SKRIPSI
OLEH:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2023
ANALISIS EFISIENSI INPUT PRODUKSI AYAM RAS PETELUR STUDI
KASUS PETERNAKAN AAPS FARM DI JORONG TANJUNG JATI,
NAGARI VII KOTO TALAGO, KECAMATAN GUGUAK
ABSTRAK
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Produksi Ayam Ras Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS Farm Di Jorong
Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar
berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis. Terima kasih
kepada kedua orangtua, yaitu Yurmi Metri dan Yerimias M. Lamawuran. Yang
telah dengan tulus dan ikhlasmemberikan kasih sayang, do’a, perhatian, dukungan
moral dan materil selama ini. Selanjutnya kepada seluruh keluarga besar penulis
tanpa terkecuali yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama proses
pembuatan Skripsi ini. Dalam penyelesaian Skripsi ini banyak sekali bantuan yang
penulis terima dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, maka dengan itu
Universitas Andalas, Bapak Dr. Rusfidra, S. Pt, MP., selaku Wakil Dekan I
Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Ibu Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si.,
Dr. Ir. Rusmana Wijaya Setia Ningrat, M.Rur.Sc., selaku Wakil Dekan III
ii
2. Bapak Dr. Kusnadidi Subekti, S. Pt, MP., selaku Ketua Program Studi
3. Ibu Dr. Nurhayati, S. Pt, MM., selaku Ketua Bagian Pembangunan dan
Andalas.
4. Ibu Dr. Fitrimawati, S. Pt, M.Si., selaku Pembimbing I dan Ibu Ida
ini.
perkuliahan.
7. Bapak Zulfahmi dan Bang Aga, selaku pemilik Peternakan AAPS Farm
penulis yang tersebar dalam Grup Angkatan 18 (Merak Andalas), Kopaja Unand,
KKN SAVAKU, dan TGC yang senantiasa menemani penulis ketika jenuh
iii
mengerjakan Skripsi ini. Serta semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan
satu persatu yang telah memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis
Hormat penulis dan terimakasih kepada semua pihak atas segala dukungan
dan do’anya, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan yang telah
diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
v
2.3.2 Pakan ........................................................................................................ 13
2.3.5 Kandang.................................................................................................... 18
4.2.1 Umur......................................................................................................... 42
4.3 Aspek Teknis Produksi Ayam Petelur pad a Peternakan AAPS Farm ...................... 45
4.4 Analisis Input Produksi Yang Mempengaruhi Produksi di Peternakan AAPS Farm 57
vii
DAFTAR TABEL
3. Karakteristik Pemilik Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 40
4. Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 41
5. Aspek Teknis Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di Peternakan AAPS Farm .................. 46
10. Penerapan Aspek Teknis Kesehatan dan Penyakit di Peternakan AAPS Farm ............ 55
viii
DAFTAR GAMBAR
3. Scatterplot ....................................................................................................................... 62
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
I. PENDAHULUAN
subsektor peternakan. Salah satu bahan pangan dari usaha peternakan yang umum
ditemukan adalah telur. Telur merupakan sumber protein hewani yang sangat
digemari. Banyak jenis makanan olahan atau kuliner yang berbahan dasar telur dan
Ayam ras petelur merupakan ternak unggas yang dipelihara dengan tujuan
untuk menghasilkan telur yang optimal, output ini yang nantinya akan digunakan
menurut Suci dan Hermana (2012) ayam ras petelur memiliki produktivitas yang
tinggi dalam menghasilkan telur. Selain itu, telur juga merupakan produk peternakan
sebagai sumber protein hewani. Dan tidak sedikit dari masyarakat kita
menjadikannya sebagai salah satu sumber usaha atau bisnis yang cukup
Nilai gizi yang terkandung dalam satu butir telur atau sekitar 50 gram telur
Karbohidrat 0,6 gram, Total Lemak 5.3 gram, Lemak Tak Jenuh Tunggal 2.0 gram,
Lemak Jenuh 1.6 gram, Kolesterol 212 mg, Protein 6.3 gram, Vitamin A 6% dari
kebutuhan harian, vitamin B2 (Riboflavin) 15% dari kebutuhan harian, Vitamin B12
1
kebutuhan harian, Fosfor 86 mg atau 9% dari kebutuhan harian, Selenium 15,4 mcg,
Memiliki nilai gizi yang baik dan harga yang terjangkau, serta wisata
terhadap permintaan telur. Dapat dilihat dari data tiga tahun terakhir, untuk
produksi telur daerah Sumatera Barat menurut Badan Pusat Statistik (2021) pada
tahun 2020 yaitumencapai 321.917.73 Ton dan pada tahun 2021 mencapai produksi
289.152.19 Ton. Selain itu, untuk jumlah populasi ayam ras petelur, di Sumatera
Barat menurut Badan Pusat Statistik (2021) menyatakan bahwa populasi ayam ras
peningkatan populasi ayam ras petelur tahun 2020 yaitu menyentuh angka
produksi yang imbang atau serasi bisa meningkatkan efisiensi untuk memperoleh
hasil yang maksimal. Adapun rendahnya pendapatan pada usaha ternak dapat
inefisiensi produksi yang bisa mempengaruhi tingkat efisiensi produksi pada usaha
peternakan. Menurut Sarlan (2017) usaha peternakan ayam ras petelur memiliki
2
tenaga kerja, dan obat-obatan serta biaya hidup selama proses produksi. Untuk
2008). Maka dari itu, efisiensi dalam menjalankan kegiatan produksi sangatlah
besarnya.
Usaha AAPS Farm merupakan salah satu usaha peternakan ayam ras
Tanjung Jati. Usaha ini merupakan usaha perorangan yang didirikan pada tahun
2003 yang dirintis dariusaha kecil untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarga
yang juga berawal dari ketertarikan peternak terhadap ayam. Saat ini AAPS Farm
2
memiliki luas tanah 1 Ha dengan jumlah kandang sebanyak 24 unit, populasi ayam
petelur telah mencapai 26.000 ekor, dimana jumlah populasi starter 3000 ekor, tidak
ada Grower dan jumlah layer 23.000 ekor dengan jenis bibit yang digunakan yaitu
Isa Brown, serta tenaga kerja yang dipekerjakan di AAPS Farm sebanyak 8 keluarga
(16 orang).
denganmerk Mabar (MCL), Gold Coin (801 SP) dan Cargill, pakan tersebut di beli
dari Medan, Sumatera Utara. Sedangkan 1 merk lainnya yaitu Comfeed (MCG 36)
di beli dari Padang,Sumatera Barat. Keempat jenis pakan tersebut kemudian di olah
kembali oleh peternak dan di campur dengan bahan lainnya seperti dedak, jagung,
dan tepung batu. Untuk pengadaan bibit juga diperoleh dari Medan, Sumatera Utara.
beberapa jenis atau merk seperti Vita stress + Chikovit + gula, Colamox, Rhodivit,
3
Heparnol, dan lain-lain yang diperoleh dari Medan. Selain vitamin, pemberian
vaksin juga dilakukan berkala dengan frekuensi pelaksanaan per 3 bulan sekali,
jenis vaksin yang biasa digunakan adalah Gumboro, ND + IB, ND + Al, dan lain-
lain. Untuk sanitasi kandang dilakukan 2x/minggu, jenis sanitan yang biasa
digunakan adalah Rodalon, Antisep, Medisep, Obat cacing, dan lain- lain.
Peternakan AAPS Farm pada saat ini sedang berusaha untuk melakukan
efisiensi input produksi dalam menjalankan usaha ternaknya. Untuk pakan ternak,
sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/ 1000 ekor (130 gr/ ekor), saat ini
peternak hanya menghabiskan 125 kg/ 1000 ekor (125 gr/ ekor). Cara yang
dedak biasa. Untuk harga dengan jenis pakan yang baru memang terbilang lebih
mahal, tetapi dengan penggunaannya yang lebih sedikit, akan menjadi lebih irit dan
keuntungan yang didapat oleh peternak lebih maksimum. Selain itu, efisiensi yang
dilakukan oleh peternak di AAPS Farm adalah dengan membeli bibit serta
mengambil obat-obatan pada supplier yang memiliki harga lebih murah, tetapi
berkualitas.
usaha peternakan kepada pelaku usaha yang ingin memulai atau melakukan usaha
tersebut. Selain itu, peneliti ingin mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh
terhadap pendapatan atau penghasilan peternak dari usaha peternakan ayam ras
petelur. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan analisis dengan judul “Analisis
4
Efisiensi Input Produksi Ayam Ras Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS
Farm di Jorong Tanjung Jati, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak
1. Bagaimana aspek teknis produksi ayam ras petelur (Layer) pada usaha
2. Input produksi apa saja yang mempengaruhi produksi ayam ras petelur
3. Apakah input produksi ayam ras petelur ( Layer) pada usaha Peternakan
Farm.
produksi.
5
2. Bagi peneliti lain agar dapat dijadikan sarana informasi untuk melakukan
petelur.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
sebesar- besarnya, sama halnya dengan usaha atau bisnis lainnya, usaha ayam
petelur juga demikian, dimana ingin mendapatkan serta menghasilkan laba dengan
optimal. Maka, penting bagi para peternak untuk mencari dan mendapatkan ilmu
serta pengalaman sebelum atau sedang melakukan usaha ternak, agar dapat
memanfaatkan sarana maupun teknologi yang ada. Jika ditinjau dari aspek
masyarakat dan kebutuhan gizi untuk manusia, usaha ternakayam petelur memiliki
prospek usaha yang cukup baik di Indonesia. Karena berdasarkan standar nasional
yang sudah ditetapkan, bahwa konsumsi protein per hari per kapita adalah 55 gram
dengan perbandingan presentasi 80% untukprotein nabati dan 20% untuk protein
hewani. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani sebesar 20% itu bisa
didapatkan dari telur. Oleh karena itu, usaha ternak ayam ras petelur sangat
1. Fase Starter
Menurut Kartasudjana dan Supriatna (2010) fase starter adalah fase awal
dalam pemeliharaan ayam, yaitu dimulai dari ayam berumur 1 hari (DOC) hingga
berumur 6-8 minggu. Dalam fase starter pemeliharaan harus dipersiapkan dengan
dalam mengatasi pencegahan penyakit juga harus diperhatikan, karena DOC masih
2. Fase Grower
Fase grower adalah fase dimana ayam sudah berumur 6-14 minggu dan
meningkat. Pakan yang diberikan juga harus memiliki takaran yang sesuai,karena
jika ayam terlalu gemuk nantinya akan berdampak pada penurunanproduksi telur
(Sudarmono, 2003).
3. Fase Layer
berproduksi adalah memiliki jengger yang besar dan berwarna merah, mata
bersinar, kloaka membesar dan jarak di ujung tulang pubis selebar 2-3 jari atau
bahkan lebih. Di dalam fase ini hal-hal yang harus dipersiapkan yaitu sistem
ayam pada fase layer. Ayam ras petelur rentan terkena penyakit, untuk menghindari
kandang pemberian vaksinasi, dan menyortir antara ayam yang sakit dari ayam yang
sehat agar terhindar dari penyakit menular. Selain itu, untuk kegiatan-kegiatan
pemberian pakan dan minum, pengambilan telur, penyeleksian telur, dan sanitasi
kandang.
barang atau jasa untuk menambah nilai guna dari barang atau jasa tersebut
orang yang membuat atau menciptakan barang tersebut disebut produsen. Ada
produksi barang dan ada produksi jasa, produksi barang adalah yang dapat
adalah yang dapat menambah nilai guna tanpa mengubah bentuknya (Nugroho J.
Setiadi, 2013). Kegiatan produksi pada suatu perusahaan sangat penting, karena
9
bagian produksi perusahaan harus mampu meningkatkan hasil dan keuntungan
perusahaan dan harus menjaga kestabilan atau konsistensi mutu produk, sehingga
produk yang dihasilkan masih sesuai standar pasar. Jika produk stabil, maka
keuntungan yang diperoleh juga akan stabil atau bahkan meningkat (Fahmi, 2014).
Fungsi produksi adalah hubungan antara faktor input dan output yang
antara variabel input dan output. Variabel (X) sebagai input yang berperan untuk
menjelaskan variabel (Y) atau outputnya. Dalam hal ini, yang bertindak sebagai
variabel input adalah faktor produksi dan yang menjadivariabel outputnya adalah
produksi yang dihasilkan. Menurut Sukirno (2005) pada teori ekonomi ada tiga
faktor produksi yang tidak dapat berubah baik darijumlah atau hal lainnya, faktor-
faktor tersebut adalah tanah, modal dan keahlian. Hanya tenaga kerja sebagai faktor
produksi yang dapat berubah-ubah dari jumlahnya atau hal lainnya. Fungsi produksi
Q = f (K.L.R.T)
Dimana:
R = kekayaan alam
oleh faktor-faktor produksinya seperti jumlah tenaga kerja, modal, kekayaan alam,
10
dan teknologi yang digunakan. Kemudian Soekartawi (2003) juga menggambarkan
Dimana:
melibatkan dua atau lebih variabel, yang kemudian salah satu variabelnya disebut
variabel (Y) atau dependen dan variabel yang lainnya disebut (X) atau independen
(Soekartawi, 2013). Adapun rumus atau gambaran dari Soekartawi (2003) yang
kemudian (a) adalah intersep, (b1) adalah koefisien regresi penduga variabel ke-1,
lalu (e) yang merupakan bilangan natural (e = 2,7182) dan (u) merupakan unsur sisa
(Galat). Dinyatakan dalam persamaan tersebut nilai tidak ada perubahan walaupun
variabel sudah dilogaritmakan. Itu semua dapat terjadi karena nilai b1, b2, b3,...bn
yaitu return to scale fungsi Cobb- Douglas banyak digunakan dalam penelitian,
11
1. Fungsi Cobb-Douglas memiliki bentuk yang bersifat sederhana sehingga
mudah dilakukan.
produksi.
2.3.1 Bibit
Syarat dalam suatu produk dan yang menjadi pemegang peranan penting
pada langkah awal dalam membangun usaha peternakan ayam ras petelur adalah
kualitas dari bibit. Bibit yang digunakan merupakan gambaran awal dari kegiatan
usaha peternakan. Bibit harus di ambil dari indukan yang sehat. Ciri-ciri bibit yang
sehat seperti memiliki bulu yang halus, tidak memiliki cacat pada tubuh, nafsu
makan yang baik, memiliki ukuran badan normal dengan kisaran 35-45 gram,
duburnya bersih, dapat berproduksi dengan baik dan memiliki daya tahan yang baik
Indonesia terdapat jenis Isa Brown, Lohmann, Hyline dan Rode Island Red (RIR).
Tujuan adanya strain adalah agar terdapat keunggulan pada ayam seperti
produktivitas yang tinggi, konversi pakan yang rendah, daya tahan yang tinggi dan
masa bertelur yang panjang. Untuk strain Hyline adalah salah satu ayam petelur
dwiguna yang bisa menghasilkan telur sekaligus daging dan berkembang dipasaran
ayam seperti fasel awal atau starter, dimana pada fase ini adalah ketika ayam masih
DOC (umur 1 hari) hingga ayam berumur 6 minggu. Kemudian masuk ke fase
grower, dimana pada fase ini merupakan ayam yang sudah berumur 6-18 minggu.
Selanjutnya adalah fase akhir (layer), dimana pada fase ini umur ayam di mulai dari
18 minggu hingga diafkir, pada fase ini kondisi ayam sangat baik untuk berproduksi
(Rasyaf, 2004). Pendapat lain dari Rahmadi (2009) yang menyatakan bahwa pada
fase layer umur ayam di mulai dari 20 minggu hingga 80 minggu (afkir).
2.3.2 Pakan
adalah pakan dengan presentasi 70-80%, sehingga para peternak harus pintar dalam
mengelola pakan dan kreatif dalam membuat pakan alternatif tetapi berkualitas
menggunakan pakan jadi dari pabrik dalam pemeliharaanya. Ada juga beberapa
peternak membuat formulasi ransum sendiri untuk ternak, dikarenakan harga pakan
yang terus meningkat, selain itu juga dapat menambahpemasukan atau pendapatan
kebutuhan ayam terpenuhi, mulai dari pakannya yang cukup dan juga dari
tatalaksana pemeliharaannya yang baik. Pada ayam yang sudah masuk fase
produksi atau fase layer. Menurut Wahju (2004) jumlah pakan yang diberikan untuk
13
ayam petelur tipe ringan yaitu sebesar 100 g/ekor/hari, untuk tipe medium sebesar
120-150 g/ekor/hari, dan tipe berat yaitu di atas 150 g/ekor/hari. Kemudian dalam
pemberian ransum untuk ayam petelur dapat berdasarkan umur ayam, yaitu ayam
umur 18 minggu keatas sudah membutuhkan ransum dengan protein 17%, energi
Selain itu, kebutuhan pakan terhadap unggas juga tergantung pada 2 faktor:
Misalnya, ketika cuaca dingin, unggas biasanya akan lebih banyak makan
daripada minum, sebaliknya ketika cuaca panas, unggas cenderung lebih banyak
tiga golongan, yaitu mash (tepung), pellet (butiran dengan ukuran seragam) dan
crumble (butiran denga bentuk yang tidak seragam). Dari ketiga golongan tersebut
jenis pakan mash yang biasanya digunakan untuk ayam padafase starter, jenis pakan
crumble dapat digunakan pada semua umur ayam, namun untuk jenis pakan pellet
biasanya jarang digunakan, karena ukuran dan bentuknya yang tidak sesuai dengan
paruh ayam.
tenaga kerja merupakan bagian yang penting dalam kegiatan produksi dan
pada perusahaan. Semakin banyak tenaga kerja pada suatu perusahaan, maka
kegiatan produksi akan semakin efektif dan produk-produk yang dihasilkan juga
14
berkualitas serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Simanjuntak, 2001).
