Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH SAINS DAN TEKNOLOGI

PEMANFAATAN LIMBAH PLASTIK SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF


UPAYA UNTUK MENGURANGI SAMPAH PLASTIK DI INDONESIA

Disusun Oleh:
Atika Dwi Hapsari 19312241005
Pendidikan IPA A 2019

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Plastik Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Upaya untuk Mengurangi Sampah Plastik di Indonesia” dengan tepat waktu dan baik.
Adapun tujuan makalah ini dibuat adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah
Kajian Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam juga sebagai sarana untuk menambah
pengetahuan dan referensi pembaca maupun penulis mengenai bidang sains dan
teknologi yang pesat berkembang akhir-akhir ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Ekosari Roektiningroem,M.P.selaku
dosen Kajian Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang telah membimbing dan
memberi tugas makalah ini sehingga pengetahuan dan ilmu penulis dapat lebih terbuka
wawasannya dan berkembang dari sebelumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat hal yang kurang.
Maka, dengan adanya kritik dan saran yang membangun diperlukan demi
menyempurnakan makalah ini.

Sleman, 17 Desember 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................5
C. Tujuan.......................................................................................................................5
D. Manfaat.....................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
ISI.......................................................................................................................................6
A. Pengertian Plastik.....................................................................................................6
B. Proses Pengolahan Limbah Plastik.........................................................................7
C. Proses Pemanfaatan Limbah Plastik Menjadi Bahan Bakar...................................9
D. Bahan Bakar Minyak..............................................................................................14
E. Efisiensi Bahan Bakar Minyak dari Limbah Plastik................................................15
BAB III...............................................................................................................................17
PENUTUP........................................................................................................................17
A. Kesimpulan.............................................................................................................17
B. Saran......................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................19-21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan global yang hingga kini belum terselesaikan adalah volume
sampah yang jumlahnya terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Berdasarkan Data Kependudukan Semester I Tahun 2020
Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia 2020 sebesar
268.583.016 jiwa (per 30 Juni). Jumlah timbulan sampah di Indonesia pada 2020
mencapai 67,8 juta ton. Volume sampah plastik yang melimpah disebabkan oleh
tidak maksimalnya pengelolaan yang dilakukan.
Tidak dipungkiri memang kantong plastik jenis kresek telah menjadi
bagian hidup manusia dan sulit untuk dipisahkan. Diperkirakan setiap orang
menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahunnya dan sekitar 500 miliar hingga
satu triliun kantong plastik digunakan di seluruh dunia. Serta lebih dari 17 miliar
kantong plastik dibagikan secara gratis oleh supermarket di seluruh dunia untuk
setiap tahunnya. Bahkan, jika dibentangkan semua kantong plastik yang ada di
bumi ini bisa membungkus seluruh permukaan bumi hingga 10 kali lipat.
Plastik merupakan material yang sangat akrab dalam kehidupan manusia
dan sudah dianggap sebagai bahan pokok kebutuhan rumah tangga ataupun
domestik sehingga keberadaan sampah plastik semakin meningkat.
Pemanfaatan sampah plastik dinilai kurang menarik sehingga mengakibatkan
upaya reduksi plastik seringkali tidak efektif walaupun jumlahnya cukup banyak.
Komposisi sampah plastik mencapai 10-15% atau 13,0-19,5 ton/hari dari jumlah
keseluruhan sampah perkotaan. Namun sangat disayangkan sampah plastik
dengan jumlahnya yang besar hanya dibuang ke TPA atau dibakar tanpa
dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak merupakan
salah satu pengembangan dari ilmu pengetahuan yang memberikan manfaat
positif untuk mengatasi masalah lingkungan, meningkatkan taraf hidup orang
banyak, juga menjadi tawaran solusi mencari bahan bakar alternative.
Jika diihat dari unsur penyusunnya, sampah plastik terdiri dari minyak
bumi dan gas alam yang apabila dikonversi dapat dimanfaatkan kembali menjadi
bahan bakar. Teknik konversi yang dapat diaplikasikan adalah thermal cracking
yang lazimnya dikenal sebagai pirolisis dan dikombinasikan dengan penambahan
katalis. Penambahan katalis mampu mempercepat proses pembentukan minyak
sehingga jumlah yang dihasilkan lebih banyak dan kualitasnya meningkat.
Pirolisis sampah plastic dapat menghasilkan minyak hingga 81% yang termasuk
4
dalam kategori parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik sehingga layak
dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa jenis plastik yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif?
2. Bagaimana cara mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif
kendaraan bermotor menggunakan metode pirolisis?
3. Berapa tingkat efisiensi bahan bakar cair yang berasal dari limbah plastik saat
digunakan pada kendaraan bermotor?

C. Tujuan
1. Mengetahui jenis plastik yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif
kendaraan bermotor.
2. Mengetahui cara mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar alternatif
kendaraan bermotor.
3. Mengetahui tingkat efisiensi bahan bakar cair yang berasal dari limbah plastik
saat digunakan kendaraan bermotor.

D. Manfaat
1. Menambah pengetahuan baru kepada pembaca bahwa limbah plastik dapat
dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif.
2. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai proses mengubah limbah
plastik menjadi bahan bakar alternatif dengan metode pirolisis.

5
BAB II

ISI

A. Pengertian Plastik
Plastik merupakan material yang terbentuk dari proses polimerisasi karbon
dan hidrogen yaitu proses penggabungan beberapa molekul sederhana menjadi
molekul besar. Menurut Santoso (2010); Surono (2013) dan Obeid dkk. (2014),
plastik merupakan material yang kuat dan tidak mudah pecah, ringan, anti karat,
mudah diwarnai dan dibentuk, serta isolator panas dan listrik yang baik. Sifatnya
tersebut menyebabkan penggunaan plastik dalam berbagai aktivitas di kehidupan
sehari-hari cukup besar sehingga menghasilkan sampah dengan jumlah yang
besar pula.
Plastik terbagi menjadi 2 jenis yaitu thermoplastik dan thermosets.
Thermoplastik merupakan plastik yang jika dipanaskan hingga suhu tertentu akan
mencair dan dapat dibentuk kembali sesuai kebutuhan. Thermoplastik umumnya
digunakan sebagai bahan pembuat botol kemasan dan dapat didaur ulang.
Sedangkan thermosets adalah plastik yang apabila dipanaskan tidak dapat
mencair kembali. Plastik jenis ini digunakan sebagai bahan baku kantong plastik
(Bajus dan Hajekova, 2010; Surono, 2013).
Salah satu bahan baku pembuatan plastik adalah hasil distilasi minyak
bumi jenis nafta dengan titik didih maksimal 36-270°C (Radionsono dkk., 2006).
Dalam pemanfaatannya nafta digunakan sebagai pelarut, bahan kimia, plastik,
dan bahan bakar kendaraan jenis bensin (Surono, 2013). Oleh karena itu,
sampah plastik berpotensi untuk diolah kembali menjadi bahan bakar kembali
(Rodiansono, Trisurnayanti, dan Triyono 2006).
Kantong plastik jenis kresek dan kemasan plastik lainnya merupakan alat
pengemas yang paling banyak dipergunakan karena murah, praktis dan mudah
didapat. Plastik adalah istilah umum bagi polimer, yaitu material yang terdiri dari
rantai panjang karbon dan elemen-elemen lain (oksigen, nitrogen, klorin atau
belerang) yang mudah dibuat menjadi berbagai bentuk dan ukuran. Bahan
pembuat plastik pada mulanya adalah minyak dan gas sebagai sumber alami,
tetapi di dalam perkembangannya bahan-bahan ini digantikan dengan bahan
sintesis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan (Nasrun, Eddy
Kurniawan, Inggit Sari, 2015 : 2).
Polyethylene adalah bahan termoplastik yang transparan, berwarna putih
yang mempunyai titik leleh bervariasi antara 110-137ºC. Umumnya Polyethylene
tahan terhadap zat kimia. Monomernya, yaitu etana, diperoleh dari hasil
perengkehan (cracking) minyak atau gas bumi. (Billmeyer, 1994).
6
Penggunaan Polyethylene sekitar 6-18% dari berat kadar aspal optimun
bisa mengurangi deformasi pada perkerasan jalan dan bisa meningkatkan fatigue
resistance sekaligus bisa memberikan peningkatan daya adhesi antara aspal dan
agregat. (Mohammad T. A. & Lina.S, 2007)

B. Proses Pengolahan Limbah Plastik


Penanganan sampah plastik yang populer selama ini adalah dengan 3R
(Reuse, Reduce, Recycle). Reuse adalah memakai berulang kali barang-barang
yang terbuat dari plastik. Reduce adalah mengurangi pembelian atau
penggunaan barang-barang dari plastik, terutama barangbarang yang sekali
pakai. Recycle adalah mendaur ulang barang-barang yang terbuat dari plastik.
Masing-masing penanganan sampah tersebut di atas mempunyai kelemahan.
Kelemahan dari reuse adalah barang-barang tertentu yang terbuat dari plastik,
seperti kantong plastik, kalau dipakai berkali-kali akan tidak layak pakai. Selain
itu beberapa jenis plastik tidak baik bagi kesehatan tubuh apabila dipakai berkali-
kali. Kelemahan dari reduce adalah harus tersedianya barang pengganti plastik
yang lebih murah dan lebih praktis. Sedangkan kelemahan dari recycle adalah
bahwa plastik yang sudah didaur ulang akan semakin menurun kualitasnya
(Mulyadi, 2004).

