Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak industri
tekstil yang bersaing untuk memenuhi kebutuhan
konsumennya melalui hasil atau produk yang terbaik dengan
cara pemberian zat pewarna pada tekstil. Zat pewarna tekstil
digolongkan menjadi 2 yaitu: zat pewarna alam (ZPA) dan zat
pewarna sintetis (ZPS). ZPA merupakan zat warna yang
berasal dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan, sedangkan
ZPS merupakan zat warna buatan atau sintetis yang dibuat
dari reaksi kimia dengan bahan dasar ter, arang, batu bara
atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan
hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena, antrasena,
toluena, dan xilena (Fitrihana, 2007).
Kebanyakan industri tekstil sering menggunakan zat
warna sintetis dalam proses pencelupan pada tekstil sehingga
memberikan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan.
Hal itu disebabkan karena zat pewarna sisa proses
pencelupan yang sulit dihancurkan oleh tanah, sehingga
membuat sisa genangan air berwarna hitam dan berbau.
Namun, semakin banyak masyarakat yang mengetahui
pentingnya memelihara dan menjaga lingkungan, maka telah
disarankan untuk menggunakan zat warna alami sebagai
alternatif dalam mengatasi dampak terhadap
penggunaan zat warna sitetis.
Zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umunya
diperoleh dari hasil ekstrak bagian tumbuhan seperti akar,
kayu, daun, biji ataupun bunga. Beberapa bagian tumbuhan
tersebut diantaranya adalah daun pohon nila (indigofera),
kulit soga tinggi (Ceriops candolleana arn), kulit soga jambal
(pelthophorum ferruginum), kesumba (bixa orelana) daun jambu 
1
2

biji (psidium  guajava) serta akar mengkudu (morindacitrifelia).


Dari beberapa jenis tumbuhan tersebut, salah satu tumbuhan
yang ada di sekitar lingkungan peneliti adalah mengkudu
(morindacitrifelia).
Mengkudu merupakan jenis tanaman yang banyak
tumbuh di kawasan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia.Mengkudu (Basa Aceh: keumeudee, Jawa: pace,
kemudu, kudu; cangkudu (Sunda), kodhuk (Madura), tibah (Bali).
Nama lain untuk tanaman ini adalah noni (bahasa Hawai),
nono (bahasa Tahiti), nonu (bahasa Tonga), ungcoikan (bahasa
Myanmar) dan ach (bahasa Hindi). Secara morfologi atau ciri-
ciri fisiknya, pohon mengkudu memiliki ketinggian antara 5-8
meter dan mempunyai cabang atau ranting-ranting yang
banya. Batang pohonnya berkayu, bulat, dan berkulit kasar
dan kulit kayu berwarna coklat kekuningan atau ada pula
yang berwarna agak putih terutama yang batang kayunya
kecil-kecil. Setelah pohon itu berusian 3 smpai 4 tahun sejak
itulah sudah bisa diambil bagian akarnya yang diperlukan
untuk bahan-bahan pewarnaan tersebut (Purbaya, 2008: 35).
Menurut para peneliti Eropa (1849), akar mengkudu
dapat digunakan sebagai sumber zat pewarna untuk tekstil
karena kulit akar mengkudu mengandung senyawa morindon
dan morindin. Kedua senyawa tersebut dapat digunakan
untuk mewarnai tekstil (Hamid dan Mulis, 2005). Bahan
tekstil yang berasal dari serat alami lebih mudah diwarnai
dengan zat warna alam, seperti sutera, wol, dan kapas/katun.
Berbeda dengan serat sintetis seperti polyester, nilon dan
lainnya kurang memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat
warna alam (Sulaeman, 2000).

