Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI TEKSTIL III (EVAUASI KAIN)

Nama : Yohana Intan Triananda

NPM : 12030006

Jurusan : Teknologi dan Bisnis Garmen

Group : 2G1

Nama Dosen : 1. Totong, AT.,M.T.

2. Ryan R.,S.ST.

3. Luciana, S.Teks,M.Pd.

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

BANDUNG

2014
BAB I
KESTABILAN DIMENSI

I. Maksud dan Tujuan


Untuk menguji perubahan dimensi bahan tekstil pada proses pencucian dan
pengeringan.
II. Teori Dasar
Pengujian perubahan ukuran (dimensi) kain setelah pencucian diperlukan karena
dalam pemakaian sehari-hari kain yang dipakai harus dicuci, setelah dicuci apakah
mengalami perubahan atau tidak dan jika mengalami perubahan ukuran sampai sejauh
mana perubahannya. Dengan pengujian ini dapat diketahui nilai perubahan ukuran
setelah pencucian dan dengan standard dapat diketahui nilai perubahan-perubahan
masih dalam toleransi atau tidak.
Cara uji ini dimaksudkan untuk menentukan perubahan dimensi dari kain tenun atau
rajut atau pakaian jadi, yang akan terjadi apabila kain mengalami proses pencucian dan
pengeringan dalam rumah tangga. Dalam cara ini dipergunakan berbagai cara yang
bervariasi dari kondisi pencucian yang paling ringan dan dimaksudkan untuk mencakup
semua kondisi pencucian. Pengeringan dilakukan dengan lima macam cara pengeringan
yang mencakup semua pengeringan baik pengeringan secara komersil maupun
pengeringan rumah tangga. Pengujian-pengujian ini bukan pengujian yang dipercepat
dan harus diulang untuk mengevaluasi perubahan dimensi setelah dicuci berulang-
ulang.
Prinsip pengujiannya adalah contoh uji atau pakaian yang diberi tanda, dicuci dalam
mesin cuci, dikeringkan sesuai dengan cara yang dipilih. Jarak tanda pada contoh uji
menurut arah lusi dan pakan (jeratan dan jajaran untuk kain rajut) sebelum dan sesudah
pencucian diukur.
III. Alat dan Bahan
 Alat :
- Mesin Cuci Otomatis : a. Pemasukan dari depan
b. Pemasukan dari atas
 Bahan :
- Sabun : a. Deterjen AATCC 1993 WOB (66g)
b. Deterjen ECE non fosfat A ( jumlah tidak diatur ketinggian busa <3cm
diakhir proses cuci)
c. Deterjen IEC (OB)

- Resep Larutan Sabun : a. 77 bagian sabun


b. 20 bagian Na Parborat tetra hidrat
c. 3 bagian bleaching tetra-asetilem-diamina
- Air dengan kesadahan < 0,002%
- Kain Pemberat (supaya total kain yang diproses = 2 kg)
- Kain Rajut 100% Poliester
- Kain Tenun Kapas 100% Bleached
- Kain Tenun Kapas 50% Poliester 50%

 Prosedur
- Proses Pencucian
o Suhu Pencucian:
- Mesin A: 30;40;50;60;92 oC
- Mesin B: 30;40;50;60;70 oC
o Waktu Pencucian 15 menit
o Tinggi Air = 10 cm
 Proses Pembilasan
o Bilas I:- Waktu : 3 menit
- Tinggi Air : 13 cm
o Bilas II :- Waktu : 3 menit
- Tinggi Air : 13cm
o Bilas III :- Waktu : 2 menit
- Tinggi Air : 13cm
o Bilas IV :- Waktu : 2 menit
- Tinggi Air : 13cm
o Peras Putar : 5 menit
o Proses Pengeringan : Dengan Tumble Dryer
o Evaluasi : SNI ISO 5077 : 2011
o Cara Uji Perubahan Dimensi pada Pencucian dan Pengeringan (ISO 5077:2007)
IV. Langkah Kerja
a. Menyiapkan contoh uji kain tenun atau rajut
b. Meletakkan plat pengukur ukuran
c. Dicuci 15 menit 400C, kemudian diperas selama 5 menit
d. Dibilas selama 10 menit 400C, kemudian diperas selama 5 menit
e. Dibilas selama 5 menit 400C, kemudian diperas selama 5 menit
f. Dikeringkan
g. Melakukan pengukuran mengkeret atau mulur contoh uji
V. Data Percobaan
Arah Awal Akhir
Lusi 35 cm 33 cm
35 cm 33,5 cm
35 cm 33,5 cm
Pakan 35 cm 34,7 cm
35 cm 34,8 cm
35 cm 35cm

VI. Perhitungan
Arah 𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐰𝐚𝐥
𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐰𝐚𝐥
x 100 %

Lusi 1 33−35
35
x 100 = -5,71 %

Lusi 2 33,5−35
x 100% = -4,28 %
35

Lusi 3 33,5−35
35
x 100% = -4,28%

x̅ (−5,71)+(−4,28)+(−4,28)
3
= -4,77 %

Pakan 𝐏𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐰𝐚𝐥


𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐰𝐚𝐥
x 100 %

Pakan 1 34,7−35
35
x 100% = -0,85 %

Pakan 2 34,8−35
35
x 100% = -0,57%

Pakan 3 35−35
x 100% =0%
35

x̅ (−0,85)+(−0,57)+(0)
3
= -0,30 %

VII. Diskusi
Yang harus diperhatikan saat pengujian yaitu pemberian tegangan pada saat
pengukuran contoh uji setelah dicuci, harus sama seperti pemberian tegangan pada
saat pengukuran contoh uji sebelum dicuci. Hal ini dimaksudkan agar mulur yang terjadi
pada kain tetap sama, sehingga hasil pengukurannya pun akan menjadi lebih tepat.
Dilihat dari hasil perhitungan, kain tersebut baik lusi atau pakan rata-rata mengalami
mengkeret. Persen mengkeretnya kain tersebut memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai kain kemeja, karena menurut SNI perubahan dimensi maksimum 5% ,
sedangkan untuk kain contoh uji persen mengkeretnya untuk arah lusi rata-ratanya = -
4,77 % dan untuk arah pakannya = -0,30 %.
Pada hasil percobaan kain tenun bahwa mengkeret pakan lebih kecil dari pada
mengkeret lusinya. Bila dilihat dari hasil pengujian, perubahan dimensi yang terjadi,
maka pada kain tenun ke arah pakan mempunyai stabilitas dimensi yang baik.
Sedangkan ke arah lusi, stabilitas dimensinya kurang baik bila dibandingkan arah
pakan. Hal ini dimungkinkan terjadi karena sifat benang lusi yang lebih bebas keadaan
dalam susunan benangnya, sehingga dalam poses pertenunan sebelumnya benang
pakan ini belum mengalami penarikan.

VIII. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan rata-rata diperoleh data sebagai berikut
1. Perubahan dimensi pada kain tenun :
a. Persentase arah lusi : -4,77 %
b. Persentase arah pakan : -0,30 %

IX. Daftar Pustaka


Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014
BAB II
PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN RAJUT (CARA TETES)

I. Maksud dan Tujuan


Tujuan pengujiannya adalah untuk mengetahui kemampuan kain untuk dapat menyerap
air pada kain rajut karena daya serap merupakan salah satu faktor yang menentukan
kegunaan kain untuk tujuan tertentu.
II. Teori Dasar
Cara uji ini perlu dilakukan untuk kain-kain yang akan dicelup oleh karena kerataan
hasil pencelupannya tergantung pada daya serap kain. Demikian pula untuk kain yang
akan dikerjakan dengan resin atau zat-zat penyempurnaan yang lain, daya serap
merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan. Daya basah atau daya serap
bahan tekstil yang berupa kain tenun mapun benang dapat ditentukan dengan cara ini.
Pengujian dilakukan dalam atmosfer standar. Kain dipasang pada lingkaran
penyulam, sehingga permukaannya tegang, kemudian dipasang 1,5 cm di bawah ujung
tetesan buret dan setetes air dijatuhkan pada contoh uji.
Waktu menghilangnya pantulan langsung dari tetesan air diukur dengan stopwatch.
Waktu tersebut ditentukan dengna kedudukan lingkaran penyulam terletak amtara
pengamat dan sumber cahaya dengan sudut sedemikian sehingga pantulan langsung
cahaya dari permukaan tetesan air yang menjadi rata dapat jelas terlihat. Pada saat
tetesan air tersebut terserap sedikit demi sedikit, daerah yang berkilauan menghilang
dan akhirnya lenyap sama sekali meninggalkan bekas yang basah. Tepat pada saat
stopwatch dihentikan.
Waktu pembasahan yang kurang dari 5 detik menyatakan bahwa daya serap kain
tersebut baik.
III. Alat dan Bahan
o Simpai bordir dengan diameter 150 mm atau lebih.
o Buret, dengan 15 – 25 tetesan air tiap mililiter.
o Stopwatch
o Sepotong kain yang cukup untuk dipasang rata pada simpai bordir. Contoh uji
dikondisikan dalam ruangan dengan kondisi standar pengujian.

IV. Langkah Kerja


a. Memasang kain pada simpai bordir sehingga permukaan kain bebas dari kerutan-
kerutan tetapi tanpa mengubah struktur kain
b. Meletakkan simpai bordir tersebut dibawah buret dengan jarak 1-1,5cm dari ujung
buret. Meneteskan setetes air pada permukaan kain
c. Mengukur waktu yang diperlukan hingga pantulan cahaya tetesan hilang
menggunakan stopwatch. Pengamatan dilakukan dengan meletakkan simpai bordir
diantara pengamat dan sumber cahaya (jendela atau lampu duduk) dengan sudut
sedemikian sehingga pantulan cahaya dari permukaan tetesan air mudah dilihat.
Ketika tetesan air sedikit demi sedikit terserap, luas permukaan pantulan cahaya
menyusut dan akhirnya hilang selusuhnya dan meninggalkan bulatan basah yang
suram. Saat itu stopwatch dihentikan dan waktu yang berlangsung dicatat. Jika
waktu basah melebihi 3 menit, pengukuran waktu dihentikan dan waktu basah
dilaporkan lebih dari 3 menit.
d. Pengujian dilakukan di 3 tempat yang berbeda.
V. Data Percobaan
n Waktu serap
1 1 Menit 25 Detik
2 1 Menit 20 Detik
3 1 Menit 30 Detik
4 1 Menit 27 Detik
5 1 Menit 25 Detik

Hasil pengamatan rata-rata setelah 1 Menit 25 detik contoh uji kain rajut sangat baik
menyerap tetesan air pada permukaannya.

VI. Diskusi
Daya serap kain rajut yang lebih besar dari 1 Menit 25 detik menunjukan bahwa kain
rajut yang digunakan untuk pengujian tersebut daya serap airnya baik. Ada beberapa
faktor yang menentukan hasil pengujian yaitu :
a. Pemberian tegangan pada kain rajut saat pemasangannya pada sipai sulam.
b. Intensitas cahaya pada saat pengamatan menghilangnya pantulan. Bila cahaya
dalam ruang pengamatan tidak stabil, maka pantulan cahaya yang memantul pun
akan labil. Sehingga waktu menghilangnya pantulan cahaya tersebut menjadi
beragam.
c. Titik pandang mata terhadap pantulan yang berbeda akan menyebabkan hasil
pandangan yang berbeda. Sehingga waktu menghilangnya pantulan pun kelihatan
berbeda.
Pengaruh tetal daripada kain akan mempengaruhi hasil penyerapan airnya dimana
makin tinggi tetal maka makin lama penyerapan airnya dan sebaliknya.
VII. Kesimpulan
Rata-rata waktu pembasahan yang di dapat dari 5 kali pengujian adalah 1 Menit 25
Detik

VIII. Daftar Pustaka


Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014.
BAB III
PENGUJIAN TOLAK AIR DENGAN CARA SIRAM

I. Maksud dan Tujuan


Untuk melakukan pengujian tahan tolak air pada kain dengan cara siram.
II. Teori Dasar
Air dapat menembus kain melalui tiga cara, yaitu:
1. Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain
2. Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain
3. Oleh kombinasi kedua cara tersebut di atas.
Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benang-
benang, kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi
pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat
dari serat yang diberi proses kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan
menggelincir dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul di
permukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang
lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini terjadi pada
kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus air, kain
harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain
dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat
tidak tembus udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat
tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.
Sifat tolak air (water repellence) adalah sifat serat, benang atau kain yang menolak
pembasahan air. Kain bersifat tolak air dapat ditembus udara dan uap air dan masih
mungkin ditembus air dengan tekanan, misalnya tetesan air hujan yang cukup lebat.
Pengujian Uji Ssiram merupakan pengujian yang dilakukan untuk menilai tolak air sebuah
kain.

Prinsip pengujian Uji Siram adalah menyiramkan air pada permukaan kain dengan
kondisi tertentu, sehingga menghasilkan pola kebasahan pada permukaan kain,yang
ukurannya relatif bergantung pada sifat tolak air kain. Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan pola kebasahan kain dengan gambar pada Penilaian Uji Siram Standar

Segera setelah contoh uji diketukkan, bandingkan pola titik-titik pembasahan atau
bagian basah kain dengan gambar Penilaian Uji Siram Standar dari AATCC. Nilai Uji
Siram masing-masing contoh uji didasarkan pada nilai terdekat dengan ganbar Penilaian
Uji Siram Standar. Dalam penilaian kain dengan konstruksi kurang rapat seperti voile, air
yang menembus rongga-rongga kain diabaikan.
Nilai Uji Siram adalah sebagai berikut:
100 (ISO 5) : tidak ada-ada titik-titik pembasahan pada permukaan atas
90 (ISO 4) : sedikit titik-titik pembasahan secara acak pada permukaan atas
80 (ISO 3) : pembasahan permukaan atas pada titik-titik tetesan
70 (ISO 2) : pembasahan pada sebagian permukaaa atas
50 (ISO 1) : pembasahan seluruh permukaan atas
0 : pembasahan seluruh permukaan atas dan permukaan bawah

III. Alat dan Bahan


a. Peralatan
- AATCC Spray Tester, terdiri dari corong gelas diameter 150 mm, yang ujungnya
dipasang penyemprot diameter 32 mm, dengan 8 lubang-lubang diameter 0,86
mm yang diatur melingkar. Penyemprot dipasang diatas penyangga contoh uji
sehingga jarak ujung penyemprot dari permukaan contoh uji 150 mm. Penyangga
contoh uji membentuk sudut 450 dengan bidang datar.
- Simpai bordir, diameter 150 mm
- Gelas piala 250 ml
- Air suling
IV. Langkah Kerja
 Pasang contoh uji pada simpai bordir sehingga tidak terdapat kerutan-kerutan pada
kain.
 Letakkan simpai beserta contoh uji pada penyangga contoh uji sedemikian sehingga
titik tengah penyemprot tepat di atas titik tengah simpai.
 Untuk kain-kain keper, gabardin, atau kain sejenis yang mempunyai pola rusuk-
rusuk, letakkan simpai sedemikian sehingga rusuk-rusuk miring terhadap aliran air di
permukaan kain.
 Tuangkan 250 ml air suling, suhu 27  1 C ke dalam corong penyemprot dan
biarkan air menyemprot contoh uji selama 25 – 30 detik. Waktu menuang air gelas
piala jangan menyentuh corong.
 Ambil simpai dengan memegangnya pada satu sisi dan ketukkan sisi lain pada
benda keras dengan permukaan kain menghadap ke bawah satu kali. Putar simpai
180 dan ketukkan sekali pada sisi yang semula dipegang.
 Ulangi pekerjaan tersebut untuk 2 contoh uji
Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan pola kebasahan kain dengan gambar pada
Penilaian Uji Siram Standar.
V. Data Percobaan

Pengujian (n) Penilaian contoh uji (P)

1 90

2 90
VI. Diskusi
Berdasarkan data yang sudah didapat pada uji siram, pada pengujian yang dilakukan
nilai tolak air 90 yang artinya bahwa terdapat sedikit titik-titik pembasahan secara acak
pada permukaan atas .Jadi daya tolak sangat tinggi untuk kain pada payung. Hal ini
berarti pengujian ini sangat tergantung pada ketelitian penguji untuk membandingkan
hasil uji dengan nilai uji siram.

VII. Kesimpulan
Nilai Uji Siram adalah 90 (ISO 4) : sedikit titik-titik pembasahan secara acak pada
permukaan atas
VIII. Daftar Pustaka
Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014
BAB IV
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP KERINGAT

I. Maksud dan Tujuan


Untuk menguji ketahanan luntur warna terhadap keringat (keringat buatan asam dan
basa) pada kain berwarna.
II. Teori Dasar
Cara ini dimaksudkan utuk menentukan tahan luntur warna dari segala macam dan
bentuk bahan tekstil berwarna terhadap keringat. Contoh-contoh uji yang terpisah dari
bahan tekstil berwarna direndam dalam larutan keringat buatan bersifat basa dan asam,
kemudian diberikan tekanan mekanik tertentu dan dikeringkan perlahan-lahan pada suhu
yang naik sedikit demi sedikit.
Pereaksi
Larutan keringat buatan bersifat asam untuk tiap liter :
1. Natrium khlorida (Na Cl) :5g
2. Natrium dihidogen orto-fosfat (NaH2PO4 2H2O) : 2,2 g
3. Histidin monohidrokhlorida monohidrat (C6H9O2N3HCl H2O) :0,5 g
4. PH : 5,5
5. Larutan dibuat pH 5,5 dengan penambahan larutan asam asetat 0,1 N

Larutan keringat buatan bersifat basa untuk tiap liter :


1. Natrium khlorida (Na Cl) :5g
2. Disodium hidogen orto-posfat dihidrat (Na2HPO4. 2 H2O) : 2,5 g
3. Histidin monohidroklorida monohidrat : 0,5 g
4. PH :8
5. Larutan dibuat pH 8 dengan penambahan larutan natrium hidroksida 0,1 N

III. Alat dan Bahan


a. Peralatan

1. AATCC Perspiration Tester atau alat lain yang sejenis


2. Alat pemeras mangel yang diperlengkapi dengan pengatur tekanan
3. Gelas piala 500 ml dan pengaduk gelas yang ujungnya dipipihkan
4. Gray Scale dan Staining Scale
5. Lempeng-lempeng kaca atau plastik
6. Oven dengan pengatur suhu
7. Kain pelapis dari serat kapas dan polyester masing-masing berukuran 10 cm x 5
cm sebanyak 4 buah
b. Persiapan Contoh Uji
1. Potong contoh dengan ukuran 5 cm X 10 cm, potong pula kain pelapis dengan
ukuran yang sama.
2. Letakan contoh uji diantara sepasang kain pelapis., kemudian jahit salah satu
kain terpendek sebanyak 4 buah.

Kain pelapis
10cm
Kain contoh uji

5cm
IV. Data Percobaan
No Nilai
Perubahan warna Penodaan warna
(grey scale) (staning scale)
Kapas Polyester
Asam Basa Asam Basa Asam Basa

1 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5

2 4/5 4/ 4/5 4/5 4/5 4/5

V. Diskusi
Pada praktikum kali ini terdapat beberapa hal yang perlu didiskusikan, antara lain yaitu :
Evaluasi tahan luntur warna terhadap keringat asam dan basa dilakukan secara visual,
sehingga perlu memperhatikan hal-hal berikut:
b. Pengaturan cahaya, tempat dilakukan proses pembandingan contoh uji dengan
standar.
c. Penerangan ditempat evaluasi tersebut harus sama dan tetap. Juga cahaya yang
digunakan harus membaur (tidak mempunyai bayangan).
d. Penerangan ditempat evaluasi tersebut harus sama dan tetap. Juga cahaya yang
digunakan harus membaur (tidak mempunyai bayangan).
e. Dalam melakukan evalusi harus tepat dalam membandingkan dan menentukan
kelunturan warna dengan menggunakan alat grey scale antara kain pelapis sebelum
dan sesudah pengujian tahan keringat asam dan basa
f. Dalam melakukan evaluasi harus tepat dalam membandingkan dan menentukan
besarnya penodaan warna dengan menggunakan alat staining scale antara kain
contoh uji sebelum dan sesudah pengujian tahan keringat asam dan basa
VI. Kesimpulan

No Nilai
Perubahan warna Penodaan warna
(grey scale) (staning scale)
Kapas Polyester
Asam Basa Asam Basa Asam Basa

1 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5

2 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5 4/5

VII. Daftar Pustaka


Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014
BAB V
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP PENCUCIAN

I. Maksud dan Tujuan


Untuk menguji ketahanan luntur warna terhadap pencucian pada kain berwarna dengan
menilai perubahan warnanya pada penodaannya terhadap kain putih pelapis.
II. Teori Dasar
Cara pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian rumah tangga dan pencucian
komersial adalah metoda pengujian tahan luntur warna bahan tekstil dalam larutan
pencuci dengan menggunakan salah satu kondisi pencucian komersial yang dipilih,
untuk mendapatkan nilai perubahan warna dan penodaan pada kain pelapis. Kondisi
pencucian dapat dipilih sesuai dengan keperluan dari 16 kondisi yang disediakan.
Cara pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan tahan luntur warna terhadap
pencucian yang berulang-ulang. Berkurangnya warna dan pengaruh gosokan yang
dihasilkan oleh larutan dan gosokan 5 kali pencucian tangan atau pencucian dengan
mesin, hampir sama dengan satu kali pengujian ganda (M), sedangkan satu kali
pengujian tunggal (S) sama dengan hasil satu kali pencucian.
Contoh uji dicuci dalam suatu alat Launder O-meter atau alat yang sejenis dengan
pengatur suhu secara thermostatik dan kecepatan putaran 42 rpm. Alat ini dilengkapi
dengan piala baja dan kelereng-kelereng baja yang tahan karat. Proses pencucian
dilakukan sedemikian rupa, sehingga pada kondisi suhu, alkalinitas, pemutihan yang
sesuai dan gosokan sedemikian sehingga berkurangnya warna yang tejadi, didapat
dalam waktu yang singkat. Gosokan diperoleh dengan lemparan, geseran dan tekanan
bersama-sama dengan digunakan perbandingan larutan yang rendah, dan sejumlah
kelereng baja yang sesuai.
Kondisi pencucian berbeda-beda bergantung suhu yang dikehendaki. Jenis sabun
yang digunakan dalam pencucian ini, adalah sabun standar detergen yang dikeluarkan
oleh AATCC atau ECE.

Deterjen AATCC :
1. Garam natrium alkilsulfonal linier (LAS) : 14,00 ± 0,02 %
2. Alkohol etoksilat : 2,30 ± 0,02 %
3. Sabun – berat molekul tinggi : 2,50 ± 0,02 %
4. Natrium tripoliposfat : 48,00 ± 0,02 %
5. Natrium silikat (SiO2 / Na2O = 2/1) : 9,70 ± 0,02 %
6. Natrium sulfat : 15,40 ± 0,02 %
7. Karboksil metil selulosa (CMC) : 0,25 ± 0,02 %
8. Air : 1,85 ± 0,02 %

Deterjen ECE :
1. Garam natrium alkilsulfonal linier (LAS)
( panjang rata-rata rantai alkana C 11,5) : 8,00 ± 0,02 %
2. Alkohol lemak dietoksilasi (14 EO) : 2,90 ± 0,02 %
3. Sabun Natrium, panjang rantai
C 12 – C 16 : 13 % - 26 %
C 18 – nC 22 : 74 % - 87 % : 3,50 ± 0,02 %
4. Natrium silikat (SiO2 / Na2O = 3,3/1) : 7,50 ± 0,02 %
5. Magnesium silikat : 1,90 ± 0,02 %
6. Karboksil metil selulosa (CMC) : 1,20 ± 0,02 %
7. Garam natrium dan asam etilena diamida
Tetra asetat (EDTA) : 0,20 ± 0,02 %
1. Natrium sulfat : 21,20 ± 0,02 %
2. Air : 9,90 ± 0,02 %
Kondisi Pengujian Tahan Luntur Warna Terhadap Pencucian
Metoda Suhu Jumlah Khlor Natrium Waktu Jumlah Pengaturan
Uji (oC) Larutan aktif (%) Perborat (menit) Kelereng (pH)
(ml) (g/l)
A1S 40 150 - - 30 10* -
A1M 40 150 - - 45 10 -
A2S 40 150 - 1 30 10* -

B1S 50 150 - - 30 25* -


B1M 50 150 - - 45 50 -
B2S 50 150 - 1 30 25* -

C1S 60 50 - - 30 25 10,5 ± 0,1


C1M 60 50 - - 45 50 10,5 ± 0,1
C2M 60 50 - 1 30 25 10,5 ± 0,1

D1S 70 50 - - 30 25 10,5 ± 0,1


D1M 70 50 - - 45 100 10,5 ± 0,1
D2S 70 50 - 1 30 25 10,5 ± 0,1
D3S 70 50 0,015 - 30 25 10,5 ± 0,1
D3M 70 50 0,015 - 45 100 10,5 ± 0,1

E1S 95 50 - - 30 25 10,5 ± 0,1


E1M 95 50 - 1 30 25 10,5 ± 0,1

*) Untuk kain-kain ringan dan kain wool atau sutera serta campurannya, tidak perlu
menggunakan kelereng baja. Catat dalam laporan hasil uji bila menggunakan kelereng
baja.

Persyaratan Kain putih dan Pasangannya Untuk Uji Tahan Luntur Warna
Jenis PH Berat Kain Kadar Minyak Derajat Putih
(g/m2) Kurang dari (%)
Kapas 7 ± 0,5 115 - 70 ± 5,0
Rayon Viskosa 7 ± 0,5 140 - 70 ± 5,0
Poliamida 7 ± 0,5 130 ± 5 1,0 70 ± 5,0
Polyester 7 ± 0,5 130 ± 5 0,5 70 ± 5,0
Akrilic 7 ± 0,5 135 ± 5 1,0 70 ± 5,0
Sutera 7,8 ± 0,5 60 ± 5 0,5 70 ± 5,0
Wool ± 0,5 125 ± 5 0,4 ± 0,1 43 ± 5,0
III. Alat dan Bahan
1. Peralatan
o Launder O-meter, yang dilengkapi dengan
- Penangas air dengan pengatur suhu yang terkontrol pada suhu yang ditetapkan
± 2oC
- Tabung baja tahan karat berkapasitas 550 ml ± 50 ml, berdiamter 75 mm ± 5
mm, dan tinggi 125 mm ± 10 mm.
- Frekwensi putaran tabung 40 putaran per menit ± 2 putaran per menit.
o Kelereng baja tahan karat dengan diameter ± 6 mm
o pH meter dengan ketelitian 0,1
o Neraca analitis dengan ketelitian 0,1 g
o Kain pelapis dari serat kapas dan polyester masing-masing berukuran 10 cm x 5
cm sebanyak 2 buah
o Sabun tanpa pemutih optic seperti sabbun standat AATCC atau sabun ECE.
o Grey scale dan stanning scale
o Air suling
o Larutan 0,2 g/liter asam asetat glacial
2. Persiapan Contoh uji
1. Contoh uji dipotong dengan ukuran 5 cm x 10 cm, kain pelapis juga dipotong
dengan ukuran yang sama yaitu 5 cm x 10 cm.
2. Meletakan contoh uji diantara kain pelapis, kemudian dijahit salah satu kain
tependek.
Sebanyak 2 buah

10cm Kain pelapis

Kain contoh uji

5cm
IV. Langkah Kerja
 Potong contoh uji 4 x 10 cm, sebanyak 2 buah.
 Kondisikan contoh uji. Beri lapisan contoh uji bagian depan dan belakangnya dengan
kain putih cotton 100%, serta poliester. Pemasangan kain pelapis, harus saling
berlawanan antara satu contoh uji dengan contoh uji yang lainnya. Bila pada salah
satu contoh uji katun dipasang dibagian muka kain dan poliester dipasang pada
bagian belakang, maka pada contoh uji yang lain katun harus dipasang pada bagian
belakang dan poliester dibagian muka.
 Contoh uji dengan kain pelapis dijahit pada salah satu sisinya.
 Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung uji, ditambahkan 200 ml larutan sabun 5
gram / liter, ditambah 10 buah kelereng baja sebagai pengaduk.
 Larutan sabun dalam keadaan panas 400C.
 Tabung ditutup, dimasukkan ke dalam penjepit penguji yang ada dalam alat uji
linitest.
 Diuji selama 30 menit dengan suhu 400C.
 Contoh uji diangkat, dibilas dan dinetralkan dengan larutan asam asetat 0,05 %.
Diperas, disetrika sampai kering (pada saat penyetrikaan harus tanpa gosokan).
Evaluasi
Contoh uji dibanding dengan contoh uji yang belum dicuci dengan mempergunakan
perbandingan nilai, yaitu mempergunakan gray sale untuk perubahan warna dan
staining scale untuk penodaan pada kain pelapis.
V. Data Percobaan

No Nilai
Perubahan warna Penodaan warna
(grey scale) (staning scale)
Kapas Polyester
1 4 4 4/5

2 4 4 4/5
VI. Diskusi
Karena hasil pengujian dievalusi berdasarkan cara visual, maka hal – hal yang
harus diperhatikan adalah:
- Pengaturan cahaya, tempat dilakukan proses pembandingan contoh uji dengan
standar. Penerangan ditempat evaluasi tersebut harus sama (uniform) dan tetap
dimana kekuatan cahayanya menyerupai sinar matahari. Juga cahaya yang
digunakan harus membaur (tidak mempunyai bayangan).
- Kondisi ruangan sedemikian rupa, sehingga mempunyai warna yang netral.
- Posisi pandangan mata dengan contoh uji yang sedang dibandingkan tidak
mengakibatkan terjadinya suatu pantulan cahatya.
VII. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

No Nilai
Perubahan warna Penodaan warna
(grey scale) (staning scale)
Kapas Polyester
1 4 4/5 4/5

2 4 4/5 4/5

VIII. Daftar Pustaka


Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014
BAB VI
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN

I. Maksud dan Tujuan


Untuk menguji ketahanan luntur warna terhadap gosokan pada kain berwarna dengan
menilai penodaannya pada kain putih.
II. Teori Dasar
Pengujian tahan gosokan ini memakai alat yang bernama Crockmeter. Crockmeter
ini memiliki jari dengan diameter 1,5 cm yang bergerak 1 kali maju mundur sejauh 10 cm
setiap kali putaran, dengan gaya tekanan pada kain seberat 900 gram. Evaluasi
dilakukan dengan membandingkan penodaan warna terhadap kain putih menggunakan
standar staining scale.
Standar ini meliputi cara uji penodaan dari bahan berwarna pada kain lain yang
disebabkan karena gosokan. Cara ini dapat dipakai untuk bahan tekstil berwarna dari
segala macam serat baik dalam bentuk benang maupun kain. Pengujian dilakukan dua
kali yaitu gosokan dengan kain kering dan gosokan dengan kain basah.
a. Gosokan kering
Disebut gosokan kering, karena kondisi kain penggosok dalam keadaan kering. Dan
yang perlu diperhatikan adalah posisi anyaman kain penggosok (kain putih) harus miring
terhadap arah gosokan.
b. Gosokan basah
Kain penggosok dibasahi dengan air suling, dengan kertas saring diatur kadar air
yang terdapat pada kain contoh uji. Kadar air dalam kain diatur 65  5 % terhadap berat
kain pada kondisi standar kelembaban relatif 65  2 % dan suhu 27  2 0C. Pada saat
pengujian ditekan seminimal mungkin terjadinya penguapan.
III. Alat dan Bahan
1.Peralatan
a. Alat crockmeter, mempunyai jari dengan diameter 1,5 cm, yang bergerak satu kali
maju mundur sejauh 10 cm setiap kali putaran, dengan gaya tekanan pada kain
seberat 900 gram
b. Staining Scale
c. Air suling
d. Kain kapas dengan konstruksi 100 X 96/inci dan berat 135,3 g/m2 yang telah
diputihkan, tidak dikanji dan tidak disempurnakan, dipotong dengan ukuran 5 cm X 5
cm.
2.Persiapan Contoh Uji
a. Potong kain penggosok dengan ukuran 5 cm X 5 cm.
b. Potong contoh uji ukuran 5 x 20 cm dengan arah diagonal.
20cm

5cm

IV. Langkah Kerja


a. Menyiapkan kain contoh uji dengan ukuran 5x20 cm sebanyak 4 buah dengan
pengambilan contoh uji dipotong dengan arah diagonal.
b. Menyiapkan kain pelapis kapas dengan ukuran 5x5 cm sebanyak 4 buah untuk
gosokan basah 2 dan gosokan kering 2 buah.
c. Setelah itu, kain dipasang pada mesin dan dijepit dengan penjepit yang telah
tersedia pada landasan contoh uji.
d. Kemudian kain pelapis kapas dipasang pada jari penggosok dan dijepit, kemudian
turunkan jepitan sampai menyentuh permukaan kain contoh uji.
e. Untuk gosokan basah kain pelapis kapas terlebih dahulu direndam dalam air suling
dan kemudian dihisap dengan menggunakan kertas saring 2 lapis.
f. Kemudian alat pemutar diputar gosokan sebanyak 10 kali gosokan.
g. Kain contoh uji dan kain pelapis dilepaskan dari mesin.
h. Di evaluasi dengan staining scale.
V. Data Percobaan
Staining scale
Pengujian
1 2
Uji kering 4/5 4/5
Uji basah 3 3
VI. Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

No Nilai
Penodaan warna
(staning scale)
Kering Basah
1 4/5 3
2 4/5 3
CONTOH UJI
PENGUJIAN TAHAN LUNTUR WARNA TERHADAP GOSOKAN

VII. Daftar Pustaka


Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014
BAB VII
PENGUJIAN DAYA SERAP TERHADAP HANDUK (CARA KERANJANG)

I. Maksud dan Tujuan


Untuk mengetahui kemampuan kain untuk dapat menyerap air pada kain handuk dan
berapa waktu yang diperlukan air sehingga menyerap kedalam kain dengan
menggunakan keranjang.
II. Teori Dasar
Kebanyakan kain mempunyai permukaan rata dan relatif halus, tetapi untuk
keperluan tertentu, seperti handuk mempunyai permukaan berbulu, baik bulu yang
dipotong atau yang masih berbentuk lengkungan. Perbedaan permukaan tersebut
memerlukan cara pengujian daya serap yang berbeda pula
Untuk kain berbulu, prinsip pengujian daya serap kain dilakukan dengan
menjatuhkan kain contoh uji dari ketinggian tertentu kepermukaan air. Waktu yang
diperlukan oleh kain contoh uji sampai tenggelam diukur dan dicatat sebagai waktu
basah. Kapasitas serap kain dihitung dari selisih berat basah kain contoh uji setelah
tenggelam dikurangi berat kering kain contoh uji dibandingkan berat kain contoh uji
kering dinyatakan dalam persen.
III. Alat dan Bahan
 Peralatan
- Keranjang kawat tembaga, berbentuk silinder dengan ukuran tinggi 5 cm, garis
tengah 3 cm, berat 30,03 g berlubang-lubang dengan ukuran kurang lebih (1,5 x
1,5) dengan salah satu ujungnya terbuka.
- Piala gelas
- Pengukur waktu (Stopwatch).
- Bejana dengan tinggi minimum 15 cm dan bentuknya sedemikian rupa, sehingga
keranjang berisi contoh uji dapat jatuh bebas.
- Neraca analitik
- Penjepit
 Persiapan Contoh Uji.
Kain handuk dengan berat 5 gram sebanyak 2 buah.

IV. Langkah Kerja


o Menggunting contoh uji dengan lebar 7,5 cm serta beratnya 5 gram. Bila hasil
penimbangan masih lebih, maka contoh uji dikurangi ke arah panjang.
o Menggulung contoh uji, memasukkan contoh uji ke dalam keranjang.
o Menyiapkan bejana yang diketahui beratnya.
o Ketika contoh uji akan diceburkan ke air, jarak antara permukaan atas air dengan
contoh uji yaitu  1 cm. Memasukkan contoh uji ke dalam gelas ukur 3000 ml.
Mengaktifkan stopwatch.
o Mencatat waktu yang ditunjukkan oleh stopwatch bila contoh uji tepat tenggelam.
Membiarkan contoh uji di dasar gelas ukur selama 10 detik.
o Mengangkat contoh uji dengan menggunakan penjepit, kemudian biarkan selama 10
detik
o Memindahkan contoh uji ke dalam bejana
o Menimbang bejana yang telah berisi contoh uji dan keranjang.
o Melakukan pengujian untuk 2 contoh uji.

V. Data Percobaan
Berat awal Contoh Uji I : 5,02 g
Berat awal Contoh Uji II : 5,01 g
Berat akhir Contoh Uji I : 50,45 g
Berat akhir Contoh Uji II : 50,15 g
Berat Bejana : 30,03 g
Berat keranjang : 3g

Percobaan Waktu contoh uji tenggelam


I >90 detik
II >90 detik

VI. Perhitungan
a. Percobaan I
Berat Kering = berat contoh uji + berat keranjang + berat bejana
= 5.02 + 3 + 30.03 = 38.05 g
Berat Basah = Berat akhir contoh uji + Berat keranjang + berat bejana
total = 50,45 g
Berat C.U = berat Akhir C.U – berat bejana-berat keranjang
= 50,45 – 30.03 – 3
= 17,42 g
berat basah−berat kering contoh uji
% daya serap =
5
17,42 – 5,02
= 5
x 100 %
= 248 %

b. Percobaan II
Berat Kering = berat contoh uji + berat keranjang + berat bejana
= 5.01 + 3 + 30.03 = 38.04 g
Berat Basah = Berat akhir contoh uji + Berat keranjang + berat bejana

total = 50,15 g

Berat C.U = berat Akhir C.U – berat bejana-berat keranjang

= 50,15 – 30.03 – 3

= 17,12 g
berat basah−berat kering contoh uji
% daya serap = 5

17,12 – 5,01
= 5
x 100 %

= 242,2 %
248 %+242,2%
x̅ persen daya serap = 2
= 245,1%

VII. Diskusi
Dari hasil yang sudah didapat dikatakan bahwa contoh uji mempunyai penyerapan
yang baik sebab dari spesifikasi persyaratan mutu untuk kain handuk harus memiliki
standar minimum yang dikatakan baik jika kapasitas daya serapnya 500 %.
Kapasitas daya serap yang diperoleh pun sangat baik karena >500%. Artinya
handuk dapat menyerap dengan cepat.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengujian ini adalah ketepatan dalam
mempersiapkan contoh uji yaitu berat dan ketelitian dalam menimbang selain itu
ketepatan dalam menghitung waktupun sangat berpengaruh.
VIII. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka persen daya serap kain secara
keranjang adalah sebesar 245,1 %

IX. Daftar Pustaka


Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014
BAB VIII
PENGUJIAN TAHAN AIR HUJAN
I. Maksud dan Tujuan
Untuk menguji kain tahan air hujan dengan menggunakan alat bundesmann rain tester.
II. Teori Dasar
Air dapat menembus kain melalui tiga cara, yaitu:
a. Oleh pembasahan kain, diikuti sifat kapiler yang membawa air menembus kain
b. Oleh tekanan air yang menekannya melalui rongga-rongga pada kain
c. Oleh kombinasi kedua cara tersebut di atas.
Jika kain dibuat sedemikian rapat hingga tidak ada rongga-rongga diantara benang-
benang, kain masih mungkin tembus air jika air dapat membasahi kain. Hal ini terjadi
pada kain kanvas dari kapas yang ditenun sangat rapat. Apabila kain tenun biasa dibuat
dari serat yang diberi proses kimia sehingga tidak dapat dibasahi oleh air, maka air akan
menggelincir dipermukaan kain tanpa menembusnya, tetapi jika air terkumpul di
permukaan kain dengan ketebalan tertentu atau air menetesi kain dengan tekanan yang
lebih kuat, air akan menembus kain melalui rongga-rongga pada kain. Hal ini terjadi pada
kain yang disebut kain tahan gerimis. Agar kain benar-benar tidak ditembus air, kain
harus dilapisi dengan pelapis yang tidak tembus air, misalnya untuk jas hujan, kain
dilapisi karet, atau untuk terpal dilapisi sejenis ter. Kain yang diberi pelapis juga bersifat
tidak tembus udara, sehingga tidak nyaman dipakai. Untuk pakaian biasa diperlukan sifat
tahan air cukup namun masih bersifat tembus udara dan uap air.
Tahan air adalah sifat kain untuk mencegah pembasahan dan tembus air, tetapi
masih bersifat tembus udara.
Prinsip uji hujan adalah menyiramkan air dengan tekanan tetesan air tertentu pada
permukaan kain dengan kondisi tertentu selama waktu tertentu. Diukur jumlah air yang
menembus kain dan jumlah air yang terserap kain. Kondisi pengujian yang berhubungan
dengan tekanan tetesan air, seperti besar tetesan air, jarak penyiram dari contoh uji, letak
contoh uji terhadap arah tetesan air dan waktu penyiraman berbeda antara standar satu
dengan standar lainnya.
III. Alat dan Bahan
a. Peralatan
1. Bundesmann Rain Tester, Alat terdiri dari penyiram dan tabung-tabung pemegang
contoh uji. Penyiram menghasilkan tetesan-tetesan air dengan ukuran rata-rata
0,075  0,005 gram dan diatur dengan jarak tetesan seragam. Penyiram
diletakkan 150 cm di atas empat tabung pemegang contoh uji yang dipasang
dalam satu kesatuan dan berputar dengan kecepatan lima putaran per menit.
Posisi tabung pemegang contoh uji sedemikian sehingga contoh uji membentuk
sudut 10 – 15  terhadap horisontal. Dalam tabung pemegang contoh uji terdapat
batang logam penggosok (wiper) yang akan berputar bolak-balik menggosok
permukaan bawah contoh uji ketika tabung pemegang contoh uji berputar
dibawah siraman air, meniru gesekan yang terjadi pada jas hujan ketika dipakai.
Air yang digunakan dengan pH 6,0 – 8,0 dan suhu 25 – 29 C.
2. Cetakan contoh uji berbentuk lingkaran .
3. Alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan–tetesan air di permukaan
contoh uji.

b. Persiapan Contoh Uji


Kain contoh uji dan kondisikan dalam ruangan standar pengujian
IV. Langkah Kerja
a. Merangkaian tabung-tabung pemegang contoh uji tanpa contoh uji dipasang pada
alat. Menutup penahan siraman air masih menutup dan kran air dibuka. Menjalankan
motor pemutar tabung contoh uji, buka tutup penahan siraman air selama satu menit,
kemudian tutup kembali. Dengan membuka kran pada tabung pemegang contoh uji,
mengukur jumlah air yang tertampung pada masing-masing pemegang contoh uji
dengan gelas ukur sampai mililiter terdekat.
b. Menimbang contoh uji yang telah dikondisikan dalam ruangan standar pengujian
sampai miligram terdekat.
c. Setelah air dalam masing-masing tabung pemegang contoh uji dikeluarkan,
menutup kembali kran pada tabung tersebut. Memasang contoh uji pada tabung
pemegang contoh uji sehingga tidak terdapat kerutan-kerutan pada permukaan
contoh uji
d. Menutup penahan siraman air masih menutup, memasang rangkaian pemegang
contoh uji dengan contoh ujinya pada alat.
e. Menjalankan motor pemutar rangkaian tabung pemegang contoh uji, kemudian buka
tutup penahan siraman air, sehingga air menyirami contoh uji yang berputar selama
10 menit dan tutup kembali.
f. Mematikan motor, mengambil rangkaian pemegang contoh uji.
g. Masing-masing contoh uji diambil dari tabung pemegang contoh uji, memasang pada
alat pemutar contoh uji untuk menghilangkan tetesan-tetesan air pada permukaan
contoh uji. Menimbang berat contoh uji tersebut.
h. Jika air dalam tabung tersebut bersisa, maka jumlah air yang tertampung pada
masing-masing pemegang contoh uji tersebut diukur dengan gelas ukur. Jumlah air
yang tertampung tersebut adalah jumlah air yang menembus contoh uji selama 10
menit
V. Data Percobaan
Berat kain awal = 5,33 gram
Berat kain akhir = 6,36gram
VI. Perhitungan
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
1. % Penyerapan =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
6,36 −5,33
= 5,33
x 100% = 19,32 %

2. Perembesan air tidak ada


VII. Diskusi
Pada praktikum ini terdapat beberapa hal yang perlu didiskusikan antara lain:
a. Pemberian tegangan awal contoh uji harus benar karena akan berpengaruh pada
hasil pengujian, makin tinggi tegangan awal yang diberikan pada contoh uji, maka kain
bersangkutan
benang – benangnya menjadi lebih renggang. Sehingga air akan mudah menyerap ke
dalamnya.
b. Pembacaan skala harus tepat, karena akan terpengaruh pada hasil pengujian.
VIII. Kesimpulan
Berat kain awal = 5,33 gram
Berat akhir kain = 6,36 gram
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan maka penyerapan kain terhadap pengujian
tahan hujan sebesar 19,32 % dan perembasan air tidak ada.
IX. Daftar Pustaka
Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014
BAB IX
PENGUJIAN TAHAN API (CARA VERTICAL)

I. Maksud dan Tujuan


Untuk menentukan besarnya kekuatan tahan api contoh uji.
II. Teori Dasar
Dalam industri yang kemungkinan pakaian terkena percikan api tinggi, diperlukan
pakaian pelindung yang tahan api (flame resistance), yaitu sifat tidak meneruskan nyala
api atau jika api yang membakar diambil, nyala api segera padam.
Dalam rumah tangga pakaian yang cepat mrneruskan nyala api akan menimbulkan
kecelakaan, terutama untuk pakaian anak kecil. Pengujian sifat nyala api dan tahan api
diperlukan untuk memperkirakan kemungkinan bahaya tersebut.
Faktor yang berpengaruh pada sifat nyala api atau tahan api adalah jenis serat dan
berat kain. Struktur benang dan struktur kain seperti kain tenun, kain rajut dan
sebagainya tidak berpengaruh pada sifat nyala api dan tahan api.
Sifat nyala api sebagian ditentukan oleh jenis serat yang digunakan. Serat selulosa
seperti kapas, linen dan rayon mudah meneruskan pembakaran. Kain wol biasanya sulit
menyala; Nylon dan polyester mengerut dari nyala api dan sulit menyala, tetapi
penyempurnaan yang membuat kain kaku memungkinkan nylon dan polyester mudah
menyala.
Pada kain-kain yang meneruskan nyala api, sifat tahan apinya bergantung pada
berat kain dan kandungan seratnya. Untuk kain dengan serat sama, makin berat kainnya,
makin tahan api.
Dalam keadaan nyata, banyak faktor yang berpengaruh pada sifat tahan api, dan
terdapat beberapa cara uji tahan api. Untuk pakaian, pengujian yang banyak digunakan
adalah uji sifat nyala api tekstil pakaian (cara 45) dan uji tahan api(cara vertikal)
Prinsip uji sifat tahan api (cara vertikal) adalah membakar kain yang dijepit rangka
dan diletakkan vertikal selama waktu tertentu. Diukur waktu dari saat api diambil sampai
nyala padam, waktu dari saat nyala padam sampai bara padam dan panjang sobekan
pada contoh uji karena sobekan dengan gaya tertentu.
Proses pembakaran pada dasarnya terdiri dari proses pemansan, dekomposisi,
penyalaan, dan perambatan. Panas yang timbul akibat adanya sumber dari luar akan
menyebabkan terjadinya proses pembakaran, panas akan menaikan suhu bahan tekstil
sampai terjadi degradasi dan dekomposisi daripada polyester selulosa.

Proses terjadinya pembakaran


a. Nyala (flame)
Menyala adalah proses pembakaran yang digambarkan sebagai suatu proses
terbakarnya gas yang terurai di permukaan. Penyalaan merupakan proses
pembakaran yang terjadi secara eksotermis yang terdiri dari uap yang mudah terbakar
dan terurai di permukaan bahan tekstil.
b. Bara (Glow)
Membara merupakan proses eksotermis yang terjadi di permukaan dan berada pada
fase gas yang hanya berada dalam permukaan. Keadaan ini berlangsung dlam kondisi
jumlah O2 yang melimpah.
c. Pijar (smolder)
Proses pemijaran secara umum terjdi di bawah permukaan dan biasanya dalam
kondisi persediaan O2 yang sangat sedikit, proses pemijaran ini terjadi secara lambat,
dan biasanya disertai dengan keluarnya asap, tetapi tanpa disertai adanya nyala atau
bara.
III. Alat dan Bahan
a. Peralatan
Terdiri dari suatu kotak dari pintu kaca untuk melindungi nyala api dari
hembusan udara. Didalam alat terdapat tempat untuk memasang penjepit contoh
uji sehingga contoh uji vertikal. Dibagian bawah terdapat pembakar gas dengan
diameter lubang 10mm dan jika diletakkan dibawah contoh uji berjarak 19mm dari
ujung bawah contoh uji.
b. Persiapan Contoh Uji
Contoh uji dengan ukuran 7 cm x 32 cm, untuk arah panjang kain dan arah lebar
kain, masing-masing sebanyak satu buah baik ke arah lusi maupun ke arah pakan.

32 cm

7 cm

IV. Langkah Kerja


a. Jepit contoh uji pada penjepit contoh uji dipasang rata dan pasang pada tempat
penjepit contoh uji dalam alat uji tahan api.
b. Atur nyala api hingga tingginya 4cm
c. Geser nyala api ke bawah contoh uji dan membakar contoh uji selama 12 ± 0,2 detik
kemudian ambil atau padamkan nyala api. Amati adanya lelehan atau tetesan.
d. Ukur nyala nyala (After Flame Time), yaitu waktu sejak api diambil sampai nyala
padam, dan waktu bara (After Glow Time) yaitu wakt sejak nyala padam sampai bara
padam.
e. Dinginkan contoh uji kemudian ukur panjang Arang (Char Length) sebagai berikut:
-Lubangi salah satu sudut dengan jarak 0,6mm dari tepi bawah contoh uji kemudian
diberi beban sesuai berat kain seperti tercantum pada tabel pegang sudut
sebelahnya dan angkat ke atas sehingga bagian kain yang dibakar akan sobek.
- Ukur panjang sobekan tersebut sampai 3mm terdekat.
Tabel Beban Untuk Menyobek Contoh Uji:
Berat Kain g/m Beban,g
68-203 100
>203-508 200
>508-780 300
>780 475
V. Data Percobaan
Waktu
Waktu Nyala Panjang Arang
Arah Pembakaran
(detik) (cm)
(detik)

Pakan 32 54 32

Lusi 39 64 32

VI. Perhitungan
1. Arah pakan
Waktu nyala api = 32 detik – 12 detik = 20 detik
Waktu baranya = 54 detik – 32 detik = 22 detik
2. Arah lusi
Waktu nyala api = 39 detik – 12 detik = 27 detik
Waktu baranya = 64 detik – 39 detik = 25 detik

VII. Diskusi
Pada praktikum kali ini terdapat beberapa hal yang perlu didiskusikan, antara lain yaitu

b. Penjepit contoh uji harus dalam keadaan kencang, sehingga ketika pembakaran
contoh karena jika tidak kencang akan terjadi contoh uji yang tidak terjepit / keluar
dari penjepit. Hal ini mengakibatkan daerah pembakaran menjadi luas, yang
akhirnya waktu nyala menjadi lebih lama.
c. Penggeseran bunsen dari contoh uji setelah 12 detik harus tepat dan lancar.
d. Contoh uji pada arah lusi ternyata memiliki waktu nyala lebih sedikit daripada arah
pakan. Hal ini berarti bahan pada arah pakan lebih tahan api daripada arah lusi.
VIII. Kesimpulan
Dari hasil pengujian dipengujian diperoleh data sebagai berikut:
a. Waktu nyala : Arah lusi = 14detik
Arah pakan = 16 detik
b. Waktu bara : Arah lusi = 10 detik
Arah pakan = 16 detik
c. Panjang arang: Arah lusi dan pakan = 32 cm
IX. Daftar Pustaka
Bahan ajar praktek evaluasi tekstil III (evalusi kain), Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Bandung 2014

Anda mungkin juga menyukai