Anda di halaman 1dari 111

ANALISIS EFISIENSI INPUT PRODUKSI AYAM RAS PETELUR

STUDI KASUS PETERNAKAN AAPS FARM DI JORONG


TANJUNG JATI, NAGARI VII KOTO TALAGO,
KECAMATAN GUGUAK

SKRIPSI

OLEH:

AHMAD KALINGGA LAMAWURAN


1810612008

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2023
ANALISIS EFISIENSI INPUT PRODUKSI AYAM RAS PETELUR STUDI
KASUS PETERNAKAN AAPS FARM DI JORONG TANJUNG JATI, NAGARI
VII KOTO TALAGO, KECAMATAN GUGUAK

Ahmad Kalingga Lamawuran, dibawah bimbingan


Dr. Fitrimawati, S.Pt, M.Si dan Ida Indrayani, S.Pt, M.Si
Bagian Pembangunan dan Bisnis Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang, 2023

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk menganalisis kondisi input produksi
ayam ras petelur (fase layer) di peternakan AAPS Farm; 2) Untuk menganalisis faktor
input produksi yang mempengaruhi produksi ayam ras petelur (fase layer) di peternakan
AAPS Farm; 3) Untuk menganalisis efisiensi penggunaan input produksi pada peternakan
AAPS Farm. Menggunakan metode studi kasus, dengan populasi ayam yang sudah
berproduksi sebanyak 23.000 ekor dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
metode observasi melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan. Dengan analisis
menggunakan Analisis data deskriptif kuantitatif yang mengacu pada “Pedoman
identifikasi faktor-faktor penentu aspek teknis Ditjen Peternakan (1992)”. Kemudian
menggunakan fungsi produksi Cobb-douglas dan analisis efisiensi. Dari hasil analisis
menunjukkan bahwa kondisi input produksi ternak ayam petelur di peternakan AAPS
Farm berada pada kondisi baik yang dilihat berdasarkan nilai aspek teknis ditjen (1992)
dengan nilai skor sebesar 95,5%. Berdasarkan analisis fungsi Cobb-Douglas faktor yang
mempengaruhi produksi di peternakan AAPS Farm yaitu pakan, bibit dan tenaga kerja.
Sedangkan faktor lainya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Dari hasil analisis
efisiensi nilai elastisitas produksi dari seluruh faktor produksi sebesar -9.351 yang
menunjukkan bahwa usaha berada pada kondisi decreasing return to scale yang
menunjukkan usaha peternakan belum mencapai tingkat efisiensi yang maksimal.

Kata kunci : Efisiensi produksi, Faktor-faktor produksi, Peternakan ayam ras petelur

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan Skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Input Produksi Ayam Ras

Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS Farm Di Jorong Tanjung Jati, Nagari VII

Koto Talago, Kecamatan Guguak”. Penyusunan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi

salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas

Andalas.

Selama penulisan Skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari

berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis. Terima kasih kepada

kedua orangtua, yaitu Yurmi Metri dan Yerimias M. Lamawuran. Yang telah dengan

tulus dan ikhlas memberikan kasih sayang, do’a, perhatian, dukungan moral dan materil

selama ini. Selanjutnya kepada seluruh keluarga besar penulis tanpa terkecuali yang telah

memberikan dukungan kepada penulis selama proses pembuatan Skripsi ini. Dalam

penyelesaian Skripsi ini banyak sekali bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak,

baik moril maupun materil, maka dengan itu dengan rasa hormat penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Adrizal, M.Si., selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Andalas,

Bapak Dr. Rusfidra, S. Pt, MP., selaku Wakil Dekan I Fakultas Peternakan Universitas

Andalas, Ibu Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si., selaku Wakil Dekan II Fakultas Peternakan

Universitas Andalas, Bapak Dr. Ir. Rusmana Wijaya Setia Ningrat, M.Rur.Sc., selaku

Wakil Dekan III Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

iii
2. Bapak Dr. Kusnadidi Subekti, S. Pt, MP., selaku Ketua Program Studi Peternakan, Ibu

Dr. Riesi Sriagtula, S. Pt, MP., selaku Sekretaris Program Studi Peternakan Fakultas

Peternakan Universitas Andalas.

3. Ibu Dr. Nurhayati, S. Pt, MM., selaku Ketua Bagian Pembangunan dan Bisnis

Peternakan, Ibu Dr. Fitrimawati, S. Pt, M.Si., selaku Sekretaris Bagian Pembangunan

dan Bisnis Peternakan Peternakan Universitas Andalas.

4. Ibu Dr. Fitrimawati, S. Pt, M.Si., selaku Pembimbing I dan Ibu Ida Indrayani, S.Pt,

M.Si., selaku Pembimbing II, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis

sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal ini.

5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan,

bimbingan, dan petunjuk dalam masa perkuliahan.

6. Seluruh Staff Biro dan Karyawan/Karyawati Fakultas Peternakan Universitas

Andalas atas bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Peternakan

Universitas Andalas.

7. Bapak Zulfahmi dan Bang Aga, selaku pemilik Peternakan AAPS Farm yang telah

meluangkan waktunya sehingga bersedia untuk penulis wawancarai dan membantu

dalam penulisan Skripsi ini.

Tidak lupa penulis ucapkan kepada seluruh sahabat dan teman-teman penulis

yang tersebar dalam Grup Angkatan 18 (Merak Andalas), Kopaja Unand, KKN

SAVAKU, dan TGC yang senantiasa menemani penulis ketika jenuh mengerjakan

Skripsi ini. Serta semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu

yang telah memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis dalam penulisan

Skripsi ini.
iv
Hormat penulis dan terimakasih kepada semua pihak atas segala dukungan dan

do’anya, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan yang telah diberikan,

Aamiin. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan sehingga diharapkan

adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan

datang. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penuliskhususnya dan bagi

pembaca pada umumnya.

Padang, Juli 2023

Penulis

v
DAFTAR ISI

Isi Teks Halaman

ABSTRAK ........................................................................................................ i

N ABSTRACT....................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi

DAFTARLAMPIRAN .............................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 5

1.3 Tujuan Peneltian ................................................................................. 5

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6

2.1 Budidaya Ternak Ayam Ras Petelur .................................................. 6

2.1.1 Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur ........................................ 6

2.1.2 Fase Fisiologis Ayam Petelur ................................................... 7

2.1.3 Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Ras Petelur ...................................... 8

vi
2.2 Teori Produksi ………………………………………………………………. 9

2.2.1 Pengertian Produksi .......................................................................... 9

2.2.2 Fungsi Produksi........................................................................... 9

2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas ................................................. 10

2.3 Input Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur ..................... 11

2.3.1 Bibit ........................................................................................... 11

2.3.2 Pakan ......................................................................................... 12

2.3.3 Tenaga Kerja...................................................................... …. 14

2.3.4 Obat, Vaksin dan Kimia (OVK) ............................................... 15

2.3.5 Kandang .................................................................................. 17

2.4 Efisiensi Produksi............................................................................. 18

2.4.1 Teori Efisiensi ......................................................................... 19

2.4.2 Konsep Efisiensi Produksi ....................................................... 19

2.5 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 21

2.6 Kerangka Pikir ................................................................................. 22

2.7 Hipotesis .......................................................................................... 25

III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 26

3.2 Metode Penelitian............................................................................. 26

3.3 Pengumpulan Data ........................................................................... 26

3.4 Variabel Penelitian ........................................................................... 27


vii
3.5 Analisis Data .................................................................................... 28

3.5.1 Analisis Deskriptif Kuantitatif ................................................. 28

3.5.2 Analisis dan Fungsi Produksi Cobb-Doglass ............................ 33

3.5.3 Analisis Efisiensi ..................................................................... 37

3.6 Definisi Operasional ......................................................................... 38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 39

4.1.1 Kondisi Geografis .................................................................... 39

4.1.2 Profil Usaha Peternakan AAPS Farm ....................................... 40

4.2 Karakteristik Peternakan Ayam Ras Petelur pada AAPS Farm ......... 41

4.2.1 Umur ......................................................................................... 43

4.2.2 Tingkat Pendidikan.................................................................... . 44

4.2.3 Pengalaman Beternak ................................................................. 45

4.2.4 Pekerjaan Utama………………………………………………. 46

4.3 Kondisi Input Produksi Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 47

4.3.1 Bibit ...................................................................................................... 48

4.3.2 Pakan .................................................................................................... 50

4.3.3 Tata Laksana Pemeliharaan .............................................................. 52

4.3.4 Perkandangan ...................................................................................... 53

4.3.5 Kesehatan dan Penyakit ..................................................................... 55

4.4 Analisis Input Produksi yang mempengaruhi Produksi di Peternakan

AAPS Farm .............................................................................................. 58

viii
4.4.1 Uji Statistik .................................................................................. 58

4.4.2 Uji Asumsi Klasik ......................................................................... 60

4.4.3 Hasil Output Pengolahan Data menggunakan SPSS..................... 65

4.5 Analisis Efisiensi Input Produksi ............................................................ 69

V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 74

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 74

5.2 Saran ......................................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 76

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan Ditjen Peternakan (1992) . 31

2. Data Pekerja Usaha Ternak AAPS Farm ........................................................................................... 44

3. Karakteristik Pemilik Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 44

4. Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm. 45

5. Aspek Teknis Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di Peternakan AAPS Farm ........ 50

6. Penerapan Aspek teknis Bibit di Peternakan AAPSFarm .................................... 51

7. Penerapan Aspek Teknis Pakan di Peternakan AAPS Farm ................................ 53

8. Penarapan Aspek Teknis Tatalaksana Pemeliharaan di Peternakan AAPS Farm 55

9. Penerapan Aspek Teknis Perkandangan di Peternakan AAPS Farm…………… 57

10. Penerapan Aspek Teknis Kesehatan dan Penyakit di Peternakan AAPS Farm 59

11. Program Vaksinasi AAPS Farm ....................................................................... 60

12. Hasil Analisis Uji F .......................................................................................... 62

13. Hasil Analisis Uji Determinasi (R2) ........................................................................ 63

14. Hasil Analisis Uji t ...................................................................................................... 64

15. Hasil Analisis Uji Multikolinearitas ............................................................................. 65

16. Hasil Analisis Uji Autokorelasi ................................................................................... 68

17. Cara Analisis Uji Autokorelasi .................................................................................... 68

18. Hasil Analisis Output SPSS ......................................................................................... 69

19. Hasil Analisis Efisiensi Teknik .................................................................................... 74

20. Tingkat Efisiensi Input Produksi pada Peternakan AAPs Fram..................................... 75

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................. 23

2. Normal P-Plot .................................................................................................. .65

3. Scatterplot ........................................................................................................ 67

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Teks Halaman

1. Kuisioner Pemilik Peternakan AAPS Farm ........................................................... 1

2. Perhitungan Kondisi Input ..................................................................................... 2

3. Data Output Penggunaan Input Produksi Peternakan AAPA Farm ..................... 3

4. Uji Statistik …………………………………………………………………….... 4

5. Uji Asumsi Klasik……………………………………………………………….. 5

6. Perhitungan Efisiensi Alokatif…………………………………………………… 6

7. Uji Efisiensi……………………………………………………………………… 7

8. Informasi Data Debagai Dasar Perhitungan…………………………………….. 8

9. Perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) Sistem Harian………………………………........ 9

xii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya Kementerian Pertanian dalam mewujudkan kemandirian pangan

berbasis agribisnis rakyat, terus bergulir melalui berbagai program unggulan subsektor

peternakan. Salah satu bahan pangan dari usaha peternakan yang umum ditemukan adalah

telur. Telur merupakan sumber protein hewani yang sangat digemari. Banyak jenis

makanan olahan atau kuliner yang berbahan dasar telur dan bisa dikonsumsi oleh semua

kalangan dengan harga yang terjangkau.

Ayam ras petelur merupakan ternak unggas yang dipelihara dengan tujuan

untuk menghasilkan telur yang optimal, output ini yang nantinya akan digunakan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia (Setyono dkk., 2013). Karena menurut Suci

dan Hermana (2012) ayam ras petelur memiliki produktivitas yang tinggi dalam

menghasilkan telur. Selain itu, telur juga merupakan produk peternakan yang memberikan

kontribusi besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat sebagai sumber protein

hewani. Dan tidak sedikit dari masyarakat kita menjadikannya sebagai salah satu sumber

usaha atau bisnis yang cukup menjanjikan untuk menunjang perekonomian.

Nilai gizi yang terkandung dalam satu butir telur atau sekitar 50 gram telur

ayam rebus menurut Departemen Pertanian AS (USDA) adalah, Kalori 77, Karbohidrat

0,6 gram, Total Lemak 5.3 gram, Lemak Tak Jenuh Tunggal 2.0 gram, Lemak Jenuh 1.6

gram, Kolesterol 212 mg, Protein 6.3 gram, Vitamin A 6% dari kebutuhan harian, vitamin

B2 (Riboflavin) 15% dari kebutuhan harian, Vitamin B12 (cobalamin) 9% dari kebutuhan

harian, Vitamin B5 (asam pantetonat) 7% dari kebutuhan harian, Fosfor 86 mg atau

9% dari kebutuhan harian, Selenium 15,4 mcg, atau 22% dari kebutuhan harian.

1
Memiliki nilai gizi yang baik dan harga yang terjangkau, serta wisata kuliner

yang semakin ramai memperlihatkan bahwa banyaknya minat masyarakat terhadap

permintaan telur. Dapat dilihat dari data tiga tahun terakhir, untuk produksi telur daerah

Sumatera Barat menurut Badan Pusat Statistik (2021) pada tahun 2019 mencapai

284.134.54 Ton kemudian mengalami peningkatan produksi tahun 2020 yaitu mencapai

321.917.73 Ton dan pada tahun 2021 mencapai produksi 289.152.19 Ton. Selain itu,

untuk jumlah populasi ayam ras petelur, di Sumatera Barat menurut Badan Pusat Statistik

(2021) menyatakan bahwa populasi ayam ras petelur di Provinsi Sumatera Barat tahun

2019 sebanyak 15.775.761 ekor, peningkatan populasi ayam ras petelur tahun 2020 yaitu

menyentuh angka 21.612.067 ekor dan tahun 2021 sebanyak 20.648.473 ekor.

Oleh karena itu, seiring berkembangnya usaha ternak, diharapkan tingkat

efisiensinya juga terus mengalami perkembangan agar suatu perusahaan mendapatkan

keuntungan maksimum. Karena efisiensi merupakan salah satu cara dalam mencapai

keberhasilan usaha. Pendapatan peternak dapat dipengaruhi dari penggunaan input

produksinya, penggunaan kombinasi antara faktor-faktor produksi yang imbang atau

serasi bisa meningkatkan efisiensi untuk memperoleh hasil yang maksimal. Adapun

rendahnya pendapatan pada usaha ternak dapat disebabkan karena adanya alokasi

pengunaan input produksi dan sumber-sumber inefisiensi produksi yang bisa

mempengaruhi tingkat efisiensi produksi pada usaha peternakan. Menurut Sarlan (2017)

usaha peternakan ayam ras petelur memiliki beberapa input produksi seperti bibit, pakan,

investasi pemeliharaan kandang, tenaga kerja, dan obat-obatan serta biaya hidup selama

proses produksi. Untuk pakan sendiri bisa menghabiskan 60-70% biaya produksi

(Departemen Pertanian, 2008). Maka dari itu, efisiensi dalam menjalankan kegiatan

produksi sangatlah penting untuk penekanan biaya produksi sehingga dapat


2
menggunakan input dengan biaya serendah-rendahnya agar memperoleh keuntungan yang

sebesar-besarnya.

Usaha AAPS Farm merupakan salah satu usaha peternakan ayam ras petelur

yang berada di Kecamatan Guguak, Nagari VII Koto Talago, Jorong Tanjung Jati. Usaha

ini merupakan usaha perorangan yang didirikan pada tahun 2003 yang dirintis dari usaha

kecil untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarga yang juga berawal dari ketertarikan

peternak terhadap ayam. Saat ini AAPS Farm memiliki luas tanah 1 Ha 2 dengan jumlah

kandang sebanyak 24 unit, populasi ayam petelur telah mencapai 26.000 ekor, dimana

jumlah populasi starter 3000 ekor, tidak ada Grower dan jumlah layer 23.000 ekor dengan

jenis bibit yang digunakan yaitu Isa Brown, serta tenaga kerja yang dipekerjakan di AAPS

Farm sebanyak 8 keluarga (16 orang).

Dalam menjalankan usahanya, pakan yang digunakan ada 4 macam, yaitu

denganmerk Mabar (MCL), Gold Coin (801 SP) dan Cargill, pakan tersebut di beli dari

Medan, Sumatera Utara. Sedangkan 1 merk lainnya yaitu Comfeed (MCG 36) di beli dari

Padang, Sumatera Barat. Keempat jenis pakan tersebut kemudian di olah kembali oleh

peternak dan di campur dengan bahan lainnya seperti dedak, jagung, dan tepung batu.

Untuk pengadaan bibit juga diperoleh dari Medan, Sumatera Utara. Sedangkan kebutuhan

nutrient mikro berupa suplemen vitamin menggunakan beberapa jenis atau merk seperti

Vita stress + Chikovit + gula, Colamox, Rhodivit, Heparnol, dan lain-lain yang diperoleh

dari Medan. Selain vitamin, pemberian vaksin juga dilakukan berkala dengan frekuensi

pelaksanaan per 3 bulan sekali, jenis vaksin yang biasa digunakan adalah Gumboro, ND

+ IB, ND + Al, dan lain-lain. Untuk sanitasi kandang dilakukan 2x/minggu, jenis

sanitan yang biasa digunakan adalah Rodalon, Antisep, Medisep, Obat cacing, dan lain-

lain.

3
Peternakan AAPS Farm pada saat ini sedang berusaha untuk melakukan

efisiensi input produksi dalam menjalankan usaha ternaknya. Untuk pakan ternak,

sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/ 1000 ekor (130 gr/ ekor), saat ini

peternak hanya menghabiskan 125 kg/ 1000 ekor (125 gr/ ekor). Cara yang dilakukan

peternak adalah mengubah jenis pakan dengan menggunakan campuran pakan konsentrat

dengan dedak bekatul, sebelumnya peternak hanya menggunakan dedak biasa. Untuk

harga dengan jenis pakan yang baru memang terbilang lebih mahal, tetapi dengan

penggunaannya yang lebih sedikit, akan menjadi lebih irit dan keuntungan yang didapat

oleh peternak lebih maksimum. Selain itu, efisiensi yang dilakukan oleh peternak di

AAPS Farm adalah dengan membeli bibit serta mengambil obat-obatan pada supplier

yang memiliki harga lebih murah, tetapi berkualitas.

