Anda di halaman 1dari 18

1.

GREEN SINTESIS TURUNAN KALKON MENGGUNAKAN MAOS

A. Tujuan
1. Identifikasi sifat-sifat fisik hasil reaksi antara asetofenon dengan turunan
benzaldehida
2. Menentukan rendemen reaksi Claisen Scmidth antara asetofenon dengan
turunan benzaldehyde
B. Kajian Teori
Reaksi Claisen Schmidt
Kondensasi adalah suatu reaksi dimana dua molekul kecil bergabung
membentuk satu molekul besar dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil
(misalnya molekul air). Kondensasi aldol adalah adisi nukleofilik dari ion enolat
terhadap gugus karbonil dengan produk reaksi -hidroksi keton atau -hidroksi
aldehida, dimana senyawa enolat dan gugus karbonil yang diserang adalah dua
senyawa yang sama. Reaksi ini berjalan secara reversibel yaitu pada saat ion enolat
ini bereaksi maka akan terbentuk lagi yang baru. Ion enolat bereaksi dengan suatu
molekul aldehida lain dengan cara mengadisi pada karbon karbonil untuk
membentuk suatu ion alkoksida, yang kemudian merebut sebuah proton dari air
untuk menghasilkan aldol produk tersebut. Syarat aldehida untuk dapat
berkondensasi aldol adalah harus memiliki H terhadap gugus karbonil sehingga
aldehida dapat membentuk ion enolat dalam basa. Suatu senyawa karbonil -
hidroksi seperti sebuah aldol mudah mengalami dehidrasi, karena ikatan rangkap
dalam produk berkonjugasi dengan gugus karbonilnya. Bila dehidrasi
menghasilkan suatu ikatan rangkap yang berkonjugasi dengan suatu cincin
aromatik maka dehidrasi berlangsung spontan.
Kondensasi antara aldehida atau keton dengan karbonil dari aldehida atau
keton yang lain disebut konensasi aldol silang (cross aldol condensation). Reaksi
ini dapat terjadi karena suatu aldehida tanpa hidrogen  tidak dapat membentuk
ion enolat sehingga tidak dapat berdimerisasi dalam suatu kondensasi aldol. Tapi
jika aldehida ini dicampur dengan aldehida atau keton lain yang memiliki H
maka kondensasi keduanya dapat terjadi. Suatu kondensasi aldol silang sangat

1
berguna bila hanya satu senyawa karbonil yang memiliki H. Jika tidak maka
akan diperoleh suatu produk campuran.
Reaksi kondensasi aldol silang yang melibatkan penggunaan senyawa
aldehida aromatis dan senyawa alkil keton atau aril keton sebagai reaktannya
dikenal sebagai reaksi Claisen schmidt. Reaksi ini melibatkan ion enolat dari
senyawa keton yang bertindak sebagai nukleofil untuk menyerang karbon
karbonil senyawa aldehida aromatis menghasilkan senyawa -hidroksi keton,
yang selanjutnya mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa ,-keton tak
jenuh (Bruice, 2007).
Kondensasi aldol dengan katalis asam mengikuti mekanisme enol. Langkah
awal dalam mekanisme enol adalah tautomerisasi senyawa karbonil menjadi
enol. Asam juga mengaktifkan gugus karbonil molekul lain dengan cara
protonasi. Reaksi berjalan dengan serangan enol sebagai nukleofil pada karbonil
yang terprotonasi. Berikut ini adalah skema kondensasi aldol dari keton dan
aldehida menggunakan katalis asam dengan perbandingan mol 1:1.
Tautomerisasi keto-enol :

Protonasi :

Kondensasi aldol :

Dehidrasi aldol :

