KIMIA ORGANIK
(Identifikasi Kalkon menggunakan Kromatografi Lapis Tipis)
Oleh:
NIM : 21328251011
A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk menentukan Rf senyawa hasil sintesis (2-hidroksikalkon)
2. Untuk menentukan kemurnian dari senyawa hasil sintesis (2-hidroksikalkon)
B. ALAT DAN BAHAN
Alat =
1. Corong gelas
2. Labu erlenmayer
3. Gelas ukur
4. Plat tetes
5. Plat KLT
6. Spatula
7. Krus porselen
8. Pipa kapiler
9. Chamber kaca
10. Kromatografi Lapis Tipis
Bahan =
Hasil sintesis
Metanol
Metanol
2-hidroksikalkon Asetofenon
Ditotolkan
Plat KLT
Chamber
Dikeringkan
Plat KLT
Diamati dibawah UV
Hasil Identifikasi
D. DATA PENGAMATAN
Sintesis Kalkon
Bahan Kimia Fasa Titik Titik Leleh Simbol Bahaya Arti Simbol Bahaya
Didih (0C) (0C)
Aseton Cair 56,2 -95,4 Cairan dan uap mudah
(l) terbakar
E. ANALISIS DATA
• Perhitungan Rf
A. Senyawa hasil sintesis
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
Rf1 = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
1,3 𝑐𝑚
Rf1 = = 0,1625
8 𝑐𝑚
7,5 𝑐𝑚
Rf2 = = 0,9375
8 𝑐𝑚
B. Asetofenon
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
3 𝑐𝑚
Rf = 8 𝑐𝑚 = 0,375
C. 2-hidroksibenzaldehida
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
Rf = = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
6,5
Rf = = = 0,8125
8
F. PEMBAHASAN
Praktikum “Identifikasi senyawa Kalkon dengan Kromatografi Lapis Tipis” dilakukan
pada tanggal 1 Oktober 2021 bertempat di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. Tujuan praktikum ini untuk
menentukan nilai Rf senyawa hasil sintesis dan tingkat kemurniannya. Prinsip dari KLT
dimana analit melintasi fase diam dengan pengaruh fase gerak, semakin polar fase gerak
maka semakin besar partisi fase diam silika gel, semakin singkat fase gerak melintasi plat
maka semakin pendek jarak senyawa dalam menaiki plat (Watson, 2005).
Hasil sintesis yang telah dihasilkan sebelumnya dianalisis dengan KLT untuk
mengidentifikasi 2-hidroksikalkon dengan langkah awal melarutkan senyawa hasil sintesis
dengan metanol secukupnya. Tujuan dari pelarutan ini adalah agar dapat meletakkan
senyawa hasil sintesis berupa padatan menjadi cairan sehingga dapat diletakkan pada plat
KLT. Penggunaan metanol untuk pelarutan senyawa hasil sintesis dikarenakan senyawa
hasil sintesis termasuk dalam senyawa alam yang sebagian besar larut dalam metanol karena
senyawa kalkon dan metanol bersifat semipolar dan menganut prinsip “like dissolve like”
(Mariana et al., 2013). Bahan dasar yang digunakan sebagai bahan pembanding juga
dilarutkan dengan metanol agar tidak terlalu pekat saat diletakkan pada plat KLT.
Eluen yang digunakan pada percobaan ini merupakan heksana dan kloroform dengan
perbandingan heksana : kloroform 1 : 4. Beberapa pelarut yang dapat dijadikan sebagai
eluen diantaranya larutan heksana, kloroform, etil asetat dan metana. Heksana dan
kloroform dipilih pada percobaan ini karena heksana memiliki kepolaran paling rendah
dibandingkan pelarut lain dan juga dipilih kloroform karena memiliki kepolaran lebih tinggi
dibandingkan heksana namun memiliki kepolaran lebih rendah daripada metanol dan etil
asetat (Nawaz, 2020). Perbandingan campuran eluen bertujuan agar praktikan dapat
mengamati perbedaan kecepatan perpindahan masing-masing komponen diantara dua fasa,
yaitu fasa gerak dan fasa diam. Pencampuran kedua pelarut untuk eluen dilakukan karena
senyawa kalkon bersifat semipolar, sehingga eluen yang dibutuhkan juga sebaiknya bersifat
semipolar.
Hasil dari KLT menunjukkan noda dengan ukuran besar, berbentuk lancip, dan terdapat
beberapa titik sehingga kemurniannya dikategorikan sebagai kurang murni. Noda hasil
analisis KLT yang berbentuk lancip dan hanya satu titik kecil termasuk dalam senyawa
murni (Harmastuti et al., 2012).
