Pendahuluan
Kandungan senyawa kimia pada tanaman biasanya tersebar pada organ tubuh tumbuhan
seperti daun, bunga, buah, akar, biji, kulit batang, dan rimpang. Berdasarkan penelitian Dwija
dkk (2013) ekstrak metanol daun S. pinnata menunjukkan adanya kandungan triterpenoid dan
flavonoid (Khakim, 2000). Flavonoid merupakan kandungan metabolit sekunder yang
bersifat sebagai senyawa bioaktif yang mampu bertindak sebagai antioksidan yang berfungsi
untuk menangkal radikal bebas. Umumnya tanaman yang memiliki kandungan senyawa
flavonoid memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi, dan
antikanker (Sumihe, Runtuwene, & Rorong, 2014). Kerja dari antioksidan ini dengan
menangkap radikal bebas melalui donor atom hidrogen dari gugus hidroksi pada flavonoid.
1.3 Hipotesis
1. Dengan cara membuat sampel dalam bentuk serbuk halus yang kemudian diekstraksi
menggunakan etil asetat untuk memperoleh senyawa aktif dalam daun kedondong
2. Metanol dan n-heksana
3. Sangat aktif
4. Alkaloid,flavanoid, senyawa fenolik, steroid dan terpenoid
Kedondong (Spondias dulcis) merupakan tanaman buah yang berasal dari famili
Anacardiaceae. Tanaman ini berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara dan tersebar di
daerah tropis (Prihatman, 2004). Tanaman ini tumbuh dengan cepat, tingginya dapat
mencapai 18 m (Morton, 1987). Daun kedondong berbentuk jorong (ovalis), pangkal daun
runcing (acutus), ujung daun meruncing (acuminatus), warna hijau, panjang daun lebih
kurang 5-8 cm, lebar daun lebih kurang 3-6 cm, tulang daun menyirip, jumlah anak daun
gasal dan berpasang-pasangan, tepi daun rata, tata letak daun tersebar (folia sparsa),
permukaan daun licin (leavis) dan mengkilat (nitidus) (Harjanti, 2012). Daunnya mudah
berganti (rontok) di musim kemarau (Morton, 1987). Tanaman kedondong mempunyai
kedudukan taksonomi berikut ini:
Kingdom : Plantae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Spondias
Spesies : Spondias dulcis
(Putri, 2012).
Flavonoid adalah substansi yang mengandung senyawa polifenolik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan (herbal). Flavonoid merupakan antioksidan yang potensialuntuk
menangkal radikal bebas.Fungsi flavonoid sebagai antioksidan yang kuat sehingga
dimanfaatkan sebagai pencegah kanker maupun pengobatan kanker (Miryanti dkk., 2011).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai pencegah kanker yaitu antara lain inaktivasi karsinogen,
antiproliferasi, dan penghambatan siklus sel (Subroto, 2008).Flavonoid mempunyai aktivitas
antioksidan yang kuat yang merupakan pendonor hidrogen yang sangat baik. Flavonoid
mempunyai aktivitas antioksidan lebih baik daripada vitamin C (asam askorbat) vitamin E
(tokoferol) yang merupakan antioksidan mayor dalam tubuh (Prakash dan Gupta, 2009).
Kelompok hidroksil yang dimiliki flavonoid tidak muncul saat reaksi redoks kimia, tetapi
sangat berperan dalam mendonorkan atau menerima hidrogen. Flavonoid juga berikatan
dengan logam-logam seperti besi dan tembaga, kemudian menghambat pembentukan radikal
bebas melalui katalis logam tersebut (besi dan tembaga). Peran-peran krusial yang dimiliki
flavonoid ini menunjukkan bahwa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat
(Prakash dan Gupta, 2009). Mekanisme kerja flavonoid ini dapat dilihat pada Gambar 2 di
bawah ini.
Uji alkaloid dilakukan dengan cara melarutan ekstrak uji sebanyak 2 mL diuapkan di
atas cawan porselin hingga di dapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2
N. Larutan yang didapat kemudian dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama
ditambahkan dengan HCl 2 N yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan
pereaksi Dragendorff sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi Mayer
sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan endapan putih hingga
kekuningan pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid (Jones and Kinghorn, 2006)
Sampel dikatakan mengandung alkaloid jika reaksi positif yang membentuk endapan
sekurang-kurangnya dua reaksi dari golongan reaksi pengendapan yang dilakukan. Sebagian
besar alkaloid tidak larut atau sedikit larut dalam air, tetapi bereaksi dengan asam membentuk
garam yang larut dalam air. Alkaloid bebas biasanya larut dalam eter atau kloroform maupun
pelarut nonpolar lainnya kebanyakan berbentuk kristal, meskipun ada beberapa yang amorf
dan hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar. Garam alkaloid berbentuk kristal.
Alkaloid biasanya tidak berwarna dan memiliki rasa pahit (Setiawan, 2013)
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar yang senyawa yang terdiri dari C6-C3-
C6 dan sering ditemukan diberbagai macam tumbuhan dalam bentuk glikosida atau gugusan
gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik (Sirait, 2007; Bhat et al., 2009).
