DISUSUN OLEH :
NPM: 17020074
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena rahmat serta hidayah dari-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun penulisan makalah ini pada mata kuliah Bahasa Indonesia, dengan judul”
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk makalah
agar menjadi lebih baik. Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya karena adanya dukungan baik jasmani maupun rohani dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada teman-
Penulis sangat menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
merupakan unsur yang sangat menentukan mutu suatu pakaian batik atau bahan
berwarna.
Pada proses batik dibutuhkan suhu air yang panas untuk proses
pelunturan/pelorodan lilin batik. Banyak zat warna alam yang dapat mewarnai
batik, tetapi dalam proses pelorodan lilin batik, warna tersebut berkurang banyak
bahkan luntur. Untuk memperoleh zat warna dengan ketahanan luntur yang baik
maka perlu dilakukan proses fiksasi. Fiksasi merupakan proses pencelupan yang
bertujuan untuk mengunci zat warna yang masuk ke dalam serat agar warna yang
dihasilkan tidak mudah pudar atau luntur. Fiksasi dilakukan dengan
menambahkan bahan yang mengandung kompleks logam. Bahan fiksasi yang
biasa digunakan antara lain kapur, tawas, dan tunjung. Pewarnaan menggunakan
kulit buah rambutan dengan fiksasi kapur, tawas, dan tunjung ini perlu diteliti
lebih lanjut secara empiris. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penggunaan jenis dan konsentrasi zat fiksasi kapur, tawas,
dan tunjung (dengan konsentrasi larutan sebesar 5, 25, dan 45%) terhadap
ketahanan luntur warna kain batik hasil pewarnaan ekstrak kulit buah rambutan
ditinjau dari perubahan warna dan penodaan warna.
Pembuangan limbah di sungai yang kurang optimal dapat
mengakibatkan tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh
masyarakat. Bahkan air sungai yang telah tercemar limbah tekstil dapat
meresap ke sumur-sumur penduduk. Padahal sumber air utama untuk
keperluan sehari-hari itu berasal dari sumur-sumur.
Penyalahgunaan limbah buah rambutan kurang optimal
dikarenakan banyak masyarakat yang kurang tau bahwa limbah kulit buah
rambutan bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alam pada kain. Kulit buah
rambutan bisa di manfaatkan.
Dikarenakan harga limbah kulit buah rambutan sangatlah
terjangkau,karena banyak limbah kulit buah rambutan. Pasar sering kita
temui limbah kulit buah rambutan. Disekitar kita banyak limbah kulit buah
rambutan yang berserakan, dikarenakan kurangnya pemanfaatan limbah
kulit buah rambutan.
2
Resiko penggunaan zat pewarna sintesis terus-menerus dapat
menyebabkan gangguan kesehatan. Terutama bagi orang yang terlibat
langsung pada proses pengolahannya. Efek dari penggunaan jangka waktu
lama menyebabkan kanker hati
1.3 Tujuan
1. Mendeskripsikan kondisi limbah kulit buah rambutan
2. Menjelaskan penggunaan zat pewarna alami di dalam industri
3
3. Menggambarkan proses pengolahan limbah
4. Menjelaskan cara menghasilkan zat pewara alami
1.4 Manfaat
- Untuk memberikan informasi tentang manfaat limbah kulit buah
rambutan sebagai pewarna alam tekstil
- Untuk memberikan informasi tentang pengolahan limbah kulit
buah rambutan
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Rambutan
Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan sejenis buah-buahan
tropika yang berasal dari Malaysia dan Indonesia. Kulitnya yang berwarna merah
masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Adanya warna merah pada kulit
rambutan diduga terdapat pigmen antosianin yang dapat digunakan sebagai
pewarna alami. Pewarnaan kain batik dapat dilakukan dengan menggunakan zat
warna alami dan zat warna sintetis. Keunggulan zat warna alam antara lain lebih
murah, ramah lingkungan, dan menghasilkan warna yang khas. Salah satu zat
warna alam yang berasal dari limbah yang dapat dimanfaatkan adalah limbah
5
kulit buah rambutan. Kelemahan dari penggunaan pewarna alam yaitu ketahanan
luntur warna dan intesitas (ketuaan) warna yang relatif kurang baik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terbaik yang dicapai dalam perolehan
pigmen antosianin dari kulit rambutan dengan menggunakan pelarut etanol.
Penelitian ini memvariasikan berbagai kondisi operasi yaitu ukuran partikel dari
kulit rambutan, temperatur dan waktu ekstraksi. Analisis antosianin dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur panjang
gelombang dan nilai absorbansinya. Ukuran kulit rambutan yang terbaik adalah
kulit rambutan yang diblender dan hasil terbaik diperoleh pada temperatur 70 0C
dan waktu ekstraksi selama 8 jam. Kondisi ini memberikan nilai intensitas warna
dengan absorbansi 1,0086, konsentrasi 120,1601 mg/L dan rendemen sebesar
0,6008 %.
2. 1.3 Antosianin
6
flavonoid yang berwarna. Senyawa antosianin biasanya akan mengikat beberapa
molekul gula seperti glukosa, fruktosa, galaktosa, arabinosa, dan jenis gula
lainnya, baik disakarida ataupun polisakarida. Antosianin banyak dimanfaatkan
sebagai senyawa antioksidan,antiangiogenik, antikarsinogenik, antikanker,
antialzhemeir, dan dapat pula digunakan sebagai indikator pH. Antosianin sering
juga digunakan sebagai senyawa penambah nilai gizi pada makanan. Selain
bermanfaat bagi manusia, antosinin juga bermanfaat bagi tumbuhtumbuhan itu
sendiri. Senyawa antosianin memberikan pigmen pada beberapa bagian
tumbuhan, mulai dari warna merah, ungu, dan kuning. Dengan adanya pigmen
warna tersebut, beberapa tumbuhan dapat menarik serangga atau hewan kecil
lainnya dalam membantu proses penyerbukan.
Senyawa antosianin dapat terkandung dalam tanaman yang berwarna
merah, ungu, dan biru. Senyawa ini terkandung dalam berbagai jenis berry seperti
blueberry, raspberry, strawberry, cranberry, blackberry,black currants, ceri dan
buah-buahan lain seperti anggur, apel, kiwi, serta terdapat pada beberapa sayuran
seperti kol merah dan bawang merah dan terkandung dalam tanaman non pangan
seperti tumbuhan adam hawa (Rhoeo discolor) . Tanaman adam hawa merupakan
tanaman hias yang sering kita jumpai di berbagai taman maupun pekarangan.
Tanaman ini kurang digunakan sebagai bahan obat tradisional di Indonesia. Di
negara lain seperti Meksiko, tanaman adam hawa telah digunakan sebagai
tanaman obat untuk mengobati berbagai macam penyakit . Dengan adanya
penelitian ini, diharapkan agar adanya penggunaan dan pemanfaatan tanaman
adam hawa lebih lanjut dan tidak hanya digunakan sebagai tanaman hias saja.
Penelitian terdahulu memaparkan bahwa daun tanaman adam hawa memiliki
senyawa antosianin, daun tanaman adam hawa dapat digunakan sebagai sumber
antioksidan yang cukup baik dan cukup melimpah di Indonesia.
Senyawa antosianin yang dihasilkan dari daun tanaman adam hawa dapat
digunakan pula sebagai penambah suplemen pada makanan atau menjadi bahan
makanan yang cukup menyehatkan. Antosianin dalam tumbuhan memiliki
karakter yang berbeda-beda untuk setiap tumbuhan yang berbeda pula. Untuk
daun tanaman adam hawa tidak ada penelitian yang menjelaskan jenis antosianin
yang terkandung didalamnya. Antosianin dibedakan berdasarkan struktur
kerangka antosianidin yang memiliki gugus samping yang membentuk nama dan
jenis antosianin tersebut. Selain itu, gugus gula yang terikat pada kerangka
7
antosianidin memiliki karakter yang berbeda untuk tiap tumbuhan. Sehingga
dibutuhkan karakterisasi senyawa antosianin yang terkandung dalam daun
tanaman adam hawa untuk menentukan jenis antosianin yang terkandung
didalamnya.
Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH,
suhu, cahaya, dan oksigen (Basuki,dkk. 2005). Menurut (Clydesdale, 1998) dan
(Markakis, 1982)Pigmen antosinanin (merah, ungu dan biru) merupakan molekul
yang tidak stabil jika terjadi perubahan pada suhu, pH,oksigen, cahaya, dan gula.
- Transformasi Struktur dan pH
8
2.2 Pembahasan
9
ekstraksi menggunakan ukuran ayakan adalah larutan berwarna coklat. Hal ini
dikarenakan pengeringan mempunyai kekurangan yaitu dapat merusak sifat dan
karakteristik dari bahan yang dikeringkan misalnya bentuknya, sifat- sifat fisik
kimianya dan penurunan mutunya.
Bahan tekstil yang bisa diwarnai dengan warna alam adalah bahan-bahan
yang berasal dari serat alam contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Untuk
bahan sintetis biasanya tidak bisa menyerap zat warna alam. Kendala dalam
penggunaan warna alam adalah variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan
bahannya tidak siap pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat
dijadikan larutan pewarna sehingga kurang praktis dalam penggunaannya.
Kelebihan batik warna alam adalah ramah lingkungan, memiliki potensi pasar
yang tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia untuk memasuki pasar
global dengan daya tarik dengan karakteristik yang unik, etnik dan ekslusif.
Memiliki daya jual yang lebih tinggi dari pada batik warna sintetis. Manfaat yang
dapat diperoleh dari penggunaaan tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pewarna
alam adalah ikut mendorong pembudidayaan tanaman-tanaman yang kurang
dikenal masyarakat yang dapat dijadikan sumber warna sehingga ikut mendorong
pelestarian keanekaragaman hayati. Sumber warna dapat diperoleh pula secara
gratis dari pasar swalayan dan pasar tradisional berupa sayuran dan buah-buahan
yang sudah tidak layak jual. Buah-buahan dan sayuran yang dimaksud antara lain
manggis, rambutan, jengkol, alpukat.
10
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Adil, W. H. (2010). Karakteristik Plasma Nutfah Ubi Jalar Berdaging Umbi Perdominan
Ungu. Buletin Plasma Nutfah 16 (2), 85-89.
Basuki, N., Harijono, Kuswanto, & Damanhuri. (2005). Studi Pewarisan Antosianin pada
Ubi Jalar. Agravita27 (1), 63-68.
Clydesdale, F. (1998). Color : origin, stability, measurement and quality. Didalam Food
Storage. New York: CRC Press LCC.
Harborne. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: ITB.
Harborne. (2005). Encyclopedia of Food and Color Additives. New York: CRC Press,Inc.
Isminingsih. (1978). Pengantar Kimia Zat Warna. Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil Bandung.
Markakis, P. (1982). Anthocyanins as Food Additives. New York: Academic Press.
Samber, L. N. (2003). KARAKTERISTIK ANTOSIANIN SEBAGAI PEWARNA ALAMI.
JPBiologi, 18-198.
Suarsa, I. W. (2011). Optimasi Jenis Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari
Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cv Kepok) dan Batang Pisang Susu
(Musa Paradiasiaca L.). Jurnal Kimia, 72-80.
Susanto, S. (1973, march 26). wahsuhningsih06. Dipetik december 9, 2017, dari Just
another WordPress.com weblog:
https://wahyuningsih06.wordpress.com/2011/03/26/ekstraksi-zat-warna-alami/
Yernisa, G.-S. E. (2013). Aplikasi Pewarna Bubuk Alami dari ekstrak biji pinang pada
pewarnaan sabun transparan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 190-198.
12