Penotolan sampel dan bahan dasar pada plat KLT diletakkan pada garis bawah pada
plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Pipa kapiler digunakan untuk membantu
penotolan noda agar berukuran kecil dan tebal. Untuk pemula sebaiknya mengetes
penotolan pada kertas lain terlebih dahulu sehingga saat penotolan di plat KLT tidak terlalu
besar ukurannya (Cai, 2014). Plat KLT yang telah ditotoli dengan sampel dan bahan dasar
dicelupkan pada chamber yang berisi fase gerak untuk mengalami elusi. Campuran ada yang
tertinggal pada plat (fase diam) dan ada juga yang larut bersamaan dengan pelarut (fase
gerak), hal tersebut tergantung pada sifat fisik, struktur molekul dan gugus fungsi dari
campuran yang menganut prinsip “like dissolve like” (Bele dan Khale, 2011). Semakin mirip
sifat fisik dari senyawa pada fase gerak, maka semakin larut pada fase gerak karena fase
gerak akan membawa senyawa yang paling mudah larut (Kumar et al., 2013).
Proses elusi yang telah mencapai batas atas dilanjutkan dengan mengangkat plat KLT
dan dikeringkan serta diamati dibawah sinar UV. Jika sampel yang digunakan berwarna,
maka dapat langsung diamati, namun jika sampel berwarna bening seperti bahan dasar 2-
hidroksibenzaldehid memerlukan sinar UV untuk melihat jarak noda (Kumar et al., 2013).
Jarak noda yang telah terlihat ditebali dengan pensil dan digunakan untuk menghitung
Retention factor (Rf).
Nilai Rf yang terukur digunakan untuk mengetahui karakteristik dari campuran dan
dinyatakan dalam bentuk desimal (Bele dan Khale, 2011). Nilai Rf dihitung dengan
membagi jarak larutan dari batas bawah dan jarak pelarut dari batas bawah (Kumar et al.,
2013).
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
Rf = (Kumar et al., 2013)
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑎𝑤𝑎𝑙
G. KESIMPULAN
Percobaan kali ini dapat disimpulkan bahwa
1. Hasil sintesis memiliki 2 Retention factor (Rf) sebesar 0,1625 dan 0,9375 dimana Rf1
memiliki tingkat kepolaran lebih tinggi daripada Rf2, sehingga senyawa pada Rf1
merupakan senyawa target (2-hidroksikalkon) sedangkan Rf2 merupakan hasil samping
reaksi self-aldol condentation.
2. Kemurnian dari senyawa hasil sintesis merupakan 82% dengan massa murni zat sebesar
1,025 gram.
H. DAFTAR PUSTAKA
Bele, A. A., & Khale, A. (2011). An overview on thin layer chromatography. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, 2(2), 256.
Cai, L. (2014). Thin layer chromatography. Current Protocols Essential Laboratory
Techniques, 8(1), 6-3.
Fajri, A. N., & Handayani, S. (2017). Sintesis 2-(3’-Hidroksibenziliden) Sikloheksanon
Melalui Reaksi Claisen-Schmidt antara 3-Hidroksibenzaldehida dan Sikloheksanon
Menggunakan Metode MAOS. Jurnal Penelitian Saintek, 22(2), 67-79.
Harmastuti, N., Herowati, R., Susilowati, D., Pranowo, H. D., & Mubarika, S. (2012).
Synthesis And Cytotoxic Activity Of Chalcone Derivatives On Human Breast Cancer
Cell Lines. Indonesian Journal of Chemistry, 12(3), 261-267.
Kumar, S., Jyotirmayee, K., & Sarangi, M. (2013). Thin layer chromatography: a tool of
biotechnology for isolation of bioactive compounds from medicinal
plants. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 18(1),
126-132.
Lilik Mariana, L. M. (2013). Analisis Senyawa Flavonoid Hasil Fraksinasi Ekstrak
Diklorometana Daun Keluwih (Artocarpus camansi) (Doctoral dissertation,
Universitas Mataram).
Nawaz, H., Shad, M. A., Rehman, N., Andaleeb, H., & Ullah, N. (2020). Effect of solvent
polarity on extraction yield and antioxidant properties of phytochemicals from bean
(Phaseolus vulgaris) seeds. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 56.
Watson, D. G. (2005). Analisis farmasi: buku ajar mahasiswa farmasi dan praktisi kimia
farmasi (Edisi 2). Penerjemah: WR Syarief. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC.