Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BAHASA INDONESIA

PEMANFAATAN KULIT BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PEWARNA


ALAMI PADA KAIN BATIK
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

DISUSUN OLEH :

RIFQI DIAS RAHMADANI

NPM: 17020074

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STT TEKSTIL BANDUNG


Jalan Jakarta No.31 Kebonwaru, Batununggal, Kota Bandung, Jawa
Barat. 40272. (022) 7272580

2017
KATA PENGANTAR

Segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena rahmat serta hidayah dari-

Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun penulisan makalah ini pada mata kuliah Bahasa Indonesia, dengan judul”

PEMANFAATAN KULIT BUAH RAMBUTAN SEBAGAI PEWARNA

ALAMI PADA KAIN BATIK”

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk makalah

agar menjadi lebih baik. Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada

waktunya karena adanya dukungan baik jasmani maupun rohani dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada teman-

teman,orang tua dan pihak-pihak tertentu

Penulis sangat menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis

harapkan demi perbaikan-perbaikan ke depan.

Lamongan, 12 Desember 2017

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 3
1.4 Manfaat ............................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
2.1 Kajian Teoritis .............................................................................................................. 5
2.1.1 Zat Warna Alam .......................................................................................... 5
2.1.2 Rambutan .................................................................................................... 5
2. 1.3 Antosianin ................................................................................................... 6
2.1.4 Karakteristik Antosianin ............................................................................. 6
2.2 PEMBAHASAN ................................................................................................. 9
BAB III ............................................................................................................................. 11
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 11
3.2 Saran ................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya dan sejarah.
Salah satu bentuk kekayaan tak benda adalah batik. Batik merupakan kekayaan
Indonesia yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam proses
pewarnaannya dikenal 2 (dua) macam zat warna antara lain zat warna sintetis dan
zat warna alami. Zat warna alam yaitu zat warna yang berasal dari bahanbahan
alam dan pada umumnya berasal dari hewan ataupun tumbuhan (akar, batang,
daun, kulit, bunga, dll). Sedangkan zat warna sintestis adalah zat warna yang
dihasilkan melalui reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau
minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik
seperti benzena, naftalena, dan antrasena. (Isminingsih, 1978). Pada awal mula
kemunculan batik, para pengrajin batik mewarnai batik dengan bahan pewarna
alami dari berbagai macam kulit tumbuhan, buah, atau daun (Suarsa, 2011).
Keunggulan dari proses pewarnaan alami adalah sifatnya yang ramah lingkungan.
(Yernisa, 2013)
Pada masa ini, proses pewarnaan batik yang banyak digunakan adalah
pewarnaan menggunakan pewarna sintetis. Kekurangan proses pewarnaan
dengan pewarna sintetis adalah harga zat warna sintetis yang cenderung lebih
mahal serta limbah yang dihasilkan tidak ramah lingkungan, karena mengandung
logam-logam berat dan azodyes tertentu. Pemanfaatan zat pewarna alami batik
menjadi salah satu alternatif pengganti zat warna sintetis. Indonesia yang kaya
akan keanekaragaman tanaman, sangat potensial untuk pengembangan zat warna
alami. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku pewarna
alami dan banyak ditemukan di Indonesia adalah kulit buah rambutan
(Nephelium lappaceum).
Kulit buah rambutan memiliki kandungan flavonoida yang merupakan
pigmen alam. Pemanfaatan kulit buah rambutan pada penelitian ini diharapkan
mampu mengolah limbah kulit rambutan menjadi zat warna alami batik yang
ramah lingkungan, mendapatkan variasi warna baru dan memiliki ketahanan
luntur warna kain yang baik terhadap pencucian. Ketahanan luntur warna

1
merupakan unsur yang sangat menentukan mutu suatu pakaian batik atau bahan
berwarna.
Pada proses batik dibutuhkan suhu air yang panas untuk proses
pelunturan/pelorodan lilin batik. Banyak zat warna alam yang dapat mewarnai
batik, tetapi dalam proses pelorodan lilin batik, warna tersebut berkurang banyak
bahkan luntur. Untuk memperoleh zat warna dengan ketahanan luntur yang baik
maka perlu dilakukan proses fiksasi. Fiksasi merupakan proses pencelupan yang
bertujuan untuk mengunci zat warna yang masuk ke dalam serat agar warna yang
dihasilkan tidak mudah pudar atau luntur. Fiksasi dilakukan dengan
menambahkan bahan yang mengandung kompleks logam. Bahan fiksasi yang
biasa digunakan antara lain kapur, tawas, dan tunjung. Pewarnaan menggunakan
kulit buah rambutan dengan fiksasi kapur, tawas, dan tunjung ini perlu diteliti
lebih lanjut secara empiris. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penggunaan jenis dan konsentrasi zat fiksasi kapur, tawas,
dan tunjung (dengan konsentrasi larutan sebesar 5, 25, dan 45%) terhadap
ketahanan luntur warna kain batik hasil pewarnaan ekstrak kulit buah rambutan
ditinjau dari perubahan warna dan penodaan warna.
Pembuangan limbah di sungai yang kurang optimal dapat
mengakibatkan tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh
masyarakat. Bahkan air sungai yang telah tercemar limbah tekstil dapat
meresap ke sumur-sumur penduduk. Padahal sumber air utama untuk
keperluan sehari-hari itu berasal dari sumur-sumur.
Penyalahgunaan limbah buah rambutan kurang optimal
dikarenakan banyak masyarakat yang kurang tau bahwa limbah kulit buah
rambutan bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alam pada kain. Kulit buah
rambutan bisa di manfaatkan.
Dikarenakan harga limbah kulit buah rambutan sangatlah
terjangkau,karena banyak limbah kulit buah rambutan. Pasar sering kita
temui limbah kulit buah rambutan. Disekitar kita banyak limbah kulit buah
rambutan yang berserakan, dikarenakan kurangnya pemanfaatan limbah
kulit buah rambutan.

2
Resiko penggunaan zat pewarna sintesis terus-menerus dapat
menyebabkan gangguan kesehatan. Terutama bagi orang yang terlibat
langsung pada proses pengolahannya. Efek dari penggunaan jangka waktu
lama menyebabkan kanker hati

Mengetahui macam-macam zat pewarna alam. Zat pewarna alami


jarang di gunakan di industri dikarenakan industri lebih memilih zat
pewarna sintesis. Dikarenakan zat pewarna sintesis lebih mudah dalam
terjangkau harganya dibandingkan dengan zat pewarna alam. Zat pewarna
sintesis memiliki efek bagi kesehatan yaitu menyebabkan kanker hati

Membuat zat pewarna alam yang ramah lingkungan. Dengan


memanfaatkan limbah yang ada di alam sebagai pewarna alam. Supaya
bisa melestrarikan lingkungan dan menjaga alam.

Membuat zat pewarna alam yang berkualitas. Memulai dengan


memilih limbah yang baik dan bersih. Dan mengetahui cara mengelola
limbah kulit buah rambutan menjadi pewarna alam yang berkualitas.

Mengurangi penggunaan pewarna sintesis. Dikarenakan


pembuangan limbah yang kurang benar dapat merusak lingkungan sekitar
industri. Menyebabkan warga sekitar menjadi kekurangan air bersih dan
mudah terkena penyakit

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kondisi limbah kulit rambutan saat ini ?
2. Bagaimana penggunaan zat pewarna alami dalam industri ?
3. Bagaimana pengelolaan limbah ?
4. Bagaimana menghasilkan zat pewarna alami yang berkualitas ?