2
Kimia Ramah Lingkungan
Proses reaksi kimia yang ramah lingkungan adalah metode Green Chemistry
atau “Kimia Hijau” yang pertama kali digunakan oleh Anastas dan diambil dari
program “US Green Chemistry Program” pada tahun 1993. Menurut (Anastas and
Warner, 1988), kimia Hijau atau ramah lingkungan terdiri dari 12 prinsip yaitu :
1. Pencegahan
Lebih baik mencegah terjadinya limbah daripada membersihkan limbah yang
dibuat.
2. Atom Ekonomi
Metode sintesis seharusnya didesain untuk memaksimalkan penggabungan
semua bahan saat pengolahan menjadi produk.
3. Sintesis dengan mengurangi bahan kimia yang berbahaya
Metode sintesis harus didesain untuk meminimalkan toksisitas terhadap
kesehatan manusia dan lingkungannya.
4. Rancang produk kimia yang aman
Produk kimia harus didesain agar fungsi maksimal dan toksisitas minimal.
5. Pelarut dan aditif yang lebih aman
Pemilihan dan penggunaan pelarut dan pereaksi tambahan yang tidak
berbahaya bila digunakan. Misalnya menggunakan pelarut air daripada
pelarut kimia seperti methanol, etanol dan pelarut berbahaya lainnya.
6. Penggunaan energy yang efisien
Penggunaan energy minimal, jika perlu reaksi dilakukan pada suhu kamar.
7. Penggunaan bahan baku yang dapat diperbaharui (Renewable feedstocks).
Bahan baku pada sintesis organik dapat diusahakan dari bahan alam dengan
metode semi sintesis atau modifikasi struktur.
8. Mengurangi tahapan reaksi.

3
Tahapan reaksi yang panjang seperti penggunaan proteksi dan derivatisasi
harus dihindari untuk mengurangi bahan kimia, limbah dan energi yang
digunakan.
9. Katalisis
Katalis dipilih yang selektif, misalnya menggunakan katalis heterogen atau
menggunakan katalis sesuai stoikiometri.
10. Desain degradasi
Produk didesain agar penguraiannya tidak mencemari lingkungan.
11. Analisis real-time untuk pencegahan pencemaran.
Proses monitoring dan control reaksi dijaga sebelum terjadi produk samping
yang berbahaya.
12. Penggunaan bahan kimia yang lebih aman untuk mencegah kecelakaan.
Penggunaan beberapa prinsip tersebut dalam proses reaksi kimia yang ramah
lingkungan sudah banyak diikuti peneliti lain. Salah satu metode yang sekarang
banyak dikembangkan adalah metode Microwave Assist Organic Synthesis (MAOS).
Keuntungan reaksi via MAOS adalah reaksi lebih bersih, ekonomis dan ramah
lingkungan. Reaksi dapat berjalan dengan lebih murah karena dapat menggunakan
microwave ovens rumahtangga serta menggunakan alat gelas sederhana sehingga
mudah diajarkan pada mahasiswa (Martin and Kellen-Yuen, 2007). Reaksi yang
pernah dilakukan Martin dan Yuen untuk diajarkan sebagai materi kuliah adalah
reaksi Wittig-hijau : reaksi berjalan tanpa pelarut, mengurangi raw material dan dapat
digunakan sebagai contoh reaksi MAOS ramah lingkungan.
Pemilihan penggunaan oven microwave sangat ideal menurut 12 prinsip
Kimia Hijau. Menurut Mavandadi dan Pilotti (2006), pemanasan reaksi dengan alat
konvensional seperti penangas minyak, penangas air, mantel pemanas, kompor
listrik, tidak hanya lama tapi juga membuat permukaan alat yang bersinggungan
langsung dengan substrat menjadi panas. Sebaliknya, energi microwave langsung
bersentuhan dengan pelarut melewati dinding vessel. Berdasarkan penggunaannya,
MAOS terbagi menjadi empat yaitu sintesis fase larutan, sintesis fase padatan, sintesis
fase larutan didukung reagen padat dan sintesis bebas pelarut. Tierney dan Lidström
(2007) menyebutkan bahwa microwave oven sangat cocok digunakan untuk sintesis

4
menggunakan pelarut air karena terjadi perubahan energy microwave menjadi
energy termal yang efisien oleh molekul air pada frekuensi gelombang mikro.
Beberapa peneliti telah menggunakan metode MAOS untuk sintesis polimer
hybrid (Adachi et al., 2005), mikrostruktur reactor (Rebrov, 2012), mengurangi waktu
reaksi sintesis senyawa antikanker (Buck et al., 2012), reaksi Wittig menggunakan
pelarut air (McNulty et al., 2010). Dari beberapa riset yang menggunakan 12 prinsip
kimia hijau tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sintesis
dibenzilidensikloheksanon yang ramah lingkungan menggunakan metode MAOS.
C. Metode
Alat :
a. Kruss porselin
b. gelas arloji
c. gelas beker 250 mL
d. kertas saring
e. penyaring buhner
f. Timbangan digital
g. Penentu titik lebur
h. microwave
Bahan :
a. NaOH
b. metanol
c. asetofenon
d. turunan benzaldehida.

Prosedur

Sintesis 2-hidroksikalkon dengan metode MAOS. Sintesis 2-hidroksikalkon


dimulai dengan melarutkan 0,01 mol natrium hidroksida dalam 2 mL metanol.
Tambahkan 0,005 mol 2-hidroksibenzaldehida dan 0,01 mol asetofenon di dalam krus
porselen. Kruss porselen ditutup dengan aluminium foil kemudian dimasukkan ke
dalam microwave selama 2 menit. Kemudian senyawa hasil sintesis dikeringkan dan

5
ditimbang untuk menentukan rendemen reaksinya. Hasil yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan spektrometer KLT dan KLT scanner.

6
LAPORAN
PRAKTIKUM DAN PROYEK KIMIA
GREEN SINTESIS KALKON MENGGUNAKAN MAOS

NAMA :
NIM :
HARI/TGL PRAKTIKUM :
A. TUJUAN PERCOBAAN :
B. ALAT DAN BAHAN :
C. CARA KERJA (DIAGRAM BLOK) :
D. GAMBAR ALAT :
E. IDENTIFIKASI SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN YANG DIGUNAKAN

Sintesis kalkon
Bahan kimia Fasa Titik Titik Symbol Arti
didih leleh bahaya symbol
(0C) (0C) bahaya

F. DATA :
No. Pengamatan Data
1. Warna
2. Titik lebur
3. Berat
4. NaOH
5. Keton
6. Benzaldehida
7. Rendemen

G. PEMBAHASAN
H. KESIMPULAN
I. DAFTAR PUSTAKA

7
2. IDENTIFIKASI KALKON MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS

A. Tujuan Percobaan :
1. Menentukan rf senyawa hasil sintesis
2. Menentukan kemurnian senyawa hasil sintesis

B. Teori
Kromatografi merupakan salah satu cara pemisahan kimia yang paling
populer dan paling banyak digunakan. Kromatografi pertama kali dilakukan oleh
Michael Tswett, seorang ahli botani Rusia yang bekerja di Warsawa pada tahun 1906.
Pemisahan yang diujicobakan adalah pemisahan klorofil dan pigmen lainnya dalam
suatu sari tanaman dengan menggunakan kolom gelas yang diberi keran pada
ujungnya.
Kromatografi mencakup berbagai proses berdasarkan perbedaan distribusi
dari penyusun cuplikan antara dua fasa. Satu fasa yang tetap tinggal pada sistem dan
disebut fasa diam. Fasa yang lain dinamakan fasa gerak, bergerak memperkolasi
melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa gerak menyebabkan perbedaan migrasi
dari penyusun cuplikan.
Setetes cairan jika diteteskan pada sepotong kertas atau kain akan melebar
dalam bentuk bulat, dan jika larutan itu mengandung senyawa berwarna maka akan
terlihat suatu lingkaran berwarna. Tehnik analisis sederhana ini digunakan bangsa
Roma untuk menguji zat warna.
Metode kromatografi dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif.
Metode kromatografi berikut paling sering digunakan dalam analisis fitokimia:
kromatografi kertas satu dan dua dimensi, kromatografi lapis tipis satu dan dua
dimensi (KLT, juga disebut kromatografi planar), kromatografi cair kolom kinerja
tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG). Metode ini juga bisa digunakan untuk
mengisolasi komponen individual dari campuran komponen pada skala preparatif
dan micropreparatif. KLT adalah teknik kromatografi yang banyak digunakan untuk

8
analisis kualitatif senyawa organik serta paling mudah dan cepat untuk dilakukan
(Waksmundzka-Hajnos, Sherma and Kowalska, 2008).
Tehnik Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Egon Stahl dengan
menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis.
KLT merupaka kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupaka kromatografi
partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini sangat populer
karena memberikan banyak keuntungan, yaitu peralatan yang diperlukan sederhana,
murah, waktu analisis yang singkat serta daya pisah cukup baik. Selain itu sampel
yang dibutuhkan sangat sedikit.
Sebagian besar dasar teori kromatografi kolom dapat diterapkan pada KLT.
Pemisahan dilakukan oleh keseimbangan cuplikan dalam dua fasa yaitu fasa gerak
dan fasa diam. Derajat retensi pada kromatografi ini dinyatakan sebagai faktor
retardasi (Retardation factor/Rf) :
jarak tempuh zat terlarut
Rf =
jarak tempuh pelarut

Jarak tempuh pelarut dapat diukur dengan mudah yaitu mulai dari tempat totolan
sampel sampai garis tempat berhentinya eluen. Jarak tempuh cuplikan atau zat
terlarut adalah jarak dari totolan sampel sampai ke bercak atau noda pada plat KLT.
Fasa diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah serbuk silika gel, alumina,
tanah diatomae, selulosa dan lain-lain yang memiliki ukuran butir sangat kecil yaitu
0,063-0,125 mm. Fasa diam tersebut dilapiskan pada kaca, aluminium maupun plastik
dengan ketebalan tertentu. Plat KLT dapat dibuat sendiri atau dibeli langsung dalam
bentuk jadi (pra paking) dari beberapa perusahaan. Lapisan tipis ini secara umum
ada yang perlu diaktifkan sebelum digunakan, misalnya silika gel dan alumina, ada
juga yang tidak perlu diaktifkan misalnya selulosa.
Larutan cuplikan (sekitar 1% dalam suatu pelarut) diteteskan dengan pipet
mikro atau injektor pada jarak 1-2 cm dari batas plat. Setelah pelarut dari noda
menguap, plat siap untuk dikembangkan dengan fasa gerak yang sesuai hingga jarak
eluen/fasa gerak dari batas plat mencapai 7-10 cm. Proses pengembangan dikerjakan
dalam wadah tertutup (chamber) yang diisi eluen yang sesuai dengan sampel
(Gambar 1). Chamber tersebut dijenuhkan dengan uap eluen agar dihasilkan

9
pemisahan yang baik dan dapat ulang (reprodusibel). Tehnik pengembangan dapat
dari bawah ke atas (asending), dari atas ke bawah (desending) atau mendatar.
Langkah berikutnya adalah mengeringkan sisa eluen dalam lapisan tipis dengan
didiamkan pada suhu kamar beberapa saat. Noda pada lapisan tipis dapat diamati
langsung untuk noda tampak. Jika noda tidak tampak dapat dilihat dengan lampu
UV pada panjang gelombang pendek (254 nm) atau pada panjang gelombang panjang
(366 nm). Dapat juga dilihat dengan menggunakan pereaksi semprot penimbul
warna.

Gambar 1. Chamber dan plat KLT


Cara memilih eluen.
Pemilihan eluen yang tepat merupakan langkah yang sangat penting untuk
keberhasilan analisis dengan KLT. Prinsipnya sampel harus lebih terikat dalam fasa
diam daripada dalam fasa gerak. Pertimbangannya dapat menggunakan prinsip
“similia similibus solventur” atau biasa dikenal dengan prinsip “like dissolve like”.
Umumnya eluen untuk kromatografi ditemukan dengan cara ‘trial and error” atau
coba-coba. Jarang sekali penentuan eluen berdasarkan pada pengetahuan yang
mendalam tentang mekanisme proses kromatografi. Pedoman umum yang sederhana
dan mudah dilakukan dalam memilih eluen adalah berdasarkan pada polaritas,
kemampuan membentuk ikatan hidrogen dan reaktivitas suatu eluen.

C. Metode
Alat :
a. Chamber

10
b. plat KLT
c. propipet
d. pipet ukur 1 mL 2 buah
e. pipet ukur 5 mL
f. lampu UV
g. tabung reaksi
h. erlenmeyer 50 mL
i. gelas beker 50 mL
j. pipa kapiler
k. lampu spiritus
l. kertas saring
m. corong gelas
Bahan :
a. Sampel
b. Metanol
c. Diklorometana
d. Heksana
e. Kloroform
f. Etilasetat
g. Aseton teknis untuk mencuci pipa kapiler

Prosedur
Identifikasi menggunakan KLT memerlukan pipet mikro yang dapat dibuat dari
pipa kapiler. Cara membuat pipet mikro: pegang kedua ujung pipa kapiler kemudian
bakar di atas api spiritus sambil ditarik. Setelah pipa kapiler putus menjadi dua,
potong ujungnya untuk membuat lubang. Cuci pipet mikro menggunakan aseton
sebelum dan setelah digunakan. Cara mencuci pipet mikro adalah dengan
mencelupkan ujung pipet pada aseton, lalu serap menggunakan tissue. Lakukan
minimal dua kali.
Sekitar 0,1g sampel senyawa hasil sintesis dilarutkan dengan metanol. Plat KLT
disiapkan dengan ukuran 5 x 7 cm. Garis dengan pensil dengan jarak 1 cm dari ujung

11
bawah. Beri tanda menggunakan pensil untuk tempat menotolkan sampel dan
senyawa pembanding. Jika tidak ada senyawa pembanding, siapkan bahan dasar
yaitu 2-hidroksibenzaldehida dan asetofenon. Beri jarak 1-1,5cm untuk setiap totolan.
Ambil sampel dengan pipet mikro yang telah dibuat dan totolkan pada garis bawah
tepat di tengah. Diamkan 1-2 menit sampai pelarutnya menguap. Lakukan penotolan
2-3 kali pada tempat yang sama. Sampel siap dielusi.
Fasa gerak disiapkan dengan membuat larutan dari campuran beberapa pelarut
organik yang disediakan, misalnya diklorometana:heksana atau heksana:kloroform
dengan perbandingan tertentu sebanyak 10 mL. Masukkan campuran pelarut ke
dalam chamber, jenuhkan dengan cara memasukkan ujung kertas saring ke dalam
larutan kemudian tutup chambernya. Setelah 1-2 menit fasa gerak siap digunakan.
Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber, ingat garis batas jangan sampai tercelup.
Tunggu sampai fasa gerak mencapai garis batas atas. Selama menunggu naiknya
eluan, chamber tidak boleh dipindah atau digeser. Setelah eluen mencapai batas atas,
angkat plat KLT dari chamber dan letakkan di atas kertas tisu. Diamkan sampai eluen
kering. Amati adakah noda pada plat, jika tidak tampak lihat di bawah lampu UV.
Tandai noda dengan pensil dan tentukan Rf nya. Bandingkan hasil, tentukan Rf dari
masing-masing noda dan amati perbedaannya. Tentukan apakah rf senyawa hasil
sintesis sudah berbeda dengan rf bahan dasar.
Catatan :
1. selama melakukan percobaan ini, jaga agar semua alat gelas terhindar dari
air.
2. Cara mencuci pipa kapiler: celup ujung pipa kapiler pada aseton teknis
sampai aseton masuk ke dalam pipa, kemudian sentuhkan ujung pipa pada
tissue bersih sampai aseton habis. Ulang prosedur tersebut sebanyak 3 kali.

12
LAPORAN
PRAKTIKUM DAN PROYEK KIMIA
IDENTIFIKASI KALKON MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

NAMA :
NIM :
HARI/TGL PRAKTIKUM :
A. TUJUAN PERCOBAAN :
B. ALAT DAN BAHAN :
C. CARA KERJA (DIAGRAM BLOK) :
3. GAMBAR ALAT :
4. IDENTIFIKASI SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN YANG DIGUNAKAN

Kromatografi Lapis Tipis


Bahan kimia Fasa Titik Titik Symbol Arti
didih leleh bahaya symbol
(0C) (0C) bahaya

5. DATA :
No. Pengamatan rf
1. Senyawa hasil sintesis
2. asetofenon
3. 2-hidroksibenzaldehida

6. PEMBAHASAN
7. KESIMPULAN
8. DAFTAR PUSTAKA

13
3. PEMANFAATAN BAHAN ALAM UNTUK PEMBUATAN SABUN ALAMI

A. Tujuan Percobaan :
1. Menentukan manfaat ekstrak bahan alam sebagai bahan aditif sabun
2. Melakukan identifikasi sifat-sifat fisik hasil reaksi penyabunan antara
minyak nabati dengan katalis NaOH

B. Teori
Bahan kimia yang sangat penting serta diperlukan pada kehidupan
sehari-hari yang digunakan untuk membersihkan kotoran adalah sabun.
Sabun juga mempunyai pengertian sebagai bahan pembersih yang dapat
digunakan dengan air untuk mandi atau mencuci
Menurut cara dan bahan pembuatannya, sabun adalah garam alkali
dari rantai panjang trigliserida (asam lemak). Reaksi yang digunakan dalam
pembuatan sabun adalah saponifikasi atau penyabunan menggunakan
katalis basa. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa bahan dasar sabun
adalah asam lemak dan basa. Kedua bahan tersebut direaksikan sehingga
membentuk garam (padatan).
Sabun terbagi menjadi dua macam yaitu sabun padat dan sabun cair.
Sabun padat disintesis menggunakan basa NaOH atau natrium hidroksida
melalui metode cold atau hot procces. Sedangkan sabun cair disintesis
melalui hot procces menggunakan basa KOH atau kalium hidroksida. Reaksi
pembuatan sabun dari trigliserida dengan NaOH disajikan pada Gambar 2
(McMurry, 2016).

Gambar 2. Reaksi saponifikasi antara trigliserida dengan basa


Sabun hasil reaksi penyabunan antara minyak nabati (trigliserida)
dengan basa natrium hidroksida membentuk suatu padatan setelah melalui

14
fasa trace. Pewarna, pewangi maupun bahan aditif lainnya dapat
ditambahkan saat membuat sabun sesaat setelah terbentuk trace. Bahan
aditif yang ditambahkan dapat berupa bahan alam yang bermanfaat sebagai
obat untuk sabun antiseptic atau sebagai kosmetik yang berfungsi
melembutkan, melembabkan atau memutihkan kulit (McMurry, 2016).
Jenis trigliserida atau minyak nabati sangat mempengaruhi sifat fisik
sabun yang dihasilkan. Hal ini karena untuk setiap minyak nabati memiliki
komposisi asam lemak yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan sabun yang bagus biasanya menggunakan campuran dari
beberapa minyak nabati sesuai dengan sifat fisik sabun yang diinginkan. Jika
diinginkan sabun yang mudah larut dalam air dan berbusa banyak, maka
pilih minyak nabati yang mengandung asam lemak rantai pendek seperti
minyak kelapa. Minyak kelapa memiliki komposisi utama asam laurat (C14).
Jika diinginkan sabun yang agak keras dan awet, maka minyak sawit yang
mengandung tripalmitin adalah pilihan terbaik. Sedangkan jika diinginkan
sabun yang lembut maka sebaiknya menggunakan minyak zaitun sebagai
bahan utamanya.
Bahan alam memiliki kandungan metabolit sekunder yang sangat
beragam. Metabolit sekunder ini yang biasanya memiliki peranan penting
dalam aktivitas biologis yang dimiliki oleh bahan alam. Beberapa bahan alam
yang bermanfaat sebagai antioksidan adalah daun dan kulit jeruk, daun
jambu dan lidah buaya. Minyak esensial dari sereh, cengkeh dan kayu putih
terkenal memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Oleh karena itu, jika bahan
alam tersebut ditambahkan ke dalam sabun, maka diharapkan sabun alami
akan memiliki manfaat biologis yang sama.
C. Metode
Alat :
a. Beker glas 1 L
b. Pengaduk gelas
c. Gelas ukur 50 mL dan 100 mL
d. Cetakan plastik (gelas air mineral)
e. Kertas lakmus atau pH universal
Bahan :

15
a. NaOH 30%
b. Minyak sawit
c. Minyak kelapa
d. Minyak zaitun
e. Aditif : pewarna, pewangi
f. Bahan alam seperti :Essential oil (minyak sereh, minyak cengkeh),
alpukat, kulit jeruk dan lain-lain
*bahan e dan f disiapkan oleh praktikan.
D. Prosedur Percobaan
Minyak sawit sebanyak 50 mL, 50 mL minyak zaitun dan 50 mL minyak
kelapa dicampurkan di dalam gelas beker 1 L. (Jenis dan perbandingan
minyak dapat diganti sesuai selera dengan total volume 150 mL). (Jika
menggunakan aditif bahan alam: tambahkan bahan alam sejumlah 3% dari
total berat campuran minyak). Natrium hidroksida 30% sebanyak 50 mL
ditambahkan ke dalam campuran minyak nabati. Campuran diaduk
menggunakan pengaduk gelas selama 30-40 menit atau sampai trace pada
suhu 700C (hot process) dan pada suhu kamar untuk cold process. Trace
adalah kondisi campuran saat sudah mulai mengental. Matikan pemanas,
tunggu sampai suhu campuran mencapai 30-400C. Tambahkan pewarna,
pewangi dan minyak esensial dengan jumlah maksimal 3% dari total
volume campuran. Aduk sampai rata. Tuangkan hasil reaksi saponifikasi
ke dalam cetakan. Ambil sedikit sabun hasil reaksi, tambahkan sedikit air
dan ukur pH nya. Ulangi prosedur 6 setiap hari selama 5 hari berikutnya.
Tentukan sifat fisik sabun hasil reaksi meliputi bau, warna, tekstur dan
efektifitas sintesis.

