Anda di halaman 1dari 17

SINTESA OBAT

Pengenalan Analisis Retrosintesis dan Diskoneksi Ikatan C-


X pada Ikatan Ester dan Amida

Disusun Oleh :

Adella Zilva Azni 1801001

Agfa Febriananda 1801002

Desri Chairunisa 1801011

Firstio Anfasa Mashudi 1801015

Ismi Nadiyatul Khusnah 1801020

Wiranda Hosanna 1801040

Yurika Nurul Hidayah 1801041

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
nikmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Setiap konsep dalam masalah ini juga memerlukan bahasa dan rincian serta berbagai
penjelasan yang dapat mempermudah untuk mempelajari dan memahaminya.
Makalah yang berjudul “Pengenalan Analisis Retrosintesis dan Diskoneksi
padaC-X Esterdan Amida” ini disusun untuk memenuhi tugas Sintesa Obat.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada para pendukung
yang memberikan motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa saya
ucapkan terimakasih juga kepada para pembaca terutama bagi mahasiswa Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi Riau.
Kritik dan saran pembaca merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi kami
dalam menyempurnakan isi makalah ini. Semoga makalah ini dapat menjadi panduan
bagi mahasiswa.

Pekanbaru, 10 September 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR…….......................................................................................i
DAFTAR ISI…………………………….................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan
Penulisan………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Analisis Retrosintesis……....................................................................................3
2.2 Pedoman Pendekatan Diskoneksi ........................................................................4
2.3 Diskoneksi Satu Gugus C-X ……….………………….………………………..9
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan…………….........................................................................12
3.2. Saran…………………….. ................................................................... 13
Daftar pustaka ...........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sintesis organik adalah pembangun dari senyawa organik kompleks dengan


bahanawal senyawa sederhana oleh serangkaian reaksi kimia. Senyawa yang
disintesis sintesis(hasil sintesis) di alam disebut produk alami. Alam menyediakan
sejumlah besar senyawaorganik dan kebanyakan memiliki sifat kimia dan farmasi
yang menarik.

Analisis retrosintesis adalah proses pemecahan molekul target (MT), ke


material awal yang tersedia melalui diskoneksi dan interkenversi gugus fungsi
(IGF). Untuk memudahkan dalam melakukan sintesis, maka digunakan teknik
bekerja secara mundur (retrosintesis), yaitu dimulai dari produk akhir (molekul
target) dan kemudian diurut kedepan sampai ditemukan produk awal. Tujuannya
adalah untuk menghubungkan produk akhir dengan meterial awal yang ada secara
komersial melalui suatu seri reaksi yang sebisa mungkin menghasilkan produk
tunggal dengan rendemen tinggi.

Dalam melakukan analisis retrosintesis diperlukan pengetahuan tentang


diskoneksi, yaitu cara melakukan penyederhanaan molekul melalui pemutusan pada
titik-titik lemah molekul. Pemecahan ini menghasilkan fragmen positif dan fragmen
negatif yang disebut sinton (sintetik ion). Sinton merupakan fragmen khayal ini dapat
dicari padanannya berupa molekul rii tersedia dipasaran. Bila hal tersebut belum
memungkinkan, maka diperlukan suatu seri diskoneksi sampai didapatkan molekul
awal yang diinginkan. Diskoneksi adalah suatu cara untuk melakukan tahap sintesis
mundur dan hanya dilakukan sesuai dengan berpedoman pada reaksi yang logis.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana pengenalan analisis retrosintesis?
2. Apa saja pendekatan diskoneksi?
3. Bagaimana diskoneksi C-X ester dan amida?
1.3 Tujuan Penulisan

1
1. Menjelaskan pengenalan analisis retrosintesis
2. Mengetahui pendekatan diskoneksi
3. Menjelaskan diskoneksi C-X ester dan amida

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Retrosintesis


Analisis retrosintesis merupakan kebalikan dari reaksi sintesis. Pada
penulisan reaksi sintesis, bahan baku dituliskan di awal baru kemudian diikuti
oleh produk, sedangkan pada analisis retrosintesis produk dituliskan di awal,
baru kemudian diikuti oleh bahan baku. Antara bahan baku dan produk
dipisahkan dengan simbol anak panah yang berbeda.
Tahapan yang ada pada retrosintetis yaitu analisis retrosinteis
melakukan pendekatan diskoneksi dengan molekul target untuk
mendapatkan sinton positif dan sinton negatif. Dimana sinton ini adalah
fragmen idealis, yang biasanya berupa kation atau anion yang dihasilkan dari
diskoneksi. Setelah mendapatkan reagen yang ekivalent maka kita dapat
menuliskan reaksi sintesis untuk mendapatkan molekul target yang kita
inginkan.
Retrosintesis merupakan teknik pemecahan masalah untuk mengubah
struktur dari molekul target sintesis menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana melalui jalur yang berakhir pada suatu material start yang sesuai
dan mudah didapatkan untuk keperluan sintesis.
Dengan cara ini, struktur molekul yang akan disintesis ditentukan
terlebih dahulu yang dikenal sebagai molekul target (MT). Selanjutnya MT
dipecah/dipotong/diputus dengan seri diskoneksi.
Diskoneksi merupakan operasi balik suatu reaksi melalui suatu
pembelahan yang dibayangkan dari suatu ikatan agar memutus molekul ke
dalam material start yang mungkin. Diskoneksi seringkali tidak mudah
dilaksanakan, tetapi ikatan yang diputuskan haruslah berhubungan dengan
reaksi-reaksi yang dipercaya serta metodenya dapat dikerjakan di
laboratorium. Dari hasil diskoneksi, akan didapatkan bahan awal (Starting
Material) atau sinton yang tersedia atau disediakan melalui suatu reaksi
Interkonversi Gugus Fungsi (IGF).

3
Analisis retrosintesisatau retrosintesis adalah sebuah teknik untuk
memecahkan masalah dalam perencanaan sintesis, terutama yang disajikan
oleh struktur yang kompleks. Dalam pendekatan ini, sintesisdirencanakan
mundur mulai dari produk yang relatif kompleks menuju bahan yang
tersediasebagai molekul yang sederhana (bahan awal). Pendekatan ini
menghendaki pembangunan kerangka karbon dari molekul target,
menempatkan gugus fungsional dankontrol yang tepat dari aspek stereokimia

Pembeda Sintesis Retrosintesis


Langkah Reaksi Retroreaksi
Tanda yang digunakan
Struktur awal Reaktan Target
Struktur akhir Produk Prekusor
Substrat yang dibutuhkan Reaksi Retron (sinton)
Kefungsionalan

2.2 Pedoman Pendekatan Diskoneksi

Pedoman yang sangat penting untuk menciptakan suatu sintesis dengan


pendekatan diskoneksi adalah sebagai berikut :
1. Analisis :
a. Mengenal gugus fungsional dan molekul target (MT)
b. Melakukan diskoneksi dengan metode yang berhubungan dengan reaksi-
reaksi yang mungkin.
c. Memastikan bahwa reagen pereaksi hasil pemutusan (sinton) tersedia
sebagai starting Material
2. Sintesis :
a. Membuat rencana berdasarkan analisis Starting Material dan kondisi
sintesis.
b. Bila tidak berhasil dalam sintesis dilakukan pengkajian ulang analisis.

4
Dengan demikian hal yang mutlak harus dipahami agar sukses dalam
melakukan sintesis dengan pendekatan diskoneksi adalah memahami reaksi-
reaksi senyawa organik maupun jenis-jenisnya serta mekanismenya. Ada
kalanya pada waktu melakukan analisis terhadap bahan awal (Starting
Material) hasil diskoneksi harus diperoleh dari suatu hasil sintetik yang
dikenal dengan IGF tadi, karena reaksi senyawa organik tidak lain dan tidak
bukan adalah transformasi gugus fungsional.

 Pendekatan diskoneksi

Sering kali terdapat lebih dari satu analisis yang “benar” untuk
sintesis suatu senyawa. Begitu pula pada senyawa (1) diatas, terdapat
sedikitnya 6 cara berbeda untuk menguraikan molekul tersebut. Melalui
keenam metode ini, akan dijelaskan prinsip-prinsip analisis retrosintesis serta
keunggulan masing-masing jalur.