Dari latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan penelitian di lokasi

tersebut untuk memberikan sedikit gambaran tentang efisiensi input produksi bagi usaha

peternakan kepada pelaku usaha yang ingin memulai atau melakukan usaha peternakan

ayam ras petelur dan membangun hingga mengembangkan usaha tersebut. Selain itu,

peneliti ingin mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap pendapatan atau

penghasilan peternak dari usaha peternakan ayam ras petelur. Oleh karena itu, peneliti

akan melakukan analisis dengan judul “Analisis Efisiensi Input Produksi Ayam Ras

Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS Farm di Jorong Tanjung Jati, Nagari VII

Koto Talago, Kecamatan Guguak”

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari penjelasan latar belakang, penulis mengangkat masalah

penelitian usaha peternakan perorangan AAPS Farm ini sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi input produksi ayam ras petelur (Layer) pada usaha

Peternakan AAPS Farm di Kecamatan Guguak.

2. Input produksi apa saja yang mempengaruhi produksi ayam ras petelur (Layer)

pada usaha Peternakan AAPS Farm di Kecamatan Guguak.

3. Apakah input produksi ayam ras petelur ( Layer) pada usaha Peternakan AAPS

Farm di Kecamatan Guguak sudah efisien.

1.3 Tujuan Peneltian

Tujuan penelitian yaitu:


1. Menganalisis kondisi input produksi ayam ras petelur (fase layer) di Peternakan

AAPS Farm.

2. Menganalisis faktor input produksi yang mempengaruhi produksi ayam ras

petelur (Layer) di Peternakan AAPS Farm.

3. Menganalisis efisiensi penggunaan input produksi pada Peternakan AAPS Farm.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yaitu:

1. Bagi peternak harapannya agar dapat dijadikan sumber informasi yang berguna

dalam meningkatkan usaha peternakan terutama pada bagian faktor produksi.

2. Bagi peneliti lain agar dapat dijadikan sarana informasi untuk melakukan

penelitian yang berkaitan dengan faktor produksi.

3. Bagi pemerintah agar dapat dijadikan referensi sebagai bahan pertimbangan

dalam mengambil keputusan mengenai pengembangan usaha ternak ayam petelur.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Ternak Ayam Ras Petelur

2.1.1 Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur

Tujuan dilakukannya suatu usaha adalah untuk mencari keuntungan sebesar-

besarnya, sama halnya dengan usaha atau bisnis lainnya, usaha ayam petelur juga

demikian, dimana ingin mendapatkan serta menghasilkan laba dengan optimal. Maka,

penting bagi para peternak untuk mencari dan mendapatkan ilmu serta pengalaman

sebelum atau sedang melakukan usaha ternak, agar dapat membangun dan

mengembangkan usaha ternaknya serta diharapkan mampu memanfaatkan sarana

maupun teknologi yang ada. Jika ditinjau dari aspek masyarakat dan kebutuhan gizi untuk

manusia, usaha ternakayam petelur memiliki prospek usaha yang cukup baik di Indonesia.

Karena berdasarkan standar nasional yang sudah ditetapkan, bahwa konsumsi protein per

hari per kapita adalah 55 gram dengan perbandingan presentasi 80% untuk protein nabati

dan 20% untuk protein hewani. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani sebesar 20%

itu bisa didapatkan dari telur. Oleh karena itu, usaha ternak ayam ras petelur sangat

berpotensi untuk dikembangkan (Sudarmono, 2003).

6
2.1.2 Fase Fisiologis Ayam Petelur

Ada tiga fase fisiologis ayam petelur, diantaranya:

1. Fase Starter

Menurut Kartasudjana dan Supriatna (2010) fase starter adalah fase awal dalam

pemeliharaan ayam, yaitu dimulai dari ayam berumur 1 hari (DOC) hingga

berumur 6-8 minggu. Dalam fase starter pemeliharaan harus dipersiapkan dengan

baik, seperti persiapan dalam memilih bibit dan sistem-sistem perkandangan

(kandang, brooder, suhu dan kelembaban, kepadatan kandang dan litter). Selain

itu, dalam mengatasi pencegahan penyakit juga harus diperhatikan, karena DOC

masih sangat rentan terhadap penyakit, agar nantinya pertumbuhan ayam dapat

berlangsung dengan baik dan tingkat kematian yang dialami rendah.

2. Fase Grower
Fase grower adalah fase dimana ayam sudah berumur 6-14 minggu dan 14-20

minggu (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Hal-hal yang harus dipersiapkan

dalam pemeliharaan pada fase ini yaitu perkandangan, pakan, pemotongan paruh

dan pencegahan penyakit. Ayam pada fase grower biasanya mengalami

pertumbuhan yang menurun tetapi produksi telurnya meningkat. Pakan yang

diberikan juga harus memiliki takaran yang sesuai, karena jika ayam terlalu gemuk

nantinya akan berdampak pada penurunanproduksi telur (Sudarmono, 2003).

7
3. Fase Layer

Fase layer yaitu kondisi dimana ayam sudah mulai berproduksi (Kartasudjana dan

Suprijatna, 2010). Ciri-ciri ayam petelur yang sedang berproduksi adalah

memiliki jengger yang besar dan berwarna merah, mata bersinar, kloaka

membesar dan jarak di ujung tulang pubis selebar 2-3 jari atau bahkan lebih. Di

dalam fase ini hal-hal yang harus dipersiapkan yaitu sistem pencahayaan, karena

dapat mempengaruhi produksi telur.

2.1.3 Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Ras Petelur

Tata laksana pemeliharaan dapat menentukan keberhasilan suatu usaha

peternakan, oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan. Di dalam usaha peternakan

ayam petelur, yang menjadi aspek tatalaksana pemeliharaan adalah bibit, pakan,

perkandangan, obat-obatan dan perlakuan setelah produksi (Rasyaf, 2006). Tatalaksana

pemeliharaan yang baik sangat penting bagi peternak agar pemberian pakan selalu terjaga

dengan memerhatikan kualitas serta kuantitasnya, jika pemberianpakan tidak cukup, akan

menyebabkan pertumbuhan pada ayam menjadi lambat, yang seharusnya ayam pada umur

16 atau 18 minggu sudah dapat berproduksi, bahkan bisa mundur hingga di umur 20

minggu. Terutama untuk ayam pada fase layer. Ayam ras petelur rentan terkena

penyakit, untuk menghindari itu harus dilakukan upaya pencegahan misalnya dengan

memerhatikan kebersihan kandang pemberian vaksinasi, dan menyortir antara ayam

yang sakit dari ayam yang sehat agar terhindar dari penyakit menular. Selain itu, untuk

kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan dalam pemeliharaan adalah pencampuran

ransum, pemberian pakan dan minum, pengambilan telur, penyeleksian telur, dan sanitasi

kandang.

8
2.2 Teori Produksi

2.2.1 Pengertian Produksi

Secara umum, produksi merupakan kegiatan menghasilkan sesuatu berupa

barang atau jasa untuk menambah nilai guna dari barang atau jasa tersebut untukmemenuhi

kebutuhan masyarakat. Barang yang dihasilkan disebut produk dan orang yang membuat

atau menciptakan barang tersebut disebut produsen. Ada produksi barang dan ada

produksi jasa, produksi barang adalah yang dapat menambah nilai guna dengan

mengubah bentuknya, sedangkan produksi jasa adalah yang dapat menambah nilai guna

tanpa mengubah bentuknya (Nugroho J. Setiadi, 2013). Kegiatan produksi pada suatu

perusahaan sangat penting, karena kegiatan produksi adalah sumber penghasilan suatu

perusahaan. Produksi di perusahaan mempengaruhi keuntungan yang didapatkan. Dalam

perusahaan pada bagian produksi perusahaan harus mampu meningkatkan hasil dan

keuntungan perusahaan dan harus menjaga kestabilan atau konsistensi mutu produk,

sehingga produk yang dihasilkan masih sesuai standar pasar. Jika produk stabil, maka

keuntungan yang diperoleh juga akan stabil atau bahkan meningkat (Fahmi, 2014).

2.2.2 Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan antara faktor input dan output yang

dihasilkan. Menurut Masyhuri (2007) bahwa fungsi produksi merupakan hubungan

antara variabel input dan output. Variabel (X) sebagai input yang berperan untuk

menjelaskan variabel (Y) atau outputnya. Dalam hal ini, yang bertindak sebagai variabel

input adalah faktor produksi dan yang menjadivariabel outputnya adalah produksi

yang dihasilkan. Menurut Sukirno (2005) pada teori ekonomi ada tiga faktor produksi

yang tidak dapat berubah baik darijumlah atau hal lainnya, faktor-faktor tersebut adalah

tanah, modal dan keahlian. Hanya tenaga kerja sebagai faktor produksi yang dapat

9
berubah-ubah dari jumlahnya atau hal lainnya. Fungsi produksi digambarkan dalam

rumus seperti berikut:

Q = f (K.L.R.T)
Dimana:

Q = jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor

f = faktor-faktor yang digunakan

L = jumlah tenaga kerja

R = kekayaan alam

T= tingkat teknologi yang digunakan

Di dalam rumus tersebut digambarkan bahwa tingkat produksi dipengaruhi

oleh faktor-faktor produksinya seperti jumlah tenaga kerja, modal, kekayaan alam, dan

teknologi yang digunakan. Kemudian Soekartawi (2003) juga menggambarkan fungsi

produksi dalam bentuk matematis sederhana yaitusebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3,X4…Xn)

Dimana:

Y = hasil produksi fisik

f = faktor produksi yang digunakan

X1.X2.X3,X4…Xn = faktor- faktor produksi

2.2.3 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi salah satu fungsi produksi dimana

melibatkan dua atau lebih variabel, yang kemudian salah satu variabelnya disebut

variabel (Y) atau dependen dan variabel yang lainnya disebut (X) atau independen

(Soekartawi, 2013). Adapun rumus atau gambaran dari Soekartawi (2003) yang

menjelaskan sistematik fungsi Cobb-Douglas yaitu sebagai berikut:

10
Y = a 𝑋1𝑏1 𝑋2𝑏2….. 𝑋𝑖𝑏𝑖 𝑋𝑛𝑏𝑛 eu

Di dalam rumus tersebut dijelaskan bahwa Y merupakan produksi, kemudian

(a) adalah intersep, (b1) adalah koefisien regresi penduga variabel ke-1, lalu (e) yang

merupakan bilangan natural (e = 2,7182) dan (u) merupakan unsur sisa (Galat).

Dinyatakan dalam persamaan tersebut nilai tidak ada perubahan walaupun variabel sudah

dilogaritmakan. Itu semua dapat terjadi karena nilai b1, b2, b3,...bn memiliki elastisitas

antara X dan Y pada fungsi Cobb-douglas. Jumlah elastisitas yaitu return to scale fungsi

Cobb- Douglas banyak digunakan dalam penelitian, karena fungsi Cobb-Douglas

memiliki beberapa kelebihan. Menurut Gultom (2020) kelebihan fungsi produksi Cobb-

Douglas adalah sebagai beriukut:

1. Fungsi Cobb-Douglas memiliki bentuk yang bersifat sederhana sehingga mudah

dilakukan.

2. Kemampuan Fungsi Cobb-Douglas dalam menggambarkan keadaan skala kecil

(return to scale).

3. Berdasarkan koefisien pada fungsi Cobb-Douglas, fungsi ini dapat

menggambarkan apa input yang digunakan sebelum dilakukan pengkajiandalam

fungsi produksi Cobb-Douglas dan memiliki elastisitas produksi.

2.3 Input Produksi Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur

2.3.1 Bibit

Syarat dalam suatu produk dan yang menjadi pemegang peranan penting pada

langkah awal dalam membangun usaha peternakan ayam ras petelur adalah kualitas dari

bibit. Bibit yang digunakan merupakan gambaran awal dari kegiatan usaha peternakan.

Bibit harus di ambil dari indukan yang sehat. Ciri-ciri bibit yang sehat seperti memiliki

bulu yang halus, tidak memiliki cacat pada tubuh, nafsu makan yang baik, memiliki

11
ukuran badan normal dengan kisaran 35-45 gram, duburnya bersih, dapat berproduksi

dengan baik dan memiliki daya tahan yang baik terhadap penyakit (Rasyaf, 1997).

Menurut Sudarmono (2003) bibit ayam petelur memiliki beberapa jenis, di

Indonesia terdapat jenis Isa Brown, Lohmann, Hyline dan Rode Island Red (RIR). Tujuan

adanya strain adalah agar terdapat keunggulan pada ayam seperti produktivitas yang

tinggi, konversi pakan yang rendah, daya tahan yang tinggi dan masa bertelur yang

panjang. Untuk strain Hyline adalah salah satu ayam petelur dwiguna yang bisa

menghasilkan telur sekaligus daging dan berkembang dipasaran (Setyono dkk., 2013).

Secara umum pada bibit akan mengalami tiga tahap pertumbuhan pada ayam

seperti fasel awal atau starter, dimana pada fase ini adalah ketika ayam masih DOC

(umur 1 hari) hingga ayam berumur 6 minggu. Kemudian masuk ke fase grower, dimana

pada fase ini merupakan ayam yang sudah berumur 6-18 minggu. Selanjutnya adalah fase

akhir (layer), dimana pada fase ini umur ayam di mulai dari 18 minggu hingga diafkir,

pada fase ini kondisi ayam sangat baik untuk berproduksi (Rasyaf, 2004). Pendapat lain

dari Rahmadi (2009) yang menyatakan bahwa pada fase layer umur ayam di mulai dari

20 minggu hingga 80 minggu (afkir).

2.3.2 Pakan

Yang menjadi komponen terbesar pada usaha peternakan ayam petelur adalah

pakan dengan presentasi 70-80%, sehingga para peternak harus pintar dalam mengelola

pakan dan kreatif dalam membuat pakan alternatif tetapi berkualitas untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi ternak agar mengalami petumbuhan dan produksi teluryang baik.

Namun, pada sebagianbesar peternak juga masih menggunakan pakan jadi dari pabrik

dalam pemeliharaanya. Ada juga beberapa peternak membuat formulasi ransum sendiri

untuk ternak, dikarenakan harga pakan yang terus meningkat, selain itu juga dapat

12
menambahpemasukan atau pendapatan bagi peternak (Setyono dkk. 2013)

Produktivitas telur sangat dipengaruhi oleh pakan. Maka dari itu, pakanyang

diberikan harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. Menurut Tugiyanti dan Iriyanti

(2012) produktivitas dapat terwujud apabila kebutuhan ayam terpenuhi, mulai dari

pakannya yang cukup dan juga dari tatalaksana pemeliharaannya yang baik. Pada ayam

yang sudah masuk fase produksi atau fase layer. Menurut Wahju (2004) jumlah pakan

yang diberikan untuk ayam petelur tipe ringan yaitu sebesar 100 g/ekor/hari, untuk tipe

medium sebesar 120-150 g/ekor/hari, dan tipe berat yaitu di atas 150 g/ekor/hari.

Kemudian dalam pemberian ransum untuk ayam petelur dapat berdasarkan umur ayam,

yaitu ayam umur 18 minggu keatas sudah membutuhkan ransum dengan protein 17%,

energi metabolisme 2.900 kkal/kg, kalsium 2% dan fosfor 0,32% (Setyono dkk., 2013).

Selain itu, kebutuhan pakan terhadap unggas juga tergantung pada 2 faktor:

1. Faktor internal seperti spesies, tipe, bangsa, kelamin dan umur.

2. Faktor eksternal seperti suhu, kelembapan dan lingkungan.

Misalnya, ketika cuaca dingin, unggas biasanya akan lebih banyak makan

daripada minum, sebaliknya ketika cuaca panas, unggas cenderung lebih banyak minum

daripada makan (Muharlien dkk, 2011).

Menurut Kartasudjana dan Supriatna (2006) bentuk bahan pakan memiliki tiga

golongan, yaitu mash (tepung), pellet (butiran dengan ukuran seragam) dan crumble

(butiran denga bentuk yang tidak seragam). Dari ketiga golongan tersebut jenis pakan

mash yang biasanya digunakan untuk ayam pada fase starter, jenis pakan crumble dapat

digunakan pada semua umur ayam, namun untuk jenis pakan pellet biasanya jarang

digunakan, karena ukuran dan bentuknya yang tidak sesuai dengan paruh ayam.

13
2.3.3 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan kegiatan untuk melakukan produksi. Karena tenaga

kerja merupakan bagian yang penting dalam kegiatan produksi dan yangpaling dominan

di dalam perusahaan agar dapat menciptakan produk-produk pada perusahaan. Semakin

banyak tenaga kerja pada suatu perusahaan, maka kegiatan produksi akan semakin efektif

dan produk-produk yang dihasilkan juga berkualitas serta sesuai dengan kebutuhan

masyarakat (Simanjuntak, 2001).

Dalam Undang-Undang mengenai Ketenagakerjaan yang diatur pada UU No.

13 Tahun 2003, menyatakan bahwa tenaga kerja adalah mereka yang berusia antara 15

tahun sampai dengan 64 tahun. Jika seseorang tidak mampu untuk bekerja atau memang

tidak mau untuk bekerja, maka dapat dikategorikansebagai non tenaga kerja. Selain itu,

ada istilah lain yaitu penduduk di luar usiakerja adalah mereka yang berusia di bawah 15

tahun dan di atas 64 tahun (bukan usia produktif) seperti para pensiunan (manula) dan

anak-anak di bawah umur.

Dengan berbagai macam ketentuan yang ada, di setiap perusahaan terkait

pengaturan jadwal tenaga kerja sudah menjadi hal yang biasa dilakukan. Yang paling sulit

adalah ketika pengaturan jadwal tenaga kerja dengan sistem shift. Karena menurut

Topaloglu dan Selim (2010) tenaga kerja tidak diperbolehkan untuk bekerja lebih dari 7

jam per harinya, sedangkan hampir setiap perusahaan atau bahkan semua perusahaan

bekerja selama 24 jam. Maka dari itu, jadwal tenaga kerja harus di bagi-bagi menjadi

beberapa shift di setiap harinya.

14
2.3.4 Obat, Vaksin dan Kimia (OVK)

a) Vitamin

Pemberian vitamin dan antistres merupakan upaya dalam menjaga kesehatan

ternak, vitamin diperlukan untuk pertumbuhan dan membantu dalam meningkatkan daya

tahan tubuh (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Pemberian multivitamin dan elektrolit

untuk ayam dilakukan sebelum dan sesudah vaksinasi (Fadilah dan Polana, 2005).

b) Vaksinasi

Vaksin memiliki 2 jenis, yaitu vaksin aktif dan inaktif. Vaksin aktif adalah

vaksin yang mengandung virus dan virus tersebut telah dilemahkan, sedangkan vaksin

inaktif adalah vaksin yang mengandung virus tetapi sudah dalam keadaan mati.

Vaksinasi juga merupakan salah satu cara dalam pencegahan penyakit (Suharno dan

Setiawan, 2012).

Tujuan vaksinasi adalah untuk kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit,

pemberian vaksin dilakukan dengan cara memasukan mikroorganisme yang telah

dilemahkan kedalam tubuh ternak (Suprijatna dkk., 2008). Vaksin aktif sebaiknya

segera dilakukan karena pada vaksin aktif berisi virus yang hanya dilemahkan.

Pemberian vaksinasi terhadap ternak bisa dilakukan melalui beberapa cara seperti melalui

air minum, kemudian melalui cara meneteskannya di mata, hidung dan mulut, lalu dengan

cara disemprot serta penyuntikan (Fadilah dan Polana, 2005). Untuk pemberian melalui

air minum sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari guna menghindari panas dari

sinar matahari.