No. 13 Tahun 2003, menyatakan bahwa tenaga kerja adalah mereka yang berusia
antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Jika seseorang tidak mampu untuk bekerja
atau memang tidak mau untuk bekerja, maka dapat dikategorikansebagai non
tenaga kerja. Selain itu, ada istilah lain yaitu penduduk di luar usiakerja adalah
mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun (bukan usia produktif)
pengaturan jadwal tenaga kerja sudah menjadi hal yang biasa dilakukan. Yang paling
sulit adalah ketika pengaturan jadwal tenaga kerja dengan sistem shift. Karena
menurut Topaloglu dan Selim (2010) tenaga kerja tidak diperbolehkan untuk
bekerja lebih dari 7 jam per harinya, sedangkan hampir setiap perusahaan atau
bahkan semua perusahaan bekerja selama 24 jam. Maka dari itu, jadwal tenaga kerja
a) Vitamin
multivitamin dan elektrolit untuk ayam dilakukan sebelum dan sesudah vaksinasi
15
b) Vaksinasi
Vaksin memiliki 2 jenis, yaitu vaksin aktif dan inaktif. Vaksin aktif adalah
vaksin yang mengandung virus dan virus tersebut telah dilemahkan, sedangkan
vaksin inaktif adalah vaksin yang mengandung virus tetapi sudah dalam keadaan
mati. Vaksinasi juga merupakan salah satu cara dalam pencegahan penyakit
yang telah dilemahkan kedalam tubuh ternak (Suprijatna dkk., 2008). Vaksin aktif
sebaiknya segera dilakukan karena pada vaksin aktif berisi virus yang hanya
cara seperti melalui air minum, kemudian melalui cara meneteskannya di mata,
hidung dan mulut, lalu dengan cara disemprot serta penyuntikan (Fadilah dan
Polana, 2005). Untuk pemberian melalui air minum sebaiknya dilakukan pada pagi
tergantung dari komoditas ternak, kemudian jenis vaksin dan penyakit yangdialami.
pencegah penyakit (Rasyaf, 2001). Ayam yang sakit harus segera dipisahkan dari
kumpulan ayam sehat, hal ini dilakukan untuk mencegah kematian terhadap ayam
16
yang diakibatkan oleh penyakit tertentu (Setyono dkk., 2013). Menurut
Kasnodiharjo dan Friskarini (2013) ayam yang sakit, dapat dilakukan penanganan
c) Antibiotik
itulah yang menjadi ukuran sukses peternak dalam pemberian antibiotik dalam
d) Biosecurity
ternaknya akan berkurang (Setyono dkk., 2013). Tindakan biosecurity dapat berupa
pengawasan lalu lintas pada ternak. Pengawasan lalu lintas bukan hanya untuk
ternak. Menurut (Setyono dkk., 2013) juga mengawasi dan mengatur lalu lintas
orang, kendaraan dan lain-lain yang berada dilokasi peternakan. Di dalam usaha
peternakan seperti pintu gerbang yang merupakan titik pertama sebelum berurusan
dengan hewan ternak, maka sebelumnya harus disiapkan alat sprayer dan bak celup
yang sudah di isi air dan disinfektan (Fadillah dan Polana, 2005). Oleh karena itu,
sebelum dan sesudah memegang ternak unggas, petugas kandang juga harus
17
dan Friskarini, 2013). Adapun biosecurity juga diterapkan terhadap kendaraan dan
juga orang-orang yang keluar masuk area peternakan, yaitu dengan memasuki
(Yatmiko, 2008). Alat-alat transportasi yang berada di dalam ataupun dari luar
2.3.5 Kandang
nyaman dan aman agar ternak terhindar dari stress sehingga kesehatan ternak dapat
terjaga dan dapat berproduksi dengan optimal (Suprijatna dkk., 2005). Kandang
yang dibuat juga harus memiliki beberapa aspek seperti aspek kesehatan dan tata
lingkungan kandang yang baik serta teratur, hal ini guna mempermudah peternak
1995). Kandang yang baik adalah kandang yang mengarah dari barat ke timur atau
bisa juga sebaliknya, sesuai dengan arah dari sinar matahari (Nuroso, 2010).
Adapun tujuan dari arah barat timur adalah untuk menghindari panas
matahari secara langsung baik di pagi hari maupun siang hari (Priyatno, 1999).
Menurut Priyatno (1999) ada beberapa konstruksi kandang yang harus diperhatikan
seperti ventilasi udara, dinding kandang, lantai, atap dan bahan- bahan yang
ayam. Kandang yang berbentuk kotak atau sangkar (cage), tipe kandang seperti ini
sebaiknya di buat menggunakan kawat, bambu atau bisa juga dengan seng. Ukuran
18
dengan sistem battery sebaiknya di buat dari bambu dengan ukuran tiap kotaknya
adalah 40 x 35 x 40 untuk tiap 2 ekor ayam dan lokasi kandang sebaiknya juga harus
dekat dengan sumber air, kemudian dekat dengan akses jalan dan harus jauh dari
bahwa lokasi kandang akan lebih baik jika terdapat pepohonan dengan tujuan agar
udara segar masuk sehingga ternak merasa nyaman, pohon juga dapat mencegah
menggunakan bahan yang dapat memantulkan radiasi panas matahari, bahan yang
cocok untuk pembuatanatap kandang adalah seperti genting dan asbes karena dapat
yangharus dialokasikan dengan optimal dan baik, sehingga dalam mencapai output
perbedaan efisiensi. Efisiensi teknik menjadi ratio input yang akan digunakan
dengan output yang ada, efisiensi alokatif merupakan hubungan antara biaya dan
output. Efisiensi alokatif ini akan terwujud apabila suatu perusahaan dapat
19
gabungan dari efisiensi teknik dan efisiensi alokatif. Efisiensi ekonomi dapat
Teori efisiensi juga berkaitan dengan teori konsumsi serta produksi pada
menghasilkan output atau produk yang dihasilkan, yang di mulai dari tahapan
membeli dan menggunakan input atau bahan untuk produksi. Jadi, pada teori
yang harus diperhatikan, yaitu rasio harga input dan output (Wibowo dan Supriadi,
2013). Rumus yang digunakan untuk mencari efisiensi menggunakan rumus NPM
sebagai berikut:
mengevaluasi kinerja serta kemampuan daya saingnya pada suatu industri. Cara
untuk mengukur efisiensi yaitu dengan menilai daya saing antara input dan output
2. Pendekatan Regresi
Y = f (X1,X2,X3,X4,…Xn)
Dimana:
Y = Output
X = Input
indikator.
3. Pendekatan Frontier
Ada dua jenis pendekatan frontier untuk mengukur efisiensi, yaitu pendekatan
Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribusi Free Approach (DFA) atau
dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA) atau tes statistik non
21
A et al, 2015) adalah sebagai berikut:
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Efisiensi = x1
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
pakan, jumlah ternak satuan ekor, produksi telur, jam kerja, obat, vaksin, kimia
terhadap pendapatandan efisiensi ekonomi pada usaha ayam ras petelur. Dari hasil
sebesar Rp 4.688.186.-/ bulan. Kemudian rata-rata efisiensi usaha ayam ras petelur
dan efisiensi usaha ayam ras petelur. Persamaan penelitian adalah menganalisis
variabel jumlah tenaga kerja, kandang, obat-obatan, bibit, dan pakan. Adapun
metodeyang digunakan adalah regresi linier berganda. Lalu hasil yang diperoleh
usaha ayam petelur. Pendapatan kotor yang diperoleh peternak sebesar Rp.
bahwa usaha ayam petelur di Farm Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak layak
metode analisis regresi berganda dan variabel yang digunakan juga sama.
yang mempengaruhi produksi dan pendapatan dari usaha peternakan ayam buras.
22
Metode dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji F dan uji
t. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata pendapatan bersih dari usaha
ternak ayam buras adalah 89 ekor, pendapatan yang diperoleh dari penjualan feses
- 0,015X5 + 0,845X6 dan nilai koefisien determinasi adalah 0,646. Jadi, secara
keseluruhan pendapatan ayam buras yang sudah termasuk biaya pembelian ayam,
pakan, obat dan vitamin, tenaga kerja, serta listrik yaitu sebesar 64,6%, dan
memiliki sisa sebesar 35,4% yang dipengaruhioleh variabel- variabel diluar objek
variabel dependen dengan tingkat signifikan 0,05. Pada uji t, pendapatan hanya
dipengaruhi oleh faktor pembelian ayam dan biaya listrik, sedangkan faktor lainnya
Usaha peternakan ayam ras petelur adalah usaha yang terus mengalami
kebutuhan sehari-hari sebagai sumber protein hewani. Selain itu, usaha ini juga
memiliki potensi untuk dikembangkan. Dalam usaha peternakan ayam ras petelur
ada beberapa faktor produksi yang harus diperhatikan, seperti bibit, pakan, obat-
obatan, perkandangan, tenaga kerja dan sebagainya. Dengan adanya faktor produksi
tersebut nantinya akan membantu peternak dalam mencapai target pendapatan pada
23
pembelian bibit dan sebagainya. Dengan demikian, pendapatan peternak semakin
meningkat karena hasil dari usaha ternak tersebut tetap sesuai target, namun dari
tersebut, dimana usaha peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh berbagai input
24
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
25
2.7 Hipotesis
(X3) terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).
(X4) terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).
26
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan pada usaha peternakan AAPS Farm di Jorong
Tanjung Jati, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak. Dengan pertimbangan
usaha ternak tersebut termasuk usaha skala besar dengan populasi ayam sebanyak
3000 ekor Starter dan 23.000 ekor Layer. Menurut Dinar (2017) jumlah populasi
diatas 12.000 ekor artinya usaha peternakan tersebut termasuk skala besar.
