Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH SEMINAR KIMIA HAYATI (KI533)

AKTIVITAS SITOTOKSIK SENYAWA ALKALOID PADA TANAMAN


Zanthoxylum poggei

Koordinator Seminar : Gun Gun Gumilar, S.Pd., M.Si

disusun oleh :

Imam Ardhi Rosyadi

1601630

PROGRAM STUDI KIMIA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

202
1
ABSTRAK

Alkaloid yang baru ditemukan yaitu 2-methoxy-7,8-dehydroruteacarpine (6),


bersama dengan tujuh senyawa alkaloid yang sebelumnya sudah ditemukan diisolasi dari
kulit batang tanaman Zanthoxylum poggei menggunakan pelarut diklorometana (DCM).
Semua struktur senyawa ditentukan berdasarkan analisis spektrum NMR. Senyawa-
senyawa tersebut yaitu citracridone I (1), citracridone III (2), 5 hydroxynoracronycine
(3), 5-methoxynoracronycine (4), 2-methoxy-7,8-dehydroruteacarpine (5), 2-
hydroxyruteacarpine (6), 2-methoxyruteacarpine (7), 5,8,13,14-tetrahydro-2-methoxy-
14-méthyl-5-oxo-7H-indolo[2’,3’:3,4]pyr-ido[2,1-b] quinazolin-6-ium chloride (8).
Senyawa 4-8 menunjukan aktivitas hambatan stres oksidatif yang kuat terhadap sampel
darah saat diaktivasi secara in vitro menggunakan serum zymosan opsonized, nilai IC50
yang diperoleh berada pada rentang 12,5–25,9 µM (nilai IC50 standar ibuprofen = 11,2
µM). Senyawa (4-8) menunjukkan aktivitas sitotoksik yang moderat terhadap sel PC3
adenokarsinoma prostat manusia dengan rentang nilai IC50 15,8-22,1 µM (nilai IC50
standar doxorubicin = 0,9 µM). Faktor yang meningkatkan aktivitas sitotoksik senyawa
alkaloid adalah jumlah unit gugus hidroksil bebas, ikatan rangkap, dan tingkat
kesimetrian struktur , sedangkan gugus fungsi yang dapat mengurangi aktivitas
sitotoksik senyawa alkaloid adalah gugus metoksi.
Kata Kunci : Zanthoxylum pogeei , Rutaceae,, Alkaloid indoquinozaline, Asridone,
hambatan stres oksidatif, aktivitas sitotoksik

1
1. Pendahuluan

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom
karbon, hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen. Senyawa alkaloid
banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari
hewan.Senyawa alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh - tumbuhan dan
digunakan sebagai cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan
adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja
hormon (Tobing, 1989).

Alkaloid mempunyai efek dalam bidang kesehatan berupa pemicu sistem saraf,
menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat penenang, obat
penyakit jantung dan bersifat insektisidal dan penghambat merupakan suatu bahan aktif
yang mempunyai aktivitas antitumor (Sutradhar dkk., 2006).

Suatu cara mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan pada jenis
cincin heterosiklik nitrogen yang merupaan bagian dari struktur molekul. Menurut
klasifikasi ini, alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis ,seperti alkaloid piroliidin,
alkaloid piperidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid indol, alkaloid kuinolin, dan
sebagainya. Berikut merupakan beberapa kerangka dasar dari alkaloid.

Gambar 1. Jenis kerangka senyawa alkaloid

1
Senyawa alkaloid dapat diklasifikasikan berdasarkan asal-usul biogenetik yakni
dari asam-asam amino alifatik dan asam-asam amino aromatik. Berdasarkan klasifikasi
ini senyawa alkaloid dapat dibedakan atas alkaloid alisiklik dan alkaloid aromatik.

Dari segi biogenetik, alkaloid berasal dari sejumlah kecil asam amino, yakni
ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang
menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triptofan yang menurunkan alkaloid indol.
Adapun reaksi pokok yang melandasi biosintesis alkaloid adalah reaksi mannich antara
suatu aldehid dan suatu amin primer atau sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol.
Rangkaian reaksi biosintesa dalam pembentukan individu alkaloid, termasuk reaksi
rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Keterlibatan dari jalur poliketida dan jalur
mevalonate dalam biosintesa alkaloid ditemukan pula dalam banyak senyawa alkaloid.
Misalnya, keterlibatan dari monoterpen loganin, yang berasal dari jalur mevalonat,
dalam pembentukan alkaloid indol (Achmad, 1986)

Sumber alkaloid adalah tanaman berbunga, angiospermae, hewan, serangga,


organisme laut dan mikroorganisme. Famili tanaman yang mengandung alkaloid adalah
Liliaceae, Solanaceae, Rubiaceae, dan Papaveraceae. (Tobing, 1989). Salah satu
tanaman penghasil senyawa alkaloid yaitu berasal dari genus Zanthoxylum. Genus
Zanthoxylum terdiri dari sekitar 250 spesies, berbentuk pohon dan semak, termasuk
famili Rutaceae yang tumbuh di daerah beriklim hangat dan daerah subtropis di seluruh
dunia. Buah dari beberapa spesies digunakan untuk membuat bumbu lada Sichuan
(sichuan pepper). Secara historis, kulit kayu digunakan secara luas untuk sakit gigi,
kolik, dan rematik .(Wilbur Keith, 1980). Beberapa ciri genus Zanthoxylum ialah
berdaun majemuk, ibu tangkai daun bersayap, batang dan cabang berduri sejati atau
berduri tempel (van Balgooy, 1998)

Zanthoxylum memiliki beberapa aktivitas biologis seperti larvasida, anti


inflamasi, analgesik, antioksidan, antibiotik, hepatoprotektif, antiplasmodial, sitotoksik,

2
antiproliferatif, antelmintik, antivirus, antikonvulsan dan antijamur (Negi, Bish,
Bhandari, Singh, dan Sundriyah, 2011)

Zanthoxylum poggei adalah semak liane atau scandent dari hutan hujan Afrika di
negara-negara termasuk Kamerun dan Kongo. Penggunaan obat secara tradisional yaitu
untuk pengobatan tumor, pembengkakan, peradangan, malaria dan gonore, serta untuk
mempersiapkan panah beracun , kulit akar dari tanaman ini juga digunakan sebagai sikat
gigi. beberapa senyawa alkaloid dari tanaman Zanthoxylum poggei menunjukkan
aktivitas antibakteri, fungisida , sitotoksik yang kuat, ledakan oksidatif, penghambatan
glukosidase serta sifat toksik (Wansi dkk, 2016). Berdasarkan hal tersebut senyawa
alkaloid yang diisolasi dari tanaman Zanthoxylum poggei dapat diuji aktivitas
sitotoksiknya . Aktivitas sitotoksik merupakan  merupakan aktivitas dari suatu senyawa
yang dapat menghambat dan bahkan merusak sel normal atau sel kanker.

Parameter yang digunakan untuk uji sitotoksik yaitu nilai IC 50. Nilai IC50
menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar
50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini
merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel. Nilai IC 50 dapat
menunjukkan potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik. Semakin besar harga IC 50 maka
senyawa tersebut semakin tidak toksik (Djajanegara dan Wahyudi, 2009).

3
II. Metodologi Penelitian

2.1. Ekstraksi dan Isolasi

Tahapan-tahapan dalam melakukan pengujian aktivitas sitotoksik alkaloid dari


tanaman Zanthoxylum poggei yaitu proses isolasi , pemurnian , penentuan struktur dan
uji aktivitas sitotoksik. Berikut merupakan bagan alir untuk melakukan pengujian
aktivitas sitotoksik alkaloid dari tanaman Zanthoxylum poggei. Berikut merupakan
bagan alir penelitian untuk menguji aktivitas sitotoksik senyawa alkaloid.

Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

4
Kulit batang Zanthoxylum poggei yang sudah dikeringkan dan dijadikan bubuk
kemudian diekstrak menggunakan metode soxhlet dengan menggunakan pelarut
diklorometana. Setelah dilakukan penguapan pada tekanan rendah maka akan diperoleh
ekstrak mentah yang masih terdiri atas campuran beberapa senyawa. Ekstrak mentah di
pisahkan menjadi beberapa fraksi menggunakan kromatografi lapis tipis yang dielusi
menggunakan elusi gradien dari pelarut n-heksana, kloroform, etil asetat, dan metanol.
Masing-masing fraksi kemudian dimurnikan menggunakan kromatografi kolom silika
gel Senyawa-senyawa alkaloid yang diperoleh dari hasil isolasi kemudian dilakukan
penentuan struktur menggunakan instrument 1H NMR dan 13
C NMR . Senyawa -
senyawa yang sudah diketahui strukturnya kemudian diuji aktivitas sitotoksiknya
menggunakan metode uji chemiluminescence dan uji sitotoksisitas

2.2. Uji Aktivitas Biologi

2.2.1. Uji chemiluminescence untuk penentuan aktivitas imunomodulator

Pembuatan larutan luminol untuk uji chemiluminescence dilakukan seperti yang


dijelaskan sebelumnya oleh (Helfand et al., 1982). Sampel darah diencerkan dengan
perbandingan ( 1: 200), neutrofil (1x10-7) disuspensikan terhadap larutan keseimbangan
++
garam Hank yang mengandung kalsium dan magnesium (HBSS ), kemudian larutan
tersebut diinkubasi selama 30 menit kedalam 50 mL senyawa sampel dengan konsentrasi
masing-masing 3,1– 50 mg mL-1. Untuk setiap sampel ditambahkan 50 mL (20 mg mL -1)
dari zymosan (Sigma Chemical Co.), 50 mL (7x105 M) luminol (G- 9382; Sigma
Chemical Co), dan kemudian HBSS++ digunakan sebagai kontrol. Puncak Luminescence
dicatat dengan luminometer (Luminoskan Sistem Lab RS) dan ditampilkan sebagai
median konsentrasi penghambatan (IC50) ± standar kesalahan rata-rata, dimana untuk
standarnya yaitu menggunakan ibuprofen (IC50 = 11.2 ± 1,8 µM).

5
2.2.2. Uji sitotoksisitas

Aktivitas sitotoksik senyawa alkaloid diuji terhadap sel PC3 adenokarsinoma prostat
manusia. Metode MTT yang dikerjakan sesuai dengan apa yang dilaporkan oleh Zhao et
al. (2008). suspensi sel PC3 yang masih segar ditempatkan ke dalam 96-well microtiter
plates dengan kepadatan 1x10-4 kemudaian diinkubasi selama 24 jam, pada masing-
masing sumuran ditambahkan senyawa sampel (4-8) dan standar , kemudian diinkubasi
lagi sealama 24 jam, sebelumnya senyawa yang akan diuji harus ditambahkan pelarut
DMSO. Setelah 3 hari, sel-sel yang melekat diinkubasi dengan MTT dan selanjutnya
dilarutkan dalam DMSO. Sel yang hidup akan memetabolisme MTT kemudian
membentuk garam formazan yang berwarna ungu , reaksi MTT dihentikan dengan
reagen stopper SDS 10% dalam 0,01% HCl sebanyak 100 µl, absorbansi diukur pada
panjang gelombang 550 nm dengan menggunakan microplate reader. IC50 adalah
konsentrasi agen yang sudah mengalami penurunan pertumbuhan sel sebesar 50%
selama eksperimen, dimana Doksorubisin digunakan sebagai kontrol positif (IC50 = 0,9
mM).

6
III. Pembahasan
Hasil isolasi dari kulit batang Zanthoxylum poggei menghasilkan Delapan
senyawa alkaloid, diantaranya yaitu citracridone I (1), citracridone III (2), 5-
hydroxynoracronycine (3), 5-methoxynoracronycine (4), 2-methoxy-7,8-
dehydroruteacarpine (5), 2- hydroxyruteacarpine (6), 2-methoxyruteacarpine (7),
5,8,13,14-tetrahydro-2-methoxy-14-méthyl-5-oxo-7H-indolo[2’,3’:3,4]pyr-ido[2,1-b]
quinazolin-6-ium chloride (8). Beikuut merupakan 8 alkaloid hasil isolasi dari tanaman
Zanthoxylum poggei

7
Gambar 3. Struktur Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi
Senyawa alkaloid hasil isolasi dari tanaman Zanthoxylum poggei merupakan
alkaloid yang memiliki kerangka indol dan kuinolin, sedangkan untuk jalur
biogenesisnya berawal dari asam amino triftopan dan asam antranilat. Berikut
merupakan gambar hubungan kerangka dari senyawa alkaloid hasil isolasi.

8
Gambar 4. Hubungan Kerangka dari Senyawa Alkaloid Hasil Isolasi

Uji Aktivitas Biologis

Senyawa alkaloid hasil isolasi dari kulit batang tanaman Zanthoxylum poggei
dilakukan uji aktivitas biologinya dengan menggunakan uji chemiluminescence , dengan
ibuprofen yang digunakan sebagai standar. Berikut merupakan hasil uji
chemiluminescence yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Senyawa Alkaloid Terhadap Stress Oksidatif Darah

Senyawa IC50 (µM)


5-methoxynoracronycine (4) 13.5 ± 3.5
2- methoxy-7,8-dehydroruteacarpine (5) 21.6 ± 2.5
2-hydroxyruteacarpine (6) 24.5 ± 3.6
2-methoxyruteacarpine (7) 25.9 ± 1.5
5,8,13,14- tetrahydro-2-methoxy-14-méthyl-5-oxo-7H- 12.5 ± 0.4
indolo[2’,3’:3,4]pyr- ido[2,1-b]quinazolin-6-ium chloride (8)
Ibuprofen 11.2 ± 1.8

Senyawa 4-8 dibuat dalam konsentrasi (3,1–50 mg mL 1) untuk diuji potensi


sifat imunomodulatornya. Senyawa 4-8 menunjukan aktivitas penghambatan stres
oksidatif pada darah saat diaktivasi secara in vitro menggunakan serum zymosan
opsonized. Semua senyawa menunjukkan efek penghambatan yang kuat terhadap fagosit
yang menyebabkan stres oksidatif pada darah, hal tersebut dapat dilihat dari nilai IC50
yang berada pada rentang nilai 12,5 hingga 25,9 µM, dimana nilai tersebut tidak terlalu
berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol ibuprofen yang memiliki
nilai IC50 = 11,2 µM. Hasil dari uji chemiluminescence menunjukkan bahwa senyawa
4-8 efektif secara alami menghambat zymosan dalam menginduksi stres oksidatif pada
darah dengan efisiensi yang tinggi.

Untuk memeriksa apakah nilai dari penghambatan stress oksidatif dari delapan
Senyawa alkaloid tersebut saling berhubungan dengan aktivitas sitotoksisitasnya, maka
selanjutnya dilakukan tes sitotoksisitas menggunakan metode MTT , dengan

9
doxorubicin yang digunakan sebagai standar. Berikut merupakan tabel 2 uji
sitotoksisitas.

Tabel 2. Nilai Sitotoksitas Terhadap Sel Kultur PC3 Adenokarsinoma


Prostat Manusia

Senyawa IC50 (µM)


5-methoxynoracronycine (4) 16.5 ± 1.4
2- methoxy-7,8-dehydroruteacarpine (5) 17.4 ± 2.0
2-hydroxyruteacarpine (6) 19.6 ± 3.0
2-methoxyruteacarpine (7) 22.1 ± 2.5
5,8,13,14- tetrahydro-2-methoxy-14-méthyl-5-oxo-7H- 15.8 ± 1.5
indolo[2’,3’:3,4]pyr- ido[2,1-b]quinazolin-6-ium chloride (8)
Doxorubicin 0.9 ± 0.1

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, senyawa (4-8) menunjukkan aktivitas


sitotoksik yang moderat terhadap sel kultur PC3 adenokarsinoma prostat manusia
dengan rentang nilai IC50 15,8 sampai 22,1 µM , jika dibandingkan dengan nilai standar
doxorubicin (IC50 = 0,9 µM), maka nilai 1C50 senyawa (4-8) tidak berbeda jauh dengan
nilai standar, sehingga senyawa (4-8) masih ada kecenderungan bersifat sitotoksik
terhadap garis sel PC3 adenokarsinoma prostat manusia.

Sifat aktivitas sitotoksik yang diperoleh berkaitan dengan gugus fungsional dari
masing-masing senyawa alkaloid yang diuji, adanya gugus hidroksil, ikatan rangkap,
dan tingkat kesimetrian struktur memberikan kontribusi peningkatan aktivitas toksisitas
senyawa alkaloid, namun dengan adanya penambahan gugus metoksi justru dapat
menurunkan aktivitas sitotoksik.

Berdasarkan hasil uji aktivitas sitotoksik , senyawa (8) memiliki aktivitas


sitotoksik tertinggi sedangkan senyawa (7) memiliki aktivitas sitotoksik paling rendah .
Ditinjau dari struktur molekulnya senyawa (8) memilki struktur yang tidak simetris, hal
tersebut diakibatkan oleh adanya gugus nitrogen yang tidak berikatan pada posisi 6 yang
menyebabkan nitrogen tersebut bermuatan positif ,sehingga dengan struktur yang tidak

10
simetris dan adanya ikatan rangkap dapat meningkatkan aktivitas sitotoksik, senyawa (4)
walaupun memiliki struktur yang kurang simetris namun aktivitas sitotoksiknya lebih
rendah dari senyawa (8), hal tersebut disebabkan oleh adanya gugus metoksi pada posisi
12 serta banyak gugus metil yang dapat menurunkan aktivitas sitotoksiknya, walaupun
demikian senyawa (4) masih lebih tinggi sifat sitotoksiknya dibandingkan senyawa
lainnya dikarenakan memiliki gugus hidroksil pada posisi 8. Senyawa (5) memiliki
aktivitas sitotoksik lebih tinggi dibandingkan senyawa (6) dan (7) disebabkan oleh
jumlah ikatan rangkap yang lebih banyak, sehingga dapat meningkatkan aktivitas
sitotoksiknya. Senyawa (6) memiliki aktivitas sitotoksik yang rendah dari senyawa (5)
dikarenakan jumlah ikatan rangkapnya lebih sedikit, namun senyawa (6) memilki
aktivitas sitotoksik lebih tinggi dari pada senyawa (7) dikarenakan adanya gugus
hidroksil pada posisi 2 , dimana pada posisi yang sama pada senyawa (7) disubtitusi oleh
metoksi sehingga menurunkan aktivitas sitotoksiknya.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilaporkan, delapan senyawa alkaloid berhasil


diisolasi dari tanaman Zanthoxylum poggei menggunakan pelarut diklorometana (DCM).

11
Dari hasil uji aktivitas biologis senyawa 4-8 menunjukan aktivitas penghambatan stres
oksidatif yang kuat serta menunjukkan aktivitas sitotoksik yang moderat. Faktor yang
meningkatkan aktivitas sitotoksik senyawa alkaloid adalah jumlah unit gugus hidroksil
bebas, ikatan rangkap, dan tingkat kesimetrian struktur, sedangkan gugus fungsi yang
dapat mengurangi aktivitas sitotoksik senyawa alkaloid adalah gugus metoksi Hasil
pengujian aktivitas biologis senyawa alkaloid ini menunjukan potensi senyawa tersebut
dalam menghambat pertumbuhan hingga merusak sel kanker.

12
Daftar Pustaka

Balgooy MMJ van. 1998. Malesian Seed Plants. Vol 2. Leiden: Rijksherbarium/Hortus
Botanicus

Djajanegara, I., Prio Wahyudi., 2009. Pemakaian Sel HeLa dalam Uji Sitotoksisitas
Fraksi Kloroform dan Etanol Ekstrak Daun Annona Squamosa. Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia, April 2009, hal 7-11. Jakarta

Happi, N.E., Waffo, A.F., Wansi, J.D., et al., 2011. O-prenylated acridone alkaloids
from the stems of Balsamocitrus paniculata (Rutaceae). Planta Med. 77, 934–938

Helfand, S.L., Werkmeister, J., Roder, J.C., 1982. Chemiluminescence response of


human natural killer cells. The relationship between target cell binding,
chemiluminescence, and cytolysis. J. Exp. Med. 156, 492–505

Negi, J.S, Bish, V.K., Bhandari, A.K., Singh, P., Sundriyah, R.C. (2011). Chemical
constituents and biological activities of the genus Zanthoxylum: A review.
African Journal of Pure and Applied Chemistry, 5(12), 412-416.

Sutradhar, R.K., Rahman, A.K.M.M., Ahmad, M.U., dan Saha, K. 2007. Alkaloids of
Sida cordifolia L., Indian Journal of Chemistry,46 : 1896-1900

Tobing, R. 1989. Kimia Bahan Alam . Jakarta : Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan

Wansi, Jean Duplex . Dkk. 2016. Cytotoxic acridone and indoloquinazoline alkaloids
from Zanthoxylum poggei. Phytochemistry Letters 17 (2016) 293–298

Wilbur, keith. 1980. Revolutiobary medicine, 1700-1800. Globe Pequot Press

Zhao, Q., Qing, C., Hao, X.J., et al., 2008. Cytotoxicity of laddane-type diterpenoids
from Hedychium forrestii. Chem. Pharm. Bull. 56, 210–212.

13
Lampiran 1. Pertanyaan dan jawaban (Mahasiswa)

1) Penanya : Adinda Saraswati, Fitri Dwi Amalia , Anisa Febriyanti Lestari, Saskia
Teja Widya, Intan Sulistyani, Fadhila Mulyadi Putri
Pertanyaan : Gugus apa yang paling berpengaruh pada 2-metoksirutaceacarpin
sehingga bisa memiliki nilai IC50 dan inhibisi PC3 paling tinggi diantara alkaloid
lainnya, serta alasan suatu senyawa mempunyai aktivitas yang rendah sampai tinggi
pada uji aktivitas sitotoksik.

Jawaban : Sifat aktivitas sitotoksik yang diperoleh berkaitan dengan gugus


fungsional dari masing-masing senyawa alkaloid yang diuji, adanya gugus hidroksil,
ikatan rangkap, dan tingkat kesimetrian struktur memberikan kontribusi peningkatan
aktivitas toksisitas senyawa alkaloid, namun dengan adanya penambahan gugus
metoksi justru dapat menurunkan aktivitas sitotoksik. Semakin rendah nilai lC50
maka akan semakin tinggi aktivitas sitotoksiknya, nilai lC50 yang rendah
menunjukan sedikitnya sel yang bertahan hidup , maka dari itu dapat disimpulkan
bahwa semakin besar aktivitas alkaloid yang dapat membunuh sel tersebut. Ditinjau
dari struktur molekulnya senyawa (8) memilki struktur yang tidak simetris, hal
tersebut diakibatkan oleh adanya gugus nitrogen yang tidak berikatan pada posisi 6
yang menyebabkan nitrogen tersebut bermuatan positif ,sehingga dengan struktur
yang tidak simetris dan adanya ikatan rangkap dapat meningkatkan aktivitas
sitotoksik , karena memiliki aktivitas sitotoksik paling tinggi maka senyawa 8
memiliki nilai lC50 paling rendah. senyawa (7) memiliki nii lC50 paling tinggi, maka
dari itu aktivitas sitotoksiknya paling rendah, senyawa (7) memiliki struktur yang
lebih simetri dari senyawa lain, memiliki ikatan yang lebih sedikit dibandingkan
senyawa (5), serta pada posisi 2 disubtitusi oleh metoksi sehingga menurunkan
aktivitas sitotoksiknya.

2) Penanya : Maudy

14
Pertanyaan : Apa yang menyebabkan hanya senyawa Alkaloid nomor 4-8 saja yang
mempunyai aktivitas pemhambatan stress oksidatif dan sitotoksik terhadap sel PC3
adenokarsinoma prostat? Gugus apa yang berperan

Jawaban : sebenarnya bukan senyawa 4-8 sajah, senyawa 1-3 juga mempunyai
aktivitas sitotoksik , namun tidak dibahas di jurnal sumber dan makalah yang saya
buat. Fakta bahwa senyawa 1-3 memiliki aktivitas sitoksik tercantum pada suatu
jurnal lain yang menggunakan sampel dari tanaman yang berbeda serta pengujian
aktivitasnya menggunakan konsentrasi standar yang berbeda.. sedangkan untuk gugus
yang berperan pada aktivitas sitotoksik dapat dipertimbangkan dari jumlah ikatan
rangkap , kesimetrian dan gugus hidroksil.

3) Penanya : Arina , Farah Hazmatulhaq


Pertanyaan : Bagaimana prinsip uji sitotoksik?

Jawaban :Uji sitotoksik dilakukan dengan menginkubasi sel PC3 dengan alkaloid , untuk
mengetahui jumlah sel yang mati selanjutnya diberikan pereaksi MTT. Prinsip metode ini
adalah reaksi redoks yang terjadi di dalam sel. MTT (3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-
2,5-diphenyltetrazolium bromide) direduksi menjadi garam formazan oleh enzim
suksinat dehidrogenase yang terdapat di dalam mitokondria sel hidup. Reaksi
dibiarkan terjadi selama 4 jam kemudian ditambahkan reagen stopper. Reagen
stopper tersebut akan melisis membran sel sehingga garam formazan dapat keluar
dari sel, serta melarutkan garam formazan tersebut. Garam formazan yang terbentuk
dikuantifikasi dengan spektrofotometer dan diukur dalam bentuk absorbansi.
Semakin tinggi absorbansi, semakin banyak sel yang hidup

4) Penanya : Bella Pristila Dewi


Pertanyaan : Ciri2 spektrum NMR senyawa alkaloid secara umum seperti apa?

Jawaban : ciri alkaloid adalah terdapat gugus N pada strukturnya, maka dari itu ciri
khas pada nmrnya yaitu dengan muncurlnya gugus karbon yang memiliki serapa

15
lebih deshielding, terutama pada karbon di sekitas gugus N , biasanya muncul serapan
di rentang 140 ppm

5) Penanya : Dhia Azmi


Pertanyaan : Kenapa uji toksisitasnya dilakukan pada sel PC3? karakteristik apa yg
penting sehingga sel tersebut dipilih untuk uji toksisitas pada penelitian tersebut?

Jawaban : uji toksisitas dilakukan pada sel PC3 prostat karena kanker prostat
merupakan penyakit kanker yang paling banyal diderita. Namun sebenarnya
pengujian dapat dilakukan pada sel kanker lainnya , karena untuk pengobatan kanker
sendiri belum ditemukan obat yang dapat mengobati sel kanker secara spesifik,
bahkan sel normal pun dapat terkena dampak sitoksik obat jika tidak dikendalikan
penggunaannya, maka dari itu untuk pengobatan kanker sendiri biasanya
menggunakan teknik kemotrapi , untuk mengendalikan obat mengenai target sel
kanker dengan meminimalisir pengaruhnya terhadap sel normal.

6) Penanya : Diah Nurhayati, Ramdhan Gunawan


Pertanyaan : Kenapa digunakan standar doxorubicin pada uji sitotoksitas sel kanker
pc3

Jawaban : Doksoubisin merupakan obat yang sering digunakan dalam pengobatan


kemotrapi kanker sehingga dapat menjadi standar yang baik. Doksorubisin dapat
mengikat bagian dari untai DNA sel kanker, kemudian menghentikan proses
transkripsi untuk mencegah replikasi sel kanker

7) Penanya : Fathia Soleha, Erwin Jatnika Rivana

Pertanyaan : hubungannya sifat antioksidan dengan sifat sototoksik senyawa2 trsbt

Jawaban : Stres oksidatif adalah keadaan di mana jumlah radikal bebas di dalam


tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya. Akibatnya intensitas
proses oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan

16
kerusakan yang lebih banyak. Literatur medis membuktikan bahwa stres oksidatif
adalah penyebab utama penuaan dini dan timbulnya penyakit kronis seperti kanker,

Stress oksidatif dapat diinduksi oleh suatu sel atau organisme lain, sel fagosit yang
meningkatkan atau menginduksi stress oksidatif yaitu berasal dari zymosan ,
Zymosan dibuat dari dinding sel ragi dan terdiri dari kompleks protein-karbohidrat.

Sifat sitotoksik sendiri merupakan aktifitas suatu senyawa dalam menghambat


bahkan membunuh sel kanker. Sehingga hubungan dari uji stress osidatif yaitu
alkaloid diuji kemampuannya dalam menghambat sel fagosit yang dapat
meningkatkan stress oksidatif .

8) Penanya : Pegi Dwi Agustin


Pertanyaan : bagaimana mekanisme alkaloid dapat mempunyai aktivitas
menghambat stress oksidatif?

Jawaban : Stress oksidatif sendiri yaitu meningkatnya radikal bebas yang


ditimbulkan oleh suatu fagosit ,alkaloid sendiri berperan dalam menghambat induksi
stress oksidatif yang diakibatkan sel fagosit. Alkaloid yang memiliki tingkat
kesimetrian yang rendah, banyaknya ikatan rangkap dan gugus hidroksil dapat
menigkatkan reaktivitas senyawa dalam mengikat bagian dari untaian DNA sel
kanker, sehingga menyebabkan terhentinya proses transkripsi, maka dari itu
replikasi sel kanker tidak terjadi.

17
Lampiran 2. Pertanyaan dan jawaban (Dosen Penguji)

1) Penanya : Bu Ratna
Pertanyaan 1 : Senyawa alkaloid yang diperoleh berjumlah delapan, bagaimana
mengetahui dan membedakan bahwa dalam sampel terapat kedelapan senyawa
tersebut ?

Jawaban : untuk memperoleh delapan senyawa tersebut ekstrak dari tanaman


zanthoxylum poggei hasil soxhletasi di buat dalam beberapa fraksi menggunaka KLT,
fraksi-fraksi yang diperoleh dimurnikan menggunakan kromatografi kolom dengan
gradient pelarut tertentu tiap fraksinya maka diperoleh beberapa senyawa yang
kemudian dianalisis strukturnya dengan menggunkan spekrofotomoeter NMR.
Membedakan struktur dari delapan dari senyawa dapat dilihat dari spektrum
NMRnya, dimana tiap senyawa memiliki ciri khas dan sedikit perbedaan pada
serapan tertentu. Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan struktur suatu
senyawa yaitu harus mengetahui golongan suatu senyawa tersebut dan berasal dari
tanaman apa, disini golongan senyawanya sudah diketahui yaitu alkaloid yang berasal
dari tanaman zanthoxylum poggei .Hal selanjtnya yang dilakukan yaitu mengetahui
dan membedakan jenis kerangka alkaloidnya, lalu yang terakhir menentukan gugus
samping atau subtituen dari senyawa tersebut. Senyawa (1-4) memiliki struktur dasar
alkaloid yang sama yaitu golongan acridone, begitu juga dengan senyawa (5-8) yang
memilkik kerangka dasar yang sama, yaitu berasal dari golongan alkaloid
indoquinozaline. ciri alkaloid adalah terdapat gugus Nitrogen pada strukturnya, maka
dari itu ciri khas pada nmrnya yaitu dengan munculnya gugus karbon yang memiliki
serapa lebih deshielding, terutama pada karbon di sekitas gugus Nitrogen , biasanya
muncul serapan di rentang 140 ppm. Pada senyawa acridone hanya memilkik satu
gugus Nitrogen sedangkan pada senyawa indoquinozaline terdapat 3 gugus Nitrogen,
sehingga serapan karbon pada rentang 140 ppm yang muncul pada senyawa
indoquinozaline akan lebih banyak dari pada senyawa acridone. Jika dilihat dari

18
perbedaan jumlah karbon , acridone memiliki 16 serapan karbon pada kerangka
dasarnya sedangkan senyawa indoquinozaline memiliki 18 serapan karbon pada
kerangka dasar.

Setelah berhasil membedakan dua golongan kerangka alkaloid langkah


selanjutnya yaitu menganalisis subtituennya. Senyawa (1-4) memiliki kerangka dasar
yang sama, sehingga senyawa (1-4) dapat dibedakan berdasarkan subtituennya.
Senyawa (1) memiliki dua subtituen tambahan yaitu satu gugus metoksi dan gugus
hidroksil, maka dari itu akan muncul tambahan satu serapan singlet di rentang 3.80
ppm pada 1H NMR dan serapan 13
C NMR di rentang 60 ppm yang menunjukan
adanya tambahan satu gugus metoksi, sedangkan dengan adanya tambahan gugus
hidroksil akan muncul serapan karbon yang lebih deshielding karena terikat langsung
dengan gugus hidrosil , serapan tersebut akan muncul di rentang 160 ppm. Senyawa
(2) memiliki dua subtituen hidroksil tambahan, maka dari itu akan muncul tambahan
dua serapan karbon yang lebih deshielding karena terikat langsung dengan gugu
hidrosil , serapan tersebut akan muncul di rentang 160 ppm. Senyawa (3) memiliki
satu subtituen tambahan yaitu gugus hidroksil, dengan adanya tambahan gugus
hidroksil akan muncul serapan karbon yang lebih deshielding karena terikat langsung
dengan gugu hidrosil , serapan tersebut akan muncul di rentang 160 ppm dan
dikarenakan pada posisi karbon nomor 6 tidak memiliki subtituen serta hanya
mengikat gugus hidrogen maka pada spectrum 1H NMR akan ada tambahan satu
serapan doublet pada posisi karbon nomor enam dan munculnya serapan triplet pada
karbon nomor 7. Senyawa (4) memiliki dua subtituen tambahan yaitu satu gugus
metoksi dan gugus hidroksil, maka dari itu akan muncul tambahan satu serapan
singlet di rentang 3.80 ppm pada 1H NMR dan serapan 13C NMR di rentang 60 ppm
yang menunjukan adanya tambahan satu gugus metoksi, dan dikarenakan pada posisi
karbon nomor 6 tidak memiliki subtituen serta hanya mengikat gugus hidrogen maka
pada spectrum 1H NMR akan ada tambahan satu serapan doublet pada posisi karbon
nomor enam dan munculnya serapan triplet pada karbon nomor 7.

19
Senyawa (5-8) memiliki kerangka dasar yang sama, sehingga perbedaam senyawa (5-
8) dapat dilihat berdasarkan serapan subtituennya. Senyawa (6) dan (8) hanya
memiliki perbedaan di ikatan rangkapnya , pada senyawa (6) memiliki ikatan rangkap
pada posisi karbon nomor 7 dan 8 sehingga akan muncul dua sinyal doublet ,
sedangkan pada senyawa (8) tidak muncul dua sinyal doublet melainkan dua sinyal
triplet. Senyawa (8) juga hamper mirip strukturnya dengan senyawa (7), yang
membedakannya ialah adanya gugus hidroksil yang tersubtitusi pada pada posisi
karbon nomor dua untuk senyawa (7), sedangkan senyawa (8) disubtitusi oleh
metoksi. Perbedaan subtituen tersebut menunjukan hasil serapa yang berbeda, dengan
adanya gugus hidroksil pada senyawa (7) memberikan satu sinyal karbon yang lebih
deshielding dimana rentang serapannya sekitar 160 ppm, sedangkan dengan adanya
gugus metoksi pada senyawa (8) dapat memunculkan serapan singlet pada rentang
serapan 4 ppm dan munculnya satu tambahan serapan karbon pada rentang 50 ppm.
Pada senyawa (9) terdapat perbedaan yang paling mencolok dibandingkan senyawa
(5-7), senyawa (9) memilkik gugus CH3 yang terikat pada gugus N pada posisi nomor
14, dengan adanya gugus CH3 tersebut memunculkan tambahan satu serapan singlet
dan bertambahnya satu serapan 13C NMR yang muncul pada serapan 48 ppm.

Pertanyaan 2 : Bagaimana pengaruh jumlah unit gugus fungsi terhadap sitotoksik


Jawaban : Sifat aktivitas sitotoksik yang diperoleh berkaitan dengan gugus
fungsional dari masing-masing senyawa alkaloid yang diuji, adanya gugus hidroksil,
ikatan rangkap, dan tingkat kesimetrian struktur memberikan kontribusi peningkatan
aktivitas toksisitas senyawa alkaloid, namun dengan adanya penambahan gugus
metoksi justru dapat menurunkan aktivitas sitotoksik.

Pertanyaan 3 : Kenapa banyaknya gugus hidroksil dapat meningkatkan aktivitas


sitotoksik.
Jawaban : Dengan banyaknya gugus hidroksil dapat membuat pola sebaran elektron
menjadi tidak seimbang dan menyebabkan strukturnya menjadi tidak simetri ,

20
sehingga dengan struktur yang kurang simetri menyebabkan senyawa tersebut lebih
cenderung mudah bereaksi.
Pertanyaan 4 : Mengapa kesimetrian dapat meningkatkan aktivitas sitotoksik?
Apakah ada hubungannya dengan kepolaran?
Jawaban : Struktur kesimetrian suau senyawa memungkinkan untuk mengidentifikasi
bisa atau tidaknya senyawa tersebut berinteraksi dengan suatu sel kanker. Tingkat
kesimetrian senyawa disebabkan oleh pola sebaran elektron sehingga berdampak
pada kepolaran senyawa tersebut, sifat kepolaran senyawa sendiri berhubungan
dengan kemampuan daya absorbsi dan permeabilitas suatu senyawa terhadap sel
kanker, jika suatu senyawa dapat terabsorbsi dengan baik pada sel kanker maka
aktivitas yang ditimbulkan akan lebih tinggi.

2) Penanya : Pak Gungun


Pertanyaan : Untuk uji sitotoksisitas kenapa dipilih pengujian terhadap
kanker prostat
Jawaban : Tujuannya yaitu untuk mengetahui potensi senyawa alkaloid dalam
membunuh sel kanker prostat, sel kanker prostat sendiri dipilih karena merupakan
jenis kanker yang sering didiagnosis pada pria. Berdasarkan data dunia presentasi
pengidap kanker prostat sebesa 13%, sedangkan angka kematiannya tercatat hingga
6.1%. Di Indonesia sendiri pada periode tahun 1995 hingga 2007 terdapat 610 kasus
kanker prostat dan selalu mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat.

21
22
23

Anda mungkin juga menyukai