php/saintek
DOI: https://doi.org/10.21831/jps.v25i1.29821
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kompleks Mn(II)-basa Schiff kitosan-salisaldehida
dan menguji aktivitasnya sebagai bahan aktif kain antibakteri. Metode penelitian dilakukan
melalui tiga tahapan. Pada tahap pertama dilakukan sintesis basa Schiff kitosan–salisilaldehid
dengan mereaksikan kitosan dengan variasi mol salisilaldehid menggunakan campuran pelarut
asam asetat dan etanol, diaduk pada suhu 50oC selama 6 jam. Pada tahap kedua, basa Schiff
kitosan–salisilaldehid dijadikan kompleks dengan MnCl2.2H2O menggunakan campuran pelarut
asam asetat 2% dan etanol, diaduk pada suhu 60oC selama 12 jam. Pada tahap ketiga dilakukan
pelapisan kompleks pada kain katun menggunakan metode spray dan selanjutnya dilakukan uji
antibakteri terhadap E. coli (G-) dan S. aureus (G+) menggunakan metode difusi cakram. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa basa Schiff kitosan–salisilaldehid dengan rasio substitusi paling
besar (0,122) diperoleh ketika disintesis menggunakan salisilaldehid 0,00227 mol. Senyawa
kompleks Mn(II)-basa Schiff kitosan–salisilaldehid yang terbentuk berupa serbuk berwarna
hitam dengan rendemen 66%. Kain katun yang telah dilapisi kompleks Mn(II)-basa Schiff
kitosan–salisilaldehid efektif menghambat pertumbuhan bakteri dengan persen daya hambat
sebesar 16,02% terhadap bakteri E. coli (G-) dan 14,02% terhadap bakteri S. aureus (G+).
Kata kunci: kitosan, kompleks basa Schiff, rasio substitusi, antibakteri
Abstract
This study was aimed at obtaining the complex of Mn(II)-Schiff base chitosan-
salicylaldehyde and evaluating the activity of antibacterial agent on cotton fabric. The study was
conducted through three treatment steps. In the first step, chitosan-salicylaldehyde Schiff base
was synthesized by reacting chitosan with mole variations of salicylaldehyde and combined with
a mixture of acetic acid and ethanol as the solvent which was then stirred at 50 oC for 6 hours.
In the second step, preparation complexes Mn(II)- Schiff base chitosan-salicylaldehyde was
conducted by mixing chitosan-salicylaldehyde Schiff base and MnCl2.2H2O using acetic acid
2% -ethanol as a solvent at 60oC for 12 h. In the third step, the complex was coated onto fabric
using spray method and the E. coli (G-) dan S. aureus (G+) antibacterial test was done to the
coated fabric using disk diffusion method. The results showed that 0.00227 mole salicylaldehyde
lead to the highest substitution ratio of Schiff base chitosan-salicylaldehyde of 0.122. The Mn(II)-
Schiff base chitosan-salicylaldehyde complex was obtained as black powder with a yield of 66%.
Cotton fabric that has been coated with the complex, effectively inhibits bacterial growth with
a percent inhibition against E. coli (G-) and S. aureus (G+) bacteria of 16.02% and 14.02%,
respectively.
Keywords: chitosan, Schiff base complex, substitution ratio, antibacterial
11
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 25, Nomor 1, 2020
12
Modifikasi Kain Aktif Antibakteri (Ismiyarto, dkk.)
salisilaldehid dari kitosan dengan tujuh salisilaldehid. Tujuh variasi mol salisaldehid
variasi mol salisilaldehid yaitu 0,0004; 0,0004; 0,00068; 0,00121; 0,00174; 0,00227;
0,00068; 0,00121; 0,00174; 0,00227; 0,0028; 0,00333 mol masing-masing
0,0028; 0,00333 mol. Produk yang memiliki dilarutkan dalam 10 mL etanol, kemudian
rasio substitusi paling tinggi selanjutnya ditambahkan tetes demi tetes ke dalam 1 g
dibuat kompleks dengan ion logam Mn kitosan (0,0028 mol) yang telah dilarutkan
menghasilkan kompleks Mn(II) basa schiff dengan 50 mL larutan asam asetat 2% (v/v).
kitosan–salisilaldehid untuk kemudian diuji Campuran larutan distirer dan dipanaskan
aktivitas antibakterinya. selama 6 jam pada suhu 50°C. Produk yang
dihasilkan diendapkan dengan NaOH 5%
METODE PENELITIAN (w/v) sampai endapan tidak terbentuk lagi.
Alat-alat yang digunakan pada pene- Endapan yang diperoleh kemudian disaring
litian ini adalah alat gelas standar penelitian, dan dicuci dengan akuades serta etanol,
viskometer Ubbehlode, satu set alat re- setelah itu dikeringkan dengan oven pada
fluks, neraca analitik, Laminar Air Flow, suhu 60°C.
inkubator Memert IN55, orbital shaker, Sintesis Senyawa Kompleks Mn(II)
autoklaf, mikro pipet 10 100 μL, jarum ose, Basa Schiff Kitosan–salisilaldehid. Senyawa
cawan petri, spreader, pinset, Shimadzu kitosan–salisilaldehid hasil sintesis sebanyak
UV-1280 UV-Vis (Ultra Violet- Visible) 0,2 g dilarutkan dalam 10 mL pelarut asam
spectrophotometer, Perkin Elmer 96681 asetat 2% dan 0,15 g MnCl2 dalam pelarut
Frontier Fourier Transform Infrared (FTIR) etanol ditambahkan perlahan-lahan ke dalam
spectrophotometer, dan SEM-EDX. larutan kitosan–salisilaldehid. Campuran
Bahan-bahan yang digunakan dalam distirer dan dipanaskan selama 12 jam
penelitian ini adalah salisilaldehid p.a pada suhu 60°C. produk yang dihasilkan
(Merck), kitosan (DD= 68,42% ,BM= diendapkan menggunakan NaOH 5%
124926,47 g/mol), asam asetat glasial kemudian disaring. Hasil penyaringan dicuci
p.a (Merck), NaOH (Merck), MnCl2.H2O dengan akuades dan etanol untuk selanjutnya
(Merck), etanol teknis, akuades, nutrient dilakukan pengeringan dengan oven.
agar (Merck), pepton (Merck), ekstrak ragi Pengujian Aktivitas Antibakteri. Se-
(Merck), kain katun, kertas saring Whatmann banyak 1 g nutrient agar dilarutkan dalam 50
No. 42, pH indikator universal, amoksilin, mL akuades yang telah berisi 0,025 g ekstrak
dan alkohol 70%. ragi dan 0,125 g pepton. Campuran diaduk
Sintesis Senyawa Basa Schiff Kitosan– kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan
13
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 25, Nomor 1, 2020
autoklaf selama 1 jam bersama dengan jarum asetat 1% digunakan sebagai kontrol negatif
ose dan tabung reaksi. Penanaman bakteri dan amoksilin digunakan sebagai kontrol
dilakukan dalam Laminar Air Flow. Media positif.
agar dimasukan ke dalam tabung reaksi Pembuatan Media Uji. Sebanyak 0,05
dan diletakan dengan kemiringan ±30°. g ekstrak ragi dan 0,25 g pepton serta 2 g
Koloni bakteri Staphylococcus aureus dan nutrient agar dilarutkan dalam 100 mL
Escherichia coli ditanam ke dalam media akuades. Campuran diaduk hingga homogen,
agar miring dalam tabung reaksi dengan kemudian dilakukan sterilisasi menggunakan
cara digores menggunakan jarum ose. Hasil autoklaf selama 1 jam bersama cawan petri.
penanaman bakteri diinkubasi selama 18-24 Sebanyak 20 mL media nutrien agar dituang
jam. ke dalam cawan petri lalu dibiarkan media
Pembuatan Inokulum Bakteri. Se- nutrien agar memadat.
banyak 0,05 g ekstrak ragi dan 0,25 g pepton Uji Aktivitas Antibakteri. Suspensi
dilarutkan dalam 100 mL akuades. Campuran bakteri yang telah memenuhi kekeruhan
diaduk dan dimasukan ke dalam tiga buah larutan standar konsentrasi 0,5 McFarland
erlenmeyer kemudian dilakukan sterilisasi diinokulasikan ke media nutrient agar yang
menggunakan autoklaf selama 1 jam bersama telah memadat sebanyak 75 μL. Sebanyak 10
jarum ose. Stok bakteri yang telah diinkubasi μL larutan uji diteteskan pada kertas cakram
selama 24 jam disuspensikan ke dalam media hingga larutan uji terdifusi sempurna.
nutrien broth. Suspensi bakteri diinkubasi Kertas cakram kemudian diletakkan pada
selama 2 jam dalam inkubator shaker. permukaan media nutrient agar sebagai
Pengukuran absorbansi dilakukan setiap 2 media uji untuk selanjutnya diinkubasi
jam sekali pada panjang gelombang 600 selama 24 jam. Dalam penelitian ini, larutan
nm untuk mendapatkan kekeruhan suspensi amoksilin digunakan sebagai kontrol positif
bakteri yang sama dengan kekeruhan larutan dan larutan asam asetat digunakan sebagai
standar skala 0,5 McFarland. kontrol negatif. Zona bening yang terlihat
Preparasi Larutan Senyawa Uji. Larut- diukur diameternya dalam satuan milimeter.
an uji dibuat dengan melarutkan 10 mg Pelapisan Kain dengan Metode Spray.
tujuh sampel senyawa basa schiff kitosan– Pelapisan senyawa antibakteri pada kain katun
salisilaldehid, kitosan dan senyawa kompleks dilakukan dengan metode spray. Kain katun
Mn(II) basa schiff kitosan–salisilaldehid berukuran 10×10 cm2 terlebih dahulu dicuci
dalam 10 mL larutan asam asetat 1% untuk dan dibilas menggunakan akuades, kemudian
memberikan konsentrasi 1000 μg/ml. Asam dengan oven pada suhu 60°C selama 30
14
Modifikasi Kain Aktif Antibakteri (Ismiyarto, dkk.)
menit. Kain yang telah kering ditautkan At = jumlah bakteri kontrol jam ke-t
pada plat kaca untuk disemprot dengan B0 = jumlah bakteri sampel jam ke-0
larutan sampel kompleks Mn(II) basa schiff Bt = jumlah bakteri sampel jam ke-t
kitosan–salisilaldehid ±4 mL menggunakan
Air brush dengan jarak penyemprotan 10 cm, HASIL DAN PEMBAHASAN
selanjutnya kain dikeringkan dengan oven Produk reaksi kondensasi dari salisilal-
pada suhu 60°C selama 30 menit dan diman- dehid dan kitosan menghasilkan padatan
tapkan pada suhu 150°C selama 3 menit. berwarna kuning pucat yang dianalisis
Uji Aktivitas Kain Antibakteri. Uji menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
aktivitas kain antibakteri dilakukan dengan Spektrum UV-Vis kitosan dan produk reaksi
metode turbidimetri. Kain tanpa pelapisan, kondensasi dari kitosan dan salisilaldehid
kain yang dilapisi asam asetat 1% dan kain dengan tujuh variasi mol salisilaldehid
yang dilapisi senyawa kompleks Mn(II) basa ditunjukkan oleh Gambar 1.
schiff kitosan–salisilaldehid berukuran 3×3 Senyawa kitosan menghasilkan dua
cm2 masing-masing dimasukkan ke dalam pita serapan pada daerah 235 nm (pita
erlenmeyer berisi 25 mL media cair kemudian I) yang merupakan transisi π→π* gugus
disterilisasi selama 1 jam menggunakan karbonil (>C=O−) dan 271 nm (pita II) yang
autoklaf. Bakteri uji yaitu Staphylococcus merupakan transisi n→π* gugus hidroksi
aureus dan Escherichia coli masing-masing (OH) terisolasi. Pada senyawa basa schiff
sebanyak 1 mL yang telah di-shaker selama kitosan–salisilaldehid dengan tujuh variasi
24 jam dimasukkan ke dalam media yang mol salisilaldehid menghasilkan dua pita
telah berisi sampel kemudian diinkubasi serapan pada daerah 254-255 nm (pita I)
pada suhu 37°C untuk selanjutnya diukur yang merupakan transisi π→π* gugus imina
absorbansinya pada jam ke 0, 6, 8 dan 12 (>C=N−) dan konjugasi cincin benzena
menggunakan spektrofotometer uv-vis pada tersubstitusi gugus hidroksi (OH) dan 292-
panjang gelombang 600 nm. Data absorbansi 323 nm (pita II) yang merupakan transisi
tersebut digunakan untuk menghitung persen n→π* gugus imina (>C=N−) dan konjugasi
daya hambat kain antibakteri terhadap cincin benzena tersubstitusi gugus hidroksi
pertumbuhan bakteri uji. (OH). Data serapan panjang gelombang
senyawa basa schiff kitosan–salisilaldehid
% inhibisi =
dengan tujuh variasi mol salisilaldehid
ditunjukkan pada Tabel 1.
Keterangan:
A0 = jumlah bakteri kontrol jam ke-0
15
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 25, Nomor 1, 2020
Tabel 1
Data Serapan Panjang Gelombang Kitosan dan Basa Schiff
Kitosan-Salisilaldehid
Variasi mol Panjang Gelombang (nm)
Sampel
salisilaldehid Pita I Pita II
K 235 271
KS1 0,0004 232 291
KS2 0,00068 255 313
KS3 0,00121 255 321
KS4 0,00174 255 322
KS5 0,00227 255 322
KS6 0,0028 254 292
KS7 0,00333 255 319
Keterangan:
K = kitosan.
KS1, KS2, KS3, KS4, KS5, KS6, KS7= senyawa basa
schiff kitosan–salisilaldehid dengan tujuh variasi mol
salisilaldehid 0,0004; 0,00068; 0,00121; 0,00174; 0,00227;
0,0028; 0,00333 mol.
Karakterisasi lebih lanjut dilakukan gugus karbonil (>C=O−) pada kitosan men-
menggunakan alat spektrofotometer infra- jadi gugus imina (>C=N−) berdasarkan se-
merah untuk mengkonfirmasi perubahan rapan gelombangnya. Spektrum inframerah
16
Modifikasi Kain Aktif Antibakteri (Ismiyarto, dkk.)
kitosan menunjukan adanya serapan gugus adanya ikatan koordinasi yang terjadi antara
karbonil (>C=O−) pada bilangan gelombang gugus C=N dan gugus OH pada basa schiff
1644,32 cm-1 sedangkan pada senyawa basa kitosan–salisilaldehid dengan logam Mn.
schiff kitosan–salisilaldehid dengan tujuh Pasangan elektron bebas yang terdapat pada
variasi mol salisilaldehid terjadi pergeseran atom N gugus C=N dan atom O pada gugus
serapan menuju bilangan gelombang lebih OH menyebabkan basa schiff bertindak
rendah yaitu 1640,08; 1643,15; 1639,14; sebagai ligan dengan mendonorkan pasangan
1638,39; 1640,83; 1641,69; 1641,86 cm-1 elektron bebasnya kepada ion Mn yang
yang menunjukkan adanya serapan gugus bertindak sebagai ion logam pusat. Produk
imina (>C=N−). Adanya pergeseran tersebut reaksi merupakan padatan berwarna hitam
dapat disimpulkan bahwa senyawa basa yang diperoleh dari proses pengendapan oleh
schiff telah terbentuk. Analisis dengan larutan NaOH disertai pencucian dengan
spektofotometer inframerah memberikan pelarut akuades serta etanol dan pengeringan
spektra yang ditunjukan pada Gambar 2. dengan oven. Massa produk yang diperoleh
Sintesis senyawa kompleks Mn(II) basa sebesar 0,2294 g.
schiff kitosan–salisilaldehid diperoleh dengan Pembentukan senyawa kompleks me-
mereaksikan senyawa basa schiff kitosan– nyebabkan munculnya peak baru pada
salisilaldehid dengan larutan MnCl2.2H2O. daerah di sekitar 400 nm yang menunjukan
Kompleks basa schiff dapat terbentuk karena adanya transisi orbital d→d yang terjadi
17
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 25, Nomor 1, 2020
pada logam pusat, namun hasil spektra uv- pada daerah 412 nm merupakan transisi
vis tidak menghasilkan peak pada daerah dari orbital d→d pada logam Mn yang
tersebut sehingga dilakukan dekonvulasi merupakan atom pusat.
untuk mengetahui adanya transisi orbital Karakterisasi lebih lanjut dilakukan
d→d. dengan menggunakan spektrofotometer
Dekonvolusi senyawa kompleks inframerah untuk mengonfirmasi terbentuk-
Mn(II) basa schiff kitosan–salisilaldehid nya senyawa kompleks Mn(II) basa schiff
menghasilkan empat peak (Gambar 3b) kitosan–salisilaldehid. Analisis dengan
sedangkan dekonvulasi senyawa basa spektofotometer inframerah memberikan
schiff kitosan–salisilaldehid menghasilkan spektra yang ditunjukan pada Gambar 4.
tiga peak (Gambar 3a). Dekonvulasi Spektrum inframerah senyawa
senyawa basa schiff kitosan–salisilaldehid kompleks Mn(II) basa schiff kitosan–
menghasilkan tiga peak. Masing-masing salisilaldehid menunjukkan pergeseran
peak merupakan transisi dari π→π* gugus serapan gugus imina (>C=N−) menuju
karbonil (>C=O−), π→π* gugus imina bilangan gelombang yang lebih rendah yaitu
(>C=N−) dan konjugasi cincin benzena 1630,69 cm-1 yang menandakan koordinasi
tersubstitusi gugus hidroksi (OH) dan basa schiff dengan ion logam pusat. Puncak
n→π* gugus imina (>C=N−) dan konjugasi khas senyawa kompleks terlihat pada
cincin benzena tersubstitusi gugus hidroksi daerah gugus fungsi yaitu adanya serapan
(OH). Adanya peak baru yang muncul pada bilangan gelombang 612,92 cm-1 yang
a b
18
Modifikasi Kain Aktif Antibakteri (Ismiyarto, dkk.)
menandakan vibrasi ikatan Mn–N dan 516,08 salisilaldehid diambil dari lima titik berbeda
cm-1 yang menandakan vibrasi ikatan Mn–O. ditunjukan oleh Gambar 5.
Karakterisasi dilakukan dengan SEM- Komposisi unsur yang terdapat pada
EDX untuk mengetahui persen komposisi senyawa kompleks Mn(II) basa schiff
unsur yang ada pada kompleks Mn(II) basa kitosan–salisilaldehid ditunjukkan pada
schiff kitosan–salisilaldehid. Analisis SEM- Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa unsur
EDX kompleks Mn(II) basa schiff kitosan– mangan (Mn) paling dominan pada titik 2,3
19
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 25, Nomor 1, 2020
Tabel 2
Hasil Analisis EDX Senyawa Kompleks Mn(II) Basa Schiff
Kitosan–Salisilaldehid
Berat (%)
Unsur
Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5
Mn 29,4 48,1 54,1 55,1 24,9
O 49,2 36,3 29,7 28,5 55,3
C 11,6 10,3 10,2 10,1 12,6
N 9,8 5,3 6 6,2 7,2
dan 4 masing-masing sebesar 48,1%, 54,1% yang membentuk struktur tebal dan kaku.
dan 55,3%. Adanya unsur Mn dalam analisis Oleh karena itu, sel menjadi sulit ditembus
EDX menunjukkan bahwa kompleks sudah (Silhavy, Kahne, & Walker, 2010). Bakteri
terbentuk. gram negatif dikelilingi oleh dinding sel
Hasil uji aktivitas antibakteri menunjuk- yang terdiri dari lapisan peptidoglikan yang
kan bahwa sampel kitosan, kitosan– tipis (Miller & Salama, 2018). Membran luar
salisilaldehid, kompleks Mn(II) basa schiff bakteri gram negatif tersusun dari fosfolipid
kitosan–salisilaldehid menghasilkan zona dan lipopolisakarida yang memilki bagian
bening yang lebih besar terhadap bakteri hidrofilik dan hidrofobik. Bagian hidrofilik
Escherichia coli (G-) dibanding bakteri tersebut dapat membentuk ikatan hidrogen
Staphylococcus aureus (G+), sehingga dengan senyawa basa schiff yang memiliki
dapat disimpulkan bahwa sampel memiliki gugus imina sehingga menembus lapisan
sensitifitas lebih tinggi terhadap bakteri lipoposakarida (Joseyphus & Nair, 2008).
Escherichia coli (G-) dibanding bakteri Senyawa basa schiff memiliki aktivitas
Staphylococcus aureus (G+). Perbedaan antibakteri lebih besar dibanding kitosan. Hal
sensitifitas tersebut dapat disebabkan karena tersebut dikarenakan adanya gugus imina yang
adanya perbedaan struktur membran sel terdapat pada senyawa basa schiff memiliki
masing-masing bakteri (Lopez-Romero, elektron bebas pada atom nitrogennya
González-Ríos, Borges, & Simões, 2015). sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen
Perbedaan struktur membran sel bakteri dengan pusat aktif sel yang akan mengganggu
dapat dilihat dari komponen penyusun proses normal sel. Adanya substituen –
membran sel luar dan dinding selnya. Bakteri OH pada kerangka basa schiff juga dapat
gram positif dikelilingi oleh dinding sel yang meningkatkan aktivitas antibakterinya (Matar,
terdiri dari beberapa lapisan peptidoglikan Talib, Mustafa, Mubarak, & AlDamen, 2015).
20
Modifikasi Kain Aktif Antibakteri (Ismiyarto, dkk.)
Tabel 3
Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Kompleks Mn(II)
Basa Schiff Kitosan–Salisilaldehid
Zona Hambat (mm)
Sampel C (mg/mL)
E. coli S.aureus
Kitosan 1 5 4
KS5 1 6 5
Mn-KS 1 8 7
(+) 0,01 6 3
(-) 10 4 4
Keterangan:
C : Konsentrasi, (+) : amoksilin, (-) : asam asetat
KS5 : senyawa basa schiff kitosan–salisilaldehid
variasi 0,00227 mol salisilaldehid
Mn-KS : senyawa kompleks Mn(II) basa schiff
kitosan–salisilaldehid dengan variasi 0,00227
mol salisilaldehid
21
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 25, Nomor 1, 2020
Gambar 6. Mikroskop Kain Antibakteri ((a) Noncoating Perbesaran 4x, (b) Coating
Perbesaran 4x, (c) Noncoating Perbesaran 10x, (d) Coating Perbesaran 10x)
dan lipopolisakarida yang memiliki bagian yang tebal dan kaku sehingga lebih sulit
hidrofilik dan hidrofobik. Bagian hidrofilik ditembus.
tersebut dapat membentuk ikatan hidrogen Gambar 7 menunjukkan bahwa persen
dengan gugus imina pada senyawa basa daya hambat kain antibakteri terhadap dua
schiff sehingga dapat menembus lapisan bakteri uji paling tinggi pada pengukuran
lipopolisakarida bakteri, sedangkan pada jam ke-6, sehingga dapat disimpulkan
bakteri Staphylococcus aureus (G+) yang bahwa kemampuan kain antibakteri dalam
merupakan bakteri gram negatif dinding menghambat pertumbuhan bakteri efektif
selnya mengandung banyak lapisan pada enam jam pertama, karena setelah jam
peptidoglikan yang membentuk struktur ke-6 bakteri akan tumbuh kembali.
22
Modifikasi Kain Aktif Antibakteri (Ismiyarto, dkk.)
23