Disusun Oleh
Nama : Roni setiawan
NIM : 1811102415123
Kelas :B
Kelompok :5
Saponin berasal dari bahasa Latin, sapo yang berarti sabun, merupakan
senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air.
Saponin larut dalam air dan alkohol tapi tidak dalam eter (Burrel, et al 1934). Saponin
ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu dan
dipengaruhi oleh varietas tanaman dan pertumbuhan. Saponin merupakan metabolit
sekunder dan merupakan kelompok glikosida triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri
dari satu atau lebih gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat
membentuk kristal berwarna kuning dan amorf, serta berbau menyengat. Rasa saponin
sangat ekstrim, dari sangat pahit hingga sangat manis. Saponin biasa dikenal sebagai
senyawa nonvolatile dan sangat larut dalam air (dingin maupun panas) dan alkohol,
namun membentuk busa koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen yang baik.
Senyawa ini memiliki pita serapan pada daerah spektrum UV (λmaks 200- 350 nm).
(Illing, Ilmiati dkk.2017)
Kloroform termasuk ke dalam pelarut semipolar yang memiliki nilai indeks bias
1,45 dan merupakan pelarut yang efektif untuk senyawa organik. Kloroform mudah larut
dalam alkohol dan eter. Sifat kloroform inilah yang menjadi dasar digunakannya
kloroform sebagai pelarut untuk ekstraksi cair-cair dikarenakan metanol merupakan
senyawa alcohol. (Mariana, Elyta dkk., 2018)
Alkaloid diuji dengan menggunakan pereaksi Dragendorff, yang digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan k+ yang merupakain ion logam. Kloroform
termasuk ke dalam pelarut semipolar yang memiliki nilai indeks bias 1,45 dan
merupakan pelarut yang efektif untuk senyawa organik. Kloroform mudah larut dalam
alkohol dan eter. Sifat kloroform inilah yang menjadi dasar digunakannya kloroform
sebagai pelarut untuk ekstraksi cair-cair dikarenakan metanol merupakan senyawa
alcohol. (Asmara, Anjar Purba., 2017)
Untuk golongan saponin menggunakan Liebermann – Burchard. Kondensasi
atau pelepasan H2O dan penggabungan dengan karbokation merupakan prinsip dari Uji
Liebermann-Burchard. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksil
menggunakan asam asetat anhidrida. Gugus asetil yang merupakan gugus pergi yang
baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi pelepasan
gugus hidrogen beserta elektronnya, mengakibatkan ikatan rangkap berpindah.
Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil atau karbokation.
Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofilik, diikuti pelepasan hidrogen.
Kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya dilepas, akibatnya senyawa mengalami
perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan munculnya warna merah-ungu (Siadi,
2012).
Pereaksi semprot anisaldehid-asam sulfat merupakan pereaksi yang bersifat
destruktif karena pereaksi ini memecah senyawa pada plat KLT supaya dapat diamati
oleh sinar tampak (Alegantina dkk., 2010).
Pada pemisahan ini plat yang digunakan sebagai fase diam adalah silika gel
GF254 karena analit tidak berwarna sehingga digunakan silika gel GF254. Silika gel ini
mampu berflouresensi dengan baik pada sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.
(Oktaviantari, Destiana Eka dkk. 2019)
Perbedaan jenis pelarut mempengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan, ekstrak
menggunakan pelarut pelarut metanol (polar) memiliki rendemen paling tinggi, diikuti
rendemen ekstrak dengan menggunakan pelarut etil asetat (semi polar) dan rendemen
ekstrak dengan menggunakan pelarut n-heksana (nonpolar). Metanol memiliki gugus
polar yang lebih kuat daripada gugus nonpolar, hal ini dapat terlihat dari struktur kimia
metanol yang mengandung gugus hidroksil (polar) dan gugus karbon (nonpolar) (Ukhty,
2011). Menurut Supiyanti (2010) metanol dapat mengekstrak senyawa fitokimia dalam
jumlah yang lebih banyak. Tingginya rendemen yang terdapat pada pelarut metanol
menunjukkan pelarut tersebut mampu mengekstrak lebih banyak komponen bioaktif
yang memiliki sifat kepolaran yang lebih tinggi.
Rendemen pada pelarut etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan pelarut
metanol namun lebih besar dari pelarut n-heksana, hal ini diduga adanya gugus
metoksi yang terdapat pada struktur kimia etil aseat. Adanya gugus metoksi tersebut
yang menyebabkan etil asetat dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa yang
terdapat pada sampel. Ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etil asetat lebih
lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut metanol
sehingga mempengaruhi hasil rendemen dari pelarut etil asetat yang lebih sedikit. Nilai
rendemen terkecil terdapat pada fraksi terlarut n-heksana, hal ini menunjukkan bahwa
senyawa bioaktif yang bersifat nonpolar pada sampel bunga lotus jumlahnya sedikit.
(Romadanu dkk. 2014)
BAB III
PROSEDUR KERJA
C. Alat dan bahan
Alat : TLC chamber : Alat penyemprot untuk penampak
noda
: Pipa kapiler : Pinset
: Lampu UV 366 nm : Erlenmeyer
: Alat gelas : Kertas saring
Siapkan fase diam yaitu plat KLT silica gel GF 254 yang telah diberi garis batas atas
dan bawah, masing-masing 1 cm.
Jenuhkan chamber dengan menggunakan fase gerak yaitu etil asetat – metanol – air
(100:13,5:1).
Kemudian masukkan plat KLT tadi kedalam chamber yang sudah jenuh lalu tutup
kembali chamber.
Amati pergerakkan fase gerak pada plat KLT, jangan sampai melewati garis batas
atas pada plat KLT.
Kemudian keluarkan plat KLT dari chamber menggunakan pinset, kemudian amati
pada lampu UV 366 nm, akan muncul beberapa senyawa yang berfluoresensi biru
atau kuning.
Setelah disemprot akan muncul warna jingga, jingga coklat hingga coklat pada sinar
tampak, warna biasanya tidak stabil.
Identifikasi Senyawa Saponin Menggunakan KLT Penampak Noda
Siapkan fase diam yaitu plat KLT silica gel GF 254 yang telah diberi garis batas atas
dan bawah, masing-masing 1 cm.
Jenuhkan chamber dengan menggunakan fase gerak yaitu kloroform – metanol - air
(64:50:10).
Kemudian masukkan plat KLT tadi kedalam chamber yang sudah jenuh lalu tutup
kembali chamber.
Amati pergerakkan fase gerak pada plat KLT, jangan sampai melewati garis batas
atas pada plat KLT.
Kemudian keluarkan plat KLT dari chamber menggunakan pinset, kemudian amati
pada lampu UV 366 nm, akan muncul beberapa senyawa yang berfluoresensi biru
atau kuning.
Setelah disemprot akan muncul warna biru, biru violet, kadang kekuningan pada
sinar tampak.
Siapkan alat penyemprot dan pereaksi penampak noda (Liebermen-Burchard)
kemudian dipanaskan 110℃ selama 5-10 menit.
Setelah disemprot akan muncul warna biru, biru violet, kadang kekuningan pada
sinar tampak.
Apabila terbentuk buih, diamkan dan amati buih (tinggi buih dan kestabilan buih)
yang terbentuk.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
A. Hasil pengujian metabolit sekunder metode spot test pada anggrek dendrobium.
B. Hasil pengujian metabolit sekundet anggrek dendrobium metode KLT pada sinar
tampak UV 254 DAN 366nm.