DISUSUN OLEH:
Khalish Arsy Al Khairy Siregar : 1911102415125
Gita Setya Ningrum : 1911102415127
Zufiha Citra Utami Masdar : 1911102415129
Maharani Prima Ardelia : 1911102415130
Dr. Hasyrul Hamzah, M.Sc
PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Prinsip Dasar Pendekatan Diskoneksi 4
2.2 Term Teknik Pendekatan Diskoneksi 5
2.3 Reaksi Wittig 5
2.4 Sintesis Senyawa Alkena dengan Analisis Retrosintesis 7
BAB III PENUTUP 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
Senyawa organik pada umumnya dihasilkan oleh organisme hidup. Dalam
tubuh makhluk hidup, senyawa organik disintesis melalui proses biosintesis dan
dikatalisis oleh biokatalis yg disebut enzim. Enzim ini tentu saja sangat spesifik.
Biosintesis atau lebih dikenal dengan istilah metabolisme (dengan proses in vivo
tentunya) sehingga produk sintesisnya dikenal dengan nama metabolit. Ada dua
jenis produk metabolisme yaitu metabolit primer dan sekunder (Wardiyah, 2016).
Kandungan senyawa organik dalam metabolit sekunder pada makhluk hidup relatif
rendah, padahal kebutuhan akan senyawa-senyawa organik terus meningkat,
sehingga ahli kimia organik berusaha mensintesis senyawa yang sama, mirip atau
berfungsi mirip di laboratorium (in vitro) (Julianto, 2019). Meniru proses in vivo di
laboratorium tentu sangat sulit sehingga prosesnya lebih tepat bila disebut sebagai
proses semisintetik (Warren et al., 2008). Proses semisintetik mencakup
transformasi metabolit primer dan sekunder menjadi senyawa lain yang lebih
bermanfaat. Di laboratorium kimia organik tentu saja ahli kimia organik sintetik
sangat intens melakukan penelitian semisintetik. Demikian juga halnya ahli kimia
industri telah banyak menghasilkan produk sintetik seperti : bahan-bahan farmasi,
berbagai surfaktan, pupuk kimia, polimer, zat warna, pewangi dan masih banyak
yang lainnya. Berbagai cara telah dilakukan oleh para ahli agar sintesis senyawa
organik semakin maksimal dan semakin banyak jenis senyawa organik melalui
proses sintetik. Dewasa ini telah berkembang suatu metode sintesis organik melalui
pendekatan pemutusan (diskoneksi) atau pendekatan sinton atau retrosintesis
(Parashar, 2008).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Prinsip Dasar Pendekatan Diskoneksi
Pedoman yang sangat penting untuk menciptakan suatu sintesis dengan
pendekatan diskoneksi adalah sebagai berikut :
a. Analisis :
b. Sintesis :
Apabila suatu senyawa kimia memiliki ikatan lebih dari satu yang harus
diputus, maka harus dipilih salah satu pertimbangan:
Jika pada suatu senyawa aromatic terdapat dua gugus yang berbeda,
maka pemotongan ikatan berdasarkan pada reaktivitas relatifnya.
Gugus penarik elektron (deaktivasi) mendapat prioritas pertama dalam
pemutusan ikatan dan seterusnya (Smith, 2019).
simbol untuk diskoneksi atau IGF. Sinton: fragmen ideal, biasanya suatu
kation atau anion hasil dari diskoneksi. Sinton tersebut mungkin atau tidak
mungkin merupakan zat antara dalam reaksi bersangkutan. Reagen:
senyawa yang digunakan dalam praktek untuk suatu sinton. Misalnya MeI
merupakan reagen untuk sinton Me+.
2.3Reaksi Wittig
Pada tahun 1954, George Wittig menemukan sintesis umum senyawa alkena dari
senyawa karbonil dengan menggunakan fosfonium ilida sintesis ini disebut
reaksi wittig. Suatu ilida adalah suatu molekul dengan muatan plus dan minus
berdampingan suatu ilida terbentuk dengan terbuangnya sebuah Proton dari
dalam karbon yang berdampingan dengan suatu hetero atom yang bermuatan
positif (misalnya P+, S+ atau N+). Fosfonium ini dibuat melalui reaksi substitusi
nukleofilik (SN2) suatu alkil Halida dengan suatu fosfin tersier, seperti
trifenilfosfina yang akan menghasilkan garam fosfonium. Garam fosfonium
kemudian diubah menjadi ilida menggunakan basa basa kuat n-butilitium,
Natrium Amida, Natrium Hidrida.
Reaksi wittig dapat dilakukan terhadap aldehida dan keton baik yang berstruktur
alifatik alisiklik alisiklik dan aromatik (termasuk diaril keton), mengandung ikatan
rangkap dua atau tiga mempunyai gugus fungsi seperti OH2, OR, NR2, Nitro
Haloaromatik dan juga gugus-gugus Ester. Fosfonium ilida dapat mengandung
ikatan rangkap dua atau tiga, dan juga gugusgugus fungsional tertentu. Ilida
sederhana (R’ = hidrogen dan alkil) mempunyai sifat sangat reaktif, sehingga
dapat bereaksi dengan oksigen, air, alkohol, senyawa karbonil, dan ester,
sehingga untuk memperoleh hasil sesuai yang diinginkan maka reaksinya harus
dilakukan pada kondisi dimana zat-zat tersebut tidak ada (March, 1984).
Mekanisme reaksi wittig melibatkan serangan nukleofilik gugus karbonil oleh
karbon negatif dari ilida (Fessenden, 1992).
Produk adisi antara ilida dengan aldehida atau keton adalah suatu betaina
(suatu molekul yang memiliki muatan muatan berlawanan yang tidak
berdekatan). Betaina kemudian mengalami siklisasi dan eliminasi
trifenilfosfina untuk membentuk alkena.
Analisis:
Hasil diskoneksi senyawa stilbena hanya menghasilkan satu jalan reaksi, hal
ini disebabkan karena senyawa stilbena merupakan senyawa alkena simetrik,
hasil diskoneksi akan menghasilkan bahan awal senyawa benzaldehida dan
senyawa benzil bromida. Sehingga untuk langkah sintesis dituliskan sebagai
berikut:
Sintesis:
PENUTUP
Senyawa bibenzil dapat diperoleh dari reaksi hidrogenasi senyawa stilbena.
Vanilin yang relatif mudah diperoleh, baik secara isolasi maupun sintesis dapat
dipakai sebagai bahan awal dalam sintesis senyawa stilbena, yang selanjutnya bila
dihidrogenasi katalitik akan menghasilkan senyawa bibenzil. Mengingat manfaat
senyawa bibenzil yang memiliki aktivitas biologis, dan ketersediaannya di alam
terbatas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mensintesis senyawa
bibenzil dengan bahan awal yang mudah diperoleh, murah, dan dengan metode yang
mudah dilakukan di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Budimarwanti, C. (2009). Penyediaan Senyawa Berkhasiat Obat Secara Sintesis
Dengan Analisis Retrosintesis. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta,
158–165.
Budimarwanti, C. (2007). Sintesis senyawa bibenzil dari bahan awal vanilin melalui
reaksi wittig dan hidrogenasi katalitik. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian,Pendidikan dan Penerrapan MIPA, 34–39.
Fessenden, R. J. (1992). Kimia organik, jilid 1. Erlangga.
Wang, X.-L., Liu, D., Xia, Y.-M., Cao, X.-P., dan Pan, X.-F. (2010). Ramberg-Bäcklund
Rearrangement Approaches to the Synthesis of Natural Bibenzyls. Chinese
Journal of Chemistry, 22(5), 467–472.
https://doi.org/10.1002/cjoc.20040220515
Warren, S., dan Wyatt, P. (2008). Organic Synthesis: The Disconnection Approach
2nd Edition. Wiley.