disusun oleh :
1601630
BANDUNG
202
1
ABSTRAK
1
1. Pendahuluan
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom
karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa alkaloid
banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari
hewan.Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh - tumbuhan dan
digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan
adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja
hormon (Tobing, 1989).
Alkaloid mempunyai efek dalam bidang kesehatan berupa pemicu sistem saraf,
menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat penenang, obat
penyakit jantung dan bersifat insektisidal dan penghambat merupakan suatu bahan aktif
yang mempunyai aktivitas antitumor (Sutradhar dkk., 2006).
Suatu cara mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan pada jenis
cincin heterosiklik nitrogen yang merupaan bagian dari struktur molekul. Menurut
klasifikasi ini, alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis ,seperti alkaloid piroliidin,
alkaloid piperidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid indol, alkaloid kuinolin, dan
sebagainya. Berikut merupakan beberapa kerangka dasar dari alkaloid.
1
Senyawa alkaloid dapat diklasifikasikan berdasarkan asal-usul biogenetik yakni
dari asam-asam amino alifatik dan asam-asam amino aromatik. Berdasarkan klasifikasi
ini senyawa alkaloid dapat dibedakan atas alkaloid alisiklik dan alkaloid aromatik.
Dari segi biogenetik, alkaloid berasal dari sejumlah kecil asam amino, yakni
ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang
menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triptofan yang menurunkan alkaloid indol.
Adapun reaksi pokok yang melandasi biosintesis alkaloid adalah reaksi mannich antara
suatu aldehid dan suatu amin primer atau sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol.
Rangkaian reaksi biosintesa dalam pembentukan individu alkaloid, termasuk reaksi
rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Keterlibatan dari jalur poliketida dan jalur
mevalonate dalam biosintesa alkaloid ditemukan pula dalam banyak senyawa alkaloid.
Misalnya, keterlibatan dari monoterpen loganin, yang berasal dari jalur mevalonat,
dalam pembentukan alkaloid indol (Achmad, 1986)
2
antiproliferatif, antelmintik, antivirus, antikonvulsan dan antijamur (Negi, Bish,
Bhandari, Singh, dan Sundriyah, 2011)
Zanthoxylum poggei adalah semak liane atau scandent dari hutan hujan Afrika di
negara-negara termasuk Kamerun dan Kongo. Penggunaan obat secara tradisional yaitu
untuk pengobatan tumor, pembengkakan, peradangan, malaria dan gonore, serta untuk
mempersiapkan panah beracun , kulit akar dari tanaman ini juga digunakan sebagai sikat
gigi. beberapa senyawa alkaloid dari tanaman Zanthoxylum poggei menunjukkan
aktivitas antibakteri, fungisida , sitotoksik yang kuat, ledakan oksidatif, penghambatan
glukosidase serta sifat toksik (Wansi dkk, 2016). Berdasarkan hal tersebut senyawa
alkaloid yang diisolasi dari tanaman Zanthoxylum poggei dapat diuji aktivitas
sitotoksiknya . Aktivitas sitotoksik merupakan merupakan aktivitas dari suatu senyawa
yang dapat menghambat dan bahkan merusak sel normal atau sel kanker.
Parameter yang digunakan untuk uji sitotoksik yaitu nilai IC 50. Nilai IC50
menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar
50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini
merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel. Nilai IC 50 dapat
menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik. Semakin besar harga IC 50 maka
senyawa tersebut semakin tidak toksik (Djajanegara dan Wahyudi, 2009).
3
II. Metodologi Penelitian
4
Kulit batang Zanthoxylum poggei yang sudah dikeringkan dan dijadikan bubuk
kemudian diekstrak menggunakan metode soxhlet dengan menggunakan pelarut
diklorometana. Setelah dilakukan penguapan pada tekanan rendah maka akan diperoleh
ekstrak mentah yang masih terdiri atas campuran beberapa senyawa. Ekstrak mentah di
pisahkan menjadi beberapa fraksi menggunakan kromatografi lapis tipis yang dielusi
menggunakan elusi gradien dari pelarut n-heksana, kloroform, etil asetat, dan metanol.
