Anda di halaman 1dari 26

4.

Radikal Bebas Radikal bebas merupakan sekelompok zat kimia yang sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak semua oksidan merupakan radikal bebas. Oksidan merupakan senyawa yang dapat menerima elektron dan radikal bebas merupakan atom atau gugus yang orbital luarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan (Fessenden dan Fessenden, 1994). Senyawa oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species = ROS) diproduksi secara terus menerus di dalam tubuh manusia sebagai akibat proses metabolisme normal (Langseth, 1995). Selama makanan dioksidasi untuk menghasilkan energi, sejumlah radikal bebas juga terbentuk. Radikal bebas berfungsi untuk memberikan perlindungan

tubuh terhadap serangan bakteri dan parasit. Namun tidak menyerang sasaran spesifik, sehingga akan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda dari membran sel, struktur sel, dan DNA. Radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak semua oksidan merupakan radikal bebas. Oksidan merupakan senyawa yang dapat menerima elektron dan radikal bebas merupakan atom atau gugus yang orbital luarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif yang diproduksi dalam jumlah yang normal, penting untuk fungsi biologi (Haryatmi, 2004). Beberapa hipotesis menjelaskan tentang radikal bebas pada diabetes mellitus, seperti glikosilasi protein non enzimatik, autooksidasi glukosa gangguan metabolisme glutation, perubahan enzim antioksidan dan pembentukan lipid peroksidasi. Peningkatan radikal bebas secara umum menyebabkan gangguan fungsi sel dan kerusakan oksidatif pada membran. Pada kondisi tertentu antioksidan mempertahankan sistem perlindungan tubuh melalui efek penghambat pembentukkan radikal bebas. Efisiensi mekanisme pertahanan tersebut mengalami perubahan pada diabetes mellitus. Penangkapan radikal bebas yang tidak efektif dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Rajasekaran et al., 2005 ; Kaleem et al., 2006). Radikal bebas bereaksi dengan biomembran menyebabkan destruksi oksidatif asam lemak tak jenuh membentuk aldehid sitotoksik melalui peroksidasi lipid. Selanjutnya peroksidasi lipid diukur dengan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) dan lipid hydroperoxides (HPX) yang merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid. Peningkatan peroksidasi lipid pada membran dan

lipoprotein terjadi pada diabetes. HPX yang terbentuk dari peroksidasi lipid memiliki efek toksik langsung pada sel endothelium dan juga terdegradasi membentuk radikal hidroksil (OH ). Hal tersebut dapat terlihat pada sel pankreas (Pari dan Latha , 2005). Stres oksidatif meningkat pada pasien yang menderita diabetes mellitus. Kerusakan sel oksidatif disebabkan oleh radikal bebas yang dapat menyebabkan diabetes mellitus. Reaktivitas oksigen secara umum pada sel ditangkap oleh enzim antioksidan. Diabetes juga menginduksi perubahan jaringan dan aktivitas enzim antioksidan. Agen hipoglikemik herbal beraksi pada penangkapan metabolit oksigen atau meningkatkan sintesis molekul antioksidan (Mahdi et al., 2003). 5. Antioksidan Suatu senyawa dikatakan memiliki sifat antioksidan bila senyawa tersebut mampu mendonasikan satu atau lebih elektron kepada senyawa prooksidan, kemudian mengubah senyawa oksidan menjadi senyawa yang lebih stabil. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Antioksidan primer (antioksidan endogen atau antioksidan enzimatis), contohnya enzim peroksidase dismutase, katalase dan glutation peroksidase. Enzim-enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk stabil. Reaksi ini disebut sebagi chain-breaking-antioxidant. b. Antioksidan sekunder (antioksidan eksogen atau antioksidan non enzimatis). Contoh antioksidan sekunder ialah vitamin E, vitamin C, -karoten, isoflavon,

asam urat, bilirubin dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas (scavenger free radical), kemudian mencegah amplifikasi radikal. c. Antioksidan tersier, misalnya enzim DNA-repair, metionin sulfoksida reduktase, yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas (Winarsi, 2005). Senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok antioksidan dan dapat ditemukan pada tanaman, antara lain berasal dari golongan polifenol, bioflavonoid, vitamin C, vitamin E, beta-karoten, katekin, dan resveratrol. a. Polifenol Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Kelompok-kelompok senyawa fenolik terdiri dari asam asam fenolat dan flavonoid. Tanaman mempunyai potensi yang cukup baik sebagai penghasil senyawa fenolik. Senyawa yang telah ditemukan yaitu alfa-tokoferol. Senyawa ini mempunyai aktifitas biologis sebagai penangkap radikal bebas sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk melawan penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas seperti penyakit kanker. Senyawa polifenol banyak ditemukan dalam buah, sayuran, kacang-kacangan, sereal, teh, dan anggur (Hernani dan Raharjo, 2004). b. Bioflavonoid Kelompok ini terdiri dari kumpulan senyawa polifenol dengan aktifitas antioksidan cukup tinggi. Dengan kata lain, senyawa flavonoid mempunyai ikatan gula yang disebut glikosida. Senyawa induk atau senyawa utamanya disebut