7
Daur ulang adalah solusi terbaik terhadap masalah lingkungan yang
dihadapi industry plastik. Daur ulang ini dikategorikan ke dalam daur ulang
primer, sekunder, tersier, dan kuaterner. Daur ulang kimia, yaitu konversi limbah
plastik menjadi bahan baku atau bahan bakar telah diakui sebagai pendekatan
yang ideal dan secara signifikan dapat mengurangi biaya pembuangan. Produksi
hidrokarbon cair dari degradasi plastik akan bermanfaat karena cairannya mudah
disimpan, ditangani, dan diangkut, walaupun hal tersebut tidak mudah untuk
dilakukan. Berbagai langkah alternatif untuk bahan kimia daur ulang telah
menarik banyak minat dengan tujuan mengubah limbah plastik menjadi
petrokimia dasar yang bisa digunakan sebagai bahan baku hidrokarbon atau
bahan bakar minyak untuk berbagai proses hilir. Beberapa metode untuk
menghasilkan bahan bakar dari plastik bekas antara lain degradasi panas,
perekahan katalitik, dan gasifikasi (Baharudin H, Jaka Windarta, Erick Hardian
Giovanni, 2020: 3).
a. Daur Ulang Primer
Daur ulang primer juga dikenal sebagai pemrosesan ulang mekanik.
Selama proses, limbah plastik dimasukkan ke dalam proses produksi dari
bahan dasar. Jadi kita bisa dapatkan produk dengan spesifikasi yang sama
dengan bahan awal. Proses ini hanya dilakukan dengan scrap semiclean.
Limbah plastik yang rusak sebagian menggantikan bahan asal. Jadi, semakin
meningkat fraksi plastik daur ulang dalam campuran akan menjadikan kualitas
produk menjadi berkurang. Jenis daur ulang ini membutuhkan pembersihan
dan bukan limbah yang terkontaminasi dengan jenis yang sama seperti resin.
Langkah-langkah dalam proses daur ulang primer adalah:
1. Memisahkan limbah dengan jenis resin tertentu dan warna yang berbeda
dan kemudian mencucinya,
2. Limbah memiliki sifat leleh yang lebih baik sehingga seharusnya ditinjau
kembali menjadi pelet yang dapat ditambahkan ke resin asli.
Jenis daur ulang ini sangat mahal dibandingkan jenis daur ulang lainnya
karena persyaratan sifat plastik yang disebutkan di atas. Jika limbah dapat
disortir dengan mudah berdasarkan resin tetapi tidak bisa dijadikan pelet
karena kontaminasi pewarnaan campuran, maka limbah dapat dimasukkan ke
dalam aplikasi cetakan.
b. Daur Ulang Sekunder
Daur ulang sekunder menggunakan limbah plastic padat dipembuatan
produk plastikdengan cara mekanis, yang menggunakan daur ulang, pengisi,
dan atau polimer murni. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempertahankan
energi yang digunakan untuk produksi plastik untuk mendapatkan keuntungan
8
finansial. Tidak seperti itu daur ulang primer, proses daur ulang sekunder
dapat menggunakan limbah terkontaminasi yang sudah dibersihkan. Proses
daur ulang melibatkan produk yang berbeda dan memiliki proses yang
berbeda dibandingkan dengan proses produksi asli.
c. Daur Ulang Tersier
Proses ini juga dikenal sebagai cracking process. Prosesnya termasuk
memecah plastik di suhu tinggi (degradasi termal) atau pada suhu lebih
rendah dengan katalis (degradasi katalitik), yang mengandung rantai karbon
lebih kecil. Untuk berbagai produksi kimia, bahan baku ini dapat digunakan
sebagai bahan dasar yang memiliki kualitas lebih rendah (contoh: polimerisasi
atau fabrikasi bahan bakar). Sifat asal dari bahan baku akan hilang. Proses
daur ulang tersier lebih penting karena tingginya tingkat pencemaran limbah.
Kami dapat memulihkan monomer dari kondensasi polimer. Mekanisme
seperti hidrolisis, metanolisis, atau glikolisis dapat digunakan, misalnya, PET
(polyethylene terephthalate), poliester, dan poliamida sementara penambahan
polimer suka poliolefin, polistirena, dan PVC membutuhkan perlakuan termal
yang lebih kuat, gasifikasi, atau degradasi katalitik.
d. Daur Ulang Kuarter
Proses ini termasuk pemulihan konten energi saja. Karena kebanyakan
sampah plastik memiliki konten panas tinggi sehingga dilakukan pembakaran.
Energi panas tersebut satu- satunya keuntungan dari proses ini. Sisa dari
insinerasi ini memiliki 20% berat, dengan 10%.
Pemanfaatan sampah plastik dilakukan dengan merubah bentuknya yang
padat menjadi cair dan gas dengan prinsip pemanasan. Sampah plastik tidak
diolah dengan cara dibakar karena prosesnya yang tidak sempurna akan
menghasilkan senyawa bersifat karsinogen seperti polychloro dibenzodioxins dan
polychloro dibenzo-furans. Untuk menghilangkan sifat karsinogennya, maka
sampah plastik harus dibakar dengan suhu yang tinggi hingga 1000°C sehingga
dibutuhkan biaya yang besar.
C. Proses Pemanfaatan Limbah Plastik Menjadi Bahan Bakar
Upaya untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi bahan bakar dapat
dilakukan dengan metode perekahan (cracking). Cracking adalah proses
pemecahan polimer yang molekulnya besar menjadi senyawa dengan berat
molekul lebih rendah. Ada beberapa jenis teknologi cracking yaitu hydro cracking,
thermal cracking, dan catalytic cracking. Hydro cracking adalah proses
perekahan polimer dengan bantuan hidrogen (tekanan 3-10 Mpa dan suhu 423-
673°K) yang dilengkapi dengan pengaduk. Thermal cracking adalah proses
pemanasan polimer tanpa menggunakan O2, proses ini lazimnya disebut

9
pirolisis. Teknologi pemanasan lain yang hampir sama dengan pirolisis adalah
gasifikasi tetapi prosesnya membutuhkan sedikit O2. Sedangkan catalytic
cracking adalah pemanasan polimer dengan bantuan katalis sehingga prosesnya
lebih cepat dengan suhu yang lebih rendah. Dalam prosesnya, pirolisis dan
gasifikasi juga dapat disebut catalytic cracking karena dalam aplikasinya
ditambahkan katalis sehingga menghasilkan minyak dan gas dengan jumlah dan
kualitas yang lebih baik (Harshal dan Syailendra, 2013: Surono, 2013; Syamsiro
dkk., 2014).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, teknologi yang
lebih efektif digunakan dalam proses konversi sampah plastik menjadi bahan
bakar adalah pirolisis dan gasifikasi yang dikombinasikan dengan catalytic
cracking (Bajus dan Hajekova, 2010; Marnoto dan Sulistyowati, 2012; Obeid dkk.,
2014; Syamsiro dkk., 2014).
Ada berbagai jenis proses pirolisis. Pirolisis konvensional (pirolisa lambat)
berlangsung di bawah tingkat pemanasan rendah dengan produk padat, cair, dan
gas dalam porsi yang signifikan. Pirolisis konvensional merupakan proses kuno
yang digunakan terutama untuk produksi arang. Uap dapat secara kontinyu
dibuang. Pirolisis cepat dikaitkan dengan tar, pada suhu rendah (850- 1250K)
dan atau gas pada suhu tinggi (1050–1300K). Saat ini, teknologi yang lebih dipilih
adalah pirolisis cepat atau flash pada suhu tinggi dengan sangat waktu tinggal
singkat. Pirolisis cepat (lebih akurat didefinisikan sebagai termolisis) adalah suatu
proses di mana suatu bahan, seperti biomassa, dipanaskan dengan cepat ke
suhu tinggi tanpa adanya oksigen. (Al-Salem, P. Lettieri, and J. Baeyens, 2010:
103-129).
Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu.
Pirolisis adalah proses dekomposisi suatu bahan pada suhu tinggi tanpa adanya
udara atau dengan udara terbatas. Proses dekomposisi pada pirolisis ini juga
sering disebut dengan devolatilisasi. Produk utama dari pirolisis yang dapat
dihasilkan adalah arang (char), minyak, dan gas. Arang yang terbentuk dapat
digunakan untuk bahan bakar ataupun digunakan sebagai karbon aktif.
Sedangkan minyak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai zat additif atau
campuran dalam bahan bakar. Sedangkan gas yang terbentuk dapat dibakar
secara langsung (Chaurasia, Babu dan Pilani, 2005).
Pirolisis adalah proses pemecahan struktur polimer kompleks menjadi
lebih sederhana pada suhu 350-900°C tanpa menggunakan O2 (Sumarni dan
Purwanti, 2008; Harshal dan Syailendra, 2013; Obeid dkk., 2014; Syamsiro dkk.,
2014). Proses konversi sampah plastik dimulai dari proses drying sehingga
didapatkan plastik yang bersih dan kering. Kondisi plastik tersebut akan
10
mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Kemudian proses dilanjutkan
dengan pemanasan reaktor dengan suhu 350-900°C. Panas yang terbentuk dari
suhu tersebut menyebabkan polimerpolimer plastik di dalam reaktor melunak.
Bersamaan dengan itu, polimer yang merupakan molekul besar, strukturnya
terdekomposisi menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah dan
stabil (Harshal dan Syailendra, 2013; Syamsiro dkk., 2014). Gas yang terbentuk
mengandung berbagai unsur dan senyawa yang kemudian dipisahkan melalui
proses kondensasi sehingga dihasilkan minyak dan gas. Rodiansono dkk. (2006)
melaporkan bahwa pirolisis mampu menghasilkan minyak dan gas yang
jumlahnya masing-masing sebanyak 70-80% dan 5-10%.

Sumber : Gina Lova Sari, 2017: 11

Sumarni dan Purwanti (2008) menjelaskan bahwa mekanisme


dekomposisi polimer melalui 3 tahap yaitu awal, perambatan, dan perhentian.
Pada tahap awal yang ditandai dengan meningkatnya suhu akan terjadi
pemutusan rantai polimer dengan ikatan yang lemah. Ikatan yang terputus dan
bersifat tidak stabil sehingga mudah bereaksi dengan molekul lain dan
membentuk senyawa baru pada tahap perambatan. Selanjutnya, senyawa yang
terbentuk akan terpecah membentuk senyawa yang lebih sederhana dan stabil.
Senyawa-senyawa tersebut kemudian tervolatilisasi menmbentuk gas (Harshal
dan Syailendra, 2013; Syamsiro dkk., 2014). Sebagai contoh pirolisis plastik
LDPE, pada tahap awal hingga prambatan akan membentuk senyawa etilena
dengan rumus RCH2-CH2⟶R + CH2=CH2. Pada suhu tertentu, etilena
merupakan senyawa yang stabil, tetapi R yang terbentuk masih bersifat tidak
stabil. Oleh karena itu, pada tahap penghentian etilena akan terpecah lagi dan
11
membentuk senyawa yang stabil. Adapun rumus kimia senyawa tersebut adalah
C3H7 + CH3 ⟶C4H10 (Sumarni dan Purwanti, 2008).
Berdasarkan analisa yang pernah dilakukan Lembaga Minyak dan Gas
Bumi (Lemigas), minyak dari plastik bekas ini memiliki sifat tidak jenuh. Artinya,
perbandingan antara karbon dan hidrogen tidak seimbang sehingga ada mata
rantai yang tidak terisi. Minyak berwarna kuning kecokelatan, tetapi sudah biasa
untuk bahan bakar kompor atau obor (Purwanti dan Sumarni, 2008). Minyak
hasil pirolisis ini mudah terbakar, mengeluarkan jelaga, dan baunya merangsang.
Minyak Iswadi dkk. pirolisis ini dapat diolah lagi supaya mempunyai sifat jenuh
dan stabil (Pareira, 2009).
Langkah penting dalam pirolisis plastik berdasarkan Baharudin H, Jaka
Windarta, Erick Hardian Giovanni (2020: 3) meliputi:
1. Memanaskan plastik secara merata tanpa variasi suhu yang berlebihan.
2. Membersihkan oksigen dari ruang pirolisis.
3. Mengelola produk sampingan arang karbon sebelum berubah menjadi isolator
termal dan menurunkan perpindahan panas ke plastic.
4. Kondensasi dan fraksinasi yang hati-hati dari uap pirolisis untuk menghasilkan
distilat yang berkualitas baik dan konsistensi.
Keuntungan dari proses pirolisis meliputi :
5. Volume limbah berkurang secara signifikan (<50 - 90%).
6. Bahan bakar padat, cair, dan gas dapat dihasilkan dari limbah.
7. Stok bahan bakar / bahan kimia yang dapat disimpan / diangkut diperoleh.
8. Masalah lingkungan berkurang.
9. Merupakan energi diperoleh dari sumber terbarukan seperti limbah padat
rumah tangga.
10. Biaya modal rendah.
Hal utama yang harus mendapat perhatian khusus adalah mengendalikan
pirolisis agar produknya lebih seragam. Pada pirolisis, reaksi pemotongan rantai
molekul terjadi secara acak sehingga menghasilkan fraksi-fraksi molekul dengan
aneka berat molekul (distribusi variasi molekul yang lebar). Hal ini memberi
konsekuensi rendahnya yield molekul target sehingga disarankan untuk
melibatkan katalis dalam proses pirolisis. Pirolisis menggunakan katalis juga
diharapkan dapat dilakukan pada suhu yang relatif lebih rendah. Katalis berupa
padatan yang telah diujicobakan pada pirolisis poliolefin adalah zeolit (HZSM-5,
HMOR, and zeolit Y), SiO2 -Al2 O3 , BaO, and sulfur-promoted zirconia catalysts
(Keane, 2009).
Pranata meneliti tentang minyak pirolisis dari plastik polietilena, hasil
penelitian menunjukkan bahwa minyak pirolisis dari plastik polietilena mempunyai
12
densitas 939 kg/m3 atau lebih berat dari minyak tanah [6]. Minyak bakar ini
mempunyai ignition point 30,4oC sehingga sangat mudah dinyalakan. Komponen
utama minyak pirolisis dari plastik polietilena adalah styrene monomer yang
kadarnya hampir 64%. Sedangkan lebih dari 80% minyak pirolisis ini terdiri dari
styrene (Skodars, 2006).
Telah melakukan penelitian mengenai pengaruh temperatur dan waktu
terhadap hasil char pada proses pirolisis, dimana semakin tinggi temperatur
setelah melewati temperatur puncak, reaktifitas dari char akan menurun.
Sedangkan komponen waktu berpengaruh terhadap reaktifitas dari char. Proses
pirolisis dimulai pada temperature sekitar 230°C, ketika komponen yang tidak
stabil secara termal, dan volatile matters pada sampah akan pecah dan menguap
bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung
tar dan polyaromatic hydrocarbon. Produk pirolisis umumnya terdiri dari gas (H2,
CO, CO2, H2O, dan CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang
berpengaruh pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat
kompleks, sehingga model matematis persamaan kecepatan reaksi pirolisis yang
diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang
berbeda (Trianna dan Rochimoellah, 2002).
Degradasi katalitik, katalis yang cocok digunakan untuk melakukan reaksi
retak. Adanya Katalis menurunkan suhu dan waktu reaksi. Proses terjadi pada
distribusi produk nomor dan puncak atom karbon yang jauh lebih sempit pada
hidrokarbon yang lebih ringan yang terjadi pada suhu yang lebih rendah. Biaya
proses ini harusnya bisa lebih murah membuat proses lebih menarik dari
perspektif ekonomi. Penggunaan ulang katalis dan penggunaa dalam jumlah
yang lebih sedikit dapat mengoptimalkan proses ini. Proses ini dapat
dikembangkan menjadi proses daur ulang polimer komersial yang hemat biaya
untuk memecahkan akut masalah lingkungan dari pembuangan limbah plastik.
Proses ini juga menawarkan kemampuan retak dari plastik yang lebih tinggi,
serta konsentrasi residu padat yang lebih rendah didalam produk. (Kpere-Daibo,
2017).
Gasifikasi, pada tahap pertama pembakaran biomassa dilakukan secara
parsial untuk menghasilkan gas dan arang dan pengurangan dari produk gas,
terutama CO2 dan H2O oleh arang menjadi CO dan H2. Prosesnya juga
menghasilkan beberapa metana dan hidrokarbon lain yang lebih tinggi (HCs)
tergantung pada desain dan kondisi operasi reaktor. Secara umum, gasifikasi
dapat didefinisikan sebagai konversi termokimia berbasis karbon padat atau cair
menjadi produk gas yang mudah terbakar oleh senyawa gas lain (gasification
agent). Senyawa gas tersebut memungkinkan bahan baku yang akan dikonversi
13
dengan cepat menjadi gas dengan cara reaksi heterogen yang berbeda. Jika
prosesnya tidak terjadi dengan bantuan zat pengoksidasi, maka disebut sebagai
gasifikasi tidak langsung dan membutuhkan sumber energi eksternal dari
gasification agent, karena mudah diproduksi dan meningkatkan kandungan
hidrogen dari gas yang mudah terbakar. Sistem gasifikasi terdiri dari tiga hal
mendasar elemen:
(1) gasifier, berguna dalam menghasilkan gas yang mudah terbakar;
(2) sistem pembersihan gas (gas cleanup system), diperlukan untuk membuang
senyawa berbahaya dari gas yang mudah terbakar;
(3) sistem pemulihan energi (energy recovery system). Sistem ini dilengkapi
dengan subsistem yang sesuai, yang berguna untuk mengendalikan dampak
lingkungan (udara polusi, produksi limbah padat, dan air limbah).
Proses gasifikasi merupakan alternatif masa depan dari insinerator limbah
untuk pengolahan termal dari limbah berbasis karbon homogen dan untuk limbah
heterogen yang telah diolah sebelumnya (Singhad, Tyagib, dan Allen et al.,
2011).
D. Bahan Bakar Minyak
Bahan bakar juga merupakan bahan yang dapat digunakan untuk
menghasilkan energi untuk menghasilkan kerja mekanik secara terkendali.
Dengan kata lainadalah zat yang menghasilkan energi, terutama panas yang
dapat digunakan. Ditinjau dari sudut teknis dan ekonomis, bahan bakar diartikan
sebagai bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran
tersebut dengan sendirinya, disertai dengan pengeluaran kalor (Puspita, 2013).
Adapun jenis-jenis dari bahan bakar minyak diantaranya menurut Nasrun,
Eddy Kurniawan, Inggit Sari (2015) sebagai berikut.
a. Bensin
Bensin adalah hidrokarbon berantai pendek antara C4- C10 yang biasa
digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor yang berbentuk cairan
bening, agak kekuningkuningan, dan berasal dari pengolahan minyak bumi
yang sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar di mesin pembakaran
dalam. Bensin juga dapat digunakan sebagai pelarut, terutama karena
kemampuannya yang dapat melarutkan cat. Sebagian besar bensin tersusun
dari hidrokarbon alifatik yang diperkaya dengan iso-oktana atau benzena
untuk menaikkan nilai oktan.
b. Solar
Solar adalah fraksi dari pemanasan minyak bumi antara 250-340°C yang
mempunyai panjang hidrokarbon antara C16-C20. Solar banyak digunakan
sebagai bahan bakar kendaraan yang menggunakan mesin diesel. Pada

