Anda di halaman 1dari 117

ANALISIS EFISIENSI INPUT PRODUKSI AYAM RAS

PETELUR STUDI KASUS PETERNAKAN AAPS FARM DI


JORONG TANJUNG JATI, NAGARI VII KOTO TALAGO,
KECAMATAN GUGUAK

SKRIPSI

OLEH:

AHMAD KALINGGA LAMAWURAN


1810612008

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2023
ANALISIS EFISIENSI INPUT PRODUKSI AYAM RAS PETELUR STUDI
KASUS PETERNAKAN AAPS FARM DI JORONG TANJUNG JATI,
NAGARI VII KOTO TALAGO, KECAMATAN GUGUAK

Ahmad Kalingga Lamawuran, dibawahbimbingan


Dr. Fitrimawati, S.Pt, M.Si dan Ida Indrayani, S.Pt, M.Si
Bagian Pembangunan dan Bisnis Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, 2023

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk menganalisis aspek teknis


produksi ayam ras petelur (fase layer) di peternakan AAPS Farm; 2) Untuk
menganalisis faktor input produksi yang mempengaruhi produksi ayam ras petelur
(fase layer) di peternakan AAPS Farm; 3) Untuk menganalisis efisiensi penggunaan
input produksi pada peternakan AAPS Farm. Menggunakan metode studi kasus,
dengan populasi ayam yang sudah berproduksi sebanyak 23.000 ekor dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan metode observasi melalui wawancara
menggunakan daftar pertanyaan. Dengan analisis menggunakan Analisis data
deskriptif kuantitatif yang mengacu pada “Pedoman identifikasi faktor-faktor
penentu aspek teknis Ditjen Peternakan (1992)”. Kemudian menggunakan fungsi
produksi Cobb-douglas dan analisis efisiensi. Dari hasil analisis menunjukkan
bahwa aspek teknis produksi ternak ayam petelur di peternakan AAPS Farm berada
pada kondisi baik yang dilihat berdasarkan nilai aspek teknis ditjen (1992) dengan
nilai skor sebesar 91%. Berdasarkan analisis fungsi Cobb-Douglas faktor yang
mempengaruhi produksi di peternakan AAPS Farm yaitu pakan, OVK dan tenaga
kerja. Sedangkan faktor lainya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Dari
hasil analisis efisiensi nilai elastisitas produksi dari seluruh faktor produksi sebesar
12.104 yang menunjukkan bahwa usaha berada pada kondisi Increasing return to
scale yang menunjukkan usaha peternakan belum mencapai tingkat efisiensi yang
maksimal.

Kata kunci : Efisiensi produksi, Faktor-faktor produksi, Peternakan ayam ras


petelur

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

yang telahmelimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Input

Produksi Ayam Ras Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS Farm Di Jorong

Tanjung Jati, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak”. Penyusunan

Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar

sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Selama penulisan Skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari

berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis. Terima kasih

kepada kedua orangtua, yaitu Yurmi Metri dan Yerimias M. Lamawuran. Yang

telah dengan tulus dan ikhlasmemberikan kasih sayang, do’a, perhatian, dukungan

moral dan materil selama ini. Selanjutnya kepada seluruh keluarga besar penulis

tanpa terkecuali yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama proses

pembuatan Skripsi ini. Dalam penyelesaian Skripsi ini banyak sekali bantuan yang

penulis terima dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, maka dengan itu

dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Adrizal, M.Si., selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Andalas, Bapak Dr. Rusfidra, S. Pt, MP., selaku Wakil Dekan I

Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Ibu Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si.,

selaku Wakil Dekan II Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Bapak

Dr. Ir. Rusmana Wijaya Setia Ningrat, M.Rur.Sc., selaku Wakil Dekan III

Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

ii
2. Bapak Dr. Kusnadidi Subekti, S. Pt, MP., selaku Ketua Program Studi

Peternakan, Ibu Dr. Riesi Sriagtula, S. Pt, MP., selaku Sekretaris

Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

3. Ibu Dr. Nurhayati, S. Pt, MM., selaku Ketua Bagian Pembangunan dan

Bisnis Peternakan, Ibu Dr. Fitrimawati, S. Pt, M.Si., selaku Sekretaris

Bagian Pembangunan dan Bisnis Peternakan Peternakan Universitas

Andalas.

4. Ibu Dr. Fitrimawati, S. Pt, M.Si., selaku Pembimbing I dan Ibu Ida

Indrayani, S.Pt, M.Si., selaku Pembimbing II, yang telah membimbing

dan mengarahkan penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal

ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendidik dan

memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, dan petunjuk dalam masa

perkuliahan.

6. Seluruh Staff Biro dan Karyawan/Karyawati Fakultas Peternakan

Universitas Andalas atas bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa

di Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

7. Bapak Zulfahmi dan Bang Aga, selaku pemilik Peternakan AAPS Farm

yang telah meluangkan waktunya sehingga bersedia untuk penulis

wawancarai dan membantu dalam penulisan Skripsi ini.

Tidak lupa penulis ucapkan kepada seluruh sahabat dan teman-teman

penulis yang tersebar dalam Grup Angkatan 18 (Merak Andalas), Kopaja Unand,

KKN SAVAKU, dan TGC yang senantiasa menemani penulis ketika jenuh
iii
mengerjakan Skripsi ini. Serta semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan

satu persatu yang telah memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis

dalam penulisan Skripsi ini.

Hormat penulis dan terimakasih kepada semua pihak atas segala dukungan

dan do’anya, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan yang telah

diberikan, Aamiin. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan sehingga

diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan

dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi

penuliskhususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Padang, November 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Isi Teks Halaman

ABSTRAK ......................................................................................................................... i

ABSTRACT ...................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 7

2.1 Budidaya Ternak Ayam Ras Petelur ......................................................................... 7

2.1.1 Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur ............................................................... 7

2.1.2 Fase Fisiologis Ayam Petelur ........................................................................... 7

2.1.3 Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Ras Petelur .................................................. 8

2.2 Teori Produksi ........................................................................................................... 9

2.2.1 Pengertian Teori Produksi ................................................................................ 9

2.2.2 Fungsi Produksi ................................................................................................ 10

2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas ........................................................................ 11

2.3 Input Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur ................................................ 12

2.3.1 Bibit .................................................................................................................. 12

v
2.3.2 Pakan ........................................................................................................ 13

2.3.3 Tenaga Kerja............................................................................................. 14

2.3.4 Obat, Vaksin dan Kimia (OVK)................................................................ 15

2.3.5 Kandang.................................................................................................... 18

2.4 Efisiensi Produksi .............................................................................................. 19

2.4.1 Teori Efisiensi........................................................................................... 20

2.4.2 Konsep Efisiensi Produksi ........................................................................ 20

2.5 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 22

2.6 Kerangka Pikir ................................................................................................... 23

2.7 Hipotesis ............................................................................................................ 26

III. METODE PENELITIAN .................................................................................. 27

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................ 27

3.2 Metode Penelitian .............................................................................................. 27

3.3 Pengumpulan Data............................................................................................. 27

3.4 Variabel Penelitian............................................................................................. 28

3.5 Analisis Data ..................................................................................................... 30

3.5.1 Analisis Deskripsi Kuantitatif ................................................................... 30

3.5.2 Analisis dan Fungsi Produksi Cobb-Douglas............................................ 34

3.5.3 Analisis Efisiensi ...................................................................................... 38

3.6 Definisi Operasional .......................................................................................... 39

IV. HASIL PENELITIAN........................................................................................ 38

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian AAPS Farm .............................................. 38

4.1.1 Kondisi Geografis ..................................................................................... 38

4.1.2 Profil Usaha Peternakan AAPS Farm ....................................................... 39

4.2 Karakteristik Peternakan Ayam Ras Petelur pada AAPS Farm.......................... 40

4.2.1 Umur......................................................................................................... 42

4.2.2 Tingkat Pendidikan ................................................................................... 43


vi
4.2.3 Pengalaman Beternak ....................................................................................... 43

4.2.4 Pekerjaan Utama ............................................................................................... 44

4.3 Aspek Teknis Produksi Ayam Petelur pad a Peternakan AAPS Farm ...................... 45

4.3.1 Bibit .................................................................................................................. 45

4.3.2 Pakan ................................................................................................................ 48

4.3.3 Tatalaksana Pemeliharaan ................................................................................ 50

4.3.4 Perkandangan ................................................................................................... 51

4.3.5 Kesehatan dan Penyakit .................................................................................... 53

4.4 Analisis Input Produksi Yang Mempengaruhi Produksi di Peternakan AAPS Farm 57

4.4.1 Uji Statistik ....................................................................................................... 57

4.4.2 Uji Asumsi Klasik ............................................................................................ 59

4.4.3 Hasil Output Pengolahan Data Menggunakan SPSS................................. 64

4.5 Analisis Efisiensi Input Produksi ............................................................................ 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 74

5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 74

5.2 Saran .......................................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 77

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan Ditjen Peternakan (1992) 31

2. Data Pekerja Usaha Ternak AAPS Farm ........................................................................ 40

3. Karakteristik Pemilik Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 40

4. Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 41

5. Aspek Teknis Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di Peternakan AAPS Farm .................. 46

6. Penerapan Aspek Teknis Bibit di Peternakan AAPS Farm ............................................ 48

7. Penerapan Aspek Teknis Pakan di Peternakan AAPS Farm .......................................... 50

8. Penerapan Aspek Teknis Tatalaksana Pemeliharaan di Peternakan AAPS Farm........... 52

9. Penerapan Aspek Teknis Perkandangan di Peternakan AAPS Farm.............................. 53

10. Penerapan Aspek Teknis Kesehatan dan Penyakit di Peternakan AAPS Farm ............ 55

11. Program Vaksinasi AAPS Farm ................................................................................... 56

12. Hasil Analisis Uji F ...................................................................................................... 58

13. Hasil Analisis Uji Determinasi (R2).............................................................................. 58

14. Hasil Analisis Uji t ....................................................................................................... 59

15. Hasil Analisis Uji Multikolinearitas ............................................................................. 61

16. Hasil Analisis Uji Autokorelasi .................................................................................... 63

17. Cara Analisis Uji Autokorelasi ..................................................................................... 63

18. Hasil Analisis Output SPSS.......................................................................................... 64

19. Hasil Analisis Efisiensi Teknis ..................................................................................... 69

20. Tingkat Efisiensi Input pada Peternakan AAPS Farm.................................................. 70

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Kerangka Konsep Penelitian .......................................................................................... 25

2. Normal P-Plot ................................................................................................................. 60

3. Scatterplot ....................................................................................................................... 62

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Kuisioner Pemilik Peternakan AAPS Farm.................................................................... 83

2. Perhitungan Aspek Teknis .............................................................................................. 86

3. Data Output Penggunaan Input Produksi Peternakan AAPS Farm ................................ 88

4. Uji Statistik ..................................................................................................................... 90

5. Uji Asumsi Klasik .......................................................................................................... 91

6. Perhitungan Efisiensi Alokatif ....................................................................................... 93

7. Uji Efisiensi .................................................................................................................... 98

8. Perhitungan Hari Orang Kerja (HOK)Sistem Harian ..................................................... 99

9. Dokumentasi ............................................................................................................... 100

x
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya Kementerian Pertanian dalam mewujudkan kemandirian pangan

berbasis agribisnis rakyat, terus bergulir melalui berbagai program unggulan

subsektor peternakan. Salah satu bahan pangan dari usaha peternakan yang umum

ditemukan adalah telur. Telur merupakan sumber protein hewani yang sangat

digemari. Banyak jenis makanan olahan atau kuliner yang berbahan dasar telur dan

bisa dikonsumsi oleh semua kalangan dengan harga yang terjangkau.

Ayam ras petelur merupakan ternak unggas yang dipelihara dengan tujuan

untuk menghasilkan telur yang optimal, output ini yang nantinya akan digunakan

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia (Setyono dkk., 2013). Karena

menurut Suci dan Hermana (2012) ayam ras petelur memiliki produktivitas yang

tinggi dalam menghasilkan telur. Selain itu, telur juga merupakan produk peternakan

yang memberikan kontribusi besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat

sebagai sumber protein hewani. Dan tidak sedikit dari masyarakat kita

menjadikannya sebagai salah satu sumber usaha atau bisnis yang cukup

menjanjikan untuk menunjang perekonomian.

Nilai gizi yang terkandung dalam satu butir telur atau sekitar 50 gram telur

ayam rebus menurut Departemen Pertanian AS (USDA) adalah, Kalori 77,

Karbohidrat 0,6 gram, Total Lemak 5.3 gram, Lemak Tak Jenuh Tunggal 2.0 gram,

Lemak Jenuh 1.6 gram, Kolesterol 212 mg, Protein 6.3 gram, Vitamin A 6% dari

kebutuhan harian, vitamin B2 (Riboflavin) 15% dari kebutuhan harian, Vitamin B12

(cobalamin) 9% dari kebutuhan harian, Vitamin B5 (asam pantetonat) 7% dari

1
kebutuhan harian, Fosfor 86 mg atau 9% dari kebutuhan harian, Selenium 15,4 mcg,

atau 22% dari kebutuhanharian.

Memiliki nilai gizi yang baik dan harga yang terjangkau, serta wisata

kuliner yang semakin ramai memperlihatkan bahwa banyaknya minat masyarakat

terhadap permintaan telur. Dapat dilihat dari data tiga tahun terakhir, untuk

produksi telur daerah Sumatera Barat menurut Badan Pusat Statistik (2021) pada

tahun 2019 mencapai 284.134.54 Ton, kemudian mengalami peningkatan produksi

tahun 2020 yaitumencapai 321.917.73 Ton dan pada tahun 2021 mencapai produksi

289.152.19 Ton. Selain itu, untuk jumlah populasi ayam ras petelur, di Sumatera

Barat menurut Badan Pusat Statistik (2021) menyatakan bahwa populasi ayam ras

petelur di Provinsi Sumatera Barat tahun 2019 sebanyak 15.775.761 ekor,

peningkatan populasi ayam ras petelur tahun 2020 yaitu menyentuh angka

21.612.067 ekor dan tahun 2021 sebanyak 20.648.473 ekor.

Oleh karena itu, seiring berkembangnya usaha ternak, diharapkan tingkat

efisiensinya juga terus mengalami perkembangan agar suatu perusahaan

mendapatkan keuntungan maksimum. Karena efisiensi merupakan salah satu cara

dalam mencapai keberhasilan usaha. Pendapatan peternak dapat dipengaruhi dari

penggunaan input produksinya, penggunaan kombinasi antara faktor-faktor

produksi yang imbang atau serasi bisa meningkatkan efisiensi untuk memperoleh

hasil yang maksimal. Adapun rendahnya pendapatan pada usaha ternak dapat

disebabkan karena adanya alokasi pengunaan input produksi dan sumber-sumber

inefisiensi produksi yang bisa mempengaruhi tingkat efisiensi produksi pada usaha

peternakan. Menurut Sarlan (2017) usaha peternakan ayam ras petelur memiliki

beberapa input produksi seperti bibit, pakan, investasi pemeliharaan kandang,

2
tenaga kerja, dan obat-obatan serta biaya hidup selama proses produksi. Untuk

pakan sendiri bisa menghabiskan 60-70% biaya produksi (Departemen Pertanian,

2008). Maka dari itu, efisiensi dalam menjalankan kegiatan produksi sangatlah

penting untuk penekanan biaya produksi sehingga dapat menggunakan input

dengan biaya serendah-rendahnya agar memperoleh keuntungan yang sebesar-

besarnya.

Usaha AAPS Farm merupakan salah satu usaha peternakan ayam ras

petelur yangberada di Kecamatan Guguak, Nagari VII Koto Talago, Jorong

Tanjung Jati. Usaha ini merupakan usaha perorangan yang didirikan pada tahun

2003 yang dirintis dariusaha kecil untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarga

yang juga berawal dari ketertarikan peternak terhadap ayam. Saat ini AAPS Farm
2
memiliki luas tanah 1 Ha dengan jumlah kandang sebanyak 24 unit, populasi ayam

petelur telah mencapai 26.000 ekor, dimana jumlah populasi starter 3000 ekor, tidak

ada Grower dan jumlah layer 23.000 ekor dengan jenis bibit yang digunakan yaitu

Isa Brown, serta tenaga kerja yang dipekerjakan di AAPS Farm sebanyak 8 keluarga

(16 orang).

Dalam menjalankan usahanya, pakan yang digunakan ada 4 macam, yaitu

denganmerk Mabar (MCL), Gold Coin (801 SP) dan Cargill, pakan tersebut di beli

dari Medan, Sumatera Utara. Sedangkan 1 merk lainnya yaitu Comfeed (MCG 36)

di beli dari Padang,Sumatera Barat. Keempat jenis pakan tersebut kemudian di olah

kembali oleh peternak dan di campur dengan bahan lainnya seperti dedak, jagung,

dan tepung batu. Untuk pengadaan bibit juga diperoleh dari Medan, Sumatera Utara.

Sedangkan kebutuhan nutrient mikro berupa suplemen vitamin menggunakan

beberapa jenis atau merk seperti Vita stress + Chikovit + gula, Colamox, Rhodivit,

3
Heparnol, dan lain-lain yang diperoleh dari Medan. Selain vitamin, pemberian

vaksin juga dilakukan berkala dengan frekuensi pelaksanaan per 3 bulan sekali,

jenis vaksin yang biasa digunakan adalah Gumboro, ND + IB, ND + Al, dan lain-

lain. Untuk sanitasi kandang dilakukan 2x/minggu, jenis sanitan yang biasa

digunakan adalah Rodalon, Antisep, Medisep, Obat cacing, dan lain- lain.

Peternakan AAPS Farm pada saat ini sedang berusaha untuk melakukan

efisiensi input produksi dalam menjalankan usaha ternaknya. Untuk pakan ternak,

sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/ 1000 ekor (130 gr/ ekor), saat ini

peternak hanya menghabiskan 125 kg/ 1000 ekor (125 gr/ ekor). Cara yang

dilakukan peternak adalah mengubah jenis pakan dengan menggunakan campuran

pakan konsentrat dengan dedak bekatul, sebelumnya peternak hanya menggunakan

dedak biasa. Untuk harga dengan jenis pakan yang baru memang terbilang lebih

mahal, tetapi dengan penggunaannya yang lebih sedikit, akan menjadi lebih irit dan

keuntungan yang didapat oleh peternak lebih maksimum. Selain itu, efisiensi yang

dilakukan oleh peternak di AAPS Farm adalah dengan membeli bibit serta

mengambil obat-obatan pada supplier yang memiliki harga lebih murah, tetapi

berkualitas.

