Antimikroba dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) yang
Diinkorporasi dengan Minyak Atsiri Daun kemangi (Ocimum basilicum L.).
50
Widyawati, N. 2011. Sukses Investasi Masa Depan dengan Bertanam Pohon Aren.
Yogyakarta. Lily Publisher. 106 hal.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
251 hal.
Yenrina, R., Yuliana dan D. Rasymida. 2011. Metode Analisis Bahan Pangan.
Padang. Universitas Andalas-Press.120 hal.
Pencucian
Pencucian Air Pencucian
Diekstrak dengan
dengan air mendidih
Analisa :
1. Kadar Air
2. Kadar Abu Ekstrak kayu
Bubur Kolang- 3. Serat kasar secang dgn
Kaling sebanyak 4. konsentrasi
Analisa :
45 gr 5,6%, 7,4%,
1. Antioksidan
9.1% & 10,7%
2. Nilai pH
3. Total fenol
Analisa :
1. Uji organoleptik
Pencampuran sesuai perlakuan dan
2. Kadar air
diaduk sampai homogen
3. Kadar abu
4. Serat kasar
Asam sitrat
5. Total gula
0,2 g. dan Dimasak pada suhu 60 ºC 6. Nilai pH
gula 55 g Selama ± 20 menit 7. Total padatan
terlarut
8. Antioksidan
9. Total fenol
Selai Kolang- 10. Uji Warna
kaling 11. Uji lempeng total
Lampiran 2. Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746:2008)
No Kriteria Uji Satuan persyaratan
1. Keadaan
1.1. Warna - Normal
1.2. Aroma - Normal
1.3. Rasa - Normal
2. Serat buah - Positif
3. Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65
4. Cemaran logam
4.1. Timah (Sn)* Mg/kg Maks. 250.0*
5. Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 1.0
6. Cemaran mikroba
6.1. Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1x10
6.2. Bakteri coliform APM/g <3
6.3. Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 2x10
6.4. Clstridium sp. Koloni/g <10
6.5. Kapang/khamir Koloni/g Maks. 5x10
*) dikemas dalam kaleng
52
SK Db JK KT F hitung F Tabel 5%
Perlakuan 3 15256,835 5085,612 9,440 * 4,07
Sisa 8 106,896 13,362
Total 11 15363,732
KK=14,62%
53
Keterangan :
* = significant(berbeda nyata ) > F Tabel α 5%
ns =
non significant (berbeda tidak nyata) < F Tabel α 5%
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
Buah kolang-kaling
Buah Kolang – kaling Bubur kolang-kaling
Bubur Kolang-kaling
Kayu Secang
Kayu Secang Ekstrak Secang
Sari Kayu Secang
Uji ALT
Uji Angka Selai
Lempeng Total Selai UjiTotal
Uji Total
FenolFenol