Anda di halaman 1dari 30

PERCOBAAN 1

PEMBUATAN SIMPLISIA

A. Tujuan

Memahami cara pembuatan sampel atau simplisia yang baik.

B. Landasan Teori

Akar wangi adalah salah satu tanaman berkhasiat yang sudah sejak lama dikenal
dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Tanaman akar wangi konon berasal dari
India, Birma dan Srilanka. Nama ilmiah/nama latin akar wangi adalah Vetiveria
zizanioide. Tanaman akar wangi ditemukan tumbuh secara liar atau sengaja ditanam
diberbagai negara beriklim tropis dan subtropis. Tanaman akar wangi merupakan
tumbuhan sejenis rumput yang menyerupai tanaman padi, tumbuh secara tegak, tinggi
tanaman dapat mencapai 1-2,5 meter. Sejak lama tanaman akar wangi digunakan
sebagai bahan wangi-wangian.

Untuk mendapat kan senyawa yang diinginkan maka dilakukan tahapan-tahapan


yang banyak salah satu nya melakukan pembuatan simplisia terlebih dahulu.

Menurut Departemen Kesehatan RI, Simplisia adalah bahan alamiah yang


dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan
menjadi : simpisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman,
eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura Folium dan
Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman
dapat berupa zat-zat atau bahan- bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.

2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya
minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).

3. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan
kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.

Simplisia tanaman termasuk dalam golongan simplisia nabati. Secara


umum pemberian nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan nama
spesies diikuti dengan nama bagian tanaman. Contoh : merica dengan nama spesies
Piperis albi maka nama simplisianya disebut sebgai Piperis albi Fructus. Fructus
menunjukkan bagian tanaman yang artinya buah. (Agoes, 2007)

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaanya,


maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Untuk dapat memenuhi
persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh

antara lain bahan baku simplisia, proses pembuatan, serta cara pengepakan
dan penyimpanan (Agoes, 2007). Pemilihan sumber tanaman sebagai bahan baku
simplisia nabati merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu
simplisia, termasuk didalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan
pengolahan maupun jenis tanah tempat tumbuh tanaman obat (Laksana, 2010). Proses
pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat memenuhi mutu
simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa kandungan, kontaminasi
dan stabilitas bahan. Namun demikian, simplisia sebagai produk olahan, fariasi
senyawa kandungan dapat diperkecil, diatur atau diajegkan. Hal ini karena penerapan
(aplikasi) IPTEK pertanian pasca panen yang terstandar (Laksana, 2010).

Tahap-tahap pembuatan simplisia secara garis besar :

1. Pengolahan bahan baku

2. Sortasi basah

3. Pencucian

4. Perajangan
5. Pengeringan

6. Sortasi kering

7. Pengepakan dan penyimpanan. (Laksana, 2010)

C. Alat dan Bahan

No Bahan Jumlah Alat

Berat Satuan

1 Vetiveria zizaniodes 11 Kg 1 Mesh 20


L.nash ( Akar Wangi )

2 1 Cutter

3 1 Gunting

4 1 Blender

5 1 Mortar dan stamper

D. Prosedur Kerja

Mengambil bahan baku segar kemudian memisahkan nya dengan bagian yang tidak
digunakan. Bersihkan bagian tanaman dari benda pengotor atau lakukan sortasi basah.
Kemudian melakukan penimbangan untuk mengetahui bobot sampel basah.
Selanjutnya mencuci sampai bersih di atas air mengalir, kemudian melakukan
perajangan. Tiriskan hasil rajangan, kemudian keringkan dengan cara dianginkan.
Kemudian jemur di bawah sinar matahari langsung sampai kadar air nya benar-benar
hilanh atau menyusut sekitar 10%. kemudian melakukan sortasi kering, dan
menimbang bahan baku yang sudah melalui tahapan sebelum nya kemudian hasil
yang sudah kering di blender samapi menjadi bubuk kemudian di saring dengan mesh
ukuran 20. timbang hasil nya dengan ayakan dan disimpan di wadar yang bersih dan
simpan di tempat yang jauh dari sinar matahari.

E. Data hasil pengamatan


1. Pemilihan bahan baku

Bahan baku : Akar wangi

Waktu pengambilan : Sabtu, 12 September 2019

Bentuk : Akar

Warna : Kuning pudar

Bau : Bau khas akar wangi

Rasa : Pahit

2. Sortasi Basah

Jenis benda asing : Tanah,Rumput liar

3. Bobot basah : 11000 gram

4. Pencucian : Di rendam kemudian di cuci di atas air mengalir

5. Cara pengubahan bentuk bahan baku : Di rajang kemudian di blender

6. Pengeringan

Cara pengeringan : Di panas kan di bawah sinar matahari


kemudian di oven

Lama pengeringan : 7 hari

7. Bobot kering : 7000 gram

8. Rendemen : 2,92 %

9. Organoleptik : Pengamatan dengan panca indra

Warna : Coklat ke kuning-kuningan

Bau : Wangi khas akar wangi

10. Bobot serbuk kering : 800 gram

Perhitungan
bobot akhir
rendemenakarwangi  X 100%
bobot awal

800
rendemen  X 100%
1000 = 8%

F. Pembahasan

Pada pembuatan simplisia kelmpok kami membuat simplisia dari akar wangi,
awal mula pengumpulan bahan baku kami mengumpulkan nya dengan cara membeli
di daerah kamojang di tempat pabrik nya langsung jadi kami membeli sudah di
lakukan pemanenan setelah bahan baku tersedia kami melakukan sortasi basah
memisahkan zat pengotor seperti tanah yang masih menempel atau tumbuhan
yangmasih menempel karena saat pengumpulan bahan baku akar nya masih tertempel
pada tumbuhan nya kemudian setelah melakukan sortasi basah kami melakukan
pencucian dengan cara pertama di rendam terlebih dahulu agar tanah yang masih
melekat pada akar nya memisah di biarkan sekitar 2 jam setelah di rasa tanah yang
masih menempel nya sudah larut dilakukan pencucian ulang dengan di bawah air
yang mengalir sampai benar-benar bersih, setelah bersih kami menjemur nya sampai
benar-benar kering atau kadar air yang tersisa kurang dari 10%, untuk mengetahui
kadar air nya sudah berkurang dapat dirasakan dengan cara memotek akar nya jika
akar wangi sudah dapat di potek maka kadar air nya sudah menyusut jika masih alot
atau tidak dapat di potek maka kadar air nya masih banyak sehingga harus dilakukan
pengeringan. Hasil akar yang sudah kering kemudian kami memiskan bahan pengotor
lain nya atau menghilangkan akar wangi yang tidak layak untuk tahapan selanjutnya,
setelah itu kami melakuakn pemotongan lagi untuk akar wangi nya benar-benar kecil
sehingga memudahkan untuk di blender, setelah dilakukan blender maka dilakukan
penyaringan agar serbuk nya memiliki ukuran yang sama. Setelah selelai di blender
kemudian kami menimbang nya dan mendapatkan hasil sebanyak 1000 gr dari 11000
gr akar wangi.

G. Kesimpulan

Pembuatan simplisia akar wangi dilakukan dengan cara mengikuti prosedur yang
ada pada modul praktikum yang diberikan sehingga kami dapat melakukan nya
dengan baik.
Lampiran Gambar

PERCOBAAN 2

EKSTRAKSI

A. Tujuan

Melakukan penyarian metabolit sekunder dari simplisia tumbuhan obat


dengan metode meserasi.

B. Landasan Teori
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau
lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven)
sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda
dari komponen-komponen dalam campuran.

Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti


yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan hidup
manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk keperluan industri
maupun untuk bahan obat-obatan. Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode
ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang sering
digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan senyawa tersebut dengan
menggunakan suatu pelarut. Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008),
ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:

1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.

2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang


saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat
Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan
perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis senyawa yang kita
gunakan. Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap pemanasan maka metoda
maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan terhadap pemanasan maka metoda
refluktasi dan sokletasi yang digunakan (Safrizal,2010). Pada ekstraksi cair-cair,
bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan pemisahannya menggunakan dua
pelarut yang tidak saling bercampur sehingga terjadi distribusi sampel di antara kedua
pelarut tersebut. Pendistribusian sampel dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan
dengan perhitungan KD/koefisien distribusi.

 Ekstraksi Padat-Cair

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.
akar wangi berkaitan dengan komponen kimia yang dikandungnya. Komponen
utama minyak akar wangi adalah senyawa golongan seskuiterpen (3-4%),
seskuiterpenol (18-25 %) dan seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, furfurol,
a dan ß-vetivon, vetiven dan vetivenil vetivenat. Akar wangi merupakan minyak atsiri
sebaik nya dilakuakn dengan cara ekstraksi padat-cair salah satu nya dengan cara
dingin meserasi.

Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi istilahnya macerare (bahasa Latin, artinya merendam). Cara ini merupakan
salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau
setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan
aturan dalam buku resmi kefarmasian. Maserasi adalah salah satu jenis metoda
ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi
dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama
sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk
senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi
merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Prinsip Maserasi

Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya


dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah merendam
simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama beberapa
hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini
dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun
hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat
“bisa campur air” (contoh nya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut
yang bersifat “tidak campur air” (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non
polar atau pelarut organik).

Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi

Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:


a.Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

b.Biaya operasionalnya relatif rendah

c.Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan

Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:

a)Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi
sebesar 50% saja

b)Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

C. Alat dan bahan

No Bahan Jumlah Alat

Berat Satuan

1 Serbuk simplisia akar 500 gr 1 Rotary evaporator


wangi

2 Etanol 76% 2L 1 Toples kaca

3 Aquades qs 1 Alumunium foil

4 1 Kertas saring

5 1 Corong kaca

6 1 timbangan

7 1 Cawan petri

8 1 Batang pengaduk

9 1 Gelas ukur

10 1 Gelas kimia

11 1 Cawan penguap
12 1 piknometer

D. Prosedur kerja

Menimbang serbuk simplisa akar wangi sebanyak 250 gr kemudian


dimasukan kedalam toples kaca dan ditambahkan etanol 76% secukupnya dan
biarkan selama 10 menit agar terjadi proses pembasahan servuk simplisia,
kemudian ditambahkan pelarut etanol sampai serbuk simplisia terendam. Tutup
rapat toples diamkan selama 24 jam kemudian di aduk setiap 6 jam sekali ulangi
proses nya sampai di dalam toples ditambah kan pelarut sudah tidak berubah
warna karena menandakan sudah diambil seluruh senyawa yang terkandung nya,
kemudian di ukur ekstrak cair nya setelah mendapatkan hasilnya maka dilakukan
pengentalan di dalam alat yang dinamakan evapolatory pada suhu 30-40 derajat
sampai benar-benar kental.

E. Hasil pengamatan

1. Organoleptis

Bentuk : Ekstrak kental

Warna : Coklat

Bau : Bau khas akar wangi

Rasa : Pahit

2. Rendemen ekstrak

Volume ekstrak kental : 23,84 Ml

Bobot cawan kosong : 58,89 gram

Bobot cawan + ekstrak : 82,73 gram

Bobot cawan + Ekstrak kental: 73,49 gram

Bobot simplisia awal : 500 gram

Rendemen : 2,92 %

3. Bobot jenis ekstrak


Bobot pikno kososng : 21,4642 gram

Bobot pikno + air : 47,65 gram

Bobot air : 76,23 gram

Bobot piknometer + ekstrak : 40,86 gram

Volume piknometer : 25 ml

Bobot ekstrak : 19,44 gram

Kerapatan ekstrak :19,44 gram

Bobot jenis ekstrak : 19,44 gram

Perhitungan

bobotekstraktotal
rendemenekstrak  X 100
bobotsimplisia

14,6
 2,92%
= 500 x100

ker apa tan ekstrak


bobotjenisekstrak 
ker apa tan air

19,44
 19,44
1

F. Pembahasan

Pada praktikum ini kami melakukan ekstraksi secara dingin yaitu meserasi
dengan pelarut tunggal yaitu etanol 76% karena dilihat dari kandungan senyawa
yang dimiliki oleh akar wangi yaitu minyak atrsiri dilihat dari litelatur inyak atsiri
dapat tertarik dengan baik dengan metode ektraksi secara dingin salah satu nya
meserasi, kami memilih metode meserasi karena alat dan bahan yang digunakan
sangat sederhana hanya memerlukan toples dari kaca dan etanol 76% sebanyak
2L pada proses meserasi didiamkan selama 3 hari dan setiap 6 jam sekali di aduk
agar senyawa yang terkandung dalam akar wangi dapat tertarik kami memilih
etanol sebagai penarik senyawa aktif di dalam bahan baku karena sifat yang
dimiliki etanol dapat menaik semua senyawa yang terkandung di dalam nya
sehingga baik digunakan untuk mengetahui apa saja yang ada pada bahan baku,
pada proses pengentalan ekstrak cair yang kami miliki sangat lama dipisahkan
dari pelarut nya memerlukan waktu sampai 2 hari agar dapat terpisah dari pelarut
nya, dan itu juga saat ekstrak kental di dapatkan kami melakukan penguapan
kembali dengan cara memanaskan ekstrak yang di dapat pada cawan porselen
dengan pemanasan spirtus agar mendapatkan ekstrak yang benar-benar kental.
Menurut literatur senyawa vetiverol dan vetivon akan tersuling pada akhir proses
penyulingan karena kedua senyawa tersebut memiliki spesific gravity dan titik
didih yang tinggi sehingga bila waktu penyulingan yang dibutuhkan tidak
terpenuhi maka senyawa tersebut tidak dapat tersuling secara maksimal. Sehingga
menyebabkan proses pengentalan ekstrak memang benar-benar memerlukan
waktu yang lama sama dengan proses yang kami lakukan.