Fitrihana (2007:2) menyatakan bahwa “bahan tekstil


yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan
yang berasal dari serat alam contohnya sutera, wol, dan
3

kapas (katun), selain itu bahan dari sutera pada umumnya


memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam
dibandingkan bahan kapas”. Agar zat pewarna alam dapat
terserap dengan baik maka peneliti memilih menggunakan
salah satu kain yakni kain katun merupakan bahan dasar
yang banyak digunakan pada industri tekstil di Indonesia.
Proses pencelupan warna alam menurut Ramanto (2007:
57) memerlukan bahan pembantu untuk menimbulkan warna
dan memperkuat zat warna tersebut, bahan pembantu yang
dapat digunakan adalah jeruk nipis, cuka, sandawa,
pijer,tawas, gula batu, gula jawa, tunjung adan air kapur.
Kandungan asam yang dapat mengikat zat warna pada kain
juga memerlukan lama waktu dalam proses pencelupan.
Chatib (1980) menyatakan “lama waktu dalam proses
pencelupan juga mempengaruhi hasil pencelupan. Apabila
tanpa memperhatikan lama waktu kemungkinan
penyerapan zat warna kurang merata”. Sejalan dengan
pendapat tersebut Fitrihana (2007:4) menyatakan “proses
pencelupan, masukkan bahan tekstil kedalam larutan zat
warna selama 15-30menit”. Sedangkan menurut Lestari
(Arisnawati,2010:14) mengungkapkan “celup bahan
minimal 5x15 menit atau sampai diperoleh warna yang
diinginkan agar warna yang dihasilkan lebih kuat dari
pencelupan waktu yang sebentar.”
Arohman (2016) telah melakukan penelitian mengenai
“Ekstraksi zat warna pada kulit akar mengkudu
menggunakan teknik maserasi dengan pelarut methanol dan
ekstraksi dengan pelarut aquades”. Hasil ekstrak yang
diperoleh dari perbandingan 1:20 (b/v) (10 gram sampel : 200
ml (pelarut) yakni perubahan warna air menjadi coklat
kehitaman dari pelarut metanol berwarna merah.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka pada pra-
eksperimen peneliti melakukan ekstraksi dan maserasi pada zat
4

warna alam dari kulit akar mengkudu (morinda citrifolia Linn)


pada bahan katun dengan menggunakan perbandingan lama
waktu pencelupan 24 jam dan 48 jam. Jumlah akar mengkudu
yang digunakan dalam 1 liter air adalah 200 gram yang telah
melalui proses perebusan selama 1 jam. Senyawa mordan
yang digunakan adalah soda abu sebanyak 25 gram yang
dicampurkan ke dalam 1 liter air rebus akar mengkudu. Hasil
dari ekstrasi tersebut diperoleh warna merah indian.
Ditinjau dari pra eksperimen yang telah dilakukan,
peneliti tertarik untuk melakukan eksperimen selanjutnya
dengan judul penelitian “Pengaruh Lama Pencelupan Akar
Mengkudu Terhadap Hasil Jadi Pewarnaan Pada Kain
Katun”.

B. Identifikikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Zat pewarna sintetis semakin banyak digunakan
2. Zat pewarna sintetis dapat menimbulkan masalah
pencemaran lingkungan dan kesehatan.
3. Kurangnya pemahaman tentang pewarna alami
4. Akar mengkudu sebagai pewarna alami

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari identifikasi masalah adalah:
1. Bagaimana pengaruh lama pencelupan akar mengkudu
dengan waktu 24, 48 dan 72 jam terhadap hasil jadi
pewarnaan pada kain katun ?
2. Manakah hasil pewarnaan terbaik di antara lama
pencelupan 24, 48 dan 72 jam terhadap kain katun?

D. Tujuan Penelitian
5

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan


penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh lama pencelupan akar mengkudu
dengan waktu 24, 48 dan 72 jam terhadap hasil jadi
pewarnaan pada kain katun.
2. Mengetahui hasil pewarnaan terbaik di antara lama
pencelupan 24, 48 dan 72 jam terhadap kain katun.
3.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini
antara lain:
1. Penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang
pewarnaan alami dan lama pencelupan menggunakan
akar mengkudu.
2. Lembaga
Sebagai tambahan referensi untuk mengetahui
pewarnaan alam terutama akar mengkudu dengan lama
pencelupan dengan waktu 24, 48, dan 72 jam.
6

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Anda mungkin juga menyukai