aglikon yang berikatan dengan berbagai gula dan sangat mudah terhidrolisis atau mudah terlepas dari gugus gulanya. Flavonoid merupakan antioksidan yang potensial untuk mencegah pembentukan radikal bebas (Hernani dan Raharjo, 2004). c. Vitamin C Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi, dan penangkap oksigen. Tubuh sangat memerlukan vitamin C, kekurangan vitamin C dalam darah menyebabkan beberapa penyakit antara lain asma, kanker, diabetes, dan penyakit hati. Selain itu, vitamin C dapat memperkecil terbentuknya katarak dan penyakit mata lainnya. Vitamin ini dapat dikonsumsi dalam bentuk sintetik atau makanan-makanan yang kaya vitamin C seperti jeruk, strawberry, brokoli, tomat, kiwi, anggur, dan ubi jalar. Antioksidan ini berfungsi menurunkan tekanan darah dan kolesterol untuk mencegah stroke dan serangan jantung (Hernani dan Raharjo, 2004). d. Vitamin E Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan dapat memproteksi sel-sel membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolestrol dari perusakan radikal bebas. Selain itu, vitamin E juga dapat membantu memperlambat proses penuaan pada arteri dan melindungi tubuh dari kerusakan selsel yang akan menyebabkan penyakit kanker, penyakit hati, dan katarak. Vitamin ini bekerjasama dengan antioksidan lain seperti vitamin C untuk

mencegah penyakit-penyakit kronik lainnya. Vitamin E banyak ditemukan pada kacang-kacangan, biji-bijian, dan minyak nabati (Hernani dan Raharjo, 2004). e. Karotenoid Beta-karoten adalah salah satu dari kelompok senyawa yang disebut karotenoid. Dalam tubuh senyawa ini akan dikonversi menjadi vitamin A. Serat, vitamin A, dan beta-karoten banyak ditemukan pada sayuran berwarna kuning, orange, dan hijau. Kekurangan serat, vitamin A, dan beta karoten memungkinkan tubuh terserang kanker servik. Kanker ini banyak menyerang wanita yang mempunyai kadar beta-karoten, vitamin E, dan vitamin C sangat rendah dalam darahnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa beta-karoten sangat efektif untuk mencegah kanker prostat. Sumber karotenoid adalah sayuran berwarna merah, orange, kuning, dan hijau seperti tomat, wortel, ubi jalar, bayam, dan brokoli (Hernani dan Raharjo, 2004). f. Katekin Katekin termasuk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan flavonoid, yang banyak terdapat dalam teh hijau. Epigallokatekin merupakan katekin yang sangat penting dari teh hijau karena mempunyai daya antioksidan yang cukup tinggi, serta berperan dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker (Hernani dan Raharjo, 2004). g. Resveratrol Merupakan kelompok polifenol yang mempunyai aktivitas antioksidan cukup tinggi. Senyawa ini banyak ditemukan pada biji anggur. Sebagai polinutrien, senyawa ini munjukkan efek terhadap pencegahan kanker (Hernani dan Raharjo, 2004).

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TABLET EFFERVESCENT KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L) DAN HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata [Burm.f.] Ness) DENGAN METODE DPPH SKRIPSI WAHYU AJI K100050212 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009

Antioksidan dalam arti biologis adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh (Winarsi, 2007). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas

senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi tersebut terutama untuk menjaga integritas dan berfungsinya membran lipid, protein sel dan asam nukleat serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun (Meydani et al., 1995). Reaksi oksidasi terjadi setiap saat di dalam tubuh dan memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif yang dapat merusak struktur dan fungsi sel. Namun, reaktivitas radikal bebas tersebut dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh (Halliwell dan Guteridge, 1991). Pangan nabati merupakan bahan pangan yang penting untuk memperoleh fitonutrient, salah satunya adalah tomat. Tomat merupakan sayuran yang kaya akan berbagai senyawa antioksidan seperti likopen, alfa-karoten, betakaroten, lutein, vitamin C, flavonoid dan vitamin E (Willcox, Catignani dan Lazarus, 2003). Senyawa karotenoid tersebut memiliki keefektifan yang berbeda-beda dalam menjalankan fungsinya sebagai pelindung fotokimia (Sies, 1992). Dari semua senyawa karotenoid tersebut, ternyata likopen relatif lebih efisien sebagai penangkap singlet oksigen daripada karotenoid lainnya (lebih tinggi daripada A-karoten dan B-tokoferol). Likopen mempunyai kekuatan dalam menangkap singlet oksigen (ROS nonradikal) sebesar dua kali lipat dari kemampuan A-karoten (Bohm et al., 2002).
Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 205210 Jurnal Gizi dan Pangan, 2010, 5(3): 205210