1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan kondisi limbah kulit buah rambutan
2. Menjelaskan penggunaan zat pewarna alami di dalam industri

3
3. Menggambarkan proses pengolahan limbah
4. Menjelaskan cara menghasilkan zat pewara alami

1.4 Manfaat
- Untuk memberikan informasi tentang manfaat limbah kulit buah
rambutan sebagai pewarna alam tekstil
- Untuk memberikan informasi tentang pengolahan limbah kulit
buah rambutan

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teoritis


2.1.1 Zat Warna Alam
Zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil
ekstrak tumbuhan (akar, batang, daun, buah, kulit dan bunga ) atau hewan (lac
dyes) .Keuntungan dari pemakaian zat warna alam pada batik ialah merupakan
warisan leluhur, mempunyai nilai jual atau nilai ekonomi tinggi karena memiliki
seni dan warna yang khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan
eksklusif, intensitas warna terhadap mata manusia terasa sangat
menyejukkan. Adapun kerugian dari zat warna alam yaitu ketersediaan variasi
warna sangat terbatas, kurang praktis dikarenakan ketersediaan bahan yang tidak
siap pakai sehingga diperlukan proses – proses khusus untuk menjadikan larutan
pewarna tekstil. Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh
dari hasil ekstrak berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun
bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan
yang dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila
(indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), Secang
(Caesalpinia sappan L), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit
(Curcuma), teh (The), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga
jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji
(Psidium guajava). (Susanto, 1973)

2.1.2 Rambutan
Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan
tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Kulitnya yang berwarna merah
masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit
rambutan diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai
pewarna alami. Pewarnaan kain batik dapat dilakukan dengan menggunakan zat
warna alami dan zat warna sintetis. Keunggulan zat warna alam antara lain lebih
murah, ramah lingkungan, dan menghasilkan warna yang khas. Salah satu zat
warna alam yang berasal dari limbah yang dapat dimanfaatkan adalah limbah

5
kulit buah rambutan. Kelemahan dari penggunaan pewarna alam yaitu ketahanan
luntur warna dan intesitas (ketuaan) warna yang relatif kurang baik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan
pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut etanol.
Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari
kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur panjang
gelombang dan nilai absorbansinya. Ukuran kulit rambutan yang terbaik adalah
kulit rambutan yang diblender dan hasil terbaik diperoleh pada temperatur 70 0C
dan waktu ekstraksi selama 8 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna
dengan absorbansi 1,0086, konsentrasi 120,1601 mg/L dan rendemen sebesar
0,6008 %.

2. 1.3 Antosianin

Antosianin adalah metabolit sekunder dari famili flavonoid, dalam


jumlah besar ditemukan dalam buah-buahan dan sayursayuran. Antosianin dapat
memberikan warna merah, violet, ungu dan biru pada daun, bunga, buah dan
sayur. Antosianin adalah suatu flavon yang larut dalam air, secara luas terbagi
dalam polifenol tumbuhan dinamakan flavonoid. Flavonoid mengandung dua
cincin benzen yang dihubungkan oleh tiga atom karbon. Flavonol, flavan-3-ol,
flavon, flavanon dan flavanonol adalah kelas tambahan flavonoid yang berbeda
dalam oksidasi dari antosianin. Antosianin kurang stabil dalam larutan netral atau
basa karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang
mengandung asam hidroklorida dan larutannya harus disimpan di tempat yang
gelap serta sebaiknya didinginkan . Antosianin larut dalam pelarut polar seperti
metanol, aseton atau kloroform, air, yang diasamkan dengan asam klorida atau
asam format. Antosianin dilihat dari penampakan berwarna merah, merah
senduduk, biru dan ungu, mempunyai panjang gelombang maksimum 465 - 560
nm.

2.1.4 Karakteristik Antosianin

Antosianin merupakan salah satu senyawa hasil metabolisme sekunder


yang paling melimpah sebagai pigmen warna pada tumbuhan . Senyawa ini
termasuk dalam jenis senyawa flavonoid dan merupakan salah satu senyawa

6
flavonoid yang berwarna. Senyawa antosianin biasanya akan mengikat beberapa
molekul gula seperti glukosa, fruktosa, galaktosa, arabinosa, dan jenis gula
lainnya, baik disakarida ataupun polisakarida. Antosianin banyak dimanfaatkan
sebagai senyawa antioksidan,antiangiogenik, antikarsinogenik, antikanker,
antialzhemeir, dan dapat pula digunakan sebagai indikator pH. Antosianin sering
juga digunakan sebagai senyawa penambah nilai gizi pada makanan. Selain
bermanfaat bagi manusia, antosinin juga bermanfaat bagi tumbuhtumbuhan itu
sendiri. Senyawa antosianin memberikan pigmen pada beberapa bagian
tumbuhan, mulai dari warna merah, ungu, dan kuning. Dengan adanya pigmen
warna tersebut, beberapa tumbuhan dapat menarik serangga atau hewan kecil
lainnya dalam membantu proses penyerbukan.
Senyawa antosianin dapat terkandung dalam tanaman yang berwarna
merah, ungu, dan biru. Senyawa ini terkandung dalam berbagai jenis berry seperti
blueberry, raspberry, strawberry, cranberry, blackberry,black currants, ceri dan
buah-buahan lain seperti anggur, apel, kiwi, serta terdapat pada beberapa sayuran
seperti kol merah dan bawang merah dan terkandung dalam tanaman non pangan
seperti tumbuhan adam hawa (Rhoeo discolor) . Tanaman adam hawa merupakan
tanaman hias yang sering kita jumpai di berbagai taman maupun pekarangan.
Tanaman ini kurang digunakan sebagai bahan obat tradisional di Indonesia. Di
negara lain seperti Meksiko, tanaman adam hawa telah digunakan sebagai
tanaman obat untuk mengobati berbagai macam penyakit . Dengan adanya
penelitian ini, diharapkan agar adanya penggunaan dan pemanfaatan tanaman
adam hawa lebih lanjut dan tidak hanya digunakan sebagai tanaman hias saja.
Penelitian terdahulu memaparkan bahwa daun tanaman adam hawa memiliki
senyawa antosianin, daun tanaman adam hawa dapat digunakan sebagai sumber
antioksidan yang cukup baik dan cukup melimpah di Indonesia.
Senyawa antosianin yang dihasilkan dari daun tanaman adam hawa dapat
digunakan pula sebagai penambah suplemen pada makanan atau menjadi bahan
makanan yang cukup menyehatkan. Antosianin dalam tumbuhan memiliki
karakter yang berbeda-beda untuk setiap tumbuhan yang berbeda pula. Untuk
daun tanaman adam hawa tidak ada penelitian yang menjelaskan jenis antosianin
yang terkandung didalamnya. Antosianin dibedakan berdasarkan struktur
kerangka antosianidin yang memiliki gugus samping yang membentuk nama dan
jenis antosianin tersebut. Selain itu, gugus gula yang terikat pada kerangka

7
antosianidin memiliki karakter yang berbeda untuk tiap tumbuhan. Sehingga
dibutuhkan karakterisasi senyawa antosianin yang terkandung dalam daun
tanaman adam hawa untuk menentukan jenis antosianin yang terkandung
didalamnya.
Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH,
suhu, cahaya, dan oksigen (Basuki,dkk. 2005). Menurut (Clydesdale, 1998) dan
(Markakis, 1982)Pigmen antosinanin (merah, ungu dan biru) merupakan molekul
yang tidak stabil jika terjadi perubahan pada suhu, pH,oksigen, cahaya, dan gula.
- Transformasi Struktur dan pH

Pada umumnya penambahan hidroksi akan menurunkan stabilitas,


sedangkan penambahanmetil akan meningkatkan stabilitas (Harborne, 2005).
Faktor pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna antosianin tapi juga
mempengaruhi stabilitasnya. Antosianin lebih stabil dalam larutan asam
dibandingkan dalam larutan basa (Markakis, 1982)
- Suhu