G. Kesimpulan

Pada praktikum ini kami mendapatkan ekstrak kental dari akar wangi sebesar14,6
gram dari bobot awal simplisia sebesar 500 gram.

Lampiran foto
PERCOBAAN 4

PENENTUAN KADAR AIR DAN KADAR ABU EKSTRAK

A. Tujuan

Mengetahui prinsip dan melakukan penentuan kadar air dan kadar abu dari
ekstrak tumbuhan obat dengan metode oven.

B. Landasan Teori

Air berwujud cair pada suhu 0-100oC dengan tekanan 1 atm. Perubahan suhu
pada air menyebabkan air mengalami perubahan fisik. Apabila air dipanaskan, jumlah
rata-rata air dalam satu kelompok molekul air menurun dan ikatan hidrogen putus
kemudian terbentuk lagi secara cepat. Bila suhu pemanasan air makin tinggi maka
molekul air akan bergerak dengan sangat cepat dan pada saat tekanan uap air melebihi
tekanan atmosfer, beberapa molekul dapat terlepas dari permukaan dan membentuk
gas. Perubahan fisik air dari cair menjadi gas inilah yang dijadikan prinsip
pengeluaran air dari suatu bahan pangan terutama dalam penentuan kadar air pangan
dengan metode pengeringan. (Andarwulan,2011)

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut (Sandjaja 2009).

Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara mengeluarkan
air dari bahan dengan bantuan panas yang disebut dengan proses pengeringan.
Analisis kadar air dengan metode oven didasarkan atas berat yang hilang, oleh karena
itu sampel seharusnya mempunyai kestabilan panas yang tinggi dan tidak
mengandung komponen yang mudah menguap. Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi analisis air metode oven diantaranya adalah yang berhubungan dengan
penimbangan sampel, kondisi oven, pengeringan sampel, dan perlakuan setelah
pengeringan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi oven seperti suhu, gradien
suhu, kecepatan aliran dan kelembaban udara adalah faktor-faktor yang sangat
penting diperhatikan dalam metode pengeringan dengan oven. (Andarwulan,2011)

Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau thermogravitimetri yaitu
mengupakan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan
dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dam cara ini relatif
mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah atau
vakum. Namun, terdapat kelemahan cara analisa kadar air dengan cara pengeringan,
yaitu bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut hilang misalnya alkohol, asam
asetat,minyak atsiri. Kelemahan lain yaitu dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang
menghasilkan air atau zat mudah menguap lainya, dan juga bahan yang mengandung
zat pengikat air akan sulit melepaskan air nya walaupun sudah dipanaskan.
(Sudarmadji,2010)

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi


komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan
kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan
suatu bahan yang dihasilkan. Analisis kadar abu dengan metode pengabuan kering
dilakukan dengan cara mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di
dalam suatu tanur pengabuan ( furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu
berwarna putih keabuan dan berat konstan tercapai. Oksigen yang terdapat di dalam
udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan merupakan total abu dari
suatu sampel .(Andarwulan, 2011)

Secara umum pengabuan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara kering dan cara
basah. Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah adalah : a.Cara kering biasa
digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan makanan dan hasil pertanian,
sedangkan cara basah untuk trace elements.

b.Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang
tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama,sedangkan cara basah
memerlukan waktu yang cepat.

c.Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedangkan cara basah suhu relatif
rendah.

d.Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah
sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang kadang kala agak
berbahaya. (Sudarmadji,2010)

Karakterisasi Akar Wangi (Vetiveria zizanioides (L.) Nash) 397 Parameter


Standar Simplisia Standarisasi simplisia akar wangi yang dilakukan meliputi
penetapan kadar air, penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam,
penetapan kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, dan penetapan susut
pengeringan. Hasil penetapan parameter standar simplisia akar wangi Hasil rata-rata
penetapan parameter standarisasi dari simplisia akar wangi Parameter standarisasi A
Simplisia akar wangi Penetapan kadar air 9,55% 9,66% Penetapan kadar abu total
1,25% 1,07% Penetapan kadar abu tidak larut asam 0,93% 0,76% Penetapan kadar
sari larut air 1,79% 2,04% Penetapan kadar sari larut etanol 6,13% 4,37% Penetapan
susut pengeringan 16,66% 17,58% B Penetapan Kadar Air Dari hasil pengujian
terhadap simplisia A dan B, kadar air kedua sampel berturut-turut adalah 9,55% dan
9,66%. Menurut persyaratan yang ditentukan bahwa kadar air simplisia yang
diperoleh maksimal sebesar 10% (Depkes, RI. 2009). Dengan demikian kadar air
simplisia dari kedua daerah sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Penetapan
Kadar Abu Pengujian kadar abu bertujuan untuk menggambarkan kandungan mineral
internal dan eksternal dari suatu simplisia (Depkes RI, 2009 : 14). Pengujian kadar
abu terdiri dari kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam. Kadar abu total untuk
melihat jumlah mineral keseluruhan baik internal maupun eksternal, sedangkan untuk
kadar abu tidak larut asam untuk melihat jumlah mineral eksternal. Hasil pengujian
kadar abu total dari simplisia A dan B memiliki nilai rata-rata sebesar 1,25% dan
1,07%, sedangkan rata-rata untuk kadar abu tidak larut asam 0,93% dan 0,76%. Hasil
pengujian kadar abu total simplisia A dan B memenuhi standar dalam The Ayurvedic
Pharmacopoeia of India yaitu tidak lebih dari 9%. Sedangkan untuk kadar abu tidak
larut asam dari simplisia A dan B memenuhi standar dalam Material Medica
Indonesia (MMI) yaitu tidak lebih dari 1%. Penetapan Kadar Sari Pengukuran kadar
sari dilakukan untuk memperkirakan jumlah senyawa yang dapat larut dalam pelarut
tertentu. Pelarut yang digunakan adalah air-kloroform dan etanol 95%. Hasil
pengujian menunjukan bahwa kadar sari larut air dari simplisia A dan B adalah 1,93%
dan 2,04%. Sedangkan untuk kadar sari larut etanol untuk kedua simplisia akar wangi
tersebut sebanyak 6,13% dan 4,37%. Kadar sari larut etanol yang didapat lebih besar
dibandingkan dengan kadar sari larut air. Hal ini menunjukan bahwa jumlah senyawa
kurang polar (semi polar maupun non polar) yang dapat terlarut dalam etanol lebih
tinggi daripada jumlah senyawa polar. Hal ini dikarenakan umumnya minyak atsiri
larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Gunther, 1990).

C. Alat dan bahan

No Bahan Jumlah Alat

Berat Satuan

1 Ekstrak akar wangi qs 1 Cawan porselen

2 Serbuk simplisia qs 1 Cawan petri

3 Aquades qs 1 Oven

4 1 Bunsen

5 1 Penjepit

6 1 timbangan
7 1 Desikator

8 1 Batang pengaduk

9 1 Gelas ukur

10 1 Gelas kimia

11 1 Tanur

12 1 Spatula

D. Prosedur kerja

1. Penentuan kadar air

Mengeringkan cawan di dala oven dengan suhu 105OC selama 15 menit, kemudian
dinginkan didalam desikator selama 30 menit dan timbang hingga diperoleh bobot
konstan (A). timbang sampel sebanyak 2 gram dalam cawan yang sudah di keringkan
(B), kemudian keringkan di dalam oven pada suhu 105OC selama 3-4 jam, lalu di
dingininkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang lagi sampai diperoleh
bobot konstan (C).

2. Penentuan kadar abu

Panaskan sampel didalam cawan porselen di atas pembakar bunsen sampai warna
nya menghitam lalu ditimbang sebelum pemanasan dan setelah pemanasan maka
akan diperoleh hasil yang untuk kadar abu