205

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BEKATUL LEBIH TINGGI DARIPADA JUS TOMAT DAN PENURUNAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERUM SETELAH INTERVENSI MINUMAN KAYA ANTIOKSIDAN
(Antioxidant Activity Rice Bran Higher than Tomato Juice and the Decreasing of Total Antioxidant Activity Serum After High Antioxidant Beverage Intervention) Evy Damayanthi1*, Lilik Kustiyah1, Mahani Khalid1, dan Henry Farizal1
3 Departemen

Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680. Telp: 0251-8621258; Fax: 0251-8622276 * Alamat korespondensi: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680. Email: evyimam@yahoo.com

Radikal B ebas Kehidupan aerobik yang mampu menggunakan oksigen untuk mendapatkan energi ternyata juga memberikan dampak yang merugikan. Adanya O2 dalam jumlah berlebih dapat memicu timbulnya reaksi oksidasi yang dapat menghasilkan senyawa radikal bebas dan dapat menyebabkan

kerusakan sel (Supari 1995 dan Langseth 2000). Radikal bebas adalah sebuah molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital kulit terluarnya dan terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen dan eksogen. Secara endogen adalah sebagai respon normal dari peristiwa biokimia dalam tubuh. Dan secara eksogen adalah radikal bebas yang di dapat dari polusi yang berasal dari luar tubuh dan bereaksi dalam

2
tubuh melalu i pernafasan, pencernaan, injeksi dan penyerapan kulit (Supari 1995). Menurut Halliwel dan Gutteridge (1989) radikal bebas adalah molekul atau senyawa yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dan dapat menimbulkan kerusakan pada biomolekul. Produksi radikal bebas yang menyebabkan kerusakan pada materi biologis terjadi selama metabolisme aerob normal. Radikal bebas dapat diproduksi di dalam sel oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, peroksisom, retikulum endoplasma, dan inti sel (Langseth 1995). Bentuk nyata dari radikal bebas yang dapat dilihat di alam bebas adalah pembakaran yang tidak sempurna misalnya asap rokok yang tidak menghasilkan CO2 tapi CO, demikian juga dengan asap dari kendaraan bermotor merupakan radikal bebas yang berbahaya sekali bagi paru-paru. Disamping itu asupan makanan yang mengandung logam-logam berat memungkinkan terbentuknya radikal bebas akibat oksidasi dari luar. Beberapa macam radikal bebas antara lain superoksida (O2 -), hidrogen peroksida (H2O2), radikal hidroksil (OH), radikal hipoklorit (OCl), dan ozon (O3) (Kumalaningsih 2006). Menurut Halliwell dan Gutteridge (1989) radikal bebas di dalam tubuh dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu autooksidasi, aktifitas oksidasi, dan sistem transport elektron. Sedangkan menurut Fardiaz (1996), reaksi autooksidasi di dalam tubuh terjadi antara lipid dan oksigen. Reaksi ini berlangsung melalui tiga tahap, yaitu: Inisiasi, yaitu reaksi dimana radikal bebas terbentuk. Hidroperoksida (ROOH) dapat terbentuk melalui berbagai proses termasuk reaksi antara singlet oksigen dengan lipid tidak jenuh atau oksidasi asam lemak tidak jenuh yang dikatalisis dengan enzim lipoksigenase. Propagasi, merupakan reaksi dimana radikal-radikal bebas diubah menjadi radikal-radikal yang lain. Radikal lipid yang terbentuk pada reaksi inisiasi dapat mengalami reaksi propagasi melalui abstraksi satu atom hidrogen atau melalui reaksi oksigenasi dengan molekul oksigen. Terminasi, reaksi dimana terjadi penggabungan dua radikal dan membentuk

produk-produk yang stabil. Mekanisme reaksinya dapat dijelaskan sebagai berikut: Inisiasi : RH + OH R + H2O propagasi : R + O2 ROO ROO + RH ROOH + R Terminasi : ROO+ROO ROOR + O2 ROO + R ROOR R + R RR Definisi Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa penting yang berfungsi menangkap radikal bebas dalam tubuh. Secara umum, antioksidan didef inisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat atau mencegah proses oksidasi lipid (Schuler 1990). Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi autooksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell 1990). Antioksidan juga merupakan senyaw a yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih 2006). Selain dikonsumsi dalam bentuk makanan antioksidan juga dimanfaatkan untuk penggunaan di bagian luar tubuh, yaitu sebagai kosmetik dalam perawatan kecantikan. Antioksidan telah banyak dikenal, diproduksi, dan digunakan dalam berbagai industri dan kesehatan (Hernani dan Rahardjo 2005). Sebenarnya, antioksidan juga saling berkompetisi dengan sesamanya sehingga membutuhkan komposisi campuran yang cukup tepat. Antioksidan seperti vitamin C, E dan karotenoid (beta karoten, likopen, dan lutein) memiliki peranan yang cukup penting dalam membantu pencegahan kerusakan selsel akibat adanya radikal bebas tersebut (Hernani dan Rahardjo 2005). Fungsi Antioksidan Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, dan meningkatkan stabilitas lemak, serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Dalam hal ini lipid peroksidase sangatlah berperan penting (Hernani dan Rahardjo 2005). Berdasarkan fungsinya, antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan primer ,antioksidan sekunder, antioksidan tersier, oxygen

3
scavanger, dan chelators (Kumalaningsih

2006 dan Gordon 1990). Antioksidan primer (antioksidan pemecah rantai), yaitu antioksidan yang dapat bereaksi dengan radikal lipid lalu mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil. Antioksidan dapat dikatakan sebagai antioksidan primer (AH) jika dapat mendonorkan atom hidrogennya secara cepat ke radikal lipida (RO*) dan turunan antioksidan disebut (A*) lebih stabil dibanding antioksidan lipid, atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil. Antioksidan primer yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase (SOD) dan glutation peroksidase (GPx). Enzim ini dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangat radikal bebas. Antioksidan sekunder (antioksidan pencegah), didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat memperlambat laju reaksi autooksidasi lipid. Antioksidan ini bekerja dengan berbagai mekanisme , seperti mengikat ion metal, menangkap oksigen, memecah hidroperoksida ke bentuk-bentuk non radikal menyerap radiasi UV atau mendeaktifkan singlet oksigen. Contoh yang populer dari antioksidan sekunder ini adalah vitamin E, vitamin C, dan betakaroten. Antioksidan tersier, merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk golongan ini adalah enzim metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA pada penderita kanker. Oxygen scavanger , merupakan antioksidan yang mengikat oksigen sehingga tidak mendukung terjadinya reaksi oksidasi, misalnya vitamin C. Chelators, berfungsi mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam sitrat dan asam amino. Sumber Antioksidan Antioksidan Sintetik. Ada beberapa antioksidan sintetis yang umum digunakan di seluruh dunia, yaitu butylatedhydroxytoluene (BHT), butylatedhydroxyanysole (BHA), propilgalat, tert-butyl hydroxy quinon (TBHQ), propylgallate (PG), nordihidroquairetic acid (NDGA) dan a-tokoferol. BHT dan BHA adalah yang paling banyak digunakan (Buck 1991). Namun, antioksidan tersebut bersifat karsinogen terhadap sistem reproduksi, dapat menyebabkan pembengkakan organ hati, mempengaruhi aktivitas enzim dalam hati dan metabolisme, bahkan dalam jangka waktu lama tidak terjamin keamanannya. Berdasarkan uji toksisitas akut dan kronik pada hewan percobaan, pemakaian zat antioksidan maksimal yang diperbolehkan dalam campuran makanan adalah 200 ppm

( Hernani dan Rahardjo 2005). Antioksidan Alami. Antioksidan alami dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke dalam makanan sebagai tambahan pangan (Pratt 1992). Menurut Pratt dan Hudson (1990), kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami berasal dari tumbuhan dan dapat tersebar di berbagai bagian tanaman seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, rimpang, dan serbuk sari. Flavonoid Senyawa antioksidan alami yang terdapat pada tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavanon, flavonol, isoflavon, katekin, dan kalkon. Sement ara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam, dan peredam terbent uknya singlet oksigen (Kumalaningsih 2006). Flavonoid merupakan golongan fenolat yang memiliki struktur dasar C6 -C3-C6 dan umumnya mengandung inti ?-benzopiron (Gambar 2). Beberapa flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas biologis yang berbedabeda. Aktivitas biologis tersebut ada yang berguna sebagai antiviral, antifungal, antiinflamatory, dan aktivitas yang bersifat antitoksik (Santos et al 1985). Flavonoid di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu flavonoid aglikon (flavonoid tanpa gula terikat) dan flavonoid glikosida (dengan gula terikat). Flavonoid glikosida umumnya lebih larut dalam air, sebaliknya flavonoid aglikon lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. Seperti senyawa fenolik lainnya, flavonoid tidak stabil terhadap pengaruh cahaya, oksidasi, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah dan keaktifannya menurun bahkan hilang (Hernani, Rahardjo 2005). Gambar 2 Rumus struktur flavonoid. Vitamin E Vitamin E (tokoferol) merupakan antioksidan utama yang tidak larut dalam air

tetapi larut dalam lemak atau minyak. Terdapat delapan bentuk vitain E yaitu empat tokoferol alfa, beta, gamma dan delta serta empat tokotrienol. Dari delapan bentuk tersebut, yang bermanfaat bagi aktivitas biologis dalam tubuh adalah alfa yang ditemukan dalam darah dan jaringan yang berfungsi sebagai mengakhiri rentetan reaksi radikal bebas (Gambar 3). Vitamin E banyak sekali ditemukan dalam minyak tumbuhan seperti minyak bunga matahari, minyak zaitun, kacang-kacangan, biji gandum, dan sayuran berwarna hijau. Pada hewan seperti daging sapi, unggas dan ikan. Vitamin E dapat menstimulasi sistem imun sehingga tubuh dapat menghancurkan sel prekanker sebelum berkembang menjadi ganas. Dapat juga menghambat perkembangan kanker di mulut, kulit, payudara, dan usus (Kumalaningsih 2006). Vitamin E ini digunakan sebagai antioksidan pembanding untuk ekstrak tajuk dan akar rumput mutiara.

POTENSI RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa (L.) Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI GUSMETA AMELIA skripsi
PROGRAM STUDI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Radikal bebas Radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya. Senyawa yang mudah teroksidasi secara umum adalah senyawa yang berikatan kovalen. Ikatan kovalen akan sangat berbahaya karena ikatan yang digunakan secara bersama-sama pada orbital terluarnya. Senyawa yang memiliki ikatan kovalen umumnya merupakan molekul-molekul besar (biomakromolekul), yaitu lipid, protein maupun DNA. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Asam lemak tak jenuh merupakan molekul yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang tinggi, yaitu sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya. Senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi radikal bebas (Winarsi 2007). Senyawa

radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel yang mengakibatkan dinding sel menjadi rapuh. Senyawa radikal bebas ini berpotensi merusak DNA sehingga mengacaukan 6 sistem info genetika dan berlanjut pada pembentukan sel kanker. Jaringan lipid juga akan dirusak oleh senyawa radikal bebas sehingga terbentuk peroksida yang memicu munculnya penyakit degeneratif (Winarsi 2007; Juniarti et al. 2009). Flavonoid Flavonoid merupakan kelompok besar fitokimia yang bersifat melindungi dan banyak terdapat pada buah dan sayuran. Flavonoid sering dikenal sebagai bioflavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Antioksidan dapat menetralkan atau menginaktifkan reaksi yang tidak stabil pada molekul yang disebut sebagai radikal bebas yang dapat menyerang sel tubuh. Flavonoid terdapat beberapa jenis dan masing-masing berperan dalam menjaga kesehatan. Senyawa-senyawa flavonoid termasuk di dalamnya adalah resveratrol, anthocyanin, quercetin, hesperidin, tangeritin, kaemferol, myricetin dan apigenin. Flavonoid telah ditemukan pada jeruk, kiwi, apel, anggur merah, brokoli dan teh hijau. Flavonoid adalah bagian dari senyawa fenolik yang terdapat pada pigmen tumbuh-tumbuhan. Kesehatan manusia sangat tergantung pada flavonoid sebagai antioksidan untuk mencegah kanker. Manfaat utama flavonoid adalah untuk melindungi struktur sel, membantu memaksimalkan manfaat vitamin C, mencegah keropos tulang, sebagai antibiotik dan anti-inflamasi (Winarsi 2007). Kehidupan dan fungsi sel mikroorganisme (virus dan bakteri) dapat terancam karena keberadaan flavonoid yang bertindak langsung sebagai antibiotik, bahkan keefektifan flavonoid dapat melemahkan virus HIV penyebab penyakit mematikan AIDS. Virus herpes pun dapat lumpuh dengan flavonoid. Flavonoid juga dapat berperan dalam pencegahan dan pengobatan penyakit umum lainnya, yaitu periodontitis, wasir (ambeien), encok, rematik, diabetes melitus, katarak dan asma. Istilah flavonoida diberikan untuk senyawasenyawa fenol yang berasal dari kata flavon yaitu nama dari salah satu flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan (Harborne 1987). Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga reaksi radikal bebas tersebut dapat terhambat. Antioksidan juga dapat diartikan sebagai bahan atau senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi pada substrat atau bahan yang dapat teroksidasi, walaupun memiliki jumlah yang sedikit dalam makanan atau tubuh jika dibandingkan dengan substrat yang akan teroksidasi. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul yang kecil, tetapi mampu menginaktivasi

berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Winarsi 2007). 2.4.1 Fungsi antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Hal tersebut dapat menghambat kerusakan sel. Berkaitan dengan reaksinya di dalam tubuh, status antioksidan merupakan parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang secara berlanjut dibentuk sendiri oleh tubuh. 12 Jika jumlah senyawa oksigen reaktif ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein maupun DNA sehingga mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang disebut dengan stress oksidatif (Winarsi 2007). Mekanisme kerja antioksidan pada umumnya dapat dipahami setelah mekanisme proses oksidasi lemak dalam bahan makanan atau pada sistem biologis dipahami dengan baik. Oksidasi lemak terdiri dari 3 tahapan utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat hilangnya satu atom hidrogen. Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi. Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak baru (Winarsi 2007). Pada tahap terminasi terjadi reaksi antara radikal bebas membentuk kompleks nonradikal. Adapun mekanisme reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3

Antioksidan dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan fungsinya (Siagian 2002; Hariyatmi 2004), yaitu: 1. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas dengan cara menyumbangkan atom H, contohnya vitamin E. 2. Tipe pereduksi yang mampu mentransfer atom H atau oksigen dan bersifat pemulung, contohnya vitamin C. 3. Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan Cu2+), contohnya flavonoid, asam sitrat dan EDTA. 13 4. Antioksidan selular yang mampu mendekomposisi hidrogen peroksida

menjadi bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal superoksida dismutase, katalase dan glitation peroksidase. Antioksidan mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan (Winarsi 2007). Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan, yaitu ketengikan, perubahan gizi, perubahan warna dan aroma serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi. Proses oksidasi tersebut dapat dihambat oleh antioksidan (Hernani dan Raharjo 2005). 2.4.2 Sumber antioksidan Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi dari bahan-bahan alami, sedangkan antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan pada makanan sebagai bahan tambahan pangan (Winarno 2008). Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan angiospermae memiliki kira-kira 250.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, yaitu pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari. Bahanbahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, yaitu rempahrempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan (alga laut). Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, yaitu asam-asam amino, asam askorbat, 14 golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tanin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi dan asam-asam organik lain (Pratt 1992). Antioksidan sintetik ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya ketengikan. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya dapat beracun. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa persyaratan, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah diperoleh dan ekonomis. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di seluruh dunia, yaitu

butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluene (BHT), propil galat (PG), tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol (Buck 1991; Winarno 2008). 2.4.3 Mekanisme kerja antioksidan Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 mekanisme reaksi, yaitu 1) pelepasan hidrogen dari antioksidan, 2) pelepasan elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan dan 4) pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan (Ketaren 2008). Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan mekanisme reaksinya, yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer disebut juga antioksidan endogenous atau enzimatis. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Enzim tersebut menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan sekunder disebut juga sebagai antioksidan eksogeneus atau non-enzimatis. Antioksidan kelompok ini juga disebut sistem pertahanan preventif, yaitu terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal atau dirusak pembentukannya. Kerja antioksidan sekunder 15 yaitu dengan cara memotong reaksi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, -karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin dan albumin. Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang tereduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh oleh rusaknya struktur pada gugus non-basa maupun basa (Winarsi 2007). Mekanisme kerja serta kemampuan antioksidan sangat bervariasi. Kombinasi beberapa antioksidan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap oksidasi dibandingkan satu jenis antioksidan saja (Siagian 2002).

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN BIOAKTIF KANGKUNG AIR (Ipomoea aquatica Forsk.) SABRI SUDIRMAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Peranan antioksidan sangat penting dalam meredam efek radikal bebas yang berkaitan erat dengan terjadinya penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung koroner, diabetes dan kanker yang didasari oleh proses biokimiawi dalam tubuh. Radikal bebas yang dihasilkan secara terus menerus selama proses metabolisme normal, dianggap sebagai penyebab terjadinya kerusakan fungsi sel-sel tubuh yang akhirnya menjadi pemicu timbulnya penyakit degeneratif [13]. Reaksi radikal bebas secara umum dapat dihambat oleh antioksidan tertentu baik alami maupun sintetis. Sebahagian besar antioksidan alami berasal dari tanaman, antara lain berupa senyawaan tokoferol, karatenoid, asam askorbat, fenol, dan flavonoid [14].

MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 50-54 50

KANDUNGAN SENYAWA KIMIA, UJI TOKSISITAS (Brine Shrimp Lethality Test) DAN ANTIOKSIDAN (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) DARI EKSTRAK DAUN SAGA (Abrus precatorius L.)
Juniarti*), Delvi Osmeli, dan Yuhernita
Bagian Kimia, Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI, Jakarta 10510, Indonesia

D. ANTIOKSIDAN Oksidasi merupakan proses degeneratif yang dipacu oleh radikal bebas dan menyebabkan ketengikan dan penurunan nutrisi produk pangan (Kim et al., 2001; Watanabe et al., 2005). Untuk mencegah proses oksidasi tersebut diperlukan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi (Kochhar dan Rossell, 1990). Peningkatan kesadaran konsumen akan 15

kesehatannya telah mendorong mereka untuk mengkonsumsi bahan-bahan alami yang berkhasiat untuk kesehatan.

Gambar 1. Penghambatan radikal bebas oleh antioksidan dalam sel tubuh (Anonim, 2009) Antioksidan adalah molekul yang berkemampuan memperlambat ataupun mencegagah oksidasi molekul lain. Kandungan antioksidan yang rendah dapat menyebabkan stres oksidatif dan merusak sel-sel tubuh. Karena itulah efek pengobatan rosela ini terhadap berbagai penyakit sebenarnya merupakan efek dari antioksidannya (Anonim, 2009). Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh. Fungsi antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, serta memperpanjang massa pemakaian bahan dalam industri makanan. Lipid peroksidase merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Raharjo, dkk,. 2005).Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya radikal bebas dalam tubuh antara lain radiasi baik sinar matahari (UV) atau sinar X, polusi lingkungan, asap rokok maupun asap mobil, bahan kimia dalam makanan (pengawet, pewarna sintetik, residu pestisida, dan bahan tambahan makanan lainnya), bahan kimia 16

termasuk obat-obatan. Diet (pola makan sehari-hari) juga dapat menjadi penyebab terbentuknya radikal bebas. Untuk menangkal serangan radikal bebas, adalah dengan mengkonsumsi antioksidan alami yang cukup setiap hari. Salah satu antioksidan alami yang banyak terdapat dalam bunga rosela adalah antosianin. Antioksidan penting dalam menjaga kesehatan tubuh karena berfungsi sebagai penangkal radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh (Raharjo, 2005). Antiradikal bebas adalah senyawa yang dalam jumlah kecil dibanding substrat mampu menunda atau menjaga terjadinya oksidasi dari substrat yang mudah teroksidasi (Halliwel, 1995). Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Pada umumnya antiokasidan mengandung struktur inti sama yang mengandung cincin benzene tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugus amino. Aktivitas antioksidan terdiri dari beberapa mekanisme diantaranya mencegah reaksi berantai, mencegah pembentukan peroksida, mencegah pengambilan atom hidrogen, mereduksi, dan menangkap radikal (Su et al., 2004; Kim, 2005). Beberapa pendekatan digunakan untuk mengkaji sifat anti dan pro-oksidan suatu senyawa (Lampi et al., 1999). Potensi antioksidan yang berhubungan Reactive Oxygen Species (ROS) adalah sebagai penghambat radikal superoksida, singlet oksigen, hidrogen peroksida, peroksida lemak, asam hipoklor, radikal alkosil, radikal peroksil, 17

Oksida nitrit, nitrogen dioksida, peroksi nitrit, dan radikal hidroksi (Auroma dkk., 1997). Hal ini dapat melindungi sel dari kerusakan oksidatif dan meminimalkan kerusakan sel, sehingga dapat mengurangi proses penuaan dan mencegah penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes militus dan kanker. Dengan keberadaan antioksidan, sel-sel radikal bebas yang merusak inti sel dapat dihilangkan. Itu sebabnya rosela memiliki efek antikanker. Kandungan yang paling berperan adalah antosianin atau pigmen tumbuhan yang bertanggung jawab menghindarkan dari kerusakan sel akibat paparan sinar ultraviolet berlebih (Anonim, 2008). Kadar antioksidan yang tinggi pada kelopak rosela dapat menghambat radikal bebas. Beberapa penyakit kronis yang banyak ditemui saat ini banyak disebabkan oleh paparan radikal bebas yangn berlebihan. Diantaranya kerusakan ginjal,, diabetes, mellitus, jantung koroner, hingga kanker. Selain itu, radikal bebas juga dapat menyebabkan proses penuaan dini. Semakin pekat warna merah pada kelopak bunga rosela, rasanya akan semakin asam dan kandungan anthosianin (sebagai anti oksidan) semakin tinggi. Sayangnya kadar anti oksidan tersebut menjadi berkurang bila mengalami proses pemanasan dan pengeringan (dengan drier). Kadar anti oksidan tersebut berada pada tingkat tertinggi jika dikonsumsi dalam bentuk kering (Anonim, 2009). Radikal bebas merupakan senyawa yang mngandung elektron yang tidak berpasangan yang dapat bertindak sebagai akseptor elektron.(Bast, 1991). Radikal bebas sangat reaktif sehingga dapat merusak sel yang disebabkan oleh peroksidasi lipid yang menyababkan kerugian seperti iskemia, arterosklorosis koroner, 18

