SKRIPSI
OLEH:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2023
ANALISIS EFISIENSI INPUT PRODUKSI AYAM RAS PETELUR STUDI
KASUS PETERNAKAN AAPS FARM DI JORONG TANJUNG JATI, NAGARI
VII KOTO TALAGO, KECAMATAN GUGUAK
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Untuk menganalisis kondisi input produksi
ayam ras petelur (fase layer) di peternakan AAPS Farm; 2) Untuk menganalisis faktor
input produksi yang mempengaruhi produksi ayam ras petelur (fase layer) di peternakan
AAPS Farm; 3) Untuk menganalisis efisiensi penggunaan input produksi pada peternakan
AAPS Farm. Menggunakan metode studi kasus, dengan populasi ayam yang sudah
berproduksi sebanyak 23.000 ekor dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
metode observasi melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan. Dengan analisis
menggunakan Analisis data deskriptif kuantitatif yang mengacu pada “Pedoman
identifikasi faktor-faktor penentu aspek teknis Ditjen Peternakan (1992)”. Kemudian
menggunakan fungsi produksi Cobb-douglas dan analisis efisiensi. Dari hasil analisis
menunjukkan bahwa kondisi input produksi ternak ayam petelur di peternakan AAPS
Farm berada pada kondisi baik yang dilihat berdasarkan nilai aspek teknis ditjen (1992)
dengan nilai skor sebesar 95,5%. Berdasarkan analisis fungsi Cobb-Douglas faktor yang
mempengaruhi produksi di peternakan AAPS Farm yaitu pakan, bibit dan tenaga kerja.
Sedangkan faktor lainya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Dari hasil analisis
efisiensi nilai elastisitas produksi dari seluruh faktor produksi sebesar -9.351 yang
menunjukkan bahwa usaha berada pada kondisi decreasing return to scale yang
menunjukkan usaha peternakan belum mencapai tingkat efisiensi yang maksimal.
Kata kunci : Efisiensi produksi, Faktor-faktor produksi, Peternakan ayam ras petelur
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
penyusunan Skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Input Produksi Ayam Ras
Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS Farm Di Jorong Tanjung Jati, Nagari VII
Koto Talago, Kecamatan Guguak”. Penyusunan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas
Andalas.
berbagai pihak yang telah mendukung dan membimbing penulis. Terima kasih kepada
kedua orangtua, yaitu Yurmi Metri dan Yerimias M. Lamawuran. Yang telah dengan
tulus dan ikhlas memberikan kasih sayang, do’a, perhatian, dukungan moral dan materil
selama ini. Selanjutnya kepada seluruh keluarga besar penulis tanpa terkecuali yang telah
memberikan dukungan kepada penulis selama proses pembuatan Skripsi ini. Dalam
penyelesaian Skripsi ini banyak sekali bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak,
baik moril maupun materil, maka dengan itu dengan rasa hormat penulis mengucapkan
1. Bapak Dr. Ir. Adrizal, M.Si., selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Andalas,
Bapak Dr. Rusfidra, S. Pt, MP., selaku Wakil Dekan I Fakultas Peternakan Universitas
Andalas, Ibu Dr. Ir. Firda Arlina, M.Si., selaku Wakil Dekan II Fakultas Peternakan
Universitas Andalas, Bapak Dr. Ir. Rusmana Wijaya Setia Ningrat, M.Rur.Sc., selaku
iii
2. Bapak Dr. Kusnadidi Subekti, S. Pt, MP., selaku Ketua Program Studi Peternakan, Ibu
Dr. Riesi Sriagtula, S. Pt, MP., selaku Sekretaris Program Studi Peternakan Fakultas
3. Ibu Dr. Nurhayati, S. Pt, MM., selaku Ketua Bagian Pembangunan dan Bisnis
Peternakan, Ibu Dr. Fitrimawati, S. Pt, M.Si., selaku Sekretaris Bagian Pembangunan
4. Ibu Dr. Fitrimawati, S. Pt, M.Si., selaku Pembimbing I dan Ibu Ida Indrayani, S.Pt,
M.Si., selaku Pembimbing II, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Andalas yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan,
Universitas Andalas.
7. Bapak Zulfahmi dan Bang Aga, selaku pemilik Peternakan AAPS Farm yang telah
Tidak lupa penulis ucapkan kepada seluruh sahabat dan teman-teman penulis
yang tersebar dalam Grup Angkatan 18 (Merak Andalas), Kopaja Unand, KKN
SAVAKU, dan TGC yang senantiasa menemani penulis ketika jenuh mengerjakan
Skripsi ini. Serta semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu
yang telah memberikan dukungan, semangat dan do’a kepada penulis dalam penulisan
Skripsi ini.
iv
Hormat penulis dan terimakasih kepada semua pihak atas segala dukungan dan
do’anya, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan yang telah diberikan,
adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan
datang. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penuliskhususnya dan bagi
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ i
N ABSTRACT....................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
vi
2.2 Teori Produksi ………………………………………………………………. 9
4.2 Karakteristik Peternakan Ayam Ras Petelur pada AAPS Farm ......... 41
4.3 Kondisi Input Produksi Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 47
viii
4.4.1 Uji Statistik .................................................................................. 58
ix
DAFTAR TABEL
3. Karakteristik Pemilik Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm 44
4. Karakteristik Pekerja Peternakan Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm. 45
5. Aspek Teknis Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di Peternakan AAPS Farm ........ 50
10. Penerapan Aspek Teknis Kesehatan dan Penyakit di Peternakan AAPS Farm 59
x
DAFTAR GAMBAR
3. Scatterplot ........................................................................................................ 67
xi
DAFTAR LAMPIRAN
7. Uji Efisiensi……………………………………………………………………… 7
xii
I. PENDAHULUAN
berbasis agribisnis rakyat, terus bergulir melalui berbagai program unggulan subsektor
peternakan. Salah satu bahan pangan dari usaha peternakan yang umum ditemukan adalah
telur. Telur merupakan sumber protein hewani yang sangat digemari. Banyak jenis
makanan olahan atau kuliner yang berbahan dasar telur dan bisa dikonsumsi oleh semua
Ayam ras petelur merupakan ternak unggas yang dipelihara dengan tujuan
untuk menghasilkan telur yang optimal, output ini yang nantinya akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia (Setyono dkk., 2013). Karena menurut Suci
dan Hermana (2012) ayam ras petelur memiliki produktivitas yang tinggi dalam
menghasilkan telur. Selain itu, telur juga merupakan produk peternakan yang memberikan
kontribusi besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat sebagai sumber protein
hewani. Dan tidak sedikit dari masyarakat kita menjadikannya sebagai salah satu sumber
Nilai gizi yang terkandung dalam satu butir telur atau sekitar 50 gram telur
ayam rebus menurut Departemen Pertanian AS (USDA) adalah, Kalori 77, Karbohidrat
0,6 gram, Total Lemak 5.3 gram, Lemak Tak Jenuh Tunggal 2.0 gram, Lemak Jenuh 1.6
gram, Kolesterol 212 mg, Protein 6.3 gram, Vitamin A 6% dari kebutuhan harian, vitamin
B2 (Riboflavin) 15% dari kebutuhan harian, Vitamin B12 (cobalamin) 9% dari kebutuhan
9% dari kebutuhan harian, Selenium 15,4 mcg, atau 22% dari kebutuhan harian.
1
Memiliki nilai gizi yang baik dan harga yang terjangkau, serta wisata kuliner
permintaan telur. Dapat dilihat dari data tiga tahun terakhir, untuk produksi telur daerah
Sumatera Barat menurut Badan Pusat Statistik (2021) pada tahun 2019 mencapai
284.134.54 Ton kemudian mengalami peningkatan produksi tahun 2020 yaitu mencapai
321.917.73 Ton dan pada tahun 2021 mencapai produksi 289.152.19 Ton. Selain itu,
untuk jumlah populasi ayam ras petelur, di Sumatera Barat menurut Badan Pusat Statistik
(2021) menyatakan bahwa populasi ayam ras petelur di Provinsi Sumatera Barat tahun
2019 sebanyak 15.775.761 ekor, peningkatan populasi ayam ras petelur tahun 2020 yaitu
menyentuh angka 21.612.067 ekor dan tahun 2021 sebanyak 20.648.473 ekor.
keuntungan maksimum. Karena efisiensi merupakan salah satu cara dalam mencapai
serasi bisa meningkatkan efisiensi untuk memperoleh hasil yang maksimal. Adapun
rendahnya pendapatan pada usaha ternak dapat disebabkan karena adanya alokasi
mempengaruhi tingkat efisiensi produksi pada usaha peternakan. Menurut Sarlan (2017)
usaha peternakan ayam ras petelur memiliki beberapa input produksi seperti bibit, pakan,
investasi pemeliharaan kandang, tenaga kerja, dan obat-obatan serta biaya hidup selama
proses produksi. Untuk pakan sendiri bisa menghabiskan 60-70% biaya produksi
(Departemen Pertanian, 2008). Maka dari itu, efisiensi dalam menjalankan kegiatan
sebesar-besarnya.
Usaha AAPS Farm merupakan salah satu usaha peternakan ayam ras petelur
yang berada di Kecamatan Guguak, Nagari VII Koto Talago, Jorong Tanjung Jati. Usaha
ini merupakan usaha perorangan yang didirikan pada tahun 2003 yang dirintis dari usaha
kecil untuk sekedar memenuhi kebutuhan keluarga yang juga berawal dari ketertarikan
peternak terhadap ayam. Saat ini AAPS Farm memiliki luas tanah 1 Ha 2 dengan jumlah
kandang sebanyak 24 unit, populasi ayam petelur telah mencapai 26.000 ekor, dimana
jumlah populasi starter 3000 ekor, tidak ada Grower dan jumlah layer 23.000 ekor dengan
jenis bibit yang digunakan yaitu Isa Brown, serta tenaga kerja yang dipekerjakan di AAPS
denganmerk Mabar (MCL), Gold Coin (801 SP) dan Cargill, pakan tersebut di beli dari
Medan, Sumatera Utara. Sedangkan 1 merk lainnya yaitu Comfeed (MCG 36) di beli dari
Padang, Sumatera Barat. Keempat jenis pakan tersebut kemudian di olah kembali oleh
peternak dan di campur dengan bahan lainnya seperti dedak, jagung, dan tepung batu.
Untuk pengadaan bibit juga diperoleh dari Medan, Sumatera Utara. Sedangkan kebutuhan
nutrient mikro berupa suplemen vitamin menggunakan beberapa jenis atau merk seperti
Vita stress + Chikovit + gula, Colamox, Rhodivit, Heparnol, dan lain-lain yang diperoleh
dari Medan. Selain vitamin, pemberian vaksin juga dilakukan berkala dengan frekuensi
pelaksanaan per 3 bulan sekali, jenis vaksin yang biasa digunakan adalah Gumboro, ND
+ IB, ND + Al, dan lain-lain. Untuk sanitasi kandang dilakukan 2x/minggu, jenis
sanitan yang biasa digunakan adalah Rodalon, Antisep, Medisep, Obat cacing, dan lain-
lain.
3
Peternakan AAPS Farm pada saat ini sedang berusaha untuk melakukan
efisiensi input produksi dalam menjalankan usaha ternaknya. Untuk pakan ternak,
sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/ 1000 ekor (130 gr/ ekor), saat ini
peternak hanya menghabiskan 125 kg/ 1000 ekor (125 gr/ ekor). Cara yang dilakukan
peternak adalah mengubah jenis pakan dengan menggunakan campuran pakan konsentrat
dengan dedak bekatul, sebelumnya peternak hanya menggunakan dedak biasa. Untuk
harga dengan jenis pakan yang baru memang terbilang lebih mahal, tetapi dengan
penggunaannya yang lebih sedikit, akan menjadi lebih irit dan keuntungan yang didapat
oleh peternak lebih maksimum. Selain itu, efisiensi yang dilakukan oleh peternak di
AAPS Farm adalah dengan membeli bibit serta mengambil obat-obatan pada supplier
tersebut untuk memberikan sedikit gambaran tentang efisiensi input produksi bagi usaha
peternakan kepada pelaku usaha yang ingin memulai atau melakukan usaha peternakan
ayam ras petelur dan membangun hingga mengembangkan usaha tersebut. Selain itu,
peneliti ingin mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap pendapatan atau
penghasilan peternak dari usaha peternakan ayam ras petelur. Oleh karena itu, peneliti
akan melakukan analisis dengan judul “Analisis Efisiensi Input Produksi Ayam Ras
Petelur Studi Kasus Peternakan AAPS Farm di Jorong Tanjung Jati, Nagari VII
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi input produksi ayam ras petelur (Layer) pada usaha
2. Input produksi apa saja yang mempengaruhi produksi ayam ras petelur (Layer)
3. Apakah input produksi ayam ras petelur ( Layer) pada usaha Peternakan AAPS
AAPS Farm.
1. Bagi peternak harapannya agar dapat dijadikan sumber informasi yang berguna
2. Bagi peneliti lain agar dapat dijadikan sarana informasi untuk melakukan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
besarnya, sama halnya dengan usaha atau bisnis lainnya, usaha ayam petelur juga
demikian, dimana ingin mendapatkan serta menghasilkan laba dengan optimal. Maka,
penting bagi para peternak untuk mencari dan mendapatkan ilmu serta pengalaman
sebelum atau sedang melakukan usaha ternak, agar dapat membangun dan
maupun teknologi yang ada. Jika ditinjau dari aspek masyarakat dan kebutuhan gizi untuk
manusia, usaha ternakayam petelur memiliki prospek usaha yang cukup baik di Indonesia.
Karena berdasarkan standar nasional yang sudah ditetapkan, bahwa konsumsi protein per
hari per kapita adalah 55 gram dengan perbandingan presentasi 80% untuk protein nabati
dan 20% untuk protein hewani. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani sebesar 20%
itu bisa didapatkan dari telur. Oleh karena itu, usaha ternak ayam ras petelur sangat
6
2.1.2 Fase Fisiologis Ayam Petelur
1. Fase Starter
Menurut Kartasudjana dan Supriatna (2010) fase starter adalah fase awal dalam
pemeliharaan ayam, yaitu dimulai dari ayam berumur 1 hari (DOC) hingga
berumur 6-8 minggu. Dalam fase starter pemeliharaan harus dipersiapkan dengan
(kandang, brooder, suhu dan kelembaban, kepadatan kandang dan litter). Selain
itu, dalam mengatasi pencegahan penyakit juga harus diperhatikan, karena DOC
masih sangat rentan terhadap penyakit, agar nantinya pertumbuhan ayam dapat
2. Fase Grower
Fase grower adalah fase dimana ayam sudah berumur 6-14 minggu dan 14-20
dalam pemeliharaan pada fase ini yaitu perkandangan, pakan, pemotongan paruh
diberikan juga harus memiliki takaran yang sesuai, karena jika ayam terlalu gemuk
7
3. Fase Layer
Fase layer yaitu kondisi dimana ayam sudah mulai berproduksi (Kartasudjana dan
memiliki jengger yang besar dan berwarna merah, mata bersinar, kloaka
membesar dan jarak di ujung tulang pubis selebar 2-3 jari atau bahkan lebih. Di
dalam fase ini hal-hal yang harus dipersiapkan yaitu sistem pencahayaan, karena
peternakan, oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan. Di dalam usaha peternakan
ayam petelur, yang menjadi aspek tatalaksana pemeliharaan adalah bibit, pakan,
pemeliharaan yang baik sangat penting bagi peternak agar pemberian pakan selalu terjaga
dengan memerhatikan kualitas serta kuantitasnya, jika pemberianpakan tidak cukup, akan
menyebabkan pertumbuhan pada ayam menjadi lambat, yang seharusnya ayam pada umur
16 atau 18 minggu sudah dapat berproduksi, bahkan bisa mundur hingga di umur 20
minggu. Terutama untuk ayam pada fase layer. Ayam ras petelur rentan terkena
penyakit, untuk menghindari itu harus dilakukan upaya pencegahan misalnya dengan
yang sakit dari ayam yang sehat agar terhindar dari penyakit menular. Selain itu, untuk
ransum, pemberian pakan dan minum, pengambilan telur, penyeleksian telur, dan sanitasi
kandang.
8
2.2 Teori Produksi
barang atau jasa untuk menambah nilai guna dari barang atau jasa tersebut untukmemenuhi
kebutuhan masyarakat. Barang yang dihasilkan disebut produk dan orang yang membuat
atau menciptakan barang tersebut disebut produsen. Ada produksi barang dan ada
produksi jasa, produksi barang adalah yang dapat menambah nilai guna dengan
mengubah bentuknya, sedangkan produksi jasa adalah yang dapat menambah nilai guna
tanpa mengubah bentuknya (Nugroho J. Setiadi, 2013). Kegiatan produksi pada suatu
perusahaan sangat penting, karena kegiatan produksi adalah sumber penghasilan suatu
perusahaan pada bagian produksi perusahaan harus mampu meningkatkan hasil dan
keuntungan perusahaan dan harus menjaga kestabilan atau konsistensi mutu produk,
sehingga produk yang dihasilkan masih sesuai standar pasar. Jika produk stabil, maka
keuntungan yang diperoleh juga akan stabil atau bahkan meningkat (Fahmi, 2014).
Fungsi produksi adalah hubungan antara faktor input dan output yang
antara variabel input dan output. Variabel (X) sebagai input yang berperan untuk
menjelaskan variabel (Y) atau outputnya. Dalam hal ini, yang bertindak sebagai variabel
input adalah faktor produksi dan yang menjadivariabel outputnya adalah produksi
yang dihasilkan. Menurut Sukirno (2005) pada teori ekonomi ada tiga faktor produksi
yang tidak dapat berubah baik darijumlah atau hal lainnya, faktor-faktor tersebut adalah
tanah, modal dan keahlian. Hanya tenaga kerja sebagai faktor produksi yang dapat
9
berubah-ubah dari jumlahnya atau hal lainnya. Fungsi produksi digambarkan dalam
Q = f (K.L.R.T)
Dimana:
R = kekayaan alam
oleh faktor-faktor produksinya seperti jumlah tenaga kerja, modal, kekayaan alam, dan
Dimana:
melibatkan dua atau lebih variabel, yang kemudian salah satu variabelnya disebut
variabel (Y) atau dependen dan variabel yang lainnya disebut (X) atau independen
(Soekartawi, 2013). Adapun rumus atau gambaran dari Soekartawi (2003) yang
10
Y = a 𝑋1𝑏1 𝑋2𝑏2….. 𝑋𝑖𝑏𝑖 𝑋𝑛𝑏𝑛 eu
(a) adalah intersep, (b1) adalah koefisien regresi penduga variabel ke-1, lalu (e) yang
merupakan bilangan natural (e = 2,7182) dan (u) merupakan unsur sisa (Galat).
Dinyatakan dalam persamaan tersebut nilai tidak ada perubahan walaupun variabel sudah
dilogaritmakan. Itu semua dapat terjadi karena nilai b1, b2, b3,...bn memiliki elastisitas
antara X dan Y pada fungsi Cobb-douglas. Jumlah elastisitas yaitu return to scale fungsi
memiliki beberapa kelebihan. Menurut Gultom (2020) kelebihan fungsi produksi Cobb-
dilakukan.
(return to scale).
2.3.1 Bibit
Syarat dalam suatu produk dan yang menjadi pemegang peranan penting pada
langkah awal dalam membangun usaha peternakan ayam ras petelur adalah kualitas dari
bibit. Bibit yang digunakan merupakan gambaran awal dari kegiatan usaha peternakan.
Bibit harus di ambil dari indukan yang sehat. Ciri-ciri bibit yang sehat seperti memiliki
bulu yang halus, tidak memiliki cacat pada tubuh, nafsu makan yang baik, memiliki
11
ukuran badan normal dengan kisaran 35-45 gram, duburnya bersih, dapat berproduksi
dengan baik dan memiliki daya tahan yang baik terhadap penyakit (Rasyaf, 1997).
Indonesia terdapat jenis Isa Brown, Lohmann, Hyline dan Rode Island Red (RIR). Tujuan
adanya strain adalah agar terdapat keunggulan pada ayam seperti produktivitas yang
tinggi, konversi pakan yang rendah, daya tahan yang tinggi dan masa bertelur yang
panjang. Untuk strain Hyline adalah salah satu ayam petelur dwiguna yang bisa
menghasilkan telur sekaligus daging dan berkembang dipasaran (Setyono dkk., 2013).
Secara umum pada bibit akan mengalami tiga tahap pertumbuhan pada ayam
seperti fasel awal atau starter, dimana pada fase ini adalah ketika ayam masih DOC
(umur 1 hari) hingga ayam berumur 6 minggu. Kemudian masuk ke fase grower, dimana
pada fase ini merupakan ayam yang sudah berumur 6-18 minggu. Selanjutnya adalah fase
akhir (layer), dimana pada fase ini umur ayam di mulai dari 18 minggu hingga diafkir,
pada fase ini kondisi ayam sangat baik untuk berproduksi (Rasyaf, 2004). Pendapat lain
dari Rahmadi (2009) yang menyatakan bahwa pada fase layer umur ayam di mulai dari
2.3.2 Pakan
Yang menjadi komponen terbesar pada usaha peternakan ayam petelur adalah
pakan dengan presentasi 70-80%, sehingga para peternak harus pintar dalam mengelola
pakan dan kreatif dalam membuat pakan alternatif tetapi berkualitas untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak agar mengalami petumbuhan dan produksi teluryang baik.
Namun, pada sebagianbesar peternak juga masih menggunakan pakan jadi dari pabrik
dalam pemeliharaanya. Ada juga beberapa peternak membuat formulasi ransum sendiri
untuk ternak, dikarenakan harga pakan yang terus meningkat, selain itu juga dapat
12
menambahpemasukan atau pendapatan bagi peternak (Setyono dkk. 2013)
Produktivitas telur sangat dipengaruhi oleh pakan. Maka dari itu, pakanyang
diberikan harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. Menurut Tugiyanti dan Iriyanti
(2012) produktivitas dapat terwujud apabila kebutuhan ayam terpenuhi, mulai dari
pakannya yang cukup dan juga dari tatalaksana pemeliharaannya yang baik. Pada ayam
yang sudah masuk fase produksi atau fase layer. Menurut Wahju (2004) jumlah pakan
yang diberikan untuk ayam petelur tipe ringan yaitu sebesar 100 g/ekor/hari, untuk tipe
medium sebesar 120-150 g/ekor/hari, dan tipe berat yaitu di atas 150 g/ekor/hari.
Kemudian dalam pemberian ransum untuk ayam petelur dapat berdasarkan umur ayam,
yaitu ayam umur 18 minggu keatas sudah membutuhkan ransum dengan protein 17%,
energi metabolisme 2.900 kkal/kg, kalsium 2% dan fosfor 0,32% (Setyono dkk., 2013).
Selain itu, kebutuhan pakan terhadap unggas juga tergantung pada 2 faktor:
Misalnya, ketika cuaca dingin, unggas biasanya akan lebih banyak makan
daripada minum, sebaliknya ketika cuaca panas, unggas cenderung lebih banyak minum
Menurut Kartasudjana dan Supriatna (2006) bentuk bahan pakan memiliki tiga
golongan, yaitu mash (tepung), pellet (butiran dengan ukuran seragam) dan crumble
(butiran denga bentuk yang tidak seragam). Dari ketiga golongan tersebut jenis pakan
mash yang biasanya digunakan untuk ayam pada fase starter, jenis pakan crumble dapat
digunakan pada semua umur ayam, namun untuk jenis pakan pellet biasanya jarang
digunakan, karena ukuran dan bentuknya yang tidak sesuai dengan paruh ayam.
13
2.3.3 Tenaga Kerja
kerja merupakan bagian yang penting dalam kegiatan produksi dan yangpaling dominan
banyak tenaga kerja pada suatu perusahaan, maka kegiatan produksi akan semakin efektif
dan produk-produk yang dihasilkan juga berkualitas serta sesuai dengan kebutuhan
13 Tahun 2003, menyatakan bahwa tenaga kerja adalah mereka yang berusia antara 15
tahun sampai dengan 64 tahun. Jika seseorang tidak mampu untuk bekerja atau memang
tidak mau untuk bekerja, maka dapat dikategorikansebagai non tenaga kerja. Selain itu,
ada istilah lain yaitu penduduk di luar usiakerja adalah mereka yang berusia di bawah 15
tahun dan di atas 64 tahun (bukan usia produktif) seperti para pensiunan (manula) dan
pengaturan jadwal tenaga kerja sudah menjadi hal yang biasa dilakukan. Yang paling sulit
adalah ketika pengaturan jadwal tenaga kerja dengan sistem shift. Karena menurut
Topaloglu dan Selim (2010) tenaga kerja tidak diperbolehkan untuk bekerja lebih dari 7
jam per harinya, sedangkan hampir setiap perusahaan atau bahkan semua perusahaan
bekerja selama 24 jam. Maka dari itu, jadwal tenaga kerja harus di bagi-bagi menjadi
14
2.3.4 Obat, Vaksin dan Kimia (OVK)
a) Vitamin
ternak, vitamin diperlukan untuk pertumbuhan dan membantu dalam meningkatkan daya
tahan tubuh (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Pemberian multivitamin dan elektrolit
untuk ayam dilakukan sebelum dan sesudah vaksinasi (Fadilah dan Polana, 2005).
b) Vaksinasi
Vaksin memiliki 2 jenis, yaitu vaksin aktif dan inaktif. Vaksin aktif adalah
vaksin yang mengandung virus dan virus tersebut telah dilemahkan, sedangkan vaksin
inaktif adalah vaksin yang mengandung virus tetapi sudah dalam keadaan mati.
Vaksinasi juga merupakan salah satu cara dalam pencegahan penyakit (Suharno dan
Setiawan, 2012).
dilemahkan kedalam tubuh ternak (Suprijatna dkk., 2008). Vaksin aktif sebaiknya
segera dilakukan karena pada vaksin aktif berisi virus yang hanya dilemahkan.
Pemberian vaksinasi terhadap ternak bisa dilakukan melalui beberapa cara seperti melalui
air minum, kemudian melalui cara meneteskannya di mata, hidung dan mulut, lalu dengan
cara disemprot serta penyuntikan (Fadilah dan Polana, 2005). Untuk pemberian melalui
air minum sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari guna menghindari panas dari
sinar matahari.
dari komoditas ternak, kemudian jenis vaksin dan penyakit yang dialami. Pelaksanaan
15
peternakan, kualitas vaksin dan vaksinatornya serta kondisi kesehatan ayam (Setyono
dkk., 2013).
maupun pemeliharaan agar bisa saling melengkapi untuk melakukan pencegah penyakit
(Rasyaf, 2001). Ayam yang sakit harus segera dipisahkan dari kumpulan ayam sehat, hal
ini dilakukan untuk mencegah kematian terhadap ayam yang diakibatkan oleh penyakit
tertentu (Setyono dkk., 2013). Menurut Kasnodiharjo dan Friskarini (2013) ayam yang
sakit, dapat dilakukan penanganan dengan cara memisahkan dari ayam yang sehat dan
c) Antibiotik
penyerapannya, cara kerja, spektrum dan reaksi kombinasinya. Karena itulah yang
menjadi ukuran sukses peternak dalam pemberian antibiotik dalam rangka mencegah
d) Biosecurity
penyakit, tujuannya agar penyakit tidak dapat masuk ke lingkungan kandang (Suharno
dan Setiawan, 2012). Suatu usaha peternakan yang menerapkan biosecurity dengan ketat,
maka resiko terhadap penularanpenyakit pada hewan ternaknya akan berkurang (Setyono
dkk., 2013). Tindakan biosecurity dapat berupa pengawasan lalu lintas pada ternak.
Pengawasan lalu lintas bukan hanya untuk ternak. Menurut (Setyono dkk., 2013) juga
mengawasi dan mengatur lalu lintas orang, kendaraan dan lain-lain yang berada di lokasi
memasuki kawasan peternakan seperti pintu gerbang yang merupakan titik pertama
16
sebelum berurusan dengan hewan ternak, maka sebelumnya harus disiapkan alat sprayer
dan bak celup yang sudah di isi air dan disinfektan (Fadillah dan Polana, 2005). Oleh
karena itu, sebelum dan sesudah memegang ternak unggas, petugas kandang juga harus
menerapkan bosecurity dengan cara mencuci tangan dengan sabun (Kasnodiharjo dan
Friskarini, 2013). Adapun biosecurity juga diterapkan terhadap kendaraan dan juga
orang-orang yang keluar masuk area peternakan, yaitu dengan memasuki kubangan atau
kolam disinfektan dan disemprot dengan cairan disinfektan (Yatmiko, 2008). Alat-alat
transportasi yang berada di dalam ataupun dari luar peternakan juga harus dilakukan
penyemprotan yang bertujuan untuk membunuh bibit penyakit (Widyantara dkk., 2013).
2.3.5 Kandang
dan aman agar ternak terhindar dari stress sehingga kesehatan ternak dapat terjaga dan
dapat berproduksi dengan optimal (Suprijatna dkk., 2005). Kandang yang dibuat juga
harus memiliki beberapa aspek seperti aspek kesehatan dan tata lingkungan kandang yang
baik serta teratur, hal ini guna mempermudah peternak untuk melakukan kontrol dan
pengendalian terhadap hewan ternaknya (Hartono, 1995). Kandang yang baik adalah
kandang yang mengarah dari barat ke timur atau bisa juga sebaliknya, sesuai dengan arah
Adapun tujuan dari arah barat timur adalah untuk menghindari panas matahari
secara langsung baik di pagi hari maupun siang hari (Priyatno, 1999). Menurut Priyatno
(1999) ada beberapa konstruksi kandang yang harus diperhatikan seperti ventilasi udara,
dinding kandang, lantai, atap dan bahan- bahan yang digunakan untuk pembuatan
kandang.
17
Bentuk dan ukuran kandang juga harus menyesuaikan jumlah populasi ayam.
Kandang yang berbentuk kotak atau sangkar (cage), tipe kandang seperti ini sebaiknya di
buat menggunakan kawat, bambu atau bisa juga dengan seng. Ukuran kandang biasanya
40 x 40 x 20 cm tiap ekor ayam (Sudarmono, 2003). Jika kandang dengan sistem battery
sebaiknya di buat dari bambu dengan ukuran tiap kotaknya adalah 40 x 35 x 40 untuk tiap
2 ekor ayam dan lokasi kandang sebaiknya juga harus dekat dengan sumber air, kemudian
dekat dengan akses jalan dan harus jauh dari pemukiman penduduk (Halim, 2007).
Kemudian Priyatno (2004) menambahkan bahwa lokasi kandang akan lebih baik jika
terdapat pepohonan dengan tujuan agar udara segar masuk sehingga ternak merasa
nyaman, pohon juga dapat mencegah hembusan udara langsung yang masuk ke kandang.
Atap kandang sebaiknya menggunakan bahan yang dapat memantulkan radiasi panas
matahari, bahan yang cocok untuk pembuatanatap kandang adalah seperti genting dan
dialokasikan dengan optimal dan baik, sehingga dalam mencapai output yang diharapkan
dapat menggunakan biaya yang rendah. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat
Menurut Susantun (2000) terdapat tiga perbedaan pada efisiensi yaitu efisiensi
teknik, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi. Kemudian ditambahkan oleh Timmer
Efisiensi teknik menjadi ratio input yang akan digunakan dengan output yang ada,
18
efisiensi alokatif merupakan hubungan antara biaya dan output. Efisiensi alokatif ini akan
terwujud apabila suatu perusahaan dapat mencapai keuntungan yang maksimum, dan
efisiensi ekonomi merupakan gabungan dari efisiensi teknik dan efisiensi alokatif.
Teori efisiensi juga berkaitan dengan teori konsumsi serta produksi pada
ekonomi mikro. Di dalam teori konsumsi, efisiensi yang dilakukan adalah konsumen
dalam teori produksi, efisiensi yang dilakukan adalah perusahaan dapat menghasilkan
yang dihasilkan, yang di mulai dari tahapan membeli dan menggunakan input atau bahan
untuk produksi. Jadi, pada teori produksi ini dapat terlihat bagaimana caraperusahaan
dari input hingga menjadi output (Karim, 2007). Sebelum melakukan efisiensi terdapat
syarat yang harus diperhatikan, yaitu rasio harga input dan output (Wibowo dan Supriadi,
2013). Rumus yang digunakan untuk mencari efisiensi menggunakan rumus NPM
sebagai berikut:
𝑁𝑃𝑀𝑥𝑖
Tingkat efisiensi = 𝑃𝑥𝑖
kinerja serta kemampuan daya saingnya pada suatu industri. Cara untuk mengukur
efisiensi yaitu dengan menilai daya saing antara input dan output (Shafique, Muhammad
Nouman., dkk, 2015). Menurut Muharam dan R. Pusvitasari (2007) ada tiga jenis
19
pendekatan pengukuran efisiensi, yaitu:
1. Pendekatan Rasio
Pendekatan rasio dilakukan dengan cara membandingkan antara output dan input.
Jika, output yang dihasilkan dapat maksimal dengan menggunakan input yang
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 (𝑌)
Efisiensi = 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 (𝑋)
2. Pendekatan Regresi
dimana tingkat output dipengaruhi dari berbagai tingkat input. Persamaan regresi
Y = f (X1,X2,X3,X4,…Xn)
Dimana:
Y = Output
X = Input
3. Pendekatan Frontier
Ada dua jenis pendekatan frontier untuk mengukur efisiensi, yaitu pendekatan
Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribusi Free Approach (DFA) atau tes
metode Data Envelopment Analysis (DEA) atau tes statistik non parametik.
Kemudian rumus untuk mencari efisiensi menurut (Ross Stephen A et al, 2015)
20
adalah sebagai berikut:
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Efisiensi = x1
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
efisiensi dan pendapatan usaha ayam ras petelur. Dalam melakukan analisisnyadigunakan
beberapa metode seperti pengaruh faktor produksi, jumlah pakan, jumlah ternak satuan
ekor, produksi telur, jam kerja, obat, vaksin, kimia terhadap pendapatan dan efisiensi
ekonomi pada usaha ayam ras petelur. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan
rata-rata efisiensi usaha ayam ras petelur sebesar 1,25. Kesimpulannya, faktor-faktor
produksi mempengaruhi pendapatan dan efisiensi usaha ayam ras petelur. Persamaan
penelitian adalah menganalisis variabel terkait faktor produksi yaitu analisis regresi
berganda.
variabel jumlah tenaga kerja, kandang, obat-obatan, bibit, dan pakan. Adapun metodeyang
digunakan adalah regresi linier berganda. Lalu hasil yang diperoleh adalah bahwa faktor-
Pendapatan kotor yang diperoleh peternak sebesar Rp. 277.525.208 dan pendapatan
Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak layak untuk diusahakan. Dalam penelitian ini
memiliki persamaan yaitu menggunakan metode analisis regresi berganda dan variabel
21
Kemudian Dewanti dan Sihombing (2012) juga menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi dan pendapatan dari usaha peternakan ayam buras. Metode
dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, uji F dan uji t. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata pendapatan bersih dari usaha ternak ayam
buras adalah 89 ekor, pendapatan yang diperoleh dari penjualan feses dan telur yaitu
dan nilai koefisien determinasi adalah 0,646. Jadi, secara keseluruhan pendapatan ayam
buras yang sudah termasuk biaya pembelian ayam, pakan, obat dan vitamin, tenaga kerja,
serta listrik yaitu sebesar 64,6%, dan memiliki sisa sebesar 35,4% yang dipengaruhi oleh
variabel- variabel diluar objek penelitian. Pada uji F, variabel independen secara
uji t, pendapatan hanya dipengaruhi oleh faktor pembelian ayam dan biaya listrik,
sedangkan faktor lainnya tidak berpengaruh. Persamaan dari penelitian ini yaitu
Usaha peternakan ayam ras petelur adalah usaha yang terus mengalami
sehari-hari sebagai sumber protein hewani. Selain itu, usaha ini juga memiliki potensi
untuk dikembangkan. Dalam usaha peternakan ayam ras petelur ada beberapa faktor
produksi yang harus diperhatikan, seperti bibit, pakan, obat- obatan, perkandangan,
tenaga kerja dan sebagainya. Dengan adanya faktor produksi tersebut nantinya akan
membantu peternak dalam mencapai target pendapatan pada usahanya. Peternak juga
22
pemilihan supplier untuk obat-obatan, pembelian bibit dan sebagainya. Dengan demikian,
pendapatan peternak semakin meningkat karena hasil dari usaha ternak tersebut tetap
sesuai target, namun dari segi faktor produksi terjadi pengurangan biaya produksi.
oleh berbagai input produksi, untuk menghasilkan output produksi, dengan menerapkan
23
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
24
2.7 Hipotesis
H1: b1 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel pakan (X1) terhadap nilai
2. H0: b2 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel bibit (X2) terhadap
H1: b2 ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan antara variabel bibit (X2) terhadap nilai
4. H0: b4 = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel tenaga kerja (X4)
25
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan pada usaha peternakan AAPS Farm di Jorong
Tanjung Jati, Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak. Dengan pertimbangan usaha
ternak tersebut termasuk usaha skala besar dengan populasi ayam sebanyak 3000 ekor
Starter dan 23.000 ekor Layer. Menurut Dinar (2017) jumlah populasi diatas 12.000 ekor
artinya usaha peternakan tersebut termasuk skala besar. Informasi dari Badan Statistik,
Kecamatan Guguak bisa dikatakan sebagai sentral peternakan ayam ras petelur di
Kabupaten 50 Kota. Waktu penelitian selama 1 bulan, yaitu pada bulan Desember 2022
– Januari 2023 atau hingga data yang dibutuhkan untuk penelitian terpenuhi.
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus. Metode studi kasus
merupakan metode dengan tujuan untuk mengetahui suatu kejadian atau fenomena,
pelaksanaan penelitian studi kasus juga harus memiliki informasi atau data lengkap yang
bisa diperoleh dari metode penelitian lain agar dapat memberikan informasi secara detail
(Walgito, 2010). Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatifdan kuantitatif.
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer ayam Layer
dalam 1 periode kedatangan (sekitar 1.200 ekor). Dikarenakan waktu kedatangan bibit
berbeda-beda dan yang akan diamati adalah waktu produksinya (per minggu), maka
dari itu, dilakukan penelitian dengan sampel saja untuk menggambarkan kondisi
primer dalah data berisi informasi - informasi yang langsung diperoleh dari pihak yang
bersangkutan atau yang dimintai keterangan oleh peneliti dan memiliki kaitan atau sesuai
26
dengan variabel. Sumber data primer adalah responden individu, kelompok, hingga
internet yang juga dapat menjadi sumber data primer jika pengambilan data menngunakan
kuisioner.
atau melalui pertemuan langsung dengan pemilik Peternakan AAPS Farm dan terjun
(2006) dimana metode observasi digunakan untuk mengumpulkan suatu data dengan cara
sebagai berikut:
b. Pakan
Indikator penilaian:
Jenis pakan
Kualitas pakan
Jumlah yang diberikan
c. Perkandangan
Indikator penilaian:
Letak dan lokasi kandang
Konstruksi kandang
Kebersihan kandang
27
Keefisiensian pemakaian kandang dan penggunaan peralatan kandang
Sesuai dengan tujuan penelitian kedua, maka variabel yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Elastisitas produksi
Produksi (butir)
Harga produksi (Rp)
Jumlah faktor produksi
metode dengan tujuan untuk memberikangambaran terhadap kondisi atau keadaan secara
28
objektif, dimana dari proses awal pengambilan data hingga penampilan hasilnya
untuk menjelaskan variabel subjek studi yang sesuai dengan tujuan penelitian, sepertiusia,
kesehatan ternak. Untuk melihat kondisi input tersebut diperlukan faktor penentu dari
aspek teknis. Ditjen Peternakan (1992) mempunyai pedoman faktor penentu dalam aspek
29
c. Tidak diatur 5
31
3. Luas / efisiensi kendang a. Baik: 1 m untuk 1-5 ekor ternak 25
b. Sedang: 1 m untuk 6-10 ekor ternak 10
c. Kurang: 1 m untuk lebih dari 10 ekor 5
32
Dari aspek teknis yang diperoleh, dikumpulkan dalam bentuk tabel, kemudian
c. Kategori kurang, jika persentase skor yang diperoleh kurang dari 60%
Perhitungan nilai skor untuk tiap aspek teknis dilakukan dengan perhitungan:
dalam penelitian ini yaitu menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Dimana fungsi
produksi Cobb-Douglas merupakan bentuk persamaan regresi non linier yang dapat di
Keterangan:
β 0: Konstanta
33
β 1, β 2: Koefisien regresi
e: Variabel pengganggu
a) Uji Statistik
1) Uji t
Untuk menguji apakah input produksi yang digunakan dari usaha ayam ras
petelur berpengaruh nyata terhadap output adalah menggunakanuji-t dengan cara semua
variabel bebas diuji satu persatu. Agar lebih memahami dan mengetahui dari masing-
Jadi, jika t-hitung > t-tabel dan Sig < 0,05 maka H0 di tolak dan H1 diterima artinya
Uji koefisien determinasi yang dilambangkan (R2). Uji ini bertujuan untuk
dependen. Koefisien determinasi memiliki nilai antara nol dan satu. Jika nilai (R2) kecil
terbatas. Tetapi, jika nilai (R2) mendekati 1 berarti variabel- variabel independen dapat
2011).
34
3) Uji F
masing dari variabel independen memberikan pengaruh yang sama terhadap variabel
dependen. Maka perlu dilakukan analisis uji F ini. Hipotesis dalam uji F ini adalah:
Jadi, jika nilai F-hitung > F- tabel atau Sig < 0,05 maka H0 di tolak danH1 diterima.
Uji Asumsi Klasik merupakan uji prasyarat untuk menganalisis lebih lanjut
terhadap data yang telah dikumpulkan dan dilaksanakan sebelum melakukan suatu
analisa. Pengujian ini bertujuan agar mendapatkan modelregresi yang memenuhi kriteria
BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Pengujian Asumsi Klasik harus dilakukan
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian analisis regresi linear berganda terhadap
hipotesis penelitian. Data- data yang akan diolah adalah sebagai berikut:
1) Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui lebih lanjut dalam model
regresi, apakah variabel pengganggu memiliki distribusi yang normal. Uji normalitas
merupakan uji untuk menentukan data yang diambil dan dikumpulkan dari populasi
normal. Karena pada uji (t) parsial pun memiliki asumsi bahwa nilai residual mengikuti
distribusi normal. Jika dilanggar maka uji statistik tidak valid pada jumlah sampel yang
kecil. Untuk mendeteksi distribusi residual normal atau tidak adalah menggunakan
35
2) Uji Multikolinearitas Data
lebih lanjut, apakah pada model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas. Model
regresi yang baik di dalamnya tidak terjadikorelasi antar variabel bebas. Pelaksanaan uji
multikolinearitas dilihat dari besaran nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai
tolerance. Variabel independen tidak bisa menjelaskan antara variabel satu denganyang
lainnya, sehingga nilai tolerance yang nantinya akan mengukur dan menjelaskan variabel
independen terpilih yang sebelumnya tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Jadi, jika nilai tolerance rendah, maka nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance).
3) Uji Autokorelasi
apakah dalam model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode (t) dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Dinamakan
4) Uji Heterokedastisitas
pada model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual antar pengamatan yang
dilakukan. Uji heteroskedastisitas memiliki beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
melakukan pengujian, seperti uji grafik plot, uji white, uji park dan uji glejser.
Heteroskedastisitas tidak terjadi apabila pola yang ada tidak jelas dan kemudian di atas
dan di bawah angka 0 pada sumbu Y terdapat titik-titik yang menyebar (Ghozali, 2011).
36
3.5.3 Analisis Efisiensi
berikut:
disebut dengan koefisien regresi. Maka dari itu, nilai produk marginal (NPM) faktor
𝑏.𝑌.𝑃𝑦
NPM= 𝑥
Dimana:
b: Elastisitas produksi
Y: Produksi (butir)
produksi yang diperoleh dari perbandingan antara nilai produk marginal (NPM) input X
tersebut dengan harga satuan input (Px), dengan rumus sebagai berikut:
𝑁𝑃𝑀𝑥𝑖
Tingkat Efisiensi = 𝑃𝑥𝑖
Dimana:
Jika NPM / Pxi = 1, atau NPM / BKM = 1, maka nilai input produksi tersebut optimal
Jika NPM / Pxi < 1, atau NPM / BKM < 1, maka penggunaan nilai input produksi
melebihi optimal dan harus mengurangi jumlah input
Jika NPM / Pxi > 1, atau NPM / BKM > 1, maka penggunaan nilai input produksi
kurang optimal dan harus menambahkan jumlah input
37
3.6 Definisi Operasional
1) Data produksi adalah kumpulan catatan dan fakta mengenai kegiatan pada
produksi. Data bisa diambil per hari, per minggu, per bulan dan lain-lain.
(Output).
3) Bibit adalah ternak yang telah memenuhi syarat tetentu dan siap untuk
dikembangkan.
4) Pakan adalah bahan yang diperuntukan sebagai sumber makanan untuk ternak
yang dapat di makan, di cerna dan di serap oleh ternak. Dan tidak menimbulkan
6) Obat hewan adalah sesuatu persediaan yang bisa berupa benda padat, cair dan
selama proses produksi, seperti skop, gerobak, cangkul dan lain - lain.
38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Puluh Kota, Sumatra Barat, Indonesia. Dibatasi oleh wilayah di sebelah utara yaitu Nagari
Jopang Manganti dan Talang Maur Kecamatan Mungka. Di sebelah selatan dengan
Limbanang Kecamatan Suliki dan sebelah timur berbatasan dengan Guguak VIII Koto
Kecamatan Guguak.
Luas daerah 21 kilometer persegi atau seluas 21.000 Hektar dengan 7 Jorong.
Dataran tinggi Nagari Tujuah Koto Talago secara geografis terdiri atas wilayah perbukitan
bergelombang yaitu Jorong Padang kandi, Jorong Sipingai dan Jorong Tanjung Jati.