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder y ang disintesis dari asam piruvat melalui
metabolisme asam amino (Bhat et al., 2009). Flavonoid adalah seny awa fenol, sehingga
warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak. Terdapat sekitar 10 jenis flavonoid yaitu
antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron,
flavanon, dan isoflavon (Harborne, 1987). Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan
dengan uji warna yaitu fitokimia untuk menentukan keberadaan senyawa golongan flavonoid
dan uji adanya senyawa polifenol. Uji keberadaan senyawa flavonoid dari dalam sampel
digunakan uji Wilstatter, uji Bate-Smith, dan uji dengan NaOH 10%.
1. Uji Wilstatter
Isolat ditambahakan 2-4 tetes HCl pekat dan 2-3 potong kecil logam Mg. Perubahan warna
terjadi diamati dari kuning tua menjadi orange (Achmad, 1986).
2. Uji Bate-Smith
Isolat ditambahkan HCl pekat lalu dipanaskan dengan waktu 15 menit di atas penangas air.
Reaksi positif jika memberikan warna merah (Achmad, 1986).
3. Uji dengan NaOH 10%
Isolat ditambahkan pereaksi NaOH 10% dan reaksi positif apabila terjadi perubahan warna
yang spesifik (Harbone, 1987).
4. Uji Golongan Polifenol
Isolat ditambahkan larutan FeCl3 10% dalam akuades. Reaksi positif jika memberikan warna
hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat (Harbone, 1987).
Tanin ditandai oleh sifatnya yang dapat menciutkan dan mengendapkan protein dari
larutan dengan membentuk senyawa yang tidak larut (Sirait, 2007). Kadar tanin yang tinggi
mungkin mempunyai arti pertahanan bagi tumbuhan, membantu mengusir hewan pemangsa
tumbuhan. Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat
pertumbuhan tumor dan menghambat enzim seperti enzim reverse transkriptase dan DNA
topoisomerase. Tanin juga dapat meracuni hati (Robinson, 1995). Tanin tersebar luas dalam
tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam
industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit
hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang
protein. Di dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi
bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat
terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pecernaan hewan.
Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan
karena rasanya yang sepat (Rustaman dkk., 2006).
Secara garis besar tanin terbagi menjadi dua golongan: tanin dapat terhidrolisis, yang
terbentuk dari esterifikasi gula (misalnya glukosa) dengan asam fenolat sederhana yang
merupakan tanin turunan sikimat (misalnya asam galat), dan tanin tidak terhidrolisis yang
kadang disebut tanin terkondensasi, yang berasal dari reaksi polimerasi (kondensasi) antar
flavanoid (Heinrich dkk., 2009). Uji tanin dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak sampel
kedalam metanol sampai sampel terendam semuanya. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes
larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kebiruan atau
hijau (Sangi et al., 2008).
Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit
isoprene dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30 hidrokarbon alisiklik. Senyawa
tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks, kebanyakan merupakan suatu
alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, sering
mempunyai titik lebur tinggi, Triterpen dapat ditemukan pada resin, kulit kayu, dan dalam
lateks (Sirait, 2007). Menurut Heinrich dkk. (2009), triterpen juga merupakan komponen
resin dan eksudat resin dari tanaman yang diproduksi jika pohon menjadi rusak sebagai
perlindungan fisik terhadap serangan fungi dan bakteri. Selain itu, banyak komponen
terpenoid resin ini memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi, baik membunuh mikroba yang
berpotensi menyerang maupun memperlambat pertumbuhannya hingga pohon dapat
memperbaiki kerusakannya.
Uji triterpenoid dilakukan dengan cara melarutan uji sebanyak 2 mL diuapkan. Residu
yang diperoleh dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat
anhidrat. Selanjutnya, campuran ini ditetesi dengan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding
tabung tersebut. Bila terbentuk warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol. Jika hasil
yang diperoleh berupa cincin kecokelatan atau violet pada perbatasan dua pelarut,
menunjukkan adanya triterpenoid (Jones and Kinghorn, 2006; Evans, 2009).
Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol. Saponin berasal dari bahasa latin
“sapo” yang berarti sabun, diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun.
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok
dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah.
Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang
mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun.
Beberapa saponin juga bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 1995). Senyawa saponin
dapat bersifat antibakteri dengan merusak membran sel. Rusaknya membran menyebabkan
substansi penting keluar sel dan juga dapat mencegah masuknya bahan-bahan penting ke
dalam sel. Jika fungsi membran sel dirusak maka akan mengakibatkan kematian sel
(Monalisa dkk., 2011). Oesman dkk. (2010) menyatakan bahwa saponin adalah senyawa
polar yang keberadaanya dalam tumbuhan dapat diekstraksi dengan pelarut semi polar dan
polar.
Menurut Simes et al. (Sangi et al., 2008) uji saponin dilakukan dengan cara
memasukkan ekstrak sampel daun sebanyak 1 gram ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan akuades hingga seluruh sampel terendam, dididihkan selama 2-3 menit, dan
selanjutnya didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya buih yang stabil.
Fenolik merupakan senyawa yang mengandung fenol (senyawa turunan fenol) yang
secara kimiawi telah diubah untuk mengurangi kemampuannya dalam mengiritasi kulit dan
meningkatkan aktivitas antibakterinya. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik adalah dengan
merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga menyebabkan isi sel keluar
(Pratiwi, 2008). Kemudian Septiadi dkk. (2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa
senyawa fenolik bersifat fungistatik yang dapat mendenaturasi protein dinding jamur Candida
albicans yang menyebabkan kerapuhan pada dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus
zat aktif lainnya yang bersifat fungistatik. Jika protein yang terdenaturasi adalah protein
enzim maka enzim tidak dapat bekerja yang menyebabkan metabolisme dan proses
penyerapan nutrisi terganggu.
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat dihasilkan
dari reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Steroid merupakan kelompok senyawa yang
penting dengan struktur dasar sterana jenuh (bahasa inggris: saturated tetracyclic
hydrocarbon: 1,2 – cyclopentano-perhydro-phenanthrene) dengan 17 atom karbon dan 4
cincin (Dwilistiani, 2013).
Kandungan fenolik total dalam suatu sampel dapat diukur secara kolorimetri dengan
metode Folin-Cioacalteu dan dinyatakan dengan massa ekivalen asam galat (Jasson, 2005).
Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan suatu larutan kompleks yang terbentuk dari asam
fosfomolibdat dan asam heteropoli fosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air, natrium
tungstat, natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium, sulfat, dan bromin (Nurhayati,
Siadi, dan Herjono, 2012).Prinsip dasar untuk metode ini adalah oksidasi gugus fenolik-
hidroksil. Pereaksi Folin-Ciocalteu mengoksidasi fenolat serta mereduksi asam heteropoli
menjadi suatu kompleks molybdeum-tungsten(Mo-W). Selama reaksi berlangsung, gugus
fenolik-hidroksil akan bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu membentuk kompleks
fosfotungstat-fosfomolibdat berwarna biru (Jasson, 2005). Warna biru yang dihasilkan dari
reaksi ini akan semakin pekat setara dengan konsentrasi senyawa fenolik yang terdapat pada
larutan uji dan memiliki serapan kuat pada panjang gelombang 760 nm ( Blainski et al.,
2013).Metode folin-Ciocalteu merupakan metode yang sederhana, sensitif dan teliti. Metode
ini terjadi dalam suasana basa sehingga dalam penentuan kadar fenolik dengan pereaksi
Folin-Ciocalteu digunakan natrium karbonat yang bertujuan untuk membentuk suasana basa
(Prior, Wu, dan Schaich, 2005).
Spektrofotometri UV-VIS terdiri dari dua komponen utama yaitu spektrometer dan
fotometer. Spektrofotometri UV-VIS digunakan untuk mengukur energi relatif dimana energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemesikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Prinsip dari spektrofotometri UV-VIS berdasarkan hukum ‘Lambert Beer’, bila
suatu cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan maka akan bertambah
turunnya intesitas cahaya sebanding dengan bertambahnya tebal dan kepekatan media
(Wachidah, 2013)
A=a.b.c
a = Absortivitas molar
b = Tebal kuvet
c = Konsentrasi Sampel
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu bagian dari metode kromatografi yang
sering dipakai. Fasa diam pada kromatografi ini biasanya mengandung substansi yang dapat
berfluoresensi dalam sinar ultraviolet berupa silika dan alumina. Fasa gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Rf (Retardation factor) adalah kecepatan rambat
suatu senyawa dengan ditentukan berdasarkan jarak rambat senyawa dari titik awal dan jarak
rambat fasa gerak dari titik awal. Penentuan nilai Rf dapat menggunakan rumus sebagai
berikut :
Daftar Pustaka
Andresima, L. E. D. (2005). Validasi Metode Analisis Residu Pestisida kaptan Dan Profenos
dalam Kedelai Jepang (Glysine max(L)Merr.Var.Ryokkoh) Secara Kromatografi Gas.
Universitas Airlangga.
Elifah, E. (2015). Uji Antibakteri Fraksi Aktif Ekstrak Metanol Daun Senggani (Melastoma
candidum, D.Don) Terhadap Escherichia coli dan Bacillus subtilis serta Profil
Kromatografi Lapis Tipisnya. Universitas Sebelas Maret.
Gafur, M. A., Isa, I., & Bialangi, N. (2012). ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA
FLAVONOID DARI DAUN JAMBLANG (Syzygium cumini). Jurusan Kimia
Fakultas Mipa Universitas Negeri Gorontalo, 11.
Khakim, A. (2000). Ketoksikan Akut Ekstrak Air Daun Benalu (Dendrophthoe pentandra (L.)
Miq. dan Dendrophthoe falcata (L.f). Ertingsh) Pada Mencit Jantan dan Uji Kandungan
Kimia.
Sumihe, G., Runtuwene, M. R. J., & Rorong, J. A. (2014). Analisis Fitokimia Dan Penentuan
Nilai Lc50 Ekstrak Metanol Daun Liwas. Jurnal Ilmiah Sains, 14(2), 125.
https://doi.org/10.35799/jis.14.2.2014.6070