Dari latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan penelitian di lokasi

tersebutuntuk memberikan sedikit gambaran tentang efisiensi input produksi bagi

usaha peternakan kepada pelaku usaha yang ingin memulai atau melakukan usaha

peternakan ayam ras petelur dan membangun hingga mengembangkan usaha

tersebut. Selain itu, peneliti ingin mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh

terhadap pendapatan atau penghasilan peternak dari usaha peternakan ayam ras

petelur. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan analisis dengan judul “Analisis

4
Efisiensi Input Produksi Ayam Ras Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS

Farm di Jorong Tanjung Jati, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari penjelasan latar belakang, penulis mengangkat masalah

penelitian usaha peternakan perorangan AAPS Farm ini sebagai berikut:

1. Bagaimana aspek teknis produksi ayam ras petelur (Layer) pada usaha

Peternakan AAPS Farm di Kecamatan Guguak.

2. Input produksi apa saja yang mempengaruhi produksi ayam ras petelur

(Layer) pada usaha Peternakan AAPS Farm di Kecamatan Guguak.

3. Apakah input produksi ayam ras petelur ( Layer) pada usaha Peternakan

AAPS Farm di Kecamatan Guguak sudah efisien.

1.3 Tujuan Peneltian

Tujuan penelitian yaitu:


1. Menganalisis aspek teknis produksi ayam ras petelur (fase layer) di

Peternakan AAPS Farm.

2. Menganalisis faktor input produksi yang mempengaruhi produksi ayam ras

petelur (Layer) di Peternakan AAPS Farm.

3. Menganalisis efisiensi penggunaan input produksi pada Peternakan AAPS

Farm.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yaitu:

1. Bagi peternak harapannya agar dapat dijadikan sumber informasi yang

berguna dalam meningkatkan usaha peternakan terutama pada bagian faktor

produksi.

5
2. Bagi peneliti lain agar dapat dijadikan sarana informasi untuk melakukan

penelitian yang berkaitan dengan faktor produksi.

3. Bagi pemerintah agar dapat dijadikan referensi sebagai bahan pertimbangan

dalam mengambil keputusan mengenai pengembangan usaha ternak ayam

petelur.

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Ternak Ayam Ras Petelur

2.1.1 Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur

Tujuan dilakukannya suatu usaha adalah untuk mencari keuntungan

sebesar- besarnya, sama halnya dengan usaha atau bisnis lainnya, usaha ayam

petelur juga demikian, dimana ingin mendapatkan serta menghasilkan laba dengan

optimal. Maka, penting bagi para peternak untuk mencari dan mendapatkan ilmu

serta pengalaman sebelum atau sedang melakukan usaha ternak, agar dapat

membangun dan mengembangkan usaha ternaknya serta diharapkan mampu

memanfaatkan sarana maupun teknologi yang ada. Jika ditinjau dari aspek

masyarakat dan kebutuhan gizi untuk manusia, usaha ternakayam petelur memiliki

prospek usaha yang cukup baik di Indonesia. Karena berdasarkan standar nasional

yang sudah ditetapkan, bahwa konsumsi protein per hari per kapita adalah 55 gram

dengan perbandingan presentasi 80% untukprotein nabati dan 20% untuk protein

hewani. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani sebesar 20% itu bisa

didapatkan dari telur. Oleh karena itu, usaha ternak ayam ras petelur sangat

berpotensi untuk dikembangkan (Sudarmono, 2003).

2.1.2 Fase Fisiologis Ayam Petelur

Ada tiga fase fisiologis ayam petelur, diantaranya:

1. Fase Starter

Menurut Kartasudjana dan Supriatna (2010) fase starter adalah fase awal

dalam pemeliharaan ayam, yaitu dimulai dari ayam berumur 1 hari (DOC) hingga

berumur 6-8 minggu. Dalam fase starter pemeliharaan harus dipersiapkan dengan

baik, seperti persiapan dalam memilih bibit dan sistem-sistem perkandangan


7
(kandang, brooder, suhu dan kelembaban, kepadatan kandang dan litter). Selain itu,

dalam mengatasi pencegahan penyakit juga harus diperhatikan, karena DOC masih

sangat rentan terhadap penyakit, agar nantinya pertumbuhan ayam dapat

berlangsung dengan baik dan tingkat kematian yang dialami rendah.

2. Fase Grower
Fase grower adalah fase dimana ayam sudah berumur 6-14 minggu dan

14-20 minggu (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Hal-hal yang harus

dipersiapkan dalam pemeliharaan pada fase ini yaitu perkandangan,

pakan,pemotongan paruh dan pencegahan penyakit. Ayam pada fase grower

biasanya mengalami pertumbuhan yang menurun tetapi produksi telurnya

meningkat. Pakan yang diberikan juga harus memiliki takaran yang sesuai,karena

jika ayam terlalu gemuk nantinya akan berdampak pada penurunanproduksi telur

(Sudarmono, 2003).

3. Fase Layer

Fase layer yaitu kondisi dimana ayam sudah mulai berproduksi

(Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Ciri-ciri ayam petelur yang sedang

berproduksi adalah memiliki jengger yang besar dan berwarna merah, mata

bersinar, kloaka membesar dan jarak di ujung tulang pubis selebar 2-3 jari atau

bahkan lebih. Di dalam fase ini hal-hal yang harus dipersiapkan yaitu sistem

pencahayaan, karena dapat mempengaruhi produksi telur.

2.1.3 Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Ras Petelur

Tata laksana pemeliharaan dapat menentukan keberhasilan suatu usaha

peternakan, oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan. Di dalam usaha

peternakan ayam petelur, yang menjadi aspek tatalaksana pemeliharaan adalah

bibit, pakan, perkandangan, obat-obatan dan perlakuan setelah produksi (Rasyaf,


8
2006). Tatalaksana pemeliharaan yang baik sangat penting bagi peternak agar

pemberian pakan selalu terjaga dengan memerhatikan kualitas serta kuantitasnya,

jika pemberianpakan tidak cukup, akan menyebabkan pertumbuhan pada ayam

menjadilambat, yang seharusnya ayam pada umur 16 atau 18 minggu sudah

dapatberproduksi, bahkan bisa mundur hingga di umur 20 minggu. Terutama untuk

ayam pada fase layer. Ayam ras petelur rentan terkena penyakit, untuk menghindari

itu harus dilakukan upaya pencegahan misalnya dengan memerhatikan kebersihan

kandang pemberian vaksinasi, dan menyortir antara ayam yang sakit dari ayam yang

sehat agar terhindar dari penyakit menular. Selain itu, untuk kegiatan-kegiatan

lainnya yang dilakukan dalam pemeliharaan adalah pencampuran ransum,

pemberian pakan dan minum, pengambilan telur, penyeleksian telur, dan sanitasi

kandang.

2.2 Teori Produksi

2.2.1 Pengertian Produksi

Secara umum, produksi merupakan kegiatan menghasilkan sesuatu berupa

barang atau jasa untuk menambah nilai guna dari barang atau jasa tersebut

untukmemenuhi kebutuhan masyarakat. Barang yang dihasilkan disebut produk dan

orang yang membuat atau menciptakan barang tersebut disebut produsen. Ada

produksi barang dan ada produksi jasa, produksi barang adalah yang dapat

menambah nilai guna dengan mengubah bentuknya, sedangkan produksi jasa

adalah yang dapat menambah nilai guna tanpa mengubah bentuknya (Nugroho J.

Setiadi, 2013). Kegiatan produksi pada suatu perusahaan sangat penting, karena

kegiatan produksi adalah sumber penghasilan suatu perusahaan. Produksi di

perusahaan mempengaruhi keuntungan yang didapatkan. Dalam perusahaan pada

9
bagian produksi perusahaan harus mampu meningkatkan hasil dan keuntungan

perusahaan dan harus menjaga kestabilan atau konsistensi mutu produk, sehingga

produk yang dihasilkan masih sesuai standar pasar. Jika produk stabil, maka

keuntungan yang diperoleh juga akan stabil atau bahkan meningkat (Fahmi, 2014).

2.2.2 Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan antara faktor input dan output yang

dihasilkan. Menurut Masyhuri (2007) bahwa fungsi produksi merupakan hubungan

antara variabel input dan output. Variabel (X) sebagai input yang berperan untuk

menjelaskan variabel (Y) atau outputnya. Dalam hal ini, yang bertindak sebagai

variabel input adalah faktor produksi dan yang menjadivariabel outputnya adalah

produksi yang dihasilkan. Menurut Sukirno (2005) pada teori ekonomi ada tiga

faktor produksi yang tidak dapat berubah baik darijumlah atau hal lainnya, faktor-

faktor tersebut adalah tanah, modal dan keahlian. Hanya tenaga kerja sebagai faktor

produksi yang dapat berubah-ubah dari jumlahnya atau hal lainnya. Fungsi produksi

digambarkan dalam rumus sepertiberikut:

Q = f (K.L.R.T)
Dimana:

Q = jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor

F = faktor-faktor yang digunakan

L = jumlah tenaga kerja

R = kekayaan alam

T = tingkat teknologi yang digunakan

Di dalam rumus tersebut digambarkan bahwa tingkat produksi dipengaruhi

oleh faktor-faktor produksinya seperti jumlah tenaga kerja, modal, kekayaan alam,

10
dan teknologi yang digunakan. Kemudian Soekartawi (2003) juga menggambarkan

fungsi produksi dalam bentuk matematis sederhana yaitusebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3,X4…Xn)

Dimana:

Y = hasil produksi fisik

f = faktor produksi yang digunakan

X1.X2.X3,X4…Xn = faktor- faktor produksi

2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi salah satu fungsi produksi dimana

melibatkan dua atau lebih variabel, yang kemudian salah satu variabelnya disebut

variabel (Y) atau dependen dan variabel yang lainnya disebut (X) atau independen

(Soekartawi, 2013). Adapun rumus atau gambaran dari Soekartawi (2003) yang

menjelaskan sistematik fungsi Cobb-Douglas yaitu sebagai berikut:

Y = a 𝑋1𝑏1 𝑋2𝑏2….. 𝑋𝑖𝑏𝑖 𝑋𝑛𝑏𝑛 eu

Di dalam rumus tersebut dijelaskan bahwa Y merupakan produksi,

kemudian (a) adalah intersep, (b1) adalah koefisien regresi penduga variabel ke-1,

lalu (e) yang merupakan bilangan natural (e = 2,7182) dan (u) merupakan unsur sisa

(Galat). Dinyatakan dalam persamaan tersebut nilai tidak ada perubahan walaupun

variabel sudah dilogaritmakan. Itu semua dapat terjadi karena nilai b1, b2, b3,...bn

memiliki elastisitas antara X dan Y pada fungsi Cobb-douglas. Jumlah elastisitas

yaitu return to scale fungsi Cobb- Douglas banyak digunakan dalam penelitian,

karena fungsi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelebihan. Menurut Gultom (2020)

kelebihan fungsi produksi Cobb- Douglas adalah sebagai beriukut:

11
1. Fungsi Cobb-Douglas memiliki bentuk yang bersifat sederhana sehingga
mudah dilakukan.

2. Kemampuan Fungsi Cobb-Douglas dalam menggambarkan keadaan skala

kecil (return to scale).

3. Berdasarkan koefisien pada fungsi Cobb-Douglas, fungsi ini dapat

menggambarkan apa input yang digunakan sebelum dilakukan

pengkajiandalam fungsi produksi Cobb-Douglas dan memiliki elastisitas

produksi.

2.3 Input Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur

2.3.1 Bibit

Syarat dalam suatu produk dan yang menjadi pemegang peranan penting

pada langkah awal dalam membangun usaha peternakan ayam ras petelur adalah

kualitas dari bibit. Bibit yang digunakan merupakan gambaran awal dari kegiatan

usaha peternakan. Bibit harus di ambil dari indukan yang sehat. Ciri-ciri bibit yang

sehat seperti memiliki bulu yang halus, tidak memiliki cacat pada tubuh, nafsu

makan yang baik, memiliki ukuran badan normal dengan kisaran 35-45 gram,

duburnya bersih, dapat berproduksi dengan baik dan memiliki daya tahan yang baik

terhadap penyakit (Rasyaf, 1997).

Menurut Sudarmono (2003) bibit ayam petelur memiliki beberapa jenis, di

Indonesia terdapat jenis Isa Brown, Lohmann, Hyline dan Rode Island Red (RIR).

Tujuan adanya strain adalah agar terdapat keunggulan pada ayam seperti

produktivitas yang tinggi, konversi pakan yang rendah, daya tahan yang tinggi dan

masa bertelur yang panjang. Untuk strain Hyline adalah salah satu ayam petelur

dwiguna yang bisa menghasilkan telur sekaligus daging dan berkembang dipasaran

(Setyono dkk., 2013).


12
Secara umum pada bibit akan mengalami tiga tahap pertumbuhan pada

ayam seperti fasel awal atau starter, dimana pada fase ini adalah ketika ayam masih

DOC (umur 1 hari) hingga ayam berumur 6 minggu. Kemudian masuk ke fase

grower, dimana pada fase ini merupakan ayam yang sudah berumur 6-18 minggu.

Selanjutnya adalah fase akhir (layer), dimana pada fase ini umur ayam di mulai dari

18 minggu hingga diafkir, pada fase ini kondisi ayam sangat baik untuk berproduksi

(Rasyaf, 2004). Pendapat lain dari Rahmadi (2009) yang menyatakan bahwa pada

fase layer umur ayam di mulai dari 20 minggu hingga 80 minggu (afkir).

2.3.2 Pakan

Yang menjadi komponen terbesar pada usaha peternakan ayam petelur

adalah pakan dengan presentasi 70-80%, sehingga para peternak harus pintar dalam

mengelola pakan dan kreatif dalam membuat pakan alternatif tetapi berkualitas

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak agar mengalami petumbuhan dan

produksi teluryang baik. Namun, pada sebagianbesar peternakjuga masih

menggunakan pakan jadi dari pabrik dalam pemeliharaanya. Ada juga beberapa

peternak membuat formulasi ransum sendiri untuk ternak, dikarenakan harga pakan

yang terus meningkat, selain itu juga dapat menambahpemasukan atau pendapatan

bagi peternak (Setyono dkk. 2013)

Produktivitas telur sangat dipengaruhi oleh pakan. Maka dari itu,

pakanyang diberikan harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik.

MenurutTugiyanti dan Iriyanti (2012) produktivitas dapat terwujud apabila

kebutuhan ayam terpenuhi, mulai dari pakannya yang cukup dan juga dari

tatalaksana pemeliharaannya yang baik. Pada ayam yang sudah masuk fase

produksi atau fase layer. Menurut Wahju (2004) jumlah pakan yang diberikan untuk

13
ayam petelur tipe ringan yaitu sebesar 100 g/ekor/hari, untuk tipe medium sebesar

120-150 g/ekor/hari, dan tipe berat yaitu di atas 150 g/ekor/hari. Kemudian dalam

pemberian ransum untuk ayam petelur dapat berdasarkan umur ayam, yaitu ayam

umur 18 minggu keatas sudah membutuhkan ransum dengan protein 17%, energi

metabolisme 2.900 kkal/kg, kalsium 2% dan fosfor 0,32%(Setyono dkk., 2013).

Selain itu, kebutuhan pakan terhadap unggas juga tergantung pada 2 faktor:

1. Faktor internal seperti spesies, tipe, bangsa, kelamin danumur.

2. Faktor eksternal seperti suhu, kelembapan danlingkungan.

Misalnya, ketika cuaca dingin, unggas biasanya akan lebih banyak makan

daripada minum, sebaliknya ketika cuaca panas, unggas cenderung lebih banyak

minum daripada makan (Muharlien dkk, 2011).

Menurut Kartasudjana dan Supriatna (2006) bentuk bahan pakan memiliki

tiga golongan, yaitu mash (tepung), pellet (butiran dengan ukuran seragam) dan

crumble (butiran denga bentuk yang tidak seragam). Dari ketiga golongan tersebut

jenis pakan mash yang biasanya digunakan untuk ayam padafase starter, jenis pakan

crumble dapat digunakan pada semua umur ayam, namun untuk jenis pakan pellet

biasanya jarang digunakan, karena ukuran dan bentuknya yang tidak sesuai dengan

paruh ayam.

2.3.3 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan kegiatan untuk melakukan produksi. Karena

tenaga kerja merupakan bagian yang penting dalam kegiatan produksi dan

yangpaling dominan di dalam perusahaan agar dapat menciptakan produk-produk

pada perusahaan. Semakin banyak tenaga kerja pada suatu perusahaan, maka

kegiatan produksi akan semakin efektif dan produk-produk yang dihasilkan juga

14
berkualitas serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Simanjuntak, 2001).

Dalam Undang-Undang mengenai Ketenagakerjaan yang diatur pada UU

No. 13 Tahun 2003, menyatakan bahwa tenaga kerja adalah mereka yang berusia

antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Jika seseorang tidak mampu untuk bekerja

atau memang tidak mau untuk bekerja, maka dapat dikategorikansebagai non

tenaga kerja. Selain itu, ada istilah lain yaitu penduduk di luar usiakerja adalah

mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun (bukan usia produktif)

seperti para pensiunan (manula) dan anak-anak di bawah umur.

Dengan berbagai macam ketentuan yang ada, di setiap perusahaan terkait

pengaturan jadwal tenaga kerja sudah menjadi hal yang biasa dilakukan. Yang paling

sulit adalah ketika pengaturan jadwal tenaga kerja dengan sistem shift. Karena

menurut Topaloglu dan Selim (2010) tenaga kerja tidak diperbolehkan untuk

bekerja lebih dari 7 jam per harinya, sedangkan hampir setiap perusahaan atau

bahkan semua perusahaan bekerja selama 24 jam. Maka dari itu, jadwal tenaga kerja

harus di bagi-bagi menjadi beberapa shift di setiap harinya.

2.3.4 Obat, Vaksin dan Kimia (OVK)

a) Vitamin

Pemberian vitamin dan antistres merupakan upaya dalam menjaga

kesehatan ternak, vitamin diperlukan untuk pertumbuhan dan membantu dalam

meningkatkandaya tahan tubuh (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).Pemberian

multivitamin dan elektrolit untuk ayam dilakukan sebelum dan sesudah vaksinasi

(Fadilah dan Polana, 2005).

15
b) Vaksinasi

Vaksin memiliki 2 jenis, yaitu vaksin aktif dan inaktif. Vaksin aktif adalah

vaksin yang mengandung virus dan virus tersebut telah dilemahkan, sedangkan

vaksin inaktif adalah vaksin yang mengandung virus tetapi sudah dalam keadaan

mati. Vaksinasi juga merupakan salah satu cara dalam pencegahan penyakit

(Suharno dan Setiawan, 2012).

Tujuan vaksinasi adalah untuk kekebalan tubuh terhadap serangan

penyakit, pemberian vaksin dilakukan dengan cara memasukan mikroorganisme

yang telah dilemahkan kedalam tubuh ternak (Suprijatna dkk., 2008). Vaksin aktif

sebaiknya segera dilakukan karena pada vaksin aktif berisi virus yang hanya

dilemahkan. Pemberian vaksinasi terhadap ternak bisa dilakukan melalui beberapa

cara seperti melalui air minum, kemudian melalui cara meneteskannya di mata,

hidung dan mulut, lalu dengan cara disemprot serta penyuntikan (Fadilah dan

Polana, 2005). Untuk pemberian melalui air minum sebaiknya dilakukan pada pagi

atau sore hari guna menghindari panas dari sinar matahari.