Vaksinasi ini juga terdapat aturan penggunaannya yang dilakukan tergantung

dari komoditas ternak, kemudian jenis vaksin dan penyakit yang dialami. Pelaksanaan

vaksinisasi dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi faktor-faktor seperti kondisi

15
peternakan, kualitas vaksin dan vaksinatornya serta kondisi kesehatan ayam (Setyono

dkk., 2013).

Vaksinasi harus bekerja sama dengan tatalaksananya, mulai dari pengelolaan

maupun pemeliharaan agar bisa saling melengkapi untuk melakukan pencegah penyakit

(Rasyaf, 2001). Ayam yang sakit harus segera dipisahkan dari kumpulan ayam sehat, hal

ini dilakukan untuk mencegah kematian terhadap ayam yang diakibatkan oleh penyakit

tertentu (Setyono dkk., 2013). Menurut Kasnodiharjo dan Friskarini (2013) ayam yang

sakit, dapat dilakukan penanganan dengan cara memisahkan dari ayam yang sehat dan

memasukannya kedalam kandang isolasi atau dikarantina.

c) Antibiotik

Peternak juga harus mengenal macam-macam antibiotik seperti sifat antibiotik,

penyerapannya, cara kerja, spektrum dan reaksi kombinasinya. Karena itulah yang

menjadi ukuran sukses peternak dalam pemberian antibiotik dalam rangka mencegah

penyakit terhadap ternak (Mulyantono dan Isman, 2008).

d) Biosecurity

Biosecurity merupakan upaya awal di lingkungan peternakan dalam mencegah

penyakit, tujuannya agar penyakit tidak dapat masuk ke lingkungan kandang (Suharno

dan Setiawan, 2012). Suatu usaha peternakan yang menerapkan biosecurity dengan ketat,

maka resiko terhadap penularanpenyakit pada hewan ternaknya akan berkurang (Setyono

dkk., 2013). Tindakan biosecurity dapat berupa pengawasan lalu lintas pada ternak.

Pengawasan lalu lintas bukan hanya untuk ternak. Menurut (Setyono dkk., 2013) juga

mengawasi dan mengatur lalu lintas orang, kendaraan dan lain-lain yang berada di lokasi

peternakan. Di dalam usaha peternakan, biosecurity dilakukan diawal ketika ingin

memasuki kawasan peternakan seperti pintu gerbang yang merupakan titik pertama

16
sebelum berurusan dengan hewan ternak, maka sebelumnya harus disiapkan alat sprayer

dan bak celup yang sudah di isi air dan disinfektan (Fadillah dan Polana, 2005). Oleh

karena itu, sebelum dan sesudah memegang ternak unggas, petugas kandang juga harus

menerapkan bosecurity dengan cara mencuci tangan dengan sabun (Kasnodiharjo dan

Friskarini, 2013). Adapun biosecurity juga diterapkan terhadap kendaraan dan juga

orang-orang yang keluar masuk area peternakan, yaitu dengan memasuki kubangan atau

kolam disinfektan dan disemprot dengan cairan disinfektan (Yatmiko, 2008). Alat-alat

transportasi yang berada di dalam ataupun dari luar peternakan juga harus dilakukan

penyemprotan yang bertujuan untuk membunuh bibit penyakit (Widyantara dkk., 2013).

2.3.5 Kandang

Kandang adalah sebagai tempat untuk menyediakan lingkungan yang nyaman

dan aman agar ternak terhindar dari stress sehingga kesehatan ternak dapat terjaga dan

dapat berproduksi dengan optimal (Suprijatna dkk., 2005). Kandang yang dibuat juga

harus memiliki beberapa aspek seperti aspek kesehatan dan tata lingkungan kandang yang

baik serta teratur, hal ini guna mempermudah peternak untuk melakukan kontrol dan

pengendalian terhadap hewan ternaknya (Hartono, 1995). Kandang yang baik adalah

kandang yang mengarah dari barat ke timur atau bisa juga sebaliknya, sesuai dengan arah

dari sinar matahari (Nuroso, 2010).

Adapun tujuan dari arah barat timur adalah untuk menghindari panas matahari

secara langsung baik di pagi hari maupun siang hari (Priyatno, 1999). Menurut Priyatno

(1999) ada beberapa konstruksi kandang yang harus diperhatikan seperti ventilasi udara,

dinding kandang, lantai, atap dan bahan- bahan yang digunakan untuk pembuatan

kandang.

17
Bentuk dan ukuran kandang juga harus menyesuaikan jumlah populasi ayam.

Kandang yang berbentuk kotak atau sangkar (cage), tipe kandang seperti ini sebaiknya di

buat menggunakan kawat, bambu atau bisa juga dengan seng. Ukuran kandang biasanya

40 x 40 x 20 cm tiap ekor ayam (Sudarmono, 2003). Jika kandang dengan sistem battery

sebaiknya di buat dari bambu dengan ukuran tiap kotaknya adalah 40 x 35 x 40 untuk tiap

2 ekor ayam dan lokasi kandang sebaiknya juga harus dekat dengan sumber air, kemudian

dekat dengan akses jalan dan harus jauh dari pemukiman penduduk (Halim, 2007).

Kemudian Priyatno (2004) menambahkan bahwa lokasi kandang akan lebih baik jika

terdapat pepohonan dengan tujuan agar udara segar masuk sehingga ternak merasa

nyaman, pohon juga dapat mencegah hembusan udara langsung yang masuk ke kandang.

Atap kandang sebaiknya menggunakan bahan yang dapat memantulkan radiasi panas

matahari, bahan yang cocok untuk pembuatanatap kandang adalah seperti genting dan

asbes karena dapat meredam panas (Sudarmono, 2003).

2.4 Efisiensi Produksi

Menurut Adisasmita (2006) efisiensi merupakan penggunaan input yang harus

dialokasikan dengan optimal dan baik, sehingga dalam mencapai output yang diharapkan

dapat menggunakan biaya yang rendah. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat

dikatakan bahwa efisiensi yakni kemampuan perusahaan dalam mengelola kegiatan

usahanya untuk memperoleh hasil/ output yang maksimum dengan menggunakan

masukan/ input yang minimum.

Menurut Susantun (2000) terdapat tiga perbedaan pada efisiensi yaitu efisiensi

teknik, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi. Kemudian ditambahkan oleh Timmer

dalam Susantun (2000) yang mendefinisikan masing- masing perbedaan efisiensi.

Efisiensi teknik menjadi ratio input yang akan digunakan dengan output yang ada,

18
efisiensi alokatif merupakan hubungan antara biaya dan output. Efisiensi alokatif ini akan

terwujud apabila suatu perusahaan dapat mencapai keuntungan yang maksimum, dan

efisiensi ekonomi merupakan gabungan dari efisiensi teknik dan efisiensi alokatif.

Efisiensi ekonomi dapat terwujud apabila kedua efisiensi tersebut tercapai.

2.4.1 Teori Efisiensi

Teori efisiensi juga berkaitan dengan teori konsumsi serta produksi pada

ekonomi mikro. Di dalam teori konsumsi, efisiensi yang dilakukan adalah konsumen

berhak memaksimalkan kepuasannya dalam memenuhi kebutuhannya. Sedangkan di

dalam teori produksi, efisiensi yang dilakukan adalah perusahaan dapat menghasilkan

keuntungan yang maksimal dari prosesproduksinya. Dalam literatur konvensional, teori

produksi menggambarkan kegiatan perusahaan dalam menghasilkan output atau produk

yang dihasilkan, yang di mulai dari tahapan membeli dan menggunakan input atau bahan

untuk produksi. Jadi, pada teori produksi ini dapat terlihat bagaimana caraperusahaan

dalam mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan mengoptimalkan keefisiensian

dari input hingga menjadi output (Karim, 2007). Sebelum melakukan efisiensi terdapat

syarat yang harus diperhatikan, yaitu rasio harga input dan output (Wibowo dan Supriadi,

2013). Rumus yang digunakan untuk mencari efisiensi menggunakan rumus NPM

sebagai berikut:

𝑁𝑃𝑀𝑥𝑖
Tingkat efisiensi = 𝑃𝑥𝑖

2.4.2 Konsep Efisiensi Produksi

Dengan adanya pengukuran efisiensi dapat membantu sekaligus mengevaluasi

kinerja serta kemampuan daya saingnya pada suatu industri. Cara untuk mengukur

efisiensi yaitu dengan menilai daya saing antara input dan output (Shafique, Muhammad

Nouman., dkk, 2015). Menurut Muharam dan R. Pusvitasari (2007) ada tiga jenis
19
pendekatan pengukuran efisiensi, yaitu:

1. Pendekatan Rasio
Pendekatan rasio dilakukan dengan cara membandingkan antara output dan input.

Jika, output yang dihasilkan dapat maksimal dengan menggunakan input yang

seminimal mungkin, itulah yang disebut efisiensi.

𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 (𝑌)
Efisiensi = 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 (𝑋)

2. Pendekatan Regresi

Untuk mengukur efisiensi dengan pendekatan regresi yaitu menggunakan metode

dimana tingkat output dipengaruhi dari berbagai tingkat input. Persamaan regresi

dapat ditulis dengan fungsisebagai berikut:

Y = f (X1,X2,X3,X4,…Xn)

Dimana:

Y = Output

X = Input

Keefisiensian dalam pendekatan ini terjadi apabila output yang dihasilkan

lebih banyak dari perkiraannya. Namun, pendekatan ini hanya dapat

mengukur efisiensi dari satu output yang menjadi indikator.

3. Pendekatan Frontier

Ada dua jenis pendekatan frontier untuk mengukur efisiensi, yaitu pendekatan

frontier parametik dan non parametik. Pendekatan parametik diukur dengan

Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribusi Free Approach (DFA) atau tes

statistik parametik. Sedangkan pendekatan Frontier non parametik diukur dengan

metode Data Envelopment Analysis (DEA) atau tes statistik non parametik.

Kemudian rumus untuk mencari efisiensi menurut (Ross Stephen A et al, 2015)

20
adalah sebagai berikut:

𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Efisiensi = x1
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dari Tugiyanto dkk (2013) telah menganalisis terkait

efisiensi dan pendapatan usaha ayam ras petelur. Dalam melakukan analisisnyadigunakan

beberapa metode seperti pengaruh faktor produksi, jumlah pakan, jumlah ternak satuan

ekor, produksi telur, jam kerja, obat, vaksin, kimia terhadap pendapatan dan efisiensi

ekonomi pada usaha ayam ras petelur. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan

pendapatan yang diperoleh peternak rata-rata sebesar Rp 4.688.186.-/ bulan. Kemudian

rata-rata efisiensi usaha ayam ras petelur sebesar 1,25. Kesimpulannya, faktor-faktor

produksi mempengaruhi pendapatan dan efisiensi usaha ayam ras petelur. Persamaan

penelitian adalah menganalisis variabel terkait faktor produksi yaitu analisis regresi

berganda.

Penelitian terdahulu dalam Murib dkk (2014) telah menganalisis terkait

variabel jumlah tenaga kerja, kandang, obat-obatan, bibit, dan pakan. Adapun metodeyang

digunakan adalah regresi linier berganda. Lalu hasil yang diperoleh adalah bahwa faktor-

faktor produksi secara keseluruhan mempengaruhi produksi usaha ayam petelur.

Pendapatan kotor yang diperoleh peternak sebesar Rp. 277.525.208 dan pendapatan

bersih sebesar Rp.105.214.234. Kesimpulannya bahwa usaha ayam petelur di Farm

Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak layak untuk diusahakan. Dalam penelitian ini

memiliki persamaan yaitu menggunakan metode analisis regresi berganda dan variabel

yang digunakan juga sama.

21
Kemudian Dewanti dan Sihombing (2012) juga menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi dan pendapatan dari usaha peternakan ayam buras. Metode

dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji F dan uji t. Hasil dari

penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata pendapatan bersih dari usaha ternak ayam

buras adalah 89 ekor, pendapatan yang diperoleh dari penjualan feses dan telur yaitu

Rp.1.383.358/tahun/peternak. Analisis regresi linear berganda diperoleh dengan

persamaan Ŷ = 20,947 + 0,620X1 + 0,003X2 - 0,996X3 - 0,869X4 - 0,015X5 + 0,845X6

dan nilai koefisien determinasi adalah 0,646. Jadi, secara keseluruhan pendapatan ayam

buras yang sudah termasuk biaya pembelian ayam, pakan, obat dan vitamin, tenaga kerja,

serta listrik yaitu sebesar 64,6%, dan memiliki sisa sebesar 35,4% yang dipengaruhi oleh

variabel- variabel diluar objek penelitian. Pada uji F, variabel independen secara

bersamaan mempengaruhi variabel dependen dengan tingkat signifikan 0,05. Pada

uji t, pendapatan hanya dipengaruhi oleh faktor pembelian ayam dan biaya listrik,

sedangkan faktor lainnya tidak berpengaruh. Persamaan dari penelitian ini yaitu

menggunakan metode analisis regresi berganda.

2.6 Kerangka Pikir

Usaha peternakan ayam ras petelur adalah usaha yang terus mengalami

peningkatan karena banyaknya permintaan dari masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari sebagai sumber protein hewani. Selain itu, usaha ini juga memiliki potensi

untuk dikembangkan. Dalam usaha peternakan ayam ras petelur ada beberapa faktor

produksi yang harus diperhatikan, seperti bibit, pakan, obat- obatan, perkandangan,

tenaga kerja dan sebagainya. Dengan adanya faktor produksi tersebut nantinya akan

membantu peternak dalam mencapai target pendapatan pada usahanya. Peternak juga

menerapkan keefisiensian dalam mengelola usaha ternaknya, seperti penggunaan pakan,

22
pemilihan supplier untuk obat-obatan, pembelian bibit dan sebagainya. Dengan demikian,

pendapatan peternak semakin meningkat karena hasil dari usaha ternak tersebut tetap

sesuai target, namun dari segi faktor produksi terjadi pengurangan biaya produksi.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dimana usaha peternakan ayam petelur dipengaruhi

oleh berbagai input produksi, untuk menghasilkan output produksi, dengan menerapkan

keefisiensian pada usaha tersebut. Berikut bagan kerangka pikir penelitian:

23
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

24
2.7 Hipotesis

Berdasarkan pada teori yang digunakan, untuk masalah pendekatan dan

pencapaian tujuan penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. H0: b1 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel pakan (X1)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b1 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel pakan (X1) terhadap nilai

produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

2. H0: b2 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel bibit (X2) terhadap

nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b2 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel bibit (X2) terhadap nilai

produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

3. H0: b3 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel obat-obatan (X3)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b3 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel obat-obatan (X3)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

4. H0: b4 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel tenaga kerja (X4)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

H1: b4 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel tenaga kerja (X4)

terhadap nilai produksi ayam ras petelur di AAPS Farm (Y).

25
III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada usaha peternakan AAPS Farm di Jorong

Tanjung Jati, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak. Dengan pertimbangan usaha

ternak tersebut termasuk usaha skala besar dengan populasi ayam sebanyak 3000 ekor

Starter dan 23.000 ekor Layer. Menurut Dinar (2017) jumlah populasi diatas 12.000 ekor

artinya usaha peternakan tersebut termasuk skala besar. Informasi dari Badan Statistik,

Kecamatan Guguak bisa dikatakan sebagai sentral peternakan ayam ras petelur di

Kabupaten 50 Kota. Waktu penelitian selama 1 bulan, yaitu pada bulan Desember 2022

– Januari 2023 atau hingga data yang dibutuhkan untuk penelitian terpenuhi.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Metode studi kasus

merupakan metode dengan tujuan untuk mengetahui suatu kejadian atau fenomena,

pelaksanaan penelitian studi kasus juga harus memiliki informasi atau data lengkap yang

bisa diperoleh dari metode penelitian lain agar dapat memberikan informasi secara detail

(Walgito, 2010). Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatifdan kuantitatif.

3.3 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer ayam Layer

dalam 1 periode kedatangan (sekitar 1.200 ekor). Dikarenakan waktu kedatangan bibit

berbeda-beda dan yang akan diamati adalah waktu produksinya (per minggu), maka

dari itu, dilakukan penelitian dengan sampel saja untuk menggambarkan kondisi

mingguan tatalaksana pemeliharaan dan produksinya. Menurut Sekaran (2011) data

primer dalah data berisi informasi - informasi yang langsung diperoleh dari pihak yang

bersangkutan atau yang dimintai keterangan oleh peneliti dan memiliki kaitan atau sesuai
26
dengan variabel. Sumber data primer adalah responden individu, kelompok, hingga

internet yang juga dapat menjadi sumber data primer jika pengambilan data menngunakan

kuisioner.

Metode pengumpulan data akan dilakukan menggunakan metode observasi

atau melalui pertemuan langsung dengan pemilik Peternakan AAPS Farm dan terjun

langsung dalam kegiatan usaha peternakannya. Pengambilan data untuk penelitian

melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan. Sesuai dengan pendapat Arikunto

(2006) dimana metode observasi digunakan untuk mengumpulkan suatu data dengan cara

turun langsung atau melakukan peneyelidikan secara langsung ke tempat penelitian.

3.4 Variabel Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian pertama, maka variabel yang digunakan adalah

sebagai berikut:

a. Bibit Ayam Layer (dalam satu periode kedatangan)


Indikator penilaian:
 Jumlah Ayam Layer per periode masuk
 Jenis bibit
 Umur bibit

b. Pakan
Indikator penilaian:
 Jenis pakan
 Kualitas pakan
 Jumlah yang diberikan

c. Perkandangan
Indikator penilaian:
 Letak dan lokasi kandang
 Konstruksi kandang
 Kebersihan kandang

27
 Keefisiensian pemakaian kandang dan penggunaan peralatan kandang

d. Kesehatan ternak (pencegahan penyakit)


Indikator penilaian:
 Pengetahuan terhadap penyakit
 Pemberian vitamin, vaksin, biosecurity dan sanitasi kandang
e. Tenaga Kerja
Indikator Penelitian:
 Jumlah tenaga kerja
 Jam kerja

Sesuai dengan tujuan penelitian kedua, maka variabel yang digunakan adalah

sebagai berikut:

 Produksi telur (butir/minggu)


 Jumlah pakan yang diberikan (KG/ekor/minggu)
 Jumlah bibit (ekor/minggu)
 Obat-obatan (g/minggu)
 Tenaga kerja (HOK = Hari Orang Kerja/minggu)

Kemudian berdasarkan tujuan penelitian ketiga, maka variabel penelitian

selanjutnya adalah efisinsi input dengan indikator sebagai berikut:

 Elastisitas produksi
 Produksi (butir)
 Harga produksi (Rp)
 Jumlah faktor produksi

3.5 Analisa Data

3.5.1 Analisis Deskriptif Kuantitatif

Berdasarkan tujuan penelitian pertama, maka digunakan analisis deskriptif

kuantitatif. Menurut Arikunto (2006) metode penelitian deskriptif kuantitatif merupakan

metode dengan tujuan untuk memberikangambaran terhadap kondisi atau keadaan secara

28
objektif, dimana dari proses awal pengambilan data hingga penampilan hasilnya

menggunakan angka. Tujuan penelitian deskriptif dalam penelitian kuantitaif adalah

untuk menjelaskan variabel subjek studi yang sesuai dengan tujuan penelitian, sepertiusia,

status ekonomi, pengalaman, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin dan lain-lain.

