Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Lignan adalah kelompok besar senyawa fenolik alami yang ditandai dengan dua unit
C6C3 dihubungkan oleh ikatan antara posisi 8 dan 8 '. Lignan diklasifikasikan menjadi delapan
subkelompok: furofuran, furan, dibenzylbutan, dibenzylbutyrolactone, aryltetralin,
arylnaphthalene, dibenzocyclooctadiene dan dibenzylbutyrolactol. Lignan dari masing-masing
subkelompok sangat mudah berubah-ubah karena proses oksidasi dari cincin aromatic dan
rantai propil. Lignan juga memiliki atom c kiral.

Contoh senyawa lignan adalah pinoresinol, podofilotoksin, dan steganasin. Rami


(Linum usitatissimum ) adalah salah satu sumber yang kaya akan prekursor lignan. Rami telah
menarik banyak perhatian karena merupakan sumber yang kaya akan alfa linoic acid dan
fitoesterogen (lignan) dsan serat yang dapat larut yang berperan dalam penyakit
kardiovaskular. Lignan adalah senyawa kimia yang ditemukan pada dinding sel tanaman.
Tanaman mengandung beberapa kandungan alam yang berfungsi sebagai esterogenik atau anti
esterogenik pada manusia. Senyawa-senyawa tersebut, yang disebut fitoesterogen, terdiri dari
beberapa isofalvonoid , flavonoid, dan lignan. Senyawa tersebut dipercaya memiliki
keuntungan kesehatan dalam mengatasi ketergantungan hormon, kanker payudara, kanker
prostad, dan osteoporosis termasuk fungsi otak, penyakit kardiovaskular, fungsi imun dan
reproduksi. Lignan memiliki kemampuan untuk mengikat resptor esterogen dan mencegah
esterogen untuk menyebabkan kanker payudara. Radikal bebas dapat menjadi slah satu faktor
penyebab kanker payudara dan lignan berperan sebagai antioksidan bagi radikal bebas tersebut.
PEMBAHASAN

I. Podofilotoksin
Podofilotoksin (Gambar 1) atau (7α,7'α,8β,8'α)-7-hidroksi-3',4',5'-trimetoksi-4,5-
metilenadioksi-2,7'-siklolignano-9',9-lakton (Moss 2000) ialah komponen utama lignan
yang diisolasi dari resin podofilin, hasil ekstraksi dari tanaman genus Podophyllum
khususnya bagian akar dan rizoma (Chaurasia et al.2012). Podofilotoksin berkhasiat
sebagai antidot, antivirus, antitumor, antijamur, dan antikanker, dengan efek sitotoksik
sebagai penghambat mitosis (Pugh et al. 2001). Modifikasi struktur podofilotoksin terus
dilakukan untuk mendapatkan senyawa turunan yang lebih aktif, khususnya sebagai
antikanker, tetapi dengan efek toksik yang lebih rendah daripada senyawa induknya.
Etoposida, teniposida, dan etopofos merupakan 3 senyawa turunan yang kini lazim
digunakan dalam kemoterapi kanker (You 2005). Studi aktivitas antikanker telah memicu
eksploitasi berlebihan spesies Podophyllum. P. hexandrum, spesies yang paling banyak
dimanfaatkan karena kadar resin podofilin dan podofilotoksin yang paling tinggi, kini
tergolong langka dan terancam punah (Qazi et al. 2011).

Berbagai alternatif cara mendapatkan podofilotoksin selain mengisolasi dari tanaman terus
diupayakan, terutama lewat sintesis kimia dan pendekatan bioteknologi. Telah dilaporkan
berbagai jalur sintesis kimia, di antaranya melalui sintesis deoksipodofilotoksin, senyawa
dengan struktur yang serupa dengan podofilotoksin, tetapi tanpa gugus –OH di C-7,
melalui reaksi Diels-Alder intramolekul (Gambar 2). Dalam rute ini, senyawa (E)-3,4-
metilenadioksisinamil alkohol dengan asam (Z)-3,4,5-trimetoksisinamat.
Ester yang terbentuk kemudian membentuk deoksipodofilotoksin melalui reaksi Diels-
Alder secara intramolekul. Isomer (Z) dari asam 3,4,5-trimetoksisinamat dapat diperoleh
dari isomerisasi asam (E)-nya yang secara termodinamik lebih stabil. Maka dari itu, dalam
rangka melangsungkan sintesis ke podofilotoksin melalui rute ini, asam (E)-3,4,5-
trimetoksisinamat (TMCA) merupakan salah satu bahan awal yang penting.