Vaksinasi ini juga terdapat aturan penggunaannya yang dilakukan

tergantung dari komoditas ternak, kemudian jenis vaksin dan penyakit yangdialami.

Pelaksanaan vaksinisasi dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi faktor-faktor

seperti kondisi peternakan, kualitas vaksin danvaksinatornya serta kondisi

kesehatan ayam (Setyono dkk., 2013).

Vaksinasi harus bekerja sama dengan tatalaksananya, mulai dari

pengelolaan maupun pemeliharaan agar bisa saling melengkapi untuk melakukan

pencegah penyakit (Rasyaf, 2001). Ayam yang sakit harus segera dipisahkan dari

kumpulan ayam sehat, hal ini dilakukan untuk mencegah kematian terhadap ayam

16
yang diakibatkan oleh penyakit tertentu (Setyono dkk., 2013). Menurut

Kasnodiharjo dan Friskarini (2013) ayam yang sakit, dapat dilakukan penanganan

dengan cara memisahkan dari ayam yang sehatdan memasukannya kedalam

kandang isolasi atau dikarantina.

c) Antibiotik

Peternak juga harus mengenal macam-macam antibiotik seperti sifat

antibiotik, penyerapannya, cara kerja, spektrum dan reaksi kombinasinya. Karena

itulah yang menjadi ukuran sukses peternak dalam pemberian antibiotik dalam

rangka mencegah penyakit terhadap ternak (Mulyantono dan Isman, 2008).

d) Biosecurity

Biosecurity merupakan upaya awal di lingkungan peternakan dalam

mencegah penyakit, tujuannya agar penyakit tidak dapat masuk ke lingkungan

kandang (Suharno dan Setiawan, 2012). Suatu usaha peternakanyang menerapkan

biosecurity dengan ketat, maka resiko terhadap penularanpenyakit pada hewan

ternaknya akan berkurang (Setyono dkk., 2013). Tindakan biosecurity dapat berupa

pengawasan lalu lintas pada ternak. Pengawasan lalu lintas bukan hanya untuk

ternak. Menurut (Setyono dkk., 2013) juga mengawasi dan mengatur lalu lintas

orang, kendaraan dan lain-lain yang berada dilokasi peternakan. Di dalam usaha

peternakan, biosecurity dilakukan diawal ketika ingin memasuki kawasan

peternakan seperti pintu gerbang yang merupakan titik pertama sebelum berurusan

dengan hewan ternak, maka sebelumnya harus disiapkan alat sprayer dan bak celup

yang sudah di isi air dan disinfektan (Fadillah dan Polana, 2005). Oleh karena itu,

sebelum dan sesudah memegang ternak unggas, petugas kandang juga harus

menerapkan bosecurity dengan cara mencuci tangan dengan sabun (Kasnodiharjo

17
dan Friskarini, 2013). Adapun biosecurity juga diterapkan terhadap kendaraan dan

juga orang-orang yang keluar masuk area peternakan, yaitu dengan memasuki

kubangan atau kolam disinfektan dan disemprot dengan cairan disinfektan

(Yatmiko, 2008). Alat-alat transportasi yang berada di dalam ataupun dari luar

peternakan juga harus dilakukan penyemprotan yang bertujuan untuk membunuh

bibit penyakit (Widyantara dkk., 2013).

2.3.5 Kandang

Kandang adalah sebagai tempat untuk menyediakan lingkungan yang

nyaman dan aman agar ternak terhindar dari stress sehingga kesehatan ternak dapat

terjaga dan dapat berproduksi dengan optimal (Suprijatna dkk., 2005). Kandang

yang dibuat juga harus memiliki beberapa aspek seperti aspek kesehatan dan tata

lingkungan kandang yang baik serta teratur, hal ini guna mempermudah peternak

untuk melakukan kontrol dan pengendalian terhadap hewan ternaknya (Hartono,

1995). Kandang yang baik adalah kandang yang mengarah dari barat ke timur atau

bisa juga sebaliknya, sesuai dengan arah dari sinar matahari (Nuroso, 2010).

Adapun tujuan dari arah barat timur adalah untuk menghindari panas

matahari secara langsung baik di pagi hari maupun siang hari (Priyatno, 1999).

Menurut Priyatno (1999) ada beberapa konstruksi kandang yang harus diperhatikan

seperti ventilasi udara, dinding kandang, lantai, atap dan bahan- bahan yang

digunakan untuk pembuatan kandang.

Bentuk dan ukuran kandang juga harus menyesuaikan jumlah populasi

ayam. Kandang yang berbentuk kotak atau sangkar (cage), tipe kandang seperti ini

sebaiknya di buat menggunakan kawat, bambu atau bisa juga dengan seng. Ukuran

kandang biasanya 40 x 40 x 20 cm tiap ekor ayam (Sudarmono, 2003).Jika kandang

18
dengan sistem battery sebaiknya di buat dari bambu dengan ukuran tiap kotaknya

adalah 40 x 35 x 40 untuk tiap 2 ekor ayam dan lokasi kandang sebaiknya juga harus

dekat dengan sumber air, kemudian dekat dengan akses jalan dan harus jauh dari

pemukiman penduduk (Halim, 2007). Kemudian Priyatno (2004) menambahkan

bahwa lokasi kandang akan lebih baik jika terdapat pepohonan dengan tujuan agar

udara segar masuk sehingga ternak merasa nyaman, pohon juga dapat mencegah

hembusan udara langsung yang masuk ke kandang. Atap kandang sebaiknya

menggunakan bahan yang dapat memantulkan radiasi panas matahari, bahan yang

cocok untuk pembuatanatap kandang adalah seperti genting dan asbes karena dapat

meredam panas (Sudarmono, 2003).

2.4 Efisiensi Produksi

Menurut Adisasmita (2006) efisiensi merupakan penggunaan input

yangharus dialokasikan dengan optimal dan baik, sehingga dalam mencapai output

yang diharapkan dapat menggunakan biaya yang rendah. Berdasarkan definisi

tersebut, maka dapat dikatakan bahwa efisiensi yakni kemampuan perusahaan

dalam mengelola kegiatan usahanya untuk memperoleh hasil/ output yang

maksimum dengan menggunakan masukan/ input yang minimum.

Menurut Susantun (2000) terdapat tiga perbedaan pada efisiensi yaitu

efisiensi teknik, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi. Kemudian ditambahkan

oleh Timmer dalam Susantun (2000) yang mendefinisikan masing- masing

perbedaan efisiensi. Efisiensi teknik menjadi ratio input yang akan digunakan

dengan output yang ada, efisiensi alokatif merupakan hubungan antara biaya dan

output. Efisiensi alokatif ini akan terwujud apabila suatu perusahaan dapat

mencapai keuntungan yang maksimum, dan efisiensi ekonomi merupakan

19
gabungan dari efisiensi teknik dan efisiensi alokatif. Efisiensi ekonomi dapat

terwujud apabila kedua efisiensi tersebut tercapai.

2.4.1 Teori Efisiensi

Teori efisiensi juga berkaitan dengan teori konsumsi serta produksi pada

ekonomi mikro. Di dalam teori konsumsi, efisiensi yang dilakukan adalah

konsumen berhak memaksimalkan kepuasannya dalam memenuhi kebutuhannya.

Sedangkan di dalam teori produksi, efisiensi yang dilakukan adalah perusahaan

dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal dari prosesproduksinya. Dalam

literatur konvensional, teori produksi menggambarkan kegiatan perusahaan dalam

menghasilkan output atau produk yang dihasilkan, yang di mulai dari tahapan

membeli dan menggunakan input atau bahan untuk produksi. Jadi, pada teori

produksi ini dapat terlihat bagaimana cara perusahaan dalam mendapatkan

keuntungan yang maksimal dengan mengoptimalkan keefisiensian dari input

hingga menjadi output (Karim, 2007).Sebelum melakukan efisiensi terdapat syarat

yang harus diperhatikan, yaitu rasio harga input dan output (Wibowo dan Supriadi,

2013). Rumus yang digunakan untuk mencari efisiensi menggunakan rumus NPM

sebagai berikut:

Tingkat Efisiensi = 𝑁𝑃𝑀𝑥𝑖


𝑃𝑥𝑖

2.4.2 Konsep Efisiensi Produksi

Dengan adanya pengukuran efisiensi dapat membantu sekaligus

mengevaluasi kinerja serta kemampuan daya saingnya pada suatu industri. Cara

untuk mengukur efisiensi yaitu dengan menilai daya saing antara input dan output

(Shafique, Muhammad Nouman., dkk, 2015). Menurut Muharam dan R. Pusvitasari

(2007) ada tiga jenis pendekatan pengukuran efisiensi, yaitu:


20
1. Pendekatan Rasio
Pendekatan rasio dilakukan dengan cara membandingkan antara output dan

input. Jika, output yang dihasilkan dapat maksimal dengan menggunakan

input yang seminimal mungkin, itulah yang disebut efisiensi.


𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 (𝑌)
Efisiensi =
𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 (𝑋)

2. Pendekatan Regresi

Untuk mengukur efisiensi dengan pendekatan regresi yaitumenggunakan

metode dimana tingkat output dipengaruhi dari berbagai tingkat input.

Persamaan regresi dapat ditulis dengan fungsisebagai berikut:

Y = f (X1,X2,X3,X4,…Xn)

Dimana:

Y = Output

X = Input

Keefisiensian dalam pendekatan ini terjadi apabila output yang

dihasilkan lebih banyak dari perkiraannya. Namun, pendekatan ini

hanya dapat mengukur efisiensi dari satu output yang menjadi

indikator.

3. Pendekatan Frontier

Ada dua jenis pendekatan frontier untuk mengukur efisiensi, yaitu pendekatan

frontier parametik dan non parametik. Pendekatan parametik diukur dengan

Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribusi Free Approach (DFA) atau

tes statistik parametik. Sedangkan pendekatan Frontier non parametik diukur

dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA) atau tes statistik non

parametik. Kemudian rumus untuk mencari efisiensi menurut (Ross Stephen

21
A et al, 2015) adalah sebagai berikut:

𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Efisiensi = x1
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dari Tugiyanto dkk (2013) telah menganalisis terkait

efisiensi dan pendapatan usaha ayam ras petelur. Dalam melakukan

analisisnyadigunakan beberapa metode seperti pengaruh faktor produksi, jumlah

pakan, jumlah ternak satuan ekor, produksi telur, jam kerja, obat, vaksin, kimia

terhadap pendapatandan efisiensi ekonomi pada usaha ayam ras petelur. Dari hasil

penelitian yang sudah dilakukan pendapatan yang diperoleh peternak rata-rata

sebesar Rp 4.688.186.-/ bulan. Kemudian rata-rata efisiensi usaha ayam ras petelur

sebesar 1,25. Kesimpulannya, faktor-faktor produksi mempengaruhi pendapatan

dan efisiensi usaha ayam ras petelur. Persamaan penelitian adalah menganalisis

variabel terkait faktor produksi yaitu analisis regresi berganda.

Penelitian terdahulu dalam Murib dkk (2014) telah menganalisis terkait

variabel jumlah tenaga kerja, kandang, obat-obatan, bibit, dan pakan. Adapun

metodeyang digunakan adalah regresi linier berganda. Lalu hasil yang diperoleh

adalah bahwa faktor- faktor produksi secara keseluruhan mempengaruhi produksi

usaha ayam petelur. Pendapatan kotor yang diperoleh peternak sebesar Rp.

277.525.208 dan pendapatan bersih sebesar Rp.105.214.234. Kesimpulannya

bahwa usaha ayam petelur di Farm Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak layak

untuk diusahakan. Dalam penelitian ini memiliki persamaan yaitu menggunakan

metode analisis regresi berganda dan variabel yang digunakan juga sama.

Kemudian Dewanti dan Sihombing (2012) juga menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi dan pendapatan dari usaha peternakan ayam buras.
22
Metode dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji F dan uji

t. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata pendapatan bersih dari usaha

ternak ayam buras adalah 89 ekor, pendapatan yang diperoleh dari penjualan feses

dan telur yaitu Rp.1.383.358/tahun/peternak. Analisis regresi linear berganda

diperoleh dengan persamaan Ŷ = 20,947 + 0,620X1 + 0,003X2 - 0,996X3 - 0,869X4

- 0,015X5 + 0,845X6 dan nilai koefisien determinasi adalah 0,646. Jadi, secara

keseluruhan pendapatan ayam buras yang sudah termasuk biaya pembelian ayam,

pakan, obat dan vitamin, tenaga kerja, serta listrik yaitu sebesar 64,6%, dan

memiliki sisa sebesar 35,4% yang dipengaruhioleh variabel- variabel diluar objek

penelitian. Pada uji F, variabel independen secara bersamaan mempengaruhi

variabel dependen dengan tingkat signifikan 0,05. Pada uji t, pendapatan hanya

dipengaruhi oleh faktor pembelian ayam dan biaya listrik, sedangkan faktor lainnya

tidak berpengaruh. Persamaan dari penelitian ini yaitu menggunakan metode

analisis regresi berganda.

2.6 Kerangka Pikir

Usaha peternakan ayam ras petelur adalah usaha yang terus mengalami

peningkatan karena banyaknya permintaan dari masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari sebagai sumber protein hewani. Selain itu, usaha ini juga

memiliki potensi untuk dikembangkan. Dalam usaha peternakan ayam ras petelur

ada beberapa faktor produksi yang harus diperhatikan, seperti bibit, pakan, obat-

obatan, perkandangan, tenaga kerja dan sebagainya. Dengan adanya faktor produksi

tersebut nantinya akan membantu peternak dalam mencapai target pendapatan pada

usahanya. Peternak juga menerapkan keefisiensian dalam mengelola usaha

ternaknya, seperti penggunaan pakan, pemilihan supplier untuk obat-obatan,

23
pembelian bibit dan sebagainya. Dengan demikian, pendapatan peternak semakin

meningkat karena hasil dari usaha ternak tersebut tetap sesuai target, namun dari

segi faktor produksi terjadi pengurangan biaya produksi. Berdasarkan pernyataan

tersebut, dimana usaha peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh berbagai input

produksi, untuk menghasilkan output produksi, dengan menerapkan keefisiensian

pada usaha tersebut. Berikut bagan kerangka pikirpenelitian:

24
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

25
2.7 Hipotesis

Berdasarkan pada teori yang digunakan, untuk masalah pendekatan dan

pencapaian tujuan penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. H0: b1 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel pakan (X1)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b1 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel pakan (X1) terhadap

nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

2. H0: b2 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel bibit (X2)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b2 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel bibit (X2)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

3. H0: b3 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel obat-obatan

(X3) terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b3 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel obat-obatan (X3)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

4. H0: b4 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel tenaga kerja

(X4) terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b4 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel tenaga kerja (X4)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

26
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada usaha peternakan AAPS Farm di Jorong

Tanjung Jati, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak. Dengan pertimbangan

usaha ternak tersebut termasuk usaha skala besar dengan populasi ayam sebanyak

3000 ekor Starter dan 23.000 ekor Layer. Menurut Dinar (2017) jumlah populasi

diatas 12.000 ekor artinya usaha peternakan tersebut termasuk skala besar.

Informasi dari Badan Statistik, Kecamatan Guguak bisa dikatakan sebagai sentral

peternakan ayam ras petelur di Kabupaten 50 Kota. Waktu penelitian selama 1

bulan, yaitu pada bulan Desember 2022 – Januari 2023 atau hingga data yang

dibutuhkan untuk penelitian terpenuhi.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Metode studi kasus

merupakan metode dengan tujuan untuk mengetahui suatu kejadian atau fenomena,

pelaksanaan penelitian studi kasus juga harus memiliki informasi atau data

lengkapyang bisa diperoleh dari metode penelitian lain agar dapat memberikan

informasi secaradetail (Walgito, 2010). Analisis data yang digunakan adalah

analisis kualitatifdan kuantitatif.

3.3 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer ayam Layer

dalam 1 periode kedatangan (sekitar 2000 ekor). Dikarenakan waktu kedatangan

bibit berbeda-beda dan yang akan diamati adalah waktu produksinya (per minggu),

maka dari itu, dilakukan penelitian dengan sampel saja untuk menggambarkan

27
kondisi mingguan tatalaksana pemeliharaan dan produksinya. Menurut Sekaran

(2011) data primer dalah data berisi informasi - informasi yang langsung diperoleh

dari pihak yang bersangkutan atau yang dimintai keterangan oleh peneliti dan

memiliki kaitan atau sesuai dengan variabel. Sumber data primer adalah responden

individu, kelompok, hingga internet yang juga dapat menjadi sumber data primer

jika pengambilan data menngunakan kuisioner.

Metode pengumpulan data akan dilakukan menggunakan metode

observasi atau melalui pertemuan langsung dengan pemilik Peternakan AAPS Farm

dan terjun langsung dalam kegiatan usaha peternakannya. Pengambilan data untuk

penelitian melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan. Sesuai dengan

pendapat Arikunto (2006) dimana metode observasi digunakan untuk

mengumpulkan suatu data dengan cara turun langsung atau melakukan

peneyelidikan secara langsung ke tempat penelitian.

3.4 Variabel Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian pertama, maka variabel yang digunakan

adalah sebagai berikut:

a. Bibit Ayam Layer (dalam satu periode kedatangan)

Indikator penilaian:

• Jumlah Ayam Layer per periode masuk

• Jenis bibit

• Umur bibit

b. Pakan Indikator

penilaian:

• Jenis pakan

28
• Kualitas pakan

• Jumlah yang diberikan

c. Perkandangan

Indikator penilaian:

• Letak dan lokasi kandang

• Konstruksi kandang

• Kebersihan kandang

• Keefisiensian pemakaian kandang dan penggunaan peralatan kandang

d. Kesehatan ternak (pencegahan penyakit)

Indikator penilaian:

• Pengetahuan terhadap penyakit

• Pemberian vitamin, vaksin, biosecurity dan sanitasikandang

e. Tenaga Kerja

Indikator Penelitian:

• Jumlah tenaga kerja

• Jam kerja

Sesuai dengan tujuan penelitian kedua, maka variabel yang digunakan

adalah sebagai berikut:

• Produksi telur (butir/minggu)

• Jumlah pakan yang diberikan (KG/ekor/minggu)

• Jumlah bibit (ekor/minggu)

• Obat-obatan (g/minggu)
29
• Tenaga kerja (HOK = Hari OrangKerja/minggu)

Kemudian berdasarkan tujuan penelitian ketiga, maka variabel penelitian

selanjutnya adalah efisinsi input dengan indikator sebagai berikut:

• Elastisitas produksi

• Produksi (butir)

• Harga produksi (Rp)

• Jumlah faktor produksi

3.5 Analisa Data

3.5.1 Analisis Deskriptif Kuantitatif

Berdasarkan tujuan penelitian pertama, maka digunakan analisis deskriptif

kuantitatif. Menurut Arikunto (2006) metode penelitian deskriptif kuantitatif

merupakan metode dengan tujuan untuk memberikangambaran terhadap kondisi

atau keadaan secara objektif, dimana dari proses awal pengambilan data hingga

penampilan hasilnya menggunakan angka. Tujuan penelitian deskriptif dalam

penelitian kuantitaif adalah untuk menjelaskan variabel subjek studi yang sesuai

dengan tujuan penelitian, sepertiusia, status ekonomi, pengalaman, pendidikan,

pekerjaan, jenis kelamin dan lain-lain.

Aspek teknis merupakan keadaan faktor produksi yang ada di usaha

peternakan tersebut seperti bibit, pakan, tatalaksana pemeliharaan, perkandangan

dan kesehatan ternak. Untuk melihat aspek teknis tersebut diperlukan faktor penentu

untuk menilI dari aspek teknis. Ditjen Peternakan (1992) mempunyai pedoman

faktor penentu dalam aspek teknis tersebut, sebagai berikut:

30
Tabel 1. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan Ditjen
Peternakan (1992)
No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Skor
I. BIBIT / REPRODUKSI 160
1. Jenis bibit yang dipelihara a. Bibit unggul 80
b. Turunan silang 40
c. Bibit local / lainnya 5

2. Vaksinasi terhadap bibit a. Dilakukan 40


yang diterima b. Tidak dilakukan 5

3. Pengetahuan masa a. Baik: Tahu tanda – tanda 40


Berproduksi berproduksi
b. Sedang: Tanda – tanda 20
berproduksi tidak diketahui
seluruhnya
c. Kurang: Tidak tahu tanda – tanda 5
berproduksi

II. PAKAN 300


1. Jenis pakan yang diberikan a. Buatan pabrik terdaftar 100
b. Mencampur sendiri dengan 25
bimbingan Dinas/ penyuluh
c. Mencampur sendiri tanpa 15
adanya bimbingan Dinas/
Penyuluh
d. Pakan apa adanya 5

2. Apakah tersedia tempat a. Ada 50


untuk penyimpanan bahan b. Tidak ada 5
pakan

3. Bagaimana efisiensi a. Tinggi (100-150 g/g berat badan 50


pemberian pakan b. Sedang (80-120 g/g berat badan 15
c. Rendah (50-81 g/g berat badan) 5

4. Kualitas Air Minum a. Baik: air sumur, air PAM 50


b. Sedang: air sungai yang bersih 15
c. Kurang: Air lainnya yang kurang 5
bersih

5. Kualitas / Jumlah air a. Baik, tersedia terus menerus 50


Minum b. Kurang, selalu habis 15

31
III. TALAKSANA PEMELIHARAAN 70

1. Pemberian pakan a. 1-2 kali sehari 15


b. Kadang – kadang 10
c. Tidak pernah 5

2. Sistem pemeliharaan a. Intensif 25


b. Semi intensif 10
c. Ekstensif 5

3. Seleksi telur a. Digunakan seleksi telur 15


b. Tidak digunakan seleksi telur 5

4. Pencatatan / recording a. Baik, 15


1. Ada catatan pembelian
bibit, pembelian pakan
dan penjualan produk
2. Ada catatan perkawinan,
kelahiran dan kematian
3. Ada catatan vaksinasi dan
pengobatan
b. Sedang 10
Satu atau dua syarat diatas terpenuhi
c. Kurang, 5
Tiga syarat di atas tidak terpenuhi

PERKANDANGAN 100

1. Letak Kandang a. Baik 25


1. Jarak 5 m dari rumah
2.Jauh dari kebisingan
3.Jauh dari pembuangan sampah
b. Sedang 10
Salah satu syarat di atas tidak
terpenuhi
c. Kurang 5
Dua syarat di atas tidak terpenuhi
2. Konstruksi kandang a. Baik 25
1. Bahan kuat dan mudah didapat
2.Lantai kuat dan lebih tinggi dari
sekitarnya
3. Sinar matahari masuk
4. Ventilasi baik
b. Sedang 15
Salah satu syarat di atas tidak
terpenuhi

32
c. Kurang 5
Dua atau lebih syarat di atas
tidak Terpenuh

3. Luas / efisiensi kandang a. Baik: 1 m untuk 1-5 ekor ternak 25


b. Sedang: 1 m untuk 6-10 ekor ternak 10
c. Kurang: 1 m untuk lebih dari 10 ekor 5

4. Peralatan kandang a. Baik: tersedia ember, sapu lidi, sekop 25


b. Kurang: persyaratan di atas tidak 5
terpenuh

IV. KESEHATAN DAN PENYAKIT 200


1. Pengetahuan penyakit
a) ND a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30
cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

b) Fowl Fox a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

c) Coccodiosis a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

d) CRD a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

e) Cholera a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

33
2. Vaksinasi / pencegahan a. Baik: vaksinasi 50
b. Kurang: tidak dilakukan 5
vaksinasi

TOTAL 830

Dari aspek teknis yang diperoleh, dikumpulkan dalam bentuk tabel,

kemudian dihitung nilai/skor masing – masing dengan menggunakan “Pedoman

Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan Ditjenak (1992).

a. Ketegori baik, jika persentase skor yang diperoleh 81-100%

b. Kategori sedang, jika persentase skor yang diperoleh 60-80%

c. Kategori kurang, jika persentase skor yang diperoleh kurang dari

60% Perhitungan nilai skor untuk tiap aspek teknis dilakukan dengan

perhitungan:

“Skor yang didapat / Skor Standar Ditjenak x 100%”

3.5.2 Analisis dan Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Berdasarkan tujuan penelitian kedua, maka analisis data yang di gunakan

dalam penelitian ini yaitu menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Dimana

fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan bentuk persamaan regresi non linier

yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = β0 X1𝛽1 X2𝛽2 X3 𝛽3 X4𝛽4 e

Persamaan tersebut dapat diestimasi dengan cara melakukan transformasi

persamaan tersebut dalam bentuk persamaan logaritma sebagai berikut:

Log Y = β0 + β1Log X1 + β2Log X2 + β3Log X3 + β4Log X4 e

34
Keterangan:

Y: Nilai output produksi (butir/minggu)

X1: Pakan (KG/minggu)

X2: Bibit (ekor/minggu)

X3: Obat-obatan (g/minggu)

X4: Tenaga Kerja (Hari Orang Kerja = HOK/minggu)

β 0: Konstanta

β 1, β 2: Koefisien regresi

e: Variabel pengganggu

Nilai-nilai parameter tersebut, seperti pada persamaan yang diatas dapat

diselesaikan dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square(OLS).

a) Uji Statistik

1) Uji t

Untuk menguji apakah input produksi yang digunakan dari usahaayam ras

petelur berpengaruh nyata terhadap output adalah menggunakanuji-t dengan cara

semua variabel bebas diuji satu persatu. Agar lebih memahami dan mengetahui dari

masing- masing variabel, maka ditetapkan hipotesis sebagai berikut:

1. H0: di tolak jika Sig < 0,05.


2. H1: di terima jika Sig < 0,05.

Jadi, jika t-hitung > t-tabel dan Sig < 0,05 maka H0 di tolak dan H1 diterima artinya

variable bebas berpengaruh nyata terhadap produksi.

2) Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi yang dilambangkan (R2). Uji ini bertujuan untuk

mengukur sejauh mana kemampuan variabel independen dalam memepengaruhi

35
variabel dependen. Koefisien determinasi memiliki nilai antara nol dan satu. Jika

nilai (R2) kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen terbatas. Tetapi, jika nilai (R2) mendekati 1 berarti

variabel- variabel independen dapat menjelaskan hampir semua informasi untuk

memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2011).

3) Uji F

Tujuan pengujian pada uji F adalah untuk mengetahui apakah masing -

masing dari variabel independen memberikan pengaruh yang sama terhadap

variabel dependen. Maka perlu dilakukan analisis uji F ini. Hipotesis dalam uji F

ini adalah:

1. H0: di tolak jika Sig < 0,05.


2. H1: di terima jika Sig < 0,05.

Jadi, jika nilai F-hitung > F- tabel atau Sig < 0,05 maka H0 di tolak danH1 diterima.

Artinya variabel independen secara bersamaanberpengaruh terhadap produksi.

b) Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi Klasik merupakan uji prasyarat untuk menganalisis lebih

lanjut terhadap data yang telah dikumpulkan dan dilaksanakan sebelum melakukan

suatu analisa. Pengujian ini bertujuan agar mendapatkan modelregresi yang

memenuhi kriteria BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Pengujian Asumsi

Klasik harus dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian analisis

regresi linear berganda terhadap hipotesis penelitian. Data- data yang akan diolah

adalah sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui lebih lanjut dalam model

regresi, apakah variabel pengganggu memiliki distribusi yang normal. Uji normalitas
36
merupakan uji untuk menentukan data yang diambil dan dikumpulkan dari populasi

normal. Karena pada uji (t) parsial pun memiliki asumsi bahwa nilai residual

mengikuti distribusi normal. Jika dilanggar maka uji statistik tidak valid pada jumlah

sampel yang kecil. Untuk mendeteksi distribusi residual normal atau tidak adalah

menggunakan beberapa cara, seperti analisis grafik danuji statistik (Ghozali, 2011).

2) Uji Multikolinearitas Data

Menurut Ghozali (2012) tujuan uji multikolinearitas adalah untuk

mengetahui lebih lanjut, apakah pada model regresi terdapat korelasi antar variabel

bebas. Model regresi yang baik di dalamnya tidak terjadikorelasi antar variabel

bebas. Pelaksanaan uji multikolinearitas dilihat dari besaran nilai VIF (Variance

Inflation Factor) dan nilai tolerance. Variabel independen tidak bisa menjelaskan

antara variabel satu denganyang lainnya, sehingga nilai tolerance yang nantinya

akan mengukur dan menjelaskan variabel independen terpilih yang sebelumnya

tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi, jika nilai tolerance rendah,

maka nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance).

3) Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2011) tujuan uji autokorelasi adalah untuk mengetahui

apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu

pada periode (t) dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya).

Dinamakan problem autokorelasi jika terdapat korelasi.

4) Uji Heterokedastisitas

Tujuan dilakukannya uji heterokedastisitas adalah untuk mengetahui

apakah pada model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual antar

pengamatan yang dilakukan. Uji heteroskedastisitas memiliki beberapa cara yang

dapat dilakukan untuk melakukan pengujian, seperti uji grafik plot, uji white, uji park
37
dan uji glejser. Heteroskedastisitas tidak terjadi apabila pola yang ada tidak jelas dan

kemudian di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y terdapat titik-titik yang

menyebar (Ghozali, 2011).

3.5.3 Analisis Efisiensi

Berdasarkan tujuan penelitian ketiga, analisis yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Di dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, elastisitas produksi digambarkan dengan β

yang disebut dengan koefisien regresi. Maka dari itu, nilai produk marginal (NPM)

faktor produksi (X) dapat dirumuskan sebagai berikut:

NPM= 𝑏.𝑌.𝑃𝑦
𝑥

Dimana:

b: Elastisitas produksi

Y: Produksi (butir)

Py: Harga produksi (Rp)

x: Jumlah faktor produksi

Berdasarkan rumus tersebut, telah didapatkan tingkat optimalisasi input

produksi yang diperoleh dari perbandingan antara nilai produk marginal

(NPM)input X tersebut dengan harga satuan input (Px), dengan rumus sebagai

berikut:

38
Tingkat Efisiensi = 𝑁𝑃𝑀𝑥𝑖
𝑃𝑥𝑖

Dimana:

NPMx i = Nilai produk marginal input

Xi Pxi = Harga input produksi Xi

Dengan hasil yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

• Jika NPM/ Pxi = 1, atau NPM / BKM = 1, makanilai input produksi tersebut

optimal

• Jika NPM / Pxi < 1, atau NPM / BKM < 1, maka penggunaan nilai input

produksi melebihi optimal dan harus mengurangi jumlah input

• Jika NPM / Pxi > 1, atau NPM / BKM > 1, maka penggunaan nilai input

produksi kurang optimal dan harus menambahkan jumlah input

3.6 Definisi Operasional

1) Data produksi adalah kumpulan catatan dan fakta mengenai kegiatan

pada perusahaan yang dilakukan seseorang untuk menambah nilai guna

suatu produksi. Data bisa diambil per hari, per minggu, per bulan dan

lain-lain.

2) Faktor produksi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil Produksi

(Output).

3) Bibit adalah ternak yang telah memenuhi syarat tetentu dan siap untuk

dikembangkan.

4) Pakan adalah bahan yang diperuntukan sebagai sumber makanan untuk

ternak yang dapat di makan, di cerna dan di serap oleh ternak. Dan tidak

menimbulkan efek samping pada ternak.

5) Tenaga kerja adalah penggunaan tenaga manusia untuk melakukan


39
pekerjaan selama proses produksi dalam suatu usaha peternakan.

6) Obat hewan adalah sesuatu persediaan yang bisa berupa benda padat, cair

dan uap dan digunakan untuk mengobati hewan, membebaskan gejala,

atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang meliputi biologic

armasetik, premiks dan obat alami.

7) Peralatan kandang adalah alat yang digunakan untuk pemeliharaan ternak

selama proses produksi, seperti skop, gerobak, cangkul dan lain - lain.

8) Produksi adalah kegiatan menghasilkan, menciptakan dan penambahan

nilai guna suatu benda atau produksi.

9) Efisiensi adalah bagaimana cara agar dapat memaksimalkan hasil

produksi dengan menggunakan input produksi yang seminimal

minimalnya.

40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian AAPS Farm

4.1.1 Kondisi Geografis

Tujuah Koto Talago adalah nagari di Kecamatan Guguk, Kabupaten Lima

Puluh Kota, Sumatra Barat, Indonesia. Dibatasi oleh wilayah di sebelah utara yaitu

Nagari Jopang Manganti dan Talang Maur Kecamatan Mungka. Di sebelah selatan

dengan Nagari Kubang Kecamatan Guguak. Di sebelah barat berbatasan dengan

Nagari Limbanang Kecamatan Suliki dan sebelah timur berbatasan dengan Guguak

VIII Koto Kecamatan Guguak.

Luas daerah 21 kilometer persegi atau seluas 21.000 Hektar dengan 7

Jorong. Dataran tinggi Nagari Tujuah Koto Talago secara geografis terdiri

ataswilayah perbukitan bergelombang yaitu Jorong Padang kandi, Jorong Sipingai

dan Jorong Tanjung Jati. Dataran yaitu Talago, Ampang Gadang, Koto Kociakdan

Padang Jopang. Ketinggian daerah sekitar 500 – 600 meter di atas permukaan laut.

Pada tahun 1979 sampai 2000, Sistem Pemerintahan Desa waktu itu terdiridari 7

desa yaitu: Desa Talago, Desa Ampang Godang, Desa tanjung Jati, DesaKoto

Kociak, Desa Padang Kandi, Desa Sipingai dan Desa Padang Jopang. Pada tahun

2001, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari Desa kembali ke Nagari sesuai

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota No. 1 Tahun 2001 dan

terjadilah pemekaran 7 desa menjadi 7 Jorong satu kenagarianyaitu

Nagari Tujuah Koto Talago, tanggal 29 Februari 2001 yang terdiri dari:

38
1. Jorong Talago

2. Jorong Ampang Godang

3. Jorong Tanjung Jati

4. Jorong Koto Kociak

5. Jorong Padang Kandi

6. Jorong Sipingai

7. Jorong Padang Jopang

4.1.2 Profil Usahan Peternakan AAPS Farm

AAPS Farm, berada di Jorong Tanjuang Jati, Nagari VII Koto Talago,

Kecamatan Guguak. Didirikan oleh Bapak Zulfahmi pada tahun 2003. Peternakan

AAPS Farm ini mengawali usahanya dengan populasi awal 1000 ekor. Usaha ini

berkembang hingga total populasi ayam pada Maret 2023 dengan 2 lokasi usaha

berjumlah 23.000 ekor layer dan 3.000 ekor Starter.

Luas area kendang AAPS Farm ± 1 Ha yang dibagi menjadi 2 lokasi yang

berjauhan. Lokasi pertama berada di Kampung Salo. Dan lokasi kedua berada di

Kampung Luak Lago. Pada lokasi pertama terdapat kantor AAPS Farm, kandang

starter dan kendang layer, gudang pakan dan gudang telur. Pada lokasikedua

terdapat kandang layer dan Gudang penyimpanan telur sementara. Sistem

perkandangan baterai untuk ayam layer dan kandang litter untuk ayam starter

dengan sistem pemeliharaan Intensif.

Usaha ayam ras petelur AAPS Farm memiliki pekerja sebanyak 8 keluarga

(16 orang), termasuk 2 pemilik. Tugas dan tanggung jawab terhadap

pekerjaansudah dibagi sesuai dengan fungsi masing-masing, dapat dilihat di tabel 2

berikut:

39
Tabel 2. Data Pekerja AAPS Farm

No. Pekerjaan Jumlah (orang)

1 Pengawas Kandang 1
2 Tenaga grinding dan mixing pakan 3
3 Tenaga kendang: 6
* Pemeriksaan kendang

* Pemberian pakan 2 x sehari


* Pengambilan telur 1 kali sehari
(sekalian sortasi telur retak & bagus)

4 Tenaga sortasi telur 2


5 Administrasi/pembukuan 1
6 Driver & kenek 2
7 Kebersihan lapangan 1

Sumber: AAPS Farm (2023)


4.2 Karakteristik Peternakan Ayam Ras Petelur pada AAPS Farm

Tabel 3. Karakteristik Pemilik Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm
No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur (tahun)
0 – 11 0 0%
12 – 25 0 0%
26 – 45 1 50%
46 -65 1 50%
>65 0 0%
2. Tingkat Pendidikan
SD 0 0%
SMP 0 0%
SMA 0 0%
Perguruan Tinggi 2 100%

40
3. Pengalaman Beternak (tahun)

1 -5 0 0%

6 – 10 1 50%

11 – 15 0 0%

16 – 20 1 50%

4. Pekerjaan Utama

Petani 0 0%

Peternak 2 100%

Dan Lainnya (buruh) 0 0%

Tabel 4. Karakteristik Pekerja Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm

No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)


1. Umur (tahun)
0 – 11 0 0,00%
12 – 25 1 7.14%
26 – 45 13 92.86%
47 -65 0 0.00%
>65 0 0,00%
2. Tingkat Pendidikan
SD 10 71.43%
SMP 2 14.29%
SMA 2 14,29%
Perguruan Tinggi 0 0.00%
3. Pengalaman Beternak (tahun)
1 -5 5 35.71%
6 – 10 9 64.29%
11 – 15 0 0.00%
16 – 20 0 0,00%

41
4. Pekerjaan Utama

Petani 0 0,00%

Peternak 12 85.71%

Dan Lainnya (buruh) 2 14.29%

4.2.1 Umur

Berdasarkan pengelompokan usia produktif berada pada rentang 15

sampai 64 tahun dan non produktif adalah usia muda dan usia tua. Pada

usahapeternakan AAPS Farm bisa dilihat pada Tabel 3, persentase umur pemilik

usaha ternak AAPS Farm berada pada rentang usia yang produktif. Sama halnya

dengan persentase umur pekerja lainnya di Tabel 4. Dari hasil survei didapat

persentase umur pemilik dan pekerja sebesar 100 % usia produktif. Jika dilihat dari

rataan usia tersebut, bisa disimpulkan bahwa sebagian besar pekerja di kelompok

ini adalah generasi milenial yang lahir di era 80-an hingga 2000-an awal. Sehingga

dari data tersebut dapat diartikan bahwa peternak sangat mampu dalam

menjalankan usaha ternak ayam ras petelur serta mampu mengelola peternakan

sesuai dengan keadaan di tempat tersebut.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok usia produktif

diindentifikasikan sebagai kelompok yang terdiri dari orang yang berusia 15

hingga 64 tahun. Banyaknya usia produktif tersebut akan berpengaruh di banyak

sektor, termasuk ekonomi.

Menurut Anggi Warsito (2022) Bila dikelola dengan benar, tenaga

kerjayang berasal dari kelompok ini bisa mambantu meningkatkan produktifitas

negeri. Pasalnya tenaga kerja usia produktif biasanya punya kelebihan baik dari

segi stamina, fisik serta tingkat kecerdasan dan kreatifitas.

42
4.2.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap

pola pikir, sikap dan tingkah laku yang diyakini mampu meningkatkan

produktivitas kerja demi tercapainya target yang telah ditetapkan. Pada Tabel 3,

terlihat bahwa pemilik mempunyai tingkat pendidikan sampai di perguruan tinggi,

sedangkan pada table 4, tingkat pendidikan pekerja rata – rata adalah SD dengan

persentase 71.43%. Hal ini memperlihatkan karakteristik untuk tingkat pendidikan

pekerja pada usaha ternak AAPS Farm masih rendah, sehingga cukup sulit dalam

menerapkan inovasi terbaru. Hal ini sesuai dengan pendapat Stuart dan Sundeen

(2013) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh

dalam kemampuan berpikir, semakin tinggi pendidikan akan membuat individu

semakin mudah untuk menangkap informasi dan menguaraikan suatu masalah.

Mereka yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan memberikanrespon yang

rasional dari pada mereka yang berpendidikan lebih rendah.

Namun menurut Evert Fandi Mandang, dkk (2017), menerangkan

pentingnya manajemen sumber daya manusia dalam meningkatkan kinerja

karyawan. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinarja

karyawan. Artinya setiap terjadi pengaruh kinerja karyawan, tidak dipengaruhioleh

tingkat pendidikan seorang karyawan. Justru tingkat pendidikan dan pelatihan

secara simultan atau pelatihan secara parsial, berpengaruh signifikanterhadap

kinerja karyawan.

4.2.3 Pengalaman Beternak

Sama halnya dengan tingkat pendidikan, pengalaman kerja seseorang juga

berpengaruh terhadap pola pikir, sikap dan tingkah laku. Berdasarkan hasil

43
penelitian diketahui bahwa karyawan pada usaha ternak AAPS Farm memiliki

pengalaman yang cukup lama dalam beternak ayam ras petelur. Hal ini terlihat dari

hasil survey, pengalaman tertinggi berkisar antara 6 – 10 tahunsebesar 64.29% atau

sebanyak 9 dari 14 karyawan. Begitu juga dengan pemilikusaha telah menjalankan

usaha ini selama kurun waktu 20 tahun hingga sekarang telah meregenerasi pada

putranya.

Lamanya pengalaman yang dimiliki karyawan memberikan indikasi

bahwa karyawan sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik terhadap

manajemen pemeliharaan ternak. Namun menurut Hasibuan (2008) tingkat

pendidikan juga mempengaruhi pengalaman kerja, artinya semakin tinggi tingkat

pendidikan karyawan, maka akan semakin tinggi keahlian dan keterampilan

sehingga pengalaman kerja akan meningkat. Sementara menurut Sedarmayanti

(2013) indikator pengalaman kerjayaitu:

1) Lama waktu/masa kerja, ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang

telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas dengan baik dan

mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik.

2) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.


4.2.4 Pekerjaan Utama

Pekerjaan utama merupakan pekerjaan yang dilakukan dengan waktu

terbanyak atau yang memberikan penghasilan terbesar. Dan pekerjaan yang bisa

dilakukan di luar dari pekerjaan utama merupakan bentuk pekerjaan sampingan.

Dari hasil survey didapatkan data bahwa pekerjaan utama dari pemilik AAPS Farm

adalah 100% usaha peternakan, walaupun ada bisnis dan pekerjaan lainnya, namum

penghasilan terbesarnya adalah dari hasil usaha peternakan. Demikian juga untuk

pekerja, sebanyak 12 dari 14 orang karyawan(sekitar 85.71%), pekerjaan utamanya

44
adalah sebagai peternak. Hal ini menandakan bahwa pekerjaan utama karyawan

memang sebagai peternak ayam ras petelur pada usaha ternak AAPS Farm yang

merupakan sumber penghasilan terbesar mereka.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jika seseorang hanya mempunyai

satu pekerjaan, maka pekerjaan tersebut digolongkan sebagai pekerjaan utama. Bila

pekerjaan yang dilakukan lebih dari satu, maka pekerjaan utama adalah pekerjaan

yang dilakukannya dengan waktu terbanyak. Jika waktu yang digunakan sama, maka

pekerjaan yang memberi penghasilan terbesar di anggap sebagai pekerjaan utama.

Seseorang dikatakan mempunyai pekerjaan lebih dari satu apabila pekerjaan yang

dilakukan berada di bawah pengelolaan yang terpisah.

4.3 Aspek Teknis Produksi Ayam Ras Petelur padaPeternakan AAPS Farm

Aspek Teknis Produksi adalah aspek yang berkaitan dengan proses

produksi, berupa input produksi yang merupakan elemen yang mendukung upaya

penciptaan nilai atau menambah nilai suatu barang. Dalam penelitian ini untuk

mengetahui aspek teknis produksi pada perusahaan peternakan AAPS Farm

ditentukan dan ditinjau dari aspek teknik pemeliharaan Ayam Petelur yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan pada tahun 1992. Dari hasil

penelitian yang telah di analisis menggunakan aspek teknis Ditjen Peternakan 1992

didapatkan hasil sebagai berikut:

4.3.1 Bibit

Bibit merupakan faktor penting dalam proses produksi. Menurut UU

Nomor 41 Tahun 2014, benih merupakan ternak yang sudah diwariskan memiliki

sifat unggul dan sudah memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan.

45
Tabel 5. Penerapan Aspek Teknis Bibit di Peternakan AAPS Farm
No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Jenis bibit yang 80 80 100
dipelihara
2. Vaksinasi terhadap 40 40 100
bibit yang diterima
3. Pengetahuan masa 40 40 100
berproduks
Jumlah 160 160
Persentase Skor Total 100

Penerapan aspek teknis bibit pada peternakan AAPS Farm mendapatkan

persentase skor total sebesar 100%. Dari hasil tersebut, jika mengacu pada

Direktorat Jenderal Peternakan (1992) menandakan bahwa pada aspek teknis

pemilihan bibit sudah pada kategori yang baik.

Berdasarkan hasil observasi menggunakan data wawancara, peternak

menggunakan jenis bibit unggul Isa Brown yang merupakan bibit ayam ras petelur

tipe medium yang berasal dari breeding lokal dan sudah terdaftar sertaterseleksi

dari Medan. Sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) keunggulan Isa Bwown yaitu:

1) tingkat keseragaman tinggi, 2) dewasa kelamin yang merata, 3) produksi tinggi,

4) kekebalan tubuh tinggi, 5) ketahanan terhadap iklim baik.

Produksi harian (hen day) pada peternakan AAPS Farm memiliki rata- rata

sebesar 86.13%. Hal ini sesuai dengan pendapat (ISA Brown-Alternative Product

System) kemampuan produksi perhari pada ayam petelur Isa Brown sekitar 80%

hingga 94%. Adapun faktor lain yang mempengaruhi penggunaan bibit adalah

dalam tahap pemilihan/seleksi. Seleksi sudah dilakukan sebanyak dua kali, seleksi

pertama yang berkaitan dengan keturunan sudah di seleksi dengan standar pabrik,

dan seleksi kedua yang berkaitan dengan kesehatan serta bentuk fisik bibit sudah

46
diseleksi oleh peternak. Pada faktor ini mendapatkan persentasi sebesar 100%

dikarenakan penjual bibit dan peternak sudah mengenal dengan baik dari turunan

dan silsilah bibit yang akan digunakan.

Kemudian dalam sistem perkawinan, aspek teknis peternakan AAPS Farm

mendapatkan persentasi yang baik yaitu 100%, hal ini dikarenakan sudah dalam

arahan dari dinas peternakan atau lembaga setempat yang terkait dan memiliki

kewenangan dalam hal tersebut (Kementan, 2001).

Selanjutnya untuk vaksinasi juga rutin dan terjadwal dilakukan oleh

peternak, karena menurut Kementan (2001) pentingnya menjaga hewan ternakdari

berbagai macam penyakit unggas seperti Avian Influenza, NewcastleDisease (ND),

Fowl Kolera, Fowl Pox,dll. Sehingga dalam hal ini aspek teknismendapatkan skor

sebesar 100%

Untuk masa produksi ayam petelur juga perlu diketahui oleh peternak,

karena sangat menentukan terhadap keberhasilan usaha ternak dalam mendapatkan

keuntungan yang maksimum. Dalam hal ini peternak sudah mengetahui masa

produksi dari ternaknya, di mulai pada usia 18 minggu sudah mulai berproduksi, lalu

pada minggu ke 34 -38 terjadi puncak produksi hingga minggu ke 85 yang menjadi

akhir produksi (afkir). Sehingga pada faktor aspek teknis ini mendapatkan skor

sebesar 100%.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapattidak

jauh berbeda dengan penelitian Cica (2020) yang juga menggunakan bibit unggul

jenis Isa Brown yang berasal dari breeding lokal terdaftar, kemudian juga

menerapkan seleksi bibit di setiap hari pada minggu pertama, serta juga dilakukan

vaksinasi.

47
4.3.2 Pakan

Efisiensi yang dilakukan dalam pengembangan penggunaan pakan sangat

diperhatikan oleh pemilik usaha. Aspek teknis pakan pada peternakan AAPS Farm

dapat di lihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Penerapan Aspek Teknis Pakan di Peternakan AAPS Farm


No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Jenis pakan 100 25 25
yang
diberikan
2. Tersedia tempat 50 50 100
penyimpanan
pakan
3. Bagaimana 50 50 100
frekuensi
pemberian pakan
4. Kualitas air minum 50 50 100
5. Kuantitas 50 50 100
jumlah air
minum
Jumlah 300 225
Persentase Skor Total 85

Seperti terlihat pada tabel di atas, persentase skor total aspek teknis pakan

adalah 85%, Usaha AAPS Farm memang sedang melakukan efisiensi terhadap

pemberian pakan dengan bimbingan dari Dinas Peternakan setempat. Pemberian

pakan untuk fase layer diberikan 2 kali sehari (pagi jam 09.00 dan sore jam 16.00).

Untuk memenuhi kebutuhan pakan fase layer, Peternakan AAPS Farm

telah melakukan efisiensi yang sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/

1000 ekor (130 gr/ ekor), saat ini peternak hanya menghabiskan 115-125 kg/ 1000

ekor (115-125 gram/ gram /ekor). Cara yang dilakukan peternak adalah mengubah

jenis pakan, yang menggunakan campuran pakan konsentrat (34,83%), jagung

48
(49,75%) dengan dedak bekatul (15,43%) sebelumnya peternak hanya

menggunakan dedak biasa. Dari skor Ditjen Peternakan (1992), ini sudah

menandakan bahwa penerapan aspek teknis pakan di AAPS Farm sudah baik.

Menurut Dr. Budi Rahayu Tanama P.dkk, 2017, pada umumnya,

pemberian ransum pada ayam petelur ada yang mencampur:

1. Menggunakan pakan komplit dengan mencampur sendiri.

2. Menggunakan konsentrat pabrikan dengan mencampur jagung

dan dedak padi sebagai sumber energy, sedangkan konsentrat

sebagai sumber protein.

Ada 3 pola dasar yang sering digunakan dalam mencampur konsentrat

dengan dadak dan jagung kuning:

1. 40% konsentrat: 40% jagung: 20% dedak padi.

2. 30% konsentrat: 50% jagung: 20% dedak padi.

3. 35% konsentrat: 50% jagung: 15% dedak padi.

Penerapan aspek teknis pakan pada AAPS Farm dapat dikatakan sudah

hampir memenuhi standar dari Ditjen Peternakan (1992) dan mendapatkan skor

85%. Hasil dari observasi lapangan, untuk penggunaan air minum dari segi kualitas

dan kuantitas mendapatkan skor 100%. Ini dikarenakan di AAPS Farm sudah

memiliki sumber air yang baik seperti air sumur dan air PDAM. Sehingga tidak

dikhawatirkan lagi akan terjadi kekurangan air minum untuk ternak. Menurut

Rasyaf (2005) selain jumlah air harus cukup, kualitas air juga harus baik, karena

tidak semua air dapat di konsumsi dengan aman oleh makhluk hidup.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat hanya

berbeda sedikit dengan penelitian Cica (2020) yang memberikan jenis pakan buatan

49
pabrik terdaftar, sedangkan di AAPS Farm memberikan pakan campuran olahan

sendiri atas bimbingan Dinas/ Penyuluh.

4.3.3 Tatalaksana Pemeliharaan

Tatalaksana pemeliharaan ayam petelur sangat menentukan keberhasilan

suatu usaha peternakan. Tatalaksana pemeliharaan yang baik secara umum meliputi

pemberian pakan, pemberian air minum, bentuk dan ukuran kandang yang

digunakan dan hal teknis lainnya. Aspek teknis pemeliharaan di peternakan AAPS

Farm dapat di lihat pada tabel 7 di bawah ini:

Tabel 7. Penerapan Aspek Teknis Tatalaksana Pemeliharaan di Peternakan AAPS


Farm
No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Pemberian pakan 15 15 100
2 Sistem pemeliharaan 25 25 100

3. Seleksi telur 15 15 100


4. Recording 15 15 100
Jumlah 70 70
Persentase Skor Total 100

Berdasarkan tabel tersebut dijelaskan bahwa penerapan aspek teknis

pemeliharaan dan pengelolaan peternakan ayam petelur di AAPS Farm mendapat

persentase skor total sebesar 100%, yang mengacu pada Direktorat Jenderal

Peternakan (1992) menandakan bahwa penerapan aspek teknis pemeliharaan pada

AAPS Farm sudah baik.

Dari hasil wawancara dengan pemilik peternakan diketahui bahwa

tatalaksana harian yang dilakukan oleh pekerja kandang adalah melakukan

pemeriksaan kandang dan pemberian pakan pada pagi dan siang hari. Pengambilan

telur di dilakukan 1 kali dalam sehari di pagi hari. Pekerja kandang juga melakukan

50
sortasi untuk memisahkan telur yang utuh dengan telur yang retak, serta mengambil

jika ada ayam yang mati untuk di kubur. Sehingga dalam hal ini, skor aspek teknis

yang didapat terkait penerapan pemberian pakan adalah 100%.

Selain itu, karena sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak sudah

full intensif, dalam hal ini juga mendapatkan skor 100% berdasarkan standar Ditjen

Peternakan (1992). Begitu juga halnya dengan aspek teknis lainnya seperti sudah

dilakukannya seleksi telur dan aspek teknis pencatatan/recording.

Pencatatan/recording dilakukan untuk pembelian bibit, pembelian pakan, penjualan

ternak, perkawinan, kematian, kelahiran, vaksinasi dan pengobatan serta melakukan

seleksi/sortasi terhadap produksi telurnya. Recording juga penting dilakukan agar

mudah dalam mengontrol kegiatan-kegiatan di kandang dan keadaan ternak.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat sesuai

dengan penelitian Cica (2020) dimana untuk pemberian pakan dilakukan sebanyak

1-2 kali sehari, sistem pemeliharaan yang diterapkan intensif dan memiliki catatan

atau recording di dalam usaha peternakannya.

4.3.4 Perkandangan

Dalam mendirikan kandang yang baik, perlu diperhatikan tata letak

bangunan, desain kandang, dan pemilihan lokasi, lokasi harus jauh dari

pemukiman, mendapatkan sinar matahari dan terlindung dari angin, karena kandang

merupakan tempatberproduksi dan tempat berlindung bagi ayam. Data penerapan

aspek teknis perkandangan dapat dilihat dalam tabel 8berikut:

51
Tabel 8. Penerapan Aspek Teknis Perkandangan di Peternakan AAPS Farm
No Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
. Ditjen didapat (%)
1. Letak kendang 25 25 100
2. Kontruksi kendang 25 25 100
3. Luas/ efisiensi 25 25 100
kendang
4. Peralatan kandang 25 25 100
Jumlah 100 100
Persentase Skor Total 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penerapan aspek teknis

perkandangan terbilang sangat baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis

perkandangan yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dannilai ini

termasuk dalam kategori sangat baik menurut skor pada Ditjen Peternakan (1992).

Dari hasil wawancara dan observasi di lapangan dapat diketahui peternaksudah

menjalankan aspek perkandangan dengan baik seperti letak kandang yang sudah

sesuai dengan aturan yaitu jarak 5 meter dari rumah, jauh dari kebisingan dan jauh

dari pembuangan sampah. Kemudian dari segi kontruksi kandang juga sudah

dilakukan dengan baik seperti bahan yang digunakan kuat dan mudah didapat, lantai

kuat, sinar matahari masuk dan ventilasi yang baik.

Hal ini sesuai dengan poin yang dikemukakan oleh Hartati (2007) bahwa

struktur kandang yang baik harus kuat, memiliki sirkulasi udara yang baik, dan

struktur kandang harus mampu menahan beban kejut dan dorongan yang kuat dari

hewan, sehingga memungkinkan hewan agar merasa nyaman dan menjaga

keamanan ternak terlindungi dari pencurian.

52
Untuk efisiensi penggunaan kandang pada ayam layer juga sudah sesuai

dengan standar dari Ditjen Peternakan (1992) yaitu dalam ukuran 1 meter

dapatmemuat ayam sebanyak 1-5 ekor. Serta peralatan kandang yang dimiliki juga

lengkap seperti tersedianya ember, sapu lidi, sekop, dan lain-lain. Kandang layer

pada AAPS Farm terbagi menjadi 2 lokasi yaitu di Kampuang Salo dengan populasi

13.000 ekor layer dan 3.000 ekor starter, serta di Kampuang Luak Lago dengan

populasi 10.000 ekor layer.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat

memiliki kesamaan dengan peneltian Cica (2020) yang memiliki lokasi kandang

jauh dari pemukiman, kebisingan dan pembuangan sampah, kemudian kontruksi

kandang juga menggunakan bahan yang kuat dan mudah didapat, penerapan

efisiensi kandang sudah baik yaitu 1 meter untuk 1-5 ekor ternak dan peralatan

kandang tersedia lengkap di area kandang.

4.3.5 Kesehatan dan Penyakit

Agen–agen penyakit seperti virus, bakteri, jamur, protozoa dan parasit

kapanpun bisa masuk ke peternakan dan membahayakan kesehatan ternak. Aspek

teknis terkait Kesehatan dan Penyakit dapat dilihat dalam tabel 9 berikut:

Tabel 9. Penerapan Aspek Teknis Kesehatan dan Penyakit di Peternakan AAPS


Farm
No Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
. Ditjen didapat (%)
1 Pengetahuan penyakit:
.
a) ND
✓ Tahu gejala 10 10 100
✓ Tahu penyebab 10 10 100
✓ Tahu cara 10 10 100
pemberantasannya
b) Fowl Fox

53
✓ Tahu gejala 10 10 100
✓ Tahu penyebab 10 10 100
✓ Tahu cara 10 10 100
pemberantasannya
c) Coccidiosis
✓ Tahu gejala
10 10 100
✓ Tahu penyebab
10 10 100
✓ Tahu cara
10 10 100
pemberantasannya
d) CRD
✓ Tahu gejala 10 10 100
✓ Tahu penyebab 10 10 100
✓ Tahu cara 10 10 100
pemberantasannya

e) Cholera
✓ Tahu gejala 10 10 100
✓ Tahu penyebab 10 10 100
✓ Tahu cara 10 10 100
pemberantasannya

2 Vaksinasi/ pencegahan 50 50 100


.
Jumlah 200 200
Persentase Skor Total 100

Dari tabel 9 di atas, pengetahuan terhadap gejala, penyebab dan cara

pemberantasan penyakit sudah baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis

kesehatan/ penyakit yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dan nilai

ini telah memenuhi kategori terbaik dari Ditjen Peternakan (1992).

Dari hasil wawancara dengan pekerja diketahui bahwa mereka sudah

memahami dan mendapatkan penyuluhan terkait kesehatan/penyakit unggas serta

memahami cara pencegahannya. Tindakan preventif yang dilakukan oleh AAPS

54
Farm adalah dengan melakukan vaksinasi, pemberian obat cacing, serta pemberian

vitamin yang dilakukan secara rutin dan terjadwal, baik untuk ayam DOC maupun

ayam layer. Untuk pemberian vaksin dengan intramuskular, dilakukan langsung

oleh pemilik dalam pengawasan Dinas Kesehatan ternak setempat.

Tabel 10. Program Vaksinasi AAPS Farm

Umur (day) Vaksinasi Aplikasi


5 ND Gumboro tetes mata
5 ND-IB tetes mata
1 Gumboro tetes mata
2
1 ND-IB tetes mata
7
2 Gumboro air minum
3
2 ND-IB air minum
9
3 ND-AI air minum
5
4 B1 tetes mata, hidung
5
5 ND-IB air minum
2
7 - Pindah
0
8 Coryza suntik Intra moluskular
2

95 ND-IB air minum


105 A1 suntik intra moluskular
112 ND-IB-EDS suntik intra moluskular
119 Coryza suntik intra moluskular
119 ND-IB (produksi 5%) air minum
119 ND-IB kill suntik intra moluskular
141 Medivac ND G7B-IB suntik intra moluskular

Usaha ternak AAPS Farm juga telah melaksanakan program biosekuritas.

55
Menurut Winkel (1997), biosekuritas merupakan suatu system untuk

mencegahpenyakit baik klinis maupun subklinis, yang berarti merupakansistem

untuk mengoptimalkan produksi unggas secara keseluruhan dan merupakan bagian

untuk mensejahterakan hewan (animal welfare).

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis untuk kesehatan dan

pencegahan penyakit pada ternak juga memiliki kesamaan dengan penelitian Cica

(2020) yang juga menerapkan pencegahan penyakit pada ternak menggunakan

vaksinasi dan biosekuritas. Selain itu, peternak juga sama-sama sudah memiliki

pengetahuan terhadap penyakit seperti ND, Fowl Fox, Coccidiosis, CRD dan

Cholera.

Dari keseluruhan aspek teknis yang diperoleh, yang telah dikumpulkan

dalam bentuk tabel, kemudian telah dihitung nilai/skor masing – masing dengan

menggunakan “Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan Ditjenak

(1992), maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 11 . Aspek Teknis Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan AAPS Farm


No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Bibit 160 160 100

2. Pakan 300 225 75

3. Tatalaksana Pemeliharaan 70 70 100

4. Obat-obatan 200 200 100

5. Perkandangan 100 100 100

Jumlah 830 755

Persentase Skor Total 91

56
Dari tabel di atas, terlihat aspek teknis pemeliharaan mendapatkan skor

dengan persentase skor total 91%. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1992)

jika dilihat dari skor keseluruhan pada aspek teknis pemeliharaan, aspek teknis

produksi di peternakan AAPS Farm sudah memiliki standar yang baik. Karena

pemilik usaha yang berlatar belakang pendidikan seorang dokter hewan dan

menyadari bahwa dari masing-masing aspek teknis memegang peranan

sangatpenting dalam proses produksi.

4.4 Analisis Input Produksi Yang Mempengaruhi Produksi di Peternakan

AAPS Farm

4.4.1 Uji Statistik

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian, maka harus dilakukan uji

statistik, uji statistik digunakan untuk menentukan apakah variabel X memiliki

hubungan yang signifikan dengan variabel Y. Selain itu, uji statistik juga digunakan

untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara dua atau lebih dari variabel

penelitian. Untuk mengetahui permasalahan tersebut, perlu dilakukan uji lebih

lanjut sebagai berikut.

1) Uji F

Uji F merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel

bebas berupa input produksi (Xi) secara bersamaanberpenganruh terhadap variabel

tidak bebas (Y).

57
Tabel 12. Hasil Analisis Uji F

Dari hasil analisis pada tabel ANOVA di atas, didapatkan nilai signifikasi

sama dengan 0,000 dan lebih kecil dari α (0,05), atau nilai Sig.0,000 < 0,05.

Berdasarkan hasil yang didapatkan, bahwa secara bersamaan input produksi (pakan,

bibit, OVK dan tenaga kerja) berpengaruh terhadaphasil produksi (produksi telur)

di Peternakan AAPS Farm.

2) Uji Determinasi (R2)

Pada uji determinasi (R2) ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar

persentase yang diberikan oleh variabel bebas atau input produksi terhadap variabel

tidak bebas atau output produksi.

Tabel 13. Hasil Analisis Uji Determinasi

Berdasarkan tabel analisis tersebut, didapatkan nilai koefisiendeterminasi

/ R Square sebesar 0,889 atau sama dengan 88,9%. Ini menunjukan bahwa secara

bersamaan variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja berpengaruh terhadap

produksi sebesar 88,9%. Sedangkan sisanya 11,1% dipengaruhi oleh variabel lain

yang tidak diteliti atau disebut sebagai faktor eror (e).

58
3) Uji t

Uji t merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah input

produksi (Xi) di Peternakan AAPS Farm memiliki pengaruh secara keseluruhan

atau satu persatu terhadap output produksi (Y).

Tabel 14. Hasil Analisis Uji t

Berdasarkan tabel analisis tersebut, dijelaskan bahwa, semua variabel

input produksi seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3) dan tenaga kerja (X4)

mempunyai nilai signifikan masing-masing, untuk pakan (0.000), bibit (0.631),

OVK (0.000), dan tenaga kerja (0.000). Artinya untuk variabel pakan, OVK dan

tenaga kerja yang memiliki nilai signifikan kurang dari 0,05 berarti variabel input

tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi pada Peternakan AAPS Farm.

Sedangkan untuk bibit mendapatkan nilai signifikan lebih besar dari 0.05, yang

artinya variabel bibit tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur di Peternakan

AAPS Farm.

4.4.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah uji yang dilakukan sebelum melakukan analisis

regresi linier berganda, di dalam uji asumsi klasik terdapat beberapa uji yang harus

dilakukan seperti uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji

59
autokorelasi. Tujuan uji asumsi klasik adalah untuk menguji kelayakan suatu model

penelitian. Uji ini berguna untuk mengetahui apakah terjadi ketidaknormalan data,

multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi pada variabel-variabel

penelitian yang digunakan.

1. Uji Normalitas

Gambar 2. Normal P-Plot

Uji normalitas, bertujuan untuk menguji apakah data yang ada memiliki

nilai penyaluran hasil produksi yang normal atau tidak. Jika dilihat pada grafik yang

ada pada gambar 2. Normal P-Plot, digambarkan bahwa titik-titik pada grafik

berada di dekat atau bahkan menempel pada garis, ini menandakan bahwa data yang

didapat berdistribusi secara normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2001)

bahwa pada pengujian Normal Probability Plot, jika penyebaran titik-titik berada

disekitar garis diagonal atau penyebarannya mengikuti arah garis diagonal,maka

berarti data yang didapat berdistribusi secara normal. Tetapi sebaliknya, jika titik-

titik berada menjauh atau bahkan diluar garis, berarti menandakan masih ada data

yang tidak normal. Data yang baik ialah data yang memiliki penyaluran hasil

60
produksi yang normal atau mendekati normal.

2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi

yang kuat antar variabel bebas. Jika memiliki hubungan pada model regresi, maka

persamaan tersebut tidak baik. Tetapi sebaliknya, jika tidak terdapat korelasi antar

variabel bebas, berarti persamaan tersebut dapat dikatakan baik.

Tidak terjadinya multikolinieritas pada model regresi merupakan prasyarat

agar persamaan tersebut baik. VIF (Variance Infaltion Factor) merupakan salah

satu metode untuk melakukan pengujian terhadap uji multikolinieritas.

Tabel 15. Hasil Analisis Uji Multikolinieritas

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF pakan (X1) yaitu 2.686,

bibit (X2) 1.423, OVK (X3) 1.234 dan tenaga kerja (X4) 2.450. Jika mengacu pada

pendapat Santoso (2001), maka model regresi memperlihatkan tidak terjadi

masalah multikolinieritas karena nilai VIF kecil dari 10 atau nilai tolerance besar

dari 0.1,artinya variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja tidak ada korelasi yang

kuat antar variabel bebas lainnya.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas ini merupakan uji yang digunakan untuk

mengetahui apakah varian atau ragam residualnya konstan atau tidak. Pada intinya,

61
ragam atau varian residual harus konstan (homoskedastisitas), jika terjadi

homoskedastisitas berarti uji asumsi klasik sudah terpenuhi. Dan sebaliknya, jika

terjadi ketidaksamaan dalam suatu pengamatan, maka itu dapat disebut

heteroskedastisitas. Uji ini sangat penting dalam uji asumsi klasik seperti model

regresi, jika uji ini tidak memenuhi syarat, maka model regresi tidak terpenuhi

Gambar 3. Scatterplot

Dengan melihat titik-titik penyebaran pada gambar 3. Uji Scatterplot dapat

dilihat tidak terjadi pola yang jelas serta titik-titik menyebar ke atas dan ke bawah

angka nol yang menandakan tidak terjadi gejala heteroskedatisitas. Hasil penelitian

ini diperjelas melalui uji gletser.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi di

dalam suatu pengamatan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya di waktu

yang berbeda. Autokorelasi ini akan muncul apabila terjadi pengamatan yang

dilakukan terus menerus atau berkelanjutan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya

62
autokorelasi pada penelitian ini, maka digunakan uji Durbin-Watson (DW Test).

Yang dijelaskan seperti pada tabel berikut:

Tabel 16. Hasil Analisis Uji Autokorelasi

Dari tabel analisis didapat nilai Durbin Watson (DW) yaitu 1.793.

Kemudian diperoleh dari Tabel Durbin-Watson α = 5% masing-masing nilai dL

yaitu 1,4853 dan nilai dU yaitu 1,7335.

Tabel 17, Cara Analisis:

Autokorelasi Autokorelasi
positif negatif

Tidak bisa Tidak bisa


diambil diambil
Non kesimpulan
kesimpulan
Autokorelasi
0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
(1.4853) (1.7335) (2.2665) (2.5147)

DW(1.793)

Dari tabel 17, terlihat posisi DW berada diantara dU (1.7335) dan nilai 4-

dU (2.2665), maka hipotesis nol diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi antara

residual pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Sesuai dengan yang

dijelaskan oleh Mudjarat Kuncoro (2003) bila nilai DW lebih besar dari pada batas

atas (dU) maka koefisien autokorelasisama dengan nol. Artinya tidak terdapat

autokorelasi positif dan juga sebaliknya jika nilai DW lebih rendah dari pada nilai

63
batas bawah (dL) maka koefisien autokorelasi sama dengan nol. Artinya terjadi

autokorelasipositif. Dan jika nilai DW berada diantara dL dan dU, maka tidak bisa

diambil kesimpulan.

4.4.3 Hasil Output Pengolahan Data Menggunakan SPSS

Dari hasil analisis pengolahan data-data pada peternakan AAPS Farm

menggunakan software SPSS, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 18. Hasil Analisis Output SPSS

Berdasarkan tabel 18, maka dapat dibuat persamaan regresi dengan

persamaan Cobb Douglas (Soekartawi, 1993):

Y = β0 X1𝛽1 X2𝛽2 X3 𝛽3 X4𝛽4e

Y = -63.264 X15.837 X23.189 X3-0.699 X43.777 e

Dari hasil regresi di atas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Pengaruh Pakan (X1) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Dari hasil analisis output SPSS, didapatkan nilai Signifikan lebih kecil dari

α 0,05 yaitu sebesar 0,000. Kemudian nilai koefisien regresi yang didapatkan pada

variabel input pakan (X1) bernilai positif yaitu sebesar 5.837 dan berpengaruh

signifikan terhadap produksi telur (Y), artinya setiap dilakukan penambahan

terhadap input pakan (X1), maka akan berpengaruh terhadap produksi telur sebesar

64
5.837.

Signifikannya pengaruh pakan terhadap produksi telur disebabkan karena

sudah tercukupinya kandungan gizi untuk ternak dalam pemberian pakan di

Peternakan AAPS Farm. Pakan yang diberikan pada ternak berupa campuran

konsentrat, dedak, jagung dan tepung batu. Pakan berasal dari olahan pabrik yang

di beli dari Medan, terdapat juga campuran pakan dengan olahan sendiri dari

peternak seperti penambahan dedak bekatul. Pemberian pakan yang rutin dilakukan

sebanyak dua kali dalam sehari. Ini menandakan bahwa peternak pada Peternakan

AAPS Farm sudah mengerti dalam mengelola pakan pada proses pemeliharaan atau

masa produksi. Selain itu, karena pakan adalah faktor yang utama dalam produksi

telur ketika menjalankan usaha peternakan. Semakin cukup jumlah dan kualitas

pakan yang diberikan, maka produksi telur akan meningkat dan sebaliknya. Hal ini

sesuai dengan pendapat Wardhany (2017) bahwa pakan yang diberikan akan

mempengaruhi jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan.

Pengaruh bibit (X2) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Berdasarkan nilai Signifikan yang didapat, variabel bibit (X2)

mendapatkan nilai sebesar 0,631 atau besar dari α 0,05. Nilai koefisien regresi yang

didapatkan bernilai sebesar 3.189, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

telur. Artinya jika terjadi penurunan kuantitas bibit akibat kematian, maka

penurunan jumlah output (jumlah telur) tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap jumlah produksi. Hal ini dapat dilihat dari angka kematiannya yang rendah

yaitu sebesar 0,02%. Oleh karena itu, setelah dilakukan uji dengan statistik

penurunan jumlah bibit tidak terlalu berpengaruh/ tidak signifikan. Penelitian ini

sesuai dengan penelitian Nurmala (2023) yang bahwa faktor produksi bibit tidak

berpengaruh nyata terhadap proses produksi. Berarti jika terjadi perubahan kuantitas
65
bibit pada suatu usaha peternakan, tidak akan berpengaruh terhadap hasil produksi

telur.

Hasil ini disebabkan karena peternakan AAPS Farm sangat

memperhatikan dalam hal penggunaan bibit, mulai dari penilaian terhadap jenis dan

keturunannya hingga bentuk fisik dari bibit yang akan digunakan. Hal ini dilakukan

mengingat bahwa bibit merupakan faktor penting dalam proses produksi. Dalam

hal ini, peternak menggunakan bibit jenis unggul Isa Brown, dengan rata-rata

mortalitas per minggu sebesar 0.02% dan persentase Hen Day sebesar 86,13%.

Sesuai dengan (ISA Brown Alternative Product System) pada ayam ras petelur jenis

Isa Brown memiliki persentase kemampuan bertelur 80% - 94% dan angka

mortalitas 0.7%, Artinya hasil produksi (Y) memenuhi standar strain Isa Brown.

Berdasarkan observasi lapangan pada minggu ke 24-28 rata – rata

persentase produksi baru mencapai 85.73% dan puncak produksi pada peternakan

AAPS Farm terjadi pada minggu ke 34-38 dengan rata – rata produksi per minggu

sebesar 94.59%. Berbeda dengan pendapat Dedy Sulaiman (2019) dalam Jurnal

Peternakan Terapan menyebutkan bahwa bibit jenis Isa Brown mampu mencapai

puncak produksi pada umur 24-28 minggu dengan rata-rata persentase produksi

sebesar 92,77%. Pada periode intake layer ini, ternak mengalami keterlambatan

dalam proses produksi. Keterlambatan produksi yang dialami ternak menurut Dedy

Sulaiman (2019), bahwa konsumsi ransum salah satunya dipengaruhi oleh

palatabilitas ternak terhadap perubahan jenis pakan yang diberikan dan dimakan,

dapat dilihat dari respon pada bibit yang baru masuk, karena ada perbedaan jenis

pakan dari tempat asal ke peternakan AAPS Farm. Selain itu, faktor stress,

perubahan iklim juga dapat menurunkan produksi telur harian.

66
Pengaruh OVK (X3) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Dari hasil analisis menggunakan SPSS didapatkan nilai signifikan sebesar

0.000 atau lebih kecil dari α 0,05 dan nilai koefisien regresi yang didapatkan dari

faktor produksi OVK (X3) sebesar -0,699. Ini berpengaruh nyata terhadap produksi

telur di peternakan AAPS Farm. Artinya bahwa terjadinya perubahan dalam

penggunaan OVK pada proses produksi, berdampak terhadap jumlah populasi

ternak atau juga terhadap jumlah produksi telur yang dihasilkan. Ini terjadi, jika

dalam penanganan dengan cara pemberian obat-obatan terhadap ayam sakit tidak

sesuai dosis atau kurang dari yang sudah ditetapkan, maka ternak akan mengalami

kematian akibat sakit. Akibatnya akan berdampak terhadap hasil produksi.

Hal ini disebabkan karena peternak sudah bisa mengetahui secara pasti

mulai dari gejala dan penyebab ternak sakit. Peternak juga sudah paham tindakan

preventif yang harus dilakukan dalam menangani penyakit terhadap ternak. Ketika

mengatasi ayam mati dan ayam yang sedang sakit, peternak melakukan pengecekan

rutin ke kandang setiap pagi dan sore hari, jika terdapat ternak yang sakit atau sudah

mati, ternak tersebut langsung dipisahkan dengan ternak lainnya agar menghindari

penularan, kemudian ternak yang sakit segera dilakukan pengecekan dan pemberian

vitamin dengan ilmu yang dimiliki oleh peternak, karena latar belakang peternak di

AAPS Farm adalah seorang dokter hewan, dan untuk ternak yang sudah mati segera

di kubur.

Sesuai dengan pendapat Wakhidiati (2017) yang mengatakan bahwa

jumlah penggunaan OVK yang berlebihan, justru tidak efektif dalam penanganan

penyakit. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nurmala (2023) yang menyatakan

67
bahwa faktor produksi OVK berpengaruh terhadap proses produksi.

Pengaruh tenaga kerja (X4) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai Signifikan 0,000 atau kurang

dari α 0,05. Nilai koefisien regresi yang didapatkan dari faktor produksi tenaga kerja

(X4) sebesar 3.777 dan berpengaruh nyata terhadap produksi dipeternakan AAPS

Farm. Artinya apabila peternakan AAPS Farm menambah jumlah tenaga kerja,

maka jumlah produksi telur yang dihasilkan juga akan lebih baik. Sedikit saja

merubah jumlah tenaga kerja dalam proses produksi, maka akan berpengaruh

terhadap produksi telur sebesar 3.777. Ini dikarenakan, jika terjadi keterlambatan

dalam pengambilan dan pengamanan telur hingga sampai ke tangan konsumen

seperti telur retak, pecah, busuk, dan lain-lain. Maka akan berpengaruh terhadap

hasil produksi. Kemudian dalam hal pemberian pakan, ini dikarenakan di AAPS

Farm masih menggunakan cara yang manual dalam pemberian pakan. Jadi, jika

terjadi keterlambatan dalam pemberian pakan akibat kurangnya tenaga kerja, maka

akan berpengaruh juga terhadap hasil produksi nantinya.

Hal ini disebabkan karena pembagian tugas dan jumlah tenaga kerja pada

peternakan AAPS Farmtelah diatur sedemikian rupa, dimana untuk petugas

pengolahan atau pencampuran ransum, pemberian pakan, pengambilan telur,

sanitasi kandang, transportasi atau distribusi produk telah diatur dengan baik.

Saatini usaha ternak AAPS Farm menyerap sekitar 6 orang tenaga kandang, dengan

jumlah starter 3000 ekor dan ayam layer sekitar 23.000 ekor (24 kandang layer).

Dengan penerapan pembagian tenaga kerja yang cukup menyebabkan kondisi

kandang menjadi nyaman dan bersih, kondisi ayam sehat dan pakan yang diberikan

selalu cukup untuk ternak.

68
Menurut Tatipikalawan (2012) produktivitas tenaga kerja akan meningkat

apabila cara pengelolaan sudah direncanakan atau terstrukturdengan baik serta

sudah memerhatikan dari segi ekonomisnya. Jika memerhatikan hal-hal tersebut,

maka pemakaian tenaga kerja akan lebih optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian

Zulfanita (2022) bahwa tenaga kerja secara signifikan berpengaruh nyata terhadap

prosesproduksi pada suatu usaha peternakan ayam ras petelur.

4.5 Analisis Efisiensi Input Produksi

Analisis efisiensi dapat dilihat dari tiga bagian yaitu efisiensi teknis,

alokatif dan ekonomi. Karena ketiga bagian tersebut saling berhubungan antara satu

dengan yang lainnya, sehingga dapat menggambarkan nilai-nilai pada faktor

produksi yang maksimal dalam suatu usaha. Efisiensi ekonomi akan tercapai

apabila kedua efisiensi lainnya (efisiensi teknis dan alokatif) juga tercapai.

a) Efisiensi Teknis

Berdasarkan nilai elastisitas pada koefisien regresi yang didapatkan dari

fungsi produksi Cobb-Douglas, dari masing-masing faktor produksi

menggambarkan skala usaha peternakan (return to scale). Nilai elastisitas dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 19. Hasil analisis efisiensi teknis


Input Produksi Elastisitas Produksi
Pakan 5.837
Bibit/Ayam Layer per In Take 3.189
OVK -0.699
Tenaga Kerja 3.777
Total 12.104

Dari hasil total koefisien regresi pada fungsi produksi Cobb-douglas

seperti pada tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa total nilai elastisitas dari faktor -

faktor produksi di AAPS Farm sebesar 12.104 yang berarti skala usaha pada usaha

69
ternak AAPS Farm termasuk ke return dalam increasing to scale. Artinya,ketika

penggandaan input dilakukan, akan menyebabkan penggandaan output yang lebih

besar dibandingkan inputnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (2003),

jika jumlah elastisitas semua faktor produksi besar dari 1, berarti proporsi

penambahan produksi lebih besar dari proporsi penambahan faktor produksi

(increasing return to scal).

Aris (2013) menjelaskan fungsi produksi berdasarkan nilai elastisitasnya

dibagi atas tiga daerah, yaitu daerah I dengan elastisitas besar dari 1 yang berarti

keuntungan masih bisa ditingkatkan dengan melakukan penambahan input, daerah

II dengan elastisitas produksinya antara nol dan satu, berarti ini merupakan daerah

rasional untuk produksi dan terakhir daerah III dengan elastisitas produksinya kecil

dari nol, berarti daerah ini tidak rasional untuk penambahan input karena akan

menghasilkan kenaikan output yang negative (turun).

b) Efisiensi Alokatif

Dalam efisiensi alokatif ini, didapatkan nilai tingkat efisiensi yang dilihat

dari hasil perhitungan menggunakan rumus Nilai Produk Marjinal (NPM) dan

Biaya Korbanan Marjinal (BKM), dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 20. Tingkat efisiensi input produksi pada peternakan AAPS Farm

No Input Penggunaan Input Tingkat Hasil Ket


Produksi Produksi Efisiensi
1 Pakan 1703.24 85.30 >1 Belum
(KG/minggu) Efisien
2 Bibit (In Take 1975 34.67 >1 Belum
Ayam Layer) Efisien
3 OVK 4371.85 -28.80 <1 Tidak
(g/minggu) Efisien
4 Tenaga Kerja 17.48 36581.35 >1 Belum
(HOK) Efisien

70
Berdasarkan hasil dari nilai efisiensi faktor-faktor produksi yang

menggunakan rumus efisiensi NPM/ BKM pada tabel tersebut, didapatkan nilai

tingkat efisiensi pada input produksi pakan (X1) sebesar 85.30 yang artinya

penggunaan pakan pada peternakan AAPS Farm belum efisien karena nilai

yangdidapatkan >1, maka penggunaan input pakn dapat ditingkatkan lagi agar

sesuai dengan jumlah bibit yang dipelihara, sehingga ayam dapat berproduksi

dengan optimal.

Kemudian untuk penggunaan input produksi bibit (X2) pada peternakan

AAPS Farm mendapatkan nilai >1 yaitu sebesar 34.67 artinya adalah

penggunaan input produksi bibit belum efisien. Nilai efisiensi yang >1

menandakan bahwa input harus ditambah agar dapat menjadi efisien. Dan dalam

segi pemeliharaan harus ditingkatkan lagi untuk menghindari kegagalan

manajemen pemeliharaan ayam petelur agar memiliki produktivitas telur harian

yang tinggi dan tidak mengalami keterlambatan mencapai puncak produksi.

Selanjutnya pada faktor produksi OVK (X3) mendapatkan nilai

efisiensi sebesar -28.80 artinya dalam penggunaam input produksi OVK pada

peternakan AAPS Farm dengan tingkat efisiensi <1. Artinya penggunaan input

OVK tidak efisien dan harus dikurangi agar bisa menjadi efisien. Penggunaan

OVK pada peternakan AAPS Farm dilakukan secara konsisten sesuai aturan

berdasarkan standar dari Dinas/ Penyuluh dan peternak sangat memperhatikan

kondisi dari ternaknya karena peternak memiliki kemampuan dalam mengetahui

penyakit terhadap hewan ternak. Segala upaya dalam pencegahan penyakit sudah

dilakukan seperti pemberian vaksin, vitamin dan obat-obatan.

Input produksi tenaga kerja (X4) mendapatkan nilai efisiensi

sebesar36581.35 artinya faktor input tenaga kerja pada AAPS Farm belum efisien
71
karena nilai yang didapat >1, Artinya perlu penambahan tenaga yang saat ini

dengan 6 orang tenaga kendang telah dialokasikan untuk menangani 3000 ekor

starter dan lebih kurang 23.000 ekor layer (24 kandang layer), kemampuan satu

orang tenaga kerja dapat memelihara ayam ± 4300 ekor.

c) Efisiensi Ekonomis

Dalam proses produksi, efisiensi teknis merupakan syarat keharusan dan

efisiensi ekonomis merupakan syarat kecukupan dalam setiap pertimbangan

pengambilan keputusan produsen. Efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata–

rata berada pada maksimumnya dan efisiensi ekonomis tercapai pada saat nilai

produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinalnya (BKM). Efisiensi

ekonomis merupakan kata lain dari “keuntungan maksimum” (Joko Sumarjono,

2004). Menurut Andi Yulyani, dkk (2014) menjelaskan bahwa rumus untuk

menentukan efisiensi ekonomi adalah:

EE = TE x AE

Ket:
EE: Nilai Efisiensi Ekonomis

TE: Nilai Efisiensi Teknis

AE: Nilai Efisiensi Alokatif

Jadi, nilai efisiensi ekonomi yang didapatkan adalah:

EE = 12.104 x 36672.21

EE = 443884.21

72
Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh nilai efisiensi ekonomis

sebesar 443884.21. Artinya, nilai yang didapatkan besar dari 1 dan menandakan

bahwa efisiensi belum dilakukan dengan optimal maka input perlu ditambah.

73
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian tentang analisis efisiensi input

produksi di peternakan AAPS Farm, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dilihat dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aspek teknis

produksi ayam petelur di peternakan AAPS Farm berada pada kondisi

yang baik, karena sesuai standar pada tabel penilaian aspek teknis

ditjen (1992) dan mendapatkan nilai skor sebesar 91%.

2. Dari hasil penelitian menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-

Douglas, input produksi (X) seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3)

dan tenaga kerja (X4) secara bersamaan berpengaruh terhadap hasil

produksi telur (Y) di Peternakan AAPS Farm. Secara keseluruhan

variabel input produksi berpengaruh terhadap produksi telur dengan

persentasi sebesar 88.9% dan sisanya sebesar 11.1% dipengaruhi oleh

variabel lain yang tidak di teliti. Kemudian analisis secara individu

faktor produksi pakan, OVK dan tenaga kerja berpengaruh nyata

terhadap produksi, sedangkan faktor produksi bibit tidak berpengaruh

nyata terhadap hasil produksi dalam usaha peternakan ayam petelur di

AAPS Farm.

3. Dari hasil analisis efisiensi input produksi, secara teknis total nilai

elastisitas sebesar 12.104 (>1) artinya skala usaha meningkat

(increasing return to scale). Dan secara alokatif didapatkan nilai

efisiensi besar dari 1 dan kecil dari 1, artinya secara keseluruhan

penggunaan input produksi belum pada kondisi yang optimal.

74
Berdasarkan perhitungan efisiensi alokatif dan teknis didapatkan nilai

efisiensi ekonomi besar dari 1, artinya efisiensi ekonomi di AAPS Farm

belum optimal.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan dan kesimpulan yang

sudah didapatkan. Maka, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yang

sekiranya dapat bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat pada penelitian ini:

1. Faktor produksi seperti pakan berpengaruh signifikan terhadap proses

produksi di Peternakan AAPS Farm. Hal ini disebabkan karena

penggunaan komposisi pakan yang seimbang dan memiliki kandungan

gizi lengkap yang dapat memaksimalkan produksi dari ternak. Tinggi

rendahnya faktor produksi pakan dipengaruhi dari pengetahuan

peternak dalam mendapatkan, menyediakan dan menyusun bahan

pakan yang harus sesuai dengan kebutuhan ternak mulai dari segi

kualitas hingga kuantitasnya. Oleh karena itu, penggunaan bahan pakan

yang seimbang dengan mengkomposisikan pakan menggunakan

jagung, dedak bekatul, konsentrat dan tepung batu perlu diperhatikan

dan dipertahankan.

2. Peternak diharapkan dapat meningkatkan produksi usaha ayam petelur

di AAPS Farm dan lebih mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor

input produksi seperti pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja dengan cara

melakukan peningkatan terhadap pemberian pakan, pengadaan bibit

dan penambahan tenaga kerja. Kemudian melakukan pengurangan

terhadap penggunaan OVK dan meningkatkan pencegahan seperti

75
melakukan sanitasi.

3. Skala output dari produksi jangka panjang dilihat melalui koefisien

elastisitas output. Pada variabel OVK (X3) menunjukan skala output yang

menurun (Decreasing returns to scale). Untuk memperkecil kegagalan

manajemen pemeliharaan ayam ras petelur di Peternakan AAPS Farm perlu

lebih diperhatikan dalam penanganan terhadap OVK (X3).

76
DAFTAR PUSTAKA

Achmanu., Muharlien., dan Akhmat, Salaby. 2011. Pengaruh Lantai Kandang


(Rapat dan Renggang) dan Imbangan Jantan-Betina Terhadap
Konsumsi Pakan, Bobot Telur, Konversi Pakan dan Tebal Kerabang
pada Burung Puyuh. Ternak Tropika. 12:1-14. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Adisasmita, Raharjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Ainur, R. dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Lokal Penelitian Sapi Potong
Grati Pasuruan.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Aris. 2013. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Diandra Priamamitra.
Badan Pusat Statistik Lima Puluh Kota. 2020. Kabupaten Lima Puluh Kota
dalam Angka. Kabupaten Lima Puluh Kota: BPS Kabupaten Lima
Puluh Kota.

Badan Pusat Statistik. 2016. Populasi Ayam Ras Petelur Menurut Provinsi pada
situs https://www.bps.go.id.

Diakses tanggal 26 Juni 2017. Burung. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional


Vol. 8, No. 3.
Dewanti, R dan Sihombing, G. 2012. Analisis pendapatan usaha peternakan
ayam buras (studi kasus di Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan).
Buletin Peternakan. 36(1):48-56.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik


Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Ditjen Peternakan. 1992. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan.
DirektoratJendral Peternakan, Jakarta.

DITJENNAK. 1992. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan.


Proyek Peningkatan Produksi Peternakan. Diktat. Direktorat Jenderal
Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.
Elly, Tugiyanti dan Iriyanti, N. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur
yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi

77
Menggunakan Isolat Produser Antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 1(2). 44-47.
Fadilah, Roni., Polana, A., Alam, S., dan Parwanto, E. 2007. Sukses
Beternak Ayam Broiler. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Fadwiwati, A.Y. 2014. Analisisi Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi
Usahatani Jagung Berdasarkan Varietas di Provinsi Gorontalo. Jurnal
Agroekonomi Volume 32 No 1, 1-12.
Fahmi, Irham. 2014. Manajemen Produksi dan Operasi. Bandung: Alfabeta.
Figoni, Paula. 2008. How Baking Works. Edisi 2. New Jersey: John Wiley and
Sons, Inc.
Gail, Stuart W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi:5. Jakarta: EGC.
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21 Update PLS Regresi. Cetakan VII. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.

Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.

Hartono, A. H. S. 1997. Beternak Ayam Kampung Pedaging. Pekalongan: CV.


GunungMas.
Haryum, M dan Pusvitasari, R. 2007. Analisis Perbandingan Efisiensi Bank
Syariah di Indonesi Dengan Metode Data Envelopment Analysis. Jurnal
Ekonomi dan BisnisIslam. Vol.II No.3. 86-87.
Jahja, Jonas. 2004. Ayam Sehat Ayam Produktif. Bandung: Medion Poultry.
Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Kartasudjana, R. dan Suprijatna, E. 2006. Manajemen
Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.

Kartasudjana, R. dan Suprijatna, E. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Jakarta:


PenebarSwadaya.

Kasnodihardjo dan Friskarini, Kenti. 2013. Sanitasi Lingkungan Kandang,


Perilaku dan Flu. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 8, No. 3.

Krisno, R. D. 2013. Kelayakan Usaha Budidaya Ayam Petelur (Analisi Biaya


Manfaat dan BEP Pada Keanu Farm, Kendal). Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
(Skripsi) h: 6-10.
Kuncoro, Mudrajat. 2013. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 4.
Jakarta: Erlangga.
Lubis, A. M. dan F. B. Paimin. 2001. Kiat Pencegahan Penyakit Ayam Kampung
Pedaging. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

78
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta: PT. Pembangunan.

Mandang, E.F., Lumanauw, Bode., Walangitan, D.B. 2017. Pengaruh Tingkat


Pendidikan danPelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero),Tbk Cabang Manado. Jurnal EMBA Vol.5
No.3, Hal.4324-4335.
Masyhuri. 2007. Ekonomi Mikro. Malang: UIN Malang Press.
Mulyanto, B dan Isman. 2008. Bertahan di Tengah Krisis. Jakarta: Agromedia.

Murib, Pes., Kruniasih, I., dan Kadarso. 2014. Analisis Ekonomi Usaha Ayam
Petelur di Farm Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak, Sleman.
Agros Januari. 16(1). 19–29.
Nawawi, A.M., Andayani, S.A., Dinar. 2017. Analisis Usaha Peternakan Ayam
Petelur Studi Kasus pada Peternakan Ayam Petelur Cihaur. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Peternakan. Vol: 05. No.1.
Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari. Jakarta: Penebar Swadaya.

Peraturan Perundang-Undangan: UU No. 41 Tahun 1999 tentang


Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Priyatno. 1997. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta. Penebar
Swadaya. Priyatno. 2004. Membuat Kandang Ayam. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rahardi, F dan Hartono, R. 2003. Agribisnis Peternakan. Jakarta:
PenebarSwadaya.

Rahmadi, F. I. 2009. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan


Dony Farm Kabupaten Magelang. Program Diploma III Agribisnis
Peternakan. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Rasyaf, Muhammad. 1994. Beternak ayam petelur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rasyaf, Muhammad. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rasyaf, Muhammad. 2006. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rasyaf, Muhammad. 2010. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta: Kanisius.
Ross, Stephen Alan., Westerfield, Randolph., Jordan, B.D., Lim, Joseph., dan Tan,
Ruth. 2015.Pengantar Kuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 11,5 Mengolah Data Statistik Secara
Profesional. Jakarta:PT Elex Media Komputindo.

Sarlan, Muhammad dan Ahmadi, R. 2017. Efisiensi Usaha Peternakan Ayam Ras
Petelur di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Ilmiah Rinjani_Universitas
Gunung Rinjani. Vol. 5 No. 2.

79
Sedarmayanti. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi
dan ManajemenPegawai Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sekaran,
Uma. 2011. Research Methods ForBusiness Edisi 1 and 2. Jakarta: Salemba
Empat.Setiadi,
Nugroho J. 2013. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

Setyono, Dwi Joko, dkk. 2013. Sukses Meningkatkan Produksi Ayam


Petelur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Shafique, Muhammad Nouman., Naveed, Ahmad., Hussain, Ahmad., dan Adil,
Muhammad Yahya. 2015. A Comparative Study Of the Efficiency Of Takaful
And Conventional Insurance In Pakistan.International ournal Of
Accounting Research. Vol.2 No.5

Simanjuntak, Payaman. 2001. Pengantar konomi Sumber Daya Manusia. Jakarta:


LPFEUI.
Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri.
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi: Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb- Doughlas.Jakarta: PT Raja Grafindo Jaya.

Soekartawi. 2013. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.


Suci, D. M dan Hermana, W. 2012. Pakan Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur.
Yogyakarta
Kanisius.Sudaryani, T dan Santoso. 2000. Pemeliharaan yam Ras Petelur
Kandang Baterai.Jakarta: Penebar Swadaya.

Sudaryani, T. 2009. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan R&D.


Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung.
Alfabeta. Suharno, B. dan Setiawan, T. 2012. Beternak Itik Petelur di
Kandang Baterai. Bogor:Penebar Swadaya.

Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Penerbit PT.
Raja Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga.

80
Jakarta:Rajawali Pers.
Sulaiman, D., Irwani, N., dan Maghfiroh, K. 2019. Produktivitas Ayam Petelur
Strain Isa Brown pada Umur 24-28 Minggu. Jurnal Peternakan Terapan.
Vol.1 (1): 26- 31.
Sumarjono, Djoko. 2004. Diktat Kuliah Ekonomi Produksi. Semarang. Program
Studi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro.

Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.

Susantun, Indah. 2000. Fungsi Keuntungan Cobb-Dauglas Dalam Pendugaan


Efisiensi Ekonomi Realtif. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.5 No.2.
hal 149- 161.
Tatipikalawan, J. M. 2012. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Keluarga pada
Usaha Peternakan Kerbau di Pulau Moa Kabupaten Maluku Baratdaya.
J. Agroforestri. 7 (1): 8–14.
Topaloglu, S dan H. Selim. 2010. Nurse Scheduling Using Fuzzy Modeling
Approach, Fuzzy Sets and Systems. 161(11). 1543-1563.

Trisno Iwan, Gultom. 2020. Analisis Produktivitas Dengan Menggunakan


Metode Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada PT. Gold Coin Indonesia
Kim II Mabar. Skripsi. Medan: Universitas Medan Area.
Tugiyanto., Priyono., dan Mudawaroch, R. 2013. Analisis Pendapatan dan
Efisiensi Usaha Ayam Petelur di Kabupaten Wonosobo. Kudus: Surya
Agritama.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi 4. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.
Wakhidati, Y. Nur, S. Nur, dan A. Einstein. Efisiensi Usaha Peternakan Ayam
Broiler di Kabupaten Magelang. Prosiding Seminar Teknologi
Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman: Vol. 5. 2017.
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: C.V Andi.
Wardhany, B.A.K., Cholissodin, I. dan Santoso, E., 2017. Penentuan Komposisi
Pakan Ternak Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur
Dengan Biaya Minimum Menggunakan Particle Swarm Optimization
(PSO). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer:

81
1 (12): 1642-165.
Wibowo, S dan Supriadi, D. 2013. Ekonomi Mikro Islam. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Widyantara, P.R.A., Wiyana, I.K.A., dan Sarini, N.P. 2013. Tingkat Penerapan
Biosekuriti pada Peternakan Ayam Pedaging Kemitraan di Kabupaten
Tabanan dan Gianyar. Jurnal Peternakan Tropika. 1 (1). 45-57.
Yatmiko, Ali. 2008. Kondisi Biosekuriti Peternakan Unggas Sektor 4 di
Kabupaten Cianjur. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Zulfanita., Abadi, J., dan Mudawaroch, R.E. 2022. Efisiensi Faktor-Faktor
Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Asosiasi Berkah Telur
Makmur Purworejo. Jurnal Program Studi Peternakan: Vol. 02 No. 01

82
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Pemilik Peternakan AAPS Farm.

1. Identitas Pemilik

Nama : Bp. Zulfahmi

Umur : 52 tahun

Tingkat Pendidikan : D3 Kesehatan (Laboratorium)

Pengalaman beternak : 20 tahun

Pekerjaan : Tenaga Kesehatan di RS Ahmad

Darwis Suliki

Alamat : Desa Tanjung, Kec. VII Koto

Talago

No Telepon 081363491933

2. Populasi ternak

Jumlah ternak yang dipelihara: 26.000 (ekor)

Terdiri dari : a. Grower:3.000 (ekor)

b. Layer: 23.000 (ekor)

3. Tujuan Pemeliharaan

a. Sebagai mata pencarian pokok.

b. Pekerja sampingan

c. Lainnya.

4. Bangsa Ayam Yang dipelihara

a. Isa Brown

b. Lohmann

c. HyLine

83
d. Novogen

e. Lainnya

5. Luas lahan yang dimiliki : 1000m2

6. Pakan

Jumlah pakan: rata – rata : 125 (g/ekor) (lihat Data Primer)

a) Konsentrat : 34.83% x 1000 g (1kg) = 348.3 g

b) Dedak :-

c) Bekatul : 15.43% x 1000g (1kg) = 154.3 g

d) Jagung : 49.75% x 1000 g (1 kg) =497.5 g

e) Harga total : 5.000 (Rp/kg)

Harga Konsentrat : 9.000 (Rp/kg)

: 348.3 g /1000 g x 9000 =Rp.3.134.7

Harga Dedak : 3.000 (Rp/kg)

Harga Bekatul : 2.000 (Rp/kg):154.3 g/1000 g x 2000

= Rp.308.6

Harga Jagung : 3.000 (Rp/kg): 497.5 g/1000 g x 3000

= Rp.1.492.5

7. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan: -

Harga obat- obatan:

Vitamin Stress setelah vaksin : Rp. 120.000/kg

Nd-ib live : Rp. 45.000/1000 ekor

Nd-ib kill (300 mL) : Rp. 450.000/1000 ekor

Obat cacing umur 28 minggu : Rp. 230.000/1000 ekor (1/2 kg)

84
Antisep : Rp.32.000 (120 mL)

Medisep : Rp.54.000 (per L)

Antibiotic, golongan : Oxytetracyclin, Doxy + Eritromicin

: dan amoxylin

8. Bibit

Jumlah bibit : 1.992 (ekor) per kedatangan

Harga bibit : 5.000 (Rp/ekor)

9. Tenaga kerja

Jumlah tenaga kerja : 16 (orang)

Upah tenaga kerja : Pria, 650.000 (Rp/orang/mgg)

Wanita: 500.000 (Rp/orang/mgg)

85
Lampiran 2. Perhitungan Aspek Teknis

Persentase Skor Penerapan Aspek Teknis Ayam Ras Petelur di Peternakan AAPS

Farm
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡
Aspek Teknis = 𝑥 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝐷𝑖𝑡𝑗𝑒𝑛

1. Bibit/ Reproduksi

1). Jenis Bibit yang dipelihara : 80/80 x 100% = 100%

2). Vaksinasi terhadap bibit yang diterima : 40/40 x 100% = 100%

3). Pengetahuan masa berproduksi : 40/40 x 100% = 100%


2. Pakan

1). Jenis pakan yang diberikan : 25/100 x 100% = 25%

2). Apakah ada disediakan gudang untuk penyimpanan bahan pakan

: 50/50 x 100% = 100%

3). Bagaimana efisiensi pembarian pakan : 50/50 x 100% = 100%

4). Kualitas air minum : 50/50 x 100% = 100%

5). Kuantitas jumlah air : 50/50 x 100% = 100%

3. Tatalaksana pemeliharaan

1). Pemberian pakan : 15/15 x 100% = 100%

2). Sistem pemeliharaan : 25/25 x 100% = 100%

3). Seleksi telur : 15/15 x 100% = 100%

4). Pencatatan / recording : 15/15 x 100% = 100%

4. Perkandangan

1). Letak kandang : 25/25 x 100% = 100%

2). Kontruksi kandang : 25/25 x 100% = 100%

86
3). Luas / efisiensi kandang : 25/25 x 100% = 100%

4). Peralatan Kandang : 25/25 x 100% = 100%

5. Kesehatan / penyakit

1). ND : 30/30 X 100% = 100%

2). Fowl fox : 30/30 x 100% = 100%

3). Coccidiosis : 30/30 x 100% = 100%

4). CRD : 30/30 x 100% = 100%

5). Cholera : 30/30 x 100% = 100%

6). Vaksinasi/pencegahan: 50/50 x 100% = 100%

87
Lampiran 3. Data output penggunaan input produksi peternakan AAPS
Farm

HASIL PENGOLAHAN MINGGUAN DATA


PRIMER
Farm/House: APPS
Farm
Intake Pop 2000
DOC Strain ISA
Brown
Obat- Jumla
NO
AGE Egg Jml Jml Bibit Vitami h
.
Prod Pakan nn TK
(Wee (butir) (KG) (Ekor) (g) (HOK)
k)
Y X X X3 X
1 2 4
1 18 236 1464 1992 4014.0 10.5
2 19 1293 1483 1990 4010.0 10.5
3 20 2637 1532 1990 5005.0 12.0
4 21 4214 1556 1990 6995.0 19.0
5 22 6580 1560 1990 4010.0 17.5
6 23 8774 1560 1989 4008.0 17.5
7 24 10224 1565 1988 4006.0 17.5
8 25 11282 1600 1987 4004.0 17.5
9 26 12203 1659 1987 4004.0 17.5
10 27 12852 1739 1987 4004.0 17.5
11 28 13070 1739 1987 4004.0 17.5
12 29 13229 1739 1987 4004.0 17.5
13 30 13005 1739 1987 4004.0 17.5
14 31 12847 1739 1987 4004.0 17.5
15 32 12847 1737 1985 4000.0 17.5
16 33 12851 1737 1985 4992.5 19.0
17 34 13061 1736 1984 6974.0 19.0
18 35 13176 1736 1983 3996.0 17.5
19 36 13202 1735 1983 3996.0 17.5
20 37 13090 1735 1982 6967.0 19.0
21 38 13125 1734 1982 3994.0 17.5
22 39 13115 1734 1981 3992.0 17.5
23 40 13072 1733 1980 3990.0 17.5
24 41 13118 1733 1980 3990.0 17.5
25 42 13079 1732 1979 3988.0 17.5
26 43 13069 1730 1977 3984.0 17.5
88
27 44 13062 1728 1975 3980.0 17.5
28 45 13022 1728 1974 3978.0 17.5
29 46 13017 1727 1973 4962.5 19.0

30 47 13027 1726 1973 3976.0 17.5


31 48 13028 1726 1973 6935.5 19.0
32 49 12063 1726 1973 3976.0 17.5
33 50 12884 1725 1971 3972.0 17.5
34 51 12817 1725 1971 3972.0 17.5
35 52 12817 1724 1970 6925.0 19.0
36 53 12818 1724 1970 3970.0 17.5
37 54 12802 1724 1970 3970.0 17.5
38 55 12778 1723 1968 3966.0 17.5
39 56 12843 1722 1968 3966.0 17.5
40 57 12841 1722 1968 3966.0 17.5
41 58 12820 1722 1968 3966.0 17.5
42 59 12832 1722 1968 4950.0 19.0
43 60 12733 1722 1968 3966.0 17.5
44 61 12952 1722 1968 6918.0 19.0
45 62 12827 1722 1968 3966.0 17.5
46 63 12697 1722 1968 3966.0 17.5
47 64 12663 1722 1968 3966.0 17.5
48 65 12480 1722 1968 3966.0 17.5
49 66 12471 1722 1968 3966.0 17.5
50 67 12458 1722 1968 3966.0 17.5
51 68 12450 1722 1967 3964.0 17.5
52 69 12543 1721 1967 3964.0 17.5
53 70 12524 1721 1966 3962.0 17.5
54 71 12506 1720 1966 3962.0 17.5
55 72 12520 1720 1966 4945.0 19.0
56 73 12435 1720 1966 3962.0 17.5
57 74 12388 1720 1966 6911.0 19.0
58 75 12339 1720 1966 3962.0 17.5
59 76 12294 1720 1966 3962.0 17.5
60 77 12278 1720 1966 3962.0 17.5
61 78 12273 1720 1966 3962.0 17.5
62 79 12312 1720 1966 3962.0 17.5
63 80 12400 1720 1966 3962.0 17.5
64 81 12364 1720 1966 3962.0 17.5
65 82 12274 1720 1966 3962.0 17.5
66 83 12184 1720 1966 3962.0 17.5
89
67 84 12148 1720 1966 3962.0 17.5
68 85 12121 1720 1966 4945.0 19.0

90
Lampiran 4. Uji Statistik

1. Uji F

2. Uji 𝑹𝟐

3. Uji t

91
Lampiran 5. Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

2. Uji Multikolinieritas

92
3. Uji Heteroskedastisitas

4. Uji Autokorelasi

93
Lampiran 6. Perhitungan Efisiensi Alokatif

Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi pakan pada peternakan

AAPS Farm:

Diketahui:

Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = -63.264 X15.837 X23.189 X3-0.699 X43.777

• Rata-rata produksi (Y) = 11.888 butir

• Rata-rata harga produksi = Rp. 17.831.382

• Rata –rata penggunaan pakan = 1703.24 Kg

• Rata-rata harga input pakan = Rp. 8.516.176


5.837(11.888)
✓ Pmxi = = 40.739
1703.24

NPMxi = 40.739 (17.831.382) = 726430067.16



𝑁𝑃𝑀𝑋�� 726430067.16
✓ 𝑃𝑥𝑖 = = 85.30
8.516.176

Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi bibit pada peternakan

AAPS Farm:

Diketahui:

Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = -63.264 X15.837 X23.189 X3-0.699 X43.777

• Rata-rata produksi (Y) = 11.888 butir

• Rata-rata harga produksi = Rp. 17.831.382

• Rata –rata penggunaan bibit = 1975 ekor

• Rata-rata harga input bibit = Rp. 9.873.971


3.189(11.888)
✓ PMxi = = 19.197
1975

NPMxi = 19.197 (17.831.382) = 342303595.08



94
342303595.08
𝑁𝑃𝑀𝑋�� = = 34.57
✓ 𝑃𝑥𝑖 9.873.971

95
Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi OVK pada peternakan

AAPS Farm:

Diketahui:

Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = -63.264 X15.837 X23.189 X3-0.699 X43.777

• Rata-rata produksi (Y) = 11.888 butir

• Rata-rata harga produksi = Rp. 17.831.382

• Rata –rata penggunaan OVK = 4371.85 g

• Rata-rata harga input OVK = Rp. 1.176.961


−0.699(11.888)
✓ Pmxi = = -1.901
4371.85

NPMxi = -1.901 (17.831.382) = -33891526.17


𝑁𝑃𝑀𝑋�� −33891526.17
✓ 𝑃𝑥𝑖 = = -28.80
1.176.961

Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi tenaga kerja pada

peternakan AAPS Farm:

Diketahui:

Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = -63.264 X15.837 X23.189 X3-0.699 X43.777

• Rata-rata produksi (Y) = 11.888 butir

• Rata-rata harga produksi = Rp. 17.831.382

• Rata –rata penggunaan tenaga kerja = 17.48 HOK

• Rata-rata harga input tenaga kerja = Rp. 1.252.206

3.777 (11.888)
✓ PMxi = = 2568.919
17.48

✓ NPMxi = 2568.919 (17.831.382) = 45807382631.48

✓ 𝑁𝑃𝑀𝑋��
=
45807382631.48
= 36581.25
𝑃𝑥𝑖 1.252.206

96
Total: 85.30 + 34.67 + (-28.80) + 36581.35 = 36672.52

97
Lampiran 7. Uji Efisiensi

1. Uji Efisiensi Teknis

Input Produksi Elastisitas


Produksi
Pakan 5.837
Bibit/Ayam Layer per 3.189
In Take
OVK -0.699
Tenaga Kerja 3.777
Total 12.104

2. Uji Efisiensi Alokatif

No Input Penggunaan Tingkat Hasil Ket


Produksi Input Efisiensi
Produksi
1 Pakan 1703.24 85.30 >1 Belum
(KG/minggu) efisien
2 Bibit (In Take 1975 34.67 >1 Belum
Ayam Layer) efisien
3 OVK 4371.85 -28.80 <1 Tidak
(g/minggu) efisien
4 Tenaga Kerja 17.48 36581.35 >1 Belum
(HOK) efisien
Total 36672.52

3. Perhitungan Efisiensi Ekonomis


TE AE EE (TE x AE) Hasil Keterangan

12.104 36672.52 443884.21 >1 Belum


Optimal

98
Lampiran 8. Perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) Sistem Harian

Perhitungan digambarkan sebagai berikut:

1) 1 hari kerja =1 HOK atau sama seperti 6 jam kerja (pekerja wanita)

Jam 07.00 WIB – 12.00 WIB = 5 jam kerja

Jam 12.00 WIB – 13.00 WIB = istirahat

Jam 13.00 WIB – 14.00 WIB = 1 jam kerja

Jadi, dari jam 07.00 WIB – 14.00 WIB = 6 jam kerja atau disebut 1 HOK

(ditambah jam istirahat), Cara Menghitungnya:

Upah Tenaga Kerja wanita = 1 HOK =69.000/ hari X 7 hari =483.000 (Rp.

500.000)

2) 1 hari kerja = 1,5 HOK atau sama seperti 8 jam kerja (pekerja pria)

Dari point 1), kemudian dilanjutkan dari jam 14.00 WIB – 16.00 WIB =

2 jam kerja

Jadi, kerja antara jam 07.00 WIB – 16.00 WIB (ditambah istirahat) = 1,5

HOK atau disebut 1 hari kerja (8 jam kerja)

Maka, untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:

Upah kerja per HOK dikali 8 dibagi 6

Jadi, upah kerja untuk pekerja pria di AAPS Farm adalah:

69.000 x 8 = Rp. 92.000/ hari


6

Jika upah dibayarkan per minggu, maka Rp. 92.000 x 7 = Rp. 644.000

(Rp. 650.000)

99
Lampiran 9. Dokumentasi

1. Pemberian Pakan di AAPS Farm

2. Pengutipan telur pagi hari di AAPS Farm

100
3. Tempat Pengolahan Pakan AAPS Farm

4. OVK Pada Peternakan AAPS Farm

101
5. Gudang Penyimpanan Hasil Produksi di AAPS Farm

6. Sumber Air Bersih

102
7. Kandang ternak fase starter

8. Bersama Owner di kandang fase Grower

103

Anda mungkin juga menyukai