Anda di halaman 1dari 19

Sintesis, Karakterisasi, dan Aplikasi Senyawa Kompleks Nikel-Vanilin-4-Metil-

4-Fenil-3-Thiosemicarbozone

Zhola Varyan Muhammad/4311422066

BAB I. PENDAHULUAN

Studi mengenai ligan dengan golongan basa schiff banyak yang menyebut
memiliki sifat antibakteri sehingga hal ini menjadi acuan potensi pengembangan
kompleks logam dengan basa schiff yang memiliki aktivitas biologis, seperti aktivitas
antibakteri, antijamur, antivirus, antidiabetik, antioksidan, antikanker, dan
antiinflamasi. Vanilin merupakan aldehid aromatik dengan ikatan rangkap
terkonjugasi sehingga dapat membentuk kompleks yang lebih stabil dibandingkan
aldehid alifatik (V, S, & G, 2021). Vanilin merupakan senyawa alami yang dapat
diperoleh dari tanaman vanila planifola. Banyak penelitian yang mengungkapkan
bahwa kompleks logam yang terbentuk dari vanillin memiliki beberapa khasiat obat
yang tinggi (Hasanah, Fatmawati, & Hariyanti, 2019). Beberapa penelitian
melakukan eksperimen yaitu mereaksikan senyawa vanillin dengan basa schiff
thiosemikarbazon, eksperimen ini dilakukan karena thiosemikarbazon merupakan
senyawa yang terbentuk dari kombinasi antara gugus hidrazin dan aldehid sehingga
diketahui juga memiliki aktivitas biologis dan farmasi yang tinggi. Menariknya,
turunan-turunan senyawa tiosemikarbazon menunjukan aktivitas biologis yang
berbeda-beda setiap senyawa turunannya (Piri, Shoeili, & Assoud, 2019). Selain itu,
ligan tiosemikarbazon merupakan ligan pengkhelat yang dapat membentuk kompleks
lebih stabil sehingga dapat memberikan aktivitas biologis yang sangat baik (Piri,
Shoeili, & Assoud, 2019).

Aktivitas antioksidan adalah kemampuan suatu senyawa dalam melindungi sel


tubuh dari efek radikal bebas yang disebabkan oleh autooksidasi di dalam tubuh. Uji
penangkapan radikal DPPH adalah salah satu metode untuk menentukan aktivitas
antioksidan. Efek Radikal bebas juga sering disandingkan sebagai penyakit kanker,
hal ini disebabkan radikal bebas merupakan zat yang reaktif di dalam tubuh karena
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya,
kemoterapi merupakan pengobatan yang sering dilakukan untuk pasien penderita
penyakit kanker. Namun, kemoterapi memiliki banyak efek samping yang tidak
diinginkan sehingga salah satu pendekatan terbaik adalah pencarian agen antikanker
dengan efek samping yang minim. Aplikasi kompleks logam dengan ligan vanillin-
tiosemikarbazon juga menunjukkan aktivitas antidiabetes, hal ini merupakan strategi
baru dengan prinsip penghambatan alfa amilase dalam tubuh. Aktivitas
penghambatan alfa-amilase akan menurunkan laju penyerapan glukosa dan
konsentrasi glukosa dalam tubuh, efek aktivitas penghambatan alfa amilase akan
menunda degradasi pati dalam tubuh (V, S, & G, 2021).

Keberadaaan senyawa tiosemikarbazon berfungsi pemberi efek khelat pada


logam pusat, atom nitrogen dan sulfur pada tiosemikarbazon berperan sebagai atom
donor untuk berikatan dengan atom logam. Kehadiran vanillin sebagai substituen
dalam tiosemikarbazon yang dapat meningkatkan kapasitas efek khelat pada logam
pusat. Hal tersebut menjadi acuan para peneliti mensintesis ligan vanillin-
tiosemikarbazon sebagai efek pengkompleksan untuk logam-logam transisi salah
satunya yaitu nikel.

BAB II. METODE

2.1. Bahan dan Metode

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini dari sigma aldrich dan
merck, untuk mengetahui kandungan atau kadar unsur C, H, N, dan O dalam senyawa
kompleks nikel-vanilin-4-metil-4-fenil-3-tiosemikarbazon menggunakan alat CHN
analyzer, untuk mengetahui sifat kemagnetan senyawa kompleks ini menggunakan
metode gouy menggunakan larutan Hg[CO(SCN)4] sebagai penentu nilai magnetisasi
suatu sampel, Hg2+ berperan sebagai pengion yang mempengaruhi perubahan
magnetisasi sampel, karakterisasi berikutnya yaitu menentukan konduktivitas
senyawa kompleks yang dihasilkan, konduktivitas diukur dalam pelarut dimetil
sulfoksida 0,001 M pada suhu kamar, interaksi antar molekul dalam ligan
diidentifikasi dengan menggunakan alat spektroskopi inframerah, diukur pada
bilangan gelombang 4000-400 cm-1, Selanjutnya karakterisasi ligan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis Geneys 10S dalam pelarut dimetil sulfoksida 0,001 M,
struktur kisi serta ukuran kristal kompleks nikel dan ligan diidentifikasi menggunakan
X-ray diffraction (XRD).

2.2. Sintesis Vanilin-4-Metil-4-Fenil-3-Tiosemikarbazon (HVTS)

Sebanyak 12 ml karbon disulfida 0,0167 mM ditambahkan ke dalam 21,6 ml


N-metilanilin 0,001 mM, kemudian campuran tersebut dilarutkan ke dalam 250 ml
NaOH 0,2, kemudian larutan diaduk selama kurun waktu 4 jam pada suhu kamar
menggunakan magnetic stirrer, ketika larutan berubah dari jingga menjadi warna
kuning pudar ditambahkan 23,2 gram natrium kloro asetat, diaduk kembali dan
didiamkan selama 24 jam, selanjutnya larutan diasamkan menggunakan larutan HCl.

Padatan karboksimetil N-metil-N-fenil ditiokarbamat (DTC) yang dihasilkan


dipisahkan dengan penyaringan dan dicuci menggunakan HCl, lalu dikeringkan.
Kemudian padatan DTC dilarutkan dengan 10 ml hidrazin hidrat dan ditambahkan 5
ml air panas dalam penangas air selama setengah jam. Kemurnian ligan yang
dihasilkan diidentifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis. Hasil pemisahan
senyawa dengan kromatografi kemudian disaring, dicuci dengan aquadest,
dikeringkan, selanjutnya dikristalisasi ulang dan dikeringkan hingga kristal ligan
berbentuk seperti jarum.
2.3. Sintesis Kompleks Nikel dengan Vanilin-4-Metil-4-Fenil-3-Tiosemikarbazon

Padatan HVTS dilarutkan ke dalam metanol pada suhu panas, lalu ke dalam
larutan metanol panas ditambahkan tetes demi tetes larutan NiCl dengan pengadukan
menggunakan magnetic stirrer sambil dipanaskan dengan penangas air selama 4 jam.
Kompleks berwarna hitam yang terbentuk disaring, kemudian dicuci dengan metanol
untuk menghilangkan ligan yang tidak bereaksi, lalu dikeringkan dalam vakum.

2.4. Studi Antibakteri

Aktivitas antibakteri kompleks senyawa diuji dengan menggunakan metode


difusi cakram. Media pertumbuhan bakteri yang digunakan yaitu kaldu nutrisi, kaldu
nutrisi dituangkan secukupnya ke dalam 2 buah cawan petri kosong, cawan petri label
A untuk bakteri Staphylococcus aureus dan cawan petri B untuk bakteri Escherichia
coli, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Setelah itu, disiapkan
kultur bakteri murni Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sebanyak 0,1 ml
yang mengandung 108 CFU disebar menggunakan cotton buds steril ke permukaan
media nutrient agar. Kemudian disiapkan paper disk sebanyak 4 buah, cawan petri A
dan B masing-masing mendapatkan 2 buah paper disk. Selanjutnya senyawa
kompleks yang terbentuk dilarutkan menggunakan aquadest, lalu paper disk
dicelupkan perlahan ke dalam larutan nikel-Vanilin-4-Metil-4-Fenil-3-
Tiosemikarbazon dan dimasukkan ke dalam cawan petri A dan B yang sudah terdapat
biakan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Paper disk berikutnya dicelupkan
ke dalam antibiotik standar dan dimasukkan ke dalam cawan petri A dan B, aktivitas
antibakteri dilihat menggunakan zona hambat. Antibiotik standar berfungsia sebagai
pembanding tingkat aktivitas antibakteri dari senyawa kompleks yang dihasilkan.

2.5. Studi Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan senyawa kompleks [Ni(VTS) 2] menggunakan metode


DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), DPPH merupakan senyawa yang mengandung
radikal bebas. Dibuat larutan [Ni(VTS)2] dengan variasi konsentrasi 12,5-200 μg/ml
dari larutan induk 10 mg/ml sebanyak 20 ml dengan dimetil sulfoksida, kemudian ke
dalam masing-masing variasi konsentrasi ditambahkan 1,48 ml DPPH 0,1 mM. Asam
askorbat sebagai kontrol positif antioksidan standar terhadap DPPH. Semua larutan
yang telah dibuat didiamkan selama 20 menit pada suhu kamar. Setelah itu, diukur
serapannya menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm.
Persentase penghambatan dihitung dari nilai serapan maksimum.

2.6. Studi Antidiabetik

Studi aktivitas antidiabetic senyawa kompleks dilakukan dengan


penghambatan alfa amilase. Dibuat larutan [Ni(VTS)2] dengan variasi konsentrasi
7,8-1000 μg/ml dari larutan induk 10 mg/ml sebanyak 1000 ml dengan 25 mM buffer
fosfat, lalu campuran didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah itu,
campuran ditambahkan sampel amilum (kanji) 0,5 %, didiamkan kembali selama 10
menit pada suhu kamar. Kemudian ke dalam campuran ditambahkan reagen 50 ml
asam 3,5-dinitrosalisilat 96 mM. Absrobansi diukur pada panjang gelomban 540 nm
menggunakan microplate reader. Persentase hambatan dihitung dari nilai serapan.

2.7. Studi Antisitotoksisitas

Metode uji antisitotoksitas yaitu metode MTT (3-(4,5-dimetilthiazol-2) 2,5-


difenil tetrazolium bromida). Sel HeLa yang berasal dari epitelial manusia dipipet dan
diletakkan ke 96-well plate (microplate), kemudian tetes kan pula senyawa uji dan
senyawa pembanding dengan beberapa variasi konsentrasi, dan diinkubasi selama 24
jam dalam CO2 5% 37oC. Setelah masa inkubasi selesai ditambahkan 100 μl larutan
MTT 5 mg/ml ke 96-well plate (microplate), kemudian diinkubasi kembali pada suhu
kamar. Campuran-campuran pada 96-well plate (microplate) seperti sel HeLa,
senyawa uji, dan senyawa kontrol dipindahkan ke tabung sampel untuk dipisahkan
dengan cara sentrifugasi. Kemudian supernatant hasil substansi sentrifugasi dibuang
dan pelet yang merupakan sel hasil sentrifugasi ditambahkan 100 ml MTT dalam
pelarut DMSO, setelah itu, senyawa sel HeLa dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung
yang berisikan senyawa uji, dan senyawa kontrol. Nilai serapan diukur dengan
menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 540 nm. Persentase sel
untuk bertahan hidup dihitung dari nilai absorbansinya.

BAB III. HASIL & PEMBAHASAN

3.1. Sintesis Senyawa Kompleks [Ni(VTS)2]

Hasil sintesis kompleks [Ni(VTS)2] berupa kristal yang stabil pada suhu ruang
karena kristal kompleks tidak larut dalam air dan pelarut organik lainnya. Namun,
kompleks ini larut dalam larutan DMSO dan DMF. Berikut merupakan struktur
senyawa kompleks yang terbentuk,
Gambar 1. Struktur senyawa kompleks [Ni(VTS2]

atom-atom S, O, dan N pada ligan berperan sebagai unsur pendonor pasangan


elektron bebas terhadap atom pusat, senyawa dari turunan tiosemikarbazon
merupakan ligan pengkhelat yang dapat membentuk kompleks lebih stabil, sedangkan
senyawa vanilin merupakan ligan yang memiliki sifat aktivitas biologi yang tinggi
sehingga kombinasi pembentukan ligan dari dua senyawa vanilin dan
tiosemikarbazon diprediksikan memiliki efek khasiat obat yang tinggi pada
pembentukan kompleks nikel.

3.2. Karakterisasi dengan Spektroskopi Inframerah (FT-IR)

Gambar 2. Spektrum IR ligan dan kompleks nikel


Spektrum inframerah ligan umumnya dibandingkan dengan spektrum IR
kompleks untuk mengetahui perubahan selama pengkompleks an , spektrofotometer
inframerah memiliki prinsip kerja yaitu interaksi antara energi berupa sinar infrared
dengan sampel berupa senyawa kompleks yang mengakibatkan molekul-molekul
bervibrasi (Eliyana & Winata, 2017). Vibrasi molekul terjadi karena energi yang
berasal dari sinar infrared tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya eksitasi
elektron pada molekul yang ditembak dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau
molekul berbeda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan. Jika dilihat dari
struktur ligan HVTS (Vanilin-4-metil-4-fenil-3-tiosemikarbazon), senyawa ini
mengandung gugus OH sehingga pada spektrum ligand terdapat puncak serapan pada
daerah bilangan gelombang 3.400 cm-1. Namun, dari penelitian-penelitian yang telah
ada, beberapa gugus OH yang terdapat dalam senyawa kompleks lainnya
menunjukkan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3700-3500 cm -1, hal
ini disebabkan karena ada tidaknya ikatan hidrogen dalam senyawa kompleks
tersebut, apabila di dalam suatu senyawa kompleks memiliki ikatan hidrogen maka
puncak serapan yang ditimbulkan akan ada pada daerah bilangan gelombang yang
lebih kecil (Dachriyanus, 2004).

Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terjadi antar molekul-molekul dan


mengandung atom hidrogen, ikatan hidrogen terjadi antara atom hidrogen dengan
atom lain yang memiliki keelektronegatifan tinggi seperti, N, O, dan F. Oleh karena
itu, senyawa kompleks yang memiliki ikatan hidrogen ketika ditembakkan dengan
sumber cahaya inframerah akan memunculkan puncak serapan pada daerah panjang
gelombang yang tinggi karena untuk menyebabkan getaran (vibrasi) gugus OH pada
senyawa kompleks yang mengandung ikatan hidrogen akan membutuhkan jumlah
energi lebih rendah dibandingkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk menimbulkan
vibrasi gugus OH pada senyawa kompleks yang tidak mengandung ikatan hidrogen
(Jumingin , Atina, Joni , Haziza, & Ashari, 2016). Meskipun ikatan hidrogen lebih
kuat dibandingkan gaya london dan gaya van der waals, ikatan hidrogen masih lebih
lemah dibandingkan ikatan kovalen atau ionik. Pada spektrum ligan terdapat puncak
serapan pada bilangan gelombang 1609 cm-1 yang mengindikasikan adanya getaran
regangan gugus azomethine.

Setelah kompleksasi terbentuk, spektrum ligan bergeser ke frekuensi yang


lebih rendah yang menunjukkan ikatan nitrogen tak jenuh dari gugus azo-metana
terhadap ion logam. Ligan tiosemikarbazon menunjukkan puncak serapan pada
bilangan gelombang 1162 cm-1 dan menunjukkan puncak pada bilangan gelombang
824 cm-1 disebabkan oleh getaran C=S dari ligan bebas dan tidak ada puncak yang
teramati pada 2500 cm-1 yang menunjukkan bahwa ligan terdapat dalam bentuk tion
dalam keadaan padat. Terbentuknya logam nikel kompleks menyebabkan puncak
serapan gugus C=S bergeser ke bilangan gelombang 779 cm-1 yang menandakan
adanya koordinasi tio-keto belerang terhadap ion logam.

3.3. Karakterisasi dengan Spektrofotometri UV-Vis


Gambar 3. Spektrum UV-Vis ligan dan kompleks nikel

Karakterisasi spektrofotometri UV-Vis dilakukan pada ligan dan kompleks


nikel dengan menggunakan pelarut DMSO, larutan DMSO merupakan pelarut yang
sering digunakan untuk melarutkan ligan dalam kondisi stabil. Selain itu, DMSO
merupakan pelarut bersifat polar aprotik yang dapat melarutkan senyawa organik
maupun anorganik dengan baik (Kim, Kumeno, Kamebuchi, Kuroda, & Okido,
2018). Absorbansi diukur pada rentang panjang gelombang 200-800 nm, spektrum
ligan menunjukkan 2 puncak serapan yaitu pada panjang gelombang 260 dan 310 nm,
puncak-puncak serapan terjadi akibat adanya eksitasi atau transisi elektron dari
keadaan dasar menjadi tingkat yang lebih tinggi π  π * dan n → π *. Pada spektrum
kompleks nikel menunjukkan tiga puncak serapan yaitu pada panjang gelombang
590, 656, dan 835 nm, adanya pergeseran panjang gelombang pada puncak serapan
mengindikasi telah terjadi transfer elektron dari ligan ke logam sehingga telah
terbentuk senyawa kompleks. Spektrum ligan di daerah panjang gelombang 310 nm
ke atas tidak menunjukkan adanya puncak serapan, hal ini disebabkan ligan yang
sudah mentransferkan elektronnya ke logam pusat sehingga tidak terdapat lagi
elektron pada ligan yang bisa tereksitasi (V, S, & G, 2021). Pada kompleks nikel
memiliki nilai momen magnet sebesar 3,14 BM.

3.4. Karakterisasi dengan Spektrofotometri Massa


Gambar 4. Spektrum massa kompleks nikel

Puncak pada massa molekul 687.13831 merupakan ion induk atau ion
molekul kompleks itu sendiri, puncak yang memiliki nilai relative abundance sebesar
100 disebut base peak, hal ini disebabkan pada base peak tersebut bentuk molekul
memiliki sifat resonansi. Nilai massa molar pada kondisi base peak sebesar
373,03333, apabila senyawa kompleks [Ni(VTS)2] diprediksikan mengandung atom
13
C maka dapat digunakan rumus [M + 1] sehingga menghasilkan nilai massa molar
374,03333, puncak nilai massa molar tersebut terlihat di dekat base peak
(Wahyudiono, Adlan, Permanadewi, & Gibran, 2018). Massa molar sebesar
13
374,03333 menunjukkan kelimpahan isotop C pada senyawa kompleks. Puncak
dengan massa molar sebesar 314,13256 merupakan hasil pemutusan ikatan molekul
dari massa molar bernilai 374,03333, pada puncak ini merupakan pembentukan
senyawa bermuatan positif dan senyawa yang bersifat radikal.

3.5. Karakterisasi Kristal Kompleks dengan XRD (X-Ray diffraction analysis)


Gambar 5. Spektrum XRD ligan dan kompleks nikel

Spektrum XRD serbuk ligan dan kompleks nikel dicatat dalam rentang waktu
2 jam, puncak-puncak pada spektrum ligan dan kompleks menunjukan aktivitas atau
perilaku dari kompleks.

3.6. Analisis Kristal Kompleks dan Ligan

Gambar 6. Morfologi kompleks nikel (A) dan ligan (B)

Analisis SEM bertujuan untuk mengetahui struktur morofologi permukaan


kristal kompleks atau sampel, prinsip kerja dari Scanning Electron Microscope
(SEM) yaitu elektron berinteraksi dengan atom dalam sampel, menghasilkan berbagai
sinyal yang berisi informasi tentang topografi permukaan dan komposisi sampel.
Analisis SEM dalam studi ini senyawa kompleks bertujuan untu melihat perubahan
morfologi ketika ligan telah mengkompleks kan logam Ni.
3.7. Studi Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri senyawa [Ni(VTS) 2] menggunakan bakteri gram


positif yaitu staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif escherichia coli. Uji ini
dilakukan dengan metode difusi cakram, yaitu metode yang menggunakan kertas
cakram diibaratkan dengan obat antibakteri. Uji ini menggunakan antibiotik standar
sebagai pembanding keefektifan penghambatan bakteri, diameter zona hambat
terhadap bakteri staphylococcus aureus yang dihasilkan dari senyawa uji yaitu 22
mm, diameter zona hambat senyawa uji memiliki nilai yang sama seperti antibiotik
standar sehingga dapat disimpulkan senyawa uji memiliki aktivitias antibakteri
terhadap bakteri gram positif yang cukup efektif (Kumar & Nath, 2019). Diameter
zona hambat terhadap bakteri escherichia coli yang dihasilkan dari senyawa uji yaitu
20 mm, sedangkan pada antibiotik standar berdiameter 26 mm sehingga dapat
disimpulkan antibiotik standar memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram
negatif yang sedikit lebih baik dengan senyawa uji.

3.8. Studi Antioksidan


Gambar 7. Persentase aktivitas antioksidan sampel

Pada uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH sebagai


senyawa yang mengandung radikal, persentase hambatan senyawa radikal dihitung
dari nilai serapan pada panjang gelombang 517 nm, suatu senyawa dikatakan
memiliki akitivitas antioksidan yang kuat apabila menghasilkan nilai IC50 kurang
dari 50, semakin kecil nilai IC50 semakin tinggi aktivitas antioksidan (V, S, & G,
2021). Nilai IC50 kompleks nikel adalah 46,35 ± 1,886 mg/ml, nilai ini lebih tinggi
dibandingkan obat standar asam askorbat dengan nilai IC50 49,72 ± 0,360 mg/mL.
Kompleks nikel juga menunjukan nilai IC50 yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ligan (IC50 = 95,17 ± 8,816 mg/ml, nilai IC50 yang ditunjukkan pada ligan masih
memiliki aktivitas antioksidan yang cukup kuat, meski tidak sebaik kompleks nikel.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang sudah bahwa kompleks nikel yang terbentuk
dari ligan pengkhelat akan membentuk kompleks yang sangat stabil sehingga
memiliki efek antioksidan sangat kuat (Piri, Shoeili, & Assoud, 2019).

3.9. Studi Antidiabetik


Gambar 8. Persentase penghambatan aktivitas alfa-amilase

Penghambatan alfa amilase dilakukan untuk menghambat enzim alfa


amilase dalam memecah pati. Semakin banyak maltosa yang dihasilkan oleh pati
artinya semakin banyak pati yang terhidrolisis menjadi maltosa dan glukosa, hal ini
yang sering menjadi penyebab seseorang menderita penyakit diabetes, tidak adanya
kontrol terhadap kerja alfa-amilase semakin tidak terkendali proses hidrolisis pati
menjadi maltose dan glukosa dalam tubuh (Fitrianingsih, Maulana, Choesrina,
Dwiputri, & Aprilliani, 2016). Uji penghambatan alfa amilase menggunakan larutan
pembanding yaitu akarbose, akarbose merupakan obat antidiabetes yang dapat
memperlambat absorpsi gula setelah makan yaitu dengan menunda hidrolisis
karbohidrat, disakarida dan absorpsi glukosa serta menghambat metabolisme sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa (Fitrianingsih, Maulana, Choesrina, Dwiputri, &
Aprilliani, 2016). Nilai IC50 alfa amilase nikel kompleks sebesar 0,109 mg/mL lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai IC50 obat standar asam askorbat sebesar 0,112
mg/mL, nilai IC50 pada ligan menunjukan angka lebih rendah dibandingkan nikel
kompleks dan obat asam askorbat, yaitu 0,176 mg/ml. Hasil ini dapat disimpulkan
bahwa kompleks nikel memiliki aktivitas penghambatan enzim alfa amilase yang
paling baik.
3.9.1. Studi Antisitotoksisitas (antikanker)

Gambar 9. Persentase
viabilitas sel

Tabel 1. Nilai IC50 ligan dan kompleks nikelnya

Gambar 10. Gambar fotomikrografi [Ni(VTS)2] terhadap a) garis sel kanker & b) garis sel normal.

Sitotoksisitas kompleks nikel ligan terhadap garis sel serviks HeLa dan garis
sel normal dipelajari dengan uji MTT. Persentase viabilitas sel menurun dengan
meningkatnya konsentrasi. Persentase viabilitas sel senyawa pada konsentrasi
berbeda ditunjukkan pada Gambar 9. Kompleks logam ditemukan menghasilkan
toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan ligan sebagai akibat dari khelasi. Kompleks
ini juga menunjukkan sitotoksisitas yang tinggi terhadap garis sel kanker
dibandingkan dengan garis sel normal.

Dari nilai IC50 terlihat bahwa kompleks nikel dapat digunakan sebagai obat
antikanker yang lebih baik dibandingkan obat standar 5-flurouracil. Nilai IC50 ligan,
kompleks nikel dan standar terhadap dua garis sel diberikan pada Tabel 1.

Sitotoksisitas senyawa terhadap garis sel HeLa dan garis sel normal dapat
dipahami dengan jelas dari gambar fotomikrograf sel. Kehadiran sampel
menyebabkan perubahan bentuk sel. Beberapa sel yang ditemukan menghilang dalam
grafik mikro menunjukkan bahwa kematian sel terjadi akibat sitotoksisitas yang
dihasilkan oleh sampel. Ketika konsentrasi sampel meningkat, penghambatan
pertumbuhan sel juga meningkat. Dari gambar tersebut terlihat jelas bahwa dengan
adanya kompleks nikel pada konsentrasi tinggi, bentuk sel berubah menjadi bulat atau
granular, yang menunjukkan sitotoksisitasnya terhadap garis sel HeLa. Perubahan
morfologi permukaan garis sel terhadap kompleks nikel pada konsentrasi 100 mg/mL
ditunjukkan pada Gambar 10.

BAB IV. KESIMPULAN

Sintesis ligan vanilin-4-metil-4-fenil-3-tiosemikarbazon dilakukan dengan


mereaksikan N-metilanilin + karbon disulfide + 2-kloro-natrium asetat dan dengan
katalis asam sehingga akan menghasilkan senyawa DTC (karbosil-metil-n-metil-n-
fenilditiokarbamat), senyawa ini kemudian direaksikan dengan hidrazin hidrat
membentuk senyawa turunan dari tiosemikarbazon yaitu 4-metil-4-fenil-3-
tiosemikarbazo, selanjutnya senyawa turunan ini direaksikan dengan O-vanilin dan
akan membentuk ligan vanilin-4-metil-4-fenil-3-tiosemikarbazon. O-vanilin
merupakan senyawa yang memiliki aktivitas biologis yang tinggi sehingga berpotensi
sebagai efek aktivitas biologis pada suatu pembentukan kompleks nikel. 4-metil-4-
fenil-3-tiosemikarbazon sebagai ligan pengkhelat pada pembentukan kompleks nikel
sehingga terbentuk kompleks nikel yang sangat stabil, kestabilan senyawa kompleks
ini memberikan aktivitas biologis yang lebih baik lagi. Dengan demikian, kompleks
nikel dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk obat dengan berbagai macam khasiat.

DAFTAR PUSTAKA

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang:


Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas
Andalas.
Eliyana, A., & Winata, T. (2017). Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT
dengan Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode HWC-VHF-PECVD. Jurnal
Fisika dan Aplikasinya, 39-43.
Fitrianingsih, S. P., Maulana, I. T., Choesrina, R., Dwiputri, D., & Aprilliani, R. (2016). UJI
AKTIVITAS PENGHAMBATAN ALFA AMILASE EKSTRAK DAUN TITHONIA
DIVERSIFOLIA SECARA IN VITRO. 108-115.
Hasanah, F., Fatmawati, S., & Hariyanti. (2019). UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN
ANTIOKSIDAN SENYAWA ESTER VANILIL PARAHIDROKSI BENZOAT. Jakarta:
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA.
Jumingin , Atina, Joni , I., Haziza, N., & Ashari, B. (2016). RADIASI GELOMBANG
ELEKTROMAGNETIK YANG DITIMBULKAN PERALATAN LISTRIK DI
LINGKUNGAN UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG. 48-53.
Kim, S., Kumeno, S., Kamebuchi, K., Kuroda, K., & Okido, M. (2018). Effect of Li Ions on
Al Electrodeposition from Dimethylsulfone. Journal of Surface Engineered
Materials and Advanced Technology, 110-125.
Kumar, L. V., & Nath, G. R. (2019). Synthesis, characterization and biological studies of
cobalt(II), nickel(II), copper(II) and zinc(II) complexes of vanillin-4-methyl-4-
phenyl-3-thiosemicarbazone. Indian Academy of Sciences, 1-13.
Piri, Z., Shoeili, Z. M., & Assoud, A. (2019). Ultrasonic assisted synthesis, crystallographic,
spectroscopic studies and biological activity of three new Zn(II), Co(II) and Ni(II)
thiosemicarbazone complexes as precursors for nano-metal oxide . Inorganica
Chimica Acta, 338-346.
V, K. L., S, S., & G, R. N. (2021). Antioxidant, antidiabetic and anticancer studies of nickel
complex of Vanillin-4-Methyl-4-Phenyl-3-Thiosemicarbazone. Department of
Chemistry, K.S.M.D.B. College, Research Centre, University of Kerala (pp. 669-
675). Thiruvananthapuram: Elsevier.
Wahyudiono, J., Adlan, R., Permanadewi, S., & Gibran, A. K. (2018). Karakteristik Minyak
Bumi di Blok Bula dan Blok Oseil, Pulau Seram, Maluku. Jurnal Geologi dan
Sumberdaya Mineral, 233-241.
LinkJurnal Rujukan:
https://drive.google.com/drive/folders/1_57YQv1t8dhq9rPhQATzerbCX9GZ_2xD?
usp=sharing

Anda mungkin juga menyukai