Dataran yaitu Talago, Ampang Gadang, Koto Kociak dan Padang Jopang. Ketinggian
Pada tahun 1979 sampai 2000, Sistem Pemerintahan Desa waktu itu terdiridari
7 desa yaitu: Desa Talago, Desa Ampang Godang, Desa tanjung Jati, DesaKoto Kociak,
Desa Padang Kandi, Desa Sipingai dan Desa Padang Jopang. Pada tahun 2001, terjadi
perubahan sistem pemerintahan dari Desa kembali ke Nagari sesuai dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota No. 1 Tahun 2001 dan terjadilah pemekaran 7 desa
menjadi 7 Jorong satu kenagarianyaitu Nagari Tujuah Koto Talago, tanggal 29 Februari
39
1. Jorong Talago
6. Jorong Sipingai
AAPS Farm, berada di Jorong Tanjuang Jati, Nagari VII Koto Talago,
Kecamatan Guguak. Didirikan oleh Bapak Zulfahmi pada tahun 2003. Peternakan AAPS
Farm ini mengawali usahanya dengan populasi awal 1000 ekor. Usaha ini berkembang
hingga total populasi ayam pada Maret 2023 dengan 2 lokasi usaha berjumlah 23.000
Luas area kendang AAPS Farm ± 1 Ha yang dibagi menjadi 2 lokasi yang
berjauhan. Lokasi pertama berada di Kampung Salo. Dan lokasi kedua berada di
Kampung Luak Lago. Pada lokasi pertama terdapat kantor AAPS Farm, kandang starter
dan kendang layer, gudang pakan dan gudang telur. Pada lokasikedua terdapat kandang
layer dan Gudang penyimpanan telur sementara. Sistem perkandangan baterai untuk
ayam layer dan kandang litter untuk ayam starter dengan sistem pemeliharaan Intensif.
Usaha ayam ras petelur AAPS Farm memiliki pekerja sebanyak 8 keluarga (16
orang), termasuk 2 pemilik. Tugas dan tanggung jawab terhadap pekerjaan sudah dibagi
40
Tabel 2. Data Pekerja AAPS Farm
1 Pengawas Kandang 1
2 Tenaga grinding dan mixing pakan 3
3 Tenaga kendang: 6
* Pemeriksaan kendang
* Pemberian pakan 2 x sehari
* Pengambilan telur 1 kali sehari
(sekalian sortasi telur retak & bagus)
5 Administrasi/pembukuan 1
6 Driver & kenek 2
7 Kebersihan lapangan 1
Tabel 3. Karakteristik Pemilik Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm
No. Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Umur (tahun)
0 – 11 0 0%
12 – 25 0 0%
26 – 45 1 50%
46 -65 1 50%
>65 0 0%
2. Tingkat Pendidikan
SD 0 0%
SMP 0 0%
SMA 0 0%
Perguruan Tinggi 2 100%
41
3. Pengalaman Beternak (tahun)
1 -5 0 0%
6 – 10 1 50%
11 – 15 0 0%
16 – 20 1 50%
4. Pekerjaan Utama
Petani 0 0%
Peternak 2 100%
Dan Lainnya (buruh) 0 0%
Tabel 4. Karakteristik Pekerja Usaha Ternak Ayam Ras Petelur AAPS Farm
42
Petani 0 0,00%
Peternak 12 85.71%
Dan Lainnya (buruh) 2 14.29%
4.2.1. Umur
tahun dan non produktif adalah usia muda dan usia tua. Pada usaha peternakan AAPS
Farm bisa dilihat pada Tabel 3, persentase umur pemilik usaha ternak AAPS Farm berada
pada rentang usia yang produktif. Sama halnya dengan persentase umur pekerja lainnya
di Tabel 4. Dari hasil survei didapat persentase umur pemilik dan pekerja sebesar 100 %
usia produktif. Jika dilihat dari rataan usia tersebut, bisa disimpulkan bahwa sebagian
besar pekerja di kelompok ini adalah generasi milenial yang lahir di era 80-an hingga
2000-an awal. Sehingga dari data tersebut dapat diartikan bahwa peternak sangat mampu
dalam menjalankan usaha ternak ayam ras petelur serta mampu mengelola peternakan
diindentifikasikan sebagai kelompok yang terdiri dari orang yang berusia 15 hingga 64
tahun. Banyaknya usia produktif tersebut akan berpengaruh di banyak sektor, termasuk
ekonomi.
Menurut Anggi Warsito (2022) Bila dikelola dengan benar, tenaga kerja yang
berasal dari kelompok ini bisa mambantu meningkatkan produktifitas negeri. Pasalnya
tenaga kerja usia produktif biasanya punya kelebihan baik dari segi stamina, fisik serta
43
4.2.2. Tingkat Pendidikan
pikir, sikap dan tingkah laku yang diyakini mampu meningkatkan produktivitas kerja
demi tercapainya target yang telah ditetapkan. Pada Tabel 3, terlihat bahwa pemilik
tingkat pendidikan pekerja rata – rata adalah SD dengan persentase 71.43%. Hal ini
memperlihatkan karakteristik untuk tingkat pendidikan pekerja pada usaha ternak AAPS
Farm masih rendah, sehingga cukup sulit dalam menerapkan inovasi terbaru. Hal ini
sesuai dengan pendapat Stuart dan Sundeen (2013) yang mengatakan bahwa tingkat
pendidikan akan membuat individu semakin mudah untuk menangkap informasi dan
menguaraikan suatu masalah. Mereka yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan
memberikanrespon yang rasional dari pada mereka yang berpendidikan lebih rendah.
pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinarja karyawan. Artinya setiap terjadi
Justru tingkat pendidikan dan pelatihan secara simultan atau pelatihan secara parsial,
44
4.2.3. Pengalaman Beternak
berpengaruh terhadap pola pikir, sikap dan tingkah laku. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa karyawan pada usaha ternak AAPS Farm memiliki pengalaman yang
cukup lama dalam beternak ayam ras petelur. Hal ini terlihat dari hasil survey,
karyawan. Begitu juga dengan pemilikusaha telah menjalankan usaha ini selama kurun
karyawan sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik terhadap manajemen
maka akan semakin tinggi keahlian dan keterampilan sehingga pengalaman kerja akan
1) Lama waktu/masa kerja, ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah
45
4.2.4. Pekerjaan Utama
terbanyak atau yang memberikan penghasilan terbesar. Dan pekerjaan yang bisa
dilakukan di luar dari pekerjaan utama merupakan bentuk pekerjaan sampingan. Dari
hasil survey didapatkan data bahwa pekerjaan utama dari pemilik AAPS Farm adalah
100% usaha peternakan, walaupun ada bisnis dan pekerjaan lainnya, namum penghasilan
terbesarnya adalah dari hasil usaha peternakan. Demikian juga untuk pekerja, sebanyak
Hal ini menandakan bahwa pekerjaan utama karyawan memang sebagai peternak ayam
ras petelur pada usaha ternak AAPS Farm yang merupakan sumber penghasilan terbesar
mereka.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jika seseorang hanya mempunyai satu
pekerjaan, maka pekerjaan tersebut digolongkan sebagai pekerjaan utama. Bila pekerjaan
yang dilakukan lebih dari satu, maka pekerjaan utama adalah pekerjaan yang
dilakukannya dengan waktu terbanyak. Jika waktu yang digunakan sama, maka pekerjaan
dikatakan mempunyai pekerjaan lebih dari satu apabila pekerjaan yang dilakukan berada
46
4.3. Kondisi Input Produksi Ayam Ras Petelur pada Peternakan AAPS Farm
Input produksi adalah elemen yang mendukung upaya penciptaan nilai atau
menambah nilai suatu barang. Dalam penelitian ini untuk mengetahui kondisi input
produksi pada perusahaan peternakan AAPS Farm ditentukan dan ditinjau dari aspek
teknik pemeliharaan Ayam Petelur yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan
pada tahun 1992. Dari hasil penelitian yang telah di analisis menggunakan aspek teknis
dengan persentase skor total 95%. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (1992) jika
dilihat dari skor keseluruhan pada aspek teknis pemeliharaan, kondisi input produksi di
peternakan AAPS Farm sudah memiliki standar yang baik. Karenapemilik usaha
yang berlatar belakang pendidikan seorang dokter hewan dan menyadari bahwa dari
masing-masing aspek teknis memegang peranan sangat penting dalam proses produksi.
47
4.3.1 Bibit
41 Tahun 2014, benih merupakan ternak yang sudah diwariskan memiliki sifat unggul
persentase skor total sebesar 100%. Dari hasil tersebut, jika mengacu pada Direktorat
Jenderal Peternakan (1992) menandakan bahwa pada aspek teknis pemilihan bibit sudah
menggunakan jenis bibit unggul Isa Brown yang merupakan bibit ayam ras petelur tipe
medium yang berasal dari breeding lokal dan sudah terdaftar sertaterseleksi dari Medan.
Sesuai dengan pendapat Rasyaf (2002) keunggulan Isa Bwown yaitu: 1) tingkat
48
tubuh tinggi, 5) ketahanan terhadap iklim baik.
Produksi harian (hen day) pada peternakan AAPS Farm memiliki rata- rata
sebesar 83.93%. Hal ini sesuai dengan pendapat (ISA Brown-Alternative Product
System) kemampuan produksi perhari pada ayam petelur Isa Brown sekitar 80% hingga
94%.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi penggunaan bibit adalah dalam tahap
pemilihan/seleksi. Seleksi sudah dilakukan sebanyak dua kali, seleksi pertama yang
berkaitan dengan keturunan sudah di seleksi dengan standar pabrik, dan seleksi kedua
yang berkaitan dengan kesehatan serta bentuk fisik bibit sudah diseleksi oleh peternak.
Pada faktor ini mendapatkan persentasi sebesar 100% dikarenakan penjual bibit dan
peternak sudah mengenal dengan baik dari turunan dan silsilah bibit yang akan
digunakan.
mendapatkan persentasi yang baik yaitu 100%, hal ini dikarenakan sudah dalam arahan
dari dinas peternakan atau lembaga setempat yang terkait dan memiliki kewenangan
Selanjutnya untuk vaksinasi juga rutin dan terjadwal dilakukan oleh peternak,
karena menurut Kementan (2001) pentingnya menjaga hewan ternakdari berbagai macam
penyakit unggas seperti Avian Influenza, NewcastleDisease (ND), Fowl Kolera, Fowl
Pox,dll. Sehingga dalam hal ini aspek teknis mendapatkan skor sebesar 100%
Untuk masa produksi ayam petelur juga perlu diketahui oleh peternak, karena
yang maksimum. Dalam hal ini peternak sudahmengetahui masa produksi dari ternaknya,
di mulai pada usia 18 minggusudah mulai berproduksi, lalu pada minggu ke 40-45 terjadi
49
puncak produksi hingga minggu ke 85 yang menjadi akhir produksi (afkir). Sehingga
Berdasarkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat tidak jauh
berbeda dengan penelitian Cica (2020) yang juga menggunakan bibit unggul jenis Isa
Brown yang berasal dari breeding lokal terdaftar, kemudian juga menerapkan seleksi bibit
4.3.2 Pakan
diperhatikan oleh pemilik usaha. Aspek teknis pakan pada peternakan AAPS Farm dapat
Seperti terlihat pada tabel di atas, persentase skor total aspek teknis pakan
adalah 85%, Usaha AAPS Farm memang sedang melakukan efisiensi terhadap pemberian
pakan dengan bimbingan dari Dinas Peternakan setempat. Pemberian pakan untuk fase
layer diberikan 2 kali sehari (pagi jam 09.00 dan sore jam 16.00).
50
Untuk memenuhi kebutuhan pakan fase layer, Peternakan AAPS Farm telah
melakukan efisiensi yang sebelumya peternak bisa menghabiskan 130 kg/ 1000 ekor (130
gr/ ekor), saat ini peternak hanya menghabiskan 115-125 kg/ 1000 ekor (115-125 gram/
gram /ekor). Cara yang dilakukan peternak adalah mengubah jenis pakan, yang
bekatul (15,43%) sebelumnya peternak hanya menggunakan dedak biasa. Dari skor
Ditjen Peternakan (1992), ini sudah menandakan bahwa penerapan aspek teknis pakan
Menurut Dr. Budi Rahayu Tanama P.dkk, 2017, pada umumnya, pemberian
Ada 3 pola dasar yang sering digunakan dalam mencampur konsentrat dengan
Penerapan aspek teknis pakan pada AAPS Farm dapat dikatakan sudah hampir
memenuhi standar dari Ditjen Peternakan (1992) dan mendapatkan skor 85%. Hasil dari
observasi lapangan, untuk penggunaan air minum dari segi kualitas dan kuantitas
mendapatkan skor 100%. Ini dikarenakan di AAPS Farm sudah memiliki sumber air yang
baik seperti air sumur dan air PDAM. Sehingga tidak dikhawatirkan lagi akan terjadi
kekurangan air minum untuk ternak. Menurut Rasyaf (2005) selain jumlah air harus
51
cukup, kualitas air juga harus baik, karena tidak semua air dapat di konsumsi dengan
berbeda sedikit dengan penelitian Cica (2020) yang memberikan jenis pakan buatan
pabrik terdaftar, sedangkan di AAPS Farm memberikan pakan campuran olahan sendiri
pemberian air minum, bentuk dan ukuran kandang yang digunakan dan hal teknis lainnya.
Aspek teknis pemeliharaan di peternakan AAPS Farm dapat di lihat pada tabel 8 di bawah
ini:
persentase skor total sebesar 100%, yang mengacu pada Direktorat Jenderal Peternakan
(1992) menandakan bahwa penerapan aspek teknis pemeliharaan pada AAPS Farm sudah
52
baik.
harian yang dilakukan oleh pekerja kandang adalah melakukan pemeriksaan kandang dan
pemberian pakan pada pagi dan siang hari. Pengambilan telur di dilakukan 1 kali dalam
sehari di pagi hari. Pekerja kandang juga melakukan sortasi untuk memisahkan telur yang
utuh dengan telur yang retak, serta mengambil jika ada ayam yang mati untuk di kubur.
Sehingga dalam hal ini, skor aspek teknis yang didapat terkait penerapan pemberian
Selain itu, karena sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak sudah full
intensif, dalam hal ini juga mendapatkan skor 100% berdasarkan standar Ditjen
Peternakan (1992). Begitu juga halnya dengan aspek teknis lainnya seperti sudah
produksi telurnya. Recording juga penting dilakukan agar mudah dalam mengontrol
Berdasrkan hasil observasi, penerapan aspek teknis yang didapat sesuai dengan
penelitian Cica (2020) dimana untuk pemberian pakan dilakukan sebanyak 1-2 kali
sehari, sistem pemeliharaan yang diterapkan intensif dan memiliki catatan atau recording
4.3.4 Perkandangan
Dalam mendirikan kandang yang baik, perlu diperhatikan tata letak bangunan,
desain kandang, dan pemilihan lokasi, lokasi harus jauh dari pemukiman, mendapatkan
sinar matahari dan terlindung dari angin, karena kandang merupakan tempat berproduksi
53
dan tempat berlindung bagi ayam. Data penerapan aspek teknis perkandangan dapat
perkandangan terbilang sangat baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis
perkandangan yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dannilai ini termasuk
dalam kategori sangat baik menurut skor pada Ditjen Peternakan (1992).
menjalankan aspek perkandangan dengan baik seperti letak kandang yang sudah sesuai
dengan aturan yaitu jarak 5 meter dari rumah, jauh dari kebisingan dan jauh dari
pembuangan sampah. Kemudian dari segi kontruksi kandang juga sudah dilakukan
dengan baik seperti bahan yang digunakan kuat dan mudah didapat, lantai kuat, sinar
Hal ini sesuai dengan poin yang dikemukakan oleh Hartati (2007) bahwa
struktur kandang yang baik harus kuat, memiliki sirkulasi udara yang baik, dan struktur
kandang harus mampu menahan beban kejut dan dorongan yang kuat dari hewan,
sehingga memungkinkan hewan agar merasa nyaman dan menjaga keamanan ternak
54
terlindungi dari pencurian.
Untuk efisiensi penggunaan kandang pada ayam layer juga sudah sesuai
dengan standar dari Ditjen Peternakan (1992) yaitu dalam ukuran 1 meter dapat memuat
ayam sebanyak 1-5 ekor. Serta peralatan kandang yang dimiliki juga lengkap seperti
tersedianya ember, sapu lidi, sekop, dan lain-lain. Kandang layer pada AAPS Farm
terbagi menjadi 2 lokasi yaitu di Kampuang Salo dengan populasi 13.000 ekor layer dan
3.000 ekor starter, serta di Kampuang Luak Lago dengan populasi 10.000 ekor layer.
kesamaan dengan peneltian Cica (2020) yang memiliki lokasi kandang jauh dari
menggunakan bahan yang kuat dan mudah didapat, penerapan efisiensi kandang sudah
baik yaitu 1 meter untuk 1-5 ekor ternak dan peralatan kandang tersedia lengkap di area
kandang.
kapanpun bisa masuk ke peternakan dan membahayakan kesehatan ternak. Aspek teknis
Tabel 10. Penerapan Aspek Teknis Kesehatan dan Penyakit di Peternakan AAPS Farm
No. Aspek Teknis Skor Standar Skor yang Persentase
Ditjen didapat (%)
1 Pengetahuan penyakit:
.
a) ND
Tahu gejala 10 10 100
Tahu penyebab 10 10 100
Tahu cara 10 10 100
pemberantasan
nya
55
b) Fowl Fox
Tahu penyebab
e) Tahu cara
pemberantasannya 10 10 100
f) Cholera
Tahu gejala 10 10 100
pemberantasan penyakit sudah baik, dilihat dari skor total keseluruhan aspek teknis
kesehatan/ penyakit yang mendapatkan persentase skor total sebesar 100% dan nilai ini
56
Dari hasil wawancara dengan pekerja diketahui bahwa mereka sudah
memahami cara pencegahannya. Tindakan preventif yang dilakukan oleh AAPS Farm
adalah dengan melakukan vaksinasi, pemberian obat cacing, serta pemberian vitamin
yang dilakukan secara rutin dan terjadwal, baik untuk ayam DOC maupun ayam layer.
Untuk pemberian vaksin dengan intramuskular, dilakukan langsung oleh pemilik dalam
57
Usaha ternak AAPS Farm juga telah melaksanakan program biosekuritas.
Menurut Winkel (1997), biosekuritas merupakan suatu system untuk mencegah penyakit
baik klinis maupun subklinis, yang berarti merupakan sistem untuk mengoptimalkan
pencegahan penyakit pada ternak juga memiliki kesamaan dengan penelitian Cica (2020)
yang juga menerapkan pencegahan penyakit pada ternak menggunakan vaksinasi dan
biosekuritas. Selain itu, peternak juga sama-sama sudah memiliki pengetahuan terhadap
Farm
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian, maka harus dilakukan uji statistik,
uji statistik digunakan untuk menentukan apakah variabel X memiliki hubungan yang
signifikan dengan variabel Y. Selain itu, uji statistik juga digunakan untuk melihat apakah
terdapat perbedaan antara dua atau lebih dari variabel penelitian. Untuk mengetahui
1) Uji F
Uji F merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas
berupa input produksi (Xi) secara bersamaanberpenganruh terhadap variabel tidak bebas
(Y).
58
Tabel 12. Hasil Analisis Uji F
Dari hasil analisis pada tabel ANOVA di atas, didapatkan nilai signifikasi
sama dengan 0,000 dan lebih kecil dari α (0,05), atau nilai Sig.0,000 < 0,05. Berdasarkan
hasil yang didapatkan, bahwa secara bersamaan input produksi (pakan, bibit, OVK dan
Farm.
Pada uji determinasi (R2) ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar
persentase yang diberikan oleh variabel bebas atau input produksi terhadap variabel tidak
Square sebesar 0,970 atau sama dengan 97,0%. Ini menunjukan bahwa secara
bersamaan variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi
sebesar 97,0%. Sedangkan sisanya 3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti
59
3) Uji t
Uji t merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah input produksi
(Xi) di Peternakan AAPS Farm memiliki pengaruh secara keseluruhan atau satu persatu
produksi seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3) dan tenaga kerja (X4) mempunyai
nilai signifikan masing-masing, untuk pakan (0.000), bibit (0.000), OVK (0.201), dan
tenaga kerja (0.001). Artinya untuk variabel pakan, bibit dan tenaga kerja yang memiliki
nilai signifikan kurang dari 0,05 berarti variabel input tersebut berpengaruh nyata
terhadap produksi pada Peternakan AAPS Farm. Sedangkan untuk OVK mendapatkan
nilai signifikan lebih besar dari 0.05, yang artinya variabel OVK tidak berpengaruh
Uji asumsi klasik adalah uji yang dilakukan sebelum melakukan analisis
regresi linier berganda, di dalam uji asumsi klasik terdapat beberapa uji yang harus
dilakukan seperti uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji
autokorelasi. Tujuan uji asumsi klasik adalah untuk menguji kelayakan suatu model
penelitian. Uji ini berguna untuk mengetahui apakah terjadi ketidaknormalan data,
60
yang digunakan.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas, bertujuan untuk menguji apakah data yang ada memiliki nilai
penyaluran hasil produksi yang normal atau tidak. Jika dilihat pada grafik yang ada pada
gambar 2. Normal P-Plot, digambarkan bahwa titik-titik pada grafik berada di dekat atau
bahkan menempel pada garis, ini menandakan bahwa data yang didapat berdistribusi
secara normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2001) bahwa pada pengujian
Normal Probability Plot, jika penyebaran titik-titik berada disekitar garis diagonal atau
penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, maka berarti data yang didapat berdistribusi
secara normal. Tetapi sebaliknya, jika titik-titik berada menjauh atau bahkan diluar garis,
berarti menandakan masih ada data yang tidak normal. Data yang baik ialah data yang
61
2. Uji Multikolinieritas
kuat antar variabel bebas. Jika memiliki hubungan pada model regresi, maka persamaan
tersebut tidak baik. Tetapi sebaliknya, jika tidak terdapat korelasi antar variabel bebas,
agar persamaan tersebut baik. VIF (Variance Infaltion Factor) merupakan salah satu
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai VIF pakan (X1) yaitu 3.525,
bibit (X2) 4.295, OVK (X3) 1.695 dan tenaga kerja (X4) 5.173. Jika mengacu pada
pendapat Santoso (2001), maka model regresi memperlihatkan tidak terjadi masalah
multikolinieritas karena nilai VIF kecil dari 10 atau nilai tolerance besar dari 0.1, artinya
variabel pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja tidak ada korelasi yang kuat antar variabel
bebas lainnya.
62
3. Uji Heteroskedastisitas
apakah varian atau ragam residualnya konstan atau tidak. Pada intinya, ragam atau varian
asumsi klasik sudah terpenuhi. Dan sebaliknya, jika terjadi ketidaksamaan dalam suatu
pengamatan, maka itu dapat disebut heteroskedastisitas. Uji ini sangat penting dalam uji
asumsi klasik seperti model regresi, jika uji ini tidak memenuhi syarat, maka modelregresi
tidak terpenuhi
Gambar 3. Scatterplot
dilihat tidak terjadi pola yang jelas serta titik-titik menyebar ke atas dan ke bawah angka
nol yang menandakan tidak terjadi gejala heteroskedatisitas. Hasil penelitian ini diperjelas
63
4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi di dalam
suatu pengamatan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya di waktu yang
berbeda. Autokorelasi ini akan muncul apabila terjadi pengamatan yang dilakukan terus
menerus atau berkelanjutan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada
penelitian ini, maka digunakan uji Durbin-Watson (DW Test). Yang dijelaskan seperti
Dari tabel analisis didapat nilai Durbin Watson (DW) yaitu 2.001 Kemudian
Autokorelasi Autokorelasi
positif negatif
Dari tabel 17, terlihat posisi DW berada diantara dU dan nilai 4- dL (2.2665),
64
maka hipotesis nol diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi antara residual pada
periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Mudjarat
Kuncoro (2003) bila nilai DW lebih besar dari pada batas atas (dU) maka koefisien
autokorelasi sama dengan nol. Artinya tidak terdapat autokorelasi positif dan juga
sebaliknya jika nilai DW lebih rendah dari pada nilai batas bawah (dL) maka koefisien
autokorelasi sama dengan nol. Artinya terjadi autokorelasi positif. Dan jika nilai DW
Dari hasil analisis output SPSS, didapatkan nilai Signifikan lebih kecil dari α
0,05 yaitu sebesar 0,000. Kemudian nilai koefisien regresi yang didapatkan pada variabel
65
input pakan (X1) bernilai positif yaitu sebesar 59.316 dan berpengaruh signifikan
terhadap produksi telur (Y), artinya setiap dilakukan penambahan terhadap input pakan
sudah tercukupinya kandungan gizi untuk ternak dalam pemberian pakan di Peternakan
AAPS Farm. Pakan yang diberikan pada ternak berupa campuran konsentrat, dedak,
jagung dan tepungbatu. Pakan berasal dari olahan pabrik yang di beli dari Medan, terdapat
juga campuran pakan dengan olahan sendiri dari peternak seperti penambahan dedak
bekatul. Pemberian pakan yang rutin dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari. Ini
menandakan bahwa peternak pada Peternakan AAPS Farm sudah mengerti dalam
mengelola pakan pada proses pemeliharaan atau masa produksi. Selain itu, karena pakan
adalah faktor yang utama dalam produksi telur ketika menjalankan usaha peternakan.
Semakin cukup jumlah dan kualitas pakan yang diberikan, maka produksi telur akan
meningkat dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardhany (2017) bahwa
pakan yang diberikan akan mempengaruhi jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan.
nilai sebesar 0,000 atau kurang dari α 0,05. Nilai koefisien regresi yang didapatkan
bernilai negatif sebesar -70.584, namun berpengaruh nyata terhadap produksi telur.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Zulfanita (2022) yang bahwa faktor produksi bibit
berpengaruh nyata terhadap proses produksi. Berarti jika terjadi perubahan kuantitas bibit
pada suatu usaha peternakan, akan berpengaruh terhadap hasil produksi telur.
dalam hal penggunaan bibit, mulai dari penilaian terhadap jenis dan keturunannya hingga
66
bentuk fisik dari bibit yang akan digunakan. Hal ini dilakukan mengingat bahwa bibit
merupakan faktor penting dalam proses produksi. Dalam hal ini, peternak menggunakan
bibit jenis unggul Isa Brown, dengan rata-rata mortalitas per minggu sebesar 0,07% dan
persentase Hen Day sebesar 80,22%. Sesuai dengan (ISA Brown Alternative Product
System) pada ayam ras petelur jenis Isa Brown memiliki persentase kemampuan bertelur
80% - 94%. Dan angka mortalitas 0.7%, Artinya hasil produksi (Y) memenuhi standar
minimum strain Isa Brown. Hal ini disebabkan karena ternak mengalami keterlambatan
dalam proses produksi. Berbeda dengan pendapat Dedy Sulaiman (2019) dalam Jurnal
Peternakan Terapan menyebutkan bahwa bibit jenis Isa Brown mampu mencapai puncak
produksi pada umur 24-28 minggu dengan rata-rata persentase produksi sebesar 92,77%.
Sedangkan, berdasarkan observasi lapangan pada minggu ke 24-28 rata – rata persentase
produksi baru mencapai 62.04% dan puncak produksi pada peternakan AAPS Farm
terjadi pada minggu ke 40-44 dengan rata – rata produksi per minggu sebesar 93.40%.
Keterlambatan produksi yang dialami ternak menurut Dedy Sulaiman (2019), bahwa
konsumsi ransum salah satunya dipengaruhi oleh palatabilitas ternak terhadap perubahan
jenis pakan yang diberikan, dan dimakan, dapat dilihat dari respon pada bibit yang baru
masuk, karena ada perbedaan jenis pakan dari tempat asal ke peternakan AAPS Farm.
Selain itu, faktor stress, perubahan iklim juga dapat menurunkan produksi telur harian.
0.201 atau lebih besar dari α 0,05 dan nilai koefisien regresi yang didapatkan dari faktor
produksi OVK (X3) sebesar -0.241. Ini tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur
di peternakan AAPS Farm. Artinya bahwa terjadinya perubahan dalam penggunaan OVK
pada proses produksi, tidak berdampak terhadap jumlah populasi ternak atau juga
67
terhadap jumlah produksi telur yang dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena peternak sudah bisa mengetahui secara pasti
mulai dari gejala dan penyebab ternak sakit. Peternak juga sudah paham tindakan
preventif yang harus dilakukan dalam menangani penyakit terhadap ternak. Ketika
mengatasi ayam mati dan ayam yang sedang sakit, peternak melakukan pengecekan rutin
ke kandang setiap pagi dan sore hari, jika terdapat ternak yang sakit atau sudah mati,
ternak tersebut langsung dipisahkan dengan ternak lainnya agar menghindari penularan,
kemudian ternak yang sakit segera dilakukan pengecekan dan pemberian vitamin dengan
ilmu yang dimiliki oleh peternak, karena latar belakang peternak di AAPS Farm adalah
seorang dokter hewan, dan untuk ternak yang sudah mati segera di kubur.
penggunaan OVK yang berlebihan, justru tidak efektif dalam penanganan penyakit. Hal
ini juga sesuai dengan penelitian Zulfanita (2022) yang menyatakan bahwa faktor
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai Signifikan 0,000 atau kurang dari
α 0,05. Nilai koefisien regresi yang didapatkan dari faktor produksi tenaga kerja (X4)
sebesar 2.158 dan berpengaruh nyata terhadap produksi dipeternakan AAPS Farm.
Artinya apabila peternakan AAPS Farm menambah jumlah tenaga kerja, maka jumlah
produksi telur yang dihasilkan juga akan bertambah. Sedikit saja merubah jumlah tenaga
kerja dalam proses produksi, maka akan berpengaruh terhadap produksi telur sebesar
2.158.
Hal ini disebabkan karena pembagian tugas dan jumlah tenaga kerja pada
peternakan AAPS Farmtelah diatur sedemikian rupa, dimana untuk petugas pengolahan
68
atau pencampuran ransum, pemberian pakan, pengambilan telur, sanitasi kandang,
transportasi atau distribusi produk telah diatur dengan baik. Saat ini usaha ternak AAPS
Farm menyerap sekitar 6 orang tenaga kandang, dengan jumlah starter 3000 ekor dan
ayam layer sekitar 23.000 ekor (24 kandang layer). Dengan penerapan pembagian tenaga
kerja yang cukup menyebabkan kondisi kandang menjadi nyaman dan bersih, kondisi
ayam sehat dan pakan yang diberikan selalu cukup untuk ternak.
apabila cara pengelolaan sudah direncanakan atau terstruktur dengan baik serta sudah
pemakaian tenaga kerja akan lebih optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian Zulfanita
(2022) bahwa tenaga kerja secara signifikan berpengaruh nyata terhadap proses produksi
Analisis efisiensi dapat dilihat dari tiga bagian yaitu efisiensi teknis, alokatif
dan ekonomi. Karena ketiga bagian tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya, sehingga dapat menggambarkan nilai-nilai pada faktor produksi yang maksimal
dalam suatu usaha. Efisiensi ekonomi akan tercapai apabila kedua efisiensi lainnya
a) Efisiensi Teknis
Berdasarkan nilai elastisitas pada koefisien regresi yang didapatkan dari fungsi
usaha peternakan (return to scale). Nilai elastisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
69
Tabel 19. Hasil analisis efisiensi teknis
Input Produksi Elastisitas Produksi
Pakan 59.316
Bibit/Ayam Layer per In Take -70.584
OVK -0.241
Tenaga Kerja 2.158
Total -9.351
Dari hasil total koefisien regresi pada fungsi produksi Cobb-douglas seperti
pada tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa total nilai elastisitas dari faktor - faktor
produksi di AAPS Farm sebesar -9.351 yang berarti skala usaha pada usaha ternak AAPS
Farm termasuk ke dalam decreasing return to scale. Artinya, ketika penggandaan input
dilakukan, akan menyebabkan penggandaan output yang kurang proporsional. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soekartawi (2003), jika jumlah elastisitas semua faktor produksi
kecil dari 1, berarti proporsi penambahan produksi kurang dari proporsi penambahan
dibagi atas tiga daerah, yaitu daerah I dengan elastisitas besar dari 1 yang berarti
dengan elastisitas produksinya antara nol dan satu, berarti ini merupakan daerah rasional
untuk produksi dan terakhir daerah III dengan elastisitas produksinya kecil dari nol,
berarti daerah ini tidak rasional untuk penambahan input karena akan menghasilkan
b) Efisiensi Alokatif
Dalam efisiensi alokatif ini, didapatkan nilai tingkat efisiensi yang dilihat dari
hasil perhitungan menggunakan rumus Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya
70
Korbanan Marjinal (BKM), dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 20. Tingkat efisiensi input produksi pada peternakan AAPS Farm
rumus efisiensi NPM/ BKM pada tabel tersebut, didapatkan nilai tingkat efisiensi pada
input produksi pakan (X1) sebesar 730.95 yang artinya penggunaan pakan pada
peternakan AAPS Farm belum efisien karena nilai yangdidapatkan >1, maka penggunaan
input pakan dapat ditingkatkan lagi agar sesuai dengan jumlah bibit yang dipelihara,
AAPS Farm mendapatkan nilai <1 yaitu sebesar -661.38 artinya adalah penggunaan
input produksi bibit tidak efisien. Nilai efisiensi yang <1 menandakan bahwa input harus
dikurangi agar dapat menjadi efisien. Dan dalam segi pemeliharaan harus ditingkatkan
lagi untuk menghindari kegagalan manajemen pemeliharaan ayam petelur agar memiliki
produktivitas telur harian yang tinggi dan tidak mengalami keterlambatan mencapai
puncak produksi.
sebesar -8.50 artinya dalam penggunaam input produksi OVK pada peternakan AAPS
Farm dengan tingkat efisiensi <1. Artinya penggunaan input OVK tidak efisien dan harus
71
dikurangi agar bisa menjadi efisien. Penggunaan OVK pada peternakan AAPS Farm
dilakukan secara konsisten sesuai aturan berdasarkan standar dari Dinas/ Penyuluh dan
kemampuan dalam mengetahui penyakit terhadap hewan ternak. Segala upaya dalam
pencegahan penyakit sudah dilakukan seperti pemberian vaksin, vitamin dan obat-obatan.
Input produksi tenaga kerja (X4) mendapatkan nilai efisiensi sebesar 5971.21
artinya faktor input tenaga kerja pada AAPS Farm belum efisien karena nilai yang didapat
>1, Artinya perlu penambahan tenaga yang saat ini dengan 6 orang tenaga kendang telah
dialokasikan untuk menangani 3000 ekor starter dan lebih kurang 23.000 ekor layer (24
kandang layer), kemampuan satu orang tenaga kerja dapat memelihara ayam ± 4300 ekor.
c) Efisiensi Ekonomis
keputusan produsen. Efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata–rata berada pada
maksimumnya dan efisiensi ekonomis tercapai pada saat nilai produk marjinal (NPM)
sama dengan biaya korbanan marjinalnya (BKM). Efisiensi ekonomis merupakan kata
lain dari “keuntungan maksimum” (Joko Sumarjono, 2004). Menurut Andi Yulyani,
dkk (2014) menjelaskan bahwa rumus untuk menentukan efisiensi ekonomi adalah:
EE = TE x AE
Ket:
EE: Nilai Efisiensi Ekonomis
EE = -9.351 x 6032,28
72
EE = -56407,81
-56407.81. Artinya, nilai yang didapatkan kecil dari 1 dan menandakan bahwa efisiensi
73
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dilihat dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kondisi input produksi
ayam petelur di peternakan AAPS Farm berada pada kondisi yang baik, karena sesuai
standar pada tabel penilaian aspek teknis ditjen (1992) dan mendapatkan nilai skor
sebesar 95,5%.
produksi (X) seperti pakan (X1), bibit (X2), OVK (X3) dan tenaga kerja (X4) secara
bersamaan berpengaruh terhadap hasil produksi telur (Y) di Peternakan AAPS Farm.
dengan persentasi sebesar 97.0% dan sisanya sebesar 3% dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak di teliti. Kemudian analisis secara individu faktor produksi pakan,
bibit dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan faktor
produksi OVK tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi dalam usaha
3. Dari hasil analisis efisiensi input produksi, secara teknis total nilai elastisitas sebesar
-9.352 (<1) artinya skala usaha menurun (decreasing return to scale). Dan secara
alokatif didapatkan nilai efisiensi besar dari 1 dan kecil dari 1, artinya secara
Berdasarkan perhitungan efisiensi alokatif dan teknis didapatkan nilai efisiensi ekonomi
74
5.2 Saran
didapatkan. Maka, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran yang sekiranya dapat
Peternakan AAPS Farm. Hal ini disebebkan karena penggunaan komposisi pakan
yang seimbang dan memiliki kandungan gizi lengkap yang dapat memaksimalkan
produksi dari ternak. Tinggi rendahnya faktor produksi pakan dipengaruhi dari
pakan yang harus sesuai dengan kebutuhan ternak mulai dari segi kualitas hingga
kuantitasnya. Oleh karena itu, penggunaan bahan pakan yang seimbang dengan
pakan, bibit, OVK dan tenaga kerja dengan cara melakukan peningkatan terhadap
3. Skala output dari produksi jangka panjang dilihat melalui koefisien elastisitas output.
Pada variabel bibit (X2) dan variabel OVK (X3) menunjukan skala output yang
pemeliharaan ayam ras petelur di Peternakan AAPS Farm perlu lebih diperhatikan
75
DAFTAR PUSTAKA
Achmanu., Muharlien., dan Akhmat, Salaby. 2011. Pengaruh Lantai Kandang (Rapat dan
Renggang) dan Imbangan Jantan-Betina Terhadap Konsumsi Pakan, Bobot
Telur, Konversi Pakan dan Tebal Kerabang pada Burung Puyuh. Ternak
Tropika. 12:1-
14. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Adisasmita, Raharjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ainur, R. dan Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan. Lokal Penelitian Sapi Potong Grati Pasuruan.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Aris. 2013. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Diandra Priamamitra.
Badan Pusat Statistik Lima Puluh Kota. 2020. Kabupaten Lima Puluh Kota dalam
Angka. Kabupaten Lima Puluh Kota: BPS Kabupaten Lima Puluh Kota.
Badan Pusat Statistik. 2016. Populasi Ayam Ras Petelur Menurut Provinsi pada situs
https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 26 Juni 2017. Burung. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 3.
Dewanti, R dan Sihombing, G. 2012. Analisis pendapatan usaha peternakan ayam buras
(studi kasus di Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan). Buletin
Peternakan. 36(1):48-56.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kementerian Pertanian. Jakarta.
Elly, Tugiyanti dan Iriyanti, N. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang
Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi
Menggunakan Isolat Produser Antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan. 1(2). 44-47.
Fadilah, Roni., Polana, A., Alam, S., dan Parwanto, E. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. Jakarta: Agromedia Pustaka.
76
Fadwiwati, A.Y. 2014. Analisisi Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Usahatani
Jagung Berdasarkan Varietas di Provinsi Gorontalo. Jurnal Agroekonomi
Volume 32 No 1, 1-12.
Fahmi, Irham. 2014. Manajemen Produksi dan Operasi. Bandung: Alfabeta.
Figoni, Paula. 2008. How Baking Works. Edisi 2. New Jersey: John Wiley
and Sons, Inc.
Gail, Stuart W. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi:5. Jakarta: EGC.
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21
Update PLS Regresi. Cetakan VII. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Kasnodihardjo dan Friskarini, Kenti. 2013. Sanitasi Lingkungan Kandang, Perilaku dan
Flu. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 8, No. 3.
Krisno, R. D. 2013. Kelayakan Usaha Budidaya Ayam Petelur (Analisi Biaya Manfaat
dan BEP Pada Keanu Farm, Kendal). Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Skripsi) h: 6-10.
Kuncoro, Mudrajat. 2013. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 4. Jakarta:
Erlangga.
Lubis, A. M. dan F. B. Paimin. 2001. Kiat Pencegahan Penyakit Ayam Kampung
Pedaging. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Mandang, E.F., Lumanauw, Bode., Walangitan, D.B. 2017. Pengaruh Tingkat Pendidikan
danPelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero),Tbk Cabang Manado. Jurnal EMBA Vol.5 No.3, Hal.4324-4335.
Masyhuri. 2007. Ekonomi Mikro. Malang: UIN Malang Press.
77
Mulyanto, B dan Isman. 2008. Bertahan di Tengah Krisis. Jakarta: Agromedia.
Murib, Pes., Kruniasih, I., dan Kadarso. 2014. Analisis Ekonomi Usaha Ayam Petelur di
Farm Harma Banjarharjo Kecamatan Ngemplak, Sleman. Agros Januari.
16(1). 19–29.
Nawawi, A.M., Andayani, S.A., Dinar. 2017. Analisis Usaha Peternakan Ayam Petelur
Studi Kasus pada Peternakan Ayam Petelur Cihaur. Jurnal Ilmu Pertanian dan
Peternakan. Vol: 05. No.1.
Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setyono, Dwi Joko, dkk. 2013. Sukses Meningkatkan Produksi Ayam Petelur. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Shafique, Muhammad Nouman., Naveed, Ahmad., Hussain, Ahmad., dan Adil,
Muhammad Yahya. 2015. A Comparative Study Of the Efficiency Of Takaful
78
And Conventional Insurance In Pakistan. International Journal Of
Accounting Research. Vol.2 No.5
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sulaiman, D., Irwani, N., dan Maghfiroh, K. 2019. Produktivitas Ayam Petelur Strain Isa
Brown pada Umur 24-28 Minggu. Jurnal Peternakan Terapan. Vol.1 (1): 26-
31.
Sumarjono, Djoko. 2004. Diktat Kuliah Ekonomi Produksi. Semarang. Program Studi
Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suprijatna, E., Atmomarsono, U., dan Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Jakarta: Penebar Swadaya.
79
Topaloglu, S dan H. Selim. 2010. Nurse Scheduling Using Fuzzy Modeling Approach,
Fuzzy Sets and Systems. 161(11). 1543-1563.
Trisno Iwan, Gultom. 2020. Analisis Produktivitas Dengan Menggunakan Metode Fungsi
Produksi Cobb-Douglas Pada PT. Gold Coin Indonesia Kim II Mabar.
Skripsi. Medan: Universitas Medan Area.
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi 4. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Wakhidati, Y. Nur, S. Nur, dan A. Einstein. Efisiensi Usaha Peternakan Ayam Broiler di
Kabupaten Magelang. Prosiding Seminar Teknologi Agribisnis Peternakan
(Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman: Vol. 5. 2017.
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: C.V Andi.
Wardhany, B.A.K., Cholissodin, I. dan Santoso, E., 2017. Penentuan Komposisi Pakan
Ternak Untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur Dengan Biaya
Minimum Menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO). Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer: 1 (12): 1642-165.
Wibowo, S dan Supriadi, D. 2013. Ekonomi Mikro Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Widyantara, P.R.A., Wiyana, I.K.A., dan Sarini, N.P. 2013. Tingkat Penerapan
Biosekuriti pada Peternakan Ayam Pedaging Kemitraan di Kabupaten
Tabanan dan Gianyar. Jurnal Peternakan Tropika. 1 (1). 45-57.
Yatmiko, Ali. 2008. Kondisi Biosekuriti Peternakan Unggas Sektor 4 di Kabupaten
Cianjur. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Zulfanita., Abadi, J., dan Mudawaroch, R.E. 2022. Efisiensi Faktor-Faktor Produksi
Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur di Asosiasi Berkah Telur Makmur
Purworejo. Jurnal Program Studi Peternakan: Vol. 02 No. 01
80
81
LAMPIRAN
Umur : 52 tahun
Darwis Suliki
Talago
No Telepon : 081363491933
2. Populasi ternak
3. Tujuan Pemeliharaan
b. Pekerja sampingan
c. Lainnya.
a. Isa Brown
b. Lohmann
c. HyLine
d. Novogen
e. Lainnya
6. Pakan
2. Dedak :-
x 9000 =Rp.3.134.7
= Rp.308.6
= Rp.1.492.5
7. Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan: -
: dan amoxylin
8. Bibit
9. Tenaga kerja
1. Bibit/ Reproduksi
2. Pakan
3. Tatalaksana pemeliharaan
4. Perkandangan
5. Kesehatan / penyakit
Uji 𝑹𝟐
Uji t
Lampiran 5. Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Multikolinieritas
Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi
Lampiran 6. Perhitungan Efisiensi Alokatif
Perhitungan rata-rata penggunaan input produksi pakan pada peternakan
AAPS Farm:
Diketahui:
Fungsi produksi Cobb Douglas = Ln Y = 91.643 X159.316 X2-70.584 X3-0.241 X42.158
59.316(6354)
PMxi = = 380.163
991.45
−70.584(6354)
PMxi = = -394.475
1137
−0241 (6354)
PMxi = = -0.605
2530.17
2.158 (6354)
PMxi = = 784.474
17.48
Total 6032.28
1) 1 hari kerja =1 HOK atau sama seperti 6 jam kerja (pekerja wanita)
Jadi, dari jam 07.00 WIB – 14.00 WIB = 6 jam kerja atau disebut 1 HOK
Upah Tenaga Kerja wanita = 1 HOK =69.000/ hari X 7 hari =483.000 (Rp. 500.000)
2) 1 hari kerja = 1,5 HOK atau sama seperti 8 jam kerja (pekerja pria)
Dari point 1), kemudian dilanjutkan dari jam 14.00 WIB – 16.00 WIB = 2
jam kerja
Jadi, kerja antara jam 07.00 WIB – 16.00 WIB (ditambah istirahat) = 1,5
8
69.000 x 6 = Rp. 92.000/ hari
Jika upah dibayarkan per minggu, maka Rp. 92.000 x 7 = Rp. 644.000 (Rp.
650.000)
LAMPIRAN GAMBAR