Kondisi input merupakan keadaan faktor produksi yang ada di usaha

peternakan tersebut seperti bibit, pakan, tatalaksana pemeliharaan, perkandangan dan

kesehatan ternak. Untuk melihat kondisi input tersebut diperlukan faktor penentu dari

aspek teknis. Ditjen Peternakan (1992) mempunyai pedoman faktor penentu dalam aspek

teknis tersebut, sebagai berikut:

Tabel 1. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan Ditjen Peternakan


(1992)
No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Skor
I. BIBIT / REPRODUKSI 300
1. Jenis bibi yang dipelihara a. Bibit unggul 80
b. Turunan silang 40
c. Bibit local / lainnya 5

2. Asal bibit yang dipelihara a. Breeding local terdaftar 50


b. Turunan silang 25
c. Bibit local / lainnya 5

3. Cara Pemilihan / seleksi a. Baik 50


1. Berdasarkan umur (5 bulan
betina dan 8 bulan jantan) dan
berat badan
2. Berdasarkan keturunan
3. Berdasarkan bentuk luar
b. Sedang 25
Bila satu atau dua syarat di atas
Tidak terpenuhi
c. Kurang 5
Ketiga syarat di atas tidak
Terpenuhi

4 Sistem Perkawinan a. IB /diatur dengan pejantan unggul 40


b. Diatur tidak dengan pejantan 20
unggul

29
c. Tidak diatur 5

5. Vaksinasi terhadap bibit a. Dilakukan 40


yang diterima b. Tidak dilakukan 5

6. Pengetahuan masa a. Baik: Tahu tanda – tanda 40


Berproduksi berproduksi
b. Sedang: Tanda – tanda 20
berproduksi tidak diketahui
seluruhnya
c. Kurang: Tidak tahu tanda – tanda 5
berproduksi

II. PAKAN 300


1. Jenis pakan yang diberikan a. Buatan pabrik terdaftar 100
b. Mencampur sendiri dengan 25
bimbingan Dinas/ penyuluh
c. Mencampur sendiri tanpa 15
adanya bimbingan Dinas/
Penyuluh
d. Pakan apa adanya 5

2. Apakah tersedia tempat a. Ada 50


untuk penyimpanan bahan b. Tidak ada 5
pakan

3. Bagaimana efisiensi a. Tinggi (100-150 g/g berat badan 50


pemberian pakan b. Sedang (80-120 g/g berat badan 15
c. Rendah (50-81 g/g berat badan) 5

4. Kualitas Air Minum a. Baik: air sumur, air PAM 50


b. Sedang: air sungai yang bersih 15
c. Kurang: Air lainnya yang kurang 5
bersih

5. Kualitas / Jumlah air a. Baik, tersedia terus menerus 50


minum

III. TATALAKSANA PEMELIHARAAN 100


1. Pemberian pakan a. 1-2 kali sehari 15
b. Kadang – kadang 10
c. Tidak pernah 5

2. Sistem pemeliharaan a. Intensif 25


b. Semi intensif 10
c. Ekstensif 5

3. Ratio jantan: betina a. Baik: 1ekor jantan mengawini 15


30
1-5 ekor betina
b. Sedang: 1 ekor jantan mengawini 10
6-10 ekor betina
c. Kurang: 1 ekor jantan mengawini 5
lebih dari 10 ekor betina

4. Seleksi telur a. Digunakan seleksi telur 15


b. Tidak digunakan seleksi telur 5

5. Penetasan a. Baik: menggunakan mesin tetas 15


b. Sedang: menggunakan induk ayam 10
c. Kurang: Tidak ditetaskan 5

6. Pencatatan / recording a. Baik, 15


1. Ada catatan pembelian bibit,
pembelian pakan dan penjualan
produk
2. Ada catatan perkawinan,
kelahiran dan kematian
3. Ada catatan vaksinasi dan
pengobatan
b. Sedang, 10
Satu atau dua syarat diatas terpenuhi
c. Kurang, 5
Tiga syarat di atas tidak terpenuhi

IV. PERKANDANGAN 100


1. Letak Kandang a. Baik 25
1. Jarak 5 m dari rumah
2. Jauh dari kebisingan
3. Jauh dari pembuangan sampah
b. Sedang 10
Salah satu syarat di atas tidak
Terpenuhi
c. Kurang 5
Dua syarat di atas tidak terpenuhi
2. Konstruksi kendang a. Baik 25
1. Bahan kuat dan mudah didapat
2. Lantai kuat dan lebih tinggi
dari sekitarnya
3. Sinar matahari masuk
4. Ventilasi baik
b. Sedang 15
Salah satu syarat di atas tidak
terpenuhi
c. Kurang 5
Dua atau lebih syarat di atas tidak
Terpenuhi

31
3. Luas / efisiensi kendang a. Baik: 1 m untuk 1-5 ekor ternak 25
b. Sedang: 1 m untuk 6-10 ekor ternak 10
c. Kurang: 1 m untuk lebih dari 10 ekor 5

4. Peralatan kendang a. Baik: tersedia ember, sapu lidi, sekop 25


b. Kurang: persyaratan di atas tidak 5
terpenuhi

V. KESEHATAN DAN PENYAKIT 200


1. Pengetahuan penyakit
a) ND a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30
cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

b) Fowl Fox a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

c) Coccodiosis a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

d) CRD a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

e) Cholera a. Baik: tahu gejala, penyebab dan 30


cara pemberantasannya
b. Kurang: kurang mengetahui 5
gejala, penyebab dan cara
pemberantasannya

2. Vaksinasi / pencegahan a. Baik: vaksinasi 50


b. Kurang: tidak dilakukan 5
vaksinasi
TOTAL 1000

32
Dari aspek teknis yang diperoleh, dikumpulkan dalam bentuk tabel, kemudian

dihitung nilai/skor masing – masing dengan menggunakan “PedomanIdentifikasi Faktor

Penentu Teknis Peternakan Ditjenak (1992).

a. Ketegori baik, jika persentase skor yang diperoleh 81-100%

b. Kategori sedang, jika persentase skor yang diperoleh 60-80%

c. Kategori kurang, jika persentase skor yang diperoleh kurang dari 60%

Perhitungan nilai skor untuk tiap aspek teknis dilakukan dengan perhitungan:

“Skor yang didapat / Skor Standar Ditjenak x 100%”

3.5.2 Analisis dan Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Berdasarkan tujuan penelitian kedua, maka analisis data yang di gunakan

dalam penelitian ini yaitu menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Dimana fungsi

produksi Cobb-Douglas merupakan bentuk persamaan regresi non linier yang dapat di

rumuskan sebagai berikut:

Y = β0 X1𝛽1 X2𝛽2 X3𝛽3 X4𝛽4 e

Persamaan tersebut dapat diestimasi dengan cara melakukan transformasi

persamaan tersebut dalam bentuk persamaan logaritma sebagai berikut:

Log Y = β0 + β1Log X1 + β2Log X2 + β3Log X3 + β4Log X4 e

Keterangan:

Y: Nilai output produksi (butir/minggu)

X1: Pakan (KG/minggu)

X2: Bibit (ekor/minggu)

X3: Obat-obatan (g/minggu)

X4: Tenaga Kerja (Hari Orang Kerja = HOK/minggu)

β 0: Konstanta

33
β 1, β 2: Koefisien regresi

e: Variabel pengganggu

Nilai-nilai parameter tersebut, seperti pada persamaan yang diatas dapat

diselesaikan dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square(OLS).

a) Uji Statistik

1) Uji t

Untuk menguji apakah input produksi yang digunakan dari usaha ayam ras

petelur berpengaruh nyata terhadap output adalah menggunakanuji-t dengan cara semua

variabel bebas diuji satu persatu. Agar lebih memahami dan mengetahui dari masing-

masing variabel, maka ditetapkan hipotesis sebagai berikut:

1. H0: di tolak jika Sig < 0,05.


2. H1: di terima jika Sig < 0,05.

Jadi, jika t-hitung > t-tabel dan Sig < 0,05 maka H0 di tolak dan H1 diterima artinya

variable bebas berpengaruh nyata terhadap produksi.

2) Uji Koefisien Determinasi

Uji koefisien determinasi yang dilambangkan (R2). Uji ini bertujuan untuk

mengukur sejauh mana kemampuan variabel independendalam memepengaruhi variabel

dependen. Koefisien determinasi memiliki nilai antara nol dan satu. Jika nilai (R2) kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen

terbatas. Tetapi, jika nilai (R2) mendekati 1 berarti variabel- variabel independen dapat

menjelaskan hampir semua informasi untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali,

2011).

34
3) Uji F

Tujuan pengujian pada uji F adalah untuk mengetahui apakah masing -

masing dari variabel independen memberikan pengaruh yang sama terhadap variabel

dependen. Maka perlu dilakukan analisis uji F ini. Hipotesis dalam uji F ini adalah:

1. H0: di tolak jika Sig < 0,05.


2. H1: di terima jika Sig < 0,05.

Jadi, jika nilai F-hitung > F- tabel atau Sig < 0,05 maka H0 di tolak danH1 diterima.

Artinya variabel independen secara bersamaanberpengaruh terhadap produksi.

b) Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi Klasik merupakan uji prasyarat untuk menganalisis lebih lanjut

terhadap data yang telah dikumpulkan dan dilaksanakan sebelum melakukan suatu

analisa. Pengujian ini bertujuan agar mendapatkan modelregresi yang memenuhi kriteria

BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Pengujian Asumsi Klasik harus dilakukan

terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian analisis regresi linear berganda terhadap

hipotesis penelitian. Data- data yang akan diolah adalah sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui lebih lanjut dalam model

regresi, apakah variabel pengganggu memiliki distribusi yang normal. Uji normalitas

merupakan uji untuk menentukan data yang diambil dan dikumpulkan dari populasi

normal. Karena pada uji (t) parsial pun memiliki asumsi bahwa nilai residual mengikuti

distribusi normal. Jika dilanggar maka uji statistik tidak valid pada jumlah sampel yang

kecil. Untuk mendeteksi distribusi residual normal atau tidak adalah menggunakan

beberapa cara, seperti analisis grafik danuji statistik (Ghozali, 2011).

35
2) Uji Multikolinearitas Data

Menurut Ghozali (2012) tujuan uji multikolinearitas adalah untuk mengetahui

lebih lanjut, apakah pada model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Model

regresi yang baik di dalamnya tidak terjadikorelasi antar variabel bebas. Pelaksanaan uji

multikolinearitas dilihat dari besaran nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai

tolerance. Variabel independen tidak bisa menjelaskan antara variabel satu denganyang

lainnya, sehingga nilai tolerance yang nantinya akan mengukur dan menjelaskan variabel

independen terpilih yang sebelumnya tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.

Jadi, jika nilai tolerance rendah, maka nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance).

3) Uji Autokorelasi

Menurut Ghozali (2011) tujuan uji autokorelasi adalah untuk mengetahui

apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode (t) dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Dinamakan

problem autokorelasi jika terdapat korelasi.

4) Uji Heterokedastisitas

Tujuan dilakukannya uji heterokedastisitas adalah untuk mengetahui apakah

pada model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual antar pengamatan yang

dilakukan. Uji heteroskedastisitas memiliki beberapa cara yang dapat dilakukan untuk

melakukan pengujian, seperti uji grafik plot, uji white, uji park dan uji glejser.

Heteroskedastisitas tidak terjadi apabila pola yang ada tidak jelas dan kemudian di atas

dan di bawah angka 0 pada sumbu Y terdapat titik-titik yang menyebar (Ghozali, 2011).

36
3.5.3 Analisis Efisiensi

Berdasarkan tujuan penelitian ketiga, analisis yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Di dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, elastisitas produksi digambarkan dengan β yang

disebut dengan koefisien regresi. Maka dari itu, nilai produk marginal (NPM) faktor

produksi (X) dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑏.𝑌.𝑃𝑦
NPM= 𝑥

Dimana:

b: Elastisitas produksi

Y: Produksi (butir)

Py: Harga produksi (Rp)

x: Jumlah faktor produksi

Berdasarkan rumus tersebut, telah didapatkan tingkat optimalisasi input

produksi yang diperoleh dari perbandingan antara nilai produk marginal (NPM) input X

tersebut dengan harga satuan input (Px), dengan rumus sebagai berikut:

𝑁𝑃𝑀𝑥𝑖
Tingkat Efisiensi = 𝑃𝑥𝑖

Dimana:

NPMx i = Nilai produk marginal input Xi


Pxi = Harga input produksi Xi

Dengan hasil yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

 Jika NPM / Pxi = 1, atau NPM / BKM = 1, maka nilai input produksi tersebut optimal
 Jika NPM / Pxi < 1, atau NPM / BKM < 1, maka penggunaan nilai input produksi
melebihi optimal dan harus mengurangi jumlah input
 Jika NPM / Pxi > 1, atau NPM / BKM > 1, maka penggunaan nilai input produksi
kurang optimal dan harus menambahkan jumlah input

37
3.6 Definisi Operasional

1) Data produksi adalah kumpulan catatan dan fakta mengenai kegiatan pada

perusahaan yang dilakukan seseorang untuk menambah nilai guna suatu

produksi. Data bisa diambil per hari, per minggu, per bulan dan lain-lain.

2) Faktor produksi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil Produksi

(Output).

3) Bibit adalah ternak yang telah memenuhi syarat tetentu dan siap untuk

dikembangkan.

4) Pakan adalah bahan yang diperuntukan sebagai sumber makanan untuk ternak

yang dapat di makan, di cerna dan di serap oleh ternak. Dan tidak menimbulkan

efek samping pada ternak.

5) Tenaga kerja adalah penggunaan tenaga manusia untuk melakukan pekerjaan

selama proses produksi dalam suatu usaha peternakan.

6) Obat hewan adalah sesuatu persediaan yang bisa berupa benda padat, cair dan

uap dan digunakan untuk mengobati hewan, membebaskan gejala, atau

memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang meliputi biologic armasetik,

premiks dan obat alami.

7) Peralatan kandang adalah alat yang digunakan untuk pemeliharaan ternak

selama proses produksi, seperti skop, gerobak, cangkul dan lain - lain.

8) Produksi adalah kegiatan menghasilkan, menciptakan dan penambahan nilai

guna suatu benda atau produksi.

9) Efisiensi adalah bagaimana cara agar dapat memaksimalkan hasil produksi

dengan menggunakan input produksi yang seminimal minimalnya.

38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian AAPS Farm

4.1.1 Kondisi Geografis

Tujuah Koto Talago adalah nagari di Kecamatan Guguk, Kabupaten Lima

Puluh Kota, Sumatra Barat, Indonesia. Dibatasi oleh wilayah di sebelah utara yaitu Nagari

Jopang Manganti dan Talang Maur Kecamatan Mungka. Di sebelah selatan dengan

Nagari Kubang Kecamatan Guguak. Di sebelah barat berbatasan dengan Nagari

Limbanang Kecamatan Suliki dan sebelah timur berbatasan dengan Guguak VIII Koto

Kecamatan Guguak.

Luas daerah 21 kilometer persegi atau seluas 21.000 Hektar dengan 7 Jorong.

Dataran tinggi Nagari Tujuah Koto Talago secara geografis terdiri atas wilayah perbukitan

bergelombang yaitu Jorong Padang kandi, Jorong Sipingai dan Jorong Tanjung Jati.

Dataran yaitu Talago, Ampang Gadang, Koto Kociak dan Padang Jopang. Ketinggian

daerah sekitar 500 – 600 meter di atas permukaan laut.

Pada tahun 1979 sampai 2000, Sistem Pemerintahan Desa waktu itu terdiridari

7 desa yaitu: Desa Talago, Desa Ampang Godang, Desa tanjung Jati, DesaKoto Kociak,

Desa Padang Kandi, Desa Sipingai dan Desa Padang Jopang. Pada tahun 2001, terjadi

perubahan sistem pemerintahan dari Desa kembali ke Nagari sesuai dengan Peraturan

Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota No. 1 Tahun 2001 dan terjadilah pemekaran 7 desa

menjadi 7 Jorong satu kenagarianyaitu Nagari Tujuah Koto Talago, tanggal 29 Februari

2001 yang terdiri dari:

39
1. Jorong Talago

2. Jorong Ampang Godang

3. Jorong Tanjung Jati

4. Jorong Koto Kociak

5. Jorong Padang Kandi

6. Jorong Sipingai

7. Jorong Padang Jopang

4.1.2 Profil Usahan Peternakan AAPS Farm

AAPS Farm, berada di Jorong Tanjuang Jati, Nagari VII Koto Talago,

Kecamatan Guguak. Didirikan oleh Bapak Zulfahmi pada tahun 2003. Peternakan AAPS

Farm ini mengawali usahanya dengan populasi awal 1000 ekor. Usaha ini berkembang

hingga total populasi ayam pada Maret 2023 dengan 2 lokasi usaha berjumlah 23.000

ekor layer dan 3.000 ekor Starter.

Luas area kendang AAPS Farm ± 1 Ha yang dibagi menjadi 2 lokasi yang

berjauhan. Lokasi pertama berada di Kampung Salo. Dan lokasi kedua berada di

Kampung Luak Lago. Pada lokasi pertama terdapat kantor AAPS Farm, kandang starter

dan kendang layer, gudang pakan dan gudang telur. Pada lokasikedua terdapat kandang

layer dan Gudang penyimpanan telur sementara. Sistem perkandangan baterai untuk

ayam layer dan kandang litter untuk ayam starter dengan sistem pemeliharaan Intensif.

Usaha ayam ras petelur AAPS Farm memiliki pekerja sebanyak 8 keluarga (16

orang), termasuk 2 pemilik. Tugas dan tanggung jawab terhadap pekerjaan sudah dibagi

sesuai dengan fungsi masing-masing, dapat dilihat di tabel 2 berikut:

40
Tabel 2. Data Pekerja AAPS Farm

No. Pekerjaan Jumlah (orang)

1 Pengawas Kandang 1
2 Tenaga grinding dan mixing pakan 3
3 Tenaga kendang: 6

* Pemeriksaan kendang
* Pemberian pakan 2 x sehari
* Pengambilan telur 1 kali sehari
(sekalian sortasi telur retak & bagus)

4 Tenaga sortasi telur 2

5 Administrasi/pembukuan 1
6 Driver & kenek 2

7 Kebersihan lapangan 1

Sumber: AAPS Farm (2023)


4.2. Karakteristik Peternakan Ayam Ras Petelur pada AAPS Farm

Tabel 3. Karakteristik Pemilik Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm
No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur (tahun)
0 – 11 0 0%
12 – 25 0 0%
26 – 45 1 50%
46 -65 1 50%
>65 0 0%
2. Tingkat Pendidikan
SD 0 0%
SMP 0 0%
SMA 0 0%
Perguruan Tinggi 2 100%

41
3. Pengalaman Beternak (tahun)
1 -5 0 0%
6 – 10 1 50%
11 – 15 0 0%
16 – 20 1 50%
4. Pekerjaan Utama
Petani 0 0%
Peternak 2 100%
Dan Lainnya (buruh) 0 0%

Tabel 4. Karakteristik Pekerja Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm

No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)


1. Umur (tahun)
0 – 11 0 0,00%
12 – 25 1 7.14%
26 – 45 13 92.86%
47 -65 0 0.00%
>65 0 0,00%
2. Tingkat Pendidikan
SD 10 71.43%
SMP 2 14.29%
SMA 2 14,29%
Perguruan Tinggi 0 0.00%
3. Pengalaman Beternak (tahun)
1 -5 5 35.71%
6 – 10 9 64.29%
11 – 15 0 0.00%
16 – 20 0 0,00%
4. Pekerjaan Utama

42
Petani 0 0,00%
Peternak 12 85.71%
Dan Lainnya (buruh) 2 14.29%

4.2.1. Umur

Berdasarkan pengelompokan usia produktif berada pada rentang 15 sampai 64

tahun dan non produktif adalah usia muda dan usia tua. Pada usaha peternakan AAPS

Farm bisa dilihat pada Tabel 3, persentase umur pemilik usaha ternak AAPS Farm berada

pada rentang usia yang produktif. Sama halnya dengan persentase umur pekerja lainnya

di Tabel 4. Dari hasil survei didapat persentase umur pemilik dan pekerja sebesar 100 %

usia produktif. Jika dilihat dari rataan usia tersebut, bisa disimpulkan bahwa sebagian

besar pekerja di kelompok ini adalah generasi milenial yang lahir di era 80-an hingga

2000-an awal. Sehingga dari data tersebut dapat diartikan bahwa peternak sangat mampu

dalam menjalankan usaha ternak ayam ras petelur serta mampu mengelola peternakan

sesuai dengan keadaan di tempat tersebut.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok usia produktif

diindentifikasikan sebagai kelompok yang terdiri dari orang yang berusia 15 hingga 64

tahun. Banyaknya usia produktif tersebut akan berpengaruh di banyak sektor, termasuk

ekonomi.

Menurut Anggi Warsito (2022) Bila dikelola dengan benar, tenaga kerja yang

berasal dari kelompok ini bisa mambantu meningkatkan produktifitas negeri. Pasalnya

tenaga kerja usia produktif biasanya punya kelebihan baik dari segi stamina, fisik serta

tingkat kecerdasan dan kreatifitas.

43
4.2.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan berpengaruh terhadap pola

pikir, sikap dan tingkah laku yang diyakini mampu meningkatkan produktivitas kerja

demi tercapainya target yang telah ditetapkan. Pada Tabel 3, terlihat bahwa pemilik

mempunyai tingkat pendidikan sampai di perguruan tinggi, sedangkan pada table 4,

tingkat pendidikan pekerja rata – rata adalah SD dengan persentase 71.43%. Hal ini

memperlihatkan karakteristik untuk tingkat pendidikan pekerja pada usaha ternak AAPS

Farm masih rendah, sehingga cukup sulit dalam menerapkan inovasi terbaru. Hal ini

sesuai dengan pendapat Stuart dan Sundeen (2013) yang mengatakan bahwa tingkat

pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam kemampuan berpikir, semakin tinggi

pendidikan akan membuat individu semakin mudah untuk menangkap informasi dan

menguaraikan suatu masalah. Mereka yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan

memberikanrespon yang rasional dari pada mereka yang berpendidikan lebih rendah.

Namun menurut Evert Fandi Mandang, dkk (2017), menerangkan pentingnya

manajemen sumber daya manusia dalam meningkatkan kinerja karyawan. Tingkat

pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinarja karyawan. Artinya setiap terjadi

pengaruh kinerja karyawan, tidak dipengaruhioleh tingkat pendidikan seorang karyawan.

Justru tingkat pendidikan dan pelatihan secara simultan atau pelatihan secara parsial,

berpengaruh signifikanterhadap kinerja karyawan.

44
4.2.3. Pengalaman Beternak

Sama halnya dengan tingkat pendidikan, pengalaman kerja seseorang juga

berpengaruh terhadap pola pikir, sikap dan tingkah laku. Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa karyawan pada usaha ternak AAPS Farm memiliki pengalaman yang

cukup lama dalam beternak ayam ras petelur. Hal ini terlihat dari hasil survey,

pengalaman tertinggi berkisar antara 6 – 10 tahunsebesar 64.29% atau sebanyak 9 dari 14

karyawan. Begitu juga dengan pemilikusaha telah menjalankan usaha ini selama kurun

waktu 20 tahun hingga sekarang telah meregenerasi pada putranya.

Lamanya pengalaman yang dimiliki karyawan memberikan indikasi bahwa

karyawan sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik terhadap manajemen

pemeliharaan ternak. Namun menurut Hasibuan (2008) tingkat pendidikan juga

mempengaruhi pengalaman kerja, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan,

maka akan semakin tinggi keahlian dan keterampilan sehingga pengalaman kerja akan

meningkat. Sementara menurut Sedarmayanti (2013) indikator pengalaman kerja yaitu:

1) Lama waktu/masa kerja, ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah

ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas dengan baik dan mampu

melaksanakan pekerjaan dengan baik.

2) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

45
4.2.4. Pekerjaan Utama

Pekerjaan utama merupakan pekerjaan yang dilakukan dengan waktu

terbanyak atau yang memberikan penghasilan terbesar. Dan pekerjaan yang bisa

dilakukan di luar dari pekerjaan utama merupakan bentuk pekerjaan sampingan. Dari

hasil survey didapatkan data bahwa pekerjaan utama dari pemilik AAPS Farm adalah

100% usaha peternakan, walaupun ada bisnis dan pekerjaan lainnya, namum penghasilan

terbesarnya adalah dari hasil usaha peternakan. Demikian juga untuk pekerja, sebanyak

12 dari 14 orang karyawan(sekitar 85.71%), pekerjaan utamanya adalah sebagai peternak.

Hal ini menandakan bahwa pekerjaan utama karyawan memang sebagai peternak ayam

ras petelur pada usaha ternak AAPS Farm yang merupakan sumber penghasilan terbesar

mereka.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jika seseorang hanya mempunyai satu

pekerjaan, maka pekerjaan tersebut digolongkan sebagai pekerjaan utama. Bila pekerjaan

yang dilakukan lebih dari satu, maka pekerjaan utama adalah pekerjaan yang

dilakukannya dengan waktu terbanyak. Jika waktu yang digunakan sama, maka pekerjaan

yang memberi penghasilan terbesar di anggap sebagai pekerjaan utama. Seseorang

dikatakan mempunyai pekerjaan lebih dari satu apabila pekerjaan yang dilakukan berada

di bawah pengelolaan yang terpisah.

46
4.3. Kondisi Input Produksi Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm

Input produksi adalah elemen yang mendukung upaya penciptaan nilai atau

menambah nilai suatu barang. Dalam penelitian ini untuk mengetahui kondisi input

produksi pada perusahaan peternakan AAPS Farm ditentukan dan ditinjau dari aspek

teknik pemeliharaan Ayam Petelur yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan

pada tahun 1992. Dari hasil penelitian yang telah di analisis menggunakan aspek teknis

Ditjen Peternakan 1992 didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Aspek Teknis Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan AAPS Farm


No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Bibit 300 300 100

2. Pakan 300 225 75

3. Tatalaksana Pemeliharaan 100 100 100

4. Obat-obatan 200 200 100

5. Perkandangan 100 100 100

Jumlah 1000 925


Persentase Skor Total 95

Dari tabel di atas, terlihat aspek teknis pemeliharaan mendapatkan skor

dengan persentase skor total 95%. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1992) jika

dilihat dari skor keseluruhan pada aspek teknis pemeliharaan, kondisi input produksi di

peternakan AAPS Farm sudah memiliki standar yang baik. Karenapemilik usaha

yang berlatar belakang pendidikan seorang dokter hewan dan menyadari bahwa dari

masing-masing aspek teknis memegang peranan sangat penting dalam proses produksi.

47
4.3.1 Bibit

Bibit merupakan faktor penting dalam proses produksi. Menurut UU Nomor

41 Tahun 2014, benih merupakan ternak yang sudah diwariskan memiliki sifat unggul

dan sudah memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakan.

Tabel 6. Penerapan Aspek Teknis Bibit di Peternakan AAPS Farm


No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Jenis bibit yang 80 80 100
dipelihara
2. Asal bibit yang 50 50 100
dipelihara

3. Cara pemilihan/ Seleksi 50 50 100


4. Sistem perkawinan 40 40 100
5. Vaksinasi terhadap 40 40 100
bibit yang diterima
6. Pengetahuan masa 40 40 100
berproduksi

Jumlah 300 300


Persentase Skor Total 100

Penerapan aspek teknis bibit pada peternakan AAPS Farm mendapatkan

persentase skor total sebesar 100%. Dari hasil tersebut, jika mengacu pada Direktorat

Jenderal Peternakan (1992) menandakan bahwa pada aspek teknis pemilihan bibit sudah

pada kategori yang baik.

Berdasarkan hasil observasi menggunakan data wawancara, peternak

menggunakan jenis bibit unggul Isa Brown yang merupakan bibit ayam ras petelur tipe

medium yang berasal dari breeding lokal dan sudah terdaftar sertaterseleksi dari Medan.

Sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) keunggulan Isa Bwown yaitu: 1) tingkat

keseragaman tinggi, 2) dewasa kelamin yang merata, 3) produksi tinggi, 4) kekebalan

48
tubuh tinggi, 5) ketahanan terhadap iklim baik.

Produksi harian (hen day) pada peternakan AAPS Farm memiliki rata- rata

sebesar 83.93%. Hal ini sesuai dengan pendapat (ISA Brown-Alternative Product

System) kemampuan produksi perhari pada ayam petelur Isa Brown sekitar 80% hingga

94%.

Adapun faktor lain yang mempengaruhi penggunaan bibit adalah dalam tahap

pemilihan/seleksi. Seleksi sudah dilakukan sebanyak dua kali, seleksi pertama yang

berkaitan dengan keturunan sudah di seleksi dengan standar pabrik, dan seleksi kedua

yang berkaitan dengan kesehatan serta bentuk fisik bibit sudah diseleksi oleh peternak.

Pada faktor ini mendapatkan persentasi sebesar 100% dikarenakan penjual bibit dan

peternak sudah mengenal dengan baik dari turunan dan silsilah bibit yang akan

digunakan.

Kemudian dalam sistem perkawinan, aspek teknis peternakan AAPS Farm

mendapatkan persentasi yang baik yaitu 100%, hal ini dikarenakan sudah dalam arahan

dari dinas peternakan atau lembaga setempat yang terkait dan memiliki kewenangan

dalam hal tersebut (Kementan, 2001).

Selanjutnya untuk vaksinasi juga rutin dan terjadwal dilakukan oleh peternak,

karena menurut Kementan (2001) pentingnya menjaga hewan ternakdari berbagai macam

penyakit unggas seperti Avian Influenza, NewcastleDisease (ND), Fowl Kolera, Fowl

Pox,dll. Sehingga dalam hal ini aspek teknis mendapatkan skor sebesar 100%

Untuk masa produksi ayam petelur juga perlu diketahui oleh peternak, karena

sangat menentukan terhadap keberhasilan usaha ternak dalam mendapatkan keuntungan

yang maksimum. Dalam hal ini peternak sudahmengetahui masa produksi dari ternaknya,

di mulai pada usia 18 minggusudah mulai berproduksi, lalu pada minggu ke 40-45 terjadi

49
puncak produksi hingga minggu ke 85 yang menjadi akhir produksi (afkir). Sehingga

pada faktor aspek teknis ini mendapatkan skor sebesar 100%.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat tidak jauh

berbeda dengan penelitian Cica (2020) yang juga menggunakan bibit unggul jenis Isa

Brown yang berasal dari breeding lokal terdaftar, kemudian juga menerapkan seleksi bibit

di setiap hari pada minggu pertama, serta juga dilakukan vaksinasi.

4.3.2 Pakan

Efisiensi yang dilakukan dalam pengembangan penggunaan pakan sangat

diperhatikan oleh pemilik usaha. Aspek teknis pakan pada peternakan AAPS Farm dapat

di lihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Penerapan Aspek Teknis Pakan di Peternakan AAPS Farm


No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Jenis pakan yang 100 25 25
diberikan
2. Tersedia tempat 50 50 100
penyimpanan pakan
3. Bagaimana frekuensi 50 50 100
pemberian pakan
4. Kualitas air minum 50 50 100
5. Kuantitas jumlah air 50 50 100
minum
Jumlah 300 225
Persentase Skor Total 85

Seperti terlihat pada tabel di atas, persentase skor total aspek teknis pakan

adalah 85%, Usaha AAPS Farm memang sedang melakukan efisiensi terhadap pemberian

pakan dengan bimbingan dari Dinas Peternakan setempat. Pemberian pakan untuk fase

layer diberikan 2 kali sehari (pagi jam 09.00 dan sore jam 16.00).

50
Untuk memenuhi kebutuhan pakan fase layer, Peternakan AAPS Farm telah

melakukan efisiensi yang sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/ 1000 ekor (130

gr/ ekor), saat ini peternak hanya menghabiskan 115-125 kg/ 1000 ekor (115-125 gram/

gram /ekor). Cara yang dilakukan peternak adalah mengubah jenis pakan, yang

menggunakan campuran pakan konsentrat (34,83%), jagung (49,75%) dengan dedak

bekatul (15,43%) sebelumnya peternak hanya menggunakan dedak biasa. Dari skor

Ditjen Peternakan (1992), ini sudah menandakan bahwa penerapan aspek teknis pakan

di AAPS Farm sudah baik.

Menurut Dr. Budi Rahayu Tanama P.dkk, 2017, pada umumnya, pemberian

ransum pada ayam petelur ada yang mencampur:

1. Menggunakan pakan komplit dengan mencampur sendiri.

2. Menggunakan konsentrat pabrikan dengan mencampur jagung dan dedak padi

sebagai sumber energy, sedangkan konsentrat sebagai sumber protein.

Ada 3 pola dasar yang sering digunakan dalam mencampur konsentrat dengan

dadak dan jagung kuning:

1. 40% konsentrat: 40% jagung: 20% dedak padi.

2. 30% konsentrat: 50% jagung: 20% dedak padi.

3. 35% konsentrat: 50% jagung: 15% dedak padi.

Penerapan aspek teknis pakan pada AAPS Farm dapat dikatakan sudah hampir

memenuhi standar dari Ditjen Peternakan (1992) dan mendapatkan skor 85%. Hasil dari

observasi lapangan, untuk penggunaan air minum dari segi kualitas dan kuantitas

mendapatkan skor 100%. Ini dikarenakan di AAPS Farm sudah memiliki sumber air yang

baik seperti air sumur dan air PDAM. Sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan terjadi

kekurangan air minum untuk ternak. Menurut Rasyaf (2005) selain jumlah air harus

51
cukup, kualitas air juga harus baik, karena tidak semua air dapat di konsumsi dengan

aman oleh makhluk hidup.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat hanya

berbeda sedikit dengan penelitian Cica (2020) yang memberikan jenis pakan buatan

pabrik terdaftar, sedangkan di AAPS Farm memberikan pakan campuran olahan sendiri

atas bimbingan Dinas/ Penyuluh.

4.3.3 Tatalaksana Pemeliharaan

Tatalaksana pemeliharaan yang baik secara umum meliputi pemberian pakan,

pemberian air minum, bentuk dan ukuran kandang yang digunakan dan hal teknis lainnya.

Aspek teknis pemeliharaan di peternakan AAPS Farm dapat di lihat pada tabel 8 di bawah

ini:

Tabel 8. Penerapan Aspek Teknis Tatalaksana Pemeliharaan di Peternakan AAPS Farm


No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)

1. Pemberian pakan 15 15 100


2 Sistem pemeliharaan 25 25 100
3. Ratio jantan : betina 15 15 100
4. Seleksi telur 15 15 100
5. Penetasan 15 15 100
6. Recording 15 15 100
Jumlah 100 100
Persentase Skor Total 100

Berdasarkan tabel tersebut dijelaskan bahwa penerapan aspek teknis

pemeliharaan dan pengelolaan peternakan ayam petelur di AAPS Farm mendapat

persentase skor total sebesar 100%, yang mengacu pada Direktorat Jenderal Peternakan

(1992) menandakan bahwa penerapan aspek teknis pemeliharaan pada AAPS Farm sudah

52
baik.

Dari hasil wawancara dengan pemilik peternakan diketahui bahwa tatalaksana

harian yang dilakukan oleh pekerja kandang adalah melakukan pemeriksaan kandang dan

pemberian pakan pada pagi dan siang hari. Pengambilan telur di dilakukan 1 kali dalam

sehari di pagi hari. Pekerja kandang juga melakukan sortasi untuk memisahkan telur yang

utuh dengan telur yang retak, serta mengambil jika ada ayam yang mati untuk di kubur.

Sehingga dalam hal ini, skor aspek teknis yang didapat terkait penerapan pemberian

pakan adalah 100%.

Selain itu, karena sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak sudah full

intensif, dalam hal ini juga mendapatkan skor 100% berdasarkan standar Ditjen

Peternakan (1992). Begitu juga halnya dengan aspek teknis lainnya seperti sudah

dilakukannya seleksi telur dan aspek teknis pencatatan/recording. Pencatatan/recording

dilakukan untuk pembelian bibit, pembelian pakan, penjualan ternak, perkawinan,

kematian, kelahiran, vaksinasi dan pengobatan serta melakukan seleksi/sortasi terhadap

produksi telurnya. Recording juga penting dilakukan agar mudah dalam mengontrol

kegiatan-kegiatan di kandang dan keadaan ternak.

Berdasrkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat sesuai dengan

penelitian Cica (2020) dimana untuk pemberian pakan dilakukan sebanyak 1-2 kali

sehari, sistem pemeliharaan yang diterapkan intensif dan memiliki catatan atau recording

di dalam usaha peternakannya.

4.3.4 Perkandangan

Dalam mendirikan kandang yang baik, perlu diperhatikan tata letak bangunan,

desain kandang, dan pemilihan lokasi, lokasi harus jauh dari pemukiman, mendapatkan

sinar matahari dan terlindung dari angin, karena kandang merupakan tempat berproduksi

53
dan tempat berlindung bagi ayam. Data penerapan aspek teknis perkandangan dapat

dilihat dalam tabel 9 berikut:

Tabel 9. Penerapan Aspek Teknis Perkandangan di Peternakan AAPS Farm


No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1. Letak kendang 25 25 100
2. Kontruksi kendang 25 25 100
3. Luas/ efisiensi 25 25 100
kendang
4. Peralatan kandang 25 25 100
Jumlah 100 100
Persentase Skor Total 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penerapan aspek teknis

perkandangan terbilang sangat baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis

perkandangan yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dannilai ini termasuk

dalam kategori sangat baik menurut skor pada Ditjen Peternakan (1992).

Dari hasil wawancara dan observasi di lapangan dapat diketahui peternaksudah

menjalankan aspek perkandangan dengan baik seperti letak kandang yang sudah sesuai

dengan aturan yaitu jarak 5 meter dari rumah, jauh dari kebisingan dan jauh dari

pembuangan sampah. Kemudian dari segi kontruksi kandang juga sudah dilakukan

dengan baik seperti bahan yang digunakan kuat dan mudah didapat, lantai kuat, sinar

matahari masuk dan ventilasi yang baik.

Hal ini sesuai dengan poin yang dikemukakan oleh Hartati (2007) bahwa

struktur kandang yang baik harus kuat, memiliki sirkulasi udara yang baik, dan struktur

kandang harus mampu menahan beban kejut dan dorongan yang kuat dari hewan,

sehingga memungkinkan hewan agar merasa nyaman dan menjaga keamanan ternak

54
terlindungi dari pencurian.

Untuk efisiensi penggunaan kandang pada ayam layer juga sudah sesuai

dengan standar dari Ditjen Peternakan (1992) yaitu dalam ukuran 1 meter dapat memuat

ayam sebanyak 1-5 ekor. Serta peralatan kandang yang dimiliki juga lengkap seperti

tersedianya ember, sapu lidi, sekop, dan lain-lain. Kandang layer pada AAPS Farm

terbagi menjadi 2 lokasi yaitu di Kampuang Salo dengan populasi 13.000 ekor layer dan

3.000 ekor starter, serta di Kampuang Luak Lago dengan populasi 10.000 ekor layer.

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat memiliki

kesamaan dengan peneltian Cica (2020) yang memiliki lokasi kandang jauh dari

pemukiman, kebisingan dan pembuangan sampah, kemudian kontruksi kandang juga

menggunakan bahan yang kuat dan mudah didapat, penerapan efisiensi kandang sudah

baik yaitu 1 meter untuk 1-5 ekor ternak dan peralatan kandang tersedia lengkap di area

kandang.

4.3.5 Kesehatan dan Penyakit

Agen–agen penyakit seperti virus, bakteri, jamur, protozoa dan parasit

kapanpun bisa masuk ke peternakan dan membahayakan kesehatan ternak. Aspek teknis

terkait Kesehatan dan Penyakit dapat dilihat dalam tabel 10 berikut:

Tabel 10. Penerapan Aspek Teknis Kesehatan dan Penyakit di Peternakan AAPS Farm
No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1 Pengetahuan penyakit:
.
a) ND
 Tahu gejala 10 10 100
 Tahu penyebab 10 10 100
 Tahu cara 10 10 100
pemberantasan
nya

55
b) Fowl Fox

 Tahu gejala 10 10 100


 Tahu penyebab 10 10 100
 Tahu cara 10 10 100
pemberantasan
nya
c) Coccidiosis
10 10 100
 Tahu gejala
10 10 100
 Tahu penyebab
10 10 100
 Tahu cara
pemberantasan
nya
d) CRD 10 10 100

 Tahu gejala 10 10 100

 Tahu penyebab

e) Tahu cara
pemberantasannya 10 10 100

f) Cholera
 Tahu gejala 10 10 100

 Tahu penyebab 10 10 100

 Tahu cara 10 10 100


pemberantasa
nnya
2 Vaksinasi/ pencegahan 50 50 100
.
Jumlah 200 200
Persentase Skor Total 100

Dari tabel 10 di atas, pengetahuan terhadap gejala, penyebab dan cara

pemberantasan penyakit sudah baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis

kesehatan/ penyakit yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dan nilai ini

telah memenuhi kategori terbaik dari Ditjen Peternakan (1992).

56
Dari hasil wawancara dengan pekerja diketahui bahwa mereka sudah

memahami dan mendapatkan penyuluhan terkait kesehatan/penyakit unggas serta

memahami cara pencegahannya. Tindakan preventif yang dilakukan oleh AAPS Farm

adalah dengan melakukan vaksinasi, pemberian obat cacing, serta pemberian vitamin

yang dilakukan secara rutin dan terjadwal, baik untuk ayam DOC maupun ayam layer.

Untuk pemberian vaksin dengan intramuskular, dilakukan langsung oleh pemilik dalam

pengawasan Dinas Kesehatan ternak setempat

Tabel 11. Program Vaksinasi AAPS Farm

Umur (day) Vaksinasi Aplikasi


5 ND Gumboro tetes mata
5 ND-IB tetes mata
12 Gumboro tetes mata
17 ND-IB tetes mata
23 Gumboro air minum
29 ND-IB air minum
35 ND-AI air minum
45 B1 tetes mata, hidung
52 ND-IB air minum
70 - Pindah
82 Coryza suntik Intra moluskular
95 ND-IB air minum
105 A1 suntik intra moluskular
112 ND-IB-EDS suntik intra moluskular
119 Coryza suntik intra moluskular
119 ND-IB (produksi 5%) air minum
119 ND-IB kill suntik intra moluskular
141 Medivac ND G7B-IB suntik intra moluskular

57
Usaha ternak AAPS Farm juga telah melaksanakan program biosekuritas.

Menurut Winkel (1997), biosekuritas merupakan suatu system untuk mencegah penyakit

baik klinis maupun subklinis, yang berarti merupakan sistem untuk mengoptimalkan

produksi unggas secara keseluruhan dan merupakan bagian untuk mensejahterakan

hewan (animal welfare).

Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis untuk kesehatan dan

pencegahan penyakit pada ternak juga memiliki kesamaan dengan penelitian Cica (2020)

yang juga menerapkan pencegahan penyakit pada ternak menggunakan vaksinasi dan

biosekuritas. Selain itu, peternak juga sama-sama sudah memiliki pengetahuan terhadap

penyakit seperti ND, Fowl Fox, Coccidiosis, CRD dan Cholera.

4.4 Analisis Input Produksi Yang Mempengaruhi Produksi di Peternakan AAPS

Farm

4.4.1 Uji Statistik

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian, maka harus dilakukan uji statistik,

uji statistik digunakan untuk menentukan apakah variabel X memiliki hubungan yang

signifikan dengan variabel Y. Selain itu, uji statistik juga digunakan untuk melihat apakah

terdapat perbedaan antara dua atau lebih dari variabel penelitian. Untuk mengetahui

permasalahan tersebut, perlu dilakukan uji lebih lanjut sebagai berikut.

1) Uji F

Uji F merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas

berupa input produksi (Xi) secara bersamaanberpenganruh terhadap variabel tidak bebas

(Y).

58
Tabel 12. Hasil Analisis Uji F

Dari hasil analisis pada tabel ANOVA di atas, didapatkan nilai signifikasi

sama dengan 0,000 dan lebih kecil dari α (0,05), atau nilai Sig.0,000 < 0,05. Berdasarkan

hasil yang didapatkan, bahwa secara bersamaan input produksi (pakan, bibit, OVK dan

tenaga kerja) berpengaruh terhadaphasil produksi (produksi telur) di Peternakan AAPS

Farm.

2) Uji Determinasi (R2)

Pada uji determinasi (R2) ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar

persentase yang diberikan oleh variabel bebas atau input produksi terhadap variabel tidak

bebas atau output produksi.

Tabel 13. Hasil Analisis Uji Determinasi

Berdasarkan tabel analisis tersebut, didapatkan nilai koefisiendeterminasi / R

Square sebesar 0,970 atau sama dengan 97,0%. Ini menunjukan bahwa secara

bersamaan variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi

sebesar 97,0%. Sedangkan sisanya 3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti

atau disebut sebagai faktor eror (e)

59
3) Uji t

Uji t merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah input produksi

(Xi) di Peternakan AAPS Farm memiliki pengaruh secara keseluruhan atau satu persatu

terhadap output produksi (Y).

Tabel 14. Hasil Analisis Uji t

Berdasarkan tabel analisis tersebut, dijelaskan bahwa, semua variabel input

produksi seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3) dan tenaga kerja (X4) mempunyai

nilai signifikan masing-masing, untuk pakan (0.000), bibit (0.000), OVK (0.201), dan

tenaga kerja (0.001). Artinya untuk variabel pakan, bibit dan tenaga kerja yang memiliki

nilai signifikan kurang dari 0,05 berarti variabel input tersebut berpengaruh nyata

terhadap produksi pada Peternakan AAPS Farm. Sedangkan untuk OVK mendapatkan

nilai signifikan lebih besar dari 0.05, yang artinya variabel OVK tidak berpengaruh

nyata terhadap produksi telur diPeternakan AAPS Farm.

4.4.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah uji yang dilakukan sebelum melakukan analisis

regresi linier berganda, di dalam uji asumsi klasik terdapat beberapa uji yang harus

dilakukan seperti uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji

autokorelasi. Tujuan uji asumsi klasik adalah untuk menguji kelayakan suatu model

penelitian. Uji ini berguna untuk mengetahui apakah terjadi ketidaknormalan data,

multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi pada variabel-variabel penelitian

60
yang digunakan.

1. Uji Normalitas

Gambar 2. Normal P-Plot

Uji normalitas, bertujuan untuk menguji apakah data yang ada memiliki nilai

penyaluran hasil produksi yang normal atau tidak. Jika dilihat pada grafik yang ada pada

gambar 2. Normal P-Plot, digambarkan bahwa titik-titik pada grafik berada di dekat atau

bahkan menempel pada garis, ini menandakan bahwa data yang didapat berdistribusi

secara normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2001) bahwa pada pengujian

Normal Probability Plot, jika penyebaran titik-titik berada disekitar garis diagonal atau

penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, maka berarti data yang didapat berdistribusi

secara normal. Tetapi sebaliknya, jika titik-titik berada menjauh atau bahkan diluar garis,

berarti menandakan masih ada data yang tidak normal. Data yang baik ialah data yang

memiliki penyaluran hasil produksi yang normal atau mendekati normal.

61
2. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang

kuat antar variabel bebas. Jika memiliki hubungan pada model regresi, maka persamaan

tersebut tidak baik. Tetapi sebaliknya, jika tidak terdapat korelasi antar variabel bebas,

berarti persamaan tersebut dapat dikatakan baik.

Tidak terjadinya multikolinieritas pada model regresi merupakan prasyarat

agar persamaan tersebut baik. VIF (Variance Infaltion Factor) merupakan salah satu

metode untuk melakukan pengujian terhadap uji multikolinieritas.

Tabel 15. Hasil Analisis Uji Multikolinieritas

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF pakan (X1) yaitu 3.525,

bibit (X2) 4.295, OVK (X3) 1.695 dan tenaga kerja (X4) 5.173. Jika mengacu pada

pendapat Santoso (2001), maka model regresi memperlihatkan tidak terjadi masalah

multikolinieritas karena nilai VIF kecil dari 10 atau nilai tolerance besar dari 0.1, artinya

variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja tidak ada korelasi yang kuat antar variabel

bebas lainnya.

62
3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas ini merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui

apakah varian atau ragam residualnya konstan atau tidak. Pada intinya, ragam atau varian

residual harus konstan (homoskedastisitas), jika terjadi homoskedastisitas berarti uji

asumsi klasik sudah terpenuhi. Dan sebaliknya, jika terjadi ketidaksamaan dalam suatu

pengamatan, maka itu dapat disebut heteroskedastisitas. Uji ini sangat penting dalam uji

asumsi klasik seperti model regresi, jika uji ini tidak memenuhi syarat, maka modelregresi

tidak terpenuhi

Gambar 3. Scatterplot

Dengan melihat titik-titik penyebaran pada gambar 3. Uji Scatterplot dapat

dilihat tidak terjadi pola yang jelas serta titik-titik menyebar ke atas dan ke bawah angka

nol yang menandakan tidak terjadi gejala heteroskedatisitas. Hasil penelitian ini diperjelas

melalui uji gletser.

63
4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi di dalam

suatu pengamatan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya di waktu yang

berbeda. Autokorelasi ini akan muncul apabila terjadi pengamatan yang dilakukan terus

menerus atau berkelanjutan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada

penelitian ini, maka digunakan uji Durbin-Watson (DW Test). Yang dijelaskan seperti

pada tabel berikut:

Tabel 16. Hasil Analisis Uji Autokorelasi

Dari tabel analisis didapat nilai Durbin Watson (DW) yaitu 2.001 Kemudian

diperoleh dari Tabel Durbin-Watson α = 5% masing-masing nilai dL yaitu 1,4853 dan

nilai dU yaitu 1,7335.

Tabel 17, Cara Analisis:

Autokorelasi Autokorelasi
positif negatif

Tidak bisa Tidak bisa


diambil
diambil
kesimpulan
kesimpula n Non
Autokorelas i
0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
(1.4853) (1.7335) (2.2665) (2.5147)
DW(2.001)

Dari tabel 17, terlihat posisi DW berada diantara dU dan nilai 4- dL (2.2665),

64
maka hipotesis nol diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi antara residual pada

periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Mudjarat

Kuncoro (2003) bila nilai DW lebih besar dari pada batas atas (dU) maka koefisien

autokorelasi sama dengan nol. Artinya tidak terdapat autokorelasi positif dan juga

sebaliknya jika nilai DW lebih rendah dari pada nilai batas bawah (dL) maka koefisien

autokorelasi sama dengan nol. Artinya terjadi autokorelasi positif. Dan jika nilai DW

berada diantara dL dan dU, maka tidak bisa diambil kesimpulan.

4.4.3 Hasil Output Pengolahan Data Menggunakan SPSS

Dari hasil analisis pengolahan data-data pada peternakan AAPS Farm

menggunakan software SPSS, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 18. Hasil Analisis Output SPSS

Berdasarkan tabel 18, maka dapat dibuat persamaan regresi dengan

persamaan Cobb Douglas (Soekartawi, 1993):

Y = β0 X1𝛽1 X2𝛽2 X3𝛽3 X4𝛽4e

Y = 91,643 X159.316 X2-70.584 X3-0.241 X4 2.158 e

Dari hasil regresi di atas dapat diinterprestasikan sebagai berikut:

Pengaruh Pakan (X1) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Dari hasil analisis output SPSS, didapatkan nilai Signifikan lebih kecil dari α

0,05 yaitu sebesar 0,000. Kemudian nilai koefisien regresi yang didapatkan pada variabel

65
input pakan (X1) bernilai positif yaitu sebesar 59.316 dan berpengaruh signifikan

terhadap produksi telur (Y), artinya setiap dilakukan penambahan terhadap input pakan

(X1), maka akan berpengaruh terhadap produksi telur sebesar 59.316.

Signifikannya pengaruh pakan terhadap produksi telur disebabkan karena

sudah tercukupinya kandungan gizi untuk ternak dalam pemberian pakan di Peternakan

AAPS Farm. Pakan yang diberikan pada ternak berupa campuran konsentrat, dedak,

jagung dan tepungbatu. Pakan berasal dari olahan pabrik yang di beli dari Medan, terdapat

juga campuran pakan dengan olahan sendiri dari peternak seperti penambahan dedak

bekatul. Pemberian pakan yang rutin dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari. Ini

menandakan bahwa peternak pada Peternakan AAPS Farm sudah mengerti dalam

mengelola pakan pada proses pemeliharaan atau masa produksi. Selain itu, karena pakan

adalah faktor yang utama dalam produksi telur ketika menjalankan usaha peternakan.

Semakin cukup jumlah dan kualitas pakan yang diberikan, maka produksi telur akan

meningkat dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardhany (2017) bahwa

pakan yang diberikan akan mempengaruhi jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan.

Pengaruh bibit (X2) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Berdasarkan nilai Signifikan yang didapat, variabel bibit (X2) mendapatkan

nilai sebesar 0,000 atau kurang dari α 0,05. Nilai koefisien regresi yang didapatkan

bernilai negatif sebesar -70.584, namun berpengaruh nyata terhadap produksi telur.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Zulfanita (2022) yang bahwa faktor produksi bibit

berpengaruh nyata terhadap proses produksi. Berarti jika terjadi perubahan kuantitas bibit

pada suatu usaha peternakan, akan berpengaruh terhadap hasil produksi telur.

Hasil ini disebabkan karena peternakan AAPS Farm sangat memperhatikan

dalam hal penggunaan bibit, mulai dari penilaian terhadap jenis dan keturunannya hingga

66
bentuk fisik dari bibit yang akan digunakan. Hal ini dilakukan mengingat bahwa bibit

merupakan faktor penting dalam proses produksi. Dalam hal ini, peternak menggunakan

bibit jenis unggul Isa Brown, dengan rata-rata mortalitas per minggu sebesar 0,07% dan

persentase Hen Day sebesar 80,22%. Sesuai dengan (ISA Brown Alternative Product

System) pada ayam ras petelur jenis Isa Brown memiliki persentase kemampuan bertelur

80% - 94%. Dan angka mortalitas 0.7%, Artinya hasil produksi (Y) memenuhi standar

minimum strain Isa Brown. Hal ini disebabkan karena ternak mengalami keterlambatan

dalam proses produksi. Berbeda dengan pendapat Dedy Sulaiman (2019) dalam Jurnal

Peternakan Terapan menyebutkan bahwa bibit jenis Isa Brown mampu mencapai puncak

produksi pada umur 24-28 minggu dengan rata-rata persentase produksi sebesar 92,77%.

Sedangkan, berdasarkan observasi lapangan pada minggu ke 24-28 rata – rata persentase

produksi baru mencapai 62.04% dan puncak produksi pada peternakan AAPS Farm

terjadi pada minggu ke 40-44 dengan rata – rata produksi per minggu sebesar 93.40%.

Keterlambatan produksi yang dialami ternak menurut Dedy Sulaiman (2019), bahwa

konsumsi ransum salah satunya dipengaruhi oleh palatabilitas ternak terhadap perubahan

jenis pakan yang diberikan, dan dimakan, dapat dilihat dari respon pada bibit yang baru

masuk, karena ada perbedaan jenis pakan dari tempat asal ke peternakan AAPS Farm.

Selain itu, faktor stress, perubahan iklim juga dapat menurunkan produksi telur harian.

Pengaruh OVK (X3) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Dari hasil analisis menggunakan SPSS didapatkan nilai signifikan sebesar

0.201 atau lebih besar dari α 0,05 dan nilai koefisien regresi yang didapatkan dari faktor

produksi OVK (X3) sebesar -0.241. Ini tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur

di peternakan AAPS Farm. Artinya bahwa terjadinya perubahan dalam penggunaan OVK

pada proses produksi, tidak berdampak terhadap jumlah populasi ternak atau juga

67
terhadap jumlah produksi telur yang dihasilkan.

Hal ini disebabkan karena peternak sudah bisa mengetahui secara pasti

mulai dari gejala dan penyebab ternak sakit. Peternak juga sudah paham tindakan

preventif yang harus dilakukan dalam menangani penyakit terhadap ternak. Ketika

mengatasi ayam mati dan ayam yang sedang sakit, peternak melakukan pengecekan rutin

ke kandang setiap pagi dan sore hari, jika terdapat ternak yang sakit atau sudah mati,

ternak tersebut langsung dipisahkan dengan ternak lainnya agar menghindari penularan,

kemudian ternak yang sakit segera dilakukan pengecekan dan pemberian vitamin dengan

ilmu yang dimiliki oleh peternak, karena latar belakang peternak di AAPS Farm adalah

seorang dokter hewan, dan untuk ternak yang sudah mati segera di kubur.