Informasi dari Badan Statistik, Kecamatan Guguak bisa dikatakan sebagai sentral
bulan, yaitu pada bulan Desember 2022 – Januari 2023 atau hingga data yang
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Metode studi kasus
merupakan metode dengan tujuan untuk mengetahui suatu kejadian atau fenomena,
pelaksanaan penelitian studi kasus juga harus memiliki informasi atau data
lengkapyang bisa diperoleh dari metode penelitian lain agar dapat memberikan
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer ayam Layer
bibit berbeda-beda dan yang akan diamati adalah waktu produksinya (per minggu),
maka dari itu, dilakukan penelitian dengan sampel saja untuk menggambarkan
27
kondisi mingguan tatalaksana pemeliharaan dan produksinya. Menurut Sekaran
(2011) data primer dalah data berisi informasi - informasi yang langsung diperoleh
dari pihak yang bersangkutan atau yang dimintai keterangan oleh peneliti dan
memiliki kaitan atau sesuai dengan variabel. Sumber data primer adalah responden
individu, kelompok, hingga internet yang juga dapat menjadi sumber data primer
observasi atau melalui pertemuan langsung dengan pemilik Peternakan AAPS Farm
dan terjun langsung dalam kegiatan usaha peternakannya. Pengambilan data untuk
Indikator penilaian:
• Jenis bibit
• Umur bibit
b. Pakan Indikator
penilaian:
• Jenis pakan
28
• Kualitas pakan
c. Perkandangan
Indikator penilaian:
• Konstruksi kandang
• Kebersihan kandang
Indikator penilaian:
e. Tenaga Kerja
Indikator Penelitian:
• Jam kerja
• Obat-obatan (g/minggu)
29
• Tenaga kerja (HOK = Hari OrangKerja/minggu)
• Elastisitas produksi
• Produksi (butir)
atau keadaan secara objektif, dimana dari proses awal pengambilan data hingga
penelitian kuantitaif adalah untuk menjelaskan variabel subjek studi yang sesuai
dan kesehatan ternak. Untuk melihat aspek teknis tersebut diperlukan faktor penentu
untuk menilI dari aspek teknis. Ditjen Peternakan (1992) mempunyai pedoman
30
Tabel 1. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan Ditjen
Peternakan (1992)
No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Skor
I. BIBIT / REPRODUKSI 160
1. Jenis bibit yang dipelihara a. Bibit unggul 80
b. Turunan silang 40
c. Bibit local / lainnya 5
31
III. TALAKSANA PEMELIHARAAN 70
PERKANDANGAN 100
32
c. Kurang 5
Dua atau lebih syarat di atas
tidak Terpenuh
33
2. Vaksinasi / pencegahan a. Baik: vaksinasi 50
b. Kurang: tidak dilakukan 5
vaksinasi
TOTAL 830
60% Perhitungan nilai skor untuk tiap aspek teknis dilakukan dengan
perhitungan:
34
Keterangan:
β 0: Konstanta
β 1, β 2: Koefisien regresi
e: Variabel pengganggu
a) Uji Statistik
1) Uji t
Untuk menguji apakah input produksi yang digunakan dari usahaayam ras
semua variabel bebas diuji satu persatu. Agar lebih memahami dan mengetahui dari
Jadi, jika t-hitung > t-tabel dan Sig < 0,05 maka H0 di tolak dan H1 diterima artinya
Uji koefisien determinasi yang dilambangkan (R2). Uji ini bertujuan untuk
35
variabel dependen. Koefisien determinasi memiliki nilai antara nol dan satu. Jika
menjelaskan variabel dependen terbatas. Tetapi, jika nilai (R2) mendekati 1 berarti
3) Uji F
variabel dependen. Maka perlu dilakukan analisis uji F ini. Hipotesis dalam uji F
ini adalah:
Jadi, jika nilai F-hitung > F- tabel atau Sig < 0,05 maka H0 di tolak danH1 diterima.
lanjut terhadap data yang telah dikumpulkan dan dilaksanakan sebelum melakukan
regresi linear berganda terhadap hipotesis penelitian. Data- data yang akan diolah
1) Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui lebih lanjut dalam model
regresi, apakah variabel pengganggu memiliki distribusi yang normal. Uji normalitas
36
merupakan uji untuk menentukan data yang diambil dan dikumpulkan dari populasi
normal. Karena pada uji (t) parsial pun memiliki asumsi bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Jika dilanggar maka uji statistik tidak valid pada jumlah
sampel yang kecil. Untuk mendeteksi distribusi residual normal atau tidak adalah
menggunakan beberapa cara, seperti analisis grafik danuji statistik (Ghozali, 2011).
mengetahui lebih lanjut, apakah pada model regresi terdapat korelasi antar variabel
bebas. Model regresi yang baik di dalamnya tidak terjadikorelasi antar variabel
bebas. Pelaksanaan uji multikolinearitas dilihat dari besaran nilai VIF (Variance
Inflation Factor) dan nilai tolerance. Variabel independen tidak bisa menjelaskan
antara variabel satu denganyang lainnya, sehingga nilai tolerance yang nantinya
tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, jika nilai tolerance rendah,
3) Uji Autokorelasi
apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode (t) dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).
4) Uji Heterokedastisitas
apakah pada model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual antar
dapat dilakukan untuk melakukan pengujian, seperti uji grafik plot, uji white, uji park
37
dan uji glejser. Heteroskedastisitas tidak terjadi apabila pola yang ada tidak jelas dan
kemudian di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y terdapat titik-titik yang
sebagai berikut:
yang disebut dengan koefisien regresi. Maka dari itu, nilai produk marginal (NPM)
NPM= 𝑏.𝑌.𝑃𝑦
𝑥
Dimana:
b: Elastisitas produksi
Y: Produksi (butir)
(NPM)input X tersebut dengan harga satuan input (Px), dengan rumus sebagai
berikut:
38
Tingkat Efisiensi = 𝑁𝑃𝑀𝑥𝑖
𝑃𝑥𝑖
Dimana:
• Jika NPM/ Pxi = 1, atau NPM / BKM = 1, makanilai input produksi tersebut
optimal
• Jika NPM / Pxi < 1, atau NPM / BKM < 1, maka penggunaan nilai input
• Jika NPM / Pxi > 1, atau NPM / BKM > 1, maka penggunaan nilai input
suatu produksi. Data bisa diambil per hari, per minggu, per bulan dan
lain-lain.
(Output).
3) Bibit adalah ternak yang telah memenuhi syarat tetentu dan siap untuk
dikembangkan.
ternak yang dapat di makan, di cerna dan di serap oleh ternak. Dan tidak
6) Obat hewan adalah sesuatu persediaan yang bisa berupa benda padat, cair
selama proses produksi, seperti skop, gerobak, cangkul dan lain - lain.
minimalnya.
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Puluh Kota, Sumatra Barat, Indonesia. Dibatasi oleh wilayah di sebelah utara yaitu
Nagari Jopang Manganti dan Talang Maur Kecamatan Mungka. Di sebelah selatan
Nagari Limbanang Kecamatan Suliki dan sebelah timur berbatasan dengan Guguak
Jorong. Dataran tinggi Nagari Tujuah Koto Talago secara geografis terdiri
dan Jorong Tanjung Jati. Dataran yaitu Talago, Ampang Gadang, Koto Kociakdan
Padang Jopang. Ketinggian daerah sekitar 500 – 600 meter di atas permukaan laut.
