Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah tropis yang sangat potensial dalam

menghasilkan berbagai jenis tumbuhan penghasil pewarna alami khususnya batik.

Menurut Husodo (1999), berbagai jenis tumbuhan penghasil pewarna alami di

Indonesia yang telah teridentifikasi dan diaplikasikan secara luas untuk kerajinan

batik antara lain yaitu Caesalpinia sp (penghasil warna merah), Indigofera

tinctoria L (penghasil warna biru), Bixa ollerana Linn (penghasil warna jingga),

dan Mimosa pudica var.(penghasil warna kuning). Perkembangan zat pewarna

sudah ada di Indonesia sejak abad ke 18. Indonesia memiliki banyak tumbuh-

tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pewarna alam. Potensi

tersebut dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan industri pewarna alam di

Tanah Air.

Perkembangan zat pewarna alam sangat pesat di berbagai tempat di Indonesia

terutama di pulau Jawa. Setelah akhir abad ke-18 dan abad ke-19, perkembangan

batik di jawa cukup pesat, pada saat itu batik yang dihasilkan adalah batik tulis

salah satunya di jawa timur yang banyak juga menggunakan batik tulis selain di

Jawa tengah. potensi penggunaan zat pewarna alam di Jawa Timur sangat besar,

hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pengrajin batik di jawa timur yang masih

banyak menggunakan zat pewarna alam sebagai pewarnaan batik (Nurainun,

2008).

1
Seiring dengan berjalannya waktu penggunaan zat pewarna alam sudah mulai

tergeser oleh pewarna buatan (sintetis) dikarenakan tingginya permintaan

konsumen. Pewarna sintetis menjadi alternatif yang paling cepat dalam memenuhi

permintaan pasar. Mulai dari makanan, kosmetik, hingga pewarnaan batik, sudah

menggunakan zat pewarna sintetis. Dibalik kemudahan dalam menggunakan zat

pewarna sintetis tersebut, pewarna sintetis memiliki dampak yang kurang baik

bagi makhluk hidup dan lingkungan. Banyak pengrajin batik yang membuang

limbah pewarna sintetis batik langsung ke badan air (sungai) tanpa pengolahan

terlebih dahulu dan hal tersebut menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar

wilayah industri batik (Rini, 2011). kerusakan yang diakibatkan oleh penggunaan

zat pewarna sintetis yang berlebihan juga tidak baik bagi kesehatan tubuh

manusia. Salah satu solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang

dihasilkan dari limbah batik adalah dengan mengganti pewarna sintetis dengan

pewarna alami kain batik yang lebih ramah lingkungan. Hal ini sudah dilakukan

oleh beberapa pengrajin batik di pulau Jawa.

Jenis hutan yang terdapat di Gunung Butak termasuk kedalam jenis hutan

lindung, Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, pengertian hutan

lindung tercantum dalam Pasal 1 angka 8, yang berbunyi, Hutan lindung adalah

kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem

penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan

erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan lindung

(Protection forest) adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah

atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi

2
ekologisnya, terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap dapat

berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Gunung Butak

memliki potensi flora yang besar dan belum dikelolah. Sehingga pemilihan lokasi

Gunung Butak sebagai tempat penelitian bertujuan untuk melihat potensinya dari

segi sumber pewarna alami, karena dengan jenis flora yang besar, diharapkan

gunung Butak memiliki potensi yang besar untuk menyediakan sumber pewarna

alami.

Dari latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

jenis-jenis tumbuhan penghasil pewarna alami kain batik yang terdapat di

kawasan gunung Butak dan juga mengetahui konsentrasi pewarna alam yang

memiliki ketahanan luntur warna yang paling optimal. Konsentrasi pewarna yang

baik dapat menghasilkan kepekatan warna yang bagus, sehingga perlu juga untuk

mengetahui konsentrasi pewarna yang paling optimal, sehingga dengan data jenis

tumbuhan penghasil pewarna alami Batik dan juga konsentrasi pewarnaan yang

optimal tersebut dapat membantu menambah pengetahuan di bidang tekstil

sehingga dapat dimanfaatkan secara langsung untuk pengganti pewarna sintetis ke

pewarna alami.

2.1. Rumusan Masalah

Ada pun permasalahan yang ingin dijawab dalam penilitian ini adalah,

Maraknya penggunaan zat pewarna sintetis berlebihan yang dapat mencemarkan

lingkungan. Penggunaan zat pewarna sintetis yang sering disalah gunakan untuk

mengejar permintaan pasar sehingga tidak jarang zat kimia sering digunakan

dalam pembuatan pewarna batik. Sehingga perlu pemecahan masalah dengan cara

3
melakukan penelitian tentang potensi sumber pewarna alami di kawasan jalur

pendakian gunung Butak sebagai alternatif sumber pewarna yang lebih ramah

lingkungan.

3.1. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui jenis-jenis pohon yang menghasilkan pewarna tekstil di

sepanjang jalur pendakian Gunung Butak.

2. Mengetahui konsentrasi pewarna yang menghasilkan ketahanan luntur warna

yang optimal.

4.1. Manfaat

Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pewarna

alami dari jenis-jenis pohon pada puncak Gunung Butak, dapat menambah

informasi bagi Jurusan Kehutanan UMM mengenai sumber pewarna yang ada di

kawasan tersebut, dan dapat menjadi rujukan untuk penilitian selanjutnya

mengenai zat pewarna alami, serta memberikan sumbangsih bagi ilmu

pengetahuan dan wawasan di bidang tekstil dalam mengembangkan teori

mengenai zat pewarna alami.

Anda mungkin juga menyukai