Anda di halaman 1dari 16

Penggunaan Daun Jati sebagai Pewarna Tekstil

Alami
MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Oleh

MARINA THERESYA BR TARIGAN

NPM 19420049

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mempermudah saya

dalam pembuatan makalah ini, hingga akhirnya terselesaikan tepat waktu. Selain

itu, Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tua, teman, dan dosen

yang sudah mendukung dalam pembuatan makalah ini. Banyak hal yang akan

disampaikan kepada pembaca mengenai “PENGGUNAAN DAUN JATI

SEBAGAI PEWARNA TEKSTIL ALAMI”. Dalam hal ini, Saya ingin membahas

penggunaan pewarna alami menggunakan daun jati. Makalah ini disusun untuk

memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Adapun hambatan-hambatan dalam

penyelesaian makalah ini seperti kesulitan mencari sumber atau referensi yang

berhubungan dengan makalah ini. Saya menyadari jika mungkin ada sesuatu yang

salah dalam penulisan, seperti menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak

sama dengan pengetahuan pembaca lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya

jika ada kalimat atau kata-kata yang salah. Tidak ada manusia yang sempurna

kecuali Tuhan.

Demikian Saya ucapkan terima kasih atas waktu Anda telah membaca hasil karya

ilmiah Saya.

Bandung, 1 Desember 2019

Marina Theresya Br Tarigan

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI ......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 3
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3. Tujuan ......................................................................................................... 7
1.4. Manfaat ....................................................................................................... 7
BAB II .................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN .................................................................................................... 8
2.1 Kajian Teori ................................................................................................. 8
2.2 Pembahasan ................................................................................................. 9
BAB III ................................................................................................................. 14
PENUTUP ............................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 14
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 15

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia sangat kaya akan jenis-jenis tumbuhan. Semua suku utama tumbuhan

yang hidup di bumi dapat di temukan di Indonesia. Indonesia memiliki sekitar

38.000 jenis tumbuhan, 3.000 jenis lumut, 4.000 jenis paku, 20.000 jenis tumbuhan

biji (8% dari dunia)yang lebih diselidiki. Dari sekian ribu jenis tumbuhan yang ada,

diperkirakan hanya 10% yang telah di manfaat kan masyarakat sebagai bahan

pangan, tanaman hias, obat-obatan, bahan bangunan, bahan industri, dan

sebagainya. Beberapa dari tumbuhan di Indonesia adalah tumbuhan yang dapat

menghasilkan zat warna baik untuk pewarna makanan, minuman, tekstil maupun

barang-barang kerajinan.

Beberapa industri tekstil lokal banyak menggunakan tanaman-tanaman yang

dapat memberikan warna pada tekstil, terutama pada pembuatan kain budaya lokal.

Penggunaan pewarna alami dari tumbuhan sangat ramah lingkungan. Pewarna

alami ini tidak berbahaya untuk kesehatan seperti pewarna sintetis yang dapat

menyebabkan kanker dan gangguan hati.

Pewarna alami memberikan warna yang sangat khas. Warna-warna ini biasanya

dapat diambil dari organ-organ tumbuhan seperti akar, umbi, batang, atau daunnya.

Contohnya dapat dilihat pada tanaman kunyit yang memberikan warna kuning, kulit

buah manggis yang memberikan warna ungu, dan daun jati yang dapat memberikan

warna hijau.

Walaupun begitu banyak tanaman yang dapat memberikan warna alami, tetap

saja banyak perusahaan tekstil yang tidak menggunakan pewarna alami. Hal ini

3
disebabkan karena pewarna alami membutuhkan biaya yang lebih besar dan proses

pembuatannya tergolong lebih rumit dibandingkan pewarna sintetis. Selain itu,

hasil pewarna sintetis dianggap lebih stabil dan memiliki warna yang lebih tahan

lama dibandingkan pewarna alami. Pewarna sintetis juga sangat mudah ditemukan

di pasaran.

Namun penggunaan pewarna sintetis memberikan dampak yang buruk pada

lingkungan. Limbah-limbah pabrik yang dibuang secara sembarangan sangat

mengganggu kebersihan lingkungan. Limbah-limbah ini juga mengganggu

kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik. Beberapa perusahaan industri

pangan bahkan menyalahgunakan pewarna tekstil sebagai pewarna makanan. Hal

ini tentu sangat berbahaya.

Tekstil sudah dibutuhkan dari zaman nenek moyang kita dahulu. Hal ini

dibuktikan dengan penggunaan bulu domba pada musim dingin sejak dulu. Pada

zaman dulu, nenek moyang kita banyak menggunakan pewarna alami dalam

perkembangan tekstil. Penggunaan tumbuhan sebagai pewarna tekstil diwariskan

kepada anak cucunya dan tentunya sudah berkembang.

Kebutuhan masyarakat terhadap tekstil semakin hari semakin tinggi. Beberapa

masyarakat membeli tekstil bukan untuk kebutuhan hidup namun untuk mengikuti

pengkembangan trend fesyen. Hal ini disebabkan karena beberapa orang

menganggap tekstil sebagai pembanding taraf sosial.

Meskipun demikian masih saja banyak masyarakat yang membeli tekstil karena

keindahan warnanya contohnya warna hijau. Warna hijau dianggap warna yang

4
‘enak’ dipandang mata. Warna hijau juga memberikan kesegaran pada mata setelah

beraktifitas di depan komputer.

Warna hijau alami dapat ditemukan pada daun jati. Beberapa masyarakat

menggunakan daun jati sebagai pewarna, baik pada tekstil maupun makanan. Hal

ini karena daun jati banyak ditemukan di indonesia.

Beberapa keuntungan penggunaan daun jati sebagai pewarna alami adalah

ramah lingkungan dan mudah ditemukan. Selain itu warna yang dihasilkan juga

memiliki mutu yang baik. Penggunaan daun jati sebagai pewarna alami dapat juga

mengurangi sampah dari masyarakat yang biasanya hanya menggunakan batang

jati dan membuang daunnya.

Daun jati merupakan daun yang memiliki klorofi. Hal ini menyebabkan daun

jati dapat memberikan warna hijau. Tumbuhan jati juga memiliki karatenoid yang

berfungsi menjaga klorofil dari kerusakan sehingga warna daun jati memiliki warna

hijau yang khas.

Tanaman jati merupakan salah satu tanaman yang tergolong mudah

dibudidayakan di Indonesia sehingga tak heran daerah Indonesia memiliki wilayah

pohon jati yang lumayan luas. Pohon jati biasanya hidup di daerah tropis dengan

suhu udara 13-43 ℃. Unsur kimia yang diperlukan saat menanam pohon jati agar

pertumbuhannya baik adalah kalsium, fosfor, kalium, dan nitrogen.

Untuk menjadi pewarna alami, tentunya daun jati harus melalui beberapa proses

dahulu. Proses-proses tersebut meliputi penghalusan daun jati, pengekstraksian,

pemurnian, pemekatan, dan pengeringan. Untuk menghasilkan warna yang baik

tentunya harus dilakukan secara maksimal.

5
Penggunaan pewarna sintesis memang memberikan kemudahan bagi pelaku

industri mengingat pewarna tekstil sintetis sangat mudah ditemukan di pasaran.

Namun tidak ada salahnya kembali beralih ke pewarna alami karena pewarna alami

memiliki efek samping yang lebih sedikit terutama dalam hal kesehatan. Negara-

negara maju bahkan sudah melirik kembali pewarna alami karena warnanya yang

khas. Mereka bahkan membuat penelitian untuk membuat pewarna alami tahan

lama.

Selain daun jati, masih banyak juga tumbuhan yang memberikan warna alami

lainnya seperti kunyit, daun kol ungu, kulit manggis, dan masih banyak yang

lainnya. Hal ini dapat memenuhi warna yang diinginkan konsumen. Pewarna-

pewarna ini jugak tidak terlalu sulit untuk digunakan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Mengapa daun jati dapat menghasilkan warna ?

2. Apakah pengguanaan daun jati sebagai pewarna tekstil alami dapat digunakan

secara maksimal?

3. Bagaimana keuntungan pengguanaan daun jati sebagai pewarna tekstil alami?

4. Apakah kerugian daun jati sebagai pewarna tekstil alami

6
1.3. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :

1. memaparkan kandungan dalam daun jati

2. Menjelaskan hasil penggunaan daun jati sebagai pewarna tekstil alami

3. Menjelaskan keuntungan penggunaan daun jati sebagai pewarna tekstil alami

4. Menjelaskan kerugian pengunaan daun jati sebagai pewarna tekstil alami.

1.4. Manfaat
A. Kepada penulis

Menambah wawasan penulis dalam penulisan karya tulis ilmiah serta menambah

pengetahuan penulis mengenai teknik pewarnaan menggunakan pewarna alami.

B. Kepada pembaca

Menambah pengetahuan pembaca mengenai zat-zat yang terkandung dalam

daun jati sehingga daun jati memberikan warna pada tekstil.

C. Kepada masyarakat umum

Menambah pengetahuan masyarakat umum mengenai pewarnaan tekstil secara

alami sehingga dapat menjadi referensi dalam membuka industri rumahan.

D. Kepada Industri

Sebagai referensi bagi perusahaan industri dalam pewarnaan tekstil sehingga

limbah industri yang berbahaya bagi kesehatan dapat berkurang.

7
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
Zat warna adalah senyawa yang dipergunakan dalam bentuk larutan atau

dispersi pada suatu bahan lain sehingga berwarna (Rambe, 2009). Di Indonesia

perkembangan produksi zat pewarna dapat diketahui dari data ekspor nasional.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2000 mencerminkan bahwa kebutuhan

zat pewarna baik untuk keperluan proses produksi dan industri meningkat tiap

tahunnya. Tingginya pemakaian zat pewarna pada kegiatan industri tertentu

membawa dampak pada peningkatan jumlah bahan pencemar dalam limbah cair

yang dihasilkan (Nugroho, 2005). Menurut Selvam dkk (2003), sekitar 10.000 jenis

pewarna digunakan pada industri tekstil dan lebih dari 7 x 105 ton bahan pewarna

diproduksi setiap tahunnya. Selama proses pewarnaan, 10–15 % dari zat warna

tekstil yang digunakan akan terbuang bersama limbah. Zat warna untuk tekstil dapat

dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan sumbernya yaitu zat warna alami dan zat

warna sintesis. Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari alam seperti

tumbuhtumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna

alam yang biasa digunakan untuk tekstil diperoleh dari hasil ekstrak berbagai

bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga, sedangkan zat warna

sintesis adalah zat warna buatan (Laksono, 2012).

Kebutuhan manusia akan tekstil semakin hari semakin meningkat. Begitu

banyak fesyen terbaru yang keluar setiap harinya. Mulai dari bentuknya hingga

warna yang bervariasi. Hal ini menyebabkan banyaknya industri berlomba-lomna

dalam membuat trobosan baru yang diminati pelanggan. Hingga tak jarang mereka

8
menggunakan pewarna sintetis karena pewarna sintesis sangat banyak dipasaran

dan tidak rumit untuk digunakan.

2.2 Pembahasan
Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar,

berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh

di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini

berasal dari kata thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala

di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.. Pohon jati (Tectona

grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-

45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai

ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap

baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit

cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih

daripada 80 tahun. Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan

tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-

70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20

cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya.

Daun jati memiliki kandungan pigmen alami yang terdiri dari pheophiptin,

β-karoten, pelargonidin 3-glukosida, pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan dua

pigmen lain yang belum diidentifikasi (Ati: 2006). Pelargonidin merupakan

golongan pigmen antosianidin, yaitu aglikon antosianin yang terbentuk bila

antosianin dihidrolisis dengan asam. Kandungan ini berfungsi sebagai pembentuk

warna (pemberi pigmen) yang menyebabkan ekstrak daun jati berwarna hijau

kemerahan.

9
Daun jati merupakan salah satu jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan

sebagai sumber zat warna alami untuk tekstil dengan cara mengekstrak daunnya.

Pembuatan zat warna dari daun jati dilakukan dengan metode ekstraksi secara

batch. Pada proses pencelupan kain dalam zat warna, diperoleh warna ungu

kemerahan. Kadar padatan zat warna untuk ekstraksi secara batch sebesar 6,23 %,

kadar padatan zat warna murni dari pengeringan dengan oven sebesar 100 %.

Sedangkan kadar padatan serbuk zat warna dari pengeringan dengan spray dryer

sebesar 97,59 %. Zat warna yang dihasilkan, ditentukan kualitas ketahanan

lunturnya dengan menggunakan dua metode, yaitu metode pencucian

menggunakan Laundrymeter dan metode gosokan menggunakan Crockmeter. Dari

hasil uji tahan luntur zat warna yang dihasilkan, maka ditentukan kualitasnya

dengan cara dibandingkan menggunakan standar Gray Scale dan standar Staining

Scale. Dari hasil uji tahan luntur warna terhadap pencucian dengan Laundrymeter

diperoleh nilai evaluasi tahan luntur warna Gray Scale “baik” dan Stainning Scale

“baik” untuk zat warna yang diperoleh dari ekstraksi secara batch, sedangkan untuk

zat warna yang diperoleh dari pengeringan menggunakan spray dryer diperoleh

nilai evaluasi tahan luntur warna Gray Scale “cukup” dan Stainning Scale “cukup”,

dan untuk zat warna yang diperoleh dari pengeringan menggunakan oven diperoleh

nilai evaluasi tahan luntur warna Gray Scale “cukup” dan Stainning Scale “cukup”.

Dari hasil uji tahan luntur warna terhadap gosokan dengan crockmeter diperoleh

nilai evaluasi tahan luntur warna Gray Scale “cukup baik” dan Stainning Scale

“cukup baik” untuk zat warna yang diperoleh dari ekstraksi secara batch. Nilai

evaluasi tahan luntur warna Gray Scale dan Stainning Scale menunjukkan nilai

yang “baik” untuk zat warna yang diperoleh dengan pengeringan menggunakan

10
spray dryer, dan nilai evaluasi tahan luntur warna Gray Scale dan Stainning Scale

menunjukkan nilai yang “baik” untuk zat warna yang diperoleh dengan cara

pengovenan. Nilai evaluasi tahan luntur warna Gray Scale dan Staining Scale

menunjukkan nilai yang cukup, sehingga memerlukan adanya penelitian terhadap

proses penguncian warna ( fiksasi ) dengan penambahan zat –zat lain yang bisa

lebih kuat mengunci zat warna.

Percobaan Percobaan dilakukan sesuai tahapan proses yang disajikan,

meliputi ekstraksi daun jati muda, proses pencelupan ekstrak daun jati muda pada

suhu kamar, proses pencucian dan proses pengeringan. Ekstraksi daun jati muda

dengan air Perbandingan 1:6, Perendaman 12 jam, dan perebusan 15 menit

Penyaringan Larutan ekstrak daun jati muda. Kain kapas siap celup (ukuran 40 cm

x 2 meter) dicelup pada larutan ekstrak daun jati (suhu: kamar, waktu: 30 menit)

dengan menambahkan garam/NaCl dan alkali/asam. Kain Diperas Fiksasi dengan

Tawas/Ferro Sulfat, 5 g/l lalu dilakukan pencucian panas dan sabun pada suhu: 70-

80oC dengan waktu 10-1 menit. Lalu kain dikeringkan.

Hasil ekstraksi daun jati Larutan hasil ekstrak daun jati berwarna hijau

kemerahan. Antosianin yang terkandung dalam daun jati bersifat larut dalam air

sehingga dapat memberikan warna hijau kemerahan pada larutan ekstrak daun jati.

Pigmen antosianin terdapat dalam cairan sel tumbuhan, senyawa ini berbentuk

glukosida dan menjadi penyebab warna merah kecoklatan. Pada saat mengekstrak

daun jati muda dilakukan pada temperatur kamar selama 12 jam dan dilakukan

pemanasan sampai suhu mendidih dalam waktu yang singkat (15 menit) agar tidak

banyak terjadi degradasi dan kerusakan pada antosianin selama proses ekstraksi.