14
umumnya solar akan banyak mengandung belerang karena dibandingkan
dengan bensin solar memiliki titik didih yang lebih tinggi. Kualitas dari solar
ditentukan dengan bilangan setana, yaitu tingkat kemudahan minyak solar
untuk menyala atau terbakar di dalam mesin diesel.
c. Minyak tanah
Minyak tanah atau kerosene adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna
dan mudah terbakar yang diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari
petroleum pada 150°C dan 275°C dan mempunyai rantai karbon dari C11
sampai C15. Biasanya, minyak tanah di distilasi langsung dari minyak mentah
membutuhkan perawatan khusus, dalam sebuah unit Merox atau hidrotreater,
untuk mengurangi kadar belerang dan pengaratannya. Minyak tanah dapat
juga diproduksi oleh hidrocracker, yang digunakan untuk memperbaiki
kualitas bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk bahan bakar
minyak.
d. Premium
Premium adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan
yang jernih. Premium merupakan BBM untuk kendaraan bermotor yang paling
populer di Indonesia. Premium di Indonesia dipasarkan oleh Pertamina
dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Premium merupakan BBM dengan oktan
atau Research Octane Number (RON) terendah di antara BBM untuk
kendaraan bermotor lainnya, yakni hanya 88. Pada umumnya, Premium
digunakan untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti:
mobil, sepeda motor, motor tempel, dan lain-lain. Bahan bakar ini sering juga
disebut motor gasoline atau petrol.
Minyak hasil kondensasi pirolisis tergolong ke dalam jenis parafin,
isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik yang merupakan bahan-bahan
penyusun bahan bakar pada umumnya (Obeid dkk., 2014). Oleh karena itu,
minyak hasil pirolisis memiliki kualitas yang mirip dengan bahan bakar cair
seperti bensin dan solar. Hal ini menyebabkan minyak hasil pirolisis dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar maupun bahan substitusinya.
E. Efisiensi Bahan Bakar Minyak dari Limbah Plastik
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
minyak yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut meliputi suhu, waktu, jenis plastik,
dan penggunaan katalis dan jenisnya katalisnya (Bajus dan Hajekova, 2010;
Santoso, 2010; Tamilkolundo dan Murugesan, 2012; Surono, 2013; Obeid dkk.,
2014: Syamsiro dkk., 2014).
a. Suhu dan Waktu

15
Semakin tinggi suhu dan semakin lama proses pirolisisnya maka akan
semakin banyak jumlah minyak yang dihasilkan (Sumarni dan Purwanti,
2008). Dilihat dari produk yang dihasilkan, pirolisis juga menghasilkan gas
tetapi diminimalkan dengan peningkatan suhu sehingga minyak yang
terbentuk lebih banyak. Seperti hasil penelitian Santoso yang menunjukkan
hubungan antara jumlah minyak dan gas yang dihasilkan berbanding terbalik
karena adanya peningkatan suhu reaktor. Lebih lanjut Bajus dan Hajekova
(2010) melaporkan bahwa nilai kalori dari gas yang terbentuk mencapai 50,8-
52,7 MJ/kg yang hampir setara dengan nilai kalori gas metan yaitu 55,7
MJ/kg.
b. Jenis Plastik
Jenis plastik yang digunakan dalam konversi sampah plastik menjadi
minyak menentukan kualitasnya.
c. Penggunaan Berbagai Jenis Katalis
Syamsiro dkk. (2014) menyatakan bahwa penggunaan katalis dalam
proses pirolis mampu mempercepat konversi yang menghasilkan minyak
dengan kualitas lebih baik. Syamsiro dkk. (2014) menjelaskan bahwa katalis
mampu meningkatkan perekahan yang terjadi dalam proses pirolisis. Rantai
hidrokarbon yang panjang mampu dikonversi menjadi gas hidrokarbon lebih
cepat sehingga minyak yang terbentuk dari kondensasi akan semakin banyak.
Penulis yang sama membandingkan kinerja katalis menggunakan zeolit alami
dengan zeolit Y. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa zeolit Y mampu
mengkonversi rantai hidrokarbon menjadi lebih pendek dibandingkan zeolit
alami. Hal ini disebabkan oleh luas permukaan zeolit Y lebih besar
dibandingkan zeolit alami sehingga kontaknya lebih baik.
Menurut Syamsiro dkk. (2014) dan Obeid dkk. (2014), katalis yang digunakan
dalam proses pirolisis dapat dipisahkan dan digunakan kembali sehingga dapat
mengurangi biaya operasional. Selain itu, emisi gas yang dihasilkan oleh pirolisis
dengan katalis bebas dari dioksin dan furan yang bersifat toksik, sehingga ramah
terhadap lingkungan (Harshal dan Syailendra, 2013).
Santoso (2012) melakukan uji terhadap minyak pirolisis yang dihasilkan
melalui kompor. Hasil pengujian menyatakan bahwa efisiensi minyak pirolisis
paling tinggi adalah 50%. Santoso (2010) juga membandingkan efisiensi tersebut
dengan minyak tanah dan bensin yang nilainya masing-masing adalah 24% dan
68%. Pengujian minyak hasil pirolisis juga dilakukan sebagai bahan substitusi
solar yang digunakan pada kendaraan bermotor berbahan diesel oleh
Tamilkolundu dan Murugesan (2012). Konsumsi bahan bakar antara minyak
pirolisis yang dicampur dengan solar dibandingkan dengan solar dengan nilai
16
masing-masing adalah 0,61 kg/jam dan 0,69 kg/jam. Sedangkan efisiensi termal
yang dicapai oleh campuran minyak adalah 27,4% dan solar adalah 22,5%.
Bahkan Harshal dan Syailendra (2013) dalam tulisannya menjelaskan bahwa
mesin diesel dapat bekerja menggunakan minyak pirolisis sebagai bahan bakar
tunggal. Hal ini dikarenakan efisiensi termalnya yang mencapai 75%. Berbagai
pengujian yang telah diuraikan menunjukkan bahwa minyak hasil pirolisis layak
untuk digunakan sebagai bahan bakar tunggal maupun substitusi bahan bakar.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jenis plastik yang digunakan untuk bahan bakar alternatif kendaraan
bermotor yaitu kantong plastik jenis kresek dan kemasan plastik lainnya
merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena murah,
praktis dan mudah didapat. Polyethylene adalah bahan termoplastik yang
transparan, berwarna putih yang mempunyai titik leleh bervariasi antara 110-
137ºC. Umumnya Polyethylene tahan terhadap zat kimia. Monomernya, yaitu
etana, diperoleh dari hasil perengkehan (cracking) minyak atau gas bumi. Plastik
PE menghasilkan minyak kedua terbanyak setelah plastik PP dan nilai kalor yang
lebih tinggi dari bahan bakar lainnya.
Proses pengolahan plastik menjadi bahan bakar menggunakan metode
pirolisis dan gasifikasi yang dikombinasikan dengan catalytic cracking karena
paling efektif dibandingkan dengan metode pengolahan lain.
Pirolisis adalah proses pemecahan struktur polimer kompleks menjadi
lebih sederhana pada suhu 350-900°C tanpa menggunakan O2. Proses konversi
sampah plastik dimulai dari proses drying sehingga didapatkan plastik yang
bersih dan kering. Kondisi plastik tersebut akan mempengaruhi kualitas produk
yang dihasilkan. Kemudian proses dilanjutkan dengan pemanasan reaktor
dengan suhu 350-900°C. Panas yang terbentuk dari suhu tersebut menyebabkan
polimer-polimer plastik di dalam reaktor melunak. Kemudian, struktur polimer
terdekomposisi menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah dan
stabil. Gas yang terbentuk mengandung berbagai unsur dan senyawa yang
kemudian dipisahkan melalui proses kondensasi sehingga dihasilkan minyak dan
gas. Pirolisis mampu menghasilkan minyak dan gas yang jumlahnya masing-
masing sebanyak 70-80% dan 5-10%.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
minyak yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut meliputi :

17
a. Suhu
b. Waktu
c. Jenis plastic
d. Penggunaan katalis dan jenisnya katalisnya
Efisiensi minyak pirolisis paling tinggi adalah 50%. Efisiensi tersebut dengan
minyak tanah dan bensin yang nilainya masing-masing adalah 24% dan 68%.
Pengujian minyak hasil pirolisis juga dilakukan sebagai bahan substitusi solar
yang digunakan pada kendaraan bermotor berbahan diesel. Konsumsi bahan
bakar antara minyak pirolisis yang dicampur dengan solar dibandingkan dengan
solar dengan nilai masing-masing adalah 0,61 kg/jam dan 0,69 kg/jam.
Sedangkan efisiensi termal yang dicapai oleh campuran minyak adalah 27,4%
dan solar adalah 22,5%. Sehingga minyak pirolisis dapat digunakan sebagai
bahan bakar alternatif mesin diesel.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah
ini, untuk itu penulis memohon maaf atas kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun penulis. Kritik dan saran diperlukan penulis untuk lebih baik kedepannya.
Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bajus, M. dan Hajekova, E. (2010). Thermal Cracking of The Model Seven Components
Mixed Plastiks into Oils/Waxes. Petroleum and Coal.
Billmeyer, W. F. (1994). Texbook of Polymer Science. 3rd Edition, Jhon Wiley & Son,
New
York.
Chaurasia, A.S., Babu, B.V dan Pilani. 2005. Modeling & Simulation of Pyrolysis of
Biomass: Effect of Thermal Conductivity, Reactor Temperatur and Particle Size
on
Product Consentrations. India
D.Iswadi. 2017. Pemanfaatan Sampah Plastik LDPE dan PET Menjadi Bahan Bakar
Minyak Dengan Proses Pirolisis. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia. Banten : Universitas
Pamulang.
Gina Lova Sari. 2017. Kajian Potensi Pemanfaatan Sampah Plastik Menjadi Bahan
Bakar
Cair. Jurnal Teknik Lingkungan. Karawang : Universitas Singa Perbangsa.
Guan, Y., Luo, S., Liu, S., Xiao, B., dan Cai, L. (2009). Steam Catalytic Gasification of
Municipal Solid Waste for Producing Tar-Free Fuel Gas. International Journal of
Hydrogen Energy.
Harshal, P.R., dan Syailendra, L.M. (2013). Waste Plastik Pyrolysis Oil Alternative Fuel
for CI Engine. Research Journal of Engineering Sciences.
H. Baharudin. 2020. Konversi Limbah Plastik sebagai Bahan Bakar. Jurnal Energi Baru
&
Terbarukan. Semarang : Universitas Diponegoro.
Marnoto, T., dan Sulistyowati, E. (2012). Tinjauan Kinetika Pyrolisis Limbah Polystiren.
Dalam Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”. Yogyakarta.
Mohammad T.A. & Lina S. (2007), The Use of Polyethylene in Hot Asphalt Mixtures,
American Journal of Applied Sciences 4 (6): 390-396.
Mujiarto, I. (2005). Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif. Traksi.
Mulyadi, E. 2004. Termal Dekomposisi Sampah Plastik. Vol-1, Jurnal Rekayasa
19
Perencanaan, ISSN 1829-913x
Nasrun dkk. 2015. Pengolahan Limbah Kantong Plastik Jenis Kresek Menjadi Bahan
Bakar Menggunakan Teknik Pirolisis. Jurnal Energi Elektrik Volume IV Nomor 1
Tahun 2015. Lhokseumawe : Universitas Malilkussaleh.
Obeid, F., Zeaiter, J., Al-Muhtaseb, A.H., dan Bouhadir, K. (2014). Thermo-Catalytic
Pyrolysis of Waste Polyethylene Bottles in A Packed Bed Reactor with Different
Bed Materials and Catalysts. Energy Conversion and Management.
Pareira, B.M. 2009. Daur Ulang Limbah Plastik”. Available from:
URL:http://www.ecoreccycle.vic.gov.au.
Pranata, J. 2008. Pemanfaatan Sampah Kota Sebagai Bahan Bakar Pada Turbin Iswadi
dkk. Gas Yang Tidak Terpakai Di PT. Arun NGL Menggunakan Proses Gasifikasi.
Aceh.
Purwanti, A dan Sumarni. 2008. Kinetika Reaksi Pirolisis Plastik Low Density
Poliethylene
(LDPE). Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND
Yogyakarta.
Puspita. 2013. Informasi Energi Indonesia. Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP UPN
Veteran, Jatim.
Rodiansono, Trisunaryanti, W dan Triyono. 2007. Pembuatan dan Uji Aktivitas Katalis
NiMo/Z pada Reaksi Hidrorengkah Fraksi Sampah Plastic menjadi Fraksi Bensin.
Berkala MIPA,17,2.
R. P. Singhad, V. V. Tyagib, T. Allen et al., “An overview for exploring the possibilities of
energy generation from municipal solid waste (MSW) in Indian scenario,”
Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 15, no. 9, pp. 4797–4808,
2011.
Santoso, J. (2010). Uji Sifat Minyak Pirolisis dan Uji Performasi Kompor Berbahan
Bakar
Minyak Pirolisis dari Sampah Plastik. Diakses tanggal 20 September 2017.
http://lppm.uns.ac.id/uji-sifatminyak-pirolisis-dan-uji-performasikompor-berbahan-
bakar-minyakpirolisis-dari-sampah-plastikpolyethylene-universitas-
sebelasmaret.html
Skodars, G. 2006. Effect of Temperature, Residence Time on the Reactivity of Clean
Coals Produced from Poor Quality Coals. Institute for Solid Fuels Technology and
Applications Ptolemais, Greece.
S. M. Al-Salem, P. Lettieri, and J. Baeyens, “The valorization of plastic solid waste
(PSW)
by primary to quaternary routes: from re-use to energy and chemicals,” Progress
in Energy and Combustion Science, vol. 36, no. 1, pp. 103–129, 2010.
20
SR. Juliastuti. 2016. Pengaruh Jumlah Katalis Zeolit Pada Produk Pirolisis Limbah
Plastik
Polipropilen (Pp). Jurnal Bahan Alam Terbarukan. Semarang : UNNES.
Surono, U.B. (2013). Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar
Minyak. Jurnal Teknik, Vol.3, No. 1.
Syamsiro, M., Saptoadi, H., Norsujianto, T., Noviasri, P., Cheng, S., Alimuddin, Z., dan
Yoshikawa, K. (2014). Fuel Oil Production from Municipal Plastik Wastes in
Sequential Pyrolisis and Catalytic Reforming Reactors. Conference and
Exhibition
Indonesia Renewable Energy and Energy Conservation.
Tamilkolundu, S. dan Murugesan, C. (2012). The Evaluation of blend of Waste Plastic
Oil-
Diesel fuel for use as alternate fuel for transportation, 2nd International
Conference
on Chemical, Ecology and Environmental Sciences (ICCEES'2012) Singapore
April 28-29, 2012.
T. S. Kpere-Daibo. 2017. Plastic catalytic degradation study of the role of external
catalytic
surface, catalytic reusability and temperature effects [Doctoral thesis], University
of
London Department of Chemical Engineering University College London, WC1E
7JE.
Untoro Budi Suroso. 2013. Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi Bahan
Bakar Minyak. Jurnal Teknik Mesin Vol. 3 No. 1/April 2013. Yogyakarta :
Universitas Janabadra.

21

Anda mungkin juga menyukai