Anda di halaman 1dari 8

ISSN 1907-9850

APLIKASI KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI


PEWARNA ALAMI PADA KAIN KATUN SECARA PRE-MORDANTING

Manuntun Manurung

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai aplikasi kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai
pewarna alami pada kain katun secara pre-mordanting dengan kapur sirih 1%(b/v) sebagai mordan. Selain itu juga
dilakukan pengujian sifat fisika kimia zat warna terhadap larutan deterjen 1%.
Ekstraksi zat warna dari kulit buah manggis dilakukan dengan cara pemanasan selama 1 jam dalam pelarut
air dengan perbandingan 1:20 (b/v). Kemudian ekstrak yang diperoleh digunakan untuk mewarnai kain katun. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa massa zat warna alam yang teradsorpsi tanpa penambahan mordan adalah 0,0402 g
dan warna yang dihasilkan coklat muda, sedangkan dengan cara pre-mordanting massa zat warna yang teradsorpsi
sebesar 0,0637 g , warna coklat kemerahan, tampilan warna lebih tajam , serta daya tahan zat warna terhadap larutan
detergen lebih baik.

Kata kunci : : manggis, zat warna alam, pre-mordanting, kain katun

ABSTRACT

The research about utilization of mangosteen skin as a natural dies on cotton by pre-mordanting methods
with 1% (w/v) of lime water. The physical and chemical properties of the natural dies were tested using 1% w/v of
detergent.
The extraction of natural dye was conducted by heating in water with ratio 1:20 w/v for one hour. The
results showed that the optimum mass of natural dye was adsorbed about 0.0402 g without mordant and the colour
was light brown.The pre-mordanting method gives optimum mass of natural dyes adsorbed of 0.0637 g, which with
reddish brwon color. The color was brighter and more resistant to detergent solution.

Keywords : mangosteen, natural dye, pre-mordanting, cotton

PENDAHULUAN Penggunaan pewarna sintesis dapat


berbahaya bagi manusia karena dapat
Meningkatnya persaingan dalam industri menyebabkan kanker kulit, kanker mulut,
tekstil, menyebabkan adanya tuntutan terhadap kerusakan otak dan lain-lain. Selain itu, dapat
variasi warna. Kemajuan teknologi mampu menimbulkan dampak bagi lingkungan seperti
menciptakan zat warna sintetis dengan berbagai pencemaran air dan tanah yang juga berdampak
variasi warna. Namun limbah zat warna sintetis secara tidak langsung bagi kesehatan manusia
ini menimbulkan pencemaran lingkungan, karena di dalamnya terkandung unsur logam
sehingga pewarna alam kembali dilirik menjadi berat seperti Timbal (Pb), Tembaga(Cu), Seng
suatu alternatif. Di Indonesia ditemukan berbagai (Zn) yang berbahaya (Djuni, 2002).
macam tanaman yang berpotensi sebagai Setiap tanaman dapat merupakan sumber
pewarna alam (Kusriniati, et al, 2008). zat pewarna alami karena mengandung pigmen

183
JURNAL KIMIA 6 (2), JULI 2012 : 183-190

alam. Potensi sumber zat pewarna alami potensi yang besar sebagai pewarna alami.
ditentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan Pada penelitian ini bahan yang akan
serta bergantung pada jenis zat warna yang ada diwarnai adalah kain katun. Penggunaan kain
dalam tanaman tersebut (Setiawan, 2003). katun ini dikarenakan terdapat banyak industri
Zat warna alam untuk bahan tekstil pada tekstil di Indonesia yang menggunakan bahan
umumnya diperoleh dari hasil ekstrak berbagai dasar kain katun. Sedangkan zat pembantu atau
bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji mordan yang digunakan adalah kapur sirih.
ataupun bunga. Pengrajin-pengrajin batik telah Pemilihan kapur sirih ini dikarenakan harga
banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang kapur sirih di pasaran relatif murah, mudah
dapat mewarnai bahan tekstil beberapa didapat sehingga ekonomis bila digunakan
diantaranya adalah daun pohon nila (Indofera), sebagai mordan.
kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleanaarn), Menurut penelitian Bogoriani et al.
kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (2009), campuran zat warna alam dari campuran
(Curcuma), akar mengkudu (Morinda citrifelia), gambir, daun sirih dan buah pinang
kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), menghasilkan warna coklat muda sampai coklat
kesumba (Bixa orelana) dan daun jambu biji kemerahan pada serat kayu akasia. Penambahan
(Psidium guajava) (Susanto,1973). mordan kapur sirih, menyebabkan .zat warna
Zat warna alam telah direkomendasikan mampu mewarnai serat kayu sedangkan tanpa
sebagai pewarna yang ramah baik bagi adanya mordan, zat warna tidak mampu
lingkungan maupun kesehatan karena kandungan mewarnai serat kayu.
komponen alaminya mempunyai nilai beban Kain katun dan serat kayu mempunyai
pencemaran yang relatif rendah, mudah kesamaan, di mana kandungan utamanya adalah
terdegradasi secara biologis dan tidak beracun. selulosa. Kandungan selulosa dalam kain katun
Tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna sekitar 94% sehingga kemungkinan besar kapur
dapat diperoleh di sekitar lingkungan kita sirih juga bisa digunakan sebagai zat pembantu
sehingga hemat biaya. Namun dibalik kelebihan atau mordan untuk meningkatkan daya lekat
tersebut tersimpan beberapa kelemahan, salah antara zat warna alami dari ekstrak kulit manggis
satunya adalah tidak semua zat warna alam dapat dengan kain katun.
langsung mewarnai serat kain, oleh karena itu Berdasarkan uraian tersebut, maka pada
diperlukan zat pembantu yang disebut mordan penelitian ini dilakukan pemanfaatan kulit buah
(Atmaja, 2011). manggis sebagai pewarna alami pada kain katun
Mordan disebut juga sebagai zat khusus secara pre-mordanting.
yang dapat meningkatkan lekatnya berbagai
pewarna pada kain (Hasanudin, 2001). Tujuan
pemberian mordan adalah untuk memperbesar MATERI DAN METODE
daya serap kain terhadap zat warna alam. Ada
dua macam mordan, yaitu mordan kimia seperti Bahan
krom, timah, tembaga, seng dan besi dan mordan Bahan-bahan yang digunakan dalam
alam seperti jeruk citrun, jeruk nipis, cuka, penelitian ini adalah kulit buah manggis, kain
tawas, gula batu, gula jawa, air kapur, tape, katun 10x15 cm, kapur sirih, larutan deterjen 1%
pisang klutuk dan daun jambu klutuk (Susanto, dan akuades.
1980).
Zat warna alam yang akan digunakan Peralatan
sebagai pewarna alami pada penelitian ini adalah Peralatan yang digunakan dalam
zat pewarna yang berasal dari kulit buah penelitian ini adalah neraca analitik, kertas
manggis. Kebanyakan buah manggis dikonsumsi saring, pisau, blender, ayakan, corong, batang
dalam keadaan segar, karena olahan awetannya pengaduk, gelas beker, gelas ukur, botol
kurang digemari oleh masyarakat sedangkan semprot, penangas listrik.
kulitnya dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan
lebih lanjut padahal kulit manggis mempunyai

