Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ardy Dom Sabai b

Nim : G1011181343
UAS : Metopen A

PEMANFAATAN EKSTRAKSI ZAT PERWARNA ALAMI KAYU


ENGKEREBAI SEBAGAI BAHAN TENUN SUKU DAYAK IBAN DESA
LABIAN

Oleh :

ARDY DOM SABAI B


G1011181343

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pewarna alami adalah zat warna yang berasal dari ekstrak tumbuhan (seperti bagian
daun, bunga, bunga, akar, kulit, dan biji). Pewarna alami berasal dari tumbuhan mempunyai
berbagai macam warna yang dihasilkan, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
jenis tumbuhan, umur tanaman, tanah, waktu pemanenan. perwarna alami yang secara lokal
dari budaya masyarakat Desa Labian, Dusun Ngaung Keruh dan sudah diizinkan sebgai
bahan perwarna yang ramah lingkungan. dari serat dan zat tumbuhan hutan tersebut
kemudian dikelolah sebagai bahan penceplupan terhadap suatu bahan yang akan dikelolah
untuk bahan baku tenun.

Tenun merupakan Teknik pembuatan kain yang dibuat dengan prinsip yang sederhana
yaitu dengan menggabungkan benang secara memanjang dan melintang dengan kata lain
bersilangnya antara benang satu dengan benang yang lainnya secara bergantian. Tenun
sebagai hasil kerajinan berupa kain dari bahan berupa benang. Biasanya produksi kain tenun
dibuat dalam skala rumah tangga. Seni tenun berkaitan erat dengan sistem pengetahuan,
budaya, kepercayaan, lingkungan alam, dan sistem organisasi sosial dalam masyarakat. Oleh
sebab itu, seni tenun dalam masyarakat selalu bersifat partikular atau memiliki ciri khas yang
berbeda. Beberapa tumbuhan pewarna telah diketahui dimanfaatkan secara turun menurun
oleh masyarakat Iban untuk menghasilkan warna yang khas pada tenun ikat. Tumbuhan
pewarna alam yang telah dikenalkan dan dikembangkan di derah Kapuas Hulu diantaranya
Engkerebai.

Beberapa kendala yang dihadapi para penenun antaralain alih fungsi lahan di kabupaten
Kapuas Hulu Desa Labian, Dusun Ngaung Keruh yang membuat semakin sempit
ketersediaan tumbuhan penghasil warna alami yang sangat diperlukan para penenun.
Peralihan praktek menenun dengan bahan pewarna sintetis juga bisa mengancam produksi
tenun ikat dengan pewarna alam. Pengetahuan lokal masyarakat Desa Labian,Dusun Ngaung
Keruh dalam memanfaatkan sumber daya alam dapat mengetahui tumbuhan pewarna dapat
memberikan pengaruh positif untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh data tentang spesies tumbuhan pewarna alam untuk tenun ikat
berdasarkan ciri-ciri morfologi tumbuhan, dan memperoleh informasi tentang pengetahuan
tradisional dan kearifan lokal masyarakat Desa Labian, Dusun Ngaung Keruh terhadap
tumbuhan pewarna.

Masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Barat merupakan masyarakat yang masih


berinteraksi secara langsung dengan alam dan memegang teguh nilai budaya warisan
leluhurnya dalam memanfaatkan tumbuhan alam disekitar. Masyarakat Suku Dayak yang ada
di Kalimantan Barat masih banyak memanfaatkan hasil hutan, hal ini dikarenakan iklim di
Kalimantan Barat beriklim tropik basah, curah hujan merata sepanjang tahun sehingga hutan
menjadi subur. Pemukiman mereka juga tidak jauh dari hutan, sehingga mereka melestarikan
hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik digunakan sebagai bahan pangan,
obat-obatan maupun keperluan lainnya serta beberapa jenis tumbuhan yang digunakan
sebagai penghasil pewarna alami. Pada umumnya masyarakat Suku Dayak juga
memanfaatkan hasil hutan sebagai sumber mata pencahariannya. Oleh Karena itu, keberadaan
hutan sangat penting bagi masyarakat lokal yang bermukim disekitarnya. Bentuk
pemanfaatan sumberdaya alam yang mereka lakukan tidak dapat dipisahkan dari aturan-
aturan atau kearifan tradisional yang mereka miliki (Winda et al, 2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan,


bagian tumbuhan yang digunakan, cara pengolahan tumbuhan serta kearifan lokal masyarakat
dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai pewarna oleh Suku Dayak di Kalimantan Barat.
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan sebuah informasi mengenai pemanfaatan
sumber daya alam hayati terutama tumbuhan pewarna alami dalam upaya perlindungan,
pelestarian dan pemannfaatan tumbuhan secara bijaksana.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh konsentrasi zat perwarna alami dari daun tumbuhan engkerebai
menjadi suatu zat pengikat dalam bentuk perwarna terhadap bahan yang dihasilkan dari
daun terhadap intensitas warna yang dihasilkan.
2. Apa saja pengaruh zat perwarna alami pada bahan tenun dapat bertahan berapa lama
warna dasar yang dihasilkan dari daun engkerebagi yang telah dikunci dengan kapur
sebagai pengikat warna padah bahan yang akan dikelolah.
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi zat perwarna alami dari daun tumbuhan engkerebai
menjadi suatu zat pengikat dalam bentuk perwarna terhadap bahan yang dihasilkan dari
daun terhadap intensitas warna yang dihasilkan.
4. Apakah dari hasil daun dapat memberikan suatu hasil warna yang lebih terang atau pudar
dalam waktu perlakuan penceplupan 1 atau 2 kali perendamannya.
5. Mengapa proses pengaruh percampuran antara bahan dengan pencamuran kapur terhadap
daun yang sudah direbus yang akan dicampur bersamaan dalam keadaan panas dapat
berkonsentrasi secara maksimal atau tidak.
6. Apakah pengaruh zat perwarna alami pada bahan tenun dapat bertahan berapa lama
dengan warna dasar yang dihasilkan dari daun engkerebagi yang telah dikunci dengan
kapur sebagai pengikat warna padah bahan yang akan dikelolah.

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dari peneliian ini adalah untuk mengetahui potensi hutan yang memiliki jenis
tumbuhan lokal yang terdapat pada kawasan Desa Labian, Dusun Ngaung Keruh, Kecamatan
Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan menjadi hasil tumbuan sebagai penghasil zat
pewarna alami menjadi suatu produk lokal yang dapat dipasarkan untuk diperjual belikan
masyrakat dan juga dapat dijadikan suau kereatifan khas lokal adat budaya suku iban.

Manfaat dalam penelitian ini adalah pengetahuan pemanfaatan tumbuhan yang akan
dijadikan suatu proses produk berupa zat pewarna alami hasil hutan yang dapat dikelolah
sesuai motif seni dan keinginan masing-masing individu dan dapat menetahui cara proses
bagaimana mengelolah suatu tanaman lokal kayu engkerebai dari hasil daun yang dapat
memberikan zat warna pada bahan benang dengan kualitas yang sangat baik ,serta dapat
mengetahui untuk mengenal berbagai macam jenis tumbuhan bisa digunakan dalam kreatif
sebagai sumber penghasilan dari alam dijadikan suatu produk lokal dalam masyarakat lokal
Desa Labian, Dusun Ngaung Keruh, Kabupaten Kapuas Hulu.

1.4 Metode Penelitian

a. Metode Survei adalah pengumpulan data primer, dokumentasi dan mewawancarai serta
memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden masyaraka atau individu.
b. Metode eksperimen merupakan metode penelitian kuantitatif yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen hasil dalam
kondisi yang terkendalikan, dengan mengetahui bahan alami yang bisa digunakan sebagai
alternatif untuk pewarna alami.
c. Metode Penelitian Pengembangan yaitu untuk memperoleh data sehingga dapat
dipergunakan untuk menghasilkan, mengembangkan dan memvalidasi hasil produk dari
bahan pewarna alami yang telah dikelolah menjadi suatu karya motif lokal masyrakat
yang siap untuk dipasarkan.
d. Metode Penelitian Kualitatif Digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah
Analisis data bersifat induktif/kualitatif. Hasil penelitian kualitatif menekankan makna
dari pada generalisasi,dengan dimana suatu tempat tejadinya bentuk proses pengelolahan
bahan pewarna alami akan menjadi suatu produk.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Tenun merupakan salah satu seni budaya kain tradisional lndonesia yang diproduksi
di berbagai wilayah di seluruh Nusantara (Suwarti, 1980). Tenun memiliki makna, nilai
sejarah, dan teknik yang tinggi dari segi warna, motif, dan jenis bahan serta benang yang
digunakan dan tiap daerah memiliki ciri khas masing-masing. Tenun sebagai salah satu
warisan budaya tinggi (heritage) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dan
mencerminkan jati diri bangsa. Oleh sebab itu, tenun baik dari segi teknik produksi,
desain dan produk yang dihasilkan harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya, serta
dimasyarakatkan kembali penggunaannya. Terkait dengan banyaknya daerah yang
menjadi produsen tenun, keberagaman motif tidak perlu dipertanyakan. Adanya
perbedaan latar belakang budaya dan lingkungan, akan menciptakan keunikan hasil tenun
pada setiap daerah. Teknik pembuatan yang menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) yaitu dengan menganyam yang dikatakan menenun membuat kualitas dari kain
tenun Indonesia tidak perlu dipertanyakan lagi.

2.2 Pewarna Alami Tumbuhan Sebagai Produk Masyarakat


Salah satu kekayaan alam Indonesia adalah tumbuhan pewarna alam. Sumber
perwarna alami ialah tumbuhan, serta mikroorganisme( Aberoumand 2011; Rymbai et al.
2011; Gupta et al. 2011). Perwarna alami merupakan zat warna yang berasal dari
ekstraksi tumbuhan (seperti bagian daun, bunga, biji), Perwarna alami yang berasal dari
berbagai macam tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang akan dihasilkan,
hasil bahan yang akan dibuat juga mempunyai warna yang berbeda baik dari segi
ketahanan dan tekstur warna serta pencerahan warna. Penggunaan perwarna alami
khususnya tekstil oleh masyarakat Dayak Iban sudah digunakan turun temurun.
Masyarakat suku Dayak Iban menggunakan tumbuhan penghasil warna alami terutama
untuk menenun (Lestari et al. 2018). Kegiatan menenun merupakan kekayaan Budaya
Suku Iban Didesa Labian, Dusun Ngaung Keruh Kapuas Hulu. Dalam proses pembuatan
kain tenun memerlukan waktu yang tidak sebentar selain ritual khusus yang harus
dilakukan untuk tenun tertentu, Ada jenis tenun tertentu yang dalam proses pembuatannya
memerlukan ritual dengan tujuan agar si pembuat dijauhkan dari segala mara bahaya.
Para wanita Iban membuat kain tenun di sela-sela pekerjaannya bercocok tanam di sawah
ataupun ladang. Walaupun hanya pekerjaan sampingan namun memberikan efek yang
positif bagi sosial maupun ekonomi untuk masyarakat antara lain memperkenalkan
budaya masyarakat ke dunia luar selain manfaat dari segi ekonomi. Lebih jauh lagi
bahkan sudah ada masyarakat yang telah mendapatkan pendampingan dan pembinaan
dari aspek dalam rangka melestarikan kain tenun Iban yang konsepnya menggunakan
pewarna alami dan sudah mulai dipasarkan. Ada kekurangan dibalik zat warna alam zat
pewarna alam yang di dapat dari tumbuhan pewarna alam dianggap kurang praktis dalam
penggunaannya karena melalui proses yang agak panjang tidak seperti jika menggunakan
zat pewarna sintetis. memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulan
produk Indonesia dengan daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif.
Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk kain
tenun, maka dilakukanlah pendataan atau survey mengenai tumbuhan pewarna alam
sebagai langkah awal untuk melakukan upaya perbanyakan tumbuhan tanaman pewarna
yang berperspektif gender dan berkelanjutan Didesa Labian, Dusun Ngaung Keruh,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

2.3 Proses Pewarna Dengan Zat Warna Alam


Tahapan proses pewarna, zat warna memungkinkan untuk tidak berinteraksi
langsung dengan bahan yang diwarnai. Pewarna alami memiliki sifat substantive dan
membutuhkan mordan untuk terikat dengan kain, dan dapat mencegah warnanya
memudar dengan paparan cahaya. Senyawa mordan dapat mengikat pewarna alami pada
kain. Senyawa ini juga membantu reaksi kimiawi yang terjadi antara pewarna dan serat,
sehingga pewarna dapat diserap dengan mudah Proses yang dapat menentukan pewarnaan
kain dengan tahan :
a. Terlebih dahalu kain dalam bentuk kering pada warna dasarnya yaitu warna putih.
b. Siapakan larutan zat warna alam dalam wadah sehingga akan dilakukan proses
penuangan air kedalam wadah.
c. Lakukan pencelupan kain pada larutan warna alam hingga merata dengan waktu 15
sampai 20 menit agar semakin alam bahan kain dicelupkan maka semakin bagus warna
tersebut mengikat pada bahan.
d. Kemudian bahan dilakukan dengan ditiriskan atau dijemur hingga kain lembab kering
dan bisa dikering udara.
e. Setelah kering lalu dilakukan proses pengulungan benang kemudian dimulai
penganyaman tenun ikat sesuai motif masing-masing.
Penggolongan Zat Pewarna Alami Zat warna alami dapat digolongkan berdasarkan,
pemakaiannya, warna yang ditimbulkan, struktur molekul, dan lainnya.
Berdasarkan pemakaiannya, digolongkan menjadi zat warna substantif langsung
dapat digunakan untuk pewarnaanya dan zat warna reaktif (tidak dapat langsung
digunakan atau yang memerlukan bahan pembantu untuk pewarnaannya). (Lestari 2015).
Agar warna dapat terikat dengan baik, maka pada proses pewarnaannya diperlukan bahan
tambahan untuk pengikat atau fiksator. Sebagai contoh zat warna kuning dari daun
Engkerebai (Psychotria Sp). Pada dasarnya daun Tengkawang permulanya akan
dikumpulkan secukupnya dan kemudian direbus dengan suhu yang sangat panas lalu akan
dituangkan kedalam wadah untuk pencapuran kapur dan bahan lainya sesuai keinginan
warna yang kuat dan secukupnya dari bahan tersebut. Oleh karena itu, zat warna alam
dapat menjadi solusi alternatif. Selain ramah lingkungan, zat warna alam punya
karakteristik warna khas yang sulit ditiru oleh zat warna sintetis. Hal ini dapat menjadikan
produk tekstil lebih bernilai seni dan elegan. Namun, bukan berarti zat warna alam tidak
lepas dari kendala. Bahan yang dapat diwarnai adalah bahan dari serat alam,dari hasil
pewarnan tersebut maka bahan yag sudah diwarnai itu dapat kita jadikan bahan tenun
untuk menjadi suatu produk lokal budaya masyarakat.

2.4 Fungsi Kain Tenun Ikat


Dikabupaten kapuas hulu khususnya suku dayak iban, kain tenun dikatakan kain
kebat atau kain sungket yang dibuat membutuhkan waktu yang tidak sebentar dengan
motif masing-masing dan memberikan arti yang berbeda dalam setiap motif tersebut, saat
ini masih dipakai busana baju kebat,sirat atau sungket dalam upacara-upacara adat seperti
pada acara pernikahan adat,gamai dayak,dan acara tradisional menari serta memandikan
bayi kesungai,dan peyembahan lainya.

Anda mungkin juga menyukai