16
LAPORAN
PRAKTIKUM DAN PROYEK KIMIA
PEMANFAATAN BAHAN ALAM PADA PEMBUATAN SABUN ALAMI

NAMA :
NIM :
HARI/TGL PRAKTIKUM :
A. TUJUAN PERCOBAAN :
B. ALAT DAN BAHAN :
C. CARA KERJA (DIAGRAM BLOK) :
D. GAMBAR ALAT :
E. IDENTIFIKASI SIFAT FISIK DAN KIMIA BAHAN YANG DIGUNAKAN

Pemanfaatan bahan alam pada pembuatan sabun alami


Bahan kimia Fasa Titik Titik Symbol Arti
didih leleh bahaya symbol
(0C) (0C) bahaya

F. DATA :
No. Pengamatan Data
1. Warna
2. Bau
3. Berat hasil, rendemen
4. Perbandingan bahan minyak
5. pH hari ke-1 sampai ke-7

G. PEMBAHASAN
H. KESIMPULAN
I. DAFTAR PUSTAKA

17
Daftar Pustaka

Adachi, K., Iwamura, T. and Chujo, Y. (2005) ‘Microwave Assisted Synthesis of


Organic-Inorganic Polymer Hybrids’, Polymer Bulletin, 55(5), pp. 309–315. doi:
10.1007/s00289-005-0436-8.
Anastas, P. T. and Warner, J. C. (1988) Green Chemistry: Theory and Practice. New
York: Oxford University Press.
Bruice P Y (2007) Organic Chemistry. Fifth edit. USA: Pearson Prentice Hall.
Buck, J. R. et al. (2012) ‘Rapid, Microwave-Assisted Organic Synthesis of Selective
(V600E)BRAF Inhibitors for Preclinical Cancer Research.’, Tetrahedron letters. Elsevier
Ltd, 53(32), pp. 4161–4165. doi: 10.1016/j.tetlet.2012.05.137.
Martin, E. and Kellen-Yuen, C. (2007) ‘Microwave-Assisted Organic Synthesis in the
Organic Teaching Lab: A Simple, Greener Wittig Reaction’, Journal of Chemical
Education, 84(12), pp. 2004–2006. doi: 10.1021/ed084p2004.
Mavandadi, F. and Pilotti, Å. (2006) ‘The impact of microwave-assisted organic
synthesis in drug discovery REVIEWS’, 11(3), pp. 165–174.
McMurry, J. (2016) Organic Chemistry. 9th edn. Boston: Cengage Learning.
McNulty, J., Das, P. and McLeod, D. (2010) ‘Microwave-assisted, aqueous wittig
reactions: organic-solvent- and protecting-group-free chemoselective synthesis of
functionalized alkenes.’, Chemistry (Weinheim an der Bergstrasse, Germany), 16(23), pp.
6756–60. doi: 10.1002/chem.201000438.
Rebrov, E. V (2012) ‘Microwave-assisted Organic Synthesis in Microstructured
Reactors’, Russian Journal of General Chemistry, 82(12), pp. 2060–2069. doi:
10.1134/S1070363212120262.
Tierney, J. and Lidström, P. (2007) Microwave Assist Organic Synthesis. Second edi.
United Kingdom: Blackwell Publishing.
Waksmundzka-Hajnos, M., Sherma, J. and Kowalska, T. (2008) Thin Layer
Chromatography in Phytochemistry. Boca raton: CRC Press.

18

Anda mungkin juga menyukai