Sesuai dengan pendapat Wakhidiati (2017) yang mengatakan bahwa jumlah

penggunaan OVK yang berlebihan, justru tidak efektif dalam penanganan penyakit. Hal

ini juga sesuai dengan penelitian Zulfanita (2022) yang menyatakan bahwa faktor

produksi OVK tidak berpengaruh terhadap proses produksi.

Pengaruh tenaga kerja (X4) terhadap jumlah produksi telur (Y)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai Signifikan 0,000 atau kurang dari

α 0,05. Nilai koefisien regresi yang didapatkan dari faktor produksi tenaga kerja (X4)

sebesar 2.158 dan berpengaruh nyata terhadap produksi dipeternakan AAPS Farm.

Artinya apabila peternakan AAPS Farm menambah jumlah tenaga kerja, maka jumlah

produksi telur yang dihasilkan juga akan bertambah. Sedikit saja merubah jumlah tenaga

kerja dalam proses produksi, maka akan berpengaruh terhadap produksi telur sebesar

2.158.

Hal ini disebabkan karena pembagian tugas dan jumlah tenaga kerja pada

peternakan AAPS Farmtelah diatur sedemikian rupa, dimana untuk petugas pengolahan

68
atau pencampuran ransum, pemberian pakan, pengambilan telur, sanitasi kandang,

transportasi atau distribusi produk telah diatur dengan baik. Saat ini usaha ternak AAPS

Farm menyerap sekitar 6 orang tenaga kandang, dengan jumlah starter 3000 ekor dan

ayam layer sekitar 23.000 ekor (24 kandang layer). Dengan penerapan pembagian tenaga

kerja yang cukup menyebabkan kondisi kandang menjadi nyaman dan bersih, kondisi

ayam sehat dan pakan yang diberikan selalu cukup untuk ternak.

Menurut Tatipikalawan (2012) produktivitas tenaga kerja akan meningkat

apabila cara pengelolaan sudah direncanakan atau terstruktur dengan baik serta sudah

memerhatikan dari segi ekonomisnya. Jika memerhatikan hal-hal tersebut, maka

pemakaian tenaga kerja akan lebih optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Zulfanita

(2022) bahwa tenaga kerja secara signifikan berpengaruh nyata terhadap proses produksi

pada suatu usaha peternakan ayam ras petelur.

4.5 Analisis Efisiensi Input Produksi

Analisis efisiensi dapat dilihat dari tiga bagian yaitu efisiensi teknis, alokatif

dan ekonomi. Karena ketiga bagian tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang

lainnya, sehingga dapat menggambarkan nilai-nilai pada faktor produksi yang maksimal

dalam suatu usaha. Efisiensi ekonomi akan tercapai apabila kedua efisiensi lainnya

(efisiensi teknis dan alokatif) juga tercapai.

a) Efisiensi Teknis

Berdasarkan nilai elastisitas pada koefisien regresi yang didapatkan dari fungsi

produksi Cobb-Douglas, dari masing-masing faktor produksi menggambarkan skala

usaha peternakan (return to scale). Nilai elastisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

69
Tabel 19. Hasil analisis efisiensi teknis
Input Produksi Elastisitas Produksi
Pakan 59.316
Bibit/Ayam Layer per In Take -70.584
OVK -0.241
Tenaga Kerja 2.158
Total -9.351

Dari hasil total koefisien regresi pada fungsi produksi Cobb-douglas seperti

pada tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa total nilai elastisitas dari faktor - faktor

produksi di AAPS Farm sebesar -9.351 yang berarti skala usaha pada usaha ternak AAPS

Farm termasuk ke dalam decreasing return to scale. Artinya, ketika penggandaan input

dilakukan, akan menyebabkan penggandaan output yang kurang proporsional. Hal ini

sesuai dengan pendapat Soekartawi (2003), jika jumlah elastisitas semua faktor produksi

kecil dari 1, berarti proporsi penambahan produksi kurang dari proporsi penambahan

faktor produksi (decreasing return to scal).

Aris (2013) menjelaskan fungsi produksi berdasarkan nilai elastisitasnya

dibagi atas tiga daerah, yaitu daerah I dengan elastisitas besar dari 1 yang berarti

keuntungan masih bisa ditingkatkan dengan melakukan penambahan input, daerah II

dengan elastisitas produksinya antara nol dan satu, berarti ini merupakan daerah rasional

untuk produksi dan terakhir daerah III dengan elastisitas produksinya kecil dari nol,

berarti daerah ini tidak rasional untuk penambahan input karena akan menghasilkan

kenaikan output yang negative (turun).

b) Efisiensi Alokatif

Dalam efisiensi alokatif ini, didapatkan nilai tingkat efisiensi yang dilihat dari

hasil perhitungan menggunakan rumus Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya

70
Korbanan Marjinal (BKM), dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 20. Tingkat efisiensi input produksi pada peternakan AAPS Farm

No Input Penggunaan Tingkat Hasil Ket


Produksi Input Produksi Efisiensi
1 Pakan 991.45 730.95 >1 Belum Efisien
(KG/minggu)
2 Bibit (In Take 1137 -661.38 <1 Tidak Efisien
Ayam Layer)
3 OVK 2530.17 -8.50 <1 Tidak Efisien
(g/minggu)
4 Tenaga Kerja 17.48 5971.21 >1 Belum Efisien
(HOK)

Berdasarkan hasil dari nilai efisiensi faktor-faktor produksi yang menggunakan

rumus efisiensi NPM/ BKM pada tabel tersebut, didapatkan nilai tingkat efisiensi pada

input produksi pakan (X1) sebesar 730.95 yang artinya penggunaan pakan pada

peternakan AAPS Farm belum efisien karena nilai yangdidapatkan >1, maka penggunaan

input pakan dapat ditingkatkan lagi agar sesuai dengan jumlah bibit yang dipelihara,

sehingga ayam dapat berproduksi dengan optimal.

Kemudian untuk penggunaan input produksi bibit (X2) pada peternakan

AAPS Farm mendapatkan nilai <1 yaitu sebesar -661.38 artinya adalah penggunaan

input produksi bibit tidak efisien. Nilai efisiensi yang <1 menandakan bahwa input harus

dikurangi agar dapat menjadi efisien. Dan dalam segi pemeliharaan harus ditingkatkan

lagi untuk menghindari kegagalan manajemen pemeliharaan ayam petelur agar memiliki

produktivitas telur harian yang tinggi dan tidak mengalami keterlambatan mencapai

puncak produksi.

Selanjutnya pada faktor produksi OVK (X3) mendapatkan nilai efisiensi

sebesar -8.50 artinya dalam penggunaam input produksi OVK pada peternakan AAPS

Farm dengan tingkat efisiensi <1. Artinya penggunaan input OVK tidak efisien dan harus

71
dikurangi agar bisa menjadi efisien. Penggunaan OVK pada peternakan AAPS Farm

dilakukan secara konsisten sesuai aturan berdasarkan standar dari Dinas/ Penyuluh dan

peternak sangat memperhatikan kondisi dari ternaknya karena peternak memiliki

kemampuan dalam mengetahui penyakit terhadap hewan ternak. Segala upaya dalam

pencegahan penyakit sudah dilakukan seperti pemberian vaksin, vitamin dan obat-obatan.

Input produksi tenaga kerja (X4) mendapatkan nilai efisiensi sebesar 5971.21

artinya faktor input tenaga kerja pada AAPS Farm belum efisien karena nilai yang didapat

>1, Artinya perlu penambahan tenaga yang saat ini dengan 6 orang tenaga kendang telah

dialokasikan untuk menangani 3000 ekor starter dan lebih kurang 23.000 ekor layer (24

kandang layer), kemampuan satu orang tenaga kerja dapat memelihara ayam ± 4300 ekor.

c) Efisiensi Ekonomis

Dalam proses produksi, efisiensi teknis merupakan syarat keharusan dan

efisiensi ekonomis merupakan syarat kecukupan dalam setiap pertimbangan pengambilan

keputusan produsen. Efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata–rata berada pada

maksimumnya dan efisiensi ekonomis tercapai pada saat nilai produk marjinal (NPM)

sama dengan biaya korbanan marjinalnya (BKM). Efisiensi ekonomis merupakan kata

lain dari “keuntungan maksimum” (Joko Sumarjono, 2004). Menurut Andi Yulyani,

dkk (2014) menjelaskan bahwa rumus untuk menentukan efisiensi ekonomi adalah:

EE = TE x AE

Ket:
EE: Nilai Efisiensi Ekonomis

TE: Nilai Efisiensi Teknis

AE: Nilai Efisiensi Alokatif

Jadi, nilai efisiensi ekonomi yang didapatkan adalah:

EE = -9.351 x 6032,28

72
EE = -56407,81

Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh nilai efisiensi ekonomis sebesar

-56407.81. Artinya, nilai yang didapatkan kecil dari 1 dan menandakan bahwa efisiensi

belum dilakukan dengan optimal.

73
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian tentang analisis efisiensi input produksi di

peternakan AAPS Farm, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dilihat dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kondisi input produksi

ayam petelur di peternakan AAPS Farm berada pada kondisi yang baik, karena sesuai

standar pada tabel penilaian aspek teknis ditjen (1992) dan mendapatkan nilai skor

sebesar 95,5%.

2. Dari hasil penelitian menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, input

produksi (X) seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3) dan tenaga kerja (X4) secara

bersamaan berpengaruh terhadap hasil produksi telur (Y) di Peternakan AAPS Farm.

Secara keseluruhan variabel input produksi berpengaruh terhadap produksi telur

dengan persentasi sebesar 97.0% dan sisanya sebesar 3% dipengaruhi oleh variabel

lain yang tidak di teliti. Kemudian analisis secara individu faktor produksi pakan,

bibit dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan faktor

produksi OVK tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi dalam usaha

peternakan ayam petelur di AAPS Farm.

3. Dari hasil analisis efisiensi input produksi, secara teknis total nilai elastisitas sebesar

-9.352 (<1) artinya skala usaha menurun (decreasing return to scale). Dan secara

alokatif didapatkan nilai efisiensi besar dari 1 dan kecil dari 1, artinya secara

keseluruhan penggunaan input produksi belum pada kondisi yang optimal.

Berdasarkan perhitungan efisiensi alokatif dan teknis didapatkan nilai efisiensi ekonomi

kecil dari 1, artinya efisiensi ekonomi di AAPS Farm belum optimal.

74
5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan dan kesimpulan yang sudah

didapatkan. Maka, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yang sekiranya dapat

bermanfaat untuk semua pihak yang terlibat pada penelitian ini:

1. Faktor produksi seperti pakan berpengaruh signifikan terhadap proses produksi di

Peternakan AAPS Farm. Hal ini disebebkan karena penggunaan komposisi pakan

yang seimbang dan memiliki kandungan gizi lengkap yang dapat memaksimalkan

produksi dari ternak. Tinggi rendahnya faktor produksi pakan dipengaruhi dari

pengetahuan peternak dalam mendapatkan, menyediakan dan menyusun bahan

pakan yang harus sesuai dengan kebutuhan ternak mulai dari segi kualitas hingga

kuantitasnya. Oleh karena itu, penggunaan bahan pakan yang seimbang dengan

mengkomposisikan pakan menggunakan jagung, dedak bekatul, konsentrat dan

tepung batu perlu diperhatikan dan dipertahankan.

2. Peternak diharapkan dapat meningkatkan produksi usaha ayam petelur di AAPS

Farm dan lebih mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor input produksi seperti

pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja dengan cara melakukan peningkatan terhadap

pemberian pakan, pengadaan bibit dan penambahan tenaga kerja. Kemudian

melakukan pengurangan terhadap penggunaan OVK dan meningkatkan pencegahan

seperti melakukan sanitasi.

3. Skala output dari produksi jangka panjang dilihat melalui koefisien elastisitas output.

Pada variabel bibit (X2) dan variabel OVK (X3) menunjukan skala output yang

menurun (Decreasing returns to scale). Untuk memperkecil kegagalan manajemen

pemeliharaan ayam ras petelur di Peternakan AAPS Farm perlu lebih diperhatikan

dalam penanganan terhadap bibit (X2) dan OVK (X3).

75
DAFTAR PUSTAKA

Achmanu., Muharlien., dan Akhmat, Salaby. 2011. Pengaruh Lantai Kandang (Rapat dan
Renggang) dan Imbangan Jantan-Betina Terhadap Konsumsi Pakan, Bobot
Telur, Konversi Pakan dan Tebal Kerabang pada Burung Puyuh. Ternak
Tropika. 12:1-
14. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Adisasmita, Raharjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ainur, R. dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan. Lokal Penelitian Sapi Potong Grati Pasuruan.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Aris. 2013. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Diandra Priamamitra.
Badan Pusat Statistik Lima Puluh Kota. 2020. Kabupaten Lima Puluh Kota dalam
Angka. Kabupaten Lima Puluh Kota: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota.

Badan Pusat Statistik. 2016. Populasi Ayam Ras Petelur Menurut Provinsi pada situs
https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 26 Juni 2017. Burung. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 3.
Dewanti, R dan Sihombing, G. 2012. Analisis pendapatan usaha peternakan ayam buras
(studi kasus di Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan). Buletin
Peternakan. 36(1):48-56.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kementerian Pertanian. Jakarta.

Ditjen Peternakan. 1992. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan.


Direktorat Jendral Peternakan, Jakarta.
DITJENNAK. 1992. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan. Proyek
Peningkatan Produksi Peternakan. Diktat. Direktorat Jenderal Peternakan
Departemen Pertanian. Jakarta.

Elly, Tugiyanti dan Iriyanti, N. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang
Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi
Menggunakan Isolat Produser Antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 1(2). 44-47.
Fadilah, Roni., Polana, A., Alam, S., dan Parwanto, E. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. Jakarta: Agromedia Pustaka.

76
Fadwiwati, A.Y. 2014. Analisisi Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Usahatani
Jagung Berdasarkan Varietas di Provinsi Gorontalo. Jurnal Agroekonomi
Volume 32 No 1, 1-12.
Fahmi, Irham. 2014. Manajemen Produksi dan Operasi. Bandung: Alfabeta.
Figoni, Paula. 2008. How Baking Works. Edisi 2. New Jersey: John Wiley
and Sons, Inc.
Gail, Stuart W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi:5. Jakarta: EGC.
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21
Update PLS Regresi. Cetakan VII. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.

Hartono, A. H. S. 1997. Beternak Ayam Kampung Pedaging. Pekalongan: CV.


GunungMas.

Haryum, M dan Pusvitasari, R. 2007. Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di


Indonesi Dengan Metode Data Envelopment Analysis. Jurnal Ekonomi dan
BisnisIslam. Vol.II No.3. 86-87.
Jahja, Jonas. 2004. Ayam Sehat Ayam Produktif. Bandung: Medion Poultry.
Karim, Adiwarman. 2007. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kartasudjana, R. dan Suprijatna, E. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Kartasudjana, R. dan Suprijatna, E. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Jakarta:
PenebarSwadaya.

Kasnodihardjo dan Friskarini, Kenti. 2013. Sanitasi Lingkungan Kandang, Perilaku dan
Flu. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 8, No. 3.

Krisno, R. D. 2013. Kelayakan Usaha Budidaya Ayam Petelur (Analisi Biaya Manfaat
dan BEP Pada Keanu Farm, Kendal). Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Skripsi) h: 6-10.
Kuncoro, Mudrajat. 2013. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 4. Jakarta:
Erlangga.
Lubis, A. M. dan F. B. Paimin. 2001. Kiat Pencegahan Penyakit Ayam Kampung
Pedaging. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta: PT. Pembangunan.

Mandang, E.F., Lumanauw, Bode., Walangitan, D.B. 2017. Pengaruh Tingkat Pendidikan
danPelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero),Tbk Cabang Manado. Jurnal EMBA Vol.5 No.3, Hal.4324-4335.
Masyhuri. 2007. Ekonomi Mikro. Malang: UIN Malang Press.

77
Mulyanto, B dan Isman. 2008. Bertahan di Tengah Krisis. Jakarta: Agromedia.

Murib, Pes., Kruniasih, I., dan Kadarso. 2014. Analisis Ekonomi Usaha Ayam Petelur di
Farm Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak, Sleman. Agros Januari.
16(1). 19–29.
Nawawi, A.M., Andayani, S.A., Dinar. 2017. Analisis Usaha Peternakan Ayam Petelur
Studi Kasus pada Peternakan Ayam Petelur Cihaur. Jurnal Ilmu Pertanian dan
Peternakan. Vol: 05. No.1.
Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari. Jakarta: Penebar Swadaya.

Peraturan Perundang-Undangan: UU No. 41 Tahun 1999 tentang Peternakan dan


Kesehatan Hewan.
Priyatno. 1997. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Jakarta. Penebar Swadaya.
Priyatno. 2004. Membuat Kandang Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahardi, F dan Hartono, R. 2003. Agribisnis Peternakan. Jakarta: PenebarSwadaya.

Rahmadi, F. I. 2009. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan Dony Farm


Kabupaten Magelang. Program Diploma III Agribisnis Peternakan. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Rasyaf, Muhammad. 1994. Beternak ayam petelur. Jakarta: Penebar Swadaya. Rasyaf,
Muhammad. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya. Rasyaf,
Muhammad. 2006. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya. Rasyaf,
Muhammad. 2010. Pengelolaan Produksi Telur. Yogyakarta: Kanisius.
Ross, Stephen Alan., Westerfield, Randolph., Jordan, B.D., Lim, Joseph., dan Tan, Ruth.
2015.Pengantar Kuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.
Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 11,5 Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Jakarta:PT Elex Media Komputindo.
Sarlan, Muhammad dan Ahmadi, R. 2017. Efisiensi Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur
di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Ilmiah Rinjani_Universitas Gunung
Rinjani. Vol. 5 No. 2.
Sedarmayanti. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan
ManajemenPegawai Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sekaran, Uma. 2011. Research Methods ForBusiness Edisi 1 and 2. Jakarta: Salemba
Empat.Setiadi,
Nugroho J. 2013. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Setyono, Dwi Joko, dkk. 2013. Sukses Meningkatkan Produksi Ayam Petelur. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Shafique, Muhammad Nouman., Naveed, Ahmad., Hussain, Ahmad., dan Adil,
Muhammad Yahya. 2015. A Comparative Study Of the Efficiency Of Takaful

78
And Conventional Insurance In Pakistan. International Journal Of
Accounting Research. Vol.2 No.5

Simanjuntak, Payaman. 2001. Pengantar konomi Sumber Daya Manusia.


Jakarta:LPFEUI.
Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Fajar Interpratama
Mandiri.
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi: Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-
Doughlas.Jakarta: PT Raja Grafindo Jaya.

Soekartawi. 2013. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.


Suci, D. M dan Hermana, W. 2012. Pakan Ayam. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta
Kanisius. Sudaryani, T dan Santoso. 2000. Pemeliharaan Ayam Ras Petelur Kandang
Baterai.Jakarta: Penebar Swadaya.

