Anda di halaman 1dari 4

Tanaman merupakan salah satu bentuk keanekaragaman hayati yang ada di

Indonesia. Keanekaragaman hayati ini banyak dikembangkan sebagai agen terapeutik.

Tanaman yang mengandung senyawa metabolit sekunder seperti fenolik, flavonoid, dan

kumarin dapat menangkap stress oksidatif dengan mempertahankan keseimbangan antara

oksidan atau radikal bebas dan antioksidan. Stress oksidatif disebabkan kandungan

radikal bebas di dalam tubuh lebih banyak dibandingkan antioksidan (Febrinda dkk.,

2013). Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang memiliki elektron yang

tidak berpasangan, bersifat tidak stabil, dan sangat reaktif (Tristantini dkk., 2016).

Radikal bebas dalam ilmu kesehatan merupakan masalah yang sering memicu

penyakit degeneratif seperti kanker, jantung, atritis, katarak, diabetes dan hati (Halliwell,

2007). Radikal bebas terdiri dari Reactive Oxigen Species (ROS) atau radikal oksigen

seperti O2, OH, ROO. dan H 2O2, oleh karena itu solusi untuk mencegah adanya bahaya

radikal bebas maka dibutuhkan antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat

mencegah terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh yang dapat menghambat sel-sel

yang rusak (Salamah dan Widyasari, 2015).

Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang, baik untuk makanan

maupun pengobatan sering dengan bertambahnya pengetahuan tentang radikal bebas.

Banyak tumbuhan yang berpotensi sebagai obat-obatan salah satunya yang bermanfaat

melindungi tubuh manusia dari bahaya radikal bebas (Rustini dan Ariati, 2017). Secara

alami tubuh memiliki mekanisme pertahanan terhadap radikal bebas. Senyawa atau

molekul pertahanan alami tubuh terhadap radikal bebas disebut dengan antioksidan.

Antioksidan dalam tubuh (antioksidan endogen) kebanyakan dalam bentuk enzim seperti

enzim superoksida dismutase, glutation peroksidase dan katalase (Rustini dan Ariati,

2017).
Eksplorasi tanaman sebagai bahan obat-obatan masih terus dilakukan oleh peneliti

salah satunya tanaman yang memiliki khasiat obat adalah tanaman ungu. Tanaman Ungu

merupakan masuk dalam keluarga famili Acanthaceae dengan nama spesies

Graptophylum pictum (L.) Griff.

Daun ungu diketahui memilki kandungan metabolit sekunder diantaranya yaitu

flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, dan steroid. kandungan senyawa daun ungu

dimanfaatkan sebagai obat diuretik (batang atau daunnya), bunganya untuk melancarkan

haid, dan daunnya digunakan dalam pengobatan antiinflamasi, pengobatan sembelit,

ambeien, antireumatik, pengobatan bisul, dan berperan sebagai pencahar ringan (Sartika

dan Indriadi, 2021).

Proses ekstraksi daun ungu menggunakan cairan penyari etanol dengan konsentrasi

96 %, karena dapat mudah berpenetrasi ke dalam sel serta mempunyai kemampuan

ekstraksi yang lebih baik dibandingkan dengan etanol konsentrasi rendah. Etanol dipilih

juga karena bersifat universal yang mampu menarik semua jenis zat aktif, baik yang

bersifat polar, semi polar, dan bahkan non polar, etanol merupakan pelarut yang tidak

beracun dan berbahaya (Ramadhan dan Phaza, 2010).

Fraksinasi merupakan pemisahan yang lebih mendalam berdasarkan tingkat

kepolaran suatu senyawa. Metode pemisahan ini memiliki fungsi meningkatkan

sensitivitas deteksi dan identifikasi suatu senyawa serta meningkatkan aktivitas suatu

senyawa dalam sampel. Pemilihan n-heksan sebagai pelarut non polar didasarkan pada

tingkat selektivitasnya yang tinggi pada senyawa yang bersifat non polar, tingkat

toksisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut non polar lain seperti benzena

dan toluen serta rendahnya biaya yang diperlukan. Air sebagai pelarut polar memiliki

keuntungan yaitu tingkat selektivitas yang tinggi pada senyawa polar, hal ini membuatnya

lebih efisien dalam pemisahan dan pemurnian suatu senyawa selain itu air merupakan
pelarut yang tidak toksik serta mudah didapat. Sebagai pelarut semi polar digunakan etil

asetat dikarenakan etil asetat tingkat kelarutannya yang tinggi baik dalam air maupun

pelarut organik, tingkat toksisitas yang rendah, serta harga yang murah (Padmawati dkk.,

2015).

Metode pengukuran aktivitas antioksidan didasarkan pada prinsip kerja yang

berbeda dari antioksidan dalam sampel. Hal ini menjelaskan bahwa metode pengukuran

aktivitas yang berbeda akan mengacu pada pengamatan mekanisme kerja antioksidan

(Hasannbaglou, dkk., 2012). DPPH (2,2–diphenyl–1–picrylhy-drazyl) memiliki prinsip

kerja adanya atom hidrogen dari senyawa antioksidan yang berikatan dengan elektron

bebas pada senyawa radikal sehingga menyebabkan perubahan dari radikal bebas menjadi

senyawa non radikal (Setiawan, dkk., 2018). Benzie dan Strain (1996) mengemukakan

bahwa metode FRAP merupakan metode yang digunakan untuk menguji antioksidan

dalam tumbuh-tumbuhan. Metode FRAP dapat menentukan kandungan antioksidan total

dari suatu bahan berdasarkan kemampuan senyawa antioksidan untuk mereduksi ion Fe 3+

menjadi Fe2+ sehingga kekuatan antioksidan suatu senyawa dianalogikan dengan

kemampuan mereduksi dari senyawa tersebut (Halvorsen dkk., 2002). Maesaroh, dkk.

(2018) menyatakan bahwa metode DPPH dan FRAP dapat saling mempengaruhi bahkan

dapat saling menggantikan, hal ini dibuktikan dalam penelitiannya bahwa terdapat

korelasi yang sangat tinggi (R>0,98). Korelasi yang sangat tinggi tersebut

mengindikasikan adanya keterkaitan sangat kuat antara daya hambat radikal bebas dengan

potensial reduksi senyawa polihidroksi (polifenol) terhadap ion besi. Rustini dan Ariati

(2017) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun ungu menggunakan metode DPPH

memiliki kemampuan antioksidan dengan nilai IC 50 sebesar 83,25 ppm.

Berdasarkan hal tersebut maka akan dilakukan penelitian aktivitas antioksidan fraksi n-

heksan, etil asetat dan air daun ungu dengan metode FRAP. Prinsip dari uji FRAP adalah
reaksi transfer elektron dari antioksidan senyawa Fe 3+ menjadi Fe 2+, kelebihan dari

metode FRAP adalah metodenya yang murah, cepat, dan reagen yang digunakan cukup

sederhana serta tidak menggunakan alat khusus untuk menghitung total antioksidan.

Anda mungkin juga menyukai