Pada tahun 1979 sampai 2000, Sistem Pemerintahan Desa waktu itu terdiridari 7
desa yaitu: Desa Talago, Desa Ampang Godang, Desa tanjung Jati, DesaKoto
Kociak, Desa Padang Kandi, Desa Sipingai dan Desa Padang Jopang. Pada tahun
2001, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari Desa kembali ke Nagari sesuai
dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota No. 1 Tahun 2001 dan
Nagari Tujuah Koto Talago, tanggal 29 Februari 2001 yang terdiri dari:
38
1. Jorong Talago
6. Jorong Sipingai
AAPS Farm, berada di Jorong Tanjuang Jati, Nagari VII Koto Talago,
Kecamatan Guguak. Didirikan oleh Bapak Zulfahmi pada tahun 2003. Peternakan
AAPS Farm ini mengawali usahanya dengan populasi awal 1000 ekor. Usaha ini
berkembang hingga total populasi ayam pada Maret 2023 dengan 2 lokasi usaha
Luas area kendang AAPS Farm ± 1 Ha yang dibagi menjadi 2 lokasi yang
berjauhan. Lokasi pertama berada di Kampung Salo. Dan lokasi kedua berada di
Kampung Luak Lago. Pada lokasi pertama terdapat kantor AAPS Farm, kandang
starter dan kendang layer, gudang pakan dan gudang telur. Pada lokasikedua
perkandangan baterai untuk ayam layer dan kandang litter untuk ayam starter
Usaha ayam ras petelur AAPS Farm memiliki pekerja sebanyak 8 keluarga
berikut:
39
Tabel 2. Data Pekerja AAPS Farm
1 Pengawas Kandang 1
2 Tenaga grinding dan mixing pakan 3
3 Tenaga kendang: 6
* Pemeriksaan kendang
Tabel 3. Karakteristik Pemilik Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm
No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Umur (tahun)
0 – 11 0 0%
12 – 25 0 0%
26 – 45 1 50%
46 -65 1 50%
>65 0 0%
2. Tingkat Pendidikan
SD 0 0%
SMP 0 0%
SMA 0 0%
Perguruan Tinggi 2 100%
40
3. Pengalaman Beternak (tahun)
1 -5 0 0%
6 – 10 1 50%
11 – 15 0 0%
16 – 20 1 50%
4. Pekerjaan Utama
Petani 0 0%
Peternak 2 100%
Tabel 4. Karakteristik Pekerja Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm
41
4. Pekerjaan Utama
Petani 0 0,00%
Peternak 12 85.71%
4.2.1 Umur
sampai 64 tahun dan non produktif adalah usia muda dan usia tua. Pada
usahapeternakan AAPS Farm bisa dilihat pada Tabel 3, persentase umur pemilik
usaha ternak AAPS Farm berada pada rentang usia yang produktif. Sama halnya
dengan persentase umur pekerja lainnya di Tabel 4. Dari hasil survei didapat
persentase umur pemilik dan pekerja sebesar 100 % usia produktif. Jika dilihat dari
rataan usia tersebut, bisa disimpulkan bahwa sebagian besar pekerja di kelompok
ini adalah generasi milenial yang lahir di era 80-an hingga 2000-an awal. Sehingga
dari data tersebut dapat diartikan bahwa peternak sangat mampu dalam
menjalankan usaha ternak ayam ras petelur serta mampu mengelola peternakan
negeri. Pasalnya tenaga kerja usia produktif biasanya punya kelebihan baik dari
42
4.2.2 Tingkat Pendidikan
pola pikir, sikap dan tingkah laku yang diyakini mampu meningkatkan
produktivitas kerja demi tercapainya target yang telah ditetapkan. Pada Tabel 3,
sedangkan pada table 4, tingkat pendidikan pekerja rata – rata adalah SD dengan
pekerja pada usaha ternak AAPS Farm masih rendah, sehingga cukup sulit dalam
menerapkan inovasi terbaru. Hal ini sesuai dengan pendapat Stuart dan Sundeen
kinerja karyawan.
berpengaruh terhadap pola pikir, sikap dan tingkah laku. Berdasarkan hasil
43
penelitian diketahui bahwa karyawan pada usaha ternak AAPS Farm memiliki
pengalaman yang cukup lama dalam beternak ayam ras petelur. Hal ini terlihat dari
usaha ini selama kurun waktu 20 tahun hingga sekarang telah meregenerasi pada
putranya.
bahwa karyawan sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik terhadap
1) Lama waktu/masa kerja, ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang
terbanyak atau yang memberikan penghasilan terbesar. Dan pekerjaan yang bisa
Dari hasil survey didapatkan data bahwa pekerjaan utama dari pemilik AAPS Farm
adalah 100% usaha peternakan, walaupun ada bisnis dan pekerjaan lainnya, namum
penghasilan terbesarnya adalah dari hasil usaha peternakan. Demikian juga untuk
44
adalah sebagai peternak. Hal ini menandakan bahwa pekerjaan utama karyawan
memang sebagai peternak ayam ras petelur pada usaha ternak AAPS Farm yang
satu pekerjaan, maka pekerjaan tersebut digolongkan sebagai pekerjaan utama. Bila
pekerjaan yang dilakukan lebih dari satu, maka pekerjaan utama adalah pekerjaan
yang dilakukannya dengan waktu terbanyak. Jika waktu yang digunakan sama, maka
Seseorang dikatakan mempunyai pekerjaan lebih dari satu apabila pekerjaan yang
4.3 Aspek Teknis Produksi Ayam Ras Petelur padaPeternakan AAPS Farm
produksi, berupa input produksi yang merupakan elemen yang mendukung upaya
penciptaan nilai atau menambah nilai suatu barang. Dalam penelitian ini untuk
ditentukan dan ditinjau dari aspek teknik pemeliharaan Ayam Petelur yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan pada tahun 1992. Dari hasil
penelitian yang telah di analisis menggunakan aspek teknis Ditjen Peternakan 1992
4.3.1 Bibit
Nomor 41 Tahun 2014, benih merupakan ternak yang sudah diwariskan memiliki
45
Tabel 5. Penerapan Aspek Teknis Bibit di Peternakan AAPS Farm
No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Jenis bibit yang 80 80 100
dipelihara
2. Vaksinasi terhadap 40 40 100
bibit yang diterima
3. Pengetahuan masa 40 40 100
berproduks
Jumlah 160 160
Persentase Skor Total 100
persentase skor total sebesar 100%. Dari hasil tersebut, jika mengacu pada
menggunakan jenis bibit unggul Isa Brown yang merupakan bibit ayam ras petelur
tipe medium yang berasal dari breeding lokal dan sudah terdaftar sertaterseleksi
dari Medan. Sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) keunggulan Isa Bwown yaitu:
Produksi harian (hen day) pada peternakan AAPS Farm memiliki rata- rata
sebesar 86.13%. Hal ini sesuai dengan pendapat (ISA Brown-Alternative Product
System) kemampuan produksi perhari pada ayam petelur Isa Brown sekitar 80%
hingga 94%. Adapun faktor lain yang mempengaruhi penggunaan bibit adalah
dalam tahap pemilihan/seleksi. Seleksi sudah dilakukan sebanyak dua kali, seleksi
pertama yang berkaitan dengan keturunan sudah di seleksi dengan standar pabrik,
dan seleksi kedua yang berkaitan dengan kesehatan serta bentuk fisik bibit sudah
46
diseleksi oleh peternak. Pada faktor ini mendapatkan persentasi sebesar 100%
dikarenakan penjual bibit dan peternak sudah mengenal dengan baik dari turunan
mendapatkan persentasi yang baik yaitu 100%, hal ini dikarenakan sudah dalam
arahan dari dinas peternakan atau lembaga setempat yang terkait dan memiliki
Fowl Kolera, Fowl Pox,dll. Sehingga dalam hal ini aspek teknismendapatkan skor
sebesar 100%
Untuk masa produksi ayam petelur juga perlu diketahui oleh peternak,
keuntungan yang maksimum. Dalam hal ini peternak sudah mengetahui masa
produksi dari ternaknya, di mulai pada usia 18 minggu sudah mulai berproduksi, lalu
pada minggu ke 34 -38 terjadi puncak produksi hingga minggu ke 85 yang menjadi
akhir produksi (afkir). Sehingga pada faktor aspek teknis ini mendapatkan skor
sebesar 100%.
jauh berbeda dengan penelitian Cica (2020) yang juga menggunakan bibit unggul
jenis Isa Brown yang berasal dari breeding lokal terdaftar, kemudian juga
menerapkan seleksi bibit di setiap hari pada minggu pertama, serta juga dilakukan
vaksinasi.
47
4.3.2 Pakan
diperhatikan oleh pemilik usaha. Aspek teknis pakan pada peternakan AAPS Farm
Seperti terlihat pada tabel di atas, persentase skor total aspek teknis pakan
adalah 85%, Usaha AAPS Farm memang sedang melakukan efisiensi terhadap
pakan untuk fase layer diberikan 2 kali sehari (pagi jam 09.00 dan sore jam 16.00).
telah melakukan efisiensi yang sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/
1000 ekor (130 gr/ ekor), saat ini peternak hanya menghabiskan 115-125 kg/ 1000
ekor (115-125 gram/ gram /ekor). Cara yang dilakukan peternak adalah mengubah
48
(49,75%) dengan dedak bekatul (15,43%) sebelumnya peternak hanya
menggunakan dedak biasa. Dari skor Ditjen Peternakan (1992), ini sudah
menandakan bahwa penerapan aspek teknis pakan di AAPS Farm sudah baik.
Penerapan aspek teknis pakan pada AAPS Farm dapat dikatakan sudah
hampir memenuhi standar dari Ditjen Peternakan (1992) dan mendapatkan skor
85%. Hasil dari observasi lapangan, untuk penggunaan air minum dari segi kualitas
dan kuantitas mendapatkan skor 100%. Ini dikarenakan di AAPS Farm sudah
memiliki sumber air yang baik seperti air sumur dan air PDAM. Sehingga tidak
dikhawatirkan lagi akan terjadi kekurangan air minum untuk ternak. Menurut
Rasyaf (2005) selain jumlah air harus cukup, kualitas air juga harus baik, karena
tidak semua air dapat di konsumsi dengan aman oleh makhluk hidup.
berbeda sedikit dengan penelitian Cica (2020) yang memberikan jenis pakan buatan
49
pabrik terdaftar, sedangkan di AAPS Farm memberikan pakan campuran olahan
suatu usaha peternakan. Tatalaksana pemeliharaan yang baik secara umum meliputi
pemberian pakan, pemberian air minum, bentuk dan ukuran kandang yang
digunakan dan hal teknis lainnya. Aspek teknis pemeliharaan di peternakan AAPS
persentase skor total sebesar 100%, yang mengacu pada Direktorat Jenderal
pemeriksaan kandang dan pemberian pakan pada pagi dan siang hari. Pengambilan
telur di dilakukan 1 kali dalam sehari di pagi hari. Pekerja kandang juga melakukan
50
sortasi untuk memisahkan telur yang utuh dengan telur yang retak, serta mengambil
jika ada ayam yang mati untuk di kubur. Sehingga dalam hal ini, skor aspek teknis
Selain itu, karena sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak sudah
full intensif, dalam hal ini juga mendapatkan skor 100% berdasarkan standar Ditjen
Peternakan (1992). Begitu juga halnya dengan aspek teknis lainnya seperti sudah
dengan penelitian Cica (2020) dimana untuk pemberian pakan dilakukan sebanyak
1-2 kali sehari, sistem pemeliharaan yang diterapkan intensif dan memiliki catatan
4.3.4 Perkandangan
bangunan, desain kandang, dan pemilihan lokasi, lokasi harus jauh dari
pemukiman, mendapatkan sinar matahari dan terlindung dari angin, karena kandang
51
Tabel 8. Penerapan Aspek Teknis Perkandangan di Peternakan AAPS Farm
No Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
. Ditjen didapat (%)
1. Letak kendang 25 25 100
2. Kontruksi kendang 25 25 100
3. Luas/ efisiensi 25 25 100
kendang
4. Peralatan kandang 25 25 100
Jumlah 100 100
Persentase Skor Total 100
perkandangan terbilang sangat baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis
perkandangan yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dannilai ini
termasuk dalam kategori sangat baik menurut skor pada Ditjen Peternakan (1992).
menjalankan aspek perkandangan dengan baik seperti letak kandang yang sudah
sesuai dengan aturan yaitu jarak 5 meter dari rumah, jauh dari kebisingan dan jauh
dari pembuangan sampah. Kemudian dari segi kontruksi kandang juga sudah
dilakukan dengan baik seperti bahan yang digunakan kuat dan mudah didapat, lantai
Hal ini sesuai dengan poin yang dikemukakan oleh Hartati (2007) bahwa
struktur kandang yang baik harus kuat, memiliki sirkulasi udara yang baik, dan
struktur kandang harus mampu menahan beban kejut dan dorongan yang kuat dari
52
Untuk efisiensi penggunaan kandang pada ayam layer juga sudah sesuai
dengan standar dari Ditjen Peternakan (1992) yaitu dalam ukuran 1 meter
dapatmemuat ayam sebanyak 1-5 ekor. Serta peralatan kandang yang dimiliki juga
lengkap seperti tersedianya ember, sapu lidi, sekop, dan lain-lain. Kandang layer
pada AAPS Farm terbagi menjadi 2 lokasi yaitu di Kampuang Salo dengan populasi
13.000 ekor layer dan 3.000 ekor starter, serta di Kampuang Luak Lago dengan
memiliki kesamaan dengan peneltian Cica (2020) yang memiliki lokasi kandang
kandang juga menggunakan bahan yang kuat dan mudah didapat, penerapan
efisiensi kandang sudah baik yaitu 1 meter untuk 1-5 ekor ternak dan peralatan
teknis terkait Kesehatan dan Penyakit dapat dilihat dalam tabel 9 berikut:
53
✓ Tahu gejala 10 10 100
✓ Tahu penyebab 10 10 100
✓ Tahu cara 10 10 100
pemberantasannya
c) Coccidiosis
✓ Tahu gejala
10 10 100
✓ Tahu penyebab
10 10 100
✓ Tahu cara
10 10 100
pemberantasannya
d) CRD
✓ Tahu gejala 10 10 100
✓ Tahu penyebab 10 10 100
✓ Tahu cara 10 10 100
pemberantasannya
e) Cholera
✓ Tahu gejala 10 10 100
✓ Tahu penyebab 10 10 100
✓ Tahu cara 10 10 100
pemberantasannya
pemberantasan penyakit sudah baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis
kesehatan/ penyakit yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dan nilai
54
Farm adalah dengan melakukan vaksinasi, pemberian obat cacing, serta pemberian
vitamin yang dilakukan secara rutin dan terjadwal, baik untuk ayam DOC maupun
55
Menurut Winkel (1997), biosekuritas merupakan suatu system untuk
pencegahan penyakit pada ternak juga memiliki kesamaan dengan penelitian Cica
vaksinasi dan biosekuritas. Selain itu, peternak juga sama-sama sudah memiliki
pengetahuan terhadap penyakit seperti ND, Fowl Fox, Coccidiosis, CRD dan
Cholera.
dalam bentuk tabel, kemudian telah dihitung nilai/skor masing – masing dengan
56
Dari tabel di atas, terlihat aspek teknis pemeliharaan mendapatkan skor
dengan persentase skor total 91%. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1992)
jika dilihat dari skor keseluruhan pada aspek teknis pemeliharaan, aspek teknis
produksi di peternakan AAPS Farm sudah memiliki standar yang baik. Karena
pemilik usaha yang berlatar belakang pendidikan seorang dokter hewan dan
AAPS Farm
hubungan yang signifikan dengan variabel Y. Selain itu, uji statistik juga digunakan
untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara dua atau lebih dari variabel
1) Uji F
57
Tabel 12. Hasil Analisis Uji F
Dari hasil analisis pada tabel ANOVA di atas, didapatkan nilai signifikasi
sama dengan 0,000 dan lebih kecil dari α (0,05), atau nilai Sig.0,000 < 0,05.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, bahwa secara bersamaan input produksi (pakan,
bibit, OVK dan tenaga kerja) berpengaruh terhadaphasil produksi (produksi telur)
Pada uji determinasi (R2) ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar
persentase yang diberikan oleh variabel bebas atau input produksi terhadap variabel
/ R Square sebesar 0,889 atau sama dengan 88,9%. Ini menunjukan bahwa secara
bersamaan variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja berpengaruh terhadap
produksi sebesar 88,9%. Sedangkan sisanya 11,1% dipengaruhi oleh variabel lain
58
3) Uji t
input produksi seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3) dan tenaga kerja (X4)
OVK (0.000), dan tenaga kerja (0.000). Artinya untuk variabel pakan, OVK dan
tenaga kerja yang memiliki nilai signifikan kurang dari 0,05 berarti variabel input
Sedangkan untuk bibit mendapatkan nilai signifikan lebih besar dari 0.05, yang
artinya variabel bibit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur di Peternakan
AAPS Farm.
Uji asumsi klasik adalah uji yang dilakukan sebelum melakukan analisis
regresi linier berganda, di dalam uji asumsi klasik terdapat beberapa uji yang harus
dilakukan seperti uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji
59
autokorelasi. Tujuan uji asumsi klasik adalah untuk menguji kelayakan suatu model
penelitian. Uji ini berguna untuk mengetahui apakah terjadi ketidaknormalan data,
1. Uji Normalitas
Uji normalitas, bertujuan untuk menguji apakah data yang ada memiliki
nilai penyaluran hasil produksi yang normal atau tidak. Jika dilihat pada grafik yang
ada pada gambar 2. Normal P-Plot, digambarkan bahwa titik-titik pada grafik
berada di dekat atau bahkan menempel pada garis, ini menandakan bahwa data yang
didapat berdistribusi secara normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2001)
bahwa pada pengujian Normal Probability Plot, jika penyebaran titik-titik berada
berarti data yang didapat berdistribusi secara normal. Tetapi sebaliknya, jika titik-
titik berada menjauh atau bahkan diluar garis, berarti menandakan masih ada data
yang tidak normal. Data yang baik ialah data yang memiliki penyaluran hasil
60
produksi yang normal atau mendekati normal.
2. Uji Multikolinieritas
yang kuat antar variabel bebas. Jika memiliki hubungan pada model regresi, maka
persamaan tersebut tidak baik. Tetapi sebaliknya, jika tidak terdapat korelasi antar
agar persamaan tersebut baik. VIF (Variance Infaltion Factor) merupakan salah
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF pakan (X1) yaitu 2.686,
bibit (X2) 1.423, OVK (X3) 1.234 dan tenaga kerja (X4) 2.450. Jika mengacu pada
masalah multikolinieritas karena nilai VIF kecil dari 10 atau nilai tolerance besar
dari 0.1,artinya variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja tidak ada korelasi yang
3. Uji Heteroskedastisitas
mengetahui apakah varian atau ragam residualnya konstan atau tidak. Pada intinya,
61
ragam atau varian residual harus konstan (homoskedastisitas), jika terjadi
homoskedastisitas berarti uji asumsi klasik sudah terpenuhi. Dan sebaliknya, jika
heteroskedastisitas. Uji ini sangat penting dalam uji asumsi klasik seperti model
regresi, jika uji ini tidak memenuhi syarat, maka model regresi tidak terpenuhi
Gambar 3. Scatterplot
dilihat tidak terjadi pola yang jelas serta titik-titik menyebar ke atas dan ke bawah
angka nol yang menandakan tidak terjadi gejala heteroskedatisitas. Hasil penelitian
4. Uji Autokorelasi
dalam suatu pengamatan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya di waktu
yang berbeda. Autokorelasi ini akan muncul apabila terjadi pengamatan yang
dilakukan terus menerus atau berkelanjutan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
62
autokorelasi pada penelitian ini, maka digunakan uji Durbin-Watson (DW Test).
Dari tabel analisis didapat nilai Durbin Watson (DW) yaitu 1.793.
Autokorelasi Autokorelasi
positif negatif
DW(1.793)
Dari tabel 17, terlihat posisi DW berada diantara dU (1.7335) dan nilai 4-
dU (2.2665), maka hipotesis nol diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi antara
residual pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Sesuai dengan yang
dijelaskan oleh Mudjarat Kuncoro (2003) bila nilai DW lebih besar dari pada batas
atas (dU) maka koefisien autokorelasisama dengan nol. Artinya tidak terdapat
autokorelasi positif dan juga sebaliknya jika nilai DW lebih rendah dari pada nilai
63
batas bawah (dL) maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya terjadi
autokorelasipositif. Dan jika nilai DW berada diantara dL dan dU, maka tidak bisa
diambil kesimpulan.
Dari hasil analisis output SPSS, didapatkan nilai Signifikan lebih kecil dari
α 0,05 yaitu sebesar 0,000. Kemudian nilai koefisien regresi yang didapatkan pada
variabel input pakan (X1) bernilai positif yaitu sebesar 5.837 dan berpengaruh
terhadap input pakan (X1), maka akan berpengaruh terhadap produksi telur sebesar
64
5.837.
Peternakan AAPS Farm. Pakan yang diberikan pada ternak berupa campuran
konsentrat, dedak, jagung dan tepung batu. Pakan berasal dari olahan pabrik yang
di beli dari Medan, terdapat juga campuran pakan dengan olahan sendiri dari
peternak seperti penambahan dedak bekatul. Pemberian pakan yang rutin dilakukan
sebanyak dua kali dalam sehari. Ini menandakan bahwa peternak pada Peternakan
AAPS Farm sudah mengerti dalam mengelola pakan pada proses pemeliharaan atau
masa produksi. Selain itu, karena pakan adalah faktor yang utama dalam produksi
telur ketika menjalankan usaha peternakan. Semakin cukup jumlah dan kualitas
pakan yang diberikan, maka produksi telur akan meningkat dan sebaliknya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wardhany (2017) bahwa pakan yang diberikan akan
mendapatkan nilai sebesar 0,631 atau besar dari α 0,05. Nilai koefisien regresi yang
didapatkan bernilai sebesar 3.189, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
telur. Artinya jika terjadi penurunan kuantitas bibit akibat kematian, maka
terhadap jumlah produksi. Hal ini dapat dilihat dari angka kematiannya yang rendah
yaitu sebesar 0,02%. Oleh karena itu, setelah dilakukan uji dengan statistik
penurunan jumlah bibit tidak terlalu berpengaruh/ tidak signifikan. Penelitian ini
sesuai dengan penelitian Nurmala (2023) yang bahwa faktor produksi bibit tidak
berpengaruh nyata terhadap proses produksi. Berarti jika terjadi perubahan kuantitas
65
bibit pada suatu usaha peternakan, tidak akan berpengaruh terhadap hasil produksi
telur.
memperhatikan dalam hal penggunaan bibit, mulai dari penilaian terhadap jenis dan
keturunannya hingga bentuk fisik dari bibit yang akan digunakan. Hal ini dilakukan
mengingat bahwa bibit merupakan faktor penting dalam proses produksi. Dalam
hal ini, peternak menggunakan bibit jenis unggul Isa Brown, dengan rata-rata
mortalitas per minggu sebesar 0.02% dan persentase Hen Day sebesar 86,13%.
Sesuai dengan (ISA Brown Alternative Product System) pada ayam ras petelur jenis
Isa Brown memiliki persentase kemampuan bertelur 80% - 94% dan angka
mortalitas 0.7%, Artinya hasil produksi (Y) memenuhi standar strain Isa Brown.
persentase produksi baru mencapai 85.73% dan puncak produksi pada peternakan
AAPS Farm terjadi pada minggu ke 34-38 dengan rata – rata produksi per minggu
sebesar 94.59%. Berbeda dengan pendapat Dedy Sulaiman (2019) dalam Jurnal
Peternakan Terapan menyebutkan bahwa bibit jenis Isa Brown mampu mencapai
puncak produksi pada umur 24-28 minggu dengan rata-rata persentase produksi
sebesar 92,77%. Pada periode intake layer ini, ternak mengalami keterlambatan
dalam proses produksi. Keterlambatan produksi yang dialami ternak menurut Dedy
palatabilitas ternak terhadap perubahan jenis pakan yang diberikan dan dimakan,
dapat dilihat dari respon pada bibit yang baru masuk, karena ada perbedaan jenis
pakan dari tempat asal ke peternakan AAPS Farm. Selain itu, faktor stress,
66
Pengaruh OVK (X3) terhadap jumlah produksi telur (Y)
0.000 atau lebih kecil dari α 0,05 dan nilai koefisien regresi yang didapatkan dari
faktor produksi OVK (X3) sebesar -0,699. Ini berpengaruh nyata terhadap produksi
ternak atau juga terhadap jumlah produksi telur yang dihasilkan. Ini terjadi, jika
dalam penanganan dengan cara pemberian obat-obatan terhadap ayam sakit tidak
sesuai dosis atau kurang dari yang sudah ditetapkan, maka ternak akan mengalami
Hal ini disebabkan karena peternak sudah bisa mengetahui secara pasti
mulai dari gejala dan penyebab ternak sakit. Peternak juga sudah paham tindakan
preventif yang harus dilakukan dalam menangani penyakit terhadap ternak. Ketika
mengatasi ayam mati dan ayam yang sedang sakit, peternak melakukan pengecekan
rutin ke kandang setiap pagi dan sore hari, jika terdapat ternak yang sakit atau sudah
mati, ternak tersebut langsung dipisahkan dengan ternak lainnya agar menghindari
penularan, kemudian ternak yang sakit segera dilakukan pengecekan dan pemberian
vitamin dengan ilmu yang dimiliki oleh peternak, karena latar belakang peternak di
AAPS Farm adalah seorang dokter hewan, dan untuk ternak yang sudah mati segera
di kubur.
jumlah penggunaan OVK yang berlebihan, justru tidak efektif dalam penanganan
penyakit. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nurmala (2023) yang menyatakan
67
bahwa faktor produksi OVK berpengaruh terhadap proses produksi.
dari α 0,05. Nilai koefisien regresi yang didapatkan dari faktor produksi tenaga kerja
(X4) sebesar 3.777 dan berpengaruh nyata terhadap produksi dipeternakan AAPS
Farm. Artinya apabila peternakan AAPS Farm menambah jumlah tenaga kerja,
maka jumlah produksi telur yang dihasilkan juga akan lebih baik. Sedikit saja
merubah jumlah tenaga kerja dalam proses produksi, maka akan berpengaruh
terhadap produksi telur sebesar 3.777. Ini dikarenakan, jika terjadi keterlambatan
seperti telur retak, pecah, busuk, dan lain-lain. Maka akan berpengaruh terhadap
hasil produksi. Kemudian dalam hal pemberian pakan, ini dikarenakan di AAPS
Farm masih menggunakan cara yang manual dalam pemberian pakan. Jadi, jika
terjadi keterlambatan dalam pemberian pakan akibat kurangnya tenaga kerja, maka
Hal ini disebabkan karena pembagian tugas dan jumlah tenaga kerja pada
sanitasi kandang, transportasi atau distribusi produk telah diatur dengan baik.
Saatini usaha ternak AAPS Farm menyerap sekitar 6 orang tenaga kandang, dengan
jumlah starter 3000 ekor dan ayam layer sekitar 23.000 ekor (24 kandang layer).
kandang menjadi nyaman dan bersih, kondisi ayam sehat dan pakan yang diberikan
68
Menurut Tatipikalawan (2012) produktivitas tenaga kerja akan meningkat
maka pemakaian tenaga kerja akan lebih optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian
Zulfanita (2022) bahwa tenaga kerja secara signifikan berpengaruh nyata terhadap
Analisis efisiensi dapat dilihat dari tiga bagian yaitu efisiensi teknis,
alokatif dan ekonomi. Karena ketiga bagian tersebut saling berhubungan antara satu
produksi yang maksimal dalam suatu usaha. Efisiensi ekonomi akan tercapai
apabila kedua efisiensi lainnya (efisiensi teknis dan alokatif) juga tercapai.
a) Efisiensi Teknis
seperti pada tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa total nilai elastisitas dari faktor -
faktor produksi di AAPS Farm sebesar 12.104 yang berarti skala usaha pada usaha
69
ternak AAPS Farm termasuk ke return dalam increasing to scale. Artinya,ketika
besar dibandingkan inputnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (2003),
jika jumlah elastisitas semua faktor produksi besar dari 1, berarti proporsi
dibagi atas tiga daerah, yaitu daerah I dengan elastisitas besar dari 1 yang berarti
II dengan elastisitas produksinya antara nol dan satu, berarti ini merupakan daerah
rasional untuk produksi dan terakhir daerah III dengan elastisitas produksinya kecil
dari nol, berarti daerah ini tidak rasional untuk penambahan input karena akan
b) Efisiensi Alokatif
Dalam efisiensi alokatif ini, didapatkan nilai tingkat efisiensi yang dilihat
dari hasil perhitungan menggunakan rumus Nilai Produk Marjinal (NPM) dan
Tabel 20. Tingkat efisiensi input produksi pada peternakan AAPS Farm
70
Berdasarkan hasil dari nilai efisiensi faktor-faktor produksi yang
menggunakan rumus efisiensi NPM/ BKM pada tabel tersebut, didapatkan nilai
tingkat efisiensi pada input produksi pakan (X1) sebesar 85.30 yang artinya
penggunaan pakan pada peternakan AAPS Farm belum efisien karena nilai
yangdidapatkan >1, maka penggunaan input pakn dapat ditingkatkan lagi agar
sesuai dengan jumlah bibit yang dipelihara, sehingga ayam dapat berproduksi
dengan optimal.