Masing-masing fraksi kemudian dimurnikan menggunakan kromatografi kolom silika
gel Senyawa-senyawa alkaloid yang diperoleh dari hasil isolasi kemudian dilakukan
penentuan struktur menggunakan instrument 1H NMR dan 13
C NMR . Senyawa -
senyawa yang sudah diketahui strukturnya kemudian diuji aktivitas sitotoksiknya
menggunakan metode uji chemiluminescence dan uji sitotoksisitas
5
2.2.2. Uji sitotoksisitas
Aktivitas sitotoksik senyawa alkaloid diuji terhadap sel PC3 adenokarsinoma prostat
manusia. Metode MTT yang dikerjakan sesuai dengan apa yang dilaporkan oleh Zhao et
al. (2008). suspensi sel PC3 yang masih segar ditempatkan ke dalam 96-well microtiter
plates dengan kepadatan 1x10-4 kemudaian diinkubasi selama 24 jam, pada masing-
masing sumuran ditambahkan senyawa sampel (4-8) dan standar , kemudian diinkubasi
lagi sealama 24 jam, sebelumnya senyawa yang akan diuji harus ditambahkan pelarut
DMSO. Setelah 3 hari, sel-sel yang melekat diinkubasi dengan MTT dan selanjutnya
dilarutkan dalam DMSO. Sel yang hidup akan memetabolisme MTT kemudian
membentuk garam formazan yang berwarna ungu , reaksi MTT dihentikan dengan
reagen stopper SDS 10% dalam 0,01% HCl sebanyak 100 µl, absorbansi diukur pada
panjang gelombang 550 nm dengan menggunakan microplate reader. IC50 adalah
konsentrasi agen yang sudah mengalami penurunan pertumbuhan sel sebesar 50%
selama eksperimen, dimana Doksorubisin digunakan sebagai kontrol positif (IC50 = 0,9
mM).
6
III. Pembahasan
Hasil isolasi dari kulit batang Zanthoxylum poggei menghasilkan Delapan
senyawa alkaloid, diantaranya yaitu citracridone I (1), citracridone III (2), 5-
hydroxynoracronycine (3), 5-methoxynoracronycine (4), 2-methoxy-7,8-
dehydroruteacarpine (5), 2- hydroxyruteacarpine (6), 2-methoxyruteacarpine (7),
5,8,13,14-tetrahydro-2-methoxy-14-méthyl-5-oxo-7H-indolo[2’,3’:3,4]pyr-ido[2,1-b]
quinazolin-6-ium chloride (8). Beikuut merupakan 8 alkaloid hasil isolasi dari tanaman
Zanthoxylum poggei
7
Gambar 3. Struktur Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi
Senyawa alkaloid hasil isolasi dari tanaman Zanthoxylum poggei merupakan
alkaloid yang memiliki kerangka indol dan kuinolin, sedangkan untuk jalur
biogenesisnya berawal dari asam amino triftopan dan asam antranilat. Berikut
merupakan gambar hubungan kerangka dari senyawa alkaloid hasil isolasi.
8
Gambar 4. Hubungan Kerangka dari Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi
Senyawa alkaloid hasil isolasi dari kulit batang tanaman Zanthoxylum poggei
dilakukan uji aktivitas biologinya dengan menggunakan uji chemiluminescence , dengan
ibuprofen yang digunakan sebagai standar. Berikut merupakan hasil uji
chemiluminescence yang disajikan pada tabel 1.
Untuk memeriksa apakah nilai dari penghambatan stress oksidatif dari delapan
Senyawa alkaloid tersebut saling berhubungan dengan aktivitas sitotoksisitasnya, maka
selanjutnya dilakukan tes sitotoksisitas menggunakan metode MTT , dengan
9
doxorubicin yang digunakan sebagai standar. Berikut merupakan tabel 2 uji
sitotoksisitas.
Sifat aktivitas sitotoksik yang diperoleh berkaitan dengan gugus fungsional dari
masing-masing senyawa alkaloid yang diuji, adanya gugus hidroksil, ikatan rangkap,
dan tingkat kesimetrian struktur memberikan kontribusi peningkatan aktivitas toksisitas
senyawa alkaloid, namun dengan adanya penambahan gugus metoksi justru dapat
menurunkan aktivitas sitotoksik.
10
simetris dan adanya ikatan rangkap dapat meningkatkan aktivitas sitotoksik, senyawa (4)
walaupun memiliki struktur yang kurang simetris namun aktivitas sitotoksiknya lebih
rendah dari senyawa (8), hal tersebut disebabkan oleh adanya gugus metoksi pada posisi
12 serta banyak gugus metil yang dapat menurunkan aktivitas sitotoksiknya, walaupun
demikian senyawa (4) masih lebih tinggi sifat sitotoksiknya dibandingkan senyawa
lainnya dikarenakan memiliki gugus hidroksil pada posisi 8. Senyawa (5) memiliki
aktivitas sitotoksik lebih tinggi dibandingkan senyawa (6) dan (7) disebabkan oleh
jumlah ikatan rangkap yang lebih banyak, sehingga dapat meningkatkan aktivitas
sitotoksiknya. Senyawa (6) memiliki aktivitas sitotoksik yang rendah dari senyawa (5)
dikarenakan jumlah ikatan rangkapnya lebih sedikit, namun senyawa (6) memilki
aktivitas sitotoksik lebih tinggi dari pada senyawa (7) dikarenakan adanya gugus
hidroksil pada posisi 2 , dimana pada posisi yang sama pada senyawa (7) disubtitusi oleh
metoksi sehingga menurunkan aktivitas sitotoksiknya.
IV. Kesimpulan
11
Dari hasil uji aktivitas biologis senyawa 4-8 menunjukan aktivitas penghambatan stres
oksidatif yang kuat serta menunjukkan aktivitas sitotoksik yang moderat. Faktor yang
meningkatkan aktivitas sitotoksik senyawa alkaloid adalah jumlah unit gugus hidroksil
bebas, ikatan rangkap, dan tingkat kesimetrian struktur, sedangkan gugus fungsi yang
dapat mengurangi aktivitas sitotoksik senyawa alkaloid adalah gugus metoksi Hasil
pengujian aktivitas biologis senyawa alkaloid ini menunjukan potensi senyawa tersebut
dalam menghambat pertumbuhan hingga merusak sel kanker.
12
Daftar Pustaka
Balgooy MMJ van. 1998. Malesian Seed Plants. Vol 2. Leiden: Rijksherbarium/Hortus
Botanicus
Djajanegara, I., Prio Wahyudi., 2009. Pemakaian Sel HeLa dalam Uji Sitotoksisitas
Fraksi Kloroform dan Etanol Ekstrak Daun Annona Squamosa. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, April 2009, hal 7-11. Jakarta
Happi, N.E., Waffo, A.F., Wansi, J.D., et al., 2011. O-prenylated acridone alkaloids
from the stems of Balsamocitrus paniculata (Rutaceae). Planta Med. 77, 934–938
Negi, J.S, Bish, V.K., Bhandari, A.K., Singh, P., Sundriyah, R.C. (2011). Chemical
constituents and biological activities of the genus Zanthoxylum: A review.
African Journal of Pure and Applied Chemistry, 5(12), 412-416.
Sutradhar, R.K., Rahman, A.K.M.M., Ahmad, M.U., dan Saha, K. 2007. Alkaloids of
Sida cordifolia L., Indian Journal of Chemistry,46 : 1896-1900
Wansi, Jean Duplex . Dkk. 2016. Cytotoxic acridone and indoloquinazoline alkaloids
from Zanthoxylum poggei. Phytochemistry Letters 17 (2016) 293–298
Zhao, Q., Qing, C., Hao, X.J., et al., 2008. Cytotoxicity of laddane-type diterpenoids
from Hedychium forrestii. Chem. Pharm. Bull. 56, 210–212.
13
Lampiran 1. Pertanyaan dan jawaban (Mahasiswa)
1) Penanya : Adinda Saraswati, Fitri Dwi Amalia , Anisa Febriyanti Lestari, Saskia
Teja Widya, Intan Sulistyani, Fadhila Mulyadi Putri
Pertanyaan : Gugus apa yang paling berpengaruh pada 2-metoksirutaceacarpin
sehingga bisa memiliki nilai IC50 dan inhibisi PC3 paling tinggi diantara alkaloid
lainnya, serta alasan suatu senyawa mempunyai aktivitas yang rendah sampai tinggi
pada uji aktivitas sitotoksik.
2) Penanya : Maudy
14
Pertanyaan : Apa yang menyebabkan hanya senyawa Alkaloid nomor 4-8 saja yang
mempunyai aktivitas pemhambatan stress oksidatif dan sitotoksik terhadap sel PC3
adenokarsinoma prostat? Gugus apa yang berperan
Jawaban : sebenarnya bukan senyawa 4-8 sajah, senyawa 1-3 juga mempunyai
aktivitas sitotoksik , namun tidak dibahas di jurnal sumber dan makalah yang saya
buat. Fakta bahwa senyawa 1-3 memiliki aktivitas sitoksik tercantum pada suatu
jurnal lain yang menggunakan sampel dari tanaman yang berbeda serta pengujian
aktivitasnya menggunakan konsentrasi standar yang berbeda.. sedangkan untuk gugus
yang berperan pada aktivitas sitotoksik dapat dipertimbangkan dari jumlah ikatan
rangkap , kesimetrian dan gugus hidroksil.
Jawaban :Uji sitotoksik dilakukan dengan menginkubasi sel PC3 dengan alkaloid , untuk
mengetahui jumlah sel yang mati selanjutnya diberikan pereaksi MTT. Prinsip metode ini
adalah reaksi redoks yang terjadi di dalam sel. MTT (3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-
2,5-diphenyltetrazolium bromide) direduksi menjadi garam formazan oleh enzim
suksinat dehidrogenase yang terdapat di dalam mitokondria sel hidup. Reaksi
dibiarkan terjadi selama 4 jam kemudian ditambahkan reagen stopper. Reagen
stopper tersebut akan melisis membran sel sehingga garam formazan dapat keluar
dari sel, serta melarutkan garam formazan tersebut. Garam formazan yang terbentuk
dikuantifikasi dengan spektrofotometer dan diukur dalam bentuk absorbansi.
Semakin tinggi absorbansi, semakin banyak sel yang hidup
Jawaban : ciri alkaloid adalah terdapat gugus N pada strukturnya, maka dari itu ciri
khas pada nmrnya yaitu dengan muncurlnya gugus karbon yang memiliki serapa
15
lebih deshielding, terutama pada karbon di sekitas gugus N , biasanya muncul serapan
di rentang 140 ppm
Jawaban : uji toksisitas dilakukan pada sel PC3 prostat karena kanker prostat
merupakan penyakit kanker yang paling banyal diderita. Namun sebenarnya
pengujian dapat dilakukan pada sel kanker lainnya , karena untuk pengobatan kanker
sendiri belum ditemukan obat yang dapat mengobati sel kanker secara spesifik,
bahkan sel normal pun dapat terkena dampak sitoksik obat jika tidak dikendalikan
penggunaannya, maka dari itu untuk pengobatan kanker sendiri biasanya
menggunakan teknik kemotrapi , untuk mengendalikan obat mengenai target sel
kanker dengan meminimalisir pengaruhnya terhadap sel normal.
16
kerusakan yang lebih banyak. Literatur medis membuktikan bahwa stres oksidatif
adalah penyebab utama penuaan dini dan timbulnya penyakit kronis seperti kanker,
Stress oksidatif dapat diinduksi oleh suatu sel atau organisme lain, sel fagosit yang
meningkatkan atau menginduksi stress oksidatif yaitu berasal dari zymosan ,
Zymosan dibuat dari dinding sel ragi dan terdiri dari kompleks protein-karbohidrat.
17
Lampiran 2. Pertanyaan dan jawaban (Dosen Penguji)
1) Penanya : Bu Ratna
Pertanyaan 1 : Senyawa alkaloid yang diperoleh berjumlah delapan, bagaimana
mengetahui dan membedakan bahwa dalam sampel terapat kedelapan senyawa
tersebut ?
18
perbedaan jumlah karbon , acridone memiliki 16 serapan karbon pada kerangka
dasarnya sedangkan senyawa indoquinozaline memiliki 18 serapan karbon pada
kerangka dasar.
19
Senyawa (5-8) memiliki kerangka dasar yang sama, sehingga perbedaam senyawa (5-
8) dapat dilihat berdasarkan serapan subtituennya. Senyawa (6) dan (8) hanya
memiliki perbedaan di ikatan rangkapnya , pada senyawa (6) memiliki ikatan rangkap
pada posisi karbon nomor 7 dan 8 sehingga akan muncul dua sinyal doublet ,
sedangkan pada senyawa (8) tidak muncul dua sinyal doublet melainkan dua sinyal
triplet. Senyawa (8) juga hamper mirip strukturnya dengan senyawa (7), yang
membedakannya ialah adanya gugus hidroksil yang tersubtitusi pada pada posisi
karbon nomor dua untuk senyawa (7), sedangkan senyawa (8) disubtitusi oleh
metoksi. Perbedaan subtituen tersebut menunjukan hasil serapa yang berbeda, dengan
adanya gugus hidroksil pada senyawa (7) memberikan satu sinyal karbon yang lebih
deshielding dimana rentang serapannya sekitar 160 ppm, sedangkan dengan adanya
gugus metoksi pada senyawa (8) dapat memunculkan serapan singlet pada rentang
serapan 4 ppm dan munculnya satu tambahan serapan karbon pada rentang 50 ppm.
Pada senyawa (9) terdapat perbedaan yang paling mencolok dibandingkan senyawa
(5-7), senyawa (9) memilkik gugus CH3 yang terikat pada gugus N pada posisi nomor
14, dengan adanya gugus CH3 tersebut memunculkan tambahan satu serapan singlet
dan bertambahnya satu serapan 13C NMR yang muncul pada serapan 48 ppm.
20
sehingga dengan struktur yang kurang simetri menyebabkan senyawa tersebut lebih
cenderung mudah bereaksi.
Pertanyaan 4 : Mengapa kesimetrian dapat meningkatkan aktivitas sitotoksik?
Apakah ada hubungannya dengan kepolaran?
Jawaban : Struktur kesimetrian suau senyawa memungkinkan untuk mengidentifikasi
bisa atau tidaknya senyawa tersebut berinteraksi dengan suatu sel kanker. Tingkat
kesimetrian senyawa disebabkan oleh pola sebaran elektron sehingga berdampak
pada kepolaran senyawa tersebut, sifat kepolaran senyawa sendiri berhubungan
dengan kemampuan daya absorbsi dan permeabilitas suatu senyawa terhadap sel
kanker, jika suatu senyawa dapat terabsorbsi dengan baik pada sel kanker maka
aktivitas yang ditimbulkan akan lebih tinggi.
21
22
23