Senyawaan asam metoksi atau hidroksisinamat merupakan zat penting dalam
pengobatan berbagai penyakit. Sebagian besar memiliki sifat farmakologis yang luas dalam
banyak bidang terapi, seperti onkologi, osteoporosis, artritis, antiradang, dan penghambatan
enzim (Jung et al. 2013a). Senyawa TMCA sendiri merupakan salah satu komponen penyusun
dari akar Polygala tenuifolia di Jepang yang memiliki efek antistres (penenang) dengan
menurunkan kadar norepinefrin dalam locus coeruleus (Kawashima et al. 2004). Senyawa ini
juga terkandung dalam tanaman obat Polygalae radyx di Cina dan menunjukkan efek
antisawan sehingga dapat digunakan untuk mengobati epilepsi (Chen et al. 2016). Aneka
aktivitas TMCA dan senyawaan asam metoksisinamat lainnya dapat dilihat dalam Jung et al.
(2013b) beserta semua rujukan di dalamnya. Penelitian ini bertujuan menyintesis TMCA dari
metil galat (metil 3,4,5- trihidroksibenzoat) untuk digunakan sebagai bahan awal dalam sintesis
podofilotoksin. Analisis retrosintesis yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 3. Senyawa
TMCA dihasilkan dari reaksi kondensasi 3,4,5-trimetoksibenzaldehida dengan asam malonat.
3,4,5-Trimetoksibenzaldehida didapatkan melalui serangkaian reaksi oksidasi, reduksi, dan
metilasi dari metil galat.
II. Sumber
1) Sintesis
Bahan & Alat :
Bahan-bahan bermutu p.a. yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Sigma-
Aldrich® [metil galat (metil 3,4,5-trihidroksibenzoat), tetrahidrofuran (THF), LiAlH4, dan
piridinium klorokromat (PCC)] serta Merck® [H3PO4 85%, K2CO3, KI, NaOH, KOH,
aseton, diklorometana (DCM), silika gel GF254 untuk kromatografi lapis tipis (KLT),
silika gel 60 GF254 untuk KLT preparatif, silika gel 60 (0.2‒0.5 mm dan 0.040‒0.063
mm) untuk kromatografi kolom, silika gel 60 (0.2 – 0.5 mm) dan silika gel 60 G untuk
kromatografi cair vakum]. Bahan-bahan ini digunakan tanpa dimurnikan terlebih dahulu.
Bahan-bahan teknis juga digunakan adalah, meliputi Na2SO4, CuSO4, aseton, n-heksana,
etil asetat, etanol, dan DCM. Pelarut teknis didistilasi bertingkat sebanyak sekali sebelum
digunakan.
Alat-alat analitis yang digunakan adalah spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis)
Shimadzu 1700 PC di Laboratorium Bersama, Departemen Kimia, IPB; spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier (FTIR) Bruker di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka
Tropika, Pusat Studi Biofarmaka Tropika, LPPM, IPB; dan spektrometer resonans magnet
inti (NMR) JEOL ECA 500 yang bekerja pada frekuensi 500 MHz (1H) dan 125 MHz
(13C) di Pusat Penelitian Kimia, LIPI, Puspiptek, Serpong. Alat-alat kaca yang digunakan
meliputi radas refluks dan distilasi untuk sintesis, perangkat ekstraksi, pelat KLT
preparatif, serta kromatografi kolom untuk pemisahan dan pemurnian produk.
2) Ektraksi dan Isolasi
Bahan dan Alat :
Bahan kimia dan reagen yang digunakan: Senyawa penanda utama seperti dijelaskan di
atas diisolasi di bagian Kimia Produk Alami IIIM, Srinagar pada tahun 2004 dengan teknik
kromatografi rutin. Identitas dan kemurnian dikonfirmasi dengan metode kromatografi
(TLC, HPLC) dan spektral (IR, 1D- dan 2D-NMR) (Bastos et al., 1995). Pelarut (air dan
metanol) berkadar HPLC dan dibeli dari Ranbaxy Fine Chemicals Limited (Okhla, New
Delhi, India). Struktur dikonfirmasi oleh UV, MS, 1H NMR dan 13C NMR data
dibandingkan dengan data otentik dari literatur. Asetonitril dari kelas HPLC (Aldrich, AS)
dan unit filter jarum suntik Millex dibeli dari Reagent, New Delhi, India. Air untuk
persiapan sampel dan analisis HPLC AD dideionisasi oleh sistem pemurnian Milli-Q
dengan filter serat 0,2 m (Barnstead, CA, USA).
Pengumpulan dan identifikasi bahan tanaman: Tumbuhan Podophyllum yang tumbuh di
habitat alami Pegunungan Himalaya dikumpulkan dan ditransplantasikan di bawah
naungan parsial di tiga bank gen IIIM yang berbeda, Srinagar di Bonera, Yarikha dan
Srinagar. Bahan tanaman diidentifikasi oleh Departemen Taksonomi Tumbuhan,
Universitas Kashmir, Srinagar, India. Spesimen voucher dari semua sampel yang
dikumpulkan disimpan di H erbarium IIIM, Srinagar, India.

III. Biosintesis
Tahapan penelitian diawali dengan sintesis metil iodida (MeI) dan proteksi semua gugus
–OH fenolik pada metil galat dengan gugus metil. Metil trimetilgalat yang didapatkan
selanjutnya direduksi menjadi 3,4,5-trimetoksibenzil alkohol, lalu dioksidasi kembali
membentuk 3,4,5-trimetoksibenzaldehida. Kondensasi Knoevenagel berkataliskan-basa
dengan asam malonat pada akhirnya 4 menghasilkan TMCA. Hasil sintesis dicirikan
dengan spektrofotometer UV-Vis, FTIR, dan NMR 1H dan 13C. Diagram alir penelitian
ditunjukkan pada Lampiran 1.
Metilasi :
1) Sintesis Metil Iodida (Modifikasi Badryah 2016).
Sebanyak 3 mol H3PO4 85% diteteskan ke dalam 3 mol metanol dalam labu bulat 500 mL.
Reaksi ini eksoterm, dan laju penetesan dijaga agar suhu tidak melebihi titik didih metanol.
Campuran dibiarkan mendingin ke suhu kamar, lalu sedikit demi sedikit ditambahkan 0.4
mol KI. Pada setiap penambahan, labu ditutup hingga KI larut, sebelum ditambahkan KI
berikutnya. Demikian seterusnya hingga KI tidak dapat larut lagi. Campuran kemudian
didistilasi dengan saksama pada suhu 45–55 °C. KI akan segera larut seluruhnya dan warna
campuran yang semula agak kuning setelah KI ditambahkan, berubah menjadi jingga
kecokelatan. Agar tidak banyak MeI lolos meninggalkan radas distilasi, setiap sambungan
radas disegel dengan parafilm dan plastik. Aliran air es digunakan untuk mendinginkan uap
distilat dan labu penampung distilat diletakkan di penangas es. Distilasi dihentikan setelah
suhu mencapai 55–58 °C dan tidak terlihat lagi distilat menetes. Jika suhu dibiarkan terus
naik ke 60 °C atau lebih, metanol akan ikut terdistilasi. Dibutuhkan beberapa jam untuk
dosis yang digunakan di sini. Distilat yang terkumpul dibilas dengan 10 mL Na 2S2O3 5%
(b/v) dingin untuk menghilangkan produk samping iodin, lalu dengan 10 mL akuades
dingin untuk menghilangkan garam anorganik yang ikut terlarut. Fase organik yang berisi
metil iodida (MeI) kemudian dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat. Semua proses
pembilasan dan pengeringan dilakukan segera dan dalam keadaan dingin untuk mencegah
MeI menguap. Produk yang jernih dan tidak berwarna disimpan di suhu dingin setelah
ditambahkan sedikit serbuk Cu dalam wadah bertutup rapat.
2) Sintesis Metil Trimetilgalat (Modifikasi Badryah 2016).
Ke dalam labu leher-2 50 mL dimasukkan 1 mmol metil galat, 3.3 mmol K2CO3, dan 2 mL
aseton di bawah atmosfer N2. Kemudian 3.3 mmol MeI dalam 1 mL aseton diteteskan
menggunakan semprit sambil terus diaduk. Penambahan MeI dibagi dalam 3 porsi masing-
masing 1.1 mmol pada jam ke-0, ke-1, dan ke-2, lalu campuran dibiarkan terus diaduk
hingga 4 jam. Sisa K2CO3 disaring dan filtrat dipekatkan menggunakan penguap putar
hingga terbentuk serbuk berwarna putih kekuningan. Produk kasar ini dimurnikan dengan
KLT preparatif menggunakan eluen n-heksana-EtOAc (7:3). Hasil pemurnian dikeringkan
pada suhu 70 °C, lalu ditimbang massanya, dicirikan titik leleh serta spektrum UV-Vis,
FTIR, 1H dan 13C-NMR-nya. Prosedur yang sama digunakan untuk perbanyakan (dengan
28.15 mmol metil galat), tetapi MeI (92.89 mmol) ditambahkan porsi demi porsi setiap
selang 10 menit hingga tuntas ditambahkan dalam 10 jam. Reaksi lalu dibiarkan
berlangsung semalam. Produk kasar dimurnikan dengan KCV menggunakan eluen n-
heksana-EtOAc dari (9.5:0.5) sampai (1:1).
3) Sintesis 3,4,5-Trimetoksibenzil Alkohol (Modifikasi Suharti 2016)
Labu leher-2 50 mL diisi dengan 2.5 mmol LiAlH4 dan 2 mL THF di bawah atmosfer N2.
Kemudian 2 mmol metil trimetilgalat dalam 3 mL THF ditambahkan tetes demi tetes.
Setelah diaduk selama 3 jam pada suhu kamar, sisa LiAlH4 diredam dengan menambahkan
2 mL akuades dan 2 mL NaOH 15% (b/v) tetes demi tetes ke dalam campuran, disusul
dengan penambahan 5 mL akuades lagi. 5 Campuran kemudian ditambahkan dengan 10
mL DCM dan direfluks. Fase organik dan fase air dipisahkan dalam keadaan panas dengan
menggunakan corong pisah. Fase organik dikumpulkan sementara fase air ditambahkan 10
mL DCM dan direfluks kembali. Langkah ini diulangi sebanyak yang dibutuhkan hingga
semua produk telah terekstraksi (dipantau dengan KLT). Pelarut pada fase organik
dihilangkan dengan menggunakan penguap putar. Produk yang didapat dikeringkan pada
suhu 80 °C dan ditimbang massanya, kemudian dicirikan spektrumnya.
4) Sintesis 3,4,5-Trimetoksibenzaldehida (Modifikasi Suharti 2016)
Campuran 1 mmol 3,4,5-trimetoksibenzil alkohol, 1.44 mmol PCC, dan 5 mL DCM
dimasukkan ke dalam labu leher-2 50 mL di bawah atmosfer N2. Reaksi dibiarkan
berlangsung selama 3 jam sambil diaduk pada suhu kamar. Campuran reaksi kemudian
dicuci sebanyak 3 kali dengan 20 mL NaHSO3 10% (v/v), lalu dikeringkan dengan Na2SO4
anhidrat. Pelarut dihilangkan menggunakan penguap putar. Produk dimurnikan dengan
kromatografi kolom menggunakan eluen n-heksana-DCM (1:1), selanjutnya fraksi
campuran (hasil kromatografi kolom) dimurnikan kembali menggunakan KLT preparatif
dengan eluen n-heksana- EtOAc (7:3). Produk yang didapat dikeringkan pada suhu 60 °C
dan ditimbang massanya, kemudian dicirikan titik leleh dan spektrumnya.
5) Sintesis Asam (E)-3,4,5-Trimetoksisinamat (Modifikasi Stabile dan Dicks 2004)
Ke dalam labu leher-2 50 mL dimasukkan 0.2 mmol 3,4,5-trimetoksi-benzaldehida, 0.5
mmol asam malonat, 15 mg β-alanina, dan 5 mL piridina. Campuran direfluks selama 3
jam, lalu didinginkan pada suhu kamar. Setelah itu, labu dipindahkan ke dalam penangas
es dan ditambahkan 5 mL HCl pekat tetes demi tetes untuk menetralkan kelebihan basa.
Produk kemudian diekstraksi dengan etil asetat. Lapisan organik dikeringkan dengan
Na2SO4 anhidrat, dipekatkan in vacuo, lalu residu dimurnikan menggunakan kromatografi
kolom dengan eluen n-heksana-EtOAc (1:1). Produk yang didapat dikeringkan pada suhu
60 °C dan ditimbang massanya, kemudian dicirikan titik leleh dan spektrumnya.
IV. Metode Ekstraksi dan Isolasi
1) Persiapan ekstrak herbal:
Sampel rimpang diambil dari semua aksesi tumbuh di tiga lokasi yang berbeda yaitu.
bank gen, IIIM -rinagar, Station Station Bonera (Pulwama) dan Yarikha (Gulmarg) - J
dan K, India untuk persiapan phytoextacts. Bahan tanaman kering ditumbuk menjadi
bubuk halus dan disimpan pada suhu 4ºC. Kuantitas sampel ground yang diketahui
ditimbang dan dikenai ekstraksi panas sekuensial menggunakan 100% metanol. Isi
diperas melalui kain muslin, dan filtrat dari ekstrak air disaring menggunakan kertas
saring Whatman No.1. Proses ekstraksi diulangi tiga kali (4 hingga 6 jam). Pelarut
organik diklarifikasi dengan sentrifugasi dan kemudian dipekatkan sampai kering di
bawah tekanan yang dikurangi. Residu ekstrak yang diketahui dilarutkan dalam tabung
persiapan HPLC dengan metanol (Dwivedi et al., 1997).
2) Ekstraksi dan isolasi senyawa:
Akar Podophyllum hexandrum yang dikeringkan dan dihancurkan (120 g) diekstraksi
dengan MeOH (300 mL) dalam soxhlet di atas penangas air selama 6 jam. Ekstrak
disaring dan pelarut dihilangkan dalam Rotavapor pada 50ºC. Ekstrak pekat dilarutkan
kembali dalam metanol tingkat HPLC dan volume disesuaikan masing-masing 1ml.
Volume injeksi 5uL dan suhu kolom 30ºC, laju aliran 1m l / menit dan panjang
gelombang ditetapkan pada 283 nm. Bagian yang diekstraksi digabungkan dan
dipekatkan dengan penguapan di bawah tekanan rendah untuk menghasilkan ekstrak
kasar (18,5 g), yang dilarutkan dalam MeOH (100 ml).
3) Analisis HPLC:
Podophyllotoxin dan glikosida diidentifikasi oleh HPLC berdasarkan perbandingan
waktu retensi dan spektrum UV dengan senyawa referensi. Analisis HPLC dilakukan
pada mesin ThermoFinnigan HPLC dengan sistem pompa yang dilengkapi dengan
detektor array-fotodioda 966, dengan panjang gelombang deteksi ditetapkan pada 283
nm. Pemisahan yang memuaskan diperoleh dengan kolom fase terbalik menggunakan
kolom E. Merck RP-18 (250 × 4 mm, 5: m) dengan detektor array dioda (detektor
fluoresen SPP-RF-10 A VP / RF-10 AXL) dan injektor otomatis STL-10 AD VP. Elusi
dilakukan dengan fase gerak (MeoH, H2O; 60:40) selama 30 menit. pada laju aliran 0,8
ml / menit. Campuran standar dari dua senyawa penanda dengan konsentrasi
podophyllotoxin dan podophyllotoxin $ -D glikosida yang diketahui digunakan untuk
membuat kurva kalibrasi (area persentase berkenaan dengan jumlah senyawa murni).
Kedua senyawa penanda menunjukkan perbedaan yang cukup dalam waktu retensi
mereka, yang membuat kuantifikasi mereka lebih mudah. Kromatogram LC-UV
(DAD) dari sampel menunjukkan keberadaan dua penanda telah diamati. Data
dianalisis secara statistik untuk hasil yang signifikan.
4) Kondisi HPLC analitik:
Analisis kimia dilakukan pada mesin ThermoFinnigan HPLC yang dilengkapi dengan
sampler otomatis, apartemen kolom, dan detektor UV. Pengambilan dan analisis data
dikendalikan oleh perangkat lunak Shemstation (Agilent Tech, USA). Kolom RP-18
(0,3x150 mm) dari E. merck digunakan pada suhu kolom 30ºC. Pemisahan dilakukan
dalam mode isokratik menggunakan metanol dan air (60:40) pada laju aliran 0,8 ml /
menit dengan volume injeksi 5: L, deteksi UV ditetapkan pada 290nm. Sebelum
digunakan, pelarut disaring melalui filter membran berdiameter 0,22 mm. Volume yang
sama dari larutan standar dicampur dan diinjeksikan dalam sistem HPLC dalam volume
2, 4, 6, 8 dan 10: L untuk memplot kurva kalibrasi. Solusi disuntikkan dalam rangkap
tiga dan kurva kalibrasi dibangun dengan memplot nilai untuk konsentrasi masing-
masing analit. Pemisahan yang memuaskan diperoleh seperti yang ditunjukkan dalam
kromatogram (Gbr. 2)
V. Efek Farmakologi

Anda mungkin juga menyukai