Suhu mempengaruhi kestabilan antosianin. Suhu yang panas dapat


menyebabkan kerusakan struktur antosianin, oleh karena itu proses pengolahan
pangan harus dilakukan pada suhu 50-600C yang merupakan suhu yang stabil
dalam proses pemanasan (Harborne, 1987)
- Cahaya

Antosianin lebih stabil dalam larutan asam dibandingkan dalam larutan


alkali atau netral.
Cahaya mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap
antosianin, yaitu berperan dalam pembentukan antosianin dan cahaya juga
berperan dalam laju degradasi warna antosianin,oleh karena itu antosianin harus
disimpan di tempat yang gelap dan suhu dingin (Harborne, 1987)
- Oksigen

Oksigen dan suhu tampaknya mempercepat kerusakan antosianin.


Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan jus buah menjadi rusak akibat
oksigen (Adil, 2010),(Harborne, 2005) Degradasi antosianin terjadi tidak hanya
selama ekstraksi dari jaringan tumbuhan tetapi juga selama proses dan
penyimpanan jaringan makanan.

8
2.2 Pembahasan

Kulit buah rambutan merah mengandung pigmen antosianin yang


merupakan sub-tipe senyawa organik dari keluarga flavonoid.Antosianin lebih
stabil dalam suasana asam dibandingkan dalam suasana alkalis ataupun netral.
Oleh karena itu, ketahanan luntur pada penambahan zat fiksasi tawas yang
bersifat asam lebih baik jika dibandingkan dengan zat fiksasi kapur (basa). Selain
itu, ketahanan luntur yang lebih kuat pada kain dengan bahan fiksasi tunjung dan
tawas terhadap pencucian berkaitan dengan terjadinya ikatan zat warna yang
mampu masuk ke dalam serat kain secara maksimum dan berikatan kuat dengan
serat kain. Sebaliknya untuk bahan fiksasi kapur, zat warna tidak mampu masuk
ke dalam serat secara maksimum dikarenakan putusnya ikatan antara serat kain
dengan auksokrom sehingga daya serap kain hilang dan menyebabkan sisa zat
warna hanya melekat pada permukaan serat saja.

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan ukuran optimum


kulit rambutan dalam ekstraksi antosianin dari kulit rambutan. Variasi ukuran
kulit rambutan adalah dengan mengggunakan variasi ayakan 50, 70, 100 dan 140
mesh. Sebelum diekstraksi, terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan baku.
Kulit rambutan yang sudah dicuci dipotong kecilkecil lalu dikeringkan dalam
oven dan juga di bawah sinar matahari. Setelah itu dimasukkan ke dalam ball mill
untuk dihancurkan dan menjadi bubuk, kemudian diayak dengan variasi ukuran
ayakan 50, 70, 100 dan 140 mesh. Namun, pre-treatment ini tidak menghasilkan
larutan yang mengandung antosianin. Adapun indikator yang menyatakan bahwa
tidak diperoleh antosianin dilihat dari warna larutan yang kecoklatan, memiliki
pH Keterangan: 1. Refluks kondensor 2. Pengambil sampel 3. Termometer 4.
Reaktor 1000 mL 5. Magnetic stirrer 6. Hotplate Jurnal Teknik Kimia 4, 4,5-7
dan panjang gelombangnya tidak berada direntang panjang gelombang antosianin
yaitu 465-560 nm. Hal ini diduga karena pemanasan dan paparan sinar matahari.
Cahaya dapat menyebabkan berkurangnya intensitas suatu zat warna. Suhu yang
tinggi akan menyebabkan degradasi antosianin. Pada penelitian ini kestabilan
intensitas warna antosianin dari ekstrak kulit rambutan semakin berkurang setelah
dilakukan proses pemanasan. Degradasi antosianin meningkat pada suhu tinggi
dan terhadap paparan cahaya. Laju kerusakan degradasi termal menyebabkan
hilangnya warna pada antosianin yang akhirnya terjadi pencoklatan. Hasil

9
ekstraksi menggunakan ukuran ayakan adalah larutan berwarna coklat. Hal ini
dikarenakan pengeringan mempunyai kekurangan yaitu dapat merusak sifat dan
karakteristik dari bahan yang dikeringkan misalnya bentuknya, sifat- sifat fisik
kimianya dan penurunan mutunya.

Bahan tekstil yang bisa diwarnai dengan warna alam adalah bahan-bahan
yang berasal dari serat alam contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Untuk
bahan sintetis biasanya tidak bisa menyerap zat warna alam. Kendala dalam
penggunaan warna alam adalah variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan
bahannya tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat
dijadikan larutan pewarna sehingga kurang praktis dalam penggunaannya.
Kelebihan batik warna alam adalah ramah lingkungan, memiliki potensi pasar
yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia untuk memasuki pasar
global dengan daya tarik dengan karakteristik yang unik, etnik dan ekslusif.
Memiliki daya jual yang lebih tinggi dari pada batik warna sintetis. Manfaat yang
dapat diperoleh dari penggunaaan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pewarna
alam adalah ikut mendorong pembudidayaan tanaman-tanaman yang kurang
dikenal masyarakat yang dapat dijadikan sumber warna sehingga ikut mendorong
pelestarian keanekaragaman hayati. Sumber warna dapat diperoleh pula secara
gratis dari pasar swalayan dan pasar tradisional berupa sayuran dan buah-buahan
yang sudah tidak layak jual. Buah-buahan dan sayuran yang dimaksud antara lain
manggis, rambutan, jengkol, alpukat.

10
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Hasil uji ketahanan luntur dan penodaan warna menunjukkan bahwa


penggunaan zat fiksasi tawas memberikan nilai ketahanan luntur yang lebih baik
dibandingkan dengan zat fiksasi kapur dan tunjung sedangkan pada konsentrasi
zat fiksasi yang berbeda menunjukkan bahwa pada penggunaan konsentrasi
bahan fiksasi yang lebih tinggi (25% dan 45%), nilai greyscale dan stainingscale
akan semakin baik.

3.2 Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai ketahanan luntur warna terhadap


penggosokan dan keringat terhadap kain katun hasil pewarnaan menggunakan zat
warna dari ekstrak kulit buah rambutan.

11
DAFTAR PUSTAKA
Adil, W. H. (2010). Karakteristik Plasma Nutfah Ubi Jalar Berdaging Umbi Perdominan
Ungu. Buletin Plasma Nutfah 16 (2), 85-89.
Basuki, N., Harijono, Kuswanto, & Damanhuri. (2005). Studi Pewarisan Antosianin pada
Ubi Jalar. Agravita27 (1), 63-68.
Clydesdale, F. (1998). Color : origin, stability, measurement and quality. Didalam Food
Storage. New York: CRC Press LCC.
Harborne. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: ITB.
Harborne. (2005). Encyclopedia of Food and Color Additives. New York: CRC Press,Inc.
Isminingsih. (1978). Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil Bandung.
Markakis, P. (1982). Anthocyanins as Food Additives. New York: Academic Press.
Samber, L. N. (2003). KARAKTERISTIK ANTOSIANIN SEBAGAI PEWARNA ALAMI.
JPBiologi, 18-198.
Suarsa, I. W. (2011). Optimasi Jenis Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari
Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cv Kepok) dan Batang Pisang Susu
(Musa Paradiasiaca L.). Jurnal Kimia, 72-80.
Susanto, S. (1973, march 26). wahsuhningsih06. Dipetik december 9, 2017, dari Just
another WordPress.com weblog:
https://wahyuningsih06.wordpress.com/2011/03/26/ekstraksi-zat-warna-alami/
Yernisa, G.-S. E. (2013). Aplikasi Pewarna Bubuk Alami dari ekstrak biji pinang pada
pewarnaan sabun transparan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 190-198.

12

Anda mungkin juga menyukai