diabetes militus, dan penuaan kulit.( Hiriguchi et al., 1995). Peroksidasi lipid adalah reaksi berantai yang terus menerus menyediakan radikal bebas yang menentukan peroksidasi selanjutnya (Robert, 1990). Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya. Elektron yang tidak berpasangan menyebabkan radikal bebas tidak stabil dan sangat reaktif, selalu berusaha untuk mencari pasangan baru, sehingga mudah bereaksi dengan zat lain (protein, lemak, maupun DNA) dalam tubuh ((Raharjo dkk., 2005). Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini sangat mudah menarik elektron dari molekul lainnya sehingga radikal bebas tersebut menjadi lebih reaktif. Oleh karena sangat reaktif, radikal bebas sangat mudah menyerang sel-sel yang sehat dalam tubuh. Bila tidak ada pertahanan yang cukup optimal sel-sel sehat tersebut menjadi tidak sehat/ sakit. Lipid peroksidase merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan makanan selama dalam penyimpanan dan peengolahan makanan (Raharjo dkk., 2005). Apabila radikal bebas dalam tubuh jumlahnya berlebih dapat bereaksi dengan protein dan lemak menimulkan banyak masalah, sehingga dapat merusak struktur dan fungsi membran sel yaitu lapisan yang melindungi sel. Bila sel yang membrannya rusak adalah sel-sel pembuluh darah, maka akan mudah terjadi pengendapan pada bagian yang rusak itu, termasuk kolesterol sehingga timbul atherosklerosis (Raharjo dkk., 2005). Senyawa yang dihasilkan oleh polusi, asap rokok, kondisi stress, bahkan oleh sinar matahari akan berinteraksi dengan radikal bebas di dalam tubuh. Secara 19

tidak langsung, senyawa radikal tersebut akan merusak sel sehingga menyebabkan timbulnya suatu penyakit seperti liver, kanker (Raharjo dkk.,2005). Proses autooksidasi lipida melalui tiga tahap reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Inisiasi melalui dengan terlepasnya atom hidrogen dari molekul asam lemak sehingga terbentuk radikal bebas alkil. Inisiasi dikatalis oleh adanya cahaya, panas atau ionlogam pada tahap propagai, radikal bebas alkil yang terbentuk pada tahap inisiasi bereaksi dengan oksigen atmosfer membentuk radikal bebas peroksi yang terbentuk bereaksi dengan atom hidrogen yang terlepas dari asam lemak tidak jenuh yang lain membentuk hidroperoksida (ROOH) dan radikal bebas yang baru. Radikal bebas alkil yang baru akan bereaksi dengan oksigen atmosfir membentuk radikal bebas peroksi. Pada tahap terminasi terjadi penggabungan radikalradikal bebas membentuk produk non radikal yang stabil (Shahidi dan Wanasundara, 2002) Menurut Tranggono, 1999 mekanisme oksidasi lipida adalah sebagai berikut: Inisiasi : RH R* + H* Propagasi : R* + O2 ROO* ROO* + RH ROOH + R* Terminasi : ROO* + ROO* ROOR + O2 ROO* + R* ROOR R* + R* RR Gambar 2. Mekanisme Oksidasi Lipida (Tranggono, 1999)20

Ion-ion logam dapat mengkatalis reaksi pembentukan radikal bebas. Ion-ion logam tersebut misalnya Fe, Cu, Cr, Ni, Zn, dan Al. Pada proses oksidasi yang dikatalis oleh ion-ion logam melalui dua mekanisme yaitu reaksi ion-ion logam yang hidroperoksida dengan molekul lipida. Ion-ion logam mengkatalisa proses oksidasi dengan reaksi langsung lipida tidak jenuh dan menurunkan energi aktivasi pada tahap inisiasi (Reishe. Dkk., 2002). Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi yaitu: 1. Pemberi atom hidrogen Antioksidan (AH) yang mempunyai fungi utama sebagai pemberi ato hidrogen sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar Menurut Tranggono). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru. 21

Inisiasi : R* + AH RH + A* Radikal lipida Propagasi : ROO* + AH ROOH + A* Gambar 3. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990) 2. Memperlambat laju autooksidasi Mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil mampu memperlambat laju autooksidasi (Gordon, 1990). Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan pada gambar di bawah ini : AH + O2 A* + HOO* AH + ROOH RO* + H2O + A* Gambar 4. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990)

Anda mungkin juga menyukai