1. Analisis retrosintetik I

Dalam analisis retrosintesis, hal pertama yang dilakukan ialah


melakukan pemutusan (diskoneksi) ikatan, kemudian memberi muatan positif
pada salah satu ujung ikatan yang diputuskan dan muatan negatif pada
fragmen yang lain.
Diskoneksi dinyatakan dengan garis bergelombang melintasi ikatan
yang akan diputus. Panah retrosintetik menyatakan alur mundur dari molekul
target ke sepasang fragmen bermuatan. Fragmen bermuatan tersebut disebut
dengan sinton. Pereaksi ekuivalen sinton dinyatakan dengan tanda garis datar
tiga.
Secara teoritis diskoneksi ini dapat menghasilkan dua pasang fragmen
bayangan. Jika belum yakin dalam meletakkan muatan positif dan negative
pada kedua fragmen, maka sebaiknya tuliskan kedua pasang fragmen dengan
muatan yang berbeda.

5
Pada kasus ini, karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada
karbon, maka tidaklah mudah mendapatkan pereaksi sederhana dari sinton
pada jalur A. sebaliknya pada jalur B, tersedia pereaksi Grignard. Oleh
karena itu, dari analisis ini tampak bahwa senyawa (1) dapat disintesis secara
langsung melalui reaksi sebagai berikut :

2. Analisis retrosintetik II
Analisis retrosintetik lain juga mungkin untuk senyawa (1) melibatkan
diskoneksi ikatan karbon-karbon :

Pada proses ini juga terdapat dua pasang fragmen terionkan yang
mungkin, namun hanya jalur D yang terdapat pereaksi ekuivalen yang
sederhana, yaitu pereaksi Grignard dan aldehida. Jalur sintesisnya
ditunjukkan sebagai berikut :

3. Analisis Retrosintetik III


Pada retrosintetik kali ini dan berikutnya, tidak lagi dimunculkan dua
pasang sinton, namun tetap dipertimbangkan ketika memilih jalur yang tepat
untuk sintesis molekul target. Retrosintetik senyawa (1) dapat dinyatakan
seperti gambar di bawah ini, dengan pereaksi epoksida dan pereaksi
Grignard.
Analisis Retrosintetik

Gambar 1. Analisis Retrosintetik III

6
Sintesis

Gambar 2. Sintesis III senyawa (1)

4. Analisis Retrosintetik IV
Pendekatan berbeda untuk sintesis (1) dapat didasarkan pada
pengetahuan bahwa keton dapat dengan mudah direduksi menjadi alkohol
sekunder dengan pereaksi seperti natrium borohidrida atau litium aluminium
hidrida. Interkonversi gugus fungsi (IGF) adalah istilah yang digunakan
dalam analisis retrosintetik untuk menggambarkan proses mengubah
(mengonversi) satu gugus fungsi ke gugus fungsi lain, misalnya dengan
oksidasi atau reduksi. Proses ini dinyatakan menggunakan tanda dengan
‘IGF’ diatasnya. Oleh karena itu bila alkohol (1) diubah menjadi keton
terlebih dahulu, maka pasangan sintonnya dapat ekuivalen dengan adisi
enolat dari asetofenon pada halida. Perlu diingat bahwa proton α dari gugus
karbonil bersifat asam dapat ditarik oleh basa sehingga menghasilkan suatu
enolat.

5. Analisis Retrosintetik V
Analisis lebih lanjut untuk alkohol (1) melibatkan lagi interkonversi
gugus fungsi dari alkohol ke keton sebelum pemutusan ikatan karbon-karbon.
Analisis ini menghasilkan sinton yang bermuatan positif pada posisi β
terhadap karbonil dan sinton nukleofil karbon
.
6. Analisis Retrosintetik VI
Analisis retrosintetik ini juga memerlukan interkonversi gugus fungsi
dari alkohol ke keton diikuti IGF kedua untuk membentuk keton tak jenuh-

7
α,β. Adisi litium difenilkuprat pada dienon menghasilkan kerangka karbon
yang diperlukan.

Penentuan metode sintesis yang terbaik


Diskoneksi yang lebih dekat dengan pusat molekul biasanya
menghasilkan penyederhanaan terbaik, karena itu metode 1, 2 dan 4 lebih
disukai. Jumlah tahap sintesis harus dibuat sesedikit mungkin kecuali terdapat
keuntungan bila digunakan IGF, yakni dapat membantu pembentukan ikatan
karbon-karbon dengan rendemen yang tinggi.
Pada suatu rantai hidrokarbon, pola berselang-seling antara posisi
elektrofilik dan nukleofilik dapat berlanjut sepanjang rantai hidrokarbon tak
jenuh dengan syarat ikatan-ikatan rangkap berada dalam keadaan
terkonjugasi dengan gugus karbonil. Penulisan pola berselang-seling muatan
bayangan atau ‘kepolaran laten’ pada molekul target dapat sangat
membantu dalam mengenali sinton potensial.
Pada molekul target yang memiliki lebih dari satu substituent atau
gugus fungsi, sintesis harus dirancang dengan mempertimbangkan posisi
akhir dari gugus fungsi tersebut. Untuk senyawa 1,3-disubstitusi dan 1,5-
disubstitusi, kepolaran laten terhadap kedua gugus fungsi tersebut berimpit.
Hubungan yang bersesuaian di antara kepolaran-kepolaran laten yang
berimpit ini dikenal sebagai pola konsonan. Hal yang demikian dapat
mempermudah dalam analisis retrosintesisnya.
Namun pada senyawa 1,4-dikarbonil, pola muatan laten tidak saling
berimpit. Hubungan ini disebut disonan. Oleh karena itu kita memerlukan
pereaksi yang tidak mengikuti kepolaran normal. Istilah bahasa Jerman
umpolung digunakan untuk menggambarkan keadaan semacam ini, yakni
ketika kita harus menggunakan sinton dengan kepolaran yang berlawanan
dengan kepolaran normal dari gugus fungsi yang diperlukan.

2.3 Diskoneksi satu Gugus C-X


Diskoneksi satu gugus C-X telah dimulai dengan senyawa aromatic,
karena memang pada senyawa aromatic posisi diskoneksi dengan mudah

8
dapat diputuskan. Kemudian dilanjutkan dengan senyawa eter, amida, dan
silfida. Pada senyawa-senyawa tersebut sekali lagi posisi diskoneksi mudah
ditentukan, diskoneksi dilakukan pada ikatan yang menghubungkan antara
karbon dengan heteroatom (X) diskoneksi ini diberi nama diskoneksi satu
gugus karena hanya diperlukan pengenalan satu gugus fungsional sebelum
dilakukan diskoneksi. Label C-X atau C-N, dan sebagainya dapat digunakan.
Dalam diskoneksi akan menghasilkan sinton karbon kationik (R+).
Reagen untuk sinton ini biasanya mempunyai gugus pergi yang baik (good
leaving group) yang terikat pada R. dalam reaksi bersangkutan hamper semua
bersifat ionic, dan melibatkan heteroatom nukleofilik seperti alcohol (ROH),
amina (RNH2) atau tiol (RSH). Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi,
reagen yang terlibat dapat suatu alkil halide, aril klorida, atau senyawa
sejenis. Reagen yang paling baik adalah reagen yang paling mudah
mengalami reaksi substitusi.

Hasil pemotongan menghasilkan sinton R+, reagen untuk sinton ini


adalah RY, dimana Y dapar Br, Ots (para toluene sulfonil), atau gugus pergi
yang baik lainnya.

Senyawa-senyawa turunan asam mudah untuk didiskoneksi, pertama


kali didiskoneksi dilakukan pada ikatan antara gugus karbonil dan
heteroatom.

Senyawa ester (1) merupakan senyawa pengusir serangga, atau


sebagai pelarut dalam parfum dapat didiskoneksi dengan cara ini, yaitu
pertamakali diskoneksi dilakukan pada ikatan antara gugus karbonil dan
heteroatom.
Analisis :

9
Sintesis ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, untuk
pembentukan ester dapat dilakukan dengan mereaksikan alcohol dengan asam
karboksilat, alcohol dengan anhidrida asam karboksilat, atau alcohol dengan
asil halide. Untuk sintesi senyawa ester (1) diatas paling mudah adalah
dengan rute asil klorida (Y=Cl), menggunakan piridin sebagai katalis dan
pelarut.
Senyawa asil klorida sering digunakan dalam sintesis senyawa ester,
karena senyawa ini merupakan turunan asam yang paling reaktif. Asil klorida
dapat dibuat dari asamnya sendiri dengan PCl5 atau SOCl2. Reaktivitas
turunan asam dari yang paling reaktif adalah klorida asam anhidrida asam,
ester, dan paling tidak reaktif adalah amida. Senyawa propanil (2) digunakan
sebagi pembunuh rumput-rumputan/semak, merupakan senyawa amida,
apabila didiskoneksi akan menghasilkan suatu amina dan klorida asam.
Analisis :

Pada langkah reaksi orientasi untuk nitrasi benar, hambatan sterik


akan mencegah pembentuka senyawa 1,2,3-trisubstitusi dalam jumlah yang
banyak.

Sintesis :

10
Senyawa (3) merupakan contoh yang lebih sukar, tetapi dari struktur
senyawa tersebut dengan mudah dapat dikenali bahwa senyawa tersebut
adalah suatu ester, dan dapat dilakukan diskoneksi dengan cara biasa. Dari
hasil diskoneksi diperoleh senyawa anhidrida ftalat sebagai bahan awal.

Analisis :

Sintesis :

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Analisis retrosintesis adalah proses pemecahan molekul target (MT),


ke material awal yang tersedia melalui diskoneksi dan interkenversi gugus
fungsi (IGF). Analisis retrosintesis merupakan kebalikan dari reaksi sintesis.
Pada penulisan reaksi sintesis, bahan baku dituliskan di awal baru kemudian
diikuti oleh produk, sedangkan pada analisis retrosintesis produk dituliskan di
awal, baru kemudian diikuti oleh bahan baku. Antara bahan baku dan produk
dipisahkan dengan symbol anak panah yang berbeda. Retrosintesis
merupakan teknik pemecahan masalah untuk mengubah struktur dari molekul
target sintesis menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana melalui jalur yang
berakhir pada suatu material start yang sesuai dan mudah didapatkan untuk
keperluan sintesis.
Pendekatan diskoneksi terdiri dari yaitu: analisis retrosintetik I,
analisis retrosintetik II, analisis retrosintetik III, analisis retrosintetik IV,
analisis retrosintetik V, analisis retrosintetik VI. Diskoneksi satu gugus C-X
telah dimulai dengan senyawa aromatic, karena memang pada senyawa
aromatic posisi diskoneksi dengan mudah dapat diputuskan. Kemudian
dilanjutkan dengan senyawa eter, amida, dan silfida. Pada senyawa-senyawa
tersebut sekali lagi posisi diskoneksi mudah ditentukan, diskoneksi dilakukan
pada ikatan yang menghubungkan antara karbon dengan heteroatom (X)
diskoneksi ini diberi nama diskoneksi satu gugus karena hanya diperlukan
pengenalan satu gugus fungsional sebelum dilakukan diskoneksi. Label C-X
atau C-N, dan sebagainya dapat digunakan.

12
3.2 Saran

Demi sempurnanya makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik
untuk selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Diakses dari http://www.ilmukimia.org/2013/04/kimia-organik.html


pada 29 September 2014 pukul 20.00 WIB.

Budimarwati., (2012). Diktat Kuliah Kimia OrganikSintesis.Yogyajarta:


FMIPA UNY. Firdaus. 2010. Alkil Halida. Makassar : UNHAS Press.

Sobry Khairus. Diaskes dari http://sobrykimia.com/2012/06/sintesis-


organik_23.html pada 15 September 2014 pukul 15.00 WIB.

Stuart Warren. 1995. Buku Kerja untuk Sintesis Organik Pendekatan


Diskoneksi. Yogyakarta : UGM Press.

Warren, Stuart., (1995). SintesisOrganik: PendekatanDiskoneksi.


(diterjemahkanolehSamhoedi R). Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

14

Anda mungkin juga menyukai