Sudaryani, T. 2009. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan R&D.


Bandung:Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Suharno, B. dan Setiawan, T. 2012. Beternak Itik Petelur di Kandang
Baterai. Bogor:Penebar Swadaya.

Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sulaiman, D., Irwani, N., dan Maghfiroh, K. 2019. Produktivitas Ayam Petelur Strain Isa
Brown pada Umur 24-28 Minggu. Jurnal Peternakan Terapan. Vol.1 (1): 26-
31.
Sumarjono, Djoko. 2004. Diktat Kuliah Ekonomi Produksi. Semarang. Program Studi
Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro.

Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Jakarta: Penebar Swadaya.

Susantun, Indah. 2000. Fungsi Keuntungan Cobb-Dauglas Dalam Pendugaan Efisiensi


Ekonomi Realtif. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.5 No.2. hal 149- 161.
Tatipikalawan, J. M. 2012. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Keluarga pada Usaha
Peternakan Kerbau di Pulau Moa Kabupaten Maluku Baratdaya. J.
Agroforestri. 7 (1): 8–14.

79
Topaloglu, S dan H. Selim. 2010. Nurse Scheduling Using Fuzzy Modeling Approach,
Fuzzy Sets and Systems. 161(11). 1543-1563.

Trisno Iwan, Gultom. 2020. Analisis Produktivitas Dengan Menggunakan Metode Fungsi
Produksi Cobb-Douglas Pada PT. Gold Coin Indonesia Kim II Mabar.
Skripsi. Medan: Universitas Medan Area.

Tugiyanto., Priyono., dan Mudawaroch, R. 2013. Analisis Pendapatan dan Efisiensi


Usaha Ayam Petelur di Kabupaten Wonosobo. Kudus: Surya Agritama.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi 4. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Wakhidati, Y. Nur, S. Nur, dan A. Einstein. Efisiensi Usaha Peternakan Ayam Broiler di
Kabupaten Magelang. Prosiding Seminar Teknologi Agribisnis Peternakan
(Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman: Vol. 5. 2017.
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: C.V Andi.

Wardhany, B.A.K., Cholissodin, I. dan Santoso, E., 2017. Penentuan Komposisi Pakan
Ternak Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur Dengan Biaya
Minimum Menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO). Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer: 1 (12): 1642-165.

Wibowo, S dan Supriadi, D. 2013. Ekonomi Mikro Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Widyantara, P.R.A., Wiyana, I.K.A., dan Sarini, N.P. 2013. Tingkat Penerapan
Biosekuriti pada Peternakan Ayam Pedaging Kemitraan di Kabupaten
Tabanan dan Gianyar. Jurnal Peternakan Tropika. 1 (1). 45-57.
Yatmiko, Ali. 2008. Kondisi Biosekuriti Peternakan Unggas Sektor 4 di Kabupaten
Cianjur. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Zulfanita., Abadi, J., dan Mudawaroch, R.E. 2022. Efisiensi Faktor-Faktor Produksi
Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Asosiasi Berkah Telur Makmur
Purworejo. Jurnal Program Studi Peternakan: Vol. 02 No. 01

80
81
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Pemilik Peternakan AAPS Farm.


1. Identitas Pemilik

Nama : Bp. Zulfahmi

Umur : 52 tahun

Tingkat Pendidikan : D3 Kesehatan (Laboratorium)

Pengalaman beternak : 20 tahun

Pekerjaan : Tenaga Kesehatan di RS Ahmad

Darwis Suliki

Alamat : Desa Tanjung, Kec. VII Koto

Talago

No Telepon : 081363491933

2. Populasi ternak

Jumlah ternak yang dipelihara : 26.000 (ekor)

Terdiri dari : a. Grower:3.000 (ekor)

b. Layer: 23.000 (ekor)

3. Tujuan Pemeliharaan

a. Sebagai mata pencarian pokok.

b. Pekerja sampingan

c. Lainnya.

4. Bangsa Ayam Yang dipelihara

a. Isa Brown

b. Lohmann

c. HyLine
d. Novogen

e. Lainnya

5. Luas lahan yang dimiliki : 1000m2

6. Pakan

Jumlah pakan: rata – rata : 125 (g/ekor) (lihat Data Primer)

1. Konsentrat : 34.83% x 1000 g (1kg) = 348.3 g

2. Dedak :-

3. Bekatul : 15.43% x 1000g (1kg) = 154.3 g

4. Jagung : 49.75% x 1000 g (1 kg) =497.5 g

5. Harga total : 5.000 (Rp/kg)

Harga Konsentrat : 9.000 (Rp/kg): 348.3 g /1000 g

x 9000 =Rp.3.134.7

Harga Dedak : 3.000 (Rp/kg)

Harga Bekatul : 2.000 (Rp/kg):154.3 g/1000 g x 2000

= Rp.308.6

Harga Jagung : 3.000 (Rp/kg): 497.5 g/1000 g x 3000

= Rp.1.492.5

7. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan: -

Harga obat- obatan:

Vitamin Stress setelah vaksin : Rp. 120.000/kg

Nd-ib live : Rp. 45.000/1000 ekor

Nd-ib kill (300 mL) : Rp. 450.000/1000 ekor

Obat cacing umur 28 minggu : Rp. 230.000/1000 ekor (1/2 kg)


Antisep : Rp.32.000 (120 mL)

Medisep : Rp.54.000 (per L)

Antibiotic, golongan : Oxytetracyclin, Doxy + Eritromicin

: dan amoxylin

8. Bibit

Jumlah bibit : 1.180 (ekor) per kedatangan

Harga bibit : 5.000 (Rp/ekor)

9. Tenaga kerja

Jumlah tenaga kerja : 16 (orang)

Upah tenaga kerja : Pria, 650.000 (Rp/orang/mgg)

Wanita: 500.000 (Rp/orang/mgg)


Lampiran 2. Perhitungan Kondisi Input
Persentase Skor Penerapan Aspek Teknis Ayam Ras Petelur di Peternakan AAPS
Farm
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡
Aspek Teknis = 𝑥 100%
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝐷𝑖𝑡𝑗𝑒𝑛

1. Bibit/ Reproduksi

1). Jenis Bibit yang dipelihara : 80/80 x 100% = 100%

2). Asal bibit yang dipelihara : 50/50 x 100% = 100%

3). Cara pemilihan / Seleksi : 50/50 x 100% = 100%

4). Sistem perkawinan : 40/40 x 100% = 100%

5). Vaksinasi terhadap bibit yang diterima : 40/40 x 100% = 100%

6). Pengetahuan masa berproduksi : 40/40 x 100% = 100%

2. Pakan

1). Jenis pakan yang diberikan : 25/100 x 100% = 25%

2). Apakah ada disediakan gudanguntuk penyimpanan bahan pakan:


50/50 x 100% = 100%

3). Bagaimana efisiensi pembarian pakan:


50/50 x 100% = 100%
4). Kualitas air minum : 50/50 x 100% = 100%

5). Kuantitas jumlah air : 50/50 x 100% = 100%

3. Tatalaksana pemeliharaan

1). Pemberian pakan : 15/15 x 100% = 100%

2). Sistem pemeliharaan : 25/25 x 100% = 100%

3). Ratio jantan: betina : 15/15 x 100% = 100%


4). Seleksi telur : 15/15 x 100% = 100%

5). Penetasan : 15/15 x 100% = 100%

6). Pencatatan / recording : 15/15 x 100% = 100%

4. Perkandangan

1). Letak kandang : 25/25 x 100% = 100%

2). Kontruksi kandang : 25/25 x 100% = 100%

3). Luas / efisiensi kandang : 25/25 x 100% = 100%

4). Peralatan Kandang : 25/25 x 100% = 100%

5. Kesehatan / penyakit

1). ND : 30/30 X 100% = 100%

2). Fowl fox : 30/30 x 100% = 100%

3). Coccidiosis : 30/30 x 100% = 100%

4). CRD : 30/30 x 100% = 100%

5). Cholera : 30/30 x 100% = 100%

6). Vaksinasi/pencegahan: 50/50 x 100% = 100%


Lampiran 3. Data output penggunaan input produksi peternakan AAPS Farm

LAYER FARM WEEKLY RECORDING


Farm/House: APPS Farm
Intake Date 3/13/2020
Intake Pop 1200
DOC Strain ISA Brown
NO. AGE Egg Prod Jml Pakan Jml Bibit Obat-Vitaminn Jumlah TK
(Week) (butir) (KG) (Ekor) (g) (HOK)
Y X1 X2 X3 X4
1 18 12 949.9 1180 2390.0 10.5
2 19 46 968.8 1174 2384.0 10.5
3 20 133 984.4 1170 2960.0 12.0
4 21 388 980.9 1165 4118.0 19.0
5 22 920 989.8 1162 2358.0 17.5
6 23 1802 1016.4 1160 2354.0 17.5
7 24 2836 1014.3 1159 2348.0 17.5
8 25 4053 1013.8 1158 2348.0 17.5
9 26 5085 1012.1 1155 2344.0 17.5
10 27 5993 1009.8 1153 2338.0 17.5
11 28 6526 1008.9 1153 2336.0 17.5
12 29 6854 1008.9 1152 2336.0 17.5
13 30 7169 1006.8 1149 2332.0 17.5
14 31 7210 1004.9 1147 2326.0 17.5
15 32 7288 1003.6 1147 2324.0 17.5
16 33 7382 1002.5 1145 2895.0 19.0
17 34 7430 1001.3 1144 4034.0 19.0
18 35 7259 1001.0 1144 2318.0 17.5
19 36 6885 1001.0 1144 2318.0 17.5
20 37 6895 1001.5 1143 4030.5 19.0
21 38 7065 999.5 1142 2314.0 17.5
22 39 7400 998.6 1141 2312.0 17.5
23 40 7457 998.4 1140 2312.0 17.5
24 41 7440 997.4 1139 2310.0 17.5
25 42 7455 996.6 1139 2308.0 17.5
26 43 7455 996.6 1139 2308.0 17.5
27 44 7440 995.8 1137 2306.0 17.5
28 45 7425 994.9 1137 2304.0 17.5
29 46 7379 994.9 1137 2872.5 19.0
30 47 7370 994.9 1137 2304.0 17.5
31 48 7371 994.1 1136 4006.0 19.0
32 49 7361 993.8 1135 2302.0 17.5
33 50 7360 992.1 1133 2298.0 17.5
34 51 7361 990.9 1132 2294.0 17.5
35 52 7373 990.5 1132 3992.0 19.0
36 53 7323 990.5 1132 2294.0 17.5
37 54 7278 990.5 1132 2294.0 17.5
38 55 7280 990.5 1132 2294.0 17.5
39 56 7245 990.5 1132 2294.0 17.5
40 57 7244 990.5 1132 2294.0 17.5
41 58 7225 990.5 1132 2294.0 17.5
42 59 7227 990.5 1132 2860.0 19.0
43 60 7304 990.5 1132 2294.0 17.5
44 61 7367 989.8 1131 3988.5 19.0
45 62 7298 988.1 1129 2288.0 17.5
46 63 7101 986.9 1127 2286.0 17.5
47 64 7082 985.5 1126 2282.0 17.5
48 65 6948 985.3 1126 2282.0 17.5
49 66 6835 985.3 1126 2282.0 17.5
50 67 6855 985.3 1126 2282.0 17.5
51 68 6829 984.8 1125 2280.0 17.5
52 69 6950 984.4 1125 2280.0 17.5
53 70 6927 984.4 1125 2280.0 17.5
54 71 6911 984.4 1125 2280.0 17.5
55 72 6918 984.4 1125 2842.5 19.0
56 73 6863 984.4 1125 2280.0 17.5
57 74 6780 984.4 1125 3967.5 19.0
58 75 6749 983.9 1123 2278.0 17.5
59 76 6698 982.3 1122 2276.0 17.5
60 77 6681 981.8 1122 2274.0 17.5
61 78 6674 981.6 1121 2274.0 17.5
62 79 6717 980.9 1121 2272.0 17.5
63 80 6777 980.9 1121 2272.0 17.5
64 81 6774 980.9 1121 2272.0 17.5
65 82 6681 980.9 1121 2272.0 17.5
66 83 6599 980.6 1119 2272.0 17.5
67 84 6535 979.1 1119 2268.0 17.5
68 85 6540 979.1 1119 2827.5 19.0
Lampiran 4. Uji Statistik
Uji F

Uji 𝑹𝟐

Uji t
Lampiran 5. Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas

Uji Multikolinieritas
Uji Heteroskedastisitas

Uji Autokorelasi
Lampiran 6. Perhitungan Efisiensi Alokatif
Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi pakan pada peternakan
AAPS Farm:
Diketahui:
Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = 91.643 X159.316 X2-70.584 X3-0.241 X42.158

 Rata-rata produksi (Y) = 6354 butir


 Rata-rata harga produksi = Rp. 9.531.463
 Rata –rata penggunaan pakan = 991.45 Kg
 Rata-rata harga input pakan = Rp. 4.957.239

59.316(6354)
 PMxi = = 380.163
991.45

 NPMxi = 380.163 (9.531.463) = 3623513554.22


𝑁𝑃𝑀𝑋𝑖 3623513554.22
 = = 730.95
𝑃𝑥𝑖 4.957.239

Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi bibit pada peternakan


AAPS Farm:
Diketahui:
Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = 91.643 X159.316 X2-70.584 X3-0.241 X42.158
 Rata-rata produksi (Y) = 6354 butir
 Rata-rata harga produksi = Rp. 9.531.463
 Rata –rata penggunaan bibit = 1137 ekor
 Rata-rata harga input bibit = Rp. 5.684.937

−70.584(6354)
 PMxi = = -394.475
1137

 NPMxi = -394.475 (9.531.463) = -3759919102.56


𝑁𝑃𝑀𝑋𝑖 −3759919102.40
 = = -661.38
𝑃𝑥𝑖 5.684.937
Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi OVK pada peternakan
AAPS Farm:
Diketahui:
Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = 91.643 X159.316 X2-70.584 X3-0.241 X42.158
 Rata-rata produksi (Y) = 6354 butir
 Rata-rata harga produksi = Rp. 9.531.463
 Rata –rata penggunaan OVK = 2530.17 g
 Rata-rata harga input OVK = Rp. 678.465

−0241 (6354)
 PMxi = = -0.605
2530.17

 NPMxi = -0.605 (9.531.463) = -5768929.39


𝑁𝑃𝑀𝑋𝑖 −5768929.39
 = = -8.50
𝑃𝑥𝑖 678.465

Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi tenaga kerja pada


peternakan AAPS Farm:
Diketahui:
Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = 91.643 X159.316 X2-70.584 X3-0.241 X42.158
 Rata-rata produksi (Y) = 6354 butir
 Rata-rata harga produksi = Rp. 9.531.463
 Rata –rata penggunaan tenaga kerja = 17.48 HOK
 Rata-rata harga input tenaga kerja = Rp. 1.252.206

2.158 (6354)
 PMxi = = 784.474
17.48

 NPMxi = 784.474 (9.531.463) = 7477181017.85


𝑁𝑃𝑀𝑋𝑖 7477181017.85
 = = 5971.21
𝑃𝑥𝑖 1.252.206

Total: 730.95 + -661.38 + -8.50 + 5971.21 = 6032.28


Lampiran 7. Uji Efisiensi
Uji Efisiensi Teknis
Input Produksi Elastisitas
Produksi
Pakan 59.316
Bibit/Ayam Layer per In Take -70.584
OVK -0.241
Tenaga Kerja 2.158
Total -9.351

Uji Efisiensi Alokatif


No Input Penggunaan Tingkat Hasil Ket
Produksi Input Produksi Efisiensi

1 Pakan 991.5 730.95 >1 Belum


(KG/minggu) efisien
2 Bibit (In Take 1137 -661.38 <1 Tidak
Ayam Layer) efisien

3 OVK 2531.0 -8.50 <1 Tidak


(g/minggu) efisien
4 Tenaga Kerja 17.48 5971.21 >1 Belum
(HOK) efisien

Total 6032.28

Perhitungan Efisiensi Ekonomis

TE AE EE (TE x AE) Hasil Keterangan


-9.351 6032,28 -56407,81 <1 Belum Optimal
Lampiran 8. Informasi data sebagai dasar perhitungan

No Informasi Satuan Nilai/Jumlah

1 Rata-rata Produksi telur butir/mgg 6.354


2 Rata-rata harga Produksi telur Rp/butir/mgg 9,531,463
3 Rata-rata penggunaan pakan KG/mgg 991.45
4 Rata-rata harga pakan Rp/KG/mgg 4,957,239
5 Rata-rata kedatangan bibit ekor 1137
6 Harga bibit umur 18 minggu Rp/ekor 5,684,937
7 Rata-rata penggunaan OVK g/ekor/thn 2530.17
8 Rata-rata biaya OVK Rp/ekor/thn 678,465
9 Rata-rata HOK L: 1.5 (8 jam) 10.79
P: 1 (6 jam) 6.69
total 17.48
10 Rata-rata Upah Tenaga Kerja Rp/mgg/orang 1,252,206
Rata-rata tingkat kematian
5,17
11 ayam/periode %
12 Rata-rata tingkat kematian ayam/mgg % 0.07
Lampiran 9. Perhitungan Hari Orang Kerja (HOK) Sistem Harian

Perhitungan digambarkan sebagai berikut:

1) 1 hari kerja =1 HOK atau sama seperti 6 jam kerja (pekerja wanita)

Jam 07.00 WIB – 12.00 WIB = 5 jam kerja

Jam 12.00 WIB – 13.00 WIB = istirahat

Jam 13.00 WIB – 14.00 WIB = 1 jam kerja

Jadi, dari jam 07.00 WIB – 14.00 WIB = 6 jam kerja atau disebut 1 HOK

(ditambah jam istirahat), Cara Menghitungnya:

Upah Tenaga Kerja wanita = 1 HOK =69.000/ hari X 7 hari =483.000 (Rp. 500.000)

2) 1 hari kerja = 1,5 HOK atau sama seperti 8 jam kerja (pekerja pria)

Dari point 1), kemudian dilanjutkan dari jam 14.00 WIB – 16.00 WIB = 2

jam kerja

Jadi, kerja antara jam 07.00 WIB – 16.00 WIB (ditambah istirahat) = 1,5

HOK atau disebut 1 hari kerja (8 jam kerja)

Maka, untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:

Upah kerja per HOK dikali 8 dibagi 6

Jadi, upah kerja untuk pekerja pria di AAPS Farm adalah:

8
69.000 x 6 = Rp. 92.000/ hari

Jika upah dibayarkan per minggu, maka Rp. 92.000 x 7 = Rp. 644.000 (Rp.

650.000)
LAMPIRAN GAMBAR

Dokumentasi pemberian pakan di AAPS Farm

Dokumentasi pengutipan telur pada pagi hari di AAPS Farm

Dokumentasi tempat pengolahan pakan di AAPS Farm


Dokumentasi OVK pada Peternakan AAPS Farm

Dokumentasi gudang penyimpanan hasil produksi di AAPS Farm

Dokumentasi sumber air minum bagi ternak di AAPS Farm


Dokumentasi di kandang ternak fase starter dan fase grower

Anda mungkin juga menyukai