AAPS Farm mendapatkan nilai >1 yaitu sebesar 34.67 artinya adalah
penggunaan input produksi bibit belum efisien. Nilai efisiensi yang >1
menandakan bahwa input harus ditambah agar dapat menjadi efisien. Dan dalam
efisiensi sebesar -28.80 artinya dalam penggunaam input produksi OVK pada
peternakan AAPS Farm dengan tingkat efisiensi <1. Artinya penggunaan input
OVK tidak efisien dan harus dikurangi agar bisa menjadi efisien. Penggunaan
OVK pada peternakan AAPS Farm dilakukan secara konsisten sesuai aturan
penyakit terhadap hewan ternak. Segala upaya dalam pencegahan penyakit sudah
sebesar36581.35 artinya faktor input tenaga kerja pada AAPS Farm belum efisien
71
karena nilai yang didapat >1, Artinya perlu penambahan tenaga yang saat ini
dengan 6 orang tenaga kendang telah dialokasikan untuk menangani 3000 ekor
starter dan lebih kurang 23.000 ekor layer (24 kandang layer), kemampuan satu
c) Efisiensi Ekonomis
pengambilan keputusan produsen. Efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata–
rata berada pada maksimumnya dan efisiensi ekonomis tercapai pada saat nilai
produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinalnya (BKM). Efisiensi
2004). Menurut Andi Yulyani, dkk (2014) menjelaskan bahwa rumus untuk
EE = TE x AE
Ket:
EE: Nilai Efisiensi Ekonomis
EE = 12.104 x 36672.21
EE = 443884.21
72
Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh nilai efisiensi ekonomis
sebesar 443884.21. Artinya, nilai yang didapatkan besar dari 1 dan menandakan
bahwa efisiensi belum dilakukan dengan optimal maka input perlu ditambah.
73
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dilihat dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aspek teknis
yang baik, karena sesuai standar pada tabel penilaian aspek teknis
Douglas, input produksi (X) seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3)
AAPS Farm.
3. Dari hasil analisis efisiensi input produksi, secara teknis total nilai
74
Berdasarkan perhitungan efisiensi alokatif dan teknis didapatkan nilai
belum optimal.
5.2 Saran
sekiranya dapat bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat pada penelitian ini:
pakan yang harus sesuai dengan kebutuhan ternak mulai dari segi
dan dipertahankan.
input produksi seperti pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja dengan cara
75
melakukan sanitasi.
elastisitas output. Pada variabel OVK (X3) menunjukan skala output yang
76
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Populasi Ayam Ras Petelur Menurut Provinsi pada
situs https://www.bps.go.id.
77
Menggunakan Isolat Produser Antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 1(2). 44-47.
Fadilah, Roni., Polana, A., Alam, S., dan Parwanto, E. 2007. Sukses
Beternak Ayam Broiler. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Fadwiwati, A.Y. 2014. Analisisi Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi
Usahatani Jagung Berdasarkan Varietas di Provinsi Gorontalo. Jurnal
Agroekonomi Volume 32 No 1, 1-12.
Fahmi, Irham. 2014. Manajemen Produksi dan Operasi. Bandung: Alfabeta.
Figoni, Paula. 2008. How Baking Works. Edisi 2. New Jersey: John Wiley and
Sons, Inc.
Gail, Stuart W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi:5. Jakarta: EGC.
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21 Update PLS Regresi. Cetakan VII. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
78
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta: PT. Pembangunan.
Murib, Pes., Kruniasih, I., dan Kadarso. 2014. Analisis Ekonomi Usaha Ayam
Petelur di Farm Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak, Sleman.
Agros Januari. 16(1). 19–29.
Nawawi, A.M., Andayani, S.A., Dinar. 2017. Analisis Usaha Peternakan Ayam
Petelur Studi Kasus pada Peternakan Ayam Petelur Cihaur. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Peternakan. Vol: 05. No.1.
Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari. Jakarta: Penebar Swadaya.
Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 11,5 Mengolah Data Statistik Secara
Profesional. Jakarta:PT Elex Media Komputindo.
Sarlan, Muhammad dan Ahmadi, R. 2017. Efisiensi Usaha Peternakan Ayam Ras
Petelur di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Ilmiah Rinjani_Universitas
Gunung Rinjani. Vol. 5 No. 2.
79
Sedarmayanti. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi
dan ManajemenPegawai Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sekaran,
Uma. 2011. Research Methods ForBusiness Edisi 1 and 2. Jakarta: Salemba
Empat.Setiadi,
Nugroho J. 2013. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Penerbit PT.
Raja Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.
80
Jakarta:Rajawali Pers.
Sulaiman, D., Irwani, N., dan Maghfiroh, K. 2019. Produktivitas Ayam Petelur
Strain Isa Brown pada Umur 24-28 Minggu. Jurnal Peternakan Terapan.
Vol.1 (1): 26- 31.
Sumarjono, Djoko. 2004. Diktat Kuliah Ekonomi Produksi. Semarang. Program
Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.
81
1 (12): 1642-165.
Wibowo, S dan Supriadi, D. 2013. Ekonomi Mikro Islam. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Widyantara, P.R.A., Wiyana, I.K.A., dan Sarini, N.P. 2013. Tingkat Penerapan
Biosekuriti pada Peternakan Ayam Pedaging Kemitraan di Kabupaten
Tabanan dan Gianyar. Jurnal Peternakan Tropika. 1 (1). 45-57.
Yatmiko, Ali. 2008. Kondisi Biosekuriti Peternakan Unggas Sektor 4 di
Kabupaten Cianjur. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Zulfanita., Abadi, J., dan Mudawaroch, R.E. 2022. Efisiensi Faktor-Faktor
Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Asosiasi Berkah Telur
Makmur Purworejo. Jurnal Program Studi Peternakan: Vol. 02 No. 01
82
LAMPIRAN
1. Identitas Pemilik
Umur : 52 tahun
Darwis Suliki
Talago
No Telepon 081363491933
2. Populasi ternak
3. Tujuan Pemeliharaan
b. Pekerja sampingan
c. Lainnya.
a. Isa Brown
b. Lohmann
c. HyLine
83
d. Novogen
e. Lainnya
6. Pakan
b) Dedak :-
= Rp.308.6
= Rp.1.492.5
7. Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan: -
84
Antisep : Rp.32.000 (120 mL)
: dan amoxylin
8. Bibit
9. Tenaga kerja
85
Lampiran 2. Perhitungan Aspek Teknis
Persentase Skor Penerapan Aspek Teknis Ayam Ras Petelur di Peternakan AAPS
Farm
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡
Aspek Teknis = 𝑥 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝐷𝑖𝑡𝑗𝑒𝑛
1. Bibit/ Reproduksi
3. Tatalaksana pemeliharaan
4. Perkandangan
86
3). Luas / efisiensi kandang : 25/25 x 100% = 100%
5. Kesehatan / penyakit
87
Lampiran 3. Data output penggunaan input produksi peternakan AAPS
Farm
90
Lampiran 4. Uji Statistik
1. Uji F
2. Uji 𝑹𝟐
3. Uji t
91
Lampiran 5. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinieritas
92
3. Uji Heteroskedastisitas
4. Uji Autokorelasi
93
Lampiran 6. Perhitungan Efisiensi Alokatif
AAPS Farm:
Diketahui:
AAPS Farm:
Diketahui:
95
Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi OVK pada peternakan
AAPS Farm:
Diketahui:
Diketahui:
3.777 (11.888)
✓ PMxi = = 2568.919
17.48
✓ 𝑁𝑃𝑀𝑋��
=
45807382631.48
= 36581.25
𝑃𝑥𝑖 1.252.206
96
Total: 85.30 + 34.67 + (-28.80) + 36581.35 = 36672.52
97
Lampiran 7. Uji Efisiensi
98
Lampiran 8. Perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) Sistem Harian
1) 1 hari kerja =1 HOK atau sama seperti 6 jam kerja (pekerja wanita)
Jadi, dari jam 07.00 WIB – 14.00 WIB = 6 jam kerja atau disebut 1 HOK
Upah Tenaga Kerja wanita = 1 HOK =69.000/ hari X 7 hari =483.000 (Rp.
500.000)
2) 1 hari kerja = 1,5 HOK atau sama seperti 8 jam kerja (pekerja pria)
Dari point 1), kemudian dilanjutkan dari jam 14.00 WIB – 16.00 WIB =
2 jam kerja
Jadi, kerja antara jam 07.00 WIB – 16.00 WIB (ditambah istirahat) = 1,5
Jika upah dibayarkan per minggu, maka Rp. 92.000 x 7 = Rp. 644.000
(Rp. 650.000)
99
Lampiran 9. Dokumentasi
100
3. Tempat Pengolahan Pakan AAPS Farm
101
5. Gudang Penyimpanan Hasil Produksi di AAPS Farm
102
7. Kandang ternak fase starter
103