184
ISSN 1907-9850

Cara Kerja suhu 60oC, selama 1 jam menggunakan pelarut


air. Pemanasan diharapkan dapat memudahkan
Peyiapan bahan ekstraksi, sebab akan meningkatkan kelarutan zat
Kulit buah manggis terlebih dahulu warna sekaligus membuka dinding sel.
dikeringkan, kemudian diblender hingga menjadi Sedangkan penggunaan pelarut air karena murah
serbuk.Kain katun yang akan diwarnai, dicuci dan aman, serta diperkirakan mampu
terlebih dahulu sampai bersih, lalu dikeringkan, mengekstrak senyawa-senyawa polar seperti
dipotong dengan ukuran 10 x 15 Cm. tanin dan antosianin atau kelompok lain yang
Selanjutnya diberi kode A(kontrol tanpa mordan) polar terdapat dalam kulit buah manggis.(
dan B(dengan mordan). Meiyanto,2008;Hermawan,2007). Ekstrak zat
warna yang diperoleh berwarna merah
Ekstraksi zat warna kecoklatan.Masalahnya belum dipastikan
Sampel zat warna alam diekstrak kelompok/golongan senyawa apa saja yang
menggunakan akuades dengan perbandingan mampu terekstrak dengan metode tersebut
serbuk zat warna alam : akuades 1:20 (b/v) pada
suhu 60ºC selama 1 jam. Kemudian disaring Proses Pewarnaan
dalam keadaan panas, seterusnya
didinginkan.Selanjutnya disiapkan larutan Pewarnaan Kain Katun tanpa Mordan
mordan kapur sirih 1% sebanyak 100 mL, Kain katun yang berwarna dasar putih
dipanaskan pada suhu 60 ºC selama 30 menit ditimbang massanya sebelum dan sesudah
kemudian didinginkan sampai suhu kamar. diwarnai. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya zat warna yang diserap oleh kain katun.
Proses Pewarnaan Proses pewarnaan ini dilakukan dengan cara
Kain katun dengan kode A (A1, A2, dan perendaman dalam larutan zat warna selama 30
A3) digunakan sebagai kontrol, terlebih dahulu menit dengan pengulangan sebanyak 3 kali
ditimbang dan warna dasar dicatat. Kemudian dengan kode A1, A2, dan A3. Besarnya adsorpsi
dicelupkan ke dalam larutan zat warna alam zat warna pada kain katun dapat dilihat pada
selama 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya Tabel 1.. Zat warna juga mampu mewarnai serat
kain katun diangkat dan dikeringkan dibawah kain katun seperti diperlihatkan Gambar 1.
sinar matahari. Setelah kering ditimbang kembali Pewarna mampu mengubah warna kain dari
dan warnanya dicatat. Akhirnya diuji ketahannya putih menjadi coklat muda.Besarnya adsorpsi zat
dengan merendam kain tersebut dalam larutan warna pada kain katun dapat ditentukan dengan
detergen 1% selama 15 menit, lalu diangkat, dengan menentukan massa kain sebelum dan
dikeringkan dan ditimbang kembali. Untuk sesudah pewarnaan.Hasilnya disajikan pada
metode Pre-mordanting dengan kode B (B1, B2, Tabel 1.
dan B3 )direndam dalam larutan mordan selama Massa zat warna yang teradsorpsi oleh
30 menit lalu diangkat,dikeringkan, ditimbang kain katun adalah sebesar 0,0402 ± 0,0079 g.
hingga massanya konstan. Selanjutnya Proses adsorpsi yang terjadi kemungkinan
diperlakukan seperti untuk pewarnaan tanpa karena gugus OH dari selulosa yang terdapat
mordan. Bandingkan kain kode A (A1, A2, dan dalam serat kain katun mampu membentuk
A3) dengan kain B ( B1, B2, dan B3). Pekerjaan ikatan hidrogen dengan gugus OH atau gugus
ini dilakukan dengan tiga kali ulangan. polar lainnya dari zat warna. Ikatan seperti ini
pada umumnya mudah putus, karena tidak begitu
kuat. Oleh karena itu, untuk memperjelas warna
HASIL DAN PEMBAHASAN pada kain katun serta memperkuat ikatan antara
zat warna dengan kain katun maka perlu
Ekstraksi Zat Warna dilakukan penambahan mordan dalam proses
Proses ektraksi zat warna dilakukan pada pewarnaan.

185
JURNAL KIMIA 6 (2), JULI 2012 : 183-190

(a) Kain katun sebelum diwarnai b) Kain katun setelah diwarnai

Gambar 1. Kain Katun Tanpa Penambahan

Tabel 1. Perubahan Massa Kain Tanpa Mordan

Kode Massa Kain Massa Kain Besarnya Adsorpsi Adsorpsi rata-rata Warna Kain
Sebelum Setelah Zat Warna
Pewarnaan Pewarnaan
(g) (g) (g) (g)
A1 1,0790 1,1101 0,0311 0,0402 ± 0,0079 Coklat muda
A2 1,0679 1,1131 0,0452 Coklat muda
A3 1,0567 1,1009 0,0442 Coklat muda

Catatan : pengamatan dilakukan 3 kali ulangan

Tabel 2. Hasil Pengamatan Adsorpsi Zat Warna oleh Kain dengan Metode Pre-Mordanting

Kode Massa Kain + Massa Kain + Besarnya Adsorpsi Warna Kain


Kapur sirih kapur sirih + Adsorpsi rata-rata
zat warna Zat Warna
(g) (g) (g) (g)
B1 1,1022 1,1641 0,0619 0,0637 ± 0,0022 Coklat kemerahan
B2 1,0285 1,0946 0,0661 Coklat kemerahan
B3 1,0790 1,1420 0,0630 Coklat kemerahan

186
ISSN 1907-9850

(a) Kain katun sebelum diwarnai b) Kain katun setelah diwarnai

Gambar 2. Kain Katun dengan Metode Pre-Mordanting

Pewarnaan Kain Katun dengan Mordan serat kain katun dengan adanya mordan kapur
secara Pre-Mordanting sirih dijelaskan pada Gambar 3.
Kain katun dengan kode B (B1, B2, dan Kehadiran mordan ternyata mampu
B3) terlebih dahulu dicelupkan dalam larutan menguatkan ikatan antara pewarna dengan serat
mordan selama 30 menit kemudian dikeringkan kain, dan kemungkinan menambah pusat aktif
dan ditimbang massanya, hasilnya dapat dilihat dari serat kain terbukti dari massa zat warna
pada Tabel 2. yang terserap dan ketajaman warna yang
Kain katun yang diwarnai dengan dihasilkan, lebih baik dibandingkan dengan
metode pre-mordanting dapat dilihat pada tanpa mordan. Pada penelitian ini belum diamati,
Gambar 2. Kain katun yang diwarnai dengan seberapa besar pengaruh dari mordan kapur sirih
penambahan mordan memberikan ketajaman untuk meningkatkan daya serap zat warna
warna yang lebih baik, jika dibandingkan dengan tersebut. Kemudian juga belum ditentukan
kain katun tanpa mordan kapur sirih. berapa konsentrasi zat warna yang terekstrak ke
Kemampuan penyerapan zat warna pada dalam larutan. Mungkin saja tampilan warna
masing-masing kain bertambah disebabkan oleh kain akan lebih baik, jika dilakukan pewarnaan
gugus OH- dari selulosa yang terdapat pada serat beberapa kali atau optimasi waktu proses
kain mampu membentuk ikatan kovalen dengan pewarnaan.
logam kalsium dari mordan( kapur sirih) sebagai
jembatan dengan gugus OH atau gugus polar lain Uji Ketahanan Zat Warna dengan Larutan
dari zat warna. Ikatan kovalen yang terbentuk Deterjen 1%
kemungkinan merupakan ikatan pseudo ester Penentuan uji ketahanan zat warna pada
atau eter (Manurung, 2004). Adsorpsi yang kain bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
terjadi dengan adanya penambahan mordan ketahanan warna yang terikat pada kain katun.
tergolong adsorpsi kimia yang relatif lebih kuat Uji ketahanan warna pada masing-masing kain
dibandingkan dengan adsorpsi fisik. katun yang telah diwarnai tanpa dan dengan
Mekanisme terikatnya zat warna pada penambahan mordan ditunjukkan oleh Tabel 3.

187
JURNAL KIMIA 6 (2), JULI 2012 : 183-190

Zat Warna
Selulosa

Gambar 3. Adsorpsi Zat Warna Alam pada Selulosa dengan Penambahan mordan

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Ketahanan Zat Warna dengan Air Detejen 1%

Kode Metode Massa kain Massa kain Massa Massa rata- Warna
setelah setelah diuji air kain yang rata kain kain
Pewarnaan deterjen 1% berkurang yang
berkurang
(g) (g) (g) (g)
A1 1,1101 1,0730 0,0371
Tanpa 0,0353 ± Coklat
A2 1,1131 1,0751 0,0380
mordan 0,0033 muda
A3 1,1009 1,0701 0,0308
B1 1,1641 1,1398 0,0243
Pre-mor 0,0261 ± Coklat ke
B2 1,1946 1,1629 0,0317
danting 0,0047 merahan
B3 1,1420 1,1191 0,0229

188
ISSN 1907-9850

(a) Warna air deterjen 1% tanpa perlakuan (b) Warna air deterjen 1% setelah perlakuan
Gambar 4. Uji Ketahanan warna Kain Katun tanpa mordan

(a) Warna air deterjen 1% tanpa perlakuan (b) Warna air deterjen 1% setelah perlakuan
Gambar 5. Uji Ketahanan warna Kain Katun dengan Penambahan Mordan

Berdasarkan Tabel 3, hasil yang penurunan massa kain, perubahan warna kain
diperoleh menunjukkan bahwa pada kain yang dan perubahan warna air deterjen yang tidak
diwarnai tanpa mordan yaitu A (A1, A2, A3) terlalu besar bila dibandingkan dengan kain
mengalami penurunan massa yang lebih besar katun tanpa mordan. Warna air deterjen 1%
dibandingkan dengan penambahan mordan, yang pada uji ketahanan kain katun dengan metode
ditunjukkan oleh tingkat kelunturan zat warna pre-mordanting dapat dilihat pada Gambar 5.
kain setelah direndam dalam air deterjen 1% Kenyataan menunjukkan bahwa mordan
selama 15 menit. Warna air detergen bekas kapur sirih dapat memperkuat ikatan yang terjadi
cucian menjadi coklat dibandingkan antara zat warna dengan serat kain katun karena
sebelumnya.( Gambar 4.). Berdasarkan literatur, hanya sedikit zat warna yang terdesorpsi(luntur).
ikatan yang lemah dan mudah putus Artinya penambahan mordan kapur sirih, mampu
menunjukkan bahwa ikatan tersebut terbentuk menguatkan ikatan antara serat kain dan zat
secara adsorpsi fisika (Sukardjo, 1985; Osipow, warna,akibatnya ketahanan luntur semakin baik,
1962). terbukti dari warna air cucian sebelum dan
Kain katun yang diwarnai dengan sesudah proses pencucian hampir sama.
penambahan mordan, menunjukkan bahwa

189
JURNAL KIMIA 6 (2), JULI 2012 : 183-190

SIMPULAN DAN SARAN Alam dari Campuran Biji Pinang, Daun


Sirih, Gambir dengan Mordan KAlSO4
Simpulan serta Pemanfaatannya dalam Pewarnaan
Berdasarkan hasil penelitian yang Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria),
diperoleh dapat disimpulkan : Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA,
1. Warna kain katun yang dihasilkan tanpa Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
penambahan kapur sirih warna adalah coklat Susanto, S., 1980, Seni Kerajinan Batik
muda, sedangkan dengan metode pre- Indonesia, Balai Penelitian Batik dan
mordanting menggunakan mordan kapur Kerajinan, Departemen Perindustrian
sirih adalah coklat kemerahan. Bogoriani, N. W. dan Bawa Putra, A. A., 2009,
2. Massa optimum zat warna alam yang Perbandingan Massa Optimum
teradsorpsi tanpa mordan adalah 0,0402 ± Campuran Pewarna Alami pada Kayu
0,0079 g. dengan penambahan kapur sirih Jenis Akasia (Acacia leucopholoea),
secara pre-mordanting sebesar 0,0637 ± Jurnal Kimia, 3 (1) : 21-26
0,0022 g. Kusriniati, D., Setyowati, E., dan Achmad, U.,
3. Penambahan mordan kapur sirih 1%(b/v) 2008, Pemanfaatan Daun Sengon
mampu menguakan ikatan zat warna alam (Albizia falcataria) sebagai Pewarna
terhadap serat kain. Warna kain yang di Kain Sutera Menggunakan Mordan
proses dengan metode Pre-mordanting lebih Tawas dengan Konsentrasi yang
tajam dan lebih tahan terhadap kelunturan. Berbeda, TEKNOBUGA, 1 (1)
4. Kulit buah manggis berpotensi digunakan Osipow, L. J., 1962, Surface Chemistry, Theory
sebagai salah satu pewarna kain katun. and Industrial Application, Rienhold
Publishing Corporation, Chapman and
Saran Hall, Ltd, London
Dari hasil penelitian yang diperoleh, Sukardjo, 1985, Kimia Anorganik, Bina Aksara,
maka dapat disarankan: Yogyakarta
1. Perlu dilakukan optimasi terhadap konsentrasi Manurung, R., Hasibuan, R., dan Irvan, 2004,
zat pewarna alam, dalam hal perbandingan Perombakan Zat Warna Azo Reaktif
ekstraksi, dan juga optimasi penambahan secara Anaerob-Aerob, Jurnal Fakultas
mordan saat proses Pre-mordanting. Teknik, Jurusan Teknik Kimia,
2. Perlu dilakukan pewarnaan lanjutan, yaitu Universitas Sumatera Utara, h. 1-19
pengulangan pencelupan dengan konsentrasi Djuni, Pristiyanto, 2002, Pewarna Kue yang
yang baru, karena semua proses pewarnaan Alami, maupun dengan penambahan
yang dilakukan di atas hanya 1 kali mordan kseperti, http://www.
pencelupan.Jadi jika dilakukan berulangkali suaramerdeka. com/harian/02/14, ragam,
hasilnya mungkin akan lebih baik. html
Hasanudin, et al., 2001, Penelitian Penerapan
Zat Warna Alam dan Kombinasinya
UCAPAN TERIMA KASIH pada produk Batik dan Tekstil Kerajinan
Yogyakarta, Balai Besar Penelitian dan
Penulis mengucapkan terima kasih Pengembangan Industri Kerajinan dan
kepada Winioliski O. Rohi Biri yang membantu Batik, Yogyakarta
mengumpulkan data dan Bapak I Putu Suarya, Setiawan, A. P., 2003, Potensi Tumbuh-
S.Si., M.Si. atas pemikiran dan saran-sarannya. Tumbuhan bagi Penciptaan Ragam
Material Finishing untuk Interior,
Dimensi Interior, 1 : 46-60
DAFTAR PUSTAKA Susanto, S., 1973, Seni Kerajinan Batik
Indonesia, BPKB, Yogyakarta
Atmaja, W. G. P. W., 2011, Potensi Pewarna

190

Anda mungkin juga menyukai