Temperatur dapat menyebabkan antosianin menuju bentuk yang tidak berwarna,

11
yaitu basa karbinol dan kalkon. Kerusakan akibat pemanasan ini dapat terjadi

melalui dua tahap. Pertama hidrolisis terjadi pada ikatan glikosidik antosianin,

sehingga menghasilkan aglikon-aglikon yang tidak stabil. Kedua, cincin aglikon

terbuka membentuk gugus karbinol dan kalkon. Degradasi ini dapat terjadi lebih

lanjut jika terdapat oksidator, sehingga terbentuk senyawa yang berwarna hijau

kecoklat. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa daun jati dapat mewarnai

serat kapas dengan warna hijau kemerahan karena daun jati mengandung

antosianin. Antosianin dapat mewarnai bahan kapas secara permanen karena kain

yang telah dicelup tidak luntur warnanya setelah dilakukan beberapa kali

pencucian, sehingga dapat memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai zat

warna tekstil.

Penggunaan daun jati sebagai pewarna alami tentunya memiliki beberapa

keuntungan. Salah satunya adalah mengurangi limbah industri yang berasal dari

pewarna sintesis. Penggunaan daun jati sebagai pewarna tekstil mungkin dapat

menjadi salah satu solusi seperti negara kita untuk membangun sektor industri

karena ketersediaan pohon jati di alam Indonesia sangat banyak dan sangat sayang

jika tidak digunakan secara maksimal. Di sisi lain, penggunaan daun jati sebagai

pewarna alami juga dapat mengurangi masalah lain seperti penyakit yang mungkin

timbul pada masyarakat sekitar daerah industri seperti penyakit hati dan penyakit

kulit.

Namun di sisi lain, penggunaan daun jati sebagai pewarna alami ini tentunya

memilliki kelemahan. Salah satunya adalah penggunaan daun jati sebagai pewarna

alam tentunya membutuhkan tidak hanya sedikit daun jati. Penggunaan daun jati

ini tentu diambil dari pohon jati yang masih hidup. Pengambilan daun ini dapat

12
membuat pohon jati mati dan kering karena tidak ada daun yang membuat makanan

bagi pohonnya. Warna yang dihasilkan daun jati merupakan warna yang baik tapi

tidak dapat bertahan lama serta tidak variatif.

13
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penggunaan daun jati sebagai pewarna alami memang sangat ramah

lingkungan terutama dalam hal kesehatan masyarakat. Namun perlu

dipertimbangkan hal-hal lainnya seperti biaya, waktu, dan kualitas warna yang

dihasilkan.

14
Daftar Pustaka

Anonym. (t.thn.). Landasan Teori. Dipetik 12 09, 2019, dari e-journal.uajy.ac.id: http://e-
journal.uajy.ac.id/
Ayu, L. (2018, 09 17). Keberagaman Flora Tumbuhan di Indonesia. Dipetik 12 9, 2019,
dari Sridianti.com: https://www.sridianti.com/keanekaragaman-flora-tumbuhan-
di-indonesia.html
Dewi, A. P. (2010). PEMBUATAN SERBUK ZAT WARNA ALAMI TEKSTIL DARI
DAUN JATI DENGAN METODE SPRAY DRYER. Diambil kembali dari
eprints.uns.ac.id: https://eprints.uns.ac.id/10761/
Pratama, Y. (2013, 07 01). Pemanfaatan Ekstrak Daun Jati ( Tectona Grandis Linn.F.)
Sebagai Indikator Titrasi Asam- Basa. Dipetik 12 09, 2019, dari lib.unnes.ac.id:
https://lib.unnes.ac.id/17768/1/4350407049.pdf
W, A. R. (2014, 10 23). PEMANFAATAN DAUN JATI MUDA UNTUK PEWARNAAN
KAIN. Dipetik 12 09, 2019, dari media.neliti.com:
https://media.neliti.com/media/publications/54877-ID-pemanfaatan-daun-jati-
muda-untuk-pewarna.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai