Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

“Identifikasi dan Isolasi Senyawa Alkaloid dan Saponin”


“ANGGREK DENDROBIUM”

Dosen Pengampu : Apt. Sinta Ratna Dewi, S.Farm., M. Si.

Disusun Oleh
Nama : Roni setiawan
NIM : 1811102415123
Kelas :B
Kelompok :5

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan
Mahasiswa memiliki kemampuan dan keterampilan melakukan skrining
fitokimia kandungan yang ada pada simplisia dengan metode KLT, reaksi warna
dan pengendapan
B. Latar Belakang
Alkaloid adalah sekelompok senyawa kimia alami yang sebagian besar
mengandung atom nitrogen basa. Kelompok ini juga termasuk beberapa terkait
senyawa dengan sifat netral dan bahkan asam lemah. Alkaloid diproduksi oleh
berbagai macam organisme yang meliputi bakteri, jamur, tumbuhan dan hewan.
Sumber utama alkaloid adalah berbunga tanaman yaitu Angiosperm.
Mereka terutama terlibat dalam pertahanan tanaman melawan herbivora dan
patogen. Ditemukan bahwa 20% spesies tumbuhan mengandung alkaloid.
Alkaloid adalah senyawa siklik yang mengandung nitrogen dalam keadaan
oksidasi negatif yang distribusi terbatas pada organisme hidup.
Beberapa alkaloid digunakan sebagai antiseptik karena aktivitas
antibiotiknya misalnya berberin dalam opthamics dan sanguinarine dalam pasta
gigi. Berdasarkan prekursor biosintetik dan sistem cincin heterosikliknya,
senyawa tersebut telah diklasifikasikan ke dalam berbagai kategori yang meliputi
indol, piperidin, tropan, purin, pirolizidin, imidazol, quinolozidine, isoquinoline dan
pyrrolidine alkaloid. (Roy,Arpita. 2017)
Saponin adalah senyawa bioorganik alami yang memiliki setidaknya satu
ikatan glikosidik (ikatan CO-gula) di C-3 antara aglikon dan rantai gula. Hidrolisis
molekul saponin menghasilkan dua bagian, aglikon dan satu bagian gula.
Saponin padat amorf terisolasi memiliki berat molekul tinggi, dan mengandung
27 sampai 30 atom karbon pada bagian non-sakarida. Bagian non-sakarida
(bagian kerangka hidrokarbon tanpa rantai gula) yang disebut genin, sapogenin,
atau aglikon. Tergantung pada jenis sapogenin yang ada, saponin dapat dibagi
menjadi tiga kelas utama: glikosida triterpenoid, glikosida steroid, dan glikosida
alkaloid.
Saponin dengan satu gugus gula disebut monodesmosidik, tetapi dengan
dua gugus gula disebut bidesmosidik. Menurut jumlah atom karbon, jumlah
oksigen dan nitrogen yang ada dalam molekul, aglikon atau genin, atau
sapogenin itu sendiri dikategorikan menjadi glikosida triterpenoid, steroid, dan
alkaloid. Maserasi dalam pelarut organik dan Soxhlet adalah cara isolasi
tradisional utama saponin. Keberadaan saponin dalam bahan tanaman dapat
dikonfirmasi dengan uji kering atau basah tergantung pada karakteristik
pembentukan buih. Penentuan kandungan total saponin dapat dilanjutkan
melalui ekstraksi pelarut berturut-turut dengan n-butanol. (Aziz, Maher Mohamed
Abed El, et al., 2019)
BAB II
DASAR TEORI
Alkaloid adalah senyawa organik siklik yang mengandung nitrogen dengan
bilangan oksidasi negatif yang penyebarannya terbatas pada makhluk hidup.Alkaloid
juga merupakan golongan zat metabolit sekunder yang terbesar, yang pada saat ini
telah diketahui sekitar 5500 buah.Alkaloid pada umumnya mempunyai keaktifan fisiologi
yang menonjol sehingga alkaloid sering dimanfaatkan untuk pengobatan.Penggolongan
alkaloid dilakukan berdasarkan sistem cincinnya, misalnya piridina, piperidina, indol,
isokunolina, dan tropana.Meskalina dan efedrina merupakan golongan alkaloid yang
nitrogennya terdapat dalam struktur alifatik. Alkaloid menunjukkan pita serapan di
daerah spektrum UV (λmaks 250-303 nm). Senyawa ini biasanya terdapat dalam
tumbuhan sebagai garam berbagai senyawa organik dan sering ditangani di
laboratorium sebagai garam dengan asam hidroklorida dan asam sulfat. Alkaloid dapat
digolongkan dalam 3 golongan yaitu (Rizal, 2011) :
a) Alkaloid sejati yaitu senyawa yang mempunyai cincin nitrogen heterosiklik, bersifat
basa dan berasal dari asam amino.
b) Alkaloid gabungan yaitu turunan asam amino, atom nitrogennya tidak dalam bentuk
cincin heterosiklik. Alkaloid gabungan bersifat basa, dialam diturunkan dari
biosintesis asam amino itu sendiri. Contohnya meskalina.
c) Alkaloid semu yaitu basa tumbuhan yang mengandung nitrogen heterosiklik,
memiliki aktifitas dan tidak mempunyai hubungan biosintesis dengan asam amino.
Alkaloid semu diturunkan dari senyawa-senyawa terpenoid turunan asam asetat dan
asam poliketonlifatik.

Saponin berasal dari bahasa Latin, sapo yang berarti sabun, merupakan
senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa jika dikocok dalam air.
Saponin larut dalam air dan alkohol tapi tidak dalam eter (Burrel, et al 1934). Saponin
ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu dan
dipengaruhi oleh varietas tanaman dan pertumbuhan. Saponin merupakan metabolit
sekunder dan merupakan kelompok glikosida triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri
dari satu atau lebih gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat
membentuk kristal berwarna kuning dan amorf, serta berbau menyengat. Rasa saponin
sangat ekstrim, dari sangat pahit hingga sangat manis. Saponin biasa dikenal sebagai
senyawa nonvolatile dan sangat larut dalam air (dingin maupun panas) dan alkohol,
namun membentuk busa koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen yang baik.
Senyawa ini memiliki pita serapan pada daerah spektrum UV (λmaks 200- 350 nm).
(Illing, Ilmiati dkk.2017)

Kloroform termasuk ke dalam pelarut semipolar yang memiliki nilai indeks bias
1,45 dan merupakan pelarut yang efektif untuk senyawa organik. Kloroform mudah larut
dalam alkohol dan eter. Sifat kloroform inilah yang menjadi dasar digunakannya
kloroform sebagai pelarut untuk ekstraksi cair-cair dikarenakan metanol merupakan
senyawa alcohol. (Mariana, Elyta dkk., 2018)
Alkaloid diuji dengan menggunakan pereaksi Dragendorff, yang digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan k+ yang merupakain ion logam. Kloroform
termasuk ke dalam pelarut semipolar yang memiliki nilai indeks bias 1,45 dan
merupakan pelarut yang efektif untuk senyawa organik. Kloroform mudah larut dalam
alkohol dan eter. Sifat kloroform inilah yang menjadi dasar digunakannya kloroform
sebagai pelarut untuk ekstraksi cair-cair dikarenakan metanol merupakan senyawa
alcohol. (Asmara, Anjar Purba., 2017)
Untuk golongan saponin menggunakan Liebermann – Burchard. Kondensasi
atau pelepasan H2O dan penggabungan dengan karbokation merupakan prinsip dari Uji
Liebermann-Burchard. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksil
menggunakan asam asetat anhidrida. Gugus asetil yang merupakan gugus pergi yang
baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi pelepasan
gugus hidrogen beserta elektronnya, mengakibatkan ikatan rangkap berpindah.
Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil atau karbokation.
Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofilik, diikuti pelepasan hidrogen.
Kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya dilepas, akibatnya senyawa mengalami
perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan munculnya warna merah-ungu (Siadi,
2012).
Pereaksi semprot anisaldehid-asam sulfat merupakan pereaksi yang bersifat
destruktif karena pereaksi ini memecah senyawa pada plat KLT supaya dapat diamati
oleh sinar tampak (Alegantina dkk., 2010).
Pada pemisahan ini plat yang digunakan sebagai fase diam adalah silika gel
GF254 karena analit tidak berwarna sehingga digunakan silika gel GF254. Silika gel ini
mampu berflouresensi dengan baik pada sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.
(Oktaviantari, Destiana Eka dkk. 2019)
Perbedaan jenis pelarut mempengaruhi jumlah ekstrak yang dihasilkan, ekstrak
menggunakan pelarut pelarut metanol (polar) memiliki rendemen paling tinggi, diikuti
rendemen ekstrak dengan menggunakan pelarut etil asetat (semi polar) dan rendemen
ekstrak dengan menggunakan pelarut n-heksana (nonpolar). Metanol memiliki gugus
polar yang lebih kuat daripada gugus nonpolar, hal ini dapat terlihat dari struktur kimia
metanol yang mengandung gugus hidroksil (polar) dan gugus karbon (nonpolar) (Ukhty,
2011). Menurut Supiyanti (2010) metanol dapat mengekstrak senyawa fitokimia dalam
jumlah yang lebih banyak. Tingginya rendemen yang terdapat pada pelarut metanol
menunjukkan pelarut tersebut mampu mengekstrak lebih banyak komponen bioaktif
yang memiliki sifat kepolaran yang lebih tinggi.
Rendemen pada pelarut etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan pelarut
metanol namun lebih besar dari pelarut n-heksana, hal ini diduga adanya gugus
metoksi yang terdapat pada struktur kimia etil aseat. Adanya gugus metoksi tersebut
yang menyebabkan etil asetat dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa yang
terdapat pada sampel. Ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etil asetat lebih
lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut metanol
sehingga mempengaruhi hasil rendemen dari pelarut etil asetat yang lebih sedikit. Nilai
rendemen terkecil terdapat pada fraksi terlarut n-heksana, hal ini menunjukkan bahwa
senyawa bioaktif yang bersifat nonpolar pada sampel bunga lotus jumlahnya sedikit.
(Romadanu dkk. 2014)
BAB III
PROSEDUR KERJA
C. Alat dan bahan
 Alat : TLC chamber : Alat penyemprot untuk penampak
noda
: Pipa kapiler : Pinset
: Lampu UV 366 nm : Erlenmeyer
: Alat gelas : Kertas saring

 Bahan : Fraksi kloroform : Pereaksi anisaldehid – H2SO4


: Plat KLT silica GF254 : Pereaksi Liebermann - Burchard
: Metanol : Air (aquadest)
: Kloroform
: Etil asetat
D. Cara Kerja
Identifikasi Senyawa Alkaloid Menggunakan KLT Penampak Noda

Siapkan fraksi kloroform yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya.

Siapkan fase diam yaitu plat KLT silica gel GF 254 yang telah diberi garis batas atas
dan bawah, masing-masing 1 cm.

Jenuhkan chamber dengan menggunakan fase gerak yaitu etil asetat – metanol – air
(100:13,5:1).

Totolkan fraksi kloroform pada plat KLT menggunakan pipa kapiler.

Kemudian masukkan plat KLT tadi kedalam chamber yang sudah jenuh lalu tutup
kembali chamber.

Amati pergerakkan fase gerak pada plat KLT, jangan sampai melewati garis batas
atas pada plat KLT.

Kemudian keluarkan plat KLT dari chamber menggunakan pinset, kemudian amati
pada lampu UV 366 nm, akan muncul beberapa senyawa yang berfluoresensi biru
atau kuning.

Siapkan alat penyemprot dan pereaksi penampak noda (pereaksi dragendorf)

Kemudian plat KLT tadi disemprot menggunakan pereaksi dragendorf.

Setelah disemprot akan muncul warna jingga, jingga coklat hingga coklat pada sinar
tampak, warna biasanya tidak stabil.
Identifikasi Senyawa Saponin Menggunakan KLT Penampak Noda

Siapkan fraksi etanol yang telah dibuat pada praktikum sebelumnya.

Siapkan fase diam yaitu plat KLT silica gel GF 254 yang telah diberi garis batas atas
dan bawah, masing-masing 1 cm.

Jenuhkan chamber dengan menggunakan fase gerak yaitu kloroform – metanol - air
(64:50:10).

Totolkan fraksi etanol pada plat KLT menggunakan pipa kapiler.

Kemudian masukkan plat KLT tadi kedalam chamber yang sudah jenuh lalu tutup
kembali chamber.

Amati pergerakkan fase gerak pada plat KLT, jangan sampai melewati garis batas
atas pada plat KLT.

Kemudian keluarkan plat KLT dari chamber menggunakan pinset, kemudian amati
pada lampu UV 366 nm, akan muncul beberapa senyawa yang berfluoresensi biru
atau kuning.

Siapkan alat penyemprot dan pereaksi penampak noda (H2SO4 pekat)→dipanaskan


110℃ selama 5-10 menit (metode 1).

Kemudian plat KLT tadi disemprot menggunakan pereaksi anisaldehid-H2SO4 pekat


dilemari asam.

Setelah disemprot akan muncul warna biru, biru violet, kadang kekuningan pada
sinar tampak.
Siapkan alat penyemprot dan pereaksi penampak noda (Liebermen-Burchard)
kemudian dipanaskan 110℃ selama 5-10 menit.

Kemudian plat KLT tadi disemprot menggunakan pereaksi Liebermen-Burchard


dilemari asam.

Setelah disemprot akan muncul warna biru, biru violet, kadang kekuningan pada
sinar tampak.

Identifikasi Saponin dengan metode spot (reaksi warna dan pengendapan)

Timbang serbuk simplisia sebanyak 5 gram, masukkan kedalam erlenmeyer.

Siapkan 3 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi ditambah dengan larutan


yang berbeda. Tabung pertama diisi dengan fraksi etanol, tabung kedua diisi dengan
etanol, tabung ketiga diisi dengan ekstrak saponin murni.

Kedalam masing-masing tabung tersebut selanjutnya ditambah aquadem dan


dikocok kuat.

Apabila terbentuk buih, diamkan dan amati buih (tinggi buih dan kestabilan buih)
yang terbentuk.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
A. Hasil pengujian metabolit sekunder metode spot test pada anggrek dendrobium.
B. Hasil pengujian metabolit sekundet anggrek dendrobium metode KLT pada sinar
tampak UV 254 DAN 366nm.

C. Hasil sinar tampak pada UV 254, 366nm dan nilai RF.


Nama senyawa Sinar UV Sinar UV Pereaksi Nilai RF
254nm 366nm dragendroff

Alkaloid Hijau Fluoresensi Coklat (+) 0,42


jingga
0,85

D. Hasil pengujian alkaloid dengan pereaksi dragendroff dan mayor.


Reaksi Hasil
Senyawa Pereaksi Kesimpulan
positif pengamatan
Dreagendorf Adanya Endapan Positif
endapan jingga
Alkaloid orange atau
merah coklat
Mayer Adanya Endapan Positif
endapan kuining
putih/kuning

E. Hasil sinar tampak UV 254 dan 366nm.


BAB V
PEMBAHASAN
Dendrobium merupakan salah satu genus anggrek terbesar dari famili
Orchidaceae, dan meliputi lebih dari 2.000 spesies (Uesato 1996). Dendrobium
merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia, dan jumlahnya diperkirakan mencapai
275 spesies (Gandawidjaya dan Sastrapradja 1980). Spesies anggrek Dendrobium
terbaik banyak terdapat di kawasan timur Indonesia, seperti Papua dan Maluku.
Anggrek Dendrobium banyak digunakan dalam rangkaian bunga karena memiliki
kesegaran yang relatif lama, warna dan bentuk bunganya bervariasi, tangkai bunga
lentur sehingga mudah dirangkai, dan produktivitasnya tinggi. Tingkatan warna anggrek
Dendrobium sangatbervariasi. Umumnya, anggrek hibrida berwarna lembayung muda,
putih, kuning keemasan atau kombinasi dari warnawarna tersebut. Beberapa hibrida
Dendrobium hasil pemuliaan modern memiliki warna kebiruan, gading, atau jingga tua
sampai merah tua. Dendrobium dapat berbunga beberapa kali dalam setahun. Tangkai
bunganya panjang dan dapat dirangkai sebagai bunga potong.
KLASIFIKASI anggrek Dendrobium adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Subfamili : Epidendroideae
Suku : Epidendreae
Subsuku : Dendrobiinae
Genus : Dendrobium
Salah satu spesies anggrek yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat
adalah anggrek Dendrobium sp. Potensi Dendrobium sp. sebagai obat dikarenakan
anggrek ini menghasilkan berbagai macam metabolit penting, salah satunya adalah
alkaloid. Alkaloid utama pada Dendrobium sp. adalah Dendrobine (C16H25O2 N).
Senyawa alkaloid pada Dendrobium crumetanum sw berpotensi untuk pengobatan
radang telinga bagian dalam. Daun anggrek Dendrobium auranticum dapat digunakan
sebagai obat hipotensi, sedangkan daun Dendrobium chrysantum dan Dendrobium
densiflorum dapat digunakan sebagai obat diabetes, serta ada beberapa spesies
Dendrobium yang mempunyai aktivitas antibakteri. Alkaloid pada spesies Dendrobium
dapat berfungsi sebagai antioksidan, antikanker, dan mempunyai aktivitas
neuroprotektif. (Dyah Widia stoety. Dkk, 2016)
Cara ekstraksi pada anggrek dendrobium yaitu pucuk hasil kultur dan tanaman induk
masing-masing dipotong kecil, kemudian ditimbang sebanyak 500 mg dan digerus
dalam kondisi dingin dengan mortir dan stamper hingga halus. Pucuk yang sudah halus
dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan 5 ml etanol 70%. Campuran
tersebut dihomogenkan dengan vortex selama 1 menit, kemudian diekstraksi berulang
sebanyak 5 kali dengan cara ultrasonikasi yang dibagi menjadi 2 tahap, yaitu 2 x 10
menit dan tahap kedua 3 x 5 menit. Tahap pertama disonikasi selama 10 menit,
kemudian dipisahkan filtrat dan residu dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan
3000 rpm selama 1 menit, disaring menggunakan kertas saring. Residu hasil
pemisahan disonikasi kembali selama 10 menit dan dipisahkan kembali filtrat dan
residunya. Tahap kedua dilakukan hal yang sama dengan tahap pertama sebanyak 3
kali dengan waktu masing-masing 5 menit. Selanjutnya, filtrat hasil pemisahan
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan etanol 70% sampai 25 ml
(Alfian Hendra.dkk,2019).
Fase diam yang digunakan dalam Kromatografi Lapis Tipis merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-
rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efesiennya dan resolusinya. Lapisan tipis yang digunakan
sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion,
gel ekslusi, dan siklodektrin yang digunakan untuk pemisahan kiral. Fase gerak adalah
medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di
dalam fase diam yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut yang
digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut
multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri
atas maksimum tiga komponen (Alfian Hendra.dkk,2019).
Fase terbalik merupakan fase gerak yang bersifat polar dan fase diam besifat
non polar atau kurang polar. Pada teknik ini sampel yang memilki tingkat kepolaran
lebih tinggi akan terelusi lebih awal. Sedangkan fase normal. Merupakan fase gerak
yang bersifat kurang polar atau non polar dan fase diam bersifat lebih polar. Pada
teknik ini sampel yang memilki tingkat kepolaran lebih rendah akan terelusi lebih
awal.(Savira Silma,dkk.2017)
Ekstrak kultur pucuk dan tanaman induk masing-masing dianalisis dengan
menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan pot test, didapatkan beberapa
golongan senyawa yang kemungkinan terdapat pada tanaman induk dan kultur pucuk
Dendrobium anosmumgigantea yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, dan fenol. untuk
mengetahui kandungan metabolit yang terdapat dalam ekstrak etanol. Fase gerak yang
digunakan untuk mengeluasi sampel dibuat variasi berdasarkan gradien kepolaran.
Pereaksi penampak noda disesuaikan dengan metabolit sekunder yang diamati. Untuk
alkaloid total telah dioptimasi fase geraknya menggunakan 3 komposisi fase gerak yang
berbeda yaitu kloroform : metanol : amonia (85:15:1), etil asetat : kloroform (8:2),
kloroform : metanol (12:2) Fase gerak terbaik untuk senyawa alkaloid yang diperoleh
adalah kloroform : metanol (12:2) dengan menghasilkan pemisahan yang baik yaitu 2
noda warna coklat pada Rf 0,42 dan 0,83 (menggunakan penampak noda Dragendorf).
dan menggunakan fase diam plat silica gel GF 254.
Fase gerak kloroform : metanol (12:2) digunakan untuk mengeluasi ekstrak
tanaman induk dan kultur pucuk Dendrobium anosmumgigantea. Hasil eluasi diamati
pada sinar tampak, UV 254 nm, 366 nm, dan pemberian penampak noda Dragendorf.
Didapatkan penampakan noda berwarna hijau pada sinar UV 254nm dan penampakan
noda fluorosensi jingga pada sinar UV 366nm. Noda yang dihasilkan oleh ekstrak
tanaman induk dan kultur pucuk menunjukkan hasil yang sama, yaitu menghasilkan 2
noda pada Rf 0,41- 0,43 dan 0,75-0,78, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
kemiripan kandungan golongan senyawa, dengan intensitas warna noda pada tanaman
induk lebih tinggi, yang diasumsikan karena konsentrasi senyawa yang lebih tinggi pada
tanaman induk. (Alfian Hendra.dkk,2019).
Pengujian senyawa alkaloid dapat dilakukan menggunakan pereaksi Dragendorf
dengan mekanisme kerja dimana akan terbentuknya endapan merah menunjukkan
adanya senyawa alkaloid. Selain itu, analisa alkaloid juga dapat menggunakan pereaksi
Mayer dan Wagner dengan hasil positif jika menunjukkan adanya endapan putih (Mayer)
dan endapan coklat (Wagner). (Alfian Hendra.dkk,2019).
Teknik penjenuhan Chamber yaitu dengan cara ketiga eluen yang digunakan dikocok,
eluen tersebut ditempatkan pada corong pisah. tunggu beberapa saat dan nanti akan
terbentuk dua lapisan, lapisan yang terbentuk adalah lapisan air dan pelarut organik
saja. Setelah terbentuknya dua lapisan kemudian dipisahkan dari ketiga elemen yang
digunakan ketiganya memiliki biji yang lebih rendah daripada air sehingga yang diambil
untuk digunakan sebagai fase gerak pada klt adalah bagian atas karena bagian bawah
merupakan air yang memiliki BJ lebih besar. Didapatlah larutan organik saja yang
selanjutnya digunakan sebagai fase gerak pada klt (Evi dkk. (2019). Sedangkan
menurut farmakope Indonesia edisi III, kecuali dinyatakan lain pada masing-masing
monografi tempatkan pada dua sisi bagian dalam bejana kromatografi 2 helai kertas
saring dengan tinggi 2 cm dan lebarnya sama dengan panjang bejana lalu masukkan
kurang lebih 100 mili larutan atau elemen ke dalam bejana kromatografi hingga tinggi
pelarut 0,5 sampai dengan 1 cm. Tutup rapat biarkan sistem bekerja mencapai
kesetimbangan titik kertas saring harus basah seluruhnya. Seluruh sisi bejana dapat
dilapisi dengan kertas saring titik pada bagian dasar kertas saring harus tercelup
kedalam pelarut.
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil skrining fitokimia, analisis KLT dan densitometri, kultur pucuk
Dendrobium anosmum-gigantea mempunyai kemiripan dengan tanaman induk jika
dilihat dari kandungan golongan senyawa alkaloid dengan pereaksi drangendroff
dengan bercak noda tampak berwarna coklat dan nilai RF yaitu 0,42 dan 0,85cm.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Khoerul dkk, 2016. Perbandingan Efek Ekstrak Etanol, Fraksi N-Butanol, dan
Fraksi Petroleum Eter Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley)
A.Gray) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit Jantan Yang
Diinduksi Aloksan. Jurnal Pharmascience, Vol.03 No. 02 Hal: 80-88.
Alfian Hendra.dkk,2019).Karakterisasi Senyawa Metabolit pada Kultur Anggrek
Dendrobium anosmum-gigantea.Departemen Biologi Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia
Aziz et all, 2016. Isolation and Identification of New Alkaloid from Purslane
(Portulacaileracea I) Leaves Usinv HPLC /ESI-MS., NOj Food Processing and
Technology 2(4) : 151.
Deinstrop Elke Hahn, 2017. Applied Thin-Layer Chromatography : Best Practice and
Avoidance of Mistakes Second Reveised and Enlarged Edition : Journal of Liff
Science.
Dyah Widia stoety. Dkk, 2016).POTENSI ANGGREK DENDROBIUM DALAM
MENINGKATKAN VARIASI DAN KUALITAS ANGGREK BUNGA
POTONG.Balai Penelitian Tanaman Hias, Jalan Raya Ciherang, Kotak Pos 8
SDL Segunung Pacet, Cianjur
Evi dkk. (2019). Isotation and Identification of Hydrocarbon-Degrading Bacteria That
Tolerant to Saponin of Sapindus rarak Plant. Journal Biodjati 4(1) : 79-88.
Iling Ilmiati dkk, 2017. Uji Fitokimia Ekstrak Buah Dengen. Jurnal Dinamika Vol. 08. No.
1. Halaman 66-84.
Krisnawan Hendra A, dkk 2020. Krakteristisasi Senyawa Metabolit Pada Kultur Anggrek
Dendrobium anosmum-gigantea. Jurnal Media Pharmaceutica Indonesiana Vol.
3. No.1.
Marliana E dan Chairul S, 2011. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar
Etanol, Fraksi n-Heksana, Etil asetat dan Metanol dari Buah Labu Air (Lagenan
sleeraria (Molina) Standi). Jurnal Kimia Mulwarman. Volume 8 No. 2
Savira Silma,dkk.2017. PENETAPAN KADAR SIMVASTATIN MENGGUNAKAN
KROMATORAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT).Fakultas Farmasi, Universitas
Padjadjaran.
Sudewi S dan Pontoh Dr. j, 2018. Penyusunan Bahan Ajar Analisis Sediaan Farmasi.
Universitas SAM RATULANGI.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai