Anda di halaman 1dari 11

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN PROSEDUR

PEMBUATAN EKSTRAK REBUSAN DAUN SAMBANG


GETIH (Hemigraphis bicolor Boerl.)
(Cara melakukan uji pre-klinik)

Mata Kuliah : Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

Disusun oleh :
1. Ovysta Darsono 1543050025
2. Adilah Salamatunnisa 1543050043
3. Widayanti Ayuningtias 1543050094
4. Paromaulina Pardede 1543050055

Dosen Pengampu :
Mayor Laut (K) Dadang M S.Ssi., Apt

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih
elektron tidak berpasangan pada lintasan paling luar. Radikal bebas memiliki sifat
yang reaktif sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain seperti protein,
lipid dan DNA (Harjanto, 2004). Dalam keadaan normal radikal bebas yang
diproduksi di dalam tubuh tidak berbahaya dan penting untuk fungsi biologis
seperti pengaturan pertumbuhan sel. Namun ketika diproduksi dalam jumlah yang
berlebihan oleh sel, radikal bebas dapat menjadi berbahaya karena saat masuk ke
dalam tubuh radikal bebas ini akan mencari pasangan elektron lain dengan
mengambil elektron dari sel tubuh sehingga membentuk reaksi berantai dan
menghasilkan radikal bebas baru (Agus Zainal, 2002). Beberapa sumber radikal
bebas antara lain: polusi lingkungan (asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik),
sinar ultra violet matahari, radiasi, obat-obatan dan aktivitas fisik yang berlebih
(Sugianto, 2011).
Aktivitas fisik yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif
pada manusia dan pada mencit (Senturk, et al., 2001). Stres oksidatif adalah suatu
keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi produksi antioksidan (Sugianto,
2011). Peningkatan radikal bebas pada mencit dapat dilakukan dengan cara
perenangan, karena ketika dimasukkan ke dalam bak renang, mencit akan
mengalami stres dan berusaha untuk bertahan hidup dengan cara berenang sekuat
tenaga (Kurnianingsih, 2006). Dalam keadaan stres oksidatif akan menyebabkan
perubahan pada berbagai senyawa antara lain protein dan lipid. Pada rantai asam
lemak tak jenuh lapisan fosfolipid membran akan diserang oleh radikal hidroksil
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Produk hasil peroksidasi lipid dalam
tubuh yang terdapat dalam bentuk bebas atau terkompleks dengan jaringan di
dalam tubuh disebut malondialdehid (MDA). Keberadaan malondialdehid (MDA)
ini bersifat toksik terhadap sel (Prangdimurti, et al., 2009).
Salah satu upaya untuk mengatasi bahaya potensial dari radikal bebas, tubuh
dilengkapi oleh seperangkat sistem pertahanan yang dapat membatasi kerusakan
yang diakibatkan oleh radikal bebas yang disebut sebagai antioksidan (Ahmad,
2006). Sistem pertahanan antioksidan ini terbagi menjadi antioksidan enzimatik
dan antioksidan nonenzimatik. Antioksidan enzimatik antara lain superoksida
dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx) dan katalase, sedangkan
antioksidan non enzimatik diantaranya adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten,
albumin, glutation dan selenium (Nisma et al., 2011). Golongan antioksidan lain
yang terkenal adalah antioksidan dari senyawa polifenol dan yang paling banyak
diteliti adalah golongan flavonoid (Nurhasana, 2004). Senyawa tersebut banyak
terdapat di dalam tumbuh- tumbuhan salah satunya adalah sambang getih
(Hemigraphis bicolor Boerl.). Sambang getih merupakan tanaman asli Indonesia
dan pada umumnya ditemukan tumbuh liar atau di tanam di halaman dan taman
sebagai tanaman hias. Senyawa kimia yang terdapat dalam daun sambang getih
adalah flavonoid, polifenol dan tanin (Syamsuhidayat, 1991). Dibeberapa
penelitian menyebutkan tanaman yang mengandung flavonoid, polifenol dan tanin
dapat memiliki aktivitas antioksidan (Ahmad, 2006; Nurhasana, 2004).
Aktivitas antioksidan pada rebusan daun sambang getih secara in vivo dengan
mengukur kadar malondialdehid (MDA). Pengujian aktivitas antioksidan secara in
vivo dilakukan dengan mengukur kadar MDA dalam material biologi. Analisis
MDA merupakan analisis radikal bebas secara tidak langsung dan mudah dalam
menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk, analisis radikal bebas secara
langsung sulit dilakukan karena senyawa radikal sangat tidak stabil dan reaksinya
pun berjalan sangat cepat. Pengukuran kadar MDA dapat dilakukan dengan
pereaksi thiobarbituric acid (TBA) membentuk senyawa MDA-TBA, senyawa ini
berwarna merah muda yang dapat diukur intensitasnya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS. Pengukuran kadar MDA telah digunakan secara luas
sebagai indikator dari kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus
merupakan indikator keberadaan radikal bebas (Prangdimurti, et al., 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan,
dan menahan pembentukan oksigen reaktif atau radikal bebas dalam tubuh.
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki
elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga sangat reaktif
untuk mendapatkan pasangan elektron dengan mengikat sel-sel tubuh. Apabila hal
tersebut terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan dan kematian
sel (Lautan, 1997). Antioksidan ditujukan untuk mencegah dan mengobati
penyakit seperti aterosklerosis, stroke, diabetes, alzheimer, dan kanker (Aqil,
Ahmad dan Mehmood, 2006).
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok yaitu
antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami) dan antioksidan
sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia). Sedangkan
berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi tiga
kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.
Antioksidan primer disebut juga sebagai antioksidan enzimatis.
Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase, katalase, dan glutation
peroksidase. Enzim-enzim ini menghambat pembentukan radikal bebas dengan
cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), dan mengubahnya menjadi produk
yang lebih stabil. Antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-
antioxidant (Winarsi, 2007).
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-
enzimatis. Cara kerja sistem antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara
memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas. Akibatnya radikal bebas
tidak bereaksi dengan komponen seluler. Contoh antioksidan sekunder ialah
vitamin E, vitamin C, flavonoid, asam urat, bilirubin, dan albumin (Lampe, 1999).
Antioksidan tersier contohnya enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida
reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal
bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh
rusaknya single dan double stand, baik gugus basa maupun non-basa. Perbaikan
kerusakan basa dalam DNA yang diinduksi senyawa oksigen reaktif terjadi
melalui perbaikan jalur eksisi basa. Pada umumnya, eksisi basa terjadi dengan
cara memusnahkan basa yang rusak, yang dilakukan oleh DNA glikosilase
(Winarsi, 2007).

2.2 Uji Aktivitas Antioksidan


Beberapa metode uji untuk menentukan aktivitas antioksidan antara lain:
2.2.1 Uji DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau eksrtak
bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau
radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH.
Prinsip uji DPPH adalah penghilangan warna untuk mengukur kapasitas
antioksidan yang langsung menjangkau radikal DPPH dengan pemantauan
absorbansi pada panjang gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer.
Radikal DPPH dengan nitrogen organik terpusat adalah radikal bebas stabil
dengan warna ungu gelap yang ketika direduksi menjadi bentuk nonradikal oleh
antioksidan menjadi warna kuning (Yu, 2008).
2.2.2 Uji ABTS
Prinsip uji ABTS adalah penghilangan warna kation ABTS untuk mengukur
kapasitas antioksidan yang langsung bereaksi dengan radikal kation ABTS. ABTS
adalah suatu radikal dengan pusat nitrogen yang mempunyai karakteristik warna
biru-hijau, yang bila tereduksi oleh antioksidan akan berubah menjadi bentuk
nonradikal, dari berwarna menjadi tidak berwarna. Kemampuan aktivitas
antioksidan secara spektrofotometer pada panjang gelombang 734. Hasilnya
dibandingkan dengan standar yakni senyawa trolox (Yu, 2008).
2.2.3 Uji Penghambatan Radikal Superoksida
Uji ini mengukur kemampuan antioksidan menggunakan medan molekular
nitroblue tetrazolium (NBT), dalam meredam radikal superoksida yang dihasilkan
sistem enzimatik hipoxantin-xantin oksidase (HPX-XOD). NBT memiliki warna
kuning yang melalui reduksi oleh radikal superoksida membentuk formazan yang
berwarna biru, dan terukur pada panjang gelombang 560 nm dengan
spektrofotometer. Kemampuan ekstrak untuk penghambatan warna hingga 50%
diukur dalam EC50 (Yu, 2008).
2.2.4 Uji Kapasitas Serapan Radikal Oksigen atau Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC)
Uji ini dilakukan dengan menggunakan trolox (analog vitamin E) sebagai
standar untuk menentukan trolox ekuivalen (TE). Nilai ORAC kemudian dihitung
dari TE dan dinyatakan sebagai satuan atau nilai ORAC. Semakin tinggi nilai
ORAC, semakin besar kekuatan nilai antioksidannya. Uji ini berdasarkan
pembentukan radikal bebas menggunakan AAPH (2,2-azobis-2-amido propane
dihydrochloride) dan pengukuran dari fluoresensi dengan adanya penghambat
radikal. Penelitian terbaru telah melaporkan assay ORAC dengan otomatisasi.
Pada uji ini β-phycoerythrin (β-PE) digunakan sebagai target radikal bebas,
AAPH sebagai penghasil radikal peroksil dan trolox sebagai kontrol standar.
Setelah penambahan AAPH ke larutan uji, fluoresensi direkam dan aktivitas
antioksidan dinyatakan sebagai trolox ekuivalen (TE) (Bank dan Lenoble, 2002).
2.2.5 Uji Kapasitas Penghambatan Radikal Hidroksil atau Hydroxyl Radical
Scavenging Capacity (HOSC).
Pada metode HOSC, radikal hidroksi yang terbentuk oleh oksidasi dibuat
bereaksi dengan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk menghasilkan formaldehid.
Formaldehid membentuk warna kuning intensif dengan pereaksi nash (ammonium
asetat 2 M). Intensitas dari warna kuning yang terbentuk diukur pada panjang
gelombang 412 nm dengan spektrofotometer. Trolox dijadikan sebagai standar di
mana hasil dinyatakan sebagai ekuivalen mikromol trolox per unit sampel (Yu,
2008).
BAB III
METODE DAN TAHAPAN

3.1 Persiapan tanaman yang akan diuji


3.1.1 Pengumpulan tanaman yang didapat dari Balai Penelitian Obat dan
Aromatik (BALITRO).
3.1.2 Determinasi tanaman untuk memastikan kebenaran simplisia dari tanaman
yang akan digunakan dalam penelitian.

3.2 Pengukuran aktivitas antioksidan secara in vivo dengan mengukur


kadar MDA plasma.
3.2.1 Pembuatan sediaan uji (rebusan daun sambang getih)
Timbang ± 30 gram daun segar sambang getih, dicuci, direbus dengan 200
ml air sampai setengah dari volume awal, setelah dingin kemudian disaring,
masukkan air rebusan daun sambang getih ke dalam wadah gelas atau botol.
3.2.2 Persiapan hewan percobaan
1. Adaptasi hewan percobaan selama 1 minggu pada lingkungan
laboratorium untuk membiasakan mencit hidup pada lingkungan baru
dan diberi makan pelet standard dan minum.
2. Pengelompokan hewan percobaan
30 ekor mencit yang sehat dibagi dalam 6 kelompok yang masing-masing
terdiri atas 5 ekor, yaitu:
Kelompok I : Kelompok kontrol normal yang diberi aquadest.
Kelompok II : Kelompok kontrol negatif yang diberi aquadest
dan perenangan selama 55 menit pada hari ke-7.
Kelompok III : Kelompok kontrol positif yang diberi vitamin C
6,5mg/kgBB per-oral setiap hari selama 7 hari dan
perenangan selama 55 menit pada hari ke-7.
Kelompok IV : Kelompok yang diberi rebusan daun sambang
getih dosis 1,95 g/kgBB per-oral setiap hari
selama 7 hari dan perenangan selama 55 menit
pada hari ke-7.
Kelompok V : Kelompok yang diberi rebusan daun sambang
getih dosis 3,9 g/kgBB per-oral setiap hari
selama 7 hari dan perenangan selama 55 menit
pada hari ke 7.
Kelompok VI : Kelompok yang diberi rebusan daun sambang
getih dosis 7,8 g/kgBB per-oral setiap hari selama
7 hari dan perenangan selama 55 menit pada hari
ke 7.
3. Pengambilan sampel darah,
a. Mencit dieutanasia dengan eter lalu diletakkan telentang pada papan
bedah, bagian dada dan perut diolesi dengan alkohol 70% dan
dilakukan pembedahan.
b. Darah diambil dari jantung menggunakan jarum suntik dan
ditempatkan dalam tabung sentrifuse yang telah diberi antikoagulan
heparin, darah yang diperoleh disentrifuse dengan kecepatan 3000
rpm selama 10 menit, setelah terpisah lapisan atas (plasma) yang
berwarna bening kekuningan diambil untuk pengukuran kadar MDA.
4. Pengukuran aktivitas antioksidan secara in vivo
a. Kadar MDA plasma yang diukur menurut metode Wills. 200 µL
larutan sampel (plasma) ditambahkan 1 ml trikloroasetat (TCA) 20%
dan 2 ml asam tiobarbiturat (TBA) 0,67%.
b. Larutan dicampur homogen dan dipanaskan di atas penangas air
selama 10 menit.
c. Setelah dingin disentrifuse pada 3000 rpm selama 10 menit. Filtrat
yang berwarna merah muda diukur serapannya pada panjang
gelombang 532 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Kadar
MDA dihitung dengan menggunakan kurva baku MDA dengan
konsentrasi 0; 0,025; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,8 dan 1,6 nmol/ml (10).
TAHAP PENELITIAN
1. Persiapan tanaman yang akan diuji
a. Pengumpulan tanaman yang didapat dari Balai Penelitian Obat dan
Aromatik (BALITRO).
b. Determinasi tanaman untuk memastikan kebenaran simplisia dari tanaman
yang akan digunakan dalam penelitian.
c. Pembuatan larutan sediaan uji (rebusan daun sambang getih).
2. Persiapan hewan percobaan
a. Adaptasi hewan percobaan selama 1 minggu dilakukan untuk membiasakan
mencit hidup pada lingkungan baru.
b. Pemberian sediaan uji rebusan daun sambang getih secara oral selama 7 hari
pada hewan percobaan.
c. Peningkatan kadar MDA plasma dengan cara perenangan.
d. Pengambilan sampel darah.
3. Pengujian aktivitas antioksidan secara in vivo dengan mengukur kadar MDA
plasma.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A, Patong Rauf. 2006. Aktivitas antikanker senyawa bahan alam


kurkumin dan analognya pada tingkat molekuler. Jurnal Kedokteran
Yarsi.14(2):159.

Agus Zainal AN. 2002. Stress oksidatif dan penyakit degenerative: Suatu tinjauan
biokimia. Jurnal Kedokteran Yarsi.10(3):69.

Harjanto. 2004. Pemulihan stress oksidatif pada latihan olahraga. Jurnal


Kedokteran Yarsi.12(3):82,83&85.

Kurnianingsih. 2006. Uji efek tonikum suspensi ekstrak batang brotowali


(Tinospora crispa (L.) Miers. Ex Hook.f. & Thoms) terhadap ketahanan
berenang mencit (Mus musculus L.) jantan galur DDY (skripsi). Depok:
FMIPA Departemen Biologi Universitas Indonesia.h.34.

Nisma F, Situmorang A, Fajar M. 2011. Uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol


70% bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) berdasarkan aktivitas SOD
(superoxyd dismutase dan kadar MDA pada sel darah merah domba yang
mengalami stress oksidatif secara in vitro (Skripsi). Jakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka.h.2.

Nurhasana F, Syamsudin. 2004. Efek antioksidan dari ekstrak biji petai cina
(Leucaena leucocephala L) Pada Tikus Putih. Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia.3(1):1-3.

Prangdimurti E, pratiwi D, Zamhoor H, Pertiwi K, Dewi R, Nugroho G. 2009.


Pengaruh protein ransum dan pemberian teh hijau terhadap kadar
malondialdehid (MDA) organ hati tikus percobaan. Makalah Kimia Organik
bahan Alam.h.2.
Senturk UK, Gunduz F, Kuru O, Aktekin MR, Kipmen D, Yalcin O, et al. 2001.
Exercise induced oxidative stress affects erythrocytes in sedentary rats but not
exercise-trained rats. J Appl Physiol; 91.

Sugianto NL. 2011. Pemberian jus delima merah (punica granatum) dapat
meningkatkan kadar glutation peroksidase darah pada mencit (Mus musculus)
dengan aktivitas fisik maksimal (tesis). Denpasar: Program
Pascasarjana.h.3&5.

Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris tanaman indonesia. Jilid I.


Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan RI; 1991.h.286-287.

Anda mungkin juga menyukai