E. Data hasil percobaan

1. Penentuan kadar air

Bobot cawan kosong : 65,49 gram

Bobot cawan + sampel : 67,49 gram

Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan : 67,34 gram

Kadar air : 7,5 %

2. Penentuan kadar abu


Bobot cawan kosong : 61,86 gram

Bobot cawan + sampel : 63,83 gram

Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan : 40,04 gram

Kadar abu : 91,71%

Perhitungan

Penentuan kadar air

B C
kadarair (100%)  X 100
B A

67,49  67,34
% X 100
67,49  65,49

0,15
 X 100  7,5%
2

Penentuan kadar abu

CA
kadarabu(%)  X 100
B A

40,04  61,86
 X 100  91,71%
63,83  40,04

F. Pembahasan

Pada percobaan ke 4 kami melakukan pengujian kadar abu dan kadar air,
pengujian ini dilakuakn karena merupakan parameter spesifik untuk menguji sebuah
senyawa aktif yang terkandung dalam simplisa, untuk langkah pertama kami
melakukan pengujian cek kadar air pada serbuk simplisia yang pertama kami lakukan
adalah menimbang cawan porselen yang telah di panaskan kemudian memasukan
sampel kedalam cawan porselen kemudian di oven di dalam suhu 105OC selama 3
jam kemudian ditimbang dan mencatat hasil nya untuk kadar air yang terkandung
dalam sampel kami 7,5% ini sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
dalam oleh departemen kesehatan yaitu kurang dari 10% kadar air yang berada di
dalam akar wangi yang kita miliki sedikit jika dibandingkan dengan hasil percobaan
oleh orang lain yang dilakukan dengan sampel yang sama mereka memperoleh kadar
air sebesar 9,5% dari penelitian skripsi seseorang, berarti pengeringan yang kita
lakukan sudah cukup baik di lakukan. Kemudian proses selanjut nya kami melakukan
pengujian terhadap kadar abu, menurut litelatur yang kami temukan Hasil pengujian
kadar abu total dalam The Ayurvedic Pharmacopoeia of India yaitu tidak lebih dari
9%. Sedangkan untuk kadar abu tidak larut asam menurut Material Medica Indonesia
(MMI) yaitu tidak lebih dari 1%, percobaan yang kami lakukan hanya melakukan
percobaan kadar abu total dan hasil nya -91,71% hasil ini tidak memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan, kesalahan ini dapat terjadi karena pada saat proses peng-abu an
kami melakukan nya ditas pembakar bunsen dimana panas nya tidak dapat di tentukan
seberapa panas karena suhu yang seharus nya menurut ketentuan adalah 500-600° C,
langkah ini memungkin bisa menyebabkan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan
yang seharus nya kemudian kami juga tidak memiliki alat khusus yang seharus nya
menggunakan tanur. Dan juga percobaan yang kami lakukan hanya 1x percobaan saja
seharus nya percobaan dilakukan sebanyak 2-3 X untuk mendapatkan hasil yang
optimal. Tinggi nya kadar abu total menunjukan tinggi nya mineral dan masih banyak
zat pengotor yang masih ada pada sampel.

G.Kesimpulan

- kadar air yang kami lakukan sudah sesuai prosedur dan memenuhi persyaratan
yaitu 7,5%

-kadar abu total yang kami lakukan tidak sesuai prosedur sehingga mendapatkan
hasil yang tidak memenuhi persyaratan yaitu sebesar -91,71%

Lampiran foto

PERCOBAAN 5

SKIRINING FITOKIMIA I
A. TUJUAN

Melakukan analisis kandungan metabolit sekunder suatu ekstrak tumbuhan obat


dengan metode reaksi warna dan pengendapan.

B. LANDASAN TEORI

Skrinning fitokimia adalah tahap awal atau uji pendahuluan yang dilakukan untuk
mengetahui golongan apa yang ada pada sampel.

Metode yang digunakan untuk skrining fitokimia harus memiliki persyaratan sebagai
berikut :

1. Metodenya sederhana dan cepat.

2. Peralatan yang digunakan dalam skrining sesedikit mungkin.

3. Selektif dalam mengidentifikasi senyawa tertentu.

4. Dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan senyawa tertentu


dalam kelompok senyawa yang diteliti.

Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut : 1.Uji warna

2.Penentuan kelarutan

3.Bilangan Rf

4.Ciri spektrum UV

Akar wangi merupakan salah satu tanaman obat yang pasti memeiliki metabolit
sekunder yang dihasil kan nya, ,metabolit sekunder terdiri dari beberapa senyawa
diantara nya :

1. Alkaloid

Adalah senyawa kimia yang biasa ditemukan pada tumbuhan dan digunakan sebagai
bahan dasae untuk pembuatan obat misa morphin, atropin, dan codein. Alkaloid dapat
nemembus barier darah otak (Blood Brain Barrier) bila kandungan alkaloid berlebih
dalam tubuh maka dapat menyebabkan kerusakan hati.

2. Flavonoid Adalah senyawa polar sehingga flavonoid dapat larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol, aseton dimetil sulfoksida (DMSO), dimetil fondamida
(DMF), dan air (Mahakam, 1988). Flavonoid merupakan senyawa kimia yang
bekerja sebagai antioksidan. Memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C
(meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, menghambat pertumbuhan
tumor dan mencegah pengeroposan tulang (Harborne, 1987).

3. Tanin Merupakan senyawa fenolik yang bekerja bersifat andstringen (menciutkan


selaput usus / pengelat) yang dapat mengurangi kontraksi usus, menghambat diare,
mengurangi penyerapan dan melindungi usus dengan melapisi lapisan permukaan
lumen (Harborn, 1987).

4. Saponin Adalah suatu glikosida triterpenoid dan sterol yang mungkin terdapat
pada banyak tanaman. Kata saponin berasal dari bahasa Latin “sapo” yaitu suatu
bahan yang akan membentuk busa jika dilarutkan dalam larutan encer. Saponin
berfungsi sebagai ekspektoran, emetikum jiak dikonsumsi dalam jumlah besar.
Saponin juga merupakan senyawa kimia yang dapat menyebabkan sel darah merah
terganggubakhibat kerusakan membran sel, menurunkan kolestroplasma dan dapat
menjaga keseimbangan flora usus sebagai antibakteri (Harborne, 1987).

5.Kuinon

Merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar seperti kromofor pada
benzikuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua
ikatan rangkap karbon – karbon. Tujuan identifikasi kuinon dapat dipilah menjadi
empat kemolpok : benzokuinon, naftokuinon, atrakuinon, dan kuinon isoterpenoi
(Harborne, 1987).

C. ALAT DAN BAHAN

No Bahan Jumlah Alat

Berat Satuan

1 Ekstrak akar wangi qs 5 Tabung reaksi


2 Serbuk simplisia qs 1 Labu takar

3 Aquades qs 1 Penangas air

4 Etanol qs 1 Rak tabung

5 Butanol qs 1 Penjepit

6 Asam asetat qs 1 timbangan

7 Ammonia qs 1 Corong

8 N-heksan qs 1 Batang pengaduk

9 HCL qs 2 Gelas ukur

10 Mg qs 2 Gelas kimia

11 H2SO4 qs 1 Hot plate

12 NaCl qs 1 Spatula

13 FeCl qs 1 Cawan porselen

14 Gelatin qs 1 Botol coklat

15 10 Kertas saring

16 1 Bol pipet

17 1 Pipet volume

18 1 Pipet tetes

D. PROSEDUR KERJA

1. Identifikasi Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0.3 gram kemudian tambahkan 1ml asam
klorida 2N dan 5 ml aquadest, panaskan diatas penangas air selama 2-3 menit.
Dinginkan dan saring. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut :

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan
terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.
b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan
terbentuk warna merah atau jingga. Positif alkaloid jika terjadi endapan atau keruh
paling sedikir dua percobaan tersebut (Depkes, 1989)

2. Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 0.3gram serbuk simplisia ditambah air panas, didihkan selama 5 menit dan
saring dalam keadaan panas. Ambil 5 ml filtrat ditambah 0,1 gram sebuk Mg dan 1 ml
asam klorida pekat dan 2 ml amilakohol. Kocok dan biarkan memisah. Flavonoid
positif jika warna merah, kuningjingga pada lapisan amil alkohol (Depkes, 1989)

3. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambah dengan 100 mL air panas, kemudian
dididihkan selama 15 menit lalu disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 10 mL kemudian dikocok secara vertical selama 10 detik dan didiamkan
selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil (23).
4. Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambah dengan 100 ml air panas, kemudian
dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring. Filtrat dimasukkan ke
dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan larutan FeCl3 1%.
Sebanyak 5 mL filtrat dalam tabung reaksi yang lain ditambah dengan gelatin. Hasil
positif ditunjukkan dengan warna biru tua atau kehijauan pada penambahan FeCl 3 1%
dan endapan putih pada penambahan gelatin (23).
5. Pemeriksaan Kuinon
Bila tidak ada tannin, sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambah dengan 100 mL air
panas, kemudian dididihkan selama 15 menit lalu disaring. Sebanyak 5 mL filtrat
diambil dan ditambah beberapa tetes larutan NaOH 1N. Hasil positif ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah.
Bila ada tannin, sejumlah serbuk simplisia dimaserasi dalam 10 mL HCl 10% selama
beberapa jam. Larutan disaring dan dibagi dua, 1 bagian diekstraksi dengan benzene
dan bagian lain diekstraksi dengan larutan campuran eter-kloroform (2:1). Kedua fase
organik mesing-masing dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat dan diuapkan sampai
sepersepuluh. Kedua ekstrak masing-masing dikocok dengan larutan NaOH 30%.
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna jingga, merah atau violet pada
fase air (23).
6. Pemeriksaan Steroid atau Triterpenoid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan 15 mL eter selama 2 jam,
kemudian disaring. Sebanyak 5 mL filtrat diuapkan menggunakan cawan uap diatas
tangas air, kemudian residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes
H2SO4 pekat. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna merah, biru, hijau atau
violet pada larutan (23).
E. DATA HASIL PERCOBAN

1. Alkaloid

Metode Pengujian hasil keterangan

Mayer +

dragendroff +

2. Glikosida saponin,triterpenoid, dan steroid

Metode pengujian Hasil Keterangan Golongan senyawa

Uji buih Tidak berbuih -

Uji
liberman-burchard

Uji salkowski

3. Flavanoid

Metode pengujian Hasil Keterangan senyawa

Uji bate-smith
metclaf

Uji wilstater Terbentu warna -


putih

4. Polifenol dan tanin

Metode pengujian Hasil keterangan Golongan senyawa

Uji gelatin Tidak terjadi -


endapan

Uji ferriklorida Ada warna jingga -

F. PEMBAHASAN

Praktikum percobaan 5

G. KESIMPULAN

Simplisia akar wangi yang kami miliki

Lampiran foto

PERCOBAAN 7

ANALISIS KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. TUJUAN

Melakukan pencarian eluen terbaik untuk pemisahan selanjutnya dengan KLT


Analitik.

B. LANDASAN TEORI

Menurut Gritter,et al, (1991), kromatografi ditemui oleh Michael J. Sweet,


seorang ahli botani di Universitas Warsaw (polandia). Pada tahun 1906, kromatografi
terbentuk apabila terdapat satu fasa diam, dan satu fasa gerak (mobility). Fasa diam
dalam kromatografi biasanya adalah padatan atau cairan, dan fasa geraknya adalah
cairan atau gas. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai
secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa


menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap
maupun cuplikannya. Kromatografi lapis tipis dapat di gunakan untuk pemisahan
senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang
sukar dijelaskan dengan kromatografi kertas (Kurniawan dan Santosa, 2004).

Menurut Gandjar dan Rohman( 2007), fase yang digunakan pada KLT yaitu:
1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil
dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja
kromatografi lapis tipis dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling
sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang
utama pada kromatografi lapis tipis adalah adsorpsi dan partisi.
2. Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut
ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara
optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak :
a.Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c.Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan
nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke
dalampelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara
signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan
tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masingakan
meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika
menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana
dalam prosedur kromatografi lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan
menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara
otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang
akan ditotolkan lebih dari 15 µl. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah
ditotolkan sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase
gerak harus dibawah lempeng bertotol sampel.

C. ALAT DAN BAHAN


No Bahan Jumlah Alat

Berat Satuan

1 Ekstrak akar wangi qs 1 Pensil

2 Serbuk simplisia qs 1 Penggaris

3 Aquades qs 1 Cutter

4 Metanol qs 1 Pipet tetes

5 Etil asetat qs 1 Pipet

6 aseton qs 1 timbangan

7 Ammonia qs 1 Lampu UV

8 N-heksan qs 1 Batang pengaduk

9 klorofom qs 2 Gelas ukur

10 2 Gelas kimia

11 1 Oven

12 1 Pinset

13 3 Chamber

14 1 Pipa kapiler

15 3 Plat KLT Silika gel GF245

D. PROSEDUR KERJA

Memotong plat KLT dengan ukuran 1cm x 10 cm denganan menggunakan cutter.


Tandai garis batas dengan jarak 1 cm pada bagoan bawah plat dan 1 cm dari tepi atas
plat menggunakan pensil dan penggaris. Pelat diaktivasi terlebih dahulu di dalam
oven pada suhu 100O c selama 30 menit. Lakukan penjenuhan pelarut, pelarut yang
digunakan hanya pelarut tunggal saja yaitu klorofom,etanol,etil asetat. Melakukan
penjenuhan dengan cara masing-masing pelarit tunggal di masukan ke dalam alat
chamber sebanyak sampai dasar KLT jarak 1cm terendam setelah itu di diamkan
selama 15 menit kemudian masukan kertas saring kedalam chamber yang berisi
larutan tunggal jika larutan sudah jenuh dapat ditandai dengan naik nya pelarut ke atas
ujung kertas saring, jika sudah jenuh lakukan penotolan noda pada silika gell dengan
menggunakan pipa kapiler setelah diberi noda sebanyak 5 totol masukan kedalam
chamber yang sudah berisi larutan tunggal, tunggu samapi pelarut nya naik sampai
ujung silika gell, jika sudah ambil lah menggunakan pinset dan masukan kedalam
lampu UV untuk melihat jarak noda yang ditempuh nya.

E. Hasil pengamatan
Daftar pustaka